Anda di halaman 1dari 50

ANALISIS PENGARUH FRAKSI VOLUME SERAT DAUN

NANAS TERHADAP SIFAT MEKANIK KOMPOSIT SEBAGAI


BAHAN SOKET PROSTESIS

Proposal pengajuan Tugas Akhir

Untuk Memenuhi salah satu Persyaratan

Penyusunan Tugas Akhir

Diajukan oleh :

NAMA : Ery Firmanto

NIM : 18103011037

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS WAHID HASYIM SEMARANG

2021
1
2

BAB I
PENDAHULUAN

I. 1. Latar belakang

Amputasi adalah tindakan pembedahan yang membuang sebagian tubuh.


Amputasi dapat terjadi oleh berbagai sebab, seperti trauma, congenital, infeksi,
tumor, gangguan vaskuler dengan atau tanpa diabetes militus.Angka kejadian
amputasi didunia 60-80 % disebabkan oleh diabetes melitus (Crawford, 2010
dalam Ayah 2015). Setiap 30 detik terjadi amputasi tungkai bawah di dunia
(Valizadeh, 2014). Angka amputasi di seluruh negara di dunia dengan 0,7 per
1000 penduduk, sedangkan di Asia 31 dari 1000 penduduk (National Diabetes
Statistics Report, 2014)

Ortotik Prostetik adalah pelayanan kesehatan yang di berikan oleh ortotis


prostesis dalam hal alat bantu kesehatan berupa ortosis maupun prostesis untuk
kesehatan fisik dan psikis berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk
meningkatkan derajat kesehatan individu, kelompok dan masyarakat yang
diakibatkan oleh adanya gangguan fungsi dan gerak anggota tubuh dan trunk
(batang tubuh) serta hilangnya bagian anggota gerak tubuh yang dapat
mengakibatkan gangguan atau kelainan anatomis, fisiologis, psikologis dan
sosiologis.. Prostesis adalah alat pengganti anggota gerak tubuh yang dipasangkan
di luar tubuh yang diperuntukkan bagi pasien / klien yang membutuhkan
(Permenkes, 2013).

Badan Kesehatan Dunia (WHO) pada tahun 2011 memperkirakan sekitar


15% penduduk dunia (7 miliar orang) hidup dengan keterbatasan fisik dimana 2-
4% diantaranya mengalami kesulitan dalam menjalankan aktivitas sehari-hari.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Sensus Nasional tahun 2003, jumlah
penyandang disabilitas di Indonesia adalah 0,7% dari jumlah penduduk
211.428.572 atau sebanyak 1.480.000 orang. Berdasarkan data Riset Kesehatan
3

Dasar Kementerian Kesehatan tahun 2018 sebanyak 11% terdapat penyandang


disabilitas pada anggota badan (BS EN ISO, 2006).

Dalam menangani keseimbangan mobilitas diperlukan prostesis (alat bantu


gerak) yang berfungsi mengembalikan fungsi anggota tubuh dan mencegah
stabilisasi lebih lanjut. Dalam pembuatan prostesis pada lutut atau disebut dengan
transfemoral socket diperlukan prostesis yang didesain sesuai dengan bentuk
puntung atau stump setelah dilakukan amputasi pada lutut. Soket yang dibutuhkan
didesain mengikuti kontur anatomi masing-masing individu. Soket diharapkan
dapat menampung puntung dalam kontak penuh sehingga dapat meningkatkan
umpan balik biomekanik seperti sistem peredaran darah, saraf, dan integumen
dapat tertampung dan terdapat 2 jenis prostesis soket transfemoral yaitu
quadrilateral socket dan ischial containment socket. Soket jenis ischial
containment socket menunjukkan kemampuan yang lebih baik, dengan bentuk
soket yang mengikuti kontur anatomis dan stabil untuk kontrol dan rotasi
mediolateral (BS EN ISO, 2006).
Jenis bahan soket mengalami perkembangan yang signifikan dari tahun
1950-an hingga sekarang, mulai dari kayu, kulit, aluminium hingga plastik.
Perkembangan jenis plastik saat ini cukup beragam dari termoplastik dan
termoseting. Termoset dapat dibuat dari berbagai bahan penguat dan komposit.
Komposit adalah suatu material yang terbentuk dari kombinasi dua atau lebih
material pembentuknya melalui campuran yang tidak homogen, dimana sifat
mekanik dari masing-masing material pembentuknya berbeda (Matthews &
Rawlings, 1994). Komposit yang digunakan dalam prostetik dan ortotik di seluruh
dunia terus berkembang pesat mulai dari fiber glass, nylon-glass, polyester hingga
carbon fiber. Berdasarkan data Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan
RI tahun 2017 bahwa sebagian besar alat kesehatan masih didatangkan dari luar
negeri, walaupun sejak tahun 2017 dilaporkan fasilitas produksi alat kesehatan
mengalami peningkatan sebanyak 517 fasilitas, lebih dari dua kali lipat, dan terus
bertambah. jumlah alat kesehatan. 32 jenis. Sehingga saat ini terdapat 719 fasilitas
produksi yang mampu memproduksi sebanyak 294 jenis alat kesehatan (BS EN
ISO, 2006).
4

Dengan melihat kondisi di atas, industri alat kesehatan dalam negeri telah
mampu memenuhi kurang lebih 50% dari standar fasilitas alat kesehatan di rumah
sakit tipe A, B, C dan D. Namun, khususnya industri prostetik dan ortotik masih
mengalami keterbatasan untuk produksi di dalam negeri, mulai dari teknologi
pabrikan hingga tidak tersedianya material yang memiliki kekuatan dan
kemampuan menahan beban dinamis. Bahan penguat terutama jenis carbon fiber,
nylon glass dan glass fiber yang digunakan dalam pembuatan alat bantu masih
import dan mahal yaitu kira-kira diatas Rp. 1.000.000 / m 2, belum lagi dengan
harga alat bantu yang secara keseluruhan tidak terjangkau oleh semua lapisan
masyarakat penyandang disabilitas.
Diperlukan bahan penguat untuk pembuatan soket dari sumber-sumber
lokal di Indonesia. Indonesia dengan potensi alam yang luar biasa memiliki
sumber daya alam yang cukup beragam, upaya untuk mencari bahan prostesis
soket yang berasal dari bahan alam yang ada seperti serat alam yang tersebar luas
di seluruh Indonesia misalnya serat rami, serat bambu, serat daun nana, ijuk atau
serat sabut kelapa , serat tebu, serat rotan dan lain-lain. Bahan-bahan tersebut saat
ini banyak digunakan untuk industri furnitur dan industri lainnya. Di lain sisi saat
ini masalah lingkungan utama yang dihadapi adalah sampah plastik yang tidak
dapat terdegradasi. Produksi dan pemanfaatan plastik yang berkelanjutan di setiap
sektor kehidupan kita telah meningkatkan sampah plastik dalam skala besar.
Dengan meningkatnya penggunaan bahan serat sintetis, masalah lingkungan
seperti pembuangan limbah, layanan pembuangan sampah, dan pencemaran dari
pembakaran menjadi lebih penting (J.T. Kim, 2010). Penggunaan serat alami
sebagai pengganti serat sintetis, seperti kaca dan karbon, baru-baru ini mendapat
perhatian yang meningkat dalam menangani masalah lingkungan ini.
Rekayasa material berkembang lebih cepat dan ini didorong oleh
kebutuhan material yang memiliki karakteristik sifat mekanik tertentu yang
diinginkan. Salah satunya di bidang komposit. Kemampuan komposit yang mudah
dibentuk mendorong penggunaan komposit khususnya yang berasal dari bahan
alami sebagai pengganti material logam dan plastik pada berbagai produk baik
skala mikro maupun makro. Bahan bio-komposit ini dimaksudkan untuk memiliki
5

efek ekologi yang menguntungkan daripada plastik untuk meningkatkan sifat


mekanik dan kebutuhan teknologi modern. Salah satu pilihan serat alami yang
dapat digunakan sebagai penguat komposit adalah serat daun nanas. Melimpahnya
ketersediaan pohon pisang yang dapat tumbuh disebagian besar wilayah
Indonesia, tidak sebanding dengan pemanfaatannya. Pohon pisang biasanya hanya
diambil buahnya dan jantungnya untuk dikonsumsi, ada pula yang memanfaatkan
seratnya untuk membuat tali, dan sisanya dibuang begitu saja. Serat limbah pohon
pisang mempunyai potensi yang baik untuk dikembangkan menjadi bahan
biokomposit yang kuat, murah, ramah lingkungan, dan dapat didaur ulang. (1-6).
Maka dari itu penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan komposit
berpenguat serat daun nanas dengan matriks resin polyester. Pengembangan
komposit ini akan diimplementasikan pada komponen soket prostesis, dimana
komposit berpenguat serat daun nanas ini diproyeksikan dapat menjadi bahan
alternatif pengganti komposit serat sintetik.

I. 2. Rumusan masalah:

Rumusan masaalah dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana pengaruh persentase fraksi volume serat daun nanas terhadap


kekuatan tarik komposit?
2. Bagaimana pengaruh persentase fraksi volume serat daun nanas terhadap
kekuatan bending komposit?

I. 3. Tujuan penelitian

Adapun tujuan yang ingin dicapai penulis dalam penelitian Tugas Akhir
ini adalah:

1. Mengetahui nilai rata-rata kekuatan tarik komposit pada setiap penambahan


serat daun nanas.
2. Mengetahui nilai rata-rata regangan komposit resin pada setiap penambahan
serat daun nanas.
6

3. Mengetahui nilai rata-rata kekuatan bending komposit resin pada setiap


penambahan serat daun nanas.

I. 4. Batasan Masalah

Batasan masalah yang diambil pada tugas akhir ini adalah:

1. Matriks yang digunakan pada komposit adalah resin jenis polyester


2. Soket yang digunakan adalah jenis Ischial Containment Socket
3. Katalis yang digunakan adalah katalis jenis Mepoxe.
4. Orientasi serat yang digunakan adalah serat anyam (woven roving)
5. Serat daun nanas yang digunakan diambil dari pohon nanas berumur kurang
lebih 4 bulan
6. Mesin yang digunakan untuk pengujian adalah Universal Testing Machine

I. 5. Manfaat

Manfaat yang diperoleh dalam penelitian ini adalah:

1. Menjadi acuan referensi bahan alternatif dalam pembuatan soket prostesis.


2. Dapat mengetahui pengaruh fraksi volume terhadap sifat mekanik bahan
komposit resin berpenguat serat daun nanas.
3. Dapat mengetahui kapabilitas serat daun nanas sebagai penguat pada
komposit.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

II.1 Tinjauan Pustaka

Tinjauan pustaka merupakan sebuah gambaran dari beberapa penelitian


yang sudah dilakukan sebelumnya yang berhubungan terhadap analisa yang
penulis akan lakukan. Hal ini bertuujuan untuk mendapatkan informasi yang telah
dilakukan oleh peneliti-peneliti sebelumnya, sehingga dapat memperoleh hal
yang berkaitan dengan metode yang telah dilakukan, prosedur yang dipakai,
bahan yang dipakai, cara pengujian material tersebut, dan pemecahan-pemecahan
masalahnya. Sehingga dapat menjadikan gambaran dan menghasilkan penelitian
yang saling mendukung.

Adetya, dkk (2018) melakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh


fraksi volume serat komposit hybrid bambu acak dan serat e-glass anyam dengan
resin polyester terhadap kekuatan bending. Dalam pembuatan komposit ini bahan
yang digunakan adalah serat e-glass anyam, bambu acak, resin unsaturated
polyester 157 BTQN, dan katalis MEKPO. Susunan serat selang-seling dimana
bagian luar serat bambu. Variasi fraksi volume 20%, 30%, 40%, 50%, dan 60%.
Pembuatan komposit menggunakan metode hand lay-up dan press mold.
Pengujian bending menggunakan standar ASTM D790-02. Komposit diamati
secara visual untuk mengetahui bentuk penampang patahan akibat pengujian
bending. Pada pengujian bending diperoleh kekuatan bending rata-rata tertinggi
pada fraksi volume serat 40% yaitu sebesar 102 MPa, sedangkan untuk kekuatan
bending rata-rata terendah diperoleh pada fraksi volume serat 20% yaitu sebesar
39 MPa.

Agustinus, dkk (2015) melakukan penelitian untuk mendapatkan


karakteristik mekanik komposit serat pisang dengan matriks epoksi yang
dikembangkan sebagai bahan socket prosthesis anggota gerak bawah atas lutut.
Prototipe socket dari bahan komposit serat pisang dengan matriks epoksi dibuat

6
7

dengan cara laminasi anyaman serat pisang kontinyu dengan fraksi volume serat
(Vf) 20-30%. Proses laminasi dibantu dengan proses tekan dan divakum dengan
tekanan -50 bar untuk menghilangkan void. Karakteristik mekanik diperoleh
dengan pengujian tekan mengacu pada standard ASTM D695. Analisis morfologi
menggunakan bantuan Scanning Electron Microscope (SEM). Berdasarkan hasil
pengujian diperoleh kekuatan tekan sampel prototipe produk socket prosthesis
sebesar 18.15 ± 2.5 MPa dengan regangan tekan sebesar 8.48 ± 1.61 %. Analisis
morfologi dengan menggunakan SEM menunjukkan bahwa interface antara serat
dan matriks cukup baik dan tidak terlihat adanya void. Hasil ini cukup baik
sebagai dasar untuk pengembangan bahan socket prosthesis berbasis serat alam
dengan fraksi volume serat yang berbeda.

Eda Rachman, dkk (2019) meneliti pengaruh variasi fraksi volume serat
rotan untuk pembuatan prostesis kaki palsu terhadap pengujian kekerasan dan
pengujian impak.Metodologi penelitiannya yaitu material yang digunakan adalah
komposit resin yang dicampurkan dengan serat rotan dengan berbagai variasi
campuran sesuai fraksi volume yaitu 0%, 20%, 30% dan 40%, lalu dilakukan
pengujian bahan yaitu uji kekerasan dan uji impak. Kemudian hasil analisis
datanya didasarkan pada angka-angka hasil perhitungan untuk menentukan variasi
campuran terbaik pada pembuatan prostesis kaki palsu.Hasil dari penelitian ini
adalah nilai kekerasan rata-rata material komposit resin pada variasi 0% campuran
serat rotan memiliki nilai 140,68 BHN, lalu terjadi peningkatan nilai pada variasi
20% campuran serat rotan menjadi 149,98 BHN, terjadi kembali peningkatan
pada variasi 30% campuran serat rotan yaitu 152,03 BHN, dan pada variasi 40%
meningkat menjadi 159,28 BHN. Untuk nilai keuletan rata-rata material komposit
resin pada variasi 0% campuran serat rotan memiliki nilai 1,096 J/m2, lalu terjadi
penurunan nilai pada variasi 20% campuran serat rotan menjadi 1,068 J/m2,
adanya peningkatan kembali pada variasi 30% campuran serat rotan yaitu 1,230
J/m2, dan pada variasi 40% meningkat menjadi 1,677 J/m2.

Bharath, dkk (2018) telah milakukan studi pembuatan soket prostetik


menggunakan biokomposit dengan serat pinang, serat sisal, serat pisang yang
8

berhasil diperkuat dengan resin epoksi dengan teknik hand lay-up yang sederhana
dan murah. Hasil pengujian mekanik soket prostesis biokomposit ini
menunjukkan bahwa konsep penggunaan beberapa serat alami layak untuk
aplikasi soket prostesis. Namun, ada ruang lingkup untuk mengoptimalkan fraksi
volume dari serat alami sebagai penguat untuk mencapai sifat mekanik yang
ditingkatkan dari prostesis soket. Serat rami dan komposit pisang memiliki
kekuatan tarik tertinggi di antara benda uji serat alami; oleh karena itu, mereka
memilih untuk menenun benang rami menjadi bahan stockkinette untuk membuat
soket uji serat alami dan resin tanaman. Sampel komposit serat karbon
menunjukkan modulus Young tertinggi (8,8 GPa) dan kekuatan tarik ultimat
(127,5 MPa)

Campbell, dkk (2012) telah menyelidiki potensi serat alam untuk


menggantikan bahan komposit serat akrilik dan serat kaca konvensional yang saat
ini digunakan dalam pembuatan soket kaki palsu dengan resin kopolimer
polikarbonat-poliuretan nabati dan komposit serat tumbuhan. Pada pengujian
perbandingan kuat tarik menunjukkan bahwa serat tanaman pisang dan rami
mampu menghasilkan material komposit yang kuat. Empat soket uji dibuat dan
diuji untuk menghancurkan dengan menerapkan beban pada kecepatan 100 Ns-1
hingga gagal. Soket yang dibuat dengan resin minyak nabati dan serat rami
campuran gagal pada pemuatan yang lebih tinggi daripada bahan konvensional;
keduanya gagal memuat sekitar 25% lebih tinggi daripada pemuatan yang
disyaratkan oleh standar ISO 10328. Soket dinding yang diproduksi dari serat
alami lebih tebal dari soket bahan konvensional karena ketebalan stockinette
anyaman rami. Sedangkan ketebalan dinding memiliki pengaruh dan kontribusi
terhadap kekuatan stop kontak.
9

II.2 Landasan Teori

II.2.1 Prostesis

Prostesis adalah sebagai perangkat alat bantu untuk memberikan


kemudahan pada pasien disability akibat amputasi. Amputasi adalah tindakan /
prosedur membuang sebagian dari satu atau beberapa tulang . Insiden amputasi
transfemoral di Indonesia mencapai 25-30% dari keseluruhan kejadian tungkai
bawah amputation. Ini adalah level terbaik untuk arteri perifer penyakit yang
disebabkan oleh diabetes mellitus, karena masih ada pembuluh darah besar untuk
vaskularisasi. Sisa dari gastrocnemius dan soleus otot akan cocok untuk menjadi
digunakan sebagai penutup kulit untuk melayani sebagai bantal baik untuk
prosthetic (Stahel PF, Oberholzer A, Morgan SJ, et al. 2006).

II.2.1.1 Jenis – jenis Prostesis


Jenis – jenis prosthesis berdasarkan bagian dari tubuh yang mengalami
amputasi adalah sebagai berikut :

1. Prostesis Anggota Gerak Atas

Prostesis anggota gerak atas dibagi menjadi beberapa jenis, yaitu :

a. Shoulder Diasrticulation Prosthetic (Prostesis Lengan Dari Bahu)


b. Above Elbow Prosthetic (Prostesis Lengan Dari Siku)
c. Hand Prosthetic (Prostesis Tangan)
d. Finger Prosthetic (Prostesis Jari Tangan)

2. Prostesis Anggota Gerak Bawah

Prostesis anggota gerak bawah dibagi menjadi beberapa jenis, yaitu :

a. Above Knee Prosthetic (Prostesis Atas Lutut)


b. Below Knee Prosthetic (Prostesis Bawah Lutut)
c. Through Knee Prosthetic (Prostesis Tepat Lutut)
d. Feet Prosthetic (Prostesis Kaki)
10

II.2.1.2 Prostesis Atas Lutut (Above Knee Prosthetic)


Prostesis Atas Lutut atau prostesis transfemoral adalah anggota gerak
tiruan yang menggantikan alat gerak bawah yang hilang akibat amputasi. Secara
umum, sebuah amputasi transfemoral membutuhkan sekitar 80% lebih banyak
energi untuk berjalan dibanding orang dengan kaki normal. Hal ini disebabkan
kompleksitas dalam gerakan yang terkait dengan lutut. Prostesis atas lutut
digunakan untuk pasien dengan jenis amputasi pada tungkai di atas lutut. Fungsi
prostesis selain untuk menggantikan fungsi anggota gerak bawah yang mengalami
amputasi, juga untuk penyangga berat badan, melindungi stump dari gangguan
fisik, dan mengembalikan fungsi kosmetikum. Prostesis atas lutut mempunyai 2
jenis, yaitu:

1. Prostesis Atas Lutut Eksoskeletal

Prostesis Atas Lutut Eksoskeletal adalah kaki palsu yang ditujukan untuk
pasien dengan amputasi di atas lutut desain eksoskeletal. Prostesis jenis ini
biasanya terbuat dari bahan polyesteresin, alumunium, dan rubber foot seperti
pada Gambar 2.1 berikut.

Gambar 2.1 Prostesis Atas Lutut Eksoskeletal (Shruti Patil, 2016)


11

2. Prostesis Atas Lutut Endoskeletal

Prostesis atas lutut Endoskeletal adalah kaki palsu yang ditujukan untuk
pasien dengan amputasi di atas lutut dengan desain endoskeletal seperti pada
Gambar 2.2. Bagian-bagian prostesis jenis ini biasanya terdiri dari soket, knee
joint, adaptor, pylon / shank, ankle joint, dan bagian telapak kaki. Biasanya untuk
fungsi kosmetikum atau memperindah prostesis jenis ini, ditambahkan cover
untuk menutupi shank.

Gambar 2.2 Prostesis Atas Lutut Endoskeletal Dan Cover (Shruti Patil,
2016)

II.2.1.3 Komponen Pada Prostesis Atas Lutut Endoskeletal


Komponen – komponen penyusun prosthesis jenis atas lutut endoskeletal
pada umumnya terdiri dari komponen – komponen sebagai berikut :

1. Soket

Soket adalah salah satu bagian dari prostesis kaki palsu yang berkontak
atau bersentuhan secara langsung dengan stump (bagian kaki yang telah
diamputasi) yang berguna sebagai tempat atau wadah stump pasien. Dalam
pembuatannya, bentuk soket dibuat berdasarkan bentuk stump pasien. Bahan
12

pembuat soket biasanya terbuat dari bahan polymer atau komposit. Komposit
yang biasa digunakan pada pembuatan soket pada umumnya menggunakan
matriks polimer seperti polyester resin dan epoksi, dengan penguat serat fiberglass
atau yang sering disebut GRP (glass-reinforced plastic). Ada dua jenis soket yang
sudah dikenal di dunia hingga saat ini yaitu :

a. Quadrilateral Socket
Quadrilateral Socket atau Soket segi empat (QUAD) diperkenalkan
pada tahun 1950, oleh University of California di Berkeley. Soket jenis ini
seperti yang ditampilkan pada gambar 2.3 telah menjadi standar desain
soket untuk prostesis transfemoral selama sekitar empat dekade. Sesuai
dengan namanya soket segiempat memiliki empat dinding yang berbeda.
Diameter medio-lateral meningkat dan diameter antero-posterior
memendek. Soket jenis ini memiliki rak posterior tempat iskium
bersandar. Permukaan penahan beban utama adalah tuberositas iskia dan
otot gluteal. Oleh karena itu, soket jenis ini pada prostesis dapat menjadi
bantalan beban gluteal ischial di mana 83% dari beratnya ditanggung oleh
otot iskium dan gluteal. Soket segiempat memberikan stabilitas yang baik
pada bidang sagital. Stabilitas medio-lateral dan rotasi minimal. Soket
segiempat lebih pas dengan lengan sisa yang kokoh dan panjang dengan
otot adduktor yang baik. (Nitha, 2016)

Gambar 2.3 Quadrilateral Socket (Nitha, 2016)


13

b. Ischial Containment Socket


Soket segiempat adalah desain pilihan hingga tahun 1980-an. Lalu
banyak penelitian yang mengevaluasi penggunaan soket segiempat dan
menemukan bahwa sebagian besar dari mereka mengalami abduksi pada
anggota geraknya, seperti ada penyimpangan gaya berjalan seperti
menekuk ke samping dan gaya berjalan yang melebar. Maka dari itu
dilakukan pengembangan lebih lanjut pada bentuk soket, yaitu
terkembangkan menjadi Ischial Containment Socket.
Dalam soket penahanan iskia, penahanan iskium dan diameter sempit
antara trokanter mayor dan permukaan iskia medial memberikan stabilitas
rotasi yang cukup. Penahanan iskia berkontak atau berhubungan langsung
dengan seluruh kontur soket . Karena lebih banyak area dari puntung
anggota gerak berkontak dengan kontur soket, ini memberikan distribusi
yang lebih besar dari bantalan beban dan kekuatan stabilisasi. Bantalan
beban pada soket jenis ini adalah dengan tuberositas iskia, otot gluteal,
kompresi femur dan hidrostatik. Ischial containment socket adalah desain
soket pilihan untuk bentuk stump yang pendek, berdaging, dan tidak stabil.
Untuk orang yang diamputasi, dan secara fungsional aktif terutama sering
berolahraga dan aktivitas tinggi, soket jenis ini adalah jenis soket yang
cocok. Untuk pasien lanjut usia yang lemah berjalan, dan cenderung
minim pergerakan lebih cocok menggunakan soket jenis Quadrilateral
socket.
14

.
Gambar 2.4 Ischial Containment Socket (Jason, 2013)

2. Knee Joint

Knee joint adalah bagian dari prostesis kaki palsu yang menghubungkan
antara soket dengan shaft / pylon. Material yang digunakan dalam membuat knee
joint biasanya adalah logam paduan. Ditampilkan pada Gambar 2.5

Gambar 2.5 Knee joint (Shruti Patil, 2016)


15

3. Shank

Shank adalah bagian pada prostesis kaki palsu yang berfungsi sebagai
pengganti tulang betis, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.6, shank berada
di antara ankle joint di atas kaki palsu dan knee joint. Panjang dan diameter serta
panjang dari shank dapat diatur sesuai kebutuhan pasien. Terdapat dua jenis
shank, yaitu endoskeleton dan eksoskeleton. Shank pada jenis endoskeleton
biasanya terbuat dari alumunium, titanium, dan graphite. Sedangkan untuk jenis
eksoskeleton biasanya terbuat dari termoplastik material, carbon fiber, danada
juga yang terbuat dari kayu.

Gambar 2.6 Shank (Shruti Patil, 2016)

4. Ankle Joint

Ankle joint adalah bagian pada prostesis kaki palsu yang berfungsi sebagai
engkel pada kaki. Menghubungkan antara kaki palsu dengan shank. Ada dua jenis
ankle joint, yaitu single-axis ankle joint dapat dilihat pada Gambar 2.7 dan multi-
axis ankle joint dapat dilihat pada Gambar 2.8. Multi-axis ankle joint dapat
memberikan gerakan horizontal pada bagian telapak kaki sedangkan single-axis
ankle joint tidak.
16

Gambar 2.7 Ankle Joint Single Axis

Gambar 2.8 Anke Joint Multi Axis

5. Adaptor

Adaptor berfungsi sebagai penghubung antar bagian pada prostesis kaki


palsu. Ada 2 jenis adaptor yaitu adaptor antara soket dan knee joint yang berfungsi
menghubungkan soket dengan shank, salah satu bentuknya dapat dilihat pada
Gambar 2.9, dan adaptor pada shank dan ankle joint yang berfungsi
menghubungkan shank dengan bagian kaki, salah satu bentuknya dapat dilihat
pada Gambar 2.10. Bentuk adaptor juga bermacam macam, mengikuti bentuk dan
jenis shank atau soket.
17

Gambar 2.9 Knee Joint Adaptor

Gambar 2.10 Ankle Joint Adaptor

6. Feet (Bagian Telapak Kaki)

Feet atau bagian telapak kaki berfungsi sebagai pengganti kaki palsu.
Dihubungkan dengan ankle joint ke shank seperti ditunjukkan pada Gambar
2.10.. Material yang digunakan dalam pembuatan kaki palsu biasanya adalah
carbon fiber, komposit, atau kayu.
18

Gambar 2.11 Bagian Telapak Kaki (Shruti, 2016)

II.2.2 Komposit

II.2.2.1 Definisi Komposit


Istilah komposit berasal dari kata “to compose” yang berarti menyusun,
atau menggabungkan, jadi secara sederhana komposit merupakan penggabungan
dari dua atau lebih bahan atau material yang dikombinasikan menjadi satu dalam
skala makroskopis, sehingga menjadi satu kesatuan (Kaw, 1997). Komposit dapat
dianggap material yang terdiri dari dua atau lebih komponen (fase), di mana
setidaknya salah satunya padat, dan mencapai sifat yang tidak dapat disediakan
oleh salah satu komponen secara terpisah. Dari penggabungan material tersebut
akan dihasilkan material komposit yang memiliki sifat mekanik dan karakteristik
yang berbeda dari material pembentuknya.

Pada dasarnya komposit yang merupakan penggabungan dari dua material


atau lebih yang digabungkan menjadi satu, mempunyai dua fase pembentuknya,
yaitu fase matriks dan penguat atau reinforcement.

Komposit mempunyai beberapa keunggulan dibandingkan bahan logam,


berikut adalah beberapa keunggulan material komposit (Jones, 1999) antara lain :
19

 Bahan komposit dapat dirancang dengan kekuatan dan kekakuan


tinggi, sehingga dapat memberikan kekuatan dan kekakuan spesifik
yang melebihi sifat logam
 Memiliki sifat kekakuan dan kekuatan yang baik
 Komposit mempunyai daya redam yang baik
 Komposit dapat dirancang dengan ketahanan yang baik terhadap
korosi

II.2.2.2 Klasifikasi Komposit


Berdasarkan material fase matriksnya, komposit dapat diklasifikasikan
menjadi 3 jenis, yaitu :

a. Metal Matrix Composite (MMC)


Metal Matrix Composite / MMC adalah komposit yang matriks atau bahan
pengikatnya terbentuk dari bahan logam dan komposit jenis ini memiliki
keunggulan dalam kekuatan dan ketahanannya terhadap aus.
Pada komposit logam, bahan pengikatnya adalah logam yang ulet. Bahan
ini dapat digunakan pada temperatur yang tinggi daripada bahan dasar yang sama.
Bahan penguat lebih jauh lagi dapat menambah kekakuan lebih spesifik lagi yaitu
tahan terhadap abrasi, tahan terhadap laju mulur, konduktivitas termal dan
ukurannya yang stabil. Namun komposit berpengikat logam ini memiliki beberapa
keunggulan dibandingkan berpengikat polimer, yaitu :
 Tidak mudah terbakar
 Dapat digunakan pada temperatur tinggi
 Lebih tahan terhadap degradasi yang disebabkan oleh organik
Komposit logam jauh lebih mahal harganya dibanding komposit
berpengikat polimer, oleh sebab itu komposit logam sangat terbatas pada
penggunaannya (Callister dan Rethwisch, 2014).

b. Polymer Matrix Composite (PMC)


Polymer Matrix Composite / PMC adalah komposit yang menggunakan
serat sebagai matriksnya, komposit jenis ini sering juga disebut komposit
20

berpenguat serat atau FRP (Fibre Reinforced Polymers of Plastic). Komposit ini
menggunakan suatu polimer berbahan resin sebagai matriksnya, dan suatu jenis
serat sebagai penguatnya.
Komposit polimer ini terdiri dari resin polimer sebagai pengikatnya dan
serat sebagai penguatnya. Bahan tersebut digunakan pada berbagai industri yang
menggunakan komposit dengan jumlah besar pada temperatur ruangan, kelebihan
lain dari komposit jenis ini adalah kemudahannya untuk dibentuk, dan relatif
murah harganya (Callister dan Rethswich, 2014)

c. Ceramic Matrix Composite (CMC)


Ceramic Matrix Composite /CMC adalah komposit yang matriknya
terbentuk dari bahan keramik. Bahan keramik ini memiliki sifat yang sangat ulet
untuk teroksidasi dan menurun pada temperatur suhu yang tidak stabil, namun
bahan keramik bersifat getas sehingga mudah patah. Bahan keramik dapat
menjadi salah satu alternatif untuk bahan yang membutuhkan temperatur tinggi
dan ketegangan berat, dan biasanya cocok / spesifik digunakan untuk komponen
mobil dan pesawat terbang (Callister dan Rethswich, 2014). Material keramik
juga memiliki beberapa kelebihan dibanding material lain yaitu :
 Keramik merupakan material yang memiliki nilai modulus young
(stiffness) yang tinggi
 Kermaik mempunyai karakteristik permukaan yang tahan aus
 Unsur kimianya stabil pada temperatur yang tinggi.
Namun bahan keramik juga memiliki beberapa kerugian , karena bahannya
yang sangat sulit untuk diproduksi secara masal dan biaya produksi yang relatif
mahal serta kurang efektif untuk digunakan.

Berdasarkan struktur atau geometri dari penguatnya, komposit dibedakan


menjadi 4 jenis (Jones, 1975), yaitu :

a. Komposit Berserat (Fibrous Composites)


Pemilihan komposit jenis ini dikarenakan banyaknya keunggulan yang
didapat dibandingkan pada komposit jenis lain, sehingga jenis ini termasuk yang
21

banyak dipakai. Bahan komposit serat terdiri dari serat-serat yang terikat oleh
matriks yang saling berhubungan. Penggunaan bahan komposit serat sangat
efisien dalam menerima beban dan gaya. Oleh sebab itu, bahan komposit serat
sangat kuat dan kaku bila dibebani searah serat, sebaliknya sangat lemah bila
dibebanidalam arah gerak tegak lurus serat. Selain itu serat juga dapat menghemat
penggunaan resin. Komposit serat terdiri dari serat sebagai bahan penguat matriks
dan matriks sebagai bahan pengikat, pengisi volume dan pelindung serat yang
berfungsi untuk mendistribusikan beban atau gaya terhadap serat (Schwartz,
1984). Serat dapat menentukan karakteristik suatu komposit seperti kekuatan,
keuletan, kekakuan, dan sifat mekanik lainnya (Jones, 1975)

Gambar 2.12 Komposit Berserat (Z.Liang, 2005)

b. Komposit Laminat (Laminated Composites)


Komposit laminat (Laminated Composite) adalah komposit yang terdiri
dari dua lapis atau lebih bahan penguat yang digabungkan menjadi satu dan setiap
lapisnya memiliki karakteristik sifat sendiri, contohnya adalah polywood,
laminated glass, yang sering digunakan sebagai bahan bangunan dan
kelengkapannya.
22

Gambar 2.13 Komposit Laminat (T. Alshahbouni, 2017)

c. Komposit Partikulat (Particulate Composites)


Komposit partikel (Prticulate Composite) adalah komposit yang tersusun
dari partikel-partikel seperti batu dan pasir dan kemudian diperkuat oleh semen,
menurut definisinya partikel ini terbentuk dari bermacam-macam bentuk seperti
bulat, kubik, tetragonal, atau bahkan terbentuk yang tidak beraturan secara acak,
tetapi rata-rata berdimensi sama. Komposit partikel mempunyai keunggulan
seperti ketahanan terhadap aus, tidak mudah retak, dan mempunyai daya pengikat
dengan matrik yang baik.

Gambar 2.14 Komposit Partikulat (Schwartz, 1984)


23

d. Komposit Serpih (Flake Composites)


Komposit Serpih (Flake Composite) adalah komposit yang terdiri dari
serpihan-serpihan yang ditambahkan ke dalam matriks. Serpihan ini berfungsi
sebagai bahan yang saling mengikat permukaan komposit. Serpihan yang paling
banyak digunakan adalah serpihan yang berasal dari serpihan kaca, serpihan mika
dan serpihan yang terbuat dari logam (Scwartz, 1984). Sifar dari komposit serpih
ini adalah memiliki bentuk yang besar dan permukaannya datar. Hal tersebut yang
membuat komposit serpih ini dapat disusun secara rapat sehingga dapat
menghasilkan bahan perngikat yang cukup kuat.

Gambar 2.15 Komposit Serpih (Schwartz, 1984)

II.2.2.3 Matriks
Material komposit terdiri dari matriks, yaitu fase kontinyu, yang dilapisi
dengan penguat (penguat adalah fase sekunder), yang biasanya merupakan fase
terputus-putus. Matriks menggabungkan partikel penguat, melindunginya dari
pengaruh eksternal. Fungsi dasar dari matriks adalah untuk mentransmisikan
beban eksternal ke fase yang diperkuat. Untuk matriks, diperlukan kekuatan
ikatan yang baik dengan bahan fase penguat (yaitu keterbasahan sempurna tanpa
interaksi kimiawi pada antarmuka matriks dan penguat). Di antara persyaratan lain
untuk matriks, berat yang rendah biasanya disertakan. Dibandingkan dengan fase
penguat, matriks umumnya memiliki kekuatan yang lebih rendah dan plastisitas
yang lebih besar (Klarova, 2015).
24

Ada 3 jenis matriks berdasarkan material pembentuknya, yaitu Matriks


Logam, Matriks Polimer, dan Matriks Keramik atau Kaca

a. Matriks Logam

Matriks logam memiliki konduktivitas listrik dan termal yang baik, mudah
dibentuk, memiliki ketahanan aus dan panas yang baik, dan juga memberikan
kemungkinan pelapisan dan ikatan. Matriks logam yang paling banyak digunakan
adalah aluminium, magnesium, titanium dan paduannya, untuk keperluan listrik
digunakan matriks tembaga atau perak.

b. Matriks Polimer

Matriks polimer adalah jenis matriks yang paling umum digunakan dalam
produksi. Dibandingkan dengan logam, matriks polimer ini memiliki bobot yang
relative rendah, kekuatan yang tinggi, ketahanan yang baik terhadap korosi, tidak
memerlukan perawatan permukaan, menyerap getaran dengan baik, dan memiliki
konduktivitas termal dan listrik yang rendah. Sifat mekanik bervariasi sesuai
dengan jenis polimer, apakah itu termoplastik, termoset atau elastomer. Dalam
produksi komposit, ketiga jenis matriks polimer ini digunakan. Termoplastik
sebagian besar tahan secara kimiawi dan lebih tangguh daripada termoset,
sedangkan untuk elastomer, fitur yang dominan adalah perpanjangannya.

c. Matriks Keramik

Keramik adalah bahan heterogen non-logam anorganik yang terdiri dari


zat kristal dengan berbagai komposisi dan konfigurasi. Bahan keramik umumnya
memiliki ketahanan kimia yang baik, konduktivitas termal rendah, titik leleh
tinggi, kekerasan dan kekuatan kompresi tinggi dan non-konduktif secara elektrik.
Kerugian utama adalah matriks keramik adalah kerapuhan yang cukup besar,
kemampuan kerja yang buruk, dan kepekaan yang tinggi terhadap cacat internal.
Matriks jenis ini cocok untuk digunakan pada suhu tinggi.
25

II.2.2.4 Penguat (Reinforcement)


Fase penguat atau reinforcement berdasarkan geometrinya, dibagi menjadi
3 jenis, yaitu, partikulat, serat, dan kerangka (Klarova, 2015).

a. Partikulat
Partikel dalam komposit biasanya digunakan tidak hanya untuk
memperbaiki sifat mekanik, tetapi sering (juga) untuk memperbaiki atau
memodifikasi sifat seperti ketahanan panas, konduktivitas listrik, redaman
getaran, ketahanan aus, kekerasan, ketahanan terhadap suhu tinggi, dan lain-lain.
Penguat partikulat, dengan penyebarannya, dapat digunakan hampir pada
komposit apa saja, tetapi yang paling sering digunakan adalah partikel keramik.
Dispersi atau penyebarannya biasanya terdiri dari serbuk partikel dengan berbagai
bentuk (bulat, piramidal, lamelar, dan lain-lain.) dan berbagai ukuran. Sebagai
dispersi partikulat (serbuk pengisi) biasanya digunakan serbuk senyawa anorganik
seperti oksida (MgO, ZnO, BeO, Al2O3, ZrO2, dll.), Karbida (SiC, TiC, B4C,
Al4C3, dll.), Nitrida (Si3N4 , BN), borida, atau silikat (kaolin, mika, manik-
manik kaca, dll.).

b. Serat
Serat adalah salah satu bahan utama penyusun komposit yang berfungsi
sebagai penahan beban, sehingga besar kecilnya kekuatan bahan komposit sangat
bergantung pada serat pembentuknya. Semakin kecil diameter serat makan akan
semakin kuat bahan tersebut, dikarenakan minimnya cacat pada material (Triyono
dan Diharjo, 2000).
Sera dibedakan menjadi dua, yaitu serat alam dan serat sintetis. Serat alam
adalah serat yang berasal dari alam yaitu berupa tumbuh-tumbuhan seperti eceng
gondok, serabut kelapa, daun nanas, serat batang pisang, dan sebagainya.
Sedangkan serat sintetis adalah serat yang dibuat dari bahan-bahan anorganik
dengan komposisi bahan kimia tertentu. Pada umumnya serat sintetis yang
kebanyakan digunakan adalah serat gelas, nilon, kevlar, serat karbon, dan lain-lain
(Scwartz, 1984).
Fungsi utama serat adalah sebagai berikut :
26

 Sebagai pembawa beban


 Memberikan sifat mekanik seperti kekuatan, kekakuan, stabilitas panas
 Memberikan sifat konduktivitas listrik yang baik pada komposit

Schwartz, (1984) juga menjelaskan bahwa serat sebagai penguat dalam


struktur komposit serat harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :
 Modulus elastisitas yang tinggi
 Kekuatan patah yang tinggi
 Kekuatan yang seragam diantara serat
 Stabil selama penanganan proses produksi
 Diameter serat yang seragam

Klasifikasi serat berdasarkan ukuran diameternya, serat dibedakan menjadi


4 jenis yaitu:
a) Nanofiber, berukuran hingga 100 nm
b) Microfiber, berukuran 0,1 hingga 1 μm
c) Serat berukuran sedang, 1 μm hingga 10 μm contohnya serat karbon, serat
kaca
d) Serat kasar, berukuran lebih dari 10μm, contohnya serat SiC

Sedangkan berdasarkan material pembentuk aslinya, serat dibedakan


sebagai berikut :

a) Serat alami (natural fibers)


Sesuai dengan namanya, serat alami adalah serat yang berasal dari alam.
Serat alami memiliki sifat mekanik yang sangat baik. Misalnya, serat laba-laba
dengan diameter 0,02 - 7 m memiliki kekuatan tarik 1140 MPa dan
perpanjangan 31%. Serat alami seringkali memiliki struktur serat yang sangat
kompleks, misalnya serat kapas. Di antara serat alami tidak hanya dari laba-laba
dan kapas, namun juga rami, rotan, daun nanas, batang pisang, ijuk, dan masih
banyak lagi. Dasar dari semua serat ini adalah selulosa. Sebagian besar serat ini
dapat terurai secara hayati. Perkembangan serat alam yang digunakan dalam
27

komposit mulai popular dalam berbagai sektor industri di masa kini khususnya
bagi negara berkembang karena dapat memanfaatkan bahan baku yang melimpah
dan terbaik yang dapat diperoleh di daerah mereka.

b) Serat gelas (glass fibers)


Serat gelas terutama digunakan untuk memperkuat matriks polimer.
Mereka memiliki kekuatan yang relatif tinggi tetapi modulus elastisitas yang
relatif rendah dan rapuh. Mereka kebanyakan terjadi dalam bentuk berbagai kain.
Karakteristik dasarnya adalah:
 Ketangguhan (kekakuan / kekencangan) kira-kira seperti aluminium -
1/3 kekerasan baja, E = 80 sampai 100 GPa
 Kepadatannya sekitar 2,5 g.cm-3
 Kekuatan kelelahan kecil
 Konduktivitas termal kurang dari setengah dari baja
 Ekspansi termal kurang dari setengah dari ekspansi termal baja
Serat gelas menempati peringkat di antara serat tradisional, yang
dihasilkan dengan penarikan cepat dari lelehan. Karena pembuatannya yang relatif
sederhana, serat gelas lebih murah dibandingkan dengan yang lain.

c) Serat grafit dan karbon (graphite and carbon fibers)


Karakteristik dasar serat ini adalah:
 Kekakuan sepuluh kali lebih tinggi dan setengah kepadatan (1,8
hingga 2 g.cm -3, mengandung 90-95% karbon murni) di atas serat
kaca
 Perpanjangan pada saat patah lebih kecil dibandingkan dengan serat
kaca
 Kekuatan tarik pada suhu kamar lebih rendah dari pada serat kaca atau
serat aramid, tetapi tidak menurun pada suhu hingga 1000 ° C
 Memiliki sifat termal yang sangat baik, jika dilindungi dari oksidasi,
inert kimiawi hingga 1000 ° C, dengan perlindungan terhadap oksidasi
stabil hingga 2000 ° C
28

 Ekspansivitas termal yang rendah


 Ketahanan lelah yang tinggi, berbeda dengan serat kaca yang relative
rendah
 Konduktivitas listrik baik
 Dua kali lipat hingga seratus kali lebih mahal dari kaca
 Bersifat sangat anisotropik
 Sering memiliki daya rekat yang buruk ke matriks, oleh karena itu,
perlu untuk memodifikasi permukaan

d) Serat polimer – aramid, nilon (polymeric fibers)


Serat polimer biasanya dirancang untuk matriks polimer. Kerugian dari
semua serat polimer adalah sensitivitas suhu yang lebih tinggi, serta kemampuan
basahnya yang buruk. Alasannya adalah energi permukaan serat yang rendah dan
oleh karena itu memerlukan modifikasi permukaan (perlakuan pada permukaan).
Sifat dasar serat polimer:
 Kepadatan rendah sekitar 1 g.cm-3
 Kekuatan sedang hingga relatif tinggi
 Kekakuan rendah
 Biasanya perpanjangan yang relatif besar pada suatu patahan
 Tahan secara kimiawi kecuali oleh asam
 Efek degradasi radiasi UV dengan adanya oksigen

e) Serat keramik (ceramic fibers)


Serat berbasis keramik dicirikan oleh bobot yang relatif rendah, kekuatan
tinggi, dan modulus elastisitas tinggi. Terutama pada serat boron, serat karbon,
dan pada serat karbida, nitrida dan oksida.
Boron merupakan salah satu zat yang sangat sulit dibuat lunak dan sangat
reaktif, sehingga untuk digunakan dalam matriks logam diperlukan lapisan tipis
SiC yang diaplikasikan pada serat.
29

Serat karbon adalah yang paling penting di antara serat keramik. Mereka
diproduksi dalam bentuk serat karbon atau grafit, yang bervariasi pada suhu
pemrosesan akhir. Pada tahap pertama, karbonisasi berakhir pada temperatur 900 -
1500 ° C, pada tahap kedua, grafitisasi dilakukan pada temperatur 2600 - 2800 °
C. Grafitisasi meningkatkan modulus elastisitas sementara kekuatan akan
menurun. Keunggulan lain dari serat karbon adalah kepadatannya yang sangat
rendah.
Jenis serat keramik lainnya adalah senyawa sederhana, yang paling sering
digunakan antara lain oksida (MgO, ZnO2, TiO2, Al2O3, dan SiO2), oksida
campuran (mullite 3Al2O3.2SiO2 atau spinel MgO. Al2O3), karbida (SiC, TiC,
B4C), nitrida atau senyawa logam.
Ciri-ciri dasar serat keramik:
 Ketahanan dan stabilitas termal yang tinggi
 Digunakan dalam komposit dengan matriks logam dan keramik untuk
suhu tinggi
 Kekakuan tinggi
 Kepadatan lebih rendah dari logam, tetapi lebih tinggi dari plastik atau
serat karbon
 Ekspansi termal rendah
 Tidak seperti karbon, kaca dan aramid, serat keramik menahan
tekanan yang lebih besar
30

f) Serat logam (metallic fibers)


Serat logam termasuk yang termurah, tetapi relatif berat. Mereka
digunakan untuk memperkuat matriks logam. Karena berat (kepadatan)
spesifiknya, mereka tidak terlalu popular digunakan. Peran utama dalam
penyusunan logam-logam komposit dimainkan oleh kompatibilitas serat dan
matriks.
Untuk penguatan matriks logam untuk suhu hingga 300 ° C, serat baja
karbon digunakan. Untuk penguatan matriks logam pada suhu yang tinggi,
digunakan serat yang terbuat dari logam dengan ketahanan panas yang baik ,
misalnya tungsten atau molibdenum. Secara khusus serat ini adalah serat yang
paling umum digunakan:
 baja - sering digunakan untuk memperkuat paduan aluminium
 Tungsten - untuk memperkuat bahan tahan panas, tetapi sangat berat
 Borik - sangat ringan, namun kaku dan padat; produksi mereka relatif
sulit

g) Serat Kristal Tunggal / monokristal (whisker)


Whisker adalah kristal tipis khusus dengan sedikit cacat pada strukturnya.
Whisker dengan sifat-sifatnya melebihi fase penguat lainnya. Serat ini adalah serat
dengan kristal tunggal / monokristal yang karakteristiknya bergantung terutama
pada kondisi pertumbuhan, dan kesempurnaan permukaan serta diameter. Penting
untuk membedakan whisker dari serat kristal tunggal dengan komposisi kimia
yang sama - yang memiliki sejumlah dislokasi yang bergerak bebas. Ciri
terpenting whisker adalah modulus elastisitasnya yang tinggi.
Sifat-sifat dasar kumis:
 Diameter kurang dari 1μm, panjang 3 - 4 mm, rasio kelembutan di
atas 1000 - biasanya berperilaku seperti serat terputus-putus panjang
 Harus selalu ada jenis budidaya khusus - sehingga hanya mengandung
satu dislokasi di tengahnya
31

 Diperoleh dari berbagai zat dengan kondensasi uap dalam ruang


hampa udara.
 Kekuatannya sekitar 1/10 E, hingga nilai ini whisker hanya berubah
bentuk secara fleksibel, setelah melebihi nilai ini, ia berubah bentuk
sebagai serat monokristalin biasa

c. Kerangka
Penguatan rangka adalah perkuatan dimana matriks dan fase sekunder
membentuk formasi rangka yang saling menembus secara mekanis. Dalam hal ini
kami membedakan matriks dan kerangka pelindung. Teknologi persiapan terdiri
dari infiltrasi kerangka matriks oleh zat cair (logam atau polimer dengan leleh
rendah) yang mengeras di pori-pori matriks dan menciptakan kerangka pelindung.
Kerangka utama adalah benda berpori dari logam, keramik, atau grafit yang dibuat
dengan teknik metalurgi serbuk.

II.2.2.5 Katalis
Katalis adalah cairan yang sering digunakan pada proses pembuatan
komposit. Fungsi dari bahan ini adalah untuk mempercepat reaksi pengeringan
dalam suhu ruangan, namun pencampuran katalis ke dalam resin ini harus sesuai
aturan yaitu dengan persentase 0,2 – 0,5%. Hal itu dikarenakan jika pencampuran
katalis ke dalam resin terlalu banyak, atau terlalu sedikit dapat menyebabkan
ruskanya produk komposit, sebab cairan katalis ini menimbulkan panas dalam
proses pengeringan. Ada beberapa jenis katalis yang umum digunakan dalam
pembuatan komposit, antara lain katalis MEKPO, katalis MEPOXE, dan katalis
trigonox.

II.2.2.6 Kaidah Pencampuran Komposit (Rules Of Mixture)


Dalam pemilihan bahan komposit, haruslah dipilih kombinasi yang
optimum dari sifat masing-masing bahan penyusunnya. Sifat-sifat komposit
ditentukan oleh fase matriks dan fase penguat sebagai bahan penyusunnya, bentuk
32

geometri bahan penyusunnya, dan interaksi antar fase penyusunnya. Hal-hal yang
perlu dihindari pada pembuatan komposit antara lain terbentuknya rongga udara
(void), tidak merekatnya fase penguat pada matrik, rusaknya serat (crack), dan
adanya rongga antara matriks dan penguat.

Material komposit dibuat untuk memperbaiki sifat-sifat dari bahan


penyusunnya. Komposit meningkatkan kekuatan tarik matrik dan mengurangi
regangan matrik. Komposit juga menurunkan kekuatan tarik serat dan mengurangi
regangan serat. Serat yang memiliki sifat getas tetapi memiliki kekuatan tarik
yang tinggi dipadukan dengan matriks yang memiliki kekuatan tarik yang rendah
dan regangan yang besar. Perpaduan tersebut menciptakan suatu bahan yang
memiliki sifat-sifat yang lebih baik. Perbaikan sifat-sifat inilah yang membuat
komposit banyak digunakan sebagai bahan yang digunakan dalam bidang teknik
dan industri. Perpaduan bahan-bahan terus dilakukan untuk mendapatkan bahan
baru yang mempunyai sifat-sifat lebih baik dari bahan-bahan yang sudah ada.

Berikut adalah rumus dan persamaan yang dapat digunakan dalam


perhitungan komposisi pencampuran komposit :

 Massa komposit (mc)


Mc = m m + m r
Dimana : mm = massa matrik
mr = massa penguat
 Volume komposit
Vc = Vm + Vr + Vv
Dimana : Vm = volume matrik
Vr = volume penguat
Vv = volume void

 Persentase serat
V serat
Persentase serat= x 100 %
V matriks+ V serat
Dimana : V serat = volume serat
33

V matriks = volume matriks

 Persentase matriks
V matriks
Persentase matriks= x 100 %
V matriks+V serat
Dimana : V serat = volume serat
V matriks = volume matriks

 Persentse katalis
V katalis
Persentase katalis= x 100 %
V resin
Dimana : V katalis = volume katalis
V resin = volume resin

II.2.3 Pengujian Material


II.2.3.1 Uji Tarik
Pengujian tarik pada material merupakan hal yang sangat penting untuk
mengetahui kekuatan mekanis suatu material. Pada pengujian tarik, suatu
spesimen yang dibuat merupakan bahan percobaan dengan penambahan gaya tarik
aksial secara kontinyu, sementara secara bersama-sama diadakan pengamatan
terhadap perpanjangan dari spesimen tersebut. Gambar 2.16. menunjukkan
spesimen tulang ikan pada pengujian tarik.

Gambar 2.16 Spesimen tulang ikan pada pengujian tarik (Brinson, 2008)
34

Gambar 2.16 menunjukkan adanya gaya aksial sehingga mendapatkan


propertis dari material berupa modulus young, poisson’s rasio, yield strain dan
yield stress. Spesimen diatas menunjukkan adanya gaya aksial (P) yang
mengakibatkan adanya engineering stress. Engineering stress dapat diartikan
sebagai perhitungan gaya (P) dibagi dengan luasan, sehingga stress engineering
dapat dirumuskan sebagai:

P
σ=
Ao
Dimana :
𝜎 = engineering stress (Mpa)
P = gaya (N)
Ao = luasan (m2)
Selain adanya engineering stress (ketegangan pada material) gambar diatas
juga mengakibatkan adanya pertambahan panjang (engineering strain), dapat
dirumuskan sebagai berikut:

L−Lo
ε=
Lo
Dimana :
ε = pertambahan panjang
L = luas akhir (m2)
Lo = luas awal (m2)

II.2.3.2 Uji Bending


Pengujian bending atau uji tekuk merupakan salah satu pengujian sifat
mekanis bahan yang dilakukan terhadap spesimen dari bahan baik bahan yang
akan digunakan sebagai konstruksi atau komponen yang akan menerima
pembebanan tekuk maupun proses penekukan dalam pembentukan. Uji tekuk
merupakan proses pembebanan terhadap suatu bahan pada suatu titik ditengah-
tengah dari bahan yang ditahan diatas dua tumpuan. Dengan pembebanan ini
35

bahan akan mengalami deformasi dengan dua buah gaya yang berlawanan bekerja
pada saat yang bersamaan. Gambar 2.17 menunjukkan pengujian bending dengan
3 titik.

Gambar 2.17 Pengujian beban tekuk dengan 3 titik (Brinson, 2008)

Gambar 2.17 menunjukkan adanya deformasi yang mengakibatkan


defleksi dan pertambahan (𝛿) oleh adanya gaya (P), sehingga defleksi dan
pertambahan (flexural modulus) dapat ditulis sesuai persamaan:
Persamaan defleksi maksimal:

P L3
δmax=
48 EL

Persamaan flexural modulus:


PL 1
ex=
48l δmax

Dimana :
E = modulus elongasi
P = gaya (N)
Luasan = luasan (m2)

δmax = defleksi maksimal


BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

III. 1 Alat dan Bahan Yang Digunakan

III.1.1 Alat
Adapun alat yang digunakan guna membantu dalam penelitian adalah
sebagai berikut :

1. Timbangan Digital
Timbangan digital digunakan untuk menimbang massa serat dan matriks
yang akan digunakan pada penelitian dapat dilihat pada gambar III.1.

Gambar III.1 Timbangan Digital


2. Cetakan
Dalam proses pembuatan komposit , digunakan cetakan yang terbuat dari
kaca dengan ukuran 20 x 10 x 0,5 cm dapat dilihat pada gambar III.2.

36
37

Gambar III.2 Cetakan


3. Gelas Ukur
Gelas ukur digunakan untuk memudahkan pengukuran jumlah resin yang
akan digunakan dan memudahkan saat pencampuran, dapat dilihat pada gambar
III.3.

Gambar III.3 Gelas Ukur


4. Kuas
Kuas digunakan untuk melapisi permukaan cetakan , dapat dilihat pada
gambar III.4.
38

Gambar III.4 Kuas


5. Suntikan
Suntikan digunakan untuk meneteskan katalis ke dalam campuran resin
agar sesuai dengan perhitungan, dapat dilihat pada gambar III.5.

Gambar III.5 Suntikan


6. Spatula Kecil
Spatula kecil digunakan untuk meratakan resin pada cetakan setelah serat
dituangkan ke cetakan, dapat dilihat pada gambar III.6.
39

Gambar III.6 Spatula Kecil


7. Sarung Tangan
Sarung tangan digunakan untuk menghindari tangan agar tidak berkontak
langsung dengan serat atau sisa potongan dari gerinda, karena dapat menimbulkan
gatal pada kulit, sarung tangan dapat dilihat pada gambar III.7.

Gambar III.7 Sarung Tangan


40

8. Masker
Masker digunakan untuk melindungi hidung dari serat dan potongan
gerinda yang beterbangan sehingga tidak masuk ke saluran pernapasan, masker
dapat dilhat pada gambar III.8.

Gambar III.8 Masker


9. Gunting
Gunting digunakan untuk memotong serat sesuai ukuran cetakan, dapat
dilihat pada gambar III.9.

Gambar III.9 Gunting


41

10. Pengaduk Kaca


Pengaduk kaca digunakan untuk mengaduk campuran resin dan katalis
sebelum dituang ke cetakan. Dipilih yang berbahan kaca supaya mudah
dibersihkan dari resin yang mongering, dapat dilihat pada gambar III.10.

Gambar III.10 Pengaduk Kaca


11. Sekrap
Sekrap digunakan untuk melepaskan komposit dari cetakan dan
membersihkan cetakan dari sisa resin yang mengering dapat dilihat pada gambar
III.11.

Gambar III.11 Sekrap


12. Gerinda
Gerinda digunakan untuk memotong komposit menjadi sesuai bentuk
standar spesimen uji dapat dilihat pada gambar III.12.
42

Gambar III.12 Gerinda


13. Amplas
Amplas digunakan untuk menghaluskan spesimen uji dapat dilihat pada
gambar III.13.

Gambar III.13 Amplas


14. Vernier Caliper
Vernier caliper digunakan untuk mengukur spesimen uji, dapat dilihat
pada gambar III.14.
43

Gambar III.14 Vernier Caliper


15. Universal Testing Machine
Universal Testing Machine milik Laboratorium Material Teknik Mesin
Universitas Wahid Hasyim ini digunakan untuk pengambilan data pengujian tarik
dan bending spesimen uji dapat dilihat pada gambar III.15.

Gambar III.15 Universal Testing Machine


44

III.1.2 Bahan
Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan komposit dengan
penguat serat batang pisang adalah sebagai berikut.

1. Resin
Resin yang digunakan sebagai matriks dalam komposit ini adalah
menggunakan resin polyester, dapat dilihat pada gambar III.16.

Gambar III.16 Resin


2. Serat
Serat yang digunakan dalam pembuatan komposit ini adalah menggunakan
serat batang pisang dengan orientasi serat anyam (woven roving) dapat dilihat
pada gambar III.17.
45

Gambar III.17 Serat Daun Nanas

3. Katalis
Katalis yang digunakan pada penelitian ini adalah katalis jenis MEPOXE
(Methyl Ethyl Ketone Peroxide), dapat dilhat pada gambar III.18

Gambar III.18 Katalis


4. Release Agent
Release agent digunakan sebagai pelicin agar mempermudah melepaskan
komposit dari cetakan kaca, dapat dilhat pada gambar III.19.
46

Gambar III.19 Release Agent

III.2 Prosedur Penelitian

Pada penelitian ini ada 3 tahap prosedur, yaitu mulai dari tahap awal
penelitin, proses pelaksanaan penelitian, dan terakhir proses pengujian.

III.2.1 Tahap Awal Penelitian


Pada tahap awal dari penelitian ini dilakukan laangkah-langkah sebagai
berikut :

1. Pembelian bahan-bahan penelitian, yaitu resin, katalis, dan release agent.


2. Mencari dan mengolah batang pisang menjadi serat batang pisnag.
3. Mempersiapkan alat dan bahan penelitian

III.2.2 Proses Pelaksanaan Penelitian


Adapun tahapan proses pelaksanaan penelitian ini adalah perhitungan
komposisi komposit, diteruskan pembuatan komposit , hingga pembuatan
spesimen uji sebelum dilakukan pengujian pada spesimen.
47

DAFTAR PUSTAKA

Adetya Riyanto dkk, 2018, ”Pengaruh Fraksi Volume Serat Komposit Hybrid
Berpenguat Serat Bambu Acak Dan Serat E-Glass Anyam Dengan Resin
Polyester Terhadap Kekuatan Bending”, Mahasiswa Jurusan Teknik
Mesin Manufaktur, Fakultas Teknik, Universitas Negeri Surabaya..

Agustinus Purna Irawan dkk, 2015, ”Kekuatan Komposit Serat Limbah Pisang
Dengan Matriks Epoksi Sebagai Bahan Socket Prosthesis” Mahasiswa
Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Tarumanegara
Jakarta.

American Society for Testing and Materials. 2002. Standard Test Method for
Flexural Properties of Unreinforced and Reinforced Plastics and Electrical
Insulating Materials (ASTM D790). ASTM International.

American Society for Testing and Materials. 2003. Standard Test Method for
Tensile Properties of Plastics (ASTM D638). ASTM International.

Andrew I. Campbell dkk, 2012, ”Prosthetic Limb Socket From Plant-Based


Composite Materials” , Prosthetics And Orthotics Jornal.

Ashahbouni T., 2017, ”Stress Analysis of Laminated Composite Beam by Using


MATLAB Software”, Department of Mechanical Engineering, Elmergib
University, Al khums , Libya.

Bharath B. dkk, 2018, ”Fabrication and Mechanical Characterization of Bio-


Composite Helmet”, Materials Today.BS EN ISO, (2006), ”Structural
testing of lower-limb prostheses. Requirements and test methods” British
Standards Institution.

BS EN ISO, (2006), ”External limb prostheses and external orthoses.


Requirements and test methods”, British Standards Institution.
48

Brinson, H. F. Dkk, 2008, ”Polymer engineering science and viscoelasticity”,


Springer, Berlin, Jerman.

Callister D. William dkk, 2014, ”Materials Science and Engineering an


Introduction”, Rosewood Drive, Wiley.

Eda Rachman dkk, 2019, ”Analisa Material Komposit Resin Berpenguat Serat
Rotan Untuk Pembuatan Prostesis Kaki Palsu Bagi Penderita
Disabilitas”, Mahasiswa Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik,
Universitas Pancasakti Tegal.

Jason T. Kahle, 2013, ” Transfemoral sockets with vacuum-assisted suspension


comparison of hip kinematics, socket position, contact pressure, and
preference: Ischial containment versus brimless”, Vol. 50 No. 9, School
of Physical Therapy and Rehabilitation Sciences, University of South
Florida

Jones R.M, 1975, ”Mechanics of Composite Materials”, Mc Graw Hill, New


York, United States.

Jones, R.M, 1999, ”Mechanics of Composite Materials Second Editions”,


Blacksbrug, Virginia.

J. T. Kim dkk, 2010, “Mechanical, thermal, and interfacial properties of green


composites with ramie fiber and soy resins”, J. Agr. Food Chem.

Kaw A.K., 1997, ”Mechanics of Composite Material”, CRC Press, New York,
United States.

Klarova Miroslava, 2015, ”Composite Materials”, VSB – technical University,


Ostrava, Czech Republic.

Liang Z. dkk, 2005, ”Micromechanics-based Constitutive Modeling for


Unidirectional Laminated Composites”, Vol. 43, Issues 18-19, Hal. 5674 -
5689 Department of Civil, Architectural and Environmental Engineering,
University of Miami, United States.
49

Nitha J, 2016, ”Comparative Study Of Ischial Containment Socket And


Quadrilateral Socket For Functional Ability In Persons With Unilateral
Transfemoral Amputation” Tamil Nadu Dr. MGR Medical University.

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No 22 Tahun 2013 tentang


Penyelenggaraan Pekerjaan Dan Praktik Ortotis Prostetis.

PF Stahel dkk, 2006, ”Concepts of transtibial Amputation: Burgess Technique


versus Modified Bruckner procedure”.

Schwartz Mel M., 1984, ”Composite Material Handbook”, Mc Graw Hill, Inc
New York, United States.

Shruti Patil, 2016, ”Prostheses” Diakses di


https://www.slideshare.net/ShrutiPatil6/prosthetics-60874533

Triyono dkk, 2000, ”Buku Pegangan Material Teknik”, Universitas Sebelas


Maret, Surakarta..

Anda mungkin juga menyukai