Anda di halaman 1dari 44

TABULA RASA ARTIC 11 TH EDITION

0
TABULA RASA ARTIC 11 TH EDITION
Daftar isi .............................................................................................. 1
Salam redaksi ...................................................................................... 2

CERPEN:
-Teman Lama ....................................................................................... 3
@Moh. Roid Taqiyuddin

-Ulang Tahun dan Kabar Duka .......................................................... 7


@M. Ihsan Rudi
DAFTAR ISI

-Teror Air .......................................................................................... 10


@M. Rahmatullah K

-Kisahku ............................................................................................ 13
@Gerenova Dwi Putra S. A

-Menunaikan Rindu ........................................................................... 17


@Ahmad Dzulhilmi

-Jogja yang Tak Dirindukan 1 .......................................................... 23


@Adiel Wisanggeni A. M

-Jogja yang Tak Dirindukan 2 .......................................................... 28


@Dhafran Anugerah Putra

-Jogja yang Tak Dirindukan 3 .......................................................... 34


@Qhyla Mahisha Ranthanee

-BASSAM 2 ........................................................................................ 40
@Ust. Moh. Ali Akbar Nafis

-BASSAM 3 ........................................................................................ 41
@Ust. Moh. Ali Akbar Nafis

EVEREST COMING SOON! ......................................................... 42

1
TABULA RASA ARTIC 11 TH EDITION
Assalamualaikum Wr.Wb
konsep tabula rasa muncul ketika kami berpikir tentang tema
lanjutan edisi ke-11 bulletin kami, tabularasa sendiri berasal dari nama
suatu teori yang menyatakan bahwa setiap individu dilahirkan dengan
jiwa yang putih bersih dan suci (yang akan menjadikan anak itu baik

SALAM REDAKSI
atau buruk adalah lingkungannya) -KBBI. Memahami teori tersebut
kami kemudian berpikir bahwa hal ini akan cocok bila kami
sangkutkan terhadap kondisi mental serta kejiwaan orang-orang
disekitar kami, yaitu lingkup pondok pesantren.
Kecocokan tersebut didasari dengan lingkungan pondok
pesantren yang mewadahi berbagai macam karakter santri yang
berasal dari berbagai penjuru daerah di Indonesia, di sini seorang
Individu akan benar-benar menghadapi keberagaman, bahkan boleh
jadi seorang individu itu akan berjuang untuk menentukan karakter
dirinya sendiri, apakah akan tetap menjadi seorang yang baik sesuai
keinginan orang tuanya, atau mencoba melakukan hal baru sehingga
dinilai melenceng dari konsep akhir yang diimpikan orang tuanya.
Karena tabula rasa adalah tentang bagaimana seorang tersebut
berubah mengikuti kondisi lingkungannya, adalah tentang bagaimana
seorang tersebut memilih untuk mengikuti siapa temannya, juga
tentang bagaimana seorang tersebut menentukan jalan kehidupannya,
seluruh kemungkinan tersebut akan kami bungkus dalam bentuk
antologi Cerpen (kumpulan cerpen) dalam bulletin edisi ke-11 yang
kami terbitkan kali ini.
Sebagai finishing, segala ucapan terima kasih kami sampaikan atas
antusias serta partisipasi pembaca sekalian dalam membudayakan literasi di
pondok Al-Amien tercinta ini, sekaligus kami selaku tim redaksi memohon
maaf sedalam-dalamnya atas jangka waktu Panjang yang kami habiskan
untuk diam (tidak menerbitkan karya literasi) para pembaca yang budiman,
inilah persembahan kami, selamat membaca, selamat menikmati, SALAM
REDAKSI
Wassalamualaikum Wr. Wb

2
TABULA RASA ARTIC 11 TH EDITION


Struktur Redaksi
Pengarah: Majelis Kiai Pondok Pesantren Al-Amien Prenduan, Pengasuh Ma‟had Tahfidh
Al-Qur‟an, Mudir „Aam Ma‟had Tahfidh Al-Qur‟an, Mudir Ma‟had Tahfidh Al-Qur‟an Pa
| Penasihat: Ust. Dr. Mohammad Fattah, M. A, Ust. Akh. Habibi Walidil Kutub M. Pd |
Penanggung Jawab: Ust. Moh. Ali Akbar Nafis‟19 | Koordinator Harian: Ust. Much.
Achsanul Ghiffar‟21, Ust. Cezar Zuhdi Fajruzzaman M. | Ketua Redaksi: Qhyla Mahisha
R. | Wakil Ketua Redaksi: Moh. Roid Taqiyuddin | Sekretaris: Adiel Wisanggeni A. M. |
Bendahara: M. Ihsan Rudi | Layouter: Dhafran Anugerah Putra | Editor: Ust. Moh. Ali
Akbar Nafis‟19, Moh. Malik Maulana | Anggota: M. Rahmatullah Kautsari, Moh.
Alfinnur, Gerenova Dwi Putra S. A, Ahmad Dzulhilmi.

Kantor Sekretariat
Perpustakaan SMP Tahfidz Al-Amien Prenduan Sumenep Madura Jawa Timur Indonesia
62465

3
TABULA RASA ARTIC 11 TH EDITION

TEMAN LAMA
-Mohammad Roid Taqiyuddin-

T
ok. . Tok. . Tok…
Suara ketukan pintu yang keras itu serentak membangunkan
Roid dari tidurnya yang lelap. Roid adalah seorang pelajar yang
tengah menduduki kelas 2 SMP, usai lulus dari SD Roid memutuskan
untuk melanjutkan karirnya sebagai seorang santri, sejak kelas 4 SD,
Roid sudah memikirkan kemana dia akan melanjutkan perjalanan
hidupnya nanti ketika sudah lulus.
Sudah satu tahun kiranya. Semenjak mondok, Roid tidak
pernah pulang ke rumahnya. Dan sekarang adalah hari pertama Roid
berlibur di rumah untuk yang pertama kalinya. “Siapa?” Tanya Roid
dengan suara yang lemas karena masih mengantuk, sembari berjalan
menuju pintu yang diketuk tadi. Roid terkejut setelah dia mengetahui
siapa yang sedang menunggunya di balik pintu. Ternyata, itu adalah
Romi. Teman SD sekaligus rival sejati Roid. Romi adalah sosok yang
di kagumi oleh Roid sejak berteman dekat dengannya di SD dulu.

“Hey, apa kabar Rom?” Tanya Roid sembari tersenyum


melihat teman lamanya bermain kerumahnya.
“Alhamdulillah baik, kamu sendiri bagaimana?” Jawab Romi
lalu menanyakan balik, kabar teman baiknya.
“Alhamdulillah, aku baik juga”jawab Roid dengan bahagia.
Usai saling menanyakan kabar, Roid pun mempersilahkan
Romi agar masuk dan duduk di dalam. Sebelum duduk, Roid tak lupa
untuk mengambil cemilan agar bisa mereka santap bersama sembari
bercerita. Tak terasa mereka sudah berbincang kisaran 2 jam, dan

4
TABULA RASA ARTIC 11 TH EDITION
akhirnya Romi pamit untuk pulang. Sebelum Romi pulang, Roid
berjanji akan mampir kerumahnya juga kapan-kapan. Rumah antara
Roid dengan Romi memang lumayan jauh, tetapi hal itu tidak menjadi
permasalahan untuk mereka berdua menjalin silaturrahmi.
Keesokan harinya, Roid mendatangi rumah Romi seperti yang
ia janjikan kepada Romi.
“Assalamualaikum. . ” Panggil Roid dengan nada yang
lumayan keras sembari mengetok pintu tiga kali.

Setelah menunggu lumayan lama, akhirnya orang yang sedang


dia cari keluar juga. “Maaf ya kalau lama. . soalnya aku barusan lagi
mandi” Ucap Romi sembari menggaruk-garuk kepala dan cengar-
cengir.
“Gak apa-apa. Meskipun kamu lama keluarnya, pasti akan aku
tunggu kok” Jawab Roid dengan semyuman tulus seorang sahabat.
Mendengar ucapan Roid tadi Romi pun terlihat senang. Usai
berbincang sebentar, mereka duduk dan bercerita tentang zaman
mereka ketika masih SD dulu. “Bagaimana kalau kita undang yang
lainnya…” Ucap Romi yang menanyakan pendapat Roid tentang
usulan yang dia dapat. “Tapi bagaimana caranya?” Tanya Roid
kepada Romi. “Hmmm…” Romi berfikir sejenak sembari mengusap-
usap dagunya. Setelah beberapa detik berlalu, akhirnya Romi
mendapatkan usulan lagi “Bagaimana kalau kita buat acara buka
bersama bersama teman sekelas kita!” Teriak Romi yang sekarang
tengah menunggu jawaban dari Roid atas usulannya tadi. “Boleh juga
ya…” Jawab Roid singkat menanggapi usulan teman lamanya
tersebut. Akhirnya, mereka berdua memutuskan untuk menghubungi
teman-teman sekelas yang lainnya.


5
TABULA RASA ARTIC 11 TH EDITION
Sepertinya, teman-teman yang lain sudah tau dan setuju,
akhirnya Roid pamit untuk pulang kepada Romi.

2 hari telah berlalu…
Bulan puasa akan segera selesai dalam jangka waktu 9 hari
lagi. 2 hari, Roid lalui dengan merancang acara bukber mereka. Roid
juga sudah membuat Grup Whosapp yang akan membantu mereka
untuk saling berkomunikasi antara satu sama lain, sekaligus juga jika
ada kabar terbaru mengenai acara yang akan mereka selenggarakan
nanti. Setelah semua aktif dalam musyawarah online, akhirnya mereka
telah menemukan solusi untuk acara yang mereka rancang bersama.
Semua teman Roid sudah di kabari, uang untuk makanan juga sudah
siap, tinggal di pesan. Tempat juga sudah ditentukan. Nah, sekarang,
mereka hanya tinggal menunggu hari dimana mereka akan berkumpul
bersama lagi dengan sebuah acara bukber.
Hari ini Roid dengan Romi memutuskan untuk bertemu di
sekolah lama mereka, sekaligus tempat yang akan mereka gunakan
sebagai acara bukber nanti ketika sudah waktu berbuka puasa tiba.
Karena tempat acara pada hari ini di sekolah lama mereka, maka Roid
dengan Romi membersihkan tempat terlebih dahulu, mereka sengaja
memilih sekolah lama sebagai tempat berkumpul. Karena, pada
tempat tersebut cerita mereka berawal hingga sampai pada saat
terakhir perpisahan.
Tak terasa waktu berbuka puasa sudah semakin dekat, dan
tempat sudah siap dipakai. Makanan yang kami pesan juga sudah di
antar. Roid dan Romi pun memutuskan untuk bersiap-siap mandi dan
mengganti pakaian. Usai bersiap-siap, mereka berdua kembali lagi ke
tempat acara untuk menyambut teman-teman lainnya. Satu-persatu
teman-teman sudah mulai berdatangan, mereka duduk dan tengah

6
TABULA RASA ARTIC 11 TH EDITION
menunggu yang belum hadir juga waktu berbuka puasa sembari
berbincang-bincang.

Roid dan Romi merasa senang dan bersyukur dapat


berkumpul dengan teman-teman kembali. Ketika semua sudah
berkumpul dan tiba waktu berbuka puasa, merekapun berbuka dengan
menyantap makanan yang sudah di sediakan. Akhirnya, mereka dapat
bertemu kembali meskipun membutuhkan perjuangan dan kerja keras
walau seperti mustahil untuk bisa berkumpul kembali bersama teman-
teman. Tetapi semua itu bisa kami lalui bersama dengan mudah,
dengan kerja sama semua akan tercapai.

7
TABULA RASA ARTIC 11 TH EDITION

ULANG TAHUN DAN KABAR DUKA

“S
-Muhammad Ihsan Rudi-

ebentar lagi adik sepupuku ulang tahun. Aku berencana untuk


menyelanggarakannya dirumahku. Nanti, acaranya bukan
perayaan tetapi syukuran karna banyaknya warga yang terpapar virus
corona jadi buat jaga-jaga, cukup syukuran aja gak perlu ngundang
banyak orang, dan cukup anggota keluarga saja.” Pikirku dalam hati,
sambil membaca buku.
“San! Makan dulu nak”
“Iya ma, sebentar!” Saat sedang asyik membaca buku, ibu
memanggilku dari dapur untuk makan siang. Aku pun segera beranjak
dari kasur, menuju dapur. Saat selesai makan siang, aku bertanya
kepada mama tentang apa yang kupikirkan tadi pagi.
“Mama 3 hari lagi Adik Via ulang tahunkan?”
“Iya, Kenapa memangnya, nak?”
“Gak apa-apa ma, soalnya nanti aku mau nanya sama Tante
Mala. Boleh gak acaranya ulang tahun Adik Via diganti syukuran?”
“Ooh… Iya nanti kita kerumah Tante Mala ya…”
“Iya…”
Aku pun beranjak dari dapur ke kamar mandi untuk wudhu dan
melaksanakan sholat dzuhur. Saat selesai sholat, aku berdoa semoga
acara tasyakuran nya berjalan lancar.
Keesokkan pagi nya setelah sarapan, kami sekeluarga
berangkat kerumah tante untuk membahas ulang tahun adik sepupuku.
Setelah berbincang cukup lama, tanteku setuju dan acaranya akan
diadakan dirumahku.
“Tante Mala boleh gak ulang tahunnya Adik Via diadain
dirumah ku?”
“Iya….boleh.”
“Tapi nanti acaranya diganti sama tasyakuran boleh gak?”

8
TABULA RASA ARTIC 11 TH EDITION
“Iya gak apa-apa… memang kenapa kok diganti tasyakuran?”
“Soalnya sekarang banyak warga yang terpapar virus corona”
“Ooh….. Ya sudah.”
Setelah berpamitan, aku bersama keluargaku pergi menuju
toko kue untuk membeli kue. Meskipun hanya sekedar tasyakuran,
kami ingin memberinya kue agar dia tidak iri dengan teman-temannya
yang ketika ulang tahun selalu mendapatkan kue. Di saat membeli kue
aku membelikannya rasa paling ia sukai. Setelah dipesan, kata
petugasnya akan selesai besok lusa tepat saat ia ulang tahun.
Saat dirumah, aku beserta kakak dan adikku membungkus
sebuah hadiah yang dibeli ketika perjalanan pulang menuju rumah.
Selesai di bungkus, aku beranjak ke kamar untuk istirahat.di malam
hari. Ibuku menelpon keluargaku agar besok lusa bisa datang kerumah
untuk masak-masak. Setelah menelpon keluarga terdekatku agar bisa
hadir, ibuku memesan makanan ringan yang betuknya seperti kue.
Keesokan paginya, aku dan ibuku pergi ke pasar untuk membeli
bahan-bahan yang di butuhkan buat masak-masak. Saat sedang
dipasar, aku melihat sebuah balon tiup dan topi berbentuk kerucut.
Aku bertanya kepada ibuku, apakah boleh aku membeli barang
tadi? Ibuku menyetujuinya, asalkan membelinya secukupnya saja.
Setelah membeli barang yang di butukan, kami pun pulang ke rumah.
Setelah sampai dirumah, aku menaruh barang-barang yang baru dibeli
di dapur dan bersiap menuju ke masjid untuk sholat ashar berjamaah.
Saat aku selesai sholat, aku membantu guruku di tempat ngaji untuk
menyimak anak anak yang masih IQRA‟, sedangkan guruku
menyimak anak anak yang membaca Al-Qur‟an. Saat selesai
pengajian, aku pun membantu guruku membereskan tempat ngaji
Keesokan paginya pada pukul 05.00, keluargaku sudah ada
yang berkumpul untuk masak-masak dirumahku. Saat sedang masak-
masak, aku mengajak tanteku dan adik sepupuku jalan-jalan di
kampung. Kami menikmati indah nya kampung saat pagi hari. Kami
kembali menuju rumah saat adzan dikumandangkan di masjid. Saat

9
TABULA RASA ARTIC 11 TH EDITION
perjalanan pulang, aku bertanya kepada diriku “Apakah nanti
keluargaku banyak yang datang? Meskipun hanya tasyakuran, aku
berharap banyak keluargaku yang datang. Aku pengen berkumpul lagi
bersama keluargaku entah keluarga dekat maupun jauh.”
Saat dirumah, aku cukup terkejut ternyata tidak sedikit
keluargaku yang datang, terutama adik sepupuku. Dia kira kami lupa
tentang ulang tahunnya. Ibuku pun keluar dari kamar sambil
membawa kue yang kemudian diberikan kepada tanteku. Kami pun
duduk bersama di ruang tamu sambil ngobrol bersama keluargaku
yang lain, sambil menunggu makannan di sajikan. Saat makanan
sudah di sajikan, kami pun berdoa yang dipimpin oleh kakekku untuk
adik sepupuku yang ulang tahun. Saat selesai doa, kami pun makan
sambil mengobrol. Dikala sedang makan, aku bertanya kepada tanteku
dimana Nenek Chida dan Nenek Kandacong.
“Tante Mala, dimana Nenek Chida sama nenek Kandacong?”
Ujarku kepada tante
“Hmm… Ihsan gak boleh sedih ya?” Ujar Tante Mala
“Iya… Kenapa memang?”
“Waktu Ihsan di pondok Nenek Chida sama Nenek Kandacong
wafat”
“Ooo… Kok gak dikasih tau dari dulu” Tanyaku sambil
tersenyum.
“Biar Ihsan gak kepikiran di pondok.” Kata tanteku.
“Yaudah, makasih tante… Aku kekamar dulu ya.” Kataku
sambil berjalan menuju kamar. Hatiku sakit, karena aku belum
mendoakan beliau-beliau. Padahal saat rumahku kebakaran,
merekalah yang menjagaku. Aku belum pernah sekalipun membalas
jasanya saat itu. Aku ingin sekali meluapkan rasa amarahku, tapi aku
tak sanggup membuat mereka sedih kembali. Setitik air mata tanpa
kusadari telah lolos keluar. Aku menghapus air mataku dan
tersenyum. Kemudian, keluar dari kamar untuk menghabiskan waktu
selagi bisa bersama keluargaku sebelum mereka pergi.

10
TABULA RASA ARTIC 11 TH EDITION

-Muhammad Rahmatullah Kautsari-

P ukul 00:12
Handphone masih menerangi wajahku, dan ditemani sebungkus
cemilan. Tidak lupa aku menyiapkan secangkir susu disamping
ku, tatapanku kepada hp terlalu serius sehingga melupakan apa yang
di sekitar “Dikit lagi!” Ujarku dalam hati. Jumlah pemain kurang dua
lagi. Ketegangan pun telah dimulai, ada sedikit peluang untuk
menang. Ketika aku hampir menyelesaikan permainannya. Tiba-tiba,
dilayar hp tertera tulisan “Jaringan terputus.”
Rasa sebuah penderitaan pun muncul seketika. Sudah mulai
jengkel dengan hal barusan, aku memutar hp 90o dan menekan tombol
“Kembali.” Akhirnya, aku bisa keluar dari permainan tersebut dan
kembali ke layar utama. Ketika dilayar utama, aku melihat youtube
disana. “kayaknya kalau aku nonton video horror malam-malam gini
enak ya.” Kataku dalam hati. Tanpa berlama-lama aku menekan
aplikasi youtube,menunggu sebentar, dan pada akhirnya masuk ke
dalam beranda.
Pukul 00.27 Saat aku ingin scroll kebawah, ada sebuah video
yang membuatku tertarik. Aku tekan video itu. Ternyata video itu
berisi tentang kisah nyata seorang pemancing yang trauma
memancing. Dikisahkan ada seorang pemuda yang pergi memancing,
dengan mengendarai mobil menuju sebuah danau ppada pukul 15:45.
Suasana senja mempercantik pemandangan, sinarnya menembus kaca
mobil, diiringi oleh lagu santai dari radio mobil.
Setelah sekian lama perjalanan, akhirnya ia menepikan
mobilnya, karena setelah itu tidak ad lagi jalan untuk mobil dan harus
di tempuh dengan jalan kaki. Setelah selesai memarkirkan mobil dan
menyiapkan alat pancing yang ingin dibawa ke danau, ia melanjutkan
perjalanan dengan berjalan kaki, ia pergi menuruni bukit, dari sana
keindahan danau mulai terlihat. Tidak ada yang kurang dari danau ini.

11
TABULA RASA ARTIC 11 TH EDITION
Si pemancing mulai mencari tempat yang nyaman untuk
memancing. Kail sudah dipasangi oleh umpan, ia mengulur benang
dan melemparkannya sejauh mungkin. Kail itu mendarat sekitar 20
meter dari Si pemancing, ia pun duduk di kursi kecil yang tadi ia bawa
sambil menunggu kailnya dimakan oleh ikan. Tetapi, hingga matahari
telah kembali ke tempat peraduannya, belum ada satupun ikan yang
memakan umpannya.
Hingga sesaat kemudian, sesuatu yang besar seolah sedang
menarik umpannya yang membust Si pemancing langsung sigap
berdiri dan menarik pancingannya. Perlawanan terus diberikan oleh
sesuatu yang terkena kail Si pemancing,setelah beberapa saat
melawan, Si pemancing melihat objek yang muncul di permukaan dan
tersangkut di kailnya, seperti sebuah gundukan dengan sedikit lumut
diatasnya. “mungkin sampah, jaman sekarang masih saja ada orang
yang membuang sampah sembarangan” ujarnya.
Ketika hanya 7 meter tersisa lagi, Si pemancing, tersadar.
Ternyata apa yang dilihatnya itu bukanlah sampah, melainkan sesosok
perempuan dengan tatapan seram melihat ke arahnya, rambutnya
berwarna hijau, dan ia menampakkan diri sebatas pundak. Tanpa basa
basi, karena ketakutan, Si pemancing melemparkan pancingannya ke
arah wanita itu dan berlari sekencang mungkin ke mobil nya. Ketika
sampai di mobil, tiba-tiba saja sosok perempuan itu muncul di kaca
mobil dan menyentuh pundak si pemancing itu. Ia pun langsung
tancap gas untuk keluar dari tempat itu
Setelah sampai dirumah, Si pemancing langsung masuk
kedalam rumah dan mengunci pintunya. Ia benar-benar bingung
dengan apa yang baru saja terjadi. Ia lirik pundaknya, basah. Pemuda
itu semakin bingung dengan apa yang terjadi. Akhirnya ia
memutuskan untuk tidur. Di dalam mimpi Si pemancing, kini ia
tengah berdiri di tepi danau yang tadi ia kunjungi, langit nampak
kemerahan, air danau yang tenang dan sebening kaca, angin sepoi-
sepoi berhembus. Untuk sesaat ia merasa damai, Si pemancing tergoda
untuk berenang di dalam danau, ketika ia mulai berenang, seseorang

12
TABULA RASA ARTIC 11 TH EDITION
menarik kakinya kedalam air, perempuan tadi yang menariknya.
Kebawah, makin ke bawah, makin kebawah, dan Si pemancing itu
bangun dengan baju yang benar-benar basah kuyup.
Sampai di adegan ini, tiga tetes air menetes di betis ku.
Seketika rasa takut menyeruak. Aku merasa seperti ada yang sedang
menatapku diatas tubuhku. Rasanya agak sulit untuk digerakkan. Aku
berusaha untuk melihat ke arah atas, namun ternyata tidak ada apa-apa
disana. Aku memutuskan untuk menyudahi videoku, mengecasnya
dan beranjak tidur untuk melupakan apa yang barusan terjadi.
Matahari telah muncul di cakrawala. Perlahan-lahan kelopak
mataku mulai terbuka dan aku masih dalam keadaan terlentang. Aku
termenung ketika melihat ke arah langit-langit rumah. Terlepas dari
itu, terlintaslah kejadian semalam yang membuatku membatalkan
rencana bergadang sampai subuh. Aku pun bangun dari kasurku
menuju ke ruang keluarga untuk mencari darimana asal tetesan air itu
berada. Ketika sampai disana, melihat ke arah langit-langit rumah.
Setelah sekian lama menelusuri ternyata tidak ada tanda kebocoran.
Aku berpindah ke lantai 2 untuk menelusuri lebih lanjut. Ketika
sampai di atas, lagi-lagi aku tidak menemukan apapun. Kemudian
terlintas beberapa pertanyaan di benakku
“terus, tadi malem itu air apa? kok dingin banget…?”

13
TABULA RASA ARTIC 11 TH EDITION

Kisahku
-Gerenova Dwi Putra Sang‟Adji-

K ring… Kring… Kring…!


Jam pun berbunyi yang menunjukkan jam 03.00 pagi,
waktunya untuk sahur. Pada saat itu aku, mbak, dan ayah
masih tertidur dengan lelap, berbeda halnya dengan bundaku yang
bangun lebih awal daripada yang lainnya untuk menyiapkan makan
sahur yang akan kami santap bersama-sama nanti jika sudah tiba
waktu sahur. Bundaku memang terbiasa bangun lebih awal ketika
bulan Ramadhan, selain untuk menyiapkan makanan tetapi juga untuk
berjaga-jaga khawatir tidak ada yang membangunkan untuk sahur.
Tak lama kemudian, bunda pun akhirnya membangunkanku untuk
sahur. “dek.. dek.. bangun dek.. sahur sudah jam 03.15.” Ucap
bundaku sembari mencoba untuk membangunkanku. “iya bun,
sebentar lagi.” Jawabku dengan keadaan mengantuk yang sangat tak
tertahankan. Mau tak mau aku pun bersusah payah supaya tidak
kembali tidur, sebelum menuju ke dapur untuk makan sahur bersama
tak lupa akau mengambil wudhu terlebih dahulu supaya aku tidak
makan dengan keadaan mata yang sangat berat untuk dibuka. Tak
lama duduk di kursi untuk menunggu yang lain datang tiba-tiba bunda
bertanya kepadaku “mana mbak, dan ayah?” tanya bunda sembari
menyiapkan makanan yang akan segera di sajikan. “masih tidur”
jawabku singkat dengan keadaan tubuh yang sangat lemas. “sana
bangunin dek, sudah jam 03.20” perintah bunda kepadaku. Tanpa basa
basi aku pun menuju kamar mbakku terlebih dahulu sebelun ke kamar
ayah.
“mbak.. mbak.. bangun mbak.. sahur sudah jam 03.20” ucapku
sembari berusaha membangunkan mbakku dari tidurnya. “iya dek”

14
TABULA RASA ARTIC 11 TH EDITION
ucap mbakku singkkat setelah selesai menguap. Mbak pun terbangun
dari tidurnya lalu menuju ke dapur. Usai membangunkan mbak aku
menuju ke kamar ayah untuk membangunkannya untuk sahur bersama
di dapur. “yah.. yah.. bangun yah.. sahur sudah jam 03.22” ucapku
sembari menggoyang-goyangkan tubuh ayahku. “iya dek” jawab
ayahku singkat lalu dia mulai beranjak dari tempat tidur dan menuju
ke dapur. Setelah semuanya sudah mengumpul dan makanan sudah
siap untuk di santap akhirnya ayah memimpin Do‟a sebelum
menyantap makanan. Usai berdo‟a akhirnya kami pun menyantap
hidangannya dengan lahap agar kami kuat untuk berpuasa satu hari.
Usai menyantap makanan yang sangat lezat tadi akhirnya kami
menunggu waktu shalat subuh bersama-sama. Tak lama kemudian
adzan pun di kumandangkan yang akhirnya membuat kami berangkat
ke masjid terdekat untuk shalat subuh berjamaah bersama. Usai shalat
subuh aku tidak langsung meninggalkan masjid, aku masih menetap
disana untuk tadarus. Bunda, ayah, dan mbak pulang terlebih dahulu
meninggalkan aku yang sedang tadarus bersama teman-teman.
Usai tadarus di masjid aku pun pulang ke rumah,Ketika aku
sesampainya di rumah dan aku membuka pintu dan tak lupa juga aku
mengucapkan,”ASSALAMUALAIKUM”.Ketika waktu itu aku
membuka pinta rumahku itu seperti rumah yag tak
berpenghuni.”Lah…. kok sepi ni rumah ya….,seperti rumah yang
perpenghuni”kstsku dalam hati.tak lama kemudian aku pun
berfikir”paling ini tidur semua”kataku dalam hati pada waktu itu juga
aku pun langsung beranjak untuk pergi ke kamar mbak dan
ayahku.ketika sesampainya di kamar mbakku,”Eh….ternyata
tidur”kataku,dan akupun tak lupa pergi ke kamar
ayahku,”hhmm…malah tidur juga”kataku,dan aku pun
teringat,”Eh…tunggu dulu kayaknya akda yang kurang ayah sudah
mbak sudah.oohhh…..ya bunda,paling bunda tidur di kamarku
deh…!”tak berfikir Panjang aku langsung pergi ke kamarku

15
TABULA RASA ARTIC 11 TH EDITION
sendiri.”pantesan gak ada di kamar mbak dan ayah ternyata bunda
tidur di kamarku”kataku sambal geleng – geleng kepala.tampa berfikir
Panjang aku pun langsung ikut tidur juga.
Singkat cerita.Siang pun tiba,suara adzan pun terdengar bertanda
bahwa sholat dzuhur bias dilaksanakan.ketika aku terdengar suara
adzan aku pun langsung bangun dari tidurku.tak lama kemudian aku
pun langsung pergi ke kamar mandi untuk ngambil wudhu‟.setelah
aku ngambil wudhu‟ aku pun langsung sholat.tak lama kemudian
bersekitar jam 13.30 aku pun lang sung membangunkan
mbak,ayah,dan bundaku untuk melaksanakan sholat dzuhur.
Tak lama kemudian,bunda memanggilku”Dek….dek….dek… sini
bentar.” Aku pun menjawab ”Iya…bun…” Ketika aku terdengar
bunda yang sedang memangil ku aku pun langsung
menghampirinya.”Mau bantu bunda ?” Kata bunda,”Iya…bun.”
Jawabku.dan bunda pun bertanya lagi.kepadaku. ”Mana mbaknya
dek?” Kata bunda,”paling dikamarnya”kataku.”Coba panggil
mbaknya”kata bunda “Siap bun….!”jawabku.sesampainya dikamar
mbakku.”Mbak di panggil bunda di dapur.“ kataku. “Iya dek ntar
lagi.” Jawab mbakku.aku pun langsung bilang ke bundaku.
”Nda..katanya mbak ntar lagi.” Kataku. Bundapun langsung teriak
dengan keras”Diiiiiiinnnnnnn”kata bundaku,mbak pun menjawab “Iya
nda”.
Ketika sedang asyik memasak adzan ashar pun di
kumandangkan,aku pun langsung bersiap untuk sholat berjama‟ah di
masjid terdekat.sehabis sholat berjama‟ah aku tidak langsung pullang
karena aku masih tadarus di masjid.tak lama kemudian tadarus pun
berakhir,dan aku pun langsung pulang kerumah.sesampainya di rumah
sekitar jam 16.15 aku pun kembali membantu bundaku untuk
melanjutkan memasak.tak lama kemudian sekitaran jam 16.45 ayah
memanggilku.”Dek…..dek…..dek….” kata

16
TABULA RASA ARTIC 11 TH EDITION
ayah,”Apa…yah”jawabku,”Mau ikut ayah”kata ayah,”mau kemana
yah?”jawabku,”NGABUBURIT” kata ayah ,”Ayoooo……!”jawabku.
Tak lama kemudian sekitar jam 17.15 aku pun pulang.saat
sesampainya di rumah aku pun langsung membantu bundaku untuk
menyiapkan makanan yag di makan saat buka puasa.tak lama
kemudian adzan pun terdengar sehingga jalan raya yang tadinya rame
menjadi sepi. Aku, ayah, bunda dan mbak langsung membaca do‟a
yang di pimpin oleh ayahku.

17
TABULA RASA ARTIC 11 TH EDITION

Menunaikan Rindu
-Ahmad Dzulhilmi-

S AHUR!!! BESOK PERPULANGAN!!!”Begitu teriak


pengurus membangunkan seluruh santri.
Aku terbangun, lalu segera mengenakan sweater untuk
berangkat menuju dapur dan sahur. Seusai sahur, aku pun kembali
kekamar. Kulihat suasana perpulangan semakin tampak. Tak sabar
rasanya bertemu dengan orang tua, teman-teman, juga sanak saudara.
Segera aku bersiap diri untuk melaksanakan kewajiban ma‟hadi dan
juga sholat subuh.
Siang pun tiba. Aku merapikan pakaian-pakaian dan kupisah
mana yang ingin kubawa, ataupun yang ingin ku titipkan. Adzan pun
berkumandang, menandakan waktu dzuhur telah tiba. Aku pun pergi
ke majelis. Setelah melaksanakan sholat Dzuhur, aku bertemu dengan
Ihsan. Ihsan ingin menitipkan barang, begitu pula denganku. Aku dan
Ihsan pun pergi ketempat penitipan barang bersama-sama. Seusai
menitipkan barang, aku kembali ke ma‟had. Lalu, beretemu dengan
Alex dan Abdi, santri kelas 1 SMA.
“Mi, mau kemana?”Tanya Alex.
“Mau ke kamar. Kenapa?”
“Handphone kamu, Muallim Fahmi, sama Muallim Miftah ada
di saya. ”Kata Alex.
“Tadi mau nelfon sekalian buat Ehac. tapi, sama ustadnya
ditinggal. Ya sudah saya bawa ke Rasda. ”Sambung Abdi.
“Ada siapa aja di Rasda??”Tanyaku.
“Kebanyakan Konsulat Borneo. Nanti, kalau hp nya mau di
ambil tunggu di rasda ya…”ujar Abdi.
Pada waktu itu, aku bersama anggota Konsulat Riau, ataupun
Konsulat Kepulauan Riau pulang bersama Konsulat Borneo. Waktu

18
TABULA RASA ARTIC 11 TH EDITION
Ashar pun tiba. Aku pergi ke majelis, setelah itu aku pergi ke Rasda
hingga hampir waktu berbuka. Aku pun pergi ke dapur untuk
mengambil takjil, lalu membawanya kembali ke Rasda. Hingga
akhirnya, setelah lama menunggu bis. Bis pun tiba. Kakakku datang
dan membawa barang-barangnya. Sebelum berangkat, kami semua
berpamitan terlebih dahulu kepada pengasuh. Seusai berpamitan, aku
dan rombongan absen terlebih dahulu, memastikan tidak ada barang
maupun santri yang tertinggal. Setelah itu, aku menghubungi orang
tuaku melalui Video Call.
“Halo, dimana itu?”Tanya Umi.
“Halo mi, Hilmi udah di dalam bis”Kataku, sambil senyum
kegirangan. “Minta doanya ya mi…”Sambung kakakku.
“Iya… Mudah-mudahan selamat. ”Ucap Umi, mendoakan
kami sampai tujuan dengan selamat.
“Aamien…”Jawabku serentak bersama kakakku.
“Ya sudah Fahmi, Hilmi… Assalammualaikum. ”Kata Umi,
mengakhiri panggilam
“Waalaikumussalam”Jawabku, dan kakakku.
Selama di dalam bis, aku beserta seluruh rombongan diberi
konsumsi oleh penanggung jawab. Perjalanan itu bermula dari jam 11.
00 malam hingga jam 03. 00 pagi. Hingga aku sampai di Bandara
Juanda. Saat sampai disana, kami semua berdiam diri dahulu di
Masjid Bandara Juanda. Aku dan rombongan Riau berangkat jam 05.
00 pagi menuju bandara karena pesawatnya berangkat pada jam 06. 30
pagi. Setelah check-in, aku pergi menuju ruang tunggu. Tak lama
setelah aku duduk, terdengar pengumuman yang di memberitahukan
dengan khasnya suara pramugari wanita.
Diberitahukan kepada seluruh penumpang pesawat Batik
Air dengan nomor penerbangan JT-9031 tujuan Jakarta,
dipersilahkan menaiki pesawat udara melalui pintu 5, terima
kasih…
Seusai mendengar pengumuman itu, aku dan rombongan pergi
ke pintu 5. Dan masuk kedalam Pesawat Batik Air dengan fasilitas

19
TABULA RASA ARTIC 11 TH EDITION
yang sangat memadai. Satu setengah jam diudara berlalu, aku yang
tengah sibuk melihat Film „Kisah Cinta untuk Geri”dihentikan dengan
pengumuman oleh Co-pilot dan Pilot pesawat.
Penumpang yang terhormat, sebentar lagi kita akan
mendarat dibandara Soekarno Hatta. Mohon untuk memakai
sabuk pengaman anda, menegakkan sandaran kursi, melipat
meja, dan membukakan penutup jendela anda, terima kasih…
Aku yang mendengar pengumuman itu, kemudian mengikuti
perintahnya. Masih satu kali tumpangan pesawat lagi baru aku sampai
di tujuan. Aku transit di Jakarta. Tepatnya di Bandar Udara Soekarno
Hatta Terminal 2. Selama 7 jam, aku besama rombongan menunggu
pesawat dikerenakan padatnya transportasi udara di Jakarta, yang
delaynya berlangsung hingga pukul 03. 00 sore. Barulah kami
berangkat dari Bandara Soekarno Hatta sampai Bandar Udara Sultan
Syarif Kasim II, Pekan Baru, Riau.
Selama satu setengah jam aku berada di pesawat. Hingga
akhirnya sampai di badara Sultan Syarif Kasim II pada jam 06. 00
sore. Tepat ketika tibanya waktu berbuka. Aku pun membeli Roti‟o
rasa coklat dan keju. Dan membeli Pop Mie. Hingga akhirnya, travel
yang kami pesan pun tiba. Kami naik travel itu. Perjalanan
berlangsung hingga 6-7 jam sampai Kota Tembilahan, rumah ku.
Sesampainya dirumah, aku disambut oleh kedua orang tuaku.
“Assalamualaikum Abi, Umi…”Ucapku, dengan wajah sangat
gembira.
“Waalaikumsalam, sehat nak?”Tanya Umi, padaku dan
kakakku.
“Alhamdulillah, sehat. ”Jawabku dan Kak Fahmi.
“Sudah berbuka?”Tanya ibuku.
“Sudah”Jawab kami serentak.
Setelah itu, aku dan kakakku bercengkrama bersama orang
tuaku. “Tertunailah rInduku pada orang tua. ”Gumamku dalam hati.
Setelah lamanya bercekrama bersama keluarga, aku pun

20
TABULA RASA ARTIC 11 TH EDITION
mengistirahatkan diri diatas kasur. Malam pun tiba, Setelah
menunaikan sholat isya‟juga taraweh, aku mengelilingi kota. Kota
yang sangat kurindukan. Aku melihat toko atau sejenis café yang
menjual minuman boba. Aku membeli 2 boba. Setelah itu, aku pulang
dan kembali istirahat.
###
Hari kelima waktu liburan sudah kulalui. Di hari keenam, aku
terbangun untuk sahur dan melakukan hal yang saat puasa biasa di
lakukan. Jam 07. 00 pagi, bosan melanda. Notifikasi dari hp ku
muncul. Kulihat terdapat ikon Aplikasi Whatsapp. Kugeser keatas
pada layarku, kubuka aplikasi tersebut, ternyata teman SDku yang
ngechat.

NABIL
Assalamualikum… Eh, ayo
bukber! 07. 01
Bukber? Dimana? Siapa
ANDA, 07. 02 aja?
SHADIQ
Gas, ayo!!!
07. 05

RIDHO
Dimana?Ayo, Ayo
07. 07

NABIL
Diresto Green House
Jl. Soebranras
07. 10
Siap, Siap, Siap! Gas!
ANDA, 07. 12

21
TABULA RASA ARTIC 11 TH EDITION
Kulihat info dari chat Nabil yang terakhir. Ternyata semua
grup telah melihatnya, itu artinya semuanya sudah tau. Tibalah
waktunya, Pukul 04. 55 sore aku berangkat dari rumah menuju Resto
Green House. Sesampainya disana, Aku melihat banyak tanaman hijau
layaknya taman. Kulihat bangku panjang yang di khususkan untuk 2
keluarga besar itu, terisi penuh teman–temanku. hanya tersisa satu
saja, dan aku duduk di tempat itu. Lengkaplah kami semua. Waktu
berbuka masih beberapa menit lagi sementara kami semua sibuk
bercerita pengalaman-pengalaman. Hingga tibalah waktu berbuka,
Keseruan yang tak dapat tergantikan. Tertunaikanlah rinduku pada
teman-temanku, Tertunaikanlah semua rinduku yang selama 1 tahun
kupendam dipondok.

22
TABULA RASA ARTIC 11 TH EDITION

Jogja yang Tak Dirindukan 1


-Adiel Wisanggeni Akmal Mahastya-

klek, kubuka perlahan pintu perpustakaan karena sudah malam,

C “Ngapain His?” Tanyaku pada sahabatku, Mahish yang sedang


berkutat dengan laptop milik Ustad Al, di belakangnya ada Dhafran
yang sedang… Entahlah, ia sedang sibuk dengan diary nya. Baiklah, akan
aku biarkan ia sendiri, mungkin hidupnya sedang bermasalah.
“Nggak ada, cuma lagi bikin desain to do list di rumah” Jawab
Mahish. “Impossible” Gumamku, tampaknya Mahish tak mendengarkan,
aku menoleh pada Dhafran, rupanya ia sudah selesai dengan diary nya, dan
sekarang ia malah menumpahkan isi tasnya dan merapikannya lagi dengan
wajah… Marah? Mungkin.
Aku iseng melemparnya dengan pulpen yang aku pegang, “ Diem
diem napa del!” Protesnya. “Seneng dikit napa, besok pulang Daf!” Ia tak
menjawab, ia masih dengan posisi yang sama, entah mungkin karena tak ada
yang bisa ia lakukan, ia pun menarik tas disebelahnya, memasukkan kembali
semua baju yang sudah ia keluarkan, lalu pergi keluar perpustakaan. Aku
hanya menghela napas melihatnya. “Yang lain kemana His?” Tanyaku pada
Mahish. “Nggak tau, mungkin lagi pada nitip barang.” Aku hanya ber-hmm
pelan. Aku meluruskan kakiku dan melihat ke sembarang arah, ada
tumpukan tas di pojokan yang akan di bawa pulang besok.
Buku-buku sudah rapi tegak berdiri, tumpukan buku paket juga sudah
tertata rapi, tak terasa setelah satu tahun, akhirnya aku akan menjejakkan
kaki lagi di rumah, bukan hanya aku, tapi juga seluruh santri Ma‟had
Tahfidh Al-Qur‟an yang menyambut hari esok tiba dengan sukacita.
“Oaahh… Ngantuk.” Gumamku, aku pun pamit kepada Mahish untuk
kembali ke asrama dan tidur.
###
“Del, del, bangun, sahur dulu” Seseorang membangunkanku. di
kamarku. Terdengar sayup-sayup suara grebek sahur terakhir di hari ini. Aku
langsung bangun dan megganti baju, lalu pergi ke dapur. Udara terasa dingin
tapi entah mengapa aku lebih memikirkan tentang hari ini, euforia
perpulangan yang sangat kental begitu terasa. Setelah makan, aku langsung
menuju majlis dan mengikuti rentetan acara perpulangan.

23
TABULA RASA ARTIC 11 TH EDITION
###
“OOOY..HIS!!” Teriakku sambil berlari pada Mahish yang sudah
bersiap-siap untuk pulang, nafasku tersengal karena habis berlari,
“His…hah…hah…kun, kunci perpus mana?” Tanyaku, “Nggak tau, coba
tanya Ustad Al” Kata Mahish, sambil menunjuk Ustad Al yang sedang
mengabsen santri Konsulat Pamekasan. “Makasih ya…” Kataku, “Eh Del”
Panggil Mahish, aku menoleh lagi padanya, “Kenapa?” Tanyaku. Mahish
mengatakan beberapa kata, “Ooh.. oke, nanti telfon aja” Kataku, lagi.
Aku mendekati Ustad Al sambil mencoba menyusup diantara para
santri yang berkumpul. Setelah sedikit berjuang, aku berhasil mendekati
beliau dari samping. “Afwan Ustad, boleh minta kunci perpus? Diary saya
ketinggalan.” Beliau menoleh padaku, “Kuncinya nggak di Ustad, ada di
Mas Heri” Jawabnya. “Syukron Ustad…” Aku menyalaminya, lantas keluar
lagi dari kerumunan. Kakiku langsung berjalan ke SMP. Semoga saja masih
ada Mas Heri di sana, dan syukurlah ia masih ada di SMP sedang mengamati
santri yang hilir mudik di depan SMP dengan menggendong tas dan wajah
yang sumringah.
Ia menyadari kedatanganku, “Mas, boleh minta kunci perpus?”
Ujarku. “Buat apa Del?” Tanyanya dalam Bahasa Madura, tapi aku
mengerti. “Diary saya ketinggalan mas.” Jawabku. “Oh, tunggu sini
sebentar!” Mas Heri mengambil kunci di dalam kantor lalu memberikannya
padaku. Aku langsung pergi ke perpustakaan, membuka pintu dan
mengambil sebuah Diary hitam di dalam rak, ternyata aku lupa
memasukkannya lagi ke dalam tas, bisa-bisanya aku melupakan barang yang
sangat berharga ini.
Setelah melihat-lihat apakah aku meninggalkan sesuatu lagi di sini,
aku mengunci perpustakaan dan memberikan kuncinya kepada Mas Heri,
“Makasih mas…” Ujarku. Ia hanya mengangguk sambil tersenyum. Keluar
dari SMP, aku mengambil dua tas besarku di depan SMP dan berlari lagi ke
depan Puspagatra. Diary hitam yang kutinggal tadi, sudah aku masukan
kedalam tas ranselku. Di depan Puspagatra, sudah ada dua bis. Aku
mendekat ke salah satunya. Di pintu bis sudah ada seorang pengurus yang
sedang mengabsen kehadiran kami. “Adiel Wisanggeni Akmal Mahastya”
Tepat sekali, aku menyerahkan kedua tasku untuk di letakkan di bagasi.

24
TABULA RASA ARTIC 11 TH EDITION
Di dalam bis, aku mendapatkan kursi di dekat jendela. Aku pun
mengeluarkan hp dari saku celana ku untuk kemudian menghubungi
seseorang. Nada sambung terdengar beberapa kali hingga seseorang
menjawabnya.
“Halo mas, gimana?”
“Aku udah di bis Bun, bentar lagi mau berangkat.”
“Oke, E-Ticket nya udah bunda kirim di Whatsapp ya, nanti bunda
jemput di stasiun.”
“Keretanya jam berapa Bun?”
“Keretanya dari stasiun Gubeng jam 3, nanti sampe di stasiun Tugu
nya paling jam 8-an. Kalo sudah nyampe di Surabaya naik Go-Cerl aja.
Kabarin ya, jangan di habis-habisin batre nya, biar tau sudah sampe
mana.”
“Iya Bun, ya udah ya Bun… Nanti kalo udah sampe di Surabaya, aku
telpon lagi ya. Assalamu‟alaikum.”
“Iya, waalaikumsalam.”
Sambungan telepon pun terputus. Bersamaan dengan itu, bis yang
kutumpangi mulai melaju membawaku pergi untuk kembali selama satu
bulan kedepan.
###
“Del, Udah mau sampe.” Pundakku serasa digoyang-goyang oleh
seseorang, ternyata Riki, temanku, ia duduk di sebelahku, “Haa? Oh, i, iya.”
Ujarku. Bis yang kutumpangi mulai merapat ke Masjid Kemayoran,
Surabaya, titik drop off untuk akhirnya kami memulai liburan.
“Adiel Wisanggeni Akmal Mahastya.” Aku mengacungkan tangan
lantas beranjak turun, aku menyalami Riki, “See you.” Ia hanya memberikan
salam dua jari padaku. Diluar bis, sudah banyak walisantri yang menunggu
anaknya dengan sabar, aku mengambil dua tas besarku lantas beranjak
keluar dari kompleks Masjid Kemayoran. Kukeluarkan hp untuk
menghubungi Bundaku.
“Halo Bun, aku sudah di Surabaya”
“Oh udah nyampe? Yaudah, masih jam 3 keretanya, kamu udah
sholat dhuhur kan?”
“Udah tadi di dalem bis”

25
TABULA RASA ARTIC 11 TH EDITION
“Yaudah, masih ada sejam kok, kalo mau jalan-jalan dulu juga nggak
papa”
“Mmm..nggak tau nih, kayaknya aku langsung ke stasiun aja”
“gitu juga nggak papa, yaudah ya, bunda mau siap-siap, bunda
tunggu di stasiun”
“Oke, assalamu‟alaikum”
“waalaikumsalam”
Baiklah, sepertinya aku akan menghabiskan waktu satu jam di stasiun
menunggu kereta datang. Mungkin aku akan menghabiskan waktu dengan
menonton beberapa film yang ada di hp ku. Aku langsung memesan Go-Cer
dari hp ku, sambil menunggu, aku melihat ke arah para santri yang sudah di
jemput oleh keluarga mereka, sepertinya hanya aku yang belum bertemu
keluargaku, biarlah, toh sebentar lagi aku akan bertemu mereka. Mungkin,
jika ada orang yang membaca ceritaku mereka akan heran, kenapa aku tidak
ikut Konsulat Jawa tengah saja ketimbang ikut konsulat Surabaya? Well
anggap saja aku ingin mengambil rute yang „ribet‟. Nah, Go-Cer yang aku
pesan tadi sudah datang. “Selamat sore, Stasiun Gubeng ya mas.” Sapa
driver Go-Cer dengan ramah, “Iya mas” jawabku dengan ramah.
###
Beberapa hari kemudian…
“Silahkan mas, pesanannya…” Kata seorang karyawan yang bekerja
di kafe yang aku tempati saat ini. “Makasih mas…” Karyawan itu pun pergi,
sepiring Vanilla ice cream with baked banana tersaji dihadapanku. Dua buah
pisang panggang yang di potong setengah, dengan dua bulatan es krim rasa
vanilla diatasnya ditambah selai pisang juga susu kental manis semakin
menggugah seleraku. Aku menyendokkan sepotong pisang juga sedikit es
krim ke dalam mulutku. Enak. Itu kesan pertama yang hadir di benakku.
Kemarin, karena sudah bosan duduk di depan komputer untuk waktu
yang lama, aku teringat tempat ini. Namanya MK Kafe, bertempat di
samping Mirota Kampus. Maka hari ini, aku memutuskan untuk
mengunjungi tempat ini lagi. Dulu ketika kecil aku sering mengunjungi
tempat ini, tempat ini sudah berubah. Seingatku, tempat ini dulunya lebih
luas, dengan pengunjung yang lebih banyak. Sekarang tempat ini terasa
semakin kecil, tapi semakin hijau.
Hal favorit dari tempat ini bagiku adalah es krim nya. Mungkin
terdengar sepele, tapi bagi beberapa orang bahagia itu berasal dari beberapa

26
TABULA RASA ARTIC 11 TH EDITION
hal kecil, bagiku, contoh kecilnya adalah sepiring es krim ini. Selama
makan, pikiranku melayang ke mana-mana. Memikirkan arti bahagia. Dan
itu terlintas begitu saja tanpa permisi. Apa bahagia itu diukur dari banyaknya
uang? Pangkat? Ketenaran? Atau mungkin, sepiring eskrim? Ah…entahlah.
Beberapa orang suka terjebak dalam arti dari bahagia. Aku terkadang suka
bergulat dengan diriku sendiri mengenai masalah ini.
Dan yah… hasil yang selalu aku dapatkan adalah, ternyata bahagia
didapat dari diri kita sendiri. Bagaimana kita merasa cukup dan bersyukur
atas pemberian yang diberikan kepada kita, tanpa menghitung-hitung
kesialan dan kesedihan yang ada. Tapi semua itu terasa susah untuk
dilakukan. Karena mungkin sudah bawaan alamiah manusia yang selalu
menuntut lagi, lagi, dan lagi. Tanpa bersyukur dengan pemberian. Ah
sudahlah… kenapa jadi begini? Lebih baik aku lanjutkan saja sesi makan es
krim ku.
###
Kriiingg….kringg… siapa menelpon jam segini?? Aku duduk di kasur
sambil melihat keluar jendela, sinar matahari masuk melalui celah gordenku,
sudah pagi, rupanya aku tertidur semalam. Aku ingat, setelah pulang jalan-
jalan, aku langsung tidur dari sore, sampai pagi. Aku menoleh pada hp ku
diatas nakas yang terus berbunyi. Nomor tidak dikenal. Siapa ini? Aku
menggeser tombol hijau mengaktifkan loud speaker ,meletakkan hp di kasur,
lantas rebahan lagi di kasur. Benar-benar tidak tahu tata karma. Kenapa tidak
tadi malam saja ia menelepon? Entah siapa pula dia ini, aku selalu kurang
percaya terhadap orang yang belum aku kenali, apalagi dengan model orang
yang menelepon tanpa aku tahu siapa ia.
“Siapa!?” tanyaku.
" Ini aku Mahish, makanya kalau punya temen tuh, disimpen
nomornya.”
“Hehehe, maaf, kan baru perpulangan, memangnya ada apa Hish?”
“Gak inget sama janji kita?”
“Janji apa?”
Tut…tut…tut…
Sial, hp ku mati.
-Berlanjut ke Jogja yang Tak Dirindukan 2

27
TABULA RASA ARTIC 11 TH EDITION

Jogja yang Tak Dirindukan 2


-Dhafran Anugerah Putra-

P
erpulangan, sering kali menjadi ajang asyik-asyikan para santri;
hunting foto, berwisata ke taman hiburan, dan berbagai hal menarik
lainnya. Namun, dimasa pandemi saat ini, tidak ada yang bisa
dilakukan. Tentunya, hanya ditemani slogan nasional pemerintah “Di
Rumah saja”, dilanda bosan dan sekedar bisa memijat layar perangkat keras
canggih nan cerdas. Terkadang menerima ajakan mabar game dari teman-
teman. Pada pertengahan Mei, akhirnya hal yang ditunggu-tunggu pun tiba.
Lockdown yang sejak itu dibuat, hari ini resmi dibuka.

Mendengar hal itu, aku merasakan kebebasan, segera menyalakan


handphone, dan mencari destinasi seru yang tidak menguras dompet, di Mr.
Udin.
“Maa, jalan-jalan yuk! Kemana gitu.” Ajakku, dengan tampang
kegirangan, sambil menatap layar Handphone.
“Mau kemana sih? Lagi pandemi juga, takut! ”Jawab Mama,
menolak.
“Tau Abang nih, ntar sakit.” Ujar Kakak.

Mendengar penolakan dari mereka, aku segera berkemas diri


mempersiapkan barang-barang yang akan dibawa kemudian. Rencanaya, aku
akan pergi berlibur sendiri. Berselang beberapa lama, aku kembali mengecek
barang bawaan. Dimulai dari dompet, notebook, alat tulis, uang, dan
beberapa benda tidak penting lainnya. Sembari mengenakan tas, celana
kargo krem, dan sweater hitam dengan dalaman kemeja batik hitam
berlengan pendek, aku bediri didepan cermin. Dari luar, Mama melihatku
sambil menahan tawa.

“Mau kemana sih bang?” Tanya Mama, sembari bersandar di pintu.


“Biarin, mau jalan-jalan sendiri.” Jawabku, dengan wajah sinis,
sembari meletakkan Handphone di atas meja.
“Emangnya udah ada tujuan?” Tanya Mama, lagi.
“Gak tau sih, masih nyari-nyari lokasinya di Mr. Udin.” Ujarku.

28
TABULA RASA ARTIC 11 TH EDITION
“Kalo mau, Mama anterin aja sampai Terminal Pamekasan.” Bujuk
Mama, untuk mengatasi melasku.
Dengan perasaan senang, aku kembali mengambil handphone, dan
bergegas membuka aplikasi Mr.Udin. Dari kolom pencarian, kuketik
“Destinasi Murah”, sehingga muncul banyak pilihan berupa destinasi-
destinasi yang kurasa terlalu jauh. Setelah beberapa kali scroll, akhirnya
kutemukan lokasi yang paling memungkinkan.”Keliling Jogja, dengan Fan
Mini” titlenya, dengan harga yang pas-pasan, yaitu Rp500.000/hari. Namun,
dari informasi yang tertera di layar handphoneku, “cocok untuk pengantin
baru, dan keluarga”.
“Siapa seseorang yang bisa kuajak?” Fikirku, gelisah. Aku pun
memutuskan dari pada membuang kuota penumpang dengan menaikinya
sendiri, lebih baik aku membeli tiket sendiri ke Jogja, mungkin sekitar
Rp70.000 untuk berangkat dengan bus ekonomi sampai Surabaya, dan
meneruskan naik kereta, dengan ±Rp100.000 sampai Jogja, kemudian
memesan hotel berkelas menengah sekitar Rp200.000-Rp500.000. Dari total
keseluruhan, yaitu Rp800.000-Rp1.050.000
“Nah, itu dia!” Batinku, menyentak.
###
Keesokan harinya….
“Ma, Abang udah siap nih, ayo berangkat!” Teriakku, memanggil
Mama
“Iya, ayo! Mama udah siap dari tadi. Cuma nunggu Abang aja,
kelamaan.” Jawab Mama, dengan ocehannya yang tak kunjung lekas.
Aku segera memboyong tasku, dan beranjak menemui Kakak Ella
yang No Life di kamarnya, bersama laptop yang ia gunakan untuk
menggambar
“Kak, Pamit ya.” Ujarku sembari mencium tangan kakakku.
“Iya, hati-hati. Jangan lupa oleh-olehnya!” Katanya, dengan
sentakan diakhir jawaban.
“Iya-iya.” Jawabku.
Begitupula kedua saudaraku yang lain. Idhan, anak ketiga dan Adel
anak keempat yang baru menginjak umur 1 tahun. Mama sudah Stand by di

29
TABULA RASA ARTIC 11 TH EDITION
halaman rumah, dengan mengemudi sepeda motor jenis Vario hitam milik
Abi. Aku segera naik, dan kami pun berangkat menuju Terminal Pamekasan.
Aku melihat banyak orang telah berjejer penuh diluar pos tiket.
Rata-rata merupakan, orang desa yang beranjak pulang kampung. Tentunya
mereka menunggu antrean offline, sementara aku yang kemarin sudah
memesan tiket secara online lewat situs resmi Terminal Pamekasan, hanya
tinggal mengambil tiket diantrean yang lain. Dari yang tertera di tiket,
pemberangkatan akan dilaksanakan pada pukul 09.00WIB.
###
Pukul 09.00WIB
Bis telah tiba, tertulis di kedua sisi badan bis, “Gunung Harta” sama
seperti yang ku lihat di tiket. Aku segera meletakkan sebuah tas ransel di
bagasi, kemudian mencium tangan Mama. Ia banyak berpesan kepadaku,
untuk berhati-hati disana. “Jaga adabnya ditanah orang, jangan naruh barang
sembarangan.” Pesannya kepadaku. Aku meng”iya”kan saja apa yang Mama
pesankan, kemudian beranjak naik ke bis. Bis pun segera berangkat ke
Terminal Surabaya.
Dalam perjalanan, setiap kali aku menumpangi kendaraan tertutup
seperti bis, mobil, terkecuali kereta. Perlu dipastikan untuk memakai masker,
dan tidak menghirup aroma udara didalam Bis, karena mengakibatkan mual
berkelanjutan. Kemudian, aku mengambil Handphone, dan Earphone dari
saku celana. Medengarkan bermacam lagu kesukaanku.
3 Jam berlalu, Bis yang aku tumpangi kini singgah di Terminal
Surabaya. Bergegaslah aku mengambil tas ransel di bagasi, kemudian
mencari becak jurusan Stasiun Pasar Turi.
Sebelum ke tempat pemberhentian kereta, aku terlebih dahulu
mengambil tiket online di ruangan kecil seukuran pos jaga bertuliskan
“Loket Tiket”. Kereta yang akan ku tumpangi akan tiba di sana pada pukul
14.00WIB, sambil menunggu tibanya kereta, aku beranjak pergi ke musholla
untuk menjalankan shalat dzuhur, dan kembali menunggu di tempat
pemberhentian.
Kereta KRL jurusan Pasar Turi – Lempuyangan telah tiba di
Peron 2.

30
TABULA RASA ARTIC 11 TH EDITION
Kereta telah tiba. Aku yang separuh tertidur, kembali terbangun
pasca mendengar pengumuman tersebut. Kemudian, aku segera naik ke
dalam salah satu gerbong kereta, dan kembali melihat tiket yang ku pegang.
“Gerbong 4”. Didalam kereta, aku duduk bersebelahan dengan seorang
pemuda kuliahan, membawa banyak barang bawaan dengan bungkusan
plastik.
“Dari mana, bro?” Tanya si Pemuda, dengan ramah.
”Dari Madura, kak. Mau jalan-jalan ke Jogja.” Jawabku, tak kalah
ramah.
“Oh, saya juga Orang Madura. Kok sendirian? Mana keluarganya?”
Tanyanya, lagi.
“Gak ada yang mau ikut, takut pandemi katanya. Kakak sendiri mau
kemana?” Ucapku.
“Habis pulang kampung ke Bangkalan, sebelum lockdown. Dari
kemarin nungguin lockdownnya selesai, biar bisa balik ke kampus UGM di
Jogja. Biasa, anak rantau.” Katanya, dengan percaya diri.
“Oh, gitu ya.” Ucapku.
Setelah berbincang panjang dengan pemuda tersebut, akhirnya
kereta yang ku tumpangi pun telah sampai di Stasiun Yogyakarta pada pukul
17.15WIB.
###
Sesampainya di hotel, aku kembali menghirup udara sejuk di dalam.
“Akhirnya, sampai juga.” Batinku. Didalam hotel tersebut, tersedia kamar
tidur luas dengan ranjang yang cukup menampung satu orang, kamar mandi,
dan dispenser air minum dengan galon bermerk Adua diatasnya, Kemudian,
aku segera mengambil wudhu di kamar mandi minimalis nan sederhana
seukuran ruang tamuku dirumah, melaksanakan sholat ashar dikamar,
sebelum pada akhirnya aku tertidur di atas ranjang.
###
”Duh, jam berapa nih?!” Teriakku, pasca terbangun dari tidur pulas.
Aku pun menyalakan handphone untuk melihat jam. 18.53, ternyata aku
tertidur cukup lama. Aku pun bergegas melaksanakan shalat maghrib,
sendirian.
Tiit,Tiit… Tiit,Tiit.

31
TABULA RASA ARTIC 11 TH EDITION
Suara nada dering terdengar dari Handphoneku, ketika aku
melaksanakan shalat. Ternyata Mama yang menelponku. Seperti biasa,
setiap Mama menelponku pasti yang dibahas akan panjang, mungkin ia
terlalu mengkhawatirkanku.
“Halo, Ma” Panggilku dari telepon.
“Halo. Gimana, bang? Sudah disana?” Tanya Mama.
“Iya, udah dari jam setengah 4. Sekarang lagi di Hotel Nirwana yang
kemarin pesen.” Jawabku.
“Oh, Abang udah makan?” Tanyanya, lagi.
“Belum sih, tapi di dompet masih ada 200 ribu kok.”
“Makan dulu lah, ntar disana malah sakit.”
“Iya, ntar pasti dapat jatah makan malam dari pihak hotel jam
setengah 8, kata petugasnya.” Kataku, mencoba menenangkan.
“Iyalah, jangan lupa makannya! Ya udah nanti kalau ada apa-apa
kabarin ya! Assalau”alaikum.”
“Wa”alaikumsalam.”
Panggilan dimatikan. Tepat setelah itu…
Tok, tok, tok…
Suara ketukan pintu dari luar kamar terdengar olehku. Ternyata,
salah satu petugas hotel memberikan jatah makan malam. “Ini dek,
makanannya, jika butuh sesuatu, hubungi petugas terdekat.” Kata salah satu
petugas hotel, dengan ramah. “Iya mbak, makasih.”.
Pasca makan malam, aku melaksanakan Shalat isya‟ berjam‟ah di
musholla umum hotel. Sekembalinya dari Musholla, aku segera
membaringkan diri di ranjang, beristirahat dan menyimpan energi untuk
esok.
###
Pagi indah nan sejuk di Jogja, destinasi dimulai hari ini. Aku berdiri
dari meja tempatku makan dan beranjak pergi ke kamar penginapan, pasca
menikmati sarapan pagi ditemani segelas susu hangat. Aku meraih
handphone diatas ranjang, dan membuka aplikasi map untuk mencari
sesuatu. “Jalan Malioboro” Ya, salah satu tempat yang tidak luput akan
popularitasnya di Jogja. Aku mencari becak menuju tempat tersebut.
Setelah beberapa menit perjalanan, aku pun sampai di tempat tujuan.
Suasana yang kurasakan sangat kental akan budayanya. Sama halnya saat

32
TABULA RASA ARTIC 11 TH EDITION
aku pertama kali menginjakkan kaki di kota ini. Pada masanya, aku duduk di
trotoar bagian tengah jalan, sembari melihat pemandangan yang memukau.
Lampu jalan nampak seperti kilauan kunang-kunang malam sejauh mata
memandang bersamaan dengan berlalunya mobil hias yang berkilau yang
menjadi alih-alih turis dan wisatawan. Aku juga menghirup aroma sate khas
Jogja yang sedang dalam proses penyajian.
Setelah beberapa kali mengelilingi Jl. Malioboro, aku berhasil
mendapat salah satu barang yang ku inginkan dari list yang kutulis di
notebook, yaitu cendera mata khas jogja. Aku membeli 5 buah baju yang
diantaranya akan ku berikan kepada anggota keluargaku. Aku beranjak pergi
dari Jl. Malioboro menuju suatu tempat yang tak kalah terkenal di Jogja
menaiki Go-cer yang kupesan.
Kini aku berdiri tepat didepan salah satu dari deretan keajaiban dunia
yang berada di Indonesia. Adalah Candi Borobudur, dimana merupakan
tempat beribadah Umat Budha terbesar di Indonesia. Mendengar banyaknya
mitos yang bergentayangan di sekitarnya. Konon, pasukan jin adalah yang
merancang candi tersebut, mulai pondasi, kerangka, hingga dinding-dinding
candi. Hmm… mungkin tidak bisa dicerna olehku, tapi… Entahlah.
Selanjutnya, aku kembali mengelilingi candi tersebut, sekedar
menyapa beberapa relief yang sempat booming beberapa saat yang lalu.
Didalamnya, seakan mengisyaratkan Ratu Balqis yang menangkat gaunnya
ketika memasuki kerajaan Nabi Sulaiman.
Suasana travel tersebut, tidak berlangsung lama. Pasalnya, terjadi
beberapa kendala. Dimana, perangkat keras yang kugunakan untuk memesan
jasa Go-Cer mendadak hilang, sementara seluruh uangku disimpan didalam
dompet digital bernama Ofo. Aku mendadak panik. “Apa yang harus
kulakukan sekarang?” Pikirku, kebingungan. Kemudian aku kembali
mengecek seluruh kantongku, ternyata tidak ada. Mungkin, tertinggal di
suatu tempat. Aku pun bergerak melewati gapura candi untuk keluar dengan
resah, dan duduk di salah satu kursi umum disana. Berlama-lama aku duduk
disana, aku pun melihat dua sosok manusia yang dirasa kukenal.

-Berlanjut ke Jogja yang Tak Dirindukan 3

33
TABULA RASA ARTIC 11 TH EDITION

Jogja yang Tak Dirindukan 3


-Qhyla Mahisha Ranthanee-

“A ssalamualaikum, Bunda!” Ucapku ketika sampai di rumah dengan


selamat “Waalaikumsalam, ehh, anak Bunda sudah datang.” “Gimana
kabarnya?” Jawab Bundaku, wajah sumringahnya tak bisa disembunyikan,
ketika melihat anak kesayangannya telah datang dari pondok pesantren.
“Alhamdulillah Bunda, Mahish baik, Bunda sendiri gimana?” Tanyaku
balik, wajahku juga tak kalah senang dengan wajah Bundaku, bibirku terus
mengembang, menunjukkan betapa cerianya diriku. “Alhamdulillah baik
nak.” Jawab Bundaku pelan, sampai-sampai suaranya hampir tak terdengar.
Setelah berbasa-basi tentang kepondokan bersama Bundaku, akhirnya aku
dipersilahkan untuk beristirahat guna menenangkan pikiran sekaligus
tubuhku yang mulai penat. Pelan-pelan kurebahkan tubuhku, mulai
melamun, mencoba merekayasa rencana yang akan aku lakukan dirumah,
hingga mataku juga ikut terpejam, dan akhirnya kesadaranku hilang.
Kringg…
Aku terbangun dari tidur lelapku ketika mendengar suara alarm yang
cukup bising, mataku mengerjap, sinar dari lampu masih terasa menyilaukan,
sampai harus kuhalangi dengan lenganku hingga akhirnya aku terbiasa
dengan sinar itu. Kuraih handphone BlackSharkku, melihat notifikasi diikon
instagram aku pun menekannya. Banyak dari teman-temanku yang mulai
mengirim pesan satu sama lain, tak terkecuali Adiel, rekan satu timku di
ranah perpustakaan Artic, ia ingin merekrut anggota Artic untuk masuk pada
grup yang telah ia buat, namun sayangnya ide tersebut di tolak mentah-
mentah oleh penanggung jawab kami. Akhirnya ia hanya mengajakku dan
satu anggota lagi yang dikenal dengan kewibuannya. Akupun meng-iyakan
ajakan Adiel, jadilah kami bertiga pada grup yang berjudul T O X I C
tersebut.
Hari-hari berikutnya pun sama, bangun pagi, sholat, buka
handphone, Scroll Instagram sampai bosan dan seterusnya. Hingga dihari
kelima dalam liburanku, akupun ingat suatu hal yang aku janjikan bersama
Adiel, sesuatu yang akan membuatku sangat senang, sesuatu yang akan
mencetak pengalaman baru, dan sesuatu yang mungkin akan membuat ibuku
sedikit cemas dan sedih.

34
TABULA RASA ARTIC 11 TH EDITION

Tuutt… Tuutt… Tuutt…


“Siapa?” Kata Adiel keras, yang membuat moodku rusak pada kata
pertama yang ia lontarkan, bagaimana tidak, seakan dia tak percaya pada
semua orang yang “tak ia kenali”
“Ini aku Mahish, makanya kalau punya temen tuh, disimpen
nomornya.” Ucapku, tak kalah keras.
“Hehehe, maaf, kan baru perpulangan, memangnya ada apa Hish?”
Tanya dia, yang menurutku ia juga lupa dengan janji yang kami buat.
“Gak inget sama janji kita?” Jawabku yang ingin membuatnya
penasaran.
“Janji apa?” Tanyanya semakin penasaran dan akhirnya sambungan
terputus. Setelah kucoba untuk menghubungi ulang ternyata handphone yang
Adiel pakai kehabisan daya baterai, kucoba dengan cara lain yaitu via
Instagram, kuketik bahwa aku akan menyusulnya ke Jogja, ketika sampai di
sana aku akan mengirimnya pesan dan mengajaknya bertemu di suatu
tempat.

Dua hari kemudian
“Bunda, aku berangkat dulu ya.” Ucapku sambil mencium tangan
kedua orang tuaku, berpamitan. “Iya nak, hati-hati dijalan, jangan lupa
kabari kalau sudah sampai.” Kata Bundaku memberikan nasihat. “Sambil
dijaga juga barang bawaannya.” Ayahku juga. “Iya tenang, yang penting
doain aja dari rumah ya.” Pintaku lagi. “Iya, doa orang tua yang terbaik.”
Setelah berpamitan dengan orang tuaku, aku pun menaiki sepeda motor yang
dikendarai oleh Driver Go-jek, memintanya untuk mengantarkanku sampai
terminal bis. Sampai pada terminal, langsung kucari bis dengan tujuan
Surabaya. Setelah mendapatkannya, segera kunaiki bis itu lantas duduk
dengan earphone menempel pada telinga.

Maybe I nurture it more


By saying how I feel
But I did mean it before
I want you to the bone
I want you to-

35
TABULA RASA ARTIC 11 TH EDITION
Take me home, I”m fallin”
Love me long, I”m rollin”
Losing control, body and soul
Mind too for sure, I”m already yours

Walk you down, I”m all in


Hold you tight, you call and
Losing control, body and soul
Mind too for sure, I”m already yours
Mood ku bertambah setelah menyanyikan lagu dari pamungkas itu,
ku senandungkan pelan-pelan, merenungi isi lagu tersebut, dan tak terasa
bahwa terminal bungur di depan mata, segera kusiapkan semua barang
bawaanku untuk turun, semua penumpang juga bergegas menyiapkan diri,
pengamen yang sedari tadi mengoceh dengan suara yang seadanya mulai
turun, mengikuti alur penumpang. “Mau kemana dek?” Tanya seseorang
yang sedang mangkal di pintu bis “Nggak mas, mau lanjut naik kereta ke
jogja.” Jawabku ramah, mencoba untuk tidak berbuat onar “Baiklah,
silahkan!” Balik menjawab.

Tenngg… Tenngg… Tenngg…
Akhirnya setelah menunggu lama, kereta yang akan aku tumpangi
datang juga. Lekas kunaiki kereta itu dan duduk di sebelah jendela, agar aku
bisa melihat pemandangan yang selalu membuatku ingin bersyukur atas apa
yang Tuhan ciptakan. Perjalananku di kereta tak seperti kebanyakan
perjalanan yang diceritakan dalam cerpen, yang selalu menceritakan hal-hal
spesialnya. Kegiatanku hanya mendengarkan lagu lewat earphone dan
mendengdangkan lagu yang kunyanyikan.
“Mas, Jogja tinggal beberapa menit lagi, silahkan disiapkan barang
bawaannya.” Kata pemuda disampingku, mencoba membangunkanku
dengan menggoyangkan bahuku. “Iya mas, maaf.” Jawabku yang diiringi
dengan mengusap wajah.
Tenngg… Tenngg… Tenngg…
Pukul 15.30, ketika kulihat jam dipergelangan tanganku. Aku telah
sampai di Jogja, daerah istimewa yang dimiliki negara Indonesia, pasalnya di
jogja terdapat candi borobudur yang menjadi salah satu 8 keajaiban di dunia,

36
TABULA RASA ARTIC 11 TH EDITION
bagaimana tidak ajaib, konon dari cerita setempat yang didapat secara turun-
temurun, candi borobudur dibangun oleh jin dan diselesaikan dalam waktu 1
hari. Akhir-akhir ini juga marak isu-isu bahwa candi borobudur adalah
kerajaan milik Nabi Sulaiman A.S.
“Halo Del, aku sudah ada di Jogja, susul aku di depan staisun
Lempuyangan ya.” Kataku agar Adiel bergegas menjemputku, karena aku
sendiri tak tahu seluk beluk kota Jogja.
“Oke, tunggu di sana, 10 menit.” Jawab Adiel meminta waktu 10
menit untuk sampai di staisun yang aku jejaki.
“Oke cepat!!” Kataku, lantas mencari Vending Machine karena
tenggorokanku mulai tandus.
“Hoy!!” kata seseorang dibelakangku, reflek ku menoleh pada suara
itu. “eh, udah nyampe?” kataku, orang itu adalah Adiel. Ia datang
menjemputku menggunakan sepeda motor miliknya. “cepetan, naik”
perintah Adiel, sambil menggerakkan kepalanya menandakan bahwa ia
menyuruhku untuk segera naik
Pukul 16:45
Aku berada di rumah Adiel. Menginap dirumahnya untuk
menghemat pengeluaranku selama di Jogja. aku berencana untuk berkeliling
di Jogja esok hari. Kurembukkan bersama Adiel hal itu, ia
merekomendasikan untuk pergi ke taman dan lanjut ke candi Borobudur.
Aku menyetujuinya, lalu membubarkan „majelis kecil-kecilan‟ kami.

“Woy, bangun! Sudah jam tujuh lima belas, katanya mau nemenin
keliling Jogja?” Ucapku, membangunkan Adiel yang masih tertidur pulas di
kasurnya. Kupanggil namanya, masih tertidur. Kugoyangkan tubuhnya,
masih tertidur. Kuteriakkan sesuatu di telinganya, mulai sadar namun tidur
lagi. Emosiku mulai memuncak. “Jadi ini kebiasaan yang Adiel punya.”
Kurutuk dalam hati. Aku berjalan menuju kamar mandi untuk mengambil air
dengan gayung dan kusiramkan pada Adiel. Byurr… Byurr. Ia bangun
dengan segera, gelagapan mencari pegangan untuk menompang tubuh
besarnya, tak lupa juga membersihkan mukanya yang terkena air.
“Hhh…” Ucapnya masih dengan napas naik-turunnya. Seperti
manusia yang habis lari maraton 100 km. “Ayo, sudah jam delapan, lama

37
TABULA RASA ARTIC 11 TH EDITION
banget sih, cuma bangun tidur.” Kataku, tidak sabaran. “Iya, bentar basah
kuyup, nih.” Jawab Adiel dengan nada keras. ”Maaf, kasurnya udah basah.”
Ucapku lagi, masih dengan nada keras. Adiel hanya ber-hhh pelan dan
segera mempersiapkan diri untuk menemaniku berkeliling Jogja.
Tiiiit…Tiiiit…
“Cepat his, udah siap nih.” Teriakan Adiel terdengar menggelegar
diluar sana. Segera ku matikan handphoneku, menyambar dompetku, lalu
berlari kecil kearah Adiel. “Jangan ngatain orang kalau kamu sendiri juga
lama!” Kata Adiel. “Bentar, masih ngabarin orang tua kalau sudah sampai.”
Sanggahku.
Jogja pagi ini masih bisa dibilang bersahabat, cuaca yang disajikan
sejuk sekali, sampai ingin tidur sekarang juga, diatas sepeda motor. “Kita
mau ke taman mana ini Del?” Tanyaku untuk mencairkan suasana tadi pagi
yang masih saja membumbung diatas kepala kami. “Gak tau!” Jawabnya
ketus. “Ayolah, lupakan kejadian tadi pagi, mari bersenang-senang.” Kataku,
menghiburnya. “Iya, Iya.” Jawab Adiel singkat.
Kami bersenang-senang bersama. Mengunjungi taman adalah hal
yang paling indah menurutku. Kita bisa melihat indahnya taman yang
disuguhkan, sembari pikiran ini berkelana, mencari tempat berlabuh. “Hish!”
Kata Adiel, sambil menggoyangkan tubuhku pelan, membuatku kembali
terenyak dari pikiranku. “Apa?” Tanyaku penasaran, mengapa ia
memanggilku. “Udahan yuk!, udah sore nih, masa kita cuma mau melamun
doang.” Rengek Adiel, seperti anak kecil yang minta dibelikan balon.
Kulihat jam di pergelangan tanganku. 15:25. Selama itukah aku melamun?,
batinku. “Yaudah ayo, tapi mampir ke Borobudur ya!, sesuai janji!” Pintaku.
“Iya, ayo”.
Tak tuntas sepertinya, jika kita berlibur ke Jogja namun tak pergi ke
Candi Borobudur. Akhirnya kami meneruskan perjalanan ke Candi
Borobudur. Pada candi ini, pemandangan yang disuguhkan juga tak kalah
bagus. Pedagang di sebelah kanan dan kiri yang menjual oleh-oleh khas
jogja. Turis-turis yang berlalu lalang, juga ingin menikmati indahnya
Keajaiban Dunia ini. Aku dan Adiel, membeli makanan terlebih dahulu,
mengisi perut kosong kami selama beberapa jam terakhir.
Candi Borobudur diyakini sebagai kerajaan Nabi Sulaiman A.S yang
dipindahkan oleh tentara jinnya hanya dalam kedipan mata. Bukti-bukti yang

38
TABULA RASA ARTIC 11 TH EDITION
dilampirkan juga sesuai fakta, seperti relif yang rusak karena kecepatan
angin pada saat dipindahkan dan ukiran yang diduga buatan Nabi Daud A.S,
ayahanda Nabi Sulaiman A.S.
“Woyy!” Tanya Adiel, menggoncangkan tubuhku lagi. “Ngapa sih,
akhir-akhir ini kamu suka melamun.” Lanjutnya. “Gak tau, takjub aja sama
candi ini.” Jawabku, mengarang alasan, memang begitu adanya. “Ehh, kamu
lihat anak yang duduk di trotoar itu gak?” Tanya Adiel, sambil menunjukkan
jarinya kesana. “Hmm, kayak pernah lihat, coba kita samperin.” Pintaku.
Akhirnya kami mendekat, berjalan perlahan mendekati, mencoba menilik.
“Permisi, dari mana Mas?” Kata Adiel, bertanya. “Pamekasan.” Jawab dia
sambil cengar-cengir, memperlihatkan sederet giginya. “Mungkin bukan
Hish.” Kata Adiel berbisik padaku. “Lanjut?” Tawar aku. “Oke!”
Ketika anak tadi sudah terlalu jauh dari kami, aku mencoba untuk
menoleh kebelakang. Anak yang tadi kami tanyakan juga ikut menoleh
padaku sambil mempertahankan „senyumannya‟. “Ehh Del, kayaknya bener
sih dia.” Kataku meyakinkan Adiel. “Mau coba tanya lagi?” Tawar Adiel.
“Ayo.” Kataku. Kami perlahan berbalik arah, menuju ke tempat dimana anak
tadi berada. “Permisi!, kamu pernah mondok?” Tanya aku. “Iya, di MTA Al-
Amien.” Jawab dia, tetap dengan „senyumannya‟. “Coba di angkat
celananya.” Perintah Adiel. Anak di depan kami mengangkat celana levis
nya. “Sampai lutut.” Perintah Adiel lagi. Diangkatnya celana itu lagi.
“OOHHH!!, Dhafran?!?!” Teriak kami. Tak habis pikir, bagaimana
bisa Dhafran-sahabat kami bisa sampai di Jogja. “Kok sendirian Dhaf?”
Tanyaku pada Dhafran. “Iya lagi pengen berlibur, ehh malah sengsara, boleh
nebeng gak?” Pintanya seraya memohon. “Yaudah ayok, aku yang mau
nanggung.” Kataku, lantas kami bertiga berlibur di Candi Borobudur,
menikmati pemandangan sambil makan cilok. Tak lupa kami berfoto dengan
turis yang lewat, meskipun wajahnya terlihat masam, tapi ia masih sanggup
berfoto dengan kami. Sungguh pengalaman yang buruk namun
menyenangkan. Aku berharap bahwa tahun depan kami masih bisa
berkumpul di salah satu keajaiban dunia ini dengan sehat.

-The End-

39
TABULA RASA ARTIC 11 TH EDITION

BASSAM 2
*MALIAN
Allahumma ighfirlahu waa irhamhu waa „aafihi waa „fu „anhu

Biiis miillaah hirrahmaaa nirraaahiiim,


Teringat ejaan Basmalahmu dahulu, ketika kita masih sama mengaji,
mengeja alif dan wau, sembari sedikit awas menghindari rotan yang
mengadu, Aduuuh, Desahmu ketika benar saja rotan itu telak
menghantam paha silamu, yang kemudian disambut percikan tawa
yang sesaat kemudian hening, ketika guru mengaji menatap bengis
kita-kita yang tertawa sedang huruf ABATA sama tak tau,
“Awas saja jika kau nanti sama meng-aduuu yaa”
Tenang saja, aku tahu demikian yang kau ucapkan sembari menahan
malu, karena demikian pula yang aku ucapkan ketika berada
diposisimu,
Aku masih saja mengenang suaramu pada basmalah yang sendu, juga
pada lantunan ngajimu yang menurutku nadamu terdengar merdu,
Aaaah Bassaam, Bassaaam
Ada sedikit tangis yang kau buat dihatiku, ketika kini kita saling
bertamu, kau dapat melihat senyum parauku, sedangkan aku bahkan
tak mampu melihat ekspresimu, akibat terhalang gunduk pusara serta
suara tangis
yaa sin-ku
Prenduan, 13 Juni 2021

40
TABULA RASA ARTIC 11 TH EDITION

BASSAM 3
*MALIAN

“Aku pamit dulu, di lain kesempatan, nanti aku bawakan


rendang kesukaanmu, atau mungkin kita bisa ngopi bareng di tempat
pak kumis yang garang itu, sepertinya dia rindu padamu, terlihat dari
beberapa helai kumisnya yang menestekan air mata, pada setiap kisah
yang ku ucapkankan tentang mu, sudahlah tenang-tenang saja kau di
sana, setidaknya tidak ada lagi tagihan kost bulanan oleh ibu yang
galak itu, ya, meski pada kemungkinan lainnya, kau mungkin sedang
ditagih-tagih perihal yang lebih besar dari pada hanya sekedar uang
bulanan kost, oh iya, kebetulan aku sedang membawa dua pijar di sini,
satu untukmu, pijar lainnya untuk ku bawa pulang, hari mulai gelap,
mendung mulai mendesakku untuk bergegas pergi, lantas meminta
gerimis untuk benar-benar mengawasiku hingga gerbang pusara1,
entahlah mungkin saja mereka takut aku membawamu lari, atau
mereka khawatir aku malah akan menginap di tempatmu,” aku pergi,
kali ini aku benar-benar beranjak dari tempat duduk ku, bajuku mulai
ramai di penuhi rintik gerimis yang sendari tadi menungguiku,
Bassam, tenang-tenang di sana,
Allahumma ighfirlahu waa irhamhu waa „aafihi waa „fu „anhu

1
Kubur/pekuburan

41
TABULA RASA ARTIC 11 TH EDITION

everest coming soon!!


Artic 12nd Edition
Struktur Redaksi
t
DEVERSITE UNIQUE
Pengarah: KH. Khoiri
Husni, S. Pd. I
Penasihat: Ust. Akh.
Habibi Walidil Kutub M.
Pd.
Penanggung Jawab: Ust.
Moh. Ali Akbar Nafis’19
Pimpinan Redaksi: Qhyla
Mahisha Ranthanee
Wakil Pimpinan Redaksi:
Dhafran Anugerah Putra
Sekertaris: Ahmad
Dzulhilmi
Bendahara: Moh. Abi Said
Zulfan
Editor: Ust. Moh. Ali Akbar
Nafis’19
Layouter: Qhyla Mahisha
Ranthanee, Dhafran
Anugerah Putra
Kartunis: Novidul Masail,
Ichya’ Ulum Muddin
Anggota Redaksi: M.
Rahmatullah K., Amrullah,
Moh. Mumtaz Rozaqi,
Mirza Ghulam Ats-Tsaqofi,
Muhammad Ihsan R.
Kantor Sekretariat:
Perpustakaan SMP Tahfidh
EVEREST Al-Amien Prenduan
PROJECT Sumenep Jawa Timur
Indonesia 62465
Artic 12nd Edition

42
TABULA RASA ARTIC 11 TH EDITION

43

Anda mungkin juga menyukai