Anda di halaman 1dari 75

MAKALAH

PEMBUATAN SABUN HERBAL


MENGGUNAKAN MINYAK
JELANTAH

Oleh:

DIANA HARTANTI, ST
NIP. 19801026 201001 2 016

SMK NEGERI 1 BOYOLANGU


Jl. KIMANGUNSARKORO VI/ 3 BOYOLANGU
TULUNGAGUNG
TAHUN 2021
i
IDENTITAS GURU

Nama Sekolah : SMK Negeri 1 Boyolangu


Nama Guru : Diana Hartanti, ST
NIP : 197801026 201001 2 016
NUPTK : 8358758660210113
NRG : 185051100399
Jabatan / Golongan Guru : Guru Ahli Muda / IIIc
Alamat Sekolah : Jl. Kimangunsarkoro VI/3
Kabupaten, Provinsi : Tulungagung, Jawa Timur
Telepon/ Fax :-
Mengajar Mata Pelajaran : Produktif Teknik Kimia Industri
SK Pengangkatan :
Sebagai CPNS
Pejabat yang mengangkat : Bupati Tulungagung
Nomor SK : 813.3/35/407.205/2010
Tanggal SK : 19 April 2010
Pangkat Terakhir
Pejabat yang mengangkat : Gubernur Jawa Timur
Nomor SK : 823.3/1789/204/2018
Tanggal SK : 31 Agustus 2018
Alamat Rumah : Ds. Dukuh, Gondang
Kabupaten, Provinsi : Tulungagung, JawaTimur
Telepon/ Hp : 085334035800

ii
LEMBAR PENGESAHAN

Makalah
Pembuatan Sabun Herbal Menggunakan Minyak Jelantah

Oleh
Diana Hartanti, ST
NIP. 19801026 201001 2 016

Tulungagung, 25 November 2021

Kepala Sekolah Koordinator PKB

Arik Eko Lestari, S.Pd Lutfia Marsalina, S.Pd.I,.


Pembina Tk. I NIP. 19800329 200901 2 006
NIP. 19631108 198412 2 007

iii
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN MAKALAH

Yang bertanda tangan di bawah ini,


Nama : Diana Hartanti, S.T.
NIP : 19801026 201001 2 016
Pangkat/Golongan : Penata, III/c
Jabatan : Guru Ahli Muda
Mata Pelajaran : Proses Industri Kimia
Instansi : SMK Negeri 1 Boyolangu
Alamat : Ds. Dukuh, Kec. Gondang, Kab. Tulungagung

Dengan ini menyatakan bahwa makalah ini adalah asli,hasil karya penulis sendiri,
bukan jiplakan dari manapun dan tidak berisi materi yang ditulis oleh orang lain,
kecuali bagian-bagian tertentu yang peneliti ambil sebagai acuan dengan
mengikuti tata cara dan etika penulisan karya tulis yang lazim.
Apabila ternyata terbukti bahwa pernyataan ini tidak benar, maka sepenuhnya
menjadi tanggung jawab peneliti.

Tulungagung, 25 November 2021


Kepala Sekolah Koordinator PKB

Arik Eko Lestari, S.Pd Lutfia Marsalina, S.Pd.I,


Pembina Tk. I NIP. 19800329 200901 2 006
NIP. 19631108 198412 2 007

iv
SURAT KETERANGAN DOKUMENTASI

Yang bertanda tangan di bawah ini :


Nama : Isti Mufadah, S.Pd.
Jabatan : Kepala Perpustakaan SMK Negeri 1
Boyolangu Tulungagung
Instansi : SMK Negeri 1 Boyolangu
Alamat : Campurdarat, Tulungagung

Menerangkan bahwa :
Nama : Diana Hartanti, S.T.
NIP : 19801026 201001 2 016
Pangkat/Golongan : Penata, III/c
Jabatan : Guru Ahli Muda
Instansi : SMK Negeri 1 Boyolangu
Alamat : Ds. Dukuh, Kec. Gondang, Tulungagung

Telah menyerahkan karya tulis makalah yang berjudul “Pembuatan Sabun


Herbal Menggunakan Minyak Jelantah” untuk disimpan di Perpustakaan
Sekolah.
Demikian surat keterangan ini dibuat untuk dapat dipergunakan sebagaimana
mestinya.

Tulungagung, 25 November 2021

Kepala Sekolah Koordinator PKB

Arik Eko Lestari, S.Pd Lutfia Marsalina, S.Pd.I,.


Pembina Tk. I NIP. 19800329 200901 2 006

v
NIP. 19631108 198412 2 007
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan

rahmat serta hidayah-Nya kepada penyusun sehingga dapat menyelesaikan

pembuatan makalah ini sesuai dengan rencana.

Guru adalah seorang pendidik. Dalam melaksanakan tugas pendidikan dan

pembelajaran kepada peserta didik maka selalu diperoleh studi kasus baru dengan

teknologi baru dan perbaikannya agar dapat berlangsung dengan baik. Dari

berbagai pengalaman guru dalam proses kegiatan belajar dengan peserta didiknya,

dapat dijadikan sebuah pelajaran dan diambil best practice-nya agar dapat menjadi

pijakan dan perbaikan secara terus menerus di masa yang akan datang.

Makalah ini disusun berdasarkan pengalaman guru dan juga studi literatur

dari berbagai sumber baik berupa studi pustaka atau sumber data dari internet dan

sebagainya. Pembuatan makalah ini dibuat dalam rangka salah satu usaha

pengembangan diri guru dalam rangka upgrade ilmu dan peningkatan kompetensi

keilmuan dalam rangka menjawab perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan

yang terus berkembang.

Demikian makalah ini kami susun dalam upaya pengembangan keprofesian

berkelanjutan. Penyusunan makalah ini sangat jauh dari sempurna sehingga saran

dan kritik yang membangun dari berbagai pihak sangat diperlukan.

Penulis

vi
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL..........................................................................................................
IDENTITAS GURU..........................................................................................................
LEMBAR PENGESAHAN..............................................................................................
SURAT KETERANGAN KEASLIAN............................................................................
SURAT KETERANGAN DOKUMENTASI ..................................................................
KATA PENGANTAR......................................................................................................
DAFTAR ISI..................................................................................................................
DAFTAR TABEL..........................................................................................................
DAFTAR GAMBAR........................................................................................................
ABSTRAK.........................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................
A. Latar Belakang..............................................................................................................
B. Perumusan Masalah......................................................................................................
C. Tujuan...........................................................................................................................
D. Manfaat ........................................................................................................................
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................................
A. Sabun ...........................................................................................................................
B. Minyak Jelantah..........................................................................................................
C. EKstrak Herbal Sereh.....................................................................................................
D. Metode Makalah.............................................................................................................
BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN.........................................................................
A. Prosedur Eksperimen..................................................................................................
B. Hasil Eksperimen........................................................................................................
BAB IV PENUTUP.........................................................................................................
A. Kesimpulan.................................................................................................................
B. Saran..........................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................

vii
DAFTAR TABEL

Tabel
1. Temperature proses pembentukan polyacetinen.......................................................
2. Karakteristik Jenis Plastik........................................................................................

viii
DAFTAR GAMBAR

Gambar
1. Pellet atau bijih plastik yang siap diproses lebih lanjut (injection
molding, ekstrusi, dan lain-lain).................................................................................
2. Struktur molekul polyethene dan polimerisasi ethena menjadi polyethene.............
3. Kaleng bekas biscuit sebagai reactor pirolisis plastik..............................................
4. Desain rangkaian alat pirolisis sampah plastik.........................................................
5. Prosedur Percobaan Pirolisis Sampah Plastik..........................................................
6. Rangkaian alat pirolisis sederhana menggunakan kaleng bekas..............................
7. Proses percobaan mengubah sampah plastik menjadi bahan bakar minyak............
8. Hasil bahan bakar minyak dari proses pirolisis........................................................

9. Bahan bakar minyak hasil pirolisis...........................................................................

10. Hasil uji nyala pada bahan bakar minyak proses pirolisis........................................

ix
ABSTRAK

Sabun transparan merupakan salah satu jenis sabun pada yang dibuat dari proses
panas dengan bahan dasar alkali dan minyak. Penggunaan minyak bekas yang
sudah menjadi limbah penggorengan (minyak jelantah) merupakan nilai lebih
karena memanfaatkan limbah dan mengubah jelantah menjadi benda bernilai
ekonomis lebih tinggi. Penambahan ekstrak bahan herbal pun diharapkan juga
dapat meningkatkan manfaat dari sabun transparan yang dibuat dari minyak
jelantah. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui proses serta formulasi
pembuatan sabun padat transparan menggunakan minyak jelantah ditambahkan
dengan penambahan ekstrak herbal berupa ekstrak daun sereh. Metode penelitian
yang digunakan adalah metode eksperimental laboratorium dengan menggunakan
analisis deskriptif.
Parameter yang diamati diantaranya adalah uji organoleptik, sifat kimia,
kekerasan, dan stabilitas busa. Hasil uji organoleptik secara umum menunjukkan
sabun mempunyai sifat cukup baik. Hasil pengujian sifat kimia sabun transparan
yang dihasilkan sudah sesuai dengan SNI sabun mandi padat No.06-3532-1994
diuji dari pH dan jumlah asam lemak bebas (FFA). Nilai pH sudah sesuai ASTM
D 1172-95 dengan nilai pH 10. Nilai kekerasan sebesar 0,0091 mm/g/s, stabilitas
busa sebesar 39,08%. Sehingga pembuatan sabun padat transparan dengan
menggunakan basis minyak jelantah dan penambahan ekstrak bahan herbal berupa
minyak sereh dapat diaplikasikan oleh masyarakat.
Kata kunci: Sabun Padat Transparan, Minyak Jelantah, Ekstrak Herbal sereh

x
ABSTRACT

Transparent soap is one type of soap that is made from a hot process with
alkaline and oil-based ingredients. The use of used cooking oil (UCO) which has
become frying waste (cooking oil) is of added value because it utilizes waste and
converts used cooking oil into objects of higher economic value. The addition of
herbal extracts is also expected to increase the benefits of transparent soap made
from used cooking oil. The purpose of this study was to determine the process and
formulation of making transparent solid soap using used cooking oil added with
the addition of herbal extracts in the form of lemongrass leaf extract. The
research method used is a laboratory experimental method using descriptive
analysis.
Parameters observed were organoleptic test, chemical properties, hardness, and
foam stability. The results of the organoleptic test generally show that the soap
has quite good properties. The results of testing the chemical properties of the
transparent soap produced are in accordance with SNI solid bath soap No.06-
3532-1994 tested from the pH and the amount of free fatty acids (FFA). The pH
value is in accordance with ASTM D 1172-95 with a pH value of 10. The
hardness value is 0.0091 mm/g/s, foam stability is 39.08%. So that the
manufacture of transparent solid soap using used cooking oil base and the
addition of extracts of herbal ingredients in the form of citronella oil can be
applied by the community.
Keywords: (Used Cooking Oil (UCO), Citronella, Solid Soap)

xi
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Seiring dengan pertumbuhan penduduk yang semakin meningkat akan

berdampak pula pada peningkatan permintaan bahan kebutuhan sehari-hari. Salah

satu kebutuhan hidup manusia yang cukup penting adalah minyak goreng, sebagai

bahan pengolah makanan dan penambah cita rasa. Provinsi Sumatera Utara dari

tahun 2016 hingga 2018, menunjukkan terjadi peningkatan kebutuhan minyak

goreng dari tahun 2016 hingga 2018 sebesar 57.276 ton (Badan Ketahanan

Pangan Provinsi Sumatera Utara, 2018). Sisa penggorengan dalam jumlah besar

biasanya sangat banyak dan tidak dapat dipergunakan dalam hal ini berupa

minyak jelantah. Minyak jelantah adalah minyak makan hasil penggorengan yang

telah digunakan berulang kali dengan kandungan senyawa yang bersifat

karsinogenik. Peningkatan jumlah konsumsi minyak goreng pada akhirnya akan

berdampak terhadap meningkatnya penggunaan limbah rumah tangga minyak

jelantah yang dikonsumsi oleh masyarakat (Hanum, 2016).

Penggunaan minyak jelantah apabila digunakan terus menerus secara

berulang akan memberikan dampak bagi kesehatan dan berdasarkan hasil

penelitian sebagai pemicu penyakit kanker dan jantung (Hanum, 2016).

Permasalahan lain yang dihadapi jika limbah minyak goreng dibuang secara

sembarangan ke lingkungan dapat menyebabkan pencemaran bagi lingkungan

(Pujiati, 2018). Minyak goreng bekas yang terbuang di lingkungan akan masuk

1
kebadan air dan menutupi permukaan air. Minyak yang masuk ke lingkungan

perairan, maka minyak tersebut dengan segera akan mengalami perubahan secara

fisik dan kimia. Hal tersebut dapat membahayakan lingkungan karena akan

mengurangi jumlah oksigen yang masuk ke dalam air. Pada suhu panas badan air

akan menjadi panas sedang pada suhu dingin minyak akan membeku dan semkin

menutupi permukaan air sehingga oksigen sulit masuk (Kusuma. M. N dkk, 2021)

Minyak jelantah sebelumnya sudah dimanfaatkan dalam berbagai

penelitian, seperti yang dilakukan oleh (Prihanto & Irawan, 2018) dengan

penelitian yang berjudul pemanfaatan limbah minyak goreng bekas untuk diolah

menggunakan rekayasa proses menjadi produk yang lebih berguna berupa sabun

mandi. Kemudian tentang pembuatan sabun padat dari minyak goreng bekas

ditinjau dari kinetika reaksi kimia yang dilakukan oleh (Khuzaimah, 2018), lalu

formulasi sediaan sabun padat dari ekstrak etanol kulit putih buah semangka

(Citrullus lanatus (Thunb.) Matsumura & Nakai) kombinasi madu (Mel

depuratum) oleh (Irhamna, A. 2019). Kemudian (Mardiana, dkk 2020) yang

melakukan penelitian tentang pemanfaatan limbah rumah tangga minyak jelantah

dengan ekstrak jeruk dalam perspektif komunikasi lingkungan di Kelurahan

Kaligandu. Selain itu menjadi sabun, minyak jelantah juga dapat diubah menjadi

biodiesel yang dilakukan oleh (Jauhari, M. F. dkk 2018).

Peneliti melakukan penelitian tentang pemanfaatan minyak jelantah

sebagai bahan baku pembuatan sabun padat dengan bahan pencampur Sereh

wangi atau Citronella grass. Tanaman sereh wangi adalah tanaman jenis

rerumputan yang memiliki dedaunan tajam yang dapat digunakan dalam anti-

2
agen serangga, pembersih, dan lilin. Selain sifat pengusir nyamuk, tanaman ini

memiliki wangi yang khas juga digunakan untuk sebagai prekursor atau building

blocks untuk sintesis B-ionine, yang digunakan dalam sintesis senyawa-senyawa

aromatik dan produk-produk farmasetik lainnya (Dinas Perkebunan Provinsi

Jawa Barat. 2017. Sereh Wangi).

Pengolahan minyak jelantah dapat dilakukan dengan berbagai cara salah

satunya adalah dengan mereaksikan dengan bahan NaOH maupun KOH untuk

diubah menjadi sabun. Sabun adalah surfaktan yang digunakan dengan air untuk

mencuci dan membersihkan (Irhamna 2019). Sabun merupakan salah satu

kebutuhan hidup manusia. Pembuatan sabun memiliki komponen penting yaitu

adanya unsur lemak/minyak dan basa kuat. Dalam minyak jelantah, kandungan

asam lemak terhitung tinggi karena adanya proses pemanasan pada saat

penggorengan. Pada prosesnya, sabun dibuat dengan cara yaitu proses

saponifikasi. Saponifikasi adalah reaksi pembentukan sabun, yang biasanya

dengan bahan awal lemak dan basa. Nama lain reaksi saponifikasi adalah reaksi

penyabunan (Khuzaimah,2018).

Proses saponifikasi minyak akan diperoleh produk sampingan yaitu

gliserol, Pembuatan kondisi basa yang biasa digunakan adalah Natrium

Hidroksida (NaOH) dan Kalium Hidroksida (KOH). Jika basa yang digunakan

adalah NaOH, maka sabun yang dihasilkan adalah sabun padat atau keras,

sedangkan jika basa yang digunakan berupa KOH maka produk yang dihasilkan

adalah sabun cair. Sabun ini dapat dipergunakan dalam kehidupan sehari hari

sehingga dapat menambah nilai ekonomis dari bahan baku pembuatan sabun ini

3
(Kusuma.M.N dkk, 2021). Berdasarkan hal tersebut, peneliti mengambil judul

“Pemanfaatan Minyak Jelantah Sebagai Bahan Baku Pembuatan Sabun Padat”.

B. Rumusan Masalah

Adapun yang menjadi perumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Apakah sabun dapat dibuat dari minyak jelantah

2. Bagaimana pengaruh penambahan ekstrak herbal sereh wangi pada sabun

dari minyak jelantah?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui apakah sabun dapat dibuat dengan menggunakan minyak

jelantah.

2. Untuk mengetahui pengaruh ekstrak sereh wangi terhadap hasil sabun.

3. Manfaat Penelitian

1. Bagi guru dan siswa

Untuk menambah pengetahuan tentang pemanfaatan minyak jelantah

sebagai bahan baku pembuatan sabun padat

2. Bagi Masyarakat

Untuk menambah informasi bagi masyarakat dalam pengolahan minyak

jelantah yang sudah tidak terpakai sehingga dapat diubah menjadi bahan

yang lebih berguna serta menambah nilai ekonomis.

3. Bagi instansi

4
Menambah sumber informasi bagi warga sekolah dan masukan bagi

peneliti berikutnya yang berminat melakukan penelitian lebih lanjut.

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Sabun

1. Pengertian sabun

Sabun adalah surfaktan yang digunakan dengan air untuk mencuci dan

membersihkan. (Irhamna 2019). Banyak sabun merupakan campuran garam

natrium atau kalium dari asam lemak yang dapat diturunkan dari minyak atau

lemak yang direaksikan dengan alkali (seperti natrium atau kalium hidroksida)

pada suhu 80 oC-100oC melalui suatu proses yang dikenal dengan saponifikasi.

Lemak akan terhidrolisis oleh basa, menghasilkan gliserol dan sabun mentah.

Secara tradisional, alkali yang digunakan adalah kalium yang di hasilkan dari

pembakaran tumbuhan, atau dari arang kayu. Sabun dapat dibuat pula dari minyak

tumbuhan, seperti minyak zaitun. (Khuzaimah, S, 2018)

Gambar 2.1. Sabun

6
Sabun dimurnikan dengan mendidihkannya dalam air bersih untuk membuang

lindi yang berlebih, NaCl dan gliserol. Zat tambahan (aditif) seperti batu apung,

zat warna dan parfum kemudian ditambahkan. Sabun padat itu dilelehkan dan

dituang kedalam suatu cetakan. Suatu molekul sabun mengandung suatu rantai

hidrokarbon panjang plus ion. Bagian hidrokarbon dari molekul itu bersifat

hidrofobik dan larut dalam zat-zat non polar. Sedangkan ujung ion bersifat

hidrofilik dan larut dalam air. Karena adanya rantai hidrokarbon, sebuah molekul

sabun secara keseluruhan tidaklah benar-benar larut dalam air. Namun sabun

mudah tersuspensi dalam air karena membentuk misel (micelles), yakni

segerombol (50 - 150) molekul yang rantai hidrokarbonnya mengelompok

dengan ujung-ujung ionnya yang menghadap ke air. (Ralph J. Fessenden, 1999)

Sabun dihasilkan oleh proses saponifikasi, yaitu hidrolisis lemak menjadi

asam lemak dan gliserol dalam kondisi basa Pembuat kondisi basa yang biasanya

digunakan adalah NaOH dan KOH. Hasil lain dari reaksi saponifikasi ialah

gliserol. Selain C12 dan C16, sabun juga disusun oleh gugus asam karboksilat.

Hidrolisis ester dalam suasana basa bisa disebut juga saponifikasi. Asam lemak

yang berikatan dengan natrium atau kalium inilah yang kemudian dinamakan

sabun. Namun kadang juga menggunakan NH4OH. Sabun yang dibuat dengan

NaOH lebih lambat larut dalam air dibandingkan dengan sabun yang dibuat

dengan KOH. Sabun yang terbuat dari alkali kuat (NaOH, KOH) mempunyai

nilai pH antara 9,0 sampai 10,8 sedangkan sabun yang terbuat dari alkali lemah

(NH4OH) akan mempunyai nilai pH yang lebih rendah yaitu 8,0 sampai 9,5

(Yuda Prawira, 2008).

7
2. Fungsi Sabun

Fungsi sabun dalam berbagai cara adalah sebagai bahan pembersih. Sabun

menurunkan tegangan permukaan air, sehingga memungkinkan air itu

membasahi bahan yang dicuci dengan lebih efektif, sabun bertindak sebagai

suatu zat pengemulsi untuk mendispersikan minyak dan gemuk; dan sabun

teradsorpsi pada butiran kotoran (Yuda Prawira, 2008).

3. Sifat-Sifat Sabun Padat

Sabun berkemampuan untuk mengemulsi kotoran berminyak sehingga

dapat dibuang dengan pembilasan. Adapun sifat-sifat sabun padat adalah sebagai

berikut:

1. Sabun adalah garam alkali dari asam lemak suku tinggi sehingga akan

dihidrolisis parsial oleh air. Karena itu larutan sabun dalam air bersifat basa.

CH3(CH2)16COONa + H2O →CH3(CH2)16COOH + OH-

2. Jika larutan sabun dalam air diaduk, maka akan menghasilkan buih,

peristiwa ini tidak akan terjadi pada air sadah. Dalam hal ini sabun dapat

menghasilkan buih setelah garam-garam Mg2+ atau Ca2+ dalam air

mengendap.

CH3(CH2)16COONa + CaSO4 →Na2SO4 + Ca(CH3(CH2)16COO)2

8
3. Sabun mempunyai sifat membersihkan. Sifat ini disebabkan proses

kimia koloid, sabun (garam natrium dari asam lemak) digunakan untuk

mencuci kotoran yang bersifat polar maupun non polar, karena sabun

mempunyai gugus polar dan non polar. Molekul sabun mempunyai rantai

hidrogen CH3(CH2)16 yang bertindak sebagai ekor yang bersifat hidrofobik

(tidak suka air) dan larut dalam zat organik sedangkan COONa + sebagai

kepala yang bersifat hidrofilik (suka air) dan larut dalam air. Non polar:

CH3(CH2)16 (larut dalam minyak, hidrofobik dan juga memisahkan kotoran

non polar). Polar: COONa+ (larut dalam air, hidrofilik dan juga

memisahkan kotoran polar)

4. Mekanisme Kerja Sabun Padat Sebagai Penghilang Kotoran

Kebanyakan kotoran pada pakaian atau kulit melekat sebagai lapisan tipis

minyak. Jika lapisan minyak ini disingkirkan, berarti partikel kotoran dapat

dicuci. Molekul sabun terdiri atas rantai seperti hidrokarbon yang panjang, terdiri

atas atom karbon dengan gugus yang sangat polar atau ionik pada satu ujungnya.

Bila sabun dikocok dengan air akan membentuk dispersi koloid, bukannya larutan

sejati, larutan sabun ini mengandung agregat molekul sabun yang disebut misel

(micelle). Rantai karbon nonpolar, atau lipofilik, mengarah kebagian pusat misel.

Ujung molekul yang polar, atau hidrofilik membentuk permukaan misel yang

berhadapan dengan air. Pada sabun biasa, bagian luar dari setiap misel bermuatan

negatif, dan ion natrium yang positif berkumpul di dekat keliling setiap misel.

Dalam kerjanya untuk menyingkirkan kotoran, molekul sabun mengelilingi dan

9
mengemulsi butiran minyak atau lemak. Ekor lipofilik dari molekul sabun

melarutkan minyak. Peristiwa ini dapat dilihat pada gambar 2.2 berikut ini.

Gambar 2.2. Mekanisme Sabun Sebagai Pembersih

Ujung hidrofilik dari butiran minyak menjulur ke arah air. Dengan cara

ini, butiran minyak terstabilkan dalam larutan air sebab muatan permukaan yang

negatif dari butiran minyak mencegah penggabungan (koalesensi). (Hard Harold,

1984). Secara singkat cara kerja sabun sebagai penghilang kotoran dapat

dijelaskan sebagai berikut : 1. Sabun didalam air menghasilkan busa yang akan

menurunkan tegangan permukaan sehingga kain menjadi bersih dan meresap

lebih cepat kepermukaan kain. 2. Molekul sabun akan mengelilingi kotoran

dengan ekornya dan mengikat molekul kotoran. Proses ini disebut emulsifikasi

karena antara molekul kotoran dan molekul sabun membentuk suatu emulsi. 3.

Sedangkan bagian kepala molekul sabun didalam air pada saat pembilasan

menarik molekul kotoran keluar dari kain sehingga kain menjadi bersih.

(http://www.scribd.com/doc/23977749/pembuatan-sabun)

10
5. Jenis Sabun

Ada beberapa cara untuk mengklasifikasikan sabun. Salah satunya adalah

penggolongan berdasarkan bentuk fisik dan fungsi.

• Sabun batang

Sabun jenis ini biasanya mengandung sodium hydroxide yang diperlukan

untuk mengubah lemak nabati atau hewani cair menjadi sabun keras

melalui proses hidrogenasi dan sukar larut dalam air. Sabun jenis ini bisa

digunakan untuk segala jenis kulit dan kebutuhan. Adapun keunggulan

dari sabun padat adalah lebih ekonomis, lebih cocok untuk kulit

berminyak, kadar pH lebih tinggi dibandingkan sabun cair, lebih mudah

membuat kulit kering, sabun padat memiliki kandungan gliserin yang

bagus untuk mereka yang punya masalah kulit eksim.

Gambar 2.3. Sabun Batang

Sementara kelemahan dari sabun padat itu sendiri yakni boros air apabila

untuk penyembuhan luka, sabun padat lebih menghambat proses tersebut,

ada kemungkinan terkontaminasi bakteri sehingga kemungkinan timbul

penyakit lebih besar dan kurang praktis (Winda, 2009).

11
• Sabun cair

Sabun jenis ini dibuat dari minyak kelapa jernih dan penggunaan alkali

yang berbeda yaitu kalium hidroksida. Bentuknya cair dan tidak

mengental pada suhu kamar. Bentuk sabun cair dapat dilihat pada gambar

2.4 berikut ini.

Gambar 2.4. Sabun Cair

Keunggulan dari sabun cair sendiri yakni lebih praktis, mudah larut di air

sehingga hemat air, mudah berbusa dengan menggunakan spon kain,

terhadap kuman bisa dihindari (lebih higienis),mengandung lebih banyak

pelembab untuk kulit, memiliki kadar pH yang lebih rendah dibanding

sabun padat, dan lebih mudah untuk digunakan (Winda, 2009).

• Shower gel

Sabun dengan kandungan emulsi berupa cocamide DEA, lauramide

DEA, linoleamide DEA, dan oleamide DEA ini berfungsi sebagai

substansi pengental untuk mendapatkan tekstur gel.

Gambar 2.5. Shower Gel

12
6. Bahan Baku Pembuatan Sabun

Bahan baku yang digunakan didasarkan pada beberapa kriteria, antara

lain: faktor manusia dan keamanan lingkungan, biaya, kecocokan dengan bahan-

bahan aditif yang lain, serta wujudnya dan spesifikasi khusus dari produk

jadinya.

Beberapa bahan yang digunakan dalam pembuatan sabun:

1. Tallow.

Tallow adalah lemak sapi atau domba yang dihasilkan oleh industri

pengolahan daging sebagai hasil samping. Kualitas dari tallow ditentukan dari

warna, titer (temperatur solidifikasi dari asam lemak), kandungan FFA, bilangan

saponifikasi, dan bilangan iodin. Tallow dengan kualitas baik biasanya digunakan

dalam pembuatan sabun mandi dan tallow dengan kualitas rendah digunakan

dalam pembuatan sabun cuci. Oleat dan stearat adalah asam lemak yang paling

banyak terdapat dalam tallow.

Gambar 2.6 Tallow

13
Jumlah FFA dari tallow berkisar antara 0,75-7,0 %. Titer pada tallow umumnya

di atas 40°C. Tallow dengan titer di bawah 40°C dikenal dengan nama grease.

Tallow adalah lemak padat pada temperatur kamar dan merupakan hasil

pencampuran Asam Oleat (40-45%), Palmitat (25 – 30%), stearat (15 – 20%).

Sabun dari Tallow digunakan dalam industri sutra dan industri sabun mandi

(Hui,1996).

2. Lard.

Lard merupakan minyak babi yang masih banyak mengandung asam

lemak tak jenuh seperti oleat (60 ~ 65%) dan asam lemak jenuh seperti stearat (35

~ 40%). Jika digunakan sebagai pengganti tallow, lard harus dihidrogenasi parsial

terlebih dahulu untuk mengurangi ketidakjenuhannya. Sabun yang dihasilkan dari

lard berwarna putih dan mudah berbusa.

Gambar 2.7. Lard Oil

3. Palm Oil (minyak kelapa sawit)

Minyak kelapa sawit umumnya digunakan sebagai pengganti tallow.

Minyak kelapa sawit dapat diperoleh dari pemasakan buah kelapa sawit. Minyak

14
kelapa sawit berwarna jingga kemerahan karena adanya kandungan zat warna

karotenoid sehingga jika akan digunakan sebagai bahan baku pembuatan sabun

harus dipucatkan terlebih dahulu. Sabun yang terbuat dari 100% minyak kelapa

sawit akan bersifat keras dan sulit berbusa. Maka dari itu, jika akan digunakan

sebagai bahan baku pembuatan sabun, minyak kelapa sawit harus dicampur

dengan bahan lainnya.

Gambar 2.8. Palm Oil

Minyak kelapa sawit mempunyai 16 nama carbon yang penuh asam lemak

palmitic acid berdasarkan dalam minyak kelapa minyak kelapa sawit sebagian

besar berisikan lauric acid. Minyak kelapa sawit sebagian besarnya tumbuh

berasal alamiah untuk tocotrienol, bagian dari vitamin E. Minyak kelapa sawit

didalamnya banyak mengandung vitamin K dan magnesium (Ketaren, 1987).

Kadar asam lemak yang terkandung di dalam minyak kelapa sawit seperti pada

tabel 2.1. berikut ini.

Tabel 2.1. Kadar Asam Lemak Minyak Sawit

Asam Lemak Rumus Molekul Persentase

Asam Palmitat C51H98O6 44,3 %

15
Asam Stereat C18H36O2 4,6 %

Asam Oleat C18H34O2 10,5 %

Asam Miristat C14H28O2 1,0 %

Asam Linoleat C18H32O2 10,5 %

Lainnya - 0,9 %

Sumber: Ketaren, 1987

4. Coconut Oil (minyak kelapa)

Minyak kelapa merupakan minyak nabati yang sering digunakan dalam

industri pembuatan sabun. Minyak kelapa berwarna kuning pucat dan diperoleh

melalui ekstraksi daging buah yang dikeringkan (kopra). Minyak kelapa memiliki

kandungan asam lemak jenuh yang tinggi, terutama asam laurat, sehingga minyak

kelapa tahan terhadap oksidasi yang menimbulkan bau tengik. Minyak kelapa

juga memiliki kandungan asam lemak kaproat, kaprilat, dan kaprat.

Gambar 2.9. Coconut Oil

16
Minyak kelapa mengandung trigliserida, unsur asam lemak yang sebagian

besar terdiri atas asam laurat dan asam miristat dengan proporsi yang lebih kecil

dari asam kaprit, kaproit, kaprilat, oleat, palmitat dan stearat. (Rowe et al, 2009).

Berikut adalah komposisi asam lemak yang terkandung di dalam minyak kelapa

seperti pada tabel 2.3.

Tabel 2.3. Kandungan asam lemak minyak zaitun


Asam Lemak Rumus Molekul Persentase
Asam Palmitat C51H98O6 7,5 – 20 %
Asam Palmitoleat C51H98O6 0,3 – 5 %
Asam Hepatodecenoat - 40, 3 %
Asam Stereat C18H36O2 0,5 – 5 %
Asam Oleat C18H34O2 55 - 83 %
Asam Linolenat C18H30O2 3,5 - 21 %
Asam Miristat C14H28O2 40 %
Asam Linoleat C18H32O2 40,9 %
Sumber: Rowe et al, Hanbook of Pharmaceutical, 2009)

5. Palm Kernel Oil (minyak inti kelapa sawit)

Minyak inti kelapa sawit diperoleh dari biji kelapa sawit. Minyak inti

sawit memiliki kandungan asam lemak yang mirip dengan minyak kelapa

sehingga dapat digunakan sebagai pengganti minyak kelapa. Minyak inti sawit

memiliki kandungan asam lemak tak jenuh lebih tinggi dan asam lemak rantai

pendek lebih rendah daripada minyak kelapa.

17
Gambar 2.10. Palm Kernel Oil

Kandungan minyak inti kelapa ini yaitu : asam laurat 40-52%, asam

miristat 14-18%, asam oleat 11-19%, asam palmitat 7-9%, asam kaprat 3-7%,

asam kaprilat 3-5%, asam stearat 1-3%, dan asam linoleat 2% (Rowe et al, 2009)

6. Palm Oil Stearine (minyak sawit stearin)

Minyak sawit stearin adalah minyak yang dihasilkan dari ekstraksi asam-

asam lemak dari minyak sawit dengan pelarut aseton dan heksana.

Kandungan asam lemak terbesar dalam minyak ini adalah stearin.

Gambar 2.11. Palm Oil Stearine

Kandungan asam lemak terbesar dalam minyak ini adalah asam palmitat 52-58%

dan asam oleat 27-32%. Selain itu juga terdapat asam linoleat 6,6-8,2%, asam

18
stearat 4,8-5,3%, asam miristat 1,2-1,3%, asam laurat 0,1- 0,4% (Rowe et al,

2009)

7. Marine Oil

Marine oil berasal dari mamalia laut (paus) dan ikan laut. Marine oil

memiliki kandungan asam lemak tak jenuh yang cukup tinggi, sehingga harus

dihidrogenasi parsial terlebih dahulu sebelum digunakan sebagai bahan baku.

(Hui, 1996)

Gambar 2.12. Marine Oil


8. Castor Oil (minyak jarak)

Minyak ini berasal dari biji pohon jarak dan digunakan untuk membuat

sabun transparan. Minyak ini digunakan sebagai bahan baku sabun untuk

menghasilkan busa yang lembut, melembutkan dan melembabkan kulit. Jika

terlalu banyak digunakan akan menghasilkan sabun yang lembek.

19
Gambar 2.13. Castor Oil

Biji tanaman jarak terdiri dari 75% daging biji, dan 25% kulit. Daging biji

jarak ini bisa memberikan rendemen 54% minyak. Minyak jarak berwarna bening

dan dapat dimanfaatkan sebagai kosmetika, bahan baku pembuatan biodisel dan

sabun. Minyak jarak mempunyai massa jenis 0,957-0,963 kg/liter, bilangan

iodium 82-88 g I2/100 g, bilangan penyabunan 176-181 mg KOH/g. Minyak jarak

mengandung komponen gliserida atau dikenal sebagai senyawa ester. Gliserida

tersebut tersusun dari asam lemak dan gliserol. Asam lemak yang terdapat pada

gliserida maupun asam lemak bebas bisa dibuat menjadi sabun bila direaksikan

dengan kaustik dan reaksi tersebut dikenal dengan saponifikasi. Komposisi asam

lemak minyak jarak terdiri dari asam riccinoleat sebanyak 86%, asam oleat 8,5%,

asam linoleat 3,5%, asam stearat 0,5-2,0%, asam dihidroksi stearat 1-2%. (Hui,

1996)

9. Olive Oil (minyak zaitun)

Minyak zaitun berasal dari ekstraksi buah zaitun. Minyak zaitun dengan

kualitas tinggi memiliki warna kekuningan. Sabun yang berasal dari minyak

zaitun memiliki sifat yang keras tapi lembut bagi kulit.

20
Gambar 2.14. Olive Oil

Minyak zaitun berasal dari ekstraksi buah zaitun. Minyak zaitun dengan

kualitas tinggi memiliki warna kekuningan. Sabun yang berasal dari minyak

zaitun memiliki sifat yang keras tapi lembut bagi kulit. Zaitun secara alami

mengandung beberapa senyawa yang tak tersabunkan seperti fenol, tokoferol,

sterol, pigmen, dan squalen. Minyak zaitun juga mengandung triasilgliserol yang

sebagian besar di antaranya berupa asam lemak tidak jenuh tunggal jenis oleat.

Kandungan asam oleat tersebut dapat mencapai 55-83 persen dari total asam

lemak dalam minyak zaitun. Kandungan asam lemak minyak zaitun terlihat pada

tabel 2.3. berikut ini.

Tabel 2.3. Kandungan asam lemak minyak zaitun

Asam Lemak Rumus Molekul Persentase

Asam Palmitat C51H98O6 7,5 – 20 %

Asam Palmitoleat C51H98O6 0,3 – 5 %

Asam Hepatodecenoat - 40, 3 %

Asam Stereat C18H36O2 0,5 – 5 %

21
Asam Oleat C18H34O2 55 - 83 %

Asam Linolenat C18H30O2 3,5 - 21 %

Asam Miristat C14H28O2 40 %

Asam Linoleat C18H32O2 40,9 %

Sumber : Rowe et al, Hanbook of Pharmaceutical, 2009)

10. Campuran minyak dan lemak

Pertimbangan ketika memilih suatu campuran lemak untuk pembuatan

sabun, bahwa harus mengandung perbandingan asam lemak jenuh dan tak jenuh

yang tepat, panjang dan pendeknya rantai asam lemak untuk memberikan kualitas

yang diharapkan seperti stabilitas, daya larut, mudah berbusa, kekerasan, dan

kemampuan atau daya membersihkan setelah menjadi produk jadi. Lemak yang

biasa digunakan dalam pembuatan sabun adalah coconut oil, palm kernel oil

(minyak inti sawit), tallow, palm stearine atau palm oil. Grade kedua yaitu sabun

cuci, dimana lemak atau minyak yang biasa digunakan yaitu acid oil, rosin, dan

soft oil juga dapat digunakan.

Persentase tertinggi dari lemak mengandung asam laurat (lauric acid) dan

asam miristat (myristic acid) membuat sabun mempunyai sifat mudah larut dalam

air dingin dan mempunyai sifat pembusaan yang baik. Sabun yang terbuat dari

lemak lunak (soft fats) dan yang mengandung persentase tertinggi asam lemak tak

jenuh membuat sabun menjadi sangat larut dalam air. Sedangkan lemak seperti

tallow dan palm stearine yang mengandung persentase tertinggi asam lemak

jenuh rantai panjang memberikan kekerasan sabun.

22
Dengan mencampurkan lemak-lemak berbeda memungkinkan untuk

memperoleh sabun jadi dengan sifat-sifat optimum untuk kegunaan yang

diharapkan (Iftikhar, Ahmad. 1981)

11. Alkali

Jenis alkali yang umum digunakan dalam proses saponifikasi adalah

NaOH, KOH, Na2CO3, NH4OH, dan ethanolamines. NaOH, atau yang biasa

dikenal dengan soda kaustik dalam industri sabun, merupakan alkali yang paling

banyak digunakan dalam pembuatan sabun keras. KOH banyak digunakan dalam

pembuatan sabun cair karena sifatnya yang mudah larut dalam air. Na 2CO3 (abu

soda/natrium karbonat) merupakan alkali yang murah dan dapat menyabunkan

asam lemak, tetapi tidak dapat menyabunkan trigliserida (minyak atau lemak).

Bahan baku pendukung digunakan untuk membantu proses penyempurnaan sabun

hasil saponifikasi (pegendapan sabun dan pengambilan gliserin) sampai sabun

menjadi produk yang siap dipasarkan.

Bahan-bahan tersebut adalah NaCl (garam) dan bahan-bahan aditif.

1. NaCl

NaCl merupakan komponen kunci dalam proses pembuatan sabun.

Kandungan NaCl pada produk akhir sangat kecil karena kandungan NaCl yang

terlalu tinggi di dalam sabun dapat memperkeras struktur sabun. NaCl yang

digunakan umumnya berbentuk air garam (brine) atau padatan (kristal). NaCl

digunakan untuk memisahkan produk sabun dan gliserin. Gliserin tidak

23
mengalami pengendapan dalam brine karena kelarutannya yang tinggi, sedangkan

sabun akan mengendap. NaCl harus bebas dari besi, kalsium, dan magnesium

agar diperoleh sabun yang berkualitas.

2. Bahan aditif

Bahan aditif merupakan bahan-bahan yang ditambahkan ke dalam sabun

yang bertujuan untuk mempertinggi kualitas produk sabun sehingga menarik

konsumen. Bahan-bahan aditif tersebut antara lain : Builders, Fillers inert,

Anti3oksidan, Pewarna, dan parfum.

a. Builder (Bahan Penguat)

Builders digunakan untuk melunakkan air sadah dengan cara mengikat

mineral mineral yang terlarut pada air, sehingga bahan bahan lain yang berfungsi

untuk mengikat lemak dan membasahi permukaan dapat berkonsentrasi pada

fungsi utamanya. Builder juga membantu menciptakan kondisi keasaman yang

tepat agar proses pembersihan dapat berlangsung lebih baik serta membantu

mendispersikan dan mensuspensikan kotoran yang telah lepas. Umumnya yang

sering digunakan sebagai builder adalah senyawa senyawa kompleks fosfat,

natrium sitrat, natrium karbonat, natrium silikat atau zeolit.

b. Filler (Bahan Pengisi)

Selain itu, perlu ditambahkan zat pengisi (filler) untuk menekan biaya

supaya lebih murah. Adanya perbedaan komposisi pada lemak dan minyak

menyebabkan sifat fisik berbeda dan hasil lemak serta sabun berbeda pula. Untuk

memperoleh sabun yang memperoleh sabun yang berwarna putih, gravity spesifik

24
4,17, tidak larut dalam air panas dan dingin. TiO 2 ada dalam tiga kristal : anatase,

brookit, dan rutile. Biasanya diperoleh secara sintetik.

Rutile adalah bentuk yang stabil terhadap perubahan suhu apabila

diperoleh secara luas sebagai monokristal yang transparan. Titanium dioksida

digunakan dalam elektrolit, plastik dan industri keramik karena sifat listriknya.

Selain itu, ia sangat stabil terhadap perubahan suhu dan resisten terhadap

serangan kimia. Ia tereduksi sebagian ole hidrogen dan karbon monoksida.

Titanium oksida murni dipreparasi dari titanium tetraklorida yang dimurnikan

dengan destilasi ulang. Kegunaan titanium oksida antara lain dalam vitreus

enamel, industri elektronik, katalis dan pigmen zat warna. TiO 2 adalah zat warna

putih yang dominan di usaha karena mempunyai sifat : indeks refraksi tinggi dan

non toksik. (Supena, 2007). Filler (bahan pengisi) ini berfungsi sebagai pengisi

dari seluruh campuran bahan baku. Pemberian bahan ini berguna untuk

memperbanyak atau memperbesar volume. Keberadaan bahan ini dalam

campuran bahan baku sabun semata mata ditinjau dari aspek ekonomis. Pada

umumnya, sebagai bahan pengisi sabun digunakan sodium sulfat. Bahan lain

yang sering digunakan sebagai bahan pengisi, yaitu tetra sodium pyrophosphate

dan sodium sitrat. Bahan pengisi ini berwarna putih,berbentuk bubuk, dan mudah

larut dalam air.

c. Bahan Antioksidan

EDTA (ethylene diamine tetra acetate) ditambahkan dalam sabun untuk

membentuk kompleks (pengkelat) ion besi yang mengkatalis proses degradasi

oksidatif. Degradasi oksidatif akan memutuskan ikatan rangkap pada asam lemak

25
membentuk rantai lebih pendek, aldehid dan keton yang berbau tidak enak.

EDTA adalah reagen yang bagus, selain membentuk kelat dengan semua kation,

kelat ini juga cukup stabil untuk metode titriametil. Bahan antioksidan pada sabun

juga dapat menstabilkan sabun terutama pada bau tengik atau rancid. Natrium

Silikat, natrium hiposulfid, dan natrium tiosulfat diketahui dapat digunakan

sebagai antioksidan. Stanous klorida juga merupakan antioksidan yang sangat

kuat dan juga dapat memutihkan sabun atau sebagai bleaching agent. (Hanseng,

2013)

d. Bahan Pewarna

Bahan ini berfungsi untuk memberikan warna kepada sabun. Ini ditujukan

agar memberikan efek yang menarik bagi konsumen untuk mencoba sabun

ataupun membeli sabun dengan warna yang menarik. Biasanya warna warna

sabun itu terdiri dari warna merah, putih, hijau maupun orange.

e. Bahan Pewangi

Parfum termasuk bahan pendukung. Keberadaaan parfum memegang

peranan besar dalam hal keterkaitan konsumen akan produk sabun. Artinya,

walaupun secara kualitas sabun yang ditawarkan bagus, tetapi bila salah memberi

parfum akan berakibat fatal dalam penjualannya. Parfum untuk sabun berbentuk

cairan berwarna kekuning kuningan dengan berat jenis 0,9 g/ml. Dalam

perhitungan, berat parfum dalam gram (g) dapat dikonversikan ke mililiter.

Sebagai patokan 1 g parfum = 1,1 ml.

Pada dasarnya, jenis parfum untuk sabun dapat dibagi ke dalam dua jenis,

yaitu parfum umum dan parfum ekslusif. Parfum umum mempunyai aroma yang

26
sudah dikenal umum di masyarakat seperti aroma mawar dan aroma kenanga.

Pada umumnya, produsen sabun menggunakan jenis parfum yang ekslusif.

Artinya, aroma dari parfum tersebut sangat khas dan tidak ada produsen lain yang

menggunakannya. Kekhasan parfum ekslusif ini diimbangi dengan harganya yang

lebih mahal dari jenis parfum umum.

Ada beberapa karaktersitik yang perlu diperhatikan dalam memilih bahan

dasar sabun antara lain:

• Warna

Lemak dan minyak yang berwarna terang merupakan minyak yang bagus untuk

digunakan sebagai bahan pembuatan sabun.

• Angka Saponifikasi

Angka Saponifikasi adalah angka yang terdapat pada milligram kalim hidroksida

yang digunakan dalam proses saponifikasi sempurna pada satu gram minyak.

Angka saponifikasi digunakan untuk menghitung alkali yang dibutuhkan dalam

saponifikasi secara sempurna pada lemak atau minyak.

• Bilangan Iod

Bilangan iod digunakan untuk menghitung katidakjenuhan minyak atau

lemak, semakin besar angka iod, maka asam lemak tersebut semakin tidak jenuh.

Dalam pencampurannya, bilangan iod menjadi sangat penting yaitu untuk

mengidentifikasi ketahanan sabun pada suhu tertentu. (Sherly, 2009).

C. Minyak Jelantah

1. Pengertian Minyak Jelantah

27
Minyak goreng adalah minyak nabati yang dimana memiliki masa

penggunaan yang terbatas dalam pemakaiannya.Oleh karena itu, minyak goreng

yang melewati masa pengunaannya harus digantikan dengan minyak goreng yang

baru.Minyak goreng yang tidak bisa dipakai inilah yang biasa disebut dengan

minyak jelantah. Minyak goreng dapat digunakan hingga 3-4 kali penggorengan

(Kapitan, 2013). Akan tetapi, jika minyak goreng digunakan berulang kali, maka

asam lemak yang terkandung akan semakin jenuh dan akan berubah warna.

Minyak goreng bekas tersebut dikatakan telah rusak atau dapat disebut minyak

jelantah dan kurang baik untuk dikomsumsi. Penggorengan makanan pada suhu

tinggi, yang dilakukan dengan menggunakan minyak yang memiliki kadar asam

lemak jenuh yang tinggi, mengakibatkan makanan menjadi berbahaya bagi

kesehatan (Hanjarvelianti 2020).

Pemanasan minyak goreng yang lama dan berulang akan menghasilkan

senyawa peroksida,senyawa peroksida ini merupakan radikal bebas yang bersifat

racun bagi tubuh. Batas maksimal bilangan peroksida dalam minyak goreng yang

layak dikonsumsi manusia adalah 10 mEq/ kg minyak goreng.Namun, umumnya

minyak jelantah memiliki bilangan peroksida 20-40 mEq/kg sehingga tidak

memenuhi standar mutu bagi kesehatan (Thadeus, 2012).

2. Dampak Minyak Jelantah

Minyak goreng bekas yang terserap oleh makanan yang digoreng dan

termakan oleh manusia akan masuk dan dicerna di dalam tubuh manusia. Minyak

goreng bekas yang masuk ke dalam tubuh manusia ini jika dibiarkan bertahun-

28
tahun menumpuk di dalam tubuh akan menimbulkan penyakit bagi manusia,

meskipun efeknya akan terlihat dalam jangka panjang (Asyiah, 2009). Beberapa

potensi dampak buruk bagi kesehatan dapat terjadi akibat terlalu banyak

mengkonsumsi minyak goreng bekas, misalnya adalah deposit lemak yang tidak

normal, kanker, kontrol tak sempurna pada pusat syaraf (Suryandari, 2014).

Konsumsi minyak jelantah dapat menyebabkan berbagai jenis gangguan

kesehatan. Gangguan kesehatan tersebut antara lain terdapatnya kerusakan di usus

halus, pembuluh darah, jantung, dan hati. Kerusakan beberapa organ tubuh karena

penggunaan minyak goreng yang berulang terjadi akibat teroksidasinya asam

lemak tak jenuh yang membentuk radikal bebas. Radikal bebas akan mengganggu

permeabilitas membran, homeostasis osmotik, dan integritas dari enzim yang

menyebabkan kematian sel sampai terbentuk abses. Pada kerusakan usus halus

terdapat abses kripta dan infiltrasi sel radang PMN pada bagian epitel, mukosa,

submukosa sampai transmural usus halus. Kerusakan pada pembuluh darah akibat

penggunaan minyak goreng secara berulang dapat menyumbat pembuluh darah.

Asam lemak bebas yang terbentuk akibat penggunaan minyak goreng

berulang akan menutupi lumen pembuluh darah dan terbentuk plak aterosklerotik

yang akan mengecilkan lumen pembuluh darah akibat menempelnya lemak,

makrofag, serta platelet yang melekat pada tunika intima dan tunika media

pembuluh darah. Sebabkan menurunya suplai darah ke jantung terjadilah iskemik.

Nekrosis juga dapat terbentuk akibat dari terbentuknya radikal bebas selama

penggorengan minyak secara berulang, terjadilah degenerasi sel. Penggunaan

minyak jelantah dapat juga menyebabkan jejas pada hati baik itu reversibel

29
ataupun irreversible. Jejas reversibel adalah jejas yang dapat kembali normal saat

faktor pencetusnya hilang, Sedangkan jejas irreversibel adalah jejas yang tak

dapat kembali kekeadaan semula. Jejas reversibel dapat berupa pembengkakan

hati. Jejas irreversibel dapat berupa nekrosis, fibrosis, serta sirosis sel-sel hepar.

Peningkatan konsumsi minyak goreng pada akhirnya akan berdampak

terhadap semakin meningkatnya limbah minyak goreng atau minyak jelantah yg

dihasilkan. Limbah minyak goreng atau minyak jelantah memiliki dampak negatif

terhadap lingkungan. Potensi limbah minyak jelantah menjadi sangat besar karena

belum maksimal penggunaannya sehingga dapat menjadi air limbah domestik.

Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 112 tahun 2003 tentang

baku mutu air limbah domestik, yang dimaksud dengan air limbah domestik

adalah air limbah yang berasal dari usaha dan atau kegiatan pemukiman, rumah

makan, perkantoran perniagaan, apartemen dan asrama.

Dampak pembuangan minyak jelantah yang paling sering dirasakan oleh

masyarakat atau ibu rumah tangga adalah minyak dapat membeku di pipa saluran

air buangan, sehingga membuat pipa buangan jadi tersumbat. Masalah besar lain

yang dihadapi jika limbah minyak goreng dibuang secara sembarangan ke

lingkungan dapat menyebabkan pencemaran bagi lingkungan. Limbah minyak

goreng atau minyak jelantah yg dibuang ke perairan dapat menyebabkan rusaknya

ekosistem perairan karena meningkatnya kadar Chemical Oxygen Demind (COD)

serta Biological Oxygen Demind (BOD) yang disebabkan tertutupnya permukaan

air dengan lapisan minyak sehingga sinar matahari tidak dapat masuk ke perairan,

30
akibatnya biota-biota perairan mengalami kematian yang akhirnya akan

mengganggu ekosistem perairan tersebut (Abduh, 2018).

4. Ekstrak Bahan Herbal

Ekstrak bahan herbal adalah saripati dari tanaman yang megandung obat

yang sangat bermanfaat untuk Kesehatan. Banyak sekali tanaman herbal yang

dimanfaatkan untuk Kesehatan dan sebagai obat penyembuh penyakit. Maka dari

itu kegunaan bahan herbal pada sabun juga mempunyai nilai tambah bagi

kesehatan. Berikut adalah beberapa contoh tanaman herbal yang digunakan

sebagai bahan pembuatan sabun yaitu srih, sereh dan lidah buaya :

1. Sirih

Sirih adalah tanaman asli Indonesia yang tumbuh merambat atau bersandar

pada batang pohon lain. Sirih dikenal dalam masing-masing bahasa dengan nama

yang khas, yaitu: suro (Jawa), sireh (Melayu), bido (Ternate), base (Bali),

dan amo (Ambon). Sebagai budaya dau dan buahnya biasa dikunyah bersama

gambir, pinang, tembakau dan kapur. Namun mengunyah sirih telah dikaitkan

dengan penyakit kanker mulut dan pembentukan squamous cell carcinoma yang

bersifat malignan. Juga kapurnya membuat pengerutan gusi (periodentitis) yang

dapat membuat gigi tanggal, walaupun daun sirihnya yang mengandung antiseptik

pencegah gigi berlubang.

Sirih digunakan sebagai tanaman obat (fitofarmaka); sangat berperan dalam

kehidupan dan berbagai upacara adat rumpun Melayu. Di Indonesia, sirih

merupakan flora khas provinsi Kepulauan Riau. Masyarakat Kepulauan Riau

31
sangat menjunjung tinggi budaya upacara makan sirih khususnya saat upacara

penyambutan tamu dan menggunakan sirih sebagai obat berbagai jenis penyakit.

Walaupun demikian tanaman sirih banyak dijumpai di seluruh Indonesia,

dimanfaatkan atau hanya sebagai tanaman hias.

Tanaman merambat ini bisa mencapai tinggi 15 m. Batang sirih berwarna

coklat kehijauan,berbentuk bulat, beruas dan merupakan tempat keluarnya akar.

Daunnya yang tunggal berbentuk jantung, berujung runcing, tumbuh berselang-

seling, bertangkai, dan mengeluarkan bau yang sedap bila diremas. Panjangnya

sekitar 5 – 8 cm dan lebar 2 – 5 cm. Bunganya majemuk berbentuk bulir dan

terdapat daun pelindung ± 1 mm berbentuk bulat panjang. Pada bulir jantan

panjangnya sekitar 1,5 – 3 cm dan terdapat dua benang sari yang pendek sedang

pada bulir betina panjangnya sekitar 1,5 – 6 cm dimana terdapat kepala putik tiga

sampai lima buah berwarna putih dan hijau kekuningan. Buahnya buah buni

berbentuk bulat berwarna hijau keabu-abuan. Akarnya tunggang, bulat dan

berwarna coklat kekuningan.

Gambar 2.1 Tanaman sirih (Piper betle L)

32
Minyak atsiri dari daun sirih mengandung minyak terbang

(betIephenol), seskuiterpen, pati, diatase, gula dan zat samak dan kavikol yang

memiliki daya mematikan kuman, antioksidasi dan fungisida, anti jamur. Sirih

berkhasiat menghilangkan bau badan yang ditimbulkan bakteri dan cendawan.

Daun sirih juga bersifat menahan perdarahan, menyembuhkan luka pada kulit, dan

gangguan saluran pencernaan. Selain itu juga bersifat mengerutkan, mengeluarkan

dahak, meluruhkan ludah, hemostatik, dan menghentikan pendarahan. Biasanya

untuk obat hidung berdarah, dipakai 2 lembar daun segar Piper betle, dicuci,

digulung kemudian dimasukkan ke dalam lubang hidung. Selain itu, kandungan

bahan aktif fenol dan kavikol daun sirih hutan juga dapat dimanfaatkan

sebagai pestisida nabati untuk mengendalikan hama penghisap

2. Sereh Wangi

Gambar 2.2 Sereh wangi (Cymbopogon nardus)

Tanaman sereh wangi (Cymbopogon nardus) atau Cymbopogon

winterianus, adalah tanaman jenis rerumputan yang memiliki dedaunan tajam.

33
Geranium merupakan aroma sereh, yang biasa dijual sebagai tanaman pengusir

nyamuk, tetapi tidak cukup untuk mengusir kutu busuk Tumbuhan sereh adalah

rumput yang membentuk cluster, bertahan lama, dapat tumbuh setinggi 1 -1,5 m

dan lebar 3-4 kaki (1 m). Sereh adalah tanaman lokal untuk lingkungan tropis

Asia. Seperti di Indonesia, Jawa, Burma, India, dan Sri Lanka untuk digunakan

dalam anti-agen serangga, pembersih, dan lilin. Khasiat alami lain dari tanaman

sereh meliputi: menenangkan sakit kepala, tekanan, dan nyeri penurun demam

pelemas otot atau antispasmodik terhadap bakteri, anti mikroba, meredakan, dan

melawan minyak parasit dari tanaman digunakan dalam banyak bahan pembersih

(Larum, D. 2018).

Citral dari sereh wangi juga dapat digunakan sebagai prekursor atau

building blocks untuk sintesis B-ionine, yang digunakan dalam sintesis senyawa-

senyawa aromatik, vitamin A, vitamin E, karotenoid, dan produk-produk

farmasetik lainnya (Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Barat. 2017. Sereh Wangi).

3. Lidah buaya

Lidah buaya atau yang dikenal dengan nama ilmiahnya aloe vera merupakan

salah satu tanaman yang cukup banyak ditemui di wilayah Indonesia. Tanaman

satu ini dipercaya memiliki beragam khasiat bagi tubuh. Manfaat lidah

buaya tersebut banyak digunakan untuk pengobatan serta perawatan kulit

manusia. Hal ini tidak terlepas karena kandungan dari nutrisi yang ada pada

tanaman lidah buaya tersebut.

34
Gambar 2.3 Sereh wangi (Cymbopogon nardus)

Tanaman dengan tekstur tepi bergerigi tersebut memiliki tiga lapisan yang

mana lapisan pertama fungsinya sebagai pelindung dan juga tempat sintesis dari

karbohidrat dan protein. Lapisan kedua yang juga disebut lateks merupakan

lapisan getah kuning yang pahit. Pada lapisan kedua ini, banyak mengandung

antrakuinon dan glikosida yang sifatnya antioksidan bagi tubuh. Lapisan ketiga

diisi oleh gel jernih yang mengandung 99% air. Adapun selain air, lapisan ketiga

tersebut juga mengandung asam amino, glukomanan, lipid, vitamin dan juga

sterol.

Lidah buaya memiliki berbagai kandungan nutrisi yang membuat manfaat

lidah buaya ini begitu banyak bagi kesehatan dan perawatan kulit. Nutrisi lidah

buaya beserta manfaatnya diantaranya adalah .

1.     Enzim

Pada lidah buaya mengandung 8 enzim penting yang bermanfaat bagi kesehatan,

antara lain yakni selulase, katalase, alkaline phosphatase, bradykinase, amylase,

carboxy peptidase, aliase, peroksidase dan lipase. Enzim bradykinase ini diyakini

35
dapat mengurangi peradangan ketika diterapkan pada kulit topikal. Adapun enzim

lain dapat membantu tubuh dalam pemecahan lemak dan gula.

2.     Vitamin

Aloe vera juga mengandung beberapa vitamin yang baik bagi tubuh, antara lain

vitamin C, vitamin E dan vitamin A yang berbentuk beta-karoten. Ketiga jenis

vitamin tersebut merupakan vitamin antioksidan bagi tubuh. Vitamin C sendiri

penting dalam proses pembentukan zat besi, pendukung sistem kekebalan, dan

menjaga kesehatan gigi dan tulang. Lebih lanjut, vitamin lain yang terkandung

dalam lidah buaya yakni asam folat (B9), B12, dan kolin.

3.     Mineral

Selain mengandung vitamin, tanaman aloe vera juga mengandung beragam

mineral di antaranya, selenium, kalsium, magnesium, kalium, natrium, mangan,

seng, tembaga dan kromium. Mineral tersebut berperan penting untuk mengelola

sistem enzim pada aliran metabolisme tubuh untuk menjadi antioksidan.

5. Ekstraksi

Ekstraksi adalah proses penarikan kandungan kimia yang dapat larut dari

suatu serbuk simplisia, sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut.

Ekstrak adalah sediaan kental yang diperoleh dengan mengekstraksi senyawa

aktif dari simplisia nabati atau hewani menggunaakan pelarut yang sesuai,

kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk

yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah

ditetapkan.

36
Ekstraksi merupakan suatu proses penarikan senyawa dari

tumbuhtumbuhan, hewan dan lain-lain dengan menggunakan pelarut tertentu.

Ekstraksi bisa dilakukan dengan berbagai metode yang sesuai dengan sifat dan

tujuan ekstraksi. Pada proses ekstraksi dapat digunakan sampel dalam keadaan

segar atau yang telah dikeringkan, tergantung pada sifat tumbuhan dan senyawa

yang akan diisolasi. Penggunaan sampel segar lebih disukai karena penetrasi

pelarut yang digunakan selama penyarian kedalam membran sel tumbuhan

secara difusi akan berlangsung lebih cepat, selain itu juga mengurangi

kemungkinan terbentuknya polimer berupa resin atau artefak lain yang dapat

terbentuk selama proses pengeringan. Penggunaan sampel kering dapat

mengurangi kadar air didalam sampel sehingga mencegah kemungkinan

rusaknya senyawa akibat aktivitas anti mikroba. (Depkes RI, 2002)

Terdapat beberapa metode ekstraksi dengan pelarut cair, antara lain cara

dingin yaitu maserasi dan perkolasi, serta cara panas yaitu refluks,

sokletasi,digesti, infuse, dekok. Berikut adalah penjelasan singkat beberapa

metode ekstraksi (Depkes RI, 2002).

1. Cara Dingin

a. Maserasi

Maserasi atau maserace yang berarti mengairi atau melunakkan

merupakan cara ekstraksi yang paling sederhana. Dilakukan dengan cara

merendam bahan simplisia yang telah dihaluskan dengan derajat kehalusan yang

cocok ke dalam bejana tertutup dengan cairan penyari, kemudian simpan di

37
tempat yang terlindungi dari cahaya langsung selama 5 hari sambil sesekali

diaduk (voight, 1995).

Kelebihan cara maserasi adalah alat dan cara yang digunakan sederhana,

dapat digunakan untuk zat yang tahan dan tidak tahan pemanasan. Kelemahan

cara maserasi adalah banyak pelarut yang terpakai, waktu yang dibutuhkan

cukup lama

b. Perkolasi

Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai

sempurna (exhaustive extraction) yang umumnya dilakukan pada temperatur

ruangan. Proses terdiri dari tahapan pengembangan bahan, tahap maserasi

antara, tahap perkolasi sebenarnya (penetesan atau penampungan ekstrak), terus

menerus sampai diperoleh ekstrak (perkolat) yang jumlahnya 1-5 kali bahan.

2. Cara Panas

a. Refluks

Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik

didihnya,selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan

dengan adanya pendingin balik. Umumnya dilakukan pengulangan proses pada

residu pertama sampai 3-5 kali sehingga dapat termasuk proses ekstraksi

sempurna.

b. Soklet

Sokletasi merupakan suatu cara pengekstraksian tumbuhan dengan

memakai alat soklet. Pada cara ini pelarut dan simplisia ditempatkan secara

terpisah. Sokletasi digunakan untuk simplisia dengan khasiat yang relatif stabil
38
dan tahan terhadap pemanasan. Prinsip sokletasi adalah penyarian secara terus

menerus sehingga penyarian lebih sempurna dengan memakai pelarut yang

relatif sedikit. Jika penyarian telah selesai maka pelarutnya diuapkan dan sisanya

adalah zat yang tersari. Biasanya pelarut yang digunakan adalah pelarut yang

mudah menguap atau mempunyai titik didih yang rendah.

Ekstraksi dengan cara sokletasi mempunyai kelebihan antara lain yaitu

proses ekstraksi simplisia sempurna, pelarut yang digunakan sedikit, proses

isolasi lebih cepat. Kelemahan dari cara sokletasi ini, yaitu tidak dapat digunakan

untuk mengisolasi senyawa yang termolabil atau bahan tumbuhan yang peka

terhadap suhu, memerlukan energi listrik.

c. Digesti

Digesti adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinu) pada

temperatur yang lebih tinggi dari temperatur ruangan (kamar), yaitu secara

umum dilakukan pada temperatur 40-50℃.

d. Infus

Infus adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas air

(bejana infus tercelup dalam penangas air mendidih, temperatur terukur 96-

98℃) selama waktu tertentu (15-20 menit).

e. Dekok

39
Dekok adalah infus pada waktu yang lebih lama dan temperatur sampai titik

didih air. Pelarut yang digunakan untuk ekstraksi dipilih berdasarkan

kemampuannya dalam melarutkan hampir semua metabolit sekunder yang

terkandung. Faktor-faktor yang harus dipertimbangkan dalam pemilihan pelarut di

antaranya adalah selektivitas, kemudahan bekerja, ekonomis, ramah lingkungan,

serta kemanan. Saat ini berlaku aturan bahwa pelarut yang diperbolehkan adalah

air dan etanol atau campuran dari keduanya (Depkes RI, 2002). Produk yang

dihasilkan dari suatu proses ekstraksi disebut ekstrak, yaitu sediaan kental yang

diperoleh dengan mengekstraksi senyawa aktif dari simplisia menggunakan

pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan

(Depkes RI, 2000).

Saponifikasi

Saponifikasi adalah reaksi pembentukan sabun, yang biasanya dengan bahan

awal lemak dan basa. Namalain reaksi saponifikasi adalah reaksi penyabunan.

Dalam pengertian teknis, reaksi saponifikasi melibatkan basa (soda kaustik

NaOH) yang menghidrolisis trigliserinida. Trigliserinida dapat berupa ester asam

lemak membentuk garam karboksilat. Produknya, sabun yang terdiri dari garam

asam-asam lemak. Fungsi sabun dalam keanekaragaman cara adalah sebagia

bahan pembersih. Sabun menurunkan tegangan permukaan air, sehingga

memungkinkan air untuk membasahi bahan yang dicuci dengan lebih efektif.

Sabun bertindak sebagai suatu zat pengemulsi untuk mendispersikan minyak dan

sabun terabsorbsi pada butiran kotoran (Khuzaimah, 2018)

40
Produk saponifikasi ini yaitu sabun yang terdiri dari garam asam-asam

lemak. Fungsi sabun dalam keanekaragaman cara adalah sebagia bahan

pembersih. Sabun menurunkan tegangan permukaan air, sehingga memungkinkan

air untuk membasahi bahan yang dicuci dengan lebih efektif. Sabun bertindak

sebagai suatu zat pengemulsi untuk mendispersikan minyak dan sabun terabsorbsi

pada butiran kotoran (Khuzaimah,2018). Pada penelitian ini, dilakukan

pencampuran NaOH harus disamakan suhunya terlebih dahulu, karena suhu

merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi laju reaksi. Jika suhu dinaikan

maka laju reaksi semakin besar karena kalor yang diberikan akan menambah

energi kinetik partikel pereaksi, akibatnya jumlah dari energi tumbukan

bertambah besar, begitupun sebaliknya. Larutan yang telah sama suhunya

kemudian dicampurkan (Khuzaimah, 2018)

a. Metode Makalah

Makalah ini menggunakan metode eksperimen untuk melakukan

pembuktian pembuatan sabun dengan penambahan bahan alami herbal berupa

ektrak sereh menggunakan minyak jelantah dalam pembelajaran Proses Industri

Kimia di Program Keahlian Teknik Kimia SMK Negeri 1 Boyolangu. Penggunaan

minyak jelantah yang merupakan limbah dan dimanfaatkan untuk bahan baku

pembuatan sabun ini juga bertujuan untuk meningkatkan kepedulian siswa

terhadap lingkungan dan pemanfaatan limbah menjadi barang bernilai guna.

Makalah eksperimen merupakan metode yang digunakan peneliti untuk

mengetahui pengaruh sebab akibat antara variabel independen dan dependen.

41
Metode penelitian eksperimen termasuk dalam metode penelitian kuantitatif.

Fraenkel dan Wallen (2009) menyatakan bahwa eksperimen berarti mencoba,

mencari, dan mengkonfirmasi. Gordon L Patzer (1996) menyatakan bahwa

hubungan kausal atau sebab akibat adalah inti dari penelitian eksperimen.

Hubungan kausal adalah hubungan sebab akibat, hal ini berarti bila variabel

independen diubah-ubah nilainya maka akan merubah nilai dependen. Misalnya,

bila niai insentif dinaik-turunkan maka akan merubah nilai kinerja pegawai.

Ada empat faktor utama dalam penelitian eksperimen, yaitu hipotesis,

variabel independen, variabel dependen, dan subyek. Hipotesis dalam penelitian

eksperimen merupakan keputusan pertama yang ditetapkan oleh peneliti diuji.

Berdasarkan hipotesis tersebut selanjutya dapat ditentukan variabel independen

dan dependen Adapun beberapa bentuk desain eksperimen yang dapat digunakan

dalam penelitian baik untuk skripsi, tesis, maupun disertasi yaitu: Pre-

Experimental Design, True Experimental Design, Factorial Design,  dan  Quasi

Experimental Design.

BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN

42
Metode eksperimen penelitian ini dilakukan di SMK Negeri 1 Boyolangu

di kelas XII Kimia Industri untuk mata pelajaran Proses Industri Kimia pada

Kompetensi Dasar 3.14 menerapkan pembuatan sabun dan detergen dan 4.14

membuat sabun dan detergen. Pembelajaran dilakukan di laboratorium Kimia

Industri dengan bahan baku berupa limbah minyak jelantah yang mudah dijumpai

di lingkungan sekitar, mengoptimalkan aktifitas dan kompetensi siswa serta

kepedulian terhadap lingkungan dan alam.

A. Prosedur Eksperimen

Jenis penelitian ini adalah eksperimental dengan melakukan pembuatan sabun

padat bahan baku minyak jelantah dengan penambahan NaOH dan air serah

Alat, Bahan Dan Prosedur Kerja

Bahan yang digunakan dalam pembuatan sabun padat herbal ektrak sereh antara

lain:

- Minyak Jelantah 100 mL

-Aquades 40 mL

-Sereh wangi 15 lbr

- Arang kayu 25 gr

-NAOH 19 gr

-Asam stearate 40 gr

-Alcohol 95% 120 mL

-Gula 60 gr

43
- Pewarna Makanan 8 gr

Alat yang digunakan dalam pembuatan sabun yaitu :

Pengaduk (Mixer) Timbangan Analitik


Blender Spatula
Pisau Saringan
Wadah Plastik Sarung Tangan karet
Masker

Prosedur kerja dalam pembuatan sabun sereh ini terdapat 3 tahapan (Maritha,

2021) yaitu :

1. Tahap penjernihan

Tahap ini bertujuan untuk menghilangkan warna gelap dan bau pada minyak

jelantah.

- Minyak jelantah sisa penggorengan dipisahkan dari padatan atau kotoran

sehingga minyak berupa cairan saja.

- Minyak hasil penyaringan, dimurnikan menggunakan absorben arang

kayu. Proses pemurnian membutuhkan waktu selama 24 jam, hasil dari

pemurnian minyak ini diharapkan minyak yang lebih jernih dan tidak

berbau.

• Setelah jernih, minyak jelantah disaring dari material padat. Setelah

mendapatkan minyak jelantah yang telah mengalami proses pemurnian maka

limbah minyak jelantah tersebut dibuat menjadi sabun padat.

44
2. Tahap pembuatan larutan NaOH

Melakukan pelarutan NaOH sebanyak 19 gram ke dalam wadah yang telah berisi

382 gram aquadest.

• Mengaduk larutan hingga homogen.

• Mendiamkan larutan hingga suhu menurun sampai ke suhu ruang (25 0C).

Dalam pelarutan NaOH pemasukan NaOH kedalam wadah yang berisi aquades

tidak boleh dilakukan terbalik karena apabila aquadest yang dimasukkan ke dalam

NaOH dapat menimbulkan gas berbahaya dan memicu terjadinya ledakan. Selain

itu peneliti harus menggunakan APD seperti sarung tangan dan mesker karena

apabila larutan tersebut mengenai kulit dapat menimbulkan kulit gatal hingga

mengelupas, namun apabila telah terkena larutan ini dapat di atasi dengan

mengoleskan cuka apel dibagiankulit yang terkena larutan.

3. Tahap Pembuatan sabun

• Minyak jelantah sebanyak 100 mL dimasukkan ke dalam wadah yang berisi

larutan NaOH kemudian diaduk hingga tercampur, kemudian ditambahkan

juga pewarna.

• Selanjutnya diaduk hingga rata dan mengental selama 3 menit kemudian

sabun tersebut dituang ke dalam cetakan dan didiamkan selama 24 jam

hingga padat.

• Sabun yang telah padat dikeluarkan dari cetakan.

• Sabun padat yang telah jadi didiamkan selama 2 – 4 minggu agar sabun aman

digunakan.

45
Prosedur kerja pembuatan sabun padat dengan sereh

Prosedur kerja dalam penelitian ini terdapat 4 tahapan yaitu :

1. Tahap penjernihan

Tahap ini bertujuan untuk menghilangkan warna gelap dan bau pada minyak

jelantah

• Minyak jelantah sisa penggorengan dipisahkan dari padatan atau kotoran

sehingga minyak berupa cairan saja

• Minyak hasil penyaringan, dimurnikan menggunakan absorben arang kayu.

Proses pemurnian membutuhkan waktu selama 24 jam, hasil dari pemurnian

minyak ini diharapkan minyak yang lebih jernih dan tidak berbau

• Setelah jernih, minyak jelantah disaring dari material padat. Setelah

mendapatkan minyak jelantah yang telah mengalami proses pemurnian maka

limbah minyak jelantah tersebut dibuat menjadi sabun padat.

2. Tahap Pembuatan air sereh

• Daun serah sebanyak 13 gram direndam dengan 10 mL air selama sehari

semalam

• Daun serah kemudian dipotong kecil-kecil dan dimasukkan kedalam blender

untuk dihaluskan dengan penambahan 40 ml air.

• Daun sereh diblender sampai halus selama 15 menit.

• Kemudian bubur daun sereh dibungkus dengan kain lalu diperas untuk di

ambil airnya sebanyak 382.

3. Tahap pembuatan larutan NaOH

46
• Melakukan pelarutan NaOH sebanyak 19 gram ke dalam wadah yang telah

berisi 382 gram air sereh.

• Mengaduk larutan hingga terhomogen.

• Mendiamkan larutan hingga suhu menurun sampai ke suhu ruang (250C).

Dalam pelarutan NaOH pemasukan NaOH kedalam wadah yang berisi

aquades tidak boleh dilakukan terbalik karena apabila aquadest yang

dimasukkan ke dalam NaOh dapat menimbulkan gas berbahaya dan memicu

terjadinya ledakan. Selain itu peneliti harus menggunakan APD seperti sarung

tangan dan mesker karena apabila larutan tersebut mengenai kulit dapat

menimbulkan kulit gatal hingga mengelupas, namun apabila telah terkena

larutan ini dapat di atasi dengan mengoleskan cuka apel dibagiankulit yang

terkena larutan.

2. Tahap Pembuatan sabun

 Minyak jelantah sebanyak 100 mL dimasukkan ke dalam wadah yang

berisi larutan NaOH kemudian diaduk hingga tercampur, kemudian

ditambahkan juga pewarna

 Selanjutnya diaduk hingga rata dan mengental kemudian sabun tersebut

dituang ke dalam cetakan dan didiamkan selama 24 jam hingga padat.

 Sabun yang telah padat dikeluarkan dari cetakan.

 Sabun padat yang telah jadi didiamkan selama 2 – 4 minggu agar sabun

aman digunakan.

47
A. Hasil

1. Proses Pembuatan sabun

Pada penelitian ini pembuatan sabun dilakukan dengan membuat 2 variasi

yaitu sabun dengan campuran air sereh dan sabun tanpa campuran air sereh.

Proses pembuatan sabun ini meliputi Penjernihan sabun, pembuatan air sereh

untuk sabun yang menggunakan campuran sereh, pembuatan larutan NaOH, dan

Pembuatan sabun. Sabun yang telah siap digunakan kemudian akan dilhat

perbedaan kemampuannya dalam membersihkan kotoran melalui uji kualitas dan

uji kuantitas sabun padat antara sabun yang menngunakan campran sereh dan

sapin yang tidak menggunakan campuran sereh. Proses pembuatan sabun yang

dilakukan yaitu :

1. Penjernihan

Proses penjernihan ini bertujuan untuk menghilangkan warna gelap dan bau

minyak (tengik) pada minyak jelantah bekas penggorengan molen. Proses

penjernihan ini dilakukan pada kedua variasi sabun yang akan dibuat. Minyak

jelantah yang telah diambil dari penjual gorengan molen didiamkan terlebih

dahulu hingga suhu ruang (25oC) sehingga tidak mempengaruhi wadah yang

digunakan.

Peneliti menggunakan wadah plastik dalam tahap penjernihan, sehingga apabila

minyak jelantah yang masih panas dimasukkan kedalam wadah palstik dapat

mengakibatkan wadah plastik meleleh maupun bocor. Minyak

48
Jelantah dari sisa penggorengan dipisahkan dari kerak dan kotoran bekas

penggorengan dengan saringan dan dimasukkan kewadah plastik sehingga yang

tertinggal hanya berupa cairan saja. Minyak jelantah yang sudah disaring,

dimasukkan absorben arang kayu sebanyak 25 gram diaduk hingga arang

terendam dan diamkan selama 24 jam. Setelah 24 jam minyak kembali disaring

dengan saringan untuk memisahkan minyak dari absorben atang kayu. Dari proses

penjernihan ini didapatkan minyak jelantah yang lebih jernih dari pada minyak

sebelum di murnikan dan bau minyak (tengik) pada minyak jelantah sudah

berkurang berkurang. Berikut merupakan dokumentasi dari tahan penjernihan:

Gambar 4.1. Penjernihan minyak jelantah

(a) Minyak jelantah dan Absorben arang kayu, (b) Minyak Jelantah setelah 24

Jam

49
2. Pembuatan Air Sereh

Tahap pembuatan air sereh ini hanya dilakukan 1 kali pada pembuatan varian

sabun yang menggunakan air sereh, sedangkan pada varian sabun yang lainnya

menggunakan aqadest secara keseluruhan sebanyak 38 gram.

Tahapan ini diawali dengan menyediakan daun serah wangi sebanyak 13 gram

direndam dengan 10 mL air selama sehari semalam. Daun serah kemudian

dipotong kecil-kecil dan dimasukkan kedalam blender dan ditambahkan 40 ml

aquades kemudian diblender sampai halus selama 15 menit bubur daun sereh

dibungkus dengan kain lalu diperas untuk di ambil airnya. Air sereh ini yang akan

dijadikan sebagai pelarut NaOH. Berikut merupakan dokumentasi dari tahap

pembuatan air sereh:

(a) (b) (c)

Gambar 4.2. Pembuatan ekstrak sereh


(a) Sereh Wangi (b) Potongan Daun Sereh serelah direndam 24jam, (c) Daun
sereh yang akan dihaluskan

2. Pembuatan Larutan NaOH

Proses ini dilakukan dengan cara memasukkan NaOH sebanyak 19 gram ke

dalam wadah yang telah berisi 38 gram aquadest untuk varian sabun tanpa sereh

dan 19 gram NaOH dimasukkan kedalam 32 gram air sereh untuk varian sabun

50
yang menggunakan air sereh. Dalam pelarutan NaOH pemasukan NaOH kedalam

wadah yang berisi aquades maupun aquades dicampur air sereh tidak boleh

dilakukan terbalik karena apabila aquadest yang dimasukkan ke dalam NaOH

dapat menimbulkan gas berbahaya dan memicu terjadinya ledakan. Larutan

kemudian diaduk hingga homogen. Kemudian larutan didiamkan hingga suhu

menurun sampai ke suhu ruang (250C). Selain itu peneliti harus menggunakan

APD seperti sarung tangan dan mesker karena apabila larutan tersebut mengenai

kulit dapat menimbulkan kulit gatal hingga mengelupas, namun apabila telah

terkena larutan ini dapat di atasi dengan mengoleskan cuka apel dibagian kulit

yang terkena larutan. Berikut merupakan dokumentasi dari tahap Pembuatan

Larutan NaOH:

Gambar 4.3. Pembuatan Larutan NaOH


(a) Air Sereh (b) Aquades (c) NaOH (d) Larutan NaOH

3. Pembuatan sabun

Proses pembuatan sabun cuci padat dimulai dari persiapan bahan yang akan

digunakan untuk membuat sabun meliputi minyak jelantah yang telah dimurnikan,

larutan NaOH baik dengan varian sereh maupun larutan NaOH murni, pewarna

makanan, yang selanjutnya dilakukan penimbangan semua bahan. Setelah itu

51
minyak jelantah sebanyak 100 mL dimasukkan ke dalam wadah yang berisi

larutan NaOH kemudian diaduk hingga tercampur, kemudian ditambahkan juga

pewarna makanan . Selanjutnya diaduk hingga rata dan mengental kemudian

sabun tersebut dituang ke dalam cetakan 50 gr dan didiamkan selama 24 jam

hingga padat. Sabun padat yang telah jadi didiamkan selama 2 – 4 minggu agar

sabun aman digunakan. Berikut merupakan dokumentasi dari tahap pembuatan

sabun:

2. Hasil Sabun

Pada penelitian dihasilkan sabun yang merupakan sabun berbentuk padat

dengan cetakan berat 4gr yang mampu menampung sabun sebanyak 25 gr. Sabun

ini kemudian di biarkan selama 24 jam hingga sabun berbentuk padat.

Berdasarkan hasil yang didapatkan dapat di lihat perbandingan jumlah sabun dan

aroma sabun antara sabun yang tidak menggunakan campuran sereh dan sabun

yang tidak menggunakan campuran sereh. Berikut ini merupakan hasil sabun

sabun yang dapat dilihat secara fisik

Gambar 4.4 Hasil sabun yang telah dicetak

3. Jumlah Sabun

52
Jumlah sabun yang dihasilkan dari minyak jelantah dapat dilihat pada tabel

berikut ini :

Tabel 4. 2 Jumlah sabun

NO Jumlah Sabun Tanpa Sabun Dengan


Sereh Sereh
1 Berat sebelum dicetak 155 gr 155 gr

2 Cetakan Sabun 6 6
3 Berat Sabun masing masing 25 gr 25gr
cetakan

4 Berat total setelah kering 140 140

Tabel diatas menunjukkan jumlah sabun yang didapat dari masing masing varian

sabun baik sabun yang tidak menggunakan campuran air sereh maupun sabun

yang menggunakan campuran air sereh. Dari tabel diatas dapat dilihat Minyak

jelantah sebanyak 1 kg yang dibuat dengan campuran air sereh menghasilkan

sabun sebanyak 6 cetakan dengan ukuran 25 gr. Sehingga apabila dijumlahkan

sabun ini memiliki total berat 155 gr. Begitu pula dengan sabun yang tidak

dicampur dengan air sereh menghasilkan sabun sebanyak 6 cetakan dengan

ukuran 25 gr. Sehingga apabila dijumlahkan sabun ini memiliki total berat 155 gr.

Namun setelah 24 jam dicetakan sabun mengeras dan sabun dikeluarkan dari

cetakan sabun terjadi penyusutan sebanyak 5 gr dari masing masing sabun

sehingga berat sabun hanya 2 gr. Total berat sabun yang telah padat secara

keseluruhan terdapat 140 gr.

3. Aroma sabun

53
Sabun yang menggunakan campuran air sereh dan sabun yang tidak menggunakan

campuran air sereh menunjukkan bahwa ada perbedaan dari segi aroma, dimana

sabun yang menggunakan sereh memiliki aroma yang lebih segar dari pada sabun

yang tidak menggunakan sereh. Berbeda dengan sabun yang menggunakan sereh,

sabun yang tidak mengunakan sereh masih terdapat aroma minyak saat sabun di

encerkan dengan aquades. Pada sabun yang menggunakan sereh meskipun sabun

tidak beraroma sereh wangi, bau dari minyak jelantah tidak tercium lagi sehingga

menghasilkan aroma yang lebih segar

4. Kemampuan sabun Secara kualitas

Metode ini dilakukan dengan cara memotong sabun dengan pisau hingga sehalus

mungkin agar mudah larut didalam air. Kemudian sabun yang telah dihaluskan

ditimbang sebanyak 4 gr dengan menggunakan timbangan analitik dan dilarutkan

dalam beaker glass yang telah berisi 50 ml air. Agar larutan sabun dipastikan

terhomogen peneliti melarutkan 4 gr sabun kedalam 50 ml air kemudian dibagi

kedalam 4 beaker glass yang berukuran 1000 ml. Kertas saring yang bersih

kemudian di potong sebanyak 4 lembar untuk masing masing pengaduk cepat

Jartest, kemudian kertas saring dikotori dengan 3 tetes oli bekas dan dimasukkan

kedalam larutan sabun yang telah disiapkan dan ditekan dengan batang pengaduk

agar kertas saring terendam. Kemudian beaker glass diletakkan di dalam Jartes

dan menutunkan pengaduk. Menghidupkan Jartest dan mengatur pengadukan

selama 1 menit. kemudian kertas saring diangkat dan dibilas dengan air.

Perbandingan warna kertas saring antara air bekas pencucian sabun tanpa

54
campuran air sereh dan sabun dengan campuran air sereh dari dapat dilihat pada

gambar berikut ini:

(a) (b)

Gambar 4.5 Hasil pencucian sabun (a) Tanpa sereh (b) Dengan sereh

Gambar kertas saring diatas menunjukan antara kertas saring yang telah

mengalami pengotoran oli dan di cuci dengan sabun tanpa sereh (a) dan sabun

dengan sereh (b) dapat dilihat perbedaan warna antara kertas saring tersebut,

kertas saring yang dibersihkan dengan sabun tanpa sereh memiliki bercak noda oli

yang lebih terang daripada bercak oli yang dibersihkan oleh sabun dengan sereh.

Sehingga dapat diasumsikan bahwa sabun yang mengandung sereh memiliki

kemampuan lebih dalam mengikat kotoran yang ada pada kertas saring.

Kemampuan daya pembersih dinilai secara visual berdasarkan minyak dan noda

yang tertinggal dikertas saring dan dibandingkan dengan daya bersih sabun

kontrol. Hal ini dapat dipengaruhi oleh kandungan sereh yang ada pada sabun.

55
Semakin bersih kertas saringnya maka semakin tinggi kemampuan dalam

membersihkan kotoran dan lemak.

B. Pembahasan

Sabun padat merupakan salah satu kebutuhan masyarakat khususnya ibu

rumah tangga yang dipergunakan dalam kehidupan sehari-hari. Hasil perhitungan

dalam penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah minyak jelantah dapat

dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan sabun padat dengan campuran air

sereh wangi yang kemudian dapat berguna bagi ibu rumah tangga. Sabun padat

dengan campuran sereh dapat digunakan sebagai pencuci lap kotor maupun

kendaraan dengan harga yang lebih terjangkau dibandingkan sabun konvensional

lainnya. Dengan demikian masyarakat khususnya ibu rumah tangga dapat

menghemat.

Selain dapat menghemat secara ekonomis, masyarakat juga dapat mencegah

terjadinya penyakit akibat penggunaan minyak jelantah melebihi standar

pemakaian yaitu 34 kali penggorengan. Dengan pemanfaatan minyak jelantah

sebagai bahan baku pembuatan sabun padat masyarakat juga dapat mencegah

terjadimya kerusakan lingkungan oleh minyak jelantah apabila dibuang secara

sembarang. Seperti pencemaran air dan tanah yang sewaktu waktu dapat

menimbulkan bahanya bagi makhluk hidup di air maupun di tanah. Hal ini akan

mempengaruhi ketersediaan sumber protein bagi manusia.

Sabun yang menggunakan campuran air sereh dan sabun yang tidak

menggunakan campuran air sereh menunjukkan bahwa ada perbedaan dari segi

56
aroma, dimana sabun yang menggunakan sereh memiliki aroma yang lebih segar

dari pada sabun yang tidak menggunakan sereh. Kandungan Citral dari sereh

wangi juga dapat digunakan sebagai prekursor yang digunakan dalam sintesis

senyawa-senyawa aromatik (Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Barat. 2017. Sereh

Wangi). Berbeda dengan sabun yang menggunakan sereh, sabun yang tidak

mengunakan sereh masih terdapat aroma minyak saat sabun di encerkan dengan

aquades. Pada sabun yang menggunakan sereh meskipun sabun tidak beraroma

sereh wangi, bau dari minyak jelantah tidak tercium lagi sehingga menghasilkan

aroma yang lebih segar. Hal ini juga sesuai dengan penelitian dari Agus Salim,

dkk 2017 yang mengatakan sereh wangi dapat menghilangkan bau minyak/ tengik

dari minyak jelantah. Aroma sereh pada sabun bergantung pada jumlah sereh yang

dimasukkan dalam proses pembuatan sabun.

Secara Kualitas kertas saring pada hasil menunjukan antara kertas saring

yang telah mengalami pengotoran oli dan di cuci dengan sabun tanpa warna antara

kertas saring tersebut, kertas saring yang dibersihkan dengan sabun tanpa sereh

memiliki bercak noda oli yang lebih terang daripada bercak oli yang dibersihkan

oleh sabun dengan sereh. Sehingga dapat dikatakan bahwa sabun yang

mengandung sereh memiliki kemampuan lebih dalam mengikat kotoran yang ada

pada kertas saring. Penelitian ini sejalan dengan penelitian Wara,dkk 2017 yang

mengatakan Kemampuan daya pembersih dinilai secara visual berdasarkan

minyak dan noda yang tertinggal dikertas saring dan dibandingkan dengan daya

bersih sabun kontrol. Hal ini dapat dipengaruhi oleh kandungan sereh yang ada

pada sabun.

57
Perbandingan kekeruhan antara air bekas pencucian sabun tanpa campuran

air sereh dan sabun dengan campuran air sereh dapat menunjukkan bahwa rata

rata hasil kekeruhan air cucian sabun yang menggunakan campuran air sereh lebih

tinggi daripada sabun yang tidak menggunakan campuran sereh. Kemampuan

sabun dengan campuran air sereh secara kuantitas lebih baik daripada sabun yang

tidak menggunakan campuran air sereh dilihat dari kekeruhan dari air pencucian

sabun dengn sereh lebih tinggi daripada sabun tanpa sereh. Semakin tinggi nilai

kekeruhan menunjukkan pengikatan kotoran dan lemak lebih banyak (SNI,1996).

Sereh wangi mengandung citronella yang dapat berfungsi membunuh kuman,

sehingga kuman dan oli yang ada pada kertas saring mati dan larut pada air

sehingga mempengaruhi kekeruhan air sabun juga. Semakin bersih kertas

saringnya maka semakin tinggi kemampuan dalam membersihkan kotoran dan

lemak (SNI, 1996). Penelitian ini juga sejalan dengan pendapat peneliti

sebelumnya yang mengatakan bahwa serah depat menghilangkan minyak parasite

dari tanaman.digunakan dalam banyak bahan pembersih (Larum, D. 2018).

Sehingga oli kotor dapat berkurang maupun terlepas dari kertas saring yang

dibersihkan dengan sabun dengan sereh.

58
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa :

1. Sabun herbal dengan ekstrak sereh wangi dengan berbahan dasar minyak

jelantah yang dimurnikan dapat dihasilkan.

2. Sabun padat yang dihasilkan dari penambahan air sereh dalam pembersihan

kertas saring yang telah ditambahkan oli secara kuantitatif memiliki

kemampuan lebih baik dibandingkan dengan sabun padat yang tidak

ditambahkan air sereh

B. Saran

1. Bagi peneliti selanjutnya diharapkan untuk meneliti bahan alami lain yang

mempunyai pengaruh besar terhadap pembuatan sabun

2. Melakukan perbandingan konsentrasi bahan agar medapatkan hasil yang lebih

baik lagi

59
DAFTAR PUSTAKA

Abduh, I.M.N. and Si, M., 2018. Ilmu Dan Rekayasa Lingkungan (Vol. 1). Sah

Media.

Afrozi, A. S., Iswadi, D., Nuraeni, N., & Pratiwi, G. I. (2017). Pembuatan Sabun

dari Limbah Minyak Jelantah Sawit dan Ekstraki Daun Sereh dengan

metode Semi Pendidihan. Jurnal Ilmiah Teknik Kimia UNPAM, 1(1).

Badan Ketahanan Pangan Provinsi Sumatera Utara. 2016. Konsumsi Pangan

Penduduk Provinsi Sumatera Utara.

Dalimunthe, Nur Asyiah (2009) Pemanfaatan Minyak Goreng Bekas Menjadi

Sabun Mandi Padat. Jurusan Teknik Kimia. Tesis : Universitas Sumatera

Utara

60
Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Barat. 2017. Sereh Wangi

http://disbun.jabarprov.go.id/page/view/67-id-sereh-wangi. Diakses 31

Mei 2021, 20:00 WIB.

Hanjarvelianti, S., & Kurniasih, D. (2020). Pemanfaatan Minyak Jelantah dan

Sosialisasi Pembuatan Sabun Dari Minyak Jelantah Pada Masyarakat

Desa Sungai Limau Kecamatan Sungai Kunyit-Mempawah. BULETIN

ALRIBAATH, 17(1), 26-30.

Hanum, Y. (2016). Dampak Bahaya Makanan Gorengan bagi Jantung. Keluarga

Sehat Sejahtera, 14(28), 103–114.

Irhamna, A. (2019). Formulasi Sediaan Sabun Padat Dari Ekstrak Etanol Kulit

Putih Buah Semangka (Citrullus Lanatus (Thunb.) Matsumura & Nakai)

Kombinasi Madu (Mel depuratum) (Doctoral dissertation, Institut

Kesehatan Helvetia).

International Standardization Organization. 2016. ISO 3848:2016. Essential Oil of

Citronella, Java Type.

Jauhari, M. F., Maryati, R. S., & Khairani, K. (2018). Analisa Perbandingan

Kualitas Biodiesel Dari Minyak Jelantah Berdasarkan Perbedaan

Penggunaan Jenis Reaktor. Intekna, 18(1), 31-39.

Kapitan, B.O. 2013. Analisis Kandungan Asam Lemak Trans (Trans Fat) Dalam

Minyak Bekas Penggorengan Jajanan Di Pinggir Jalan Kota Kupang,

Jurnal Kimiaterapan 1 (1), 17-31.

Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 112 Tahun 2003 Tentang

Baku Mutu Air Limbah Domestik

61
Khuzaimah, S. (2018). Pembuatan sabun padat dari minyak goreng bekas ditinjau

dari kinetika reaksi kimia. Ratih: Jurnal Rekayasa Teknologi Industri

Hijau, 2(2), 11.

Kusuma, M. N. (2021, February). Pemanfaatan Minyak Jelantah Hasil Pemurnian

Arang Kayu Menjadi Sabun Cuci Padat. In Prosiding Seminar Teknologi

Perencanaan, Perancangan, Lingkungan dan Infrastruktur (pp. 370-

374).

Larum, D. 2018. What Is Citronella Grass: Does Citronella Grass Repel

Mosquitoes[online]

https://www.gardeningknowhow.com/ornamental/foliage/citronella-

grass/what-is-citronella-grass.htm. Diakses 31 Mei 2021, 20:30 WIB.

Lestari, U., Syamsurizal, S., & Handayani, W. T. Formulasi dan Uji Efektivitas

Daya Bersih Sabun Padat Kombinasi Arang Aktif Cangkang Sawit dan

Sodium Lauril Sulfat. JPSCR: Journal of Pharmaceutical Science and

Clinical Research, 5(2), 136-150.

Lubis, J., & Mulyati, M. (2019). Pemanfaatan Minyak Jelantah Jadi Sabun

Padat. Jurnal Metris, 20(2), 116-120.

Mardiana, S., Mulyasih, R., Tamara, R., & Sururi, A. (2020). Pemanfaatan

Limbah Rumah Tangga Minyak Jelantah Dengan Ekstrak Jeruk Dalam

Perspektif Komunikasi Lingkungan Di Kelurahan Kaligandu. Jurnal

SOLMA, 9(1), 92101.

Megawati, M., & Muhartono, M. (2019). Konsumsi Minyak Jelantah dan

Pengaruhnya terhadap Kesehatan. Jurnal Majority, 8(2), 259-264.

62
Prihanto, A., & Irawan, B. (2018). Pemanfaatan Minyak Goreng Bekas Menjadi

Sabun Mandi. Metana, 14(2), 55–59.

Pujiati, A. (2018). Utilization of Domestic Waste for Bar Soap and Enzyme

Cleanner ( Ecoenzyme ) [ Pemanfaatan Limbah Rumah Tangga Untuk

Pembuatan Sabun Batang Dan Pembersih Serbaguna ( Ecoenzym )]. In

Proceeding of Community Development (Vol. 2, pp. 777–781).

Rahayu, M. (2019). Pemanfaatan Karbon Aktif Dari Ampas Tebu Dengan

Aktivator H2so4 Sebagai Adsorben Pada Minyak Jelantah (Doctoral

dissertation, Universitas Muhammadiyah Palembang)

Thadeus, M. S. 2012. Dampak Konsumsi Minyak Jelantah terhadap Kerusakan

Oksdatif DNA (Disertasi). Yogyakarta:Program Doktor Ilmu Kedokteran

dan Kesehatan, Universitas Gadjah Mada

Lampiran

63
64

Anda mungkin juga menyukai