ANL - UPK - Susu v.1.4
ANL - UPK - Susu v.1.4
SUSU SAPI
Tim EWS
Daftar Isi
Susu dapat didefinisikan sebagai cairan berwarna putih yang diperoleh dari pemerahan susu
sapi atau hewan menyusui lainnya yang dapat digunakan sebagai bahan pangan yang sehat. Di
pandang dari segi gizi, susu merupakan makanan yang hampir sempurna. Susu sebagai sumber
bahan makanan yang fleksibel yang dapat diatur kadar lemaknya, sehingga dapat memenuhi
keinginan dan selera konsumen yang tinggi. Komponen susu lebih lengkap dari pada bahan
pangan asal hewan lain karena komponen - komponen yang dibutuhkan oleh tubuh manusia
semuanya terdapat dalam susu yaitu protein, lemak, karbohidrat, mineral, vitamin, dan air.
Susu sapi adalah salah satu jenis minuman yang telah dikenal oleh masyarakat Indonesia sudah
sejak lama dan dikenal memiliki nilai gizi yang cukup tinggi. Susu sangat bermanfaat bagi
kesehatan manusia, dan juga sebagai salah satu sumber protein bagi manusia. Akan tetapi di
Indonesia konsumsi perkapita untuk komoditas susu sapi masih rendah terutama bila
dibandingkan dengan negara-negara lainnya. Saat ini susu sapi olahan yang banyak dikonsumsi
masyarakat Indonesia adalah Susu Kental Manis dan Susu Bubuk. Dari angka konsumsi susu
per kapita, sepanjang lima tahun terakhir jenis susu kental manis merupakan volume konsumsi
per bulan terbanyak, disusul susu bubuk bayi, dan susu cair pabrik di negeri ini. Berbeda
dengan nilai konsumsi per bulan, selama 5 tahun terakhir nilai konsumsi terbanyak ditempati
oleh jenis susu bubuk, disusul susu kental manis dan susu cair pabrik.
Susu dan dan produk-produk susu seperti susu skim dan susu krim, es krim, mentega, yogurt,
susu kental manis, susu yang diuapkan (evaporated milk), susu kering (susu bubuk) dan
berbagai macam hasil olahan susu lainnya dikenal sebagai bahan makanan yang bergizi tinggi
karena susu mempunyai komposisi zat gizi yang sangat lengkap untuk mencukupi kebutuhan
proses metabolisme dalam tubuh. Selain susu yang mempunyai komposisi zat pembangun yang
kompleks, susu juga mengandung mineral penting seperti Mg, Ca, K, Cl, dan mineral-mineral
lain seperti Fe, Zn dan Mn (1991). Susu yang baik apabila mengandung jumlah bakteri sedikit,
tidak mengandung spora mikrobia pathogen, bersih yaitu tidak mengandung debu atau kotoran
lainnya, mempunyai cita rasa (flavour) yang baik, dan tidak dipalsukan (Eniza Saleh,2004).
1.1 Klasfikasi
Produk Susu dan Hasil Olahannya, diantaranya:
1.1.1 Susu Skim (Skim Milk) dan Susu Krim (Whole Milk / Full Cream)
Susu Skim adalah susu segar yang tertinggal setelah krim diambil sebagian atau seluruhnya.
Susu skim mengandung semua zat makanan dari susu kecuali lemak dan vitamin yang larut
dalam lemak. Susu Krim atau biasa dikenal dengan nama full cream adalah bagian dari susu
yang kaya akan lemak yang timbul ke bagian atas dari susu pada waktu didiamkan ataupun
dipisahkan dengan sentrifugal.
Susu kental manis atau nama lainnya sweetened condensed milk merupakan solusi
produk olahan susu yang mudah didistribusikan di Indonesia. Susu kental manis sudah
diproduksi sejak lama yaitu pada abad ke-18 di Amerika, dimana banyak dipakai untuk
konsumsi tentara yang terlibat perang saudara karena sifatnya yang tahan lama. Susu kental
manis diproduksi dengan cara mengevaporasi air dari susu segar secara vakum sebanyak 50%
dari total kandungan air di dalam susu segar, kemudian ditambahkan gula sebanyak 45-50%
sebagai pengawet sehingga dihasilkan susu yang sangat kental dan dapat bertahan selama satu
tahun bila tidak dibuka (Oktaviani, 2011).
Saat ini life cycle SKM di negara-negara lainnya sudah dianggap pada tahap declining,
artinya potensi pasarnya tidak berkembang bahkan cenderung turun. Masyarakat masih
mengkonsumsi susu kental manis hanya sebagai dessert, tea sweetener atau coffee whitener
karena mereka menganggap susu kental manis rendah gizi dan terlalu banyak mengandung
gula. Sementara itu di Indonesia susu kental manis masih menjadi jenis susu olahan yang paling
banyak dikonsumsi, dikarenakan harganya yang relatif lebih murah dibandingkan susu bubuk
atau susu cair. Oleh karenanya pasar susu kental manis sampai sekarang masih terus tumbuh.
1.4 Varian
Varian dari susu olahan yakni susu cair, susu bubuk dan susu kental manis dapat dilihat
dalam tabel berikut ini:
Tabel 1.3 Review Varietas Komoditas Susu berdasarkan HS Code, KBLI dan KKI
HSCode Deskripsi KBLI Deskripsi KKI Deskripsi
040110000 milk of a fat content, by 15211 Industri susu 152110301 Susu cair tidak manis
weight, not exceeding 1 %
152110501 Susu pasteur
152110502 Susu UHT (Ultra
High Temperature)
152110503 Susu pepton
152110599 Susu yang diawetkan
lainnya
040120000 milk of a fat content, by 15211 Industri susu 152110301 Susu cair tidak manis
weight 1-6 %
152110501 Susu pasteur
152110502 Susu UHT (Ultra
High Temperature)
152110503 Susu pepton
152110599 Susu yang diawetkan
lainnya
040130000 milk of a fat content, by 15211 Industri susu 152110301 Susu cair tidak manis
weight, exceeding 6 %
152110501 Susu pasteur
152110502 Susu UHT (Ultra
High Temperature)
152110503 Susu pepton
152110599 Susu yang diawetkan
lainnya
040210100 milk & cream of fat lte. 1.5% 15211 Industri susu 152110103 Susu bubuk
added sugar in pow'r form,in skimmed (non fat)
pack.>=25 tidak beraroma
152110104 Susu bubuk
skimmed (non fat)
beraroma
040210900 milk & cream of fat lte. 1.5% 15211 Industri susu 152110103 Susu bubuk
added sugar in pow'r form,in skimmed (non fat)
pack. lt. tidak beraroma
152110104 Susu bubuk
skimmed (non fat)
beraroma
152110311 Susu cair manis tidak
beraroma
152110312 Susu cair manis
beraroma
040221110 milk&cream of fat>1.5% not 15211 Industri susu 152110106 Susu bubuk untuk
ad.sugarin pow'r form, bayi
>=25kg, for infants
152120901 Makanan bayi dari
susu
HSCode Deskripsi KBLI Deskripsi KKI Deskripsi
040221190 milk&cream of fat>1.5% not 15211 Industri susu 152110107 Susu bubuk asam
ad.sugarin pow'r
form,>=25kg,not for infan
040221900 other milk & cream not cont 15211 Industri susu
added sugar, weight lt. 25
kg, not in po
040229000 other milk & cream cont 15211 Industri susu 152110101 Susu bubuk full
added sugar cream tidak
beraroma
152110102 Susu bubuk full
cream beraroma
040291000 other milk & cream not added 15211 Industri susu 152110199 Susu bubuk lainnya
sugar or other sweetening
matter
040299000 other milk & cream added 15211 Industri susu 152110105 Susu coklat bubuk
sugar or other sweetening manis
matter
152110199 Susu bubuk lainnya
242323701 Larutan penambah
gizi
Seperti halnya komoditas peternakan lainnya, struktur kepengusahaan susu terdiri dari tiga
level, yaitu: hulu, on-farm, dan hilir (Muladno dan Sjaf, 2009). Untuk sektor hulu, mencakup
pengusahaan benih berupa semen dan Embrio Transfer (ET) sebagai prasyarat pengusahaan
bibit. Meski demikian, tidak jarang ditemukan penyediaan bibit berasal dari impor bakalan
yang berasal dari negara-negara maju, seperti Australia, New Zealand, dan sebagainya.
Selanjutnya, ketersediaan bibit sangat menentukan aktivitas di sektor on-farm berupa bibit
sebar (sapi perah budidaya). Di Indonesia sendiri, aktivitas budidaya sapi perah dilakukan
dengan pola mandiri dan industri. Aktivitas budidaya dengan pola mandiri kebanyakan
dilakukan peternak mandiri dengan skala kepemilikan ternak sapi perah yang minimum, yakni
berkisar antara 1 – 5 ekor per Kepala Keluarga. Hal ini berbeda jauh dengan penggemukan
dengan pola industri, dimana sapi yang dibudidayakan dalam jumlah banyak (mencapai angka
puluhan hingga ratusan ekor tenak sapi perah). Umumnya, budidaya dengan pola ini dilakukan
oleh perusahaan-perusahaan dan pemodal. Meski tidak jarang kita temukan terdapat satu-dua
perusahaan atau pemodal yang sudah menerapkan pola kemitraan.
Selanjutnya untuk sektor hilir terdiri atas dua bagian, pertama, hilir pasca panen yang
mencakup industri rumahan dan terintegrasi; dan kedua, hilir pengolahan yang terdiri Industri
Pengolahan Susu (IPS) dan importir susu. Adapun para stakeholder yang terlibat dalam struktur
penyediaan susu di dalam negeri, meliputi: Direktorat Jenderal Peternakan, Badan Karantina,
Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian (P2HP), Dinas Teknis di
Provinsi Kabupaten/Kota, BBIB Singosari/Lembang, BET Cipelang, BBPTU Baturaden,
maupun asosiasi-asosiasi yang berkecimpung dengan komoditas susu, seperti: Gabungan
Koperasi Susu Indonesia (GKSI) dan Asosiasi Peternak Sapi Perah Indonesia (APSPI).
2. Pasokan
Industri sapi perah di Indonesia mempunyai struktur yang relatif lengkap yakni
peternak, pabrik pakan dan pabrik pengolahan susu yang relatif maju dan kapasitas yang
cukup tinggi dan tersedia kelembagaan peternak yakni GKSI (Gabungan Koperasi Susu
Indonesia). Sementara struktur produksi susu sapi perah terdiri atas usaha skala besar, usaha
skala menengah, usaha skala kecil, dan usaha rakyat.
Tabel 2.1 Struktur Produksi Susu Perah
Jumlah Sapi perah
Jenis Usaha
usaha skala besar (UB) lebih dr 100 ekor
Untuk lokasi dari sentra produksi susu segar/susu murni terdapat di propinsi Jawa Timur
yang memproduksi 461.880 ton, Jawa Barat 241.972 ton, Jawa Tengah 89.009 ton, kemudian
disusul oleh DI Yogyakarta dan Sulawesi Selatan dengan jumlah produksi masing-masing
sebesar 4.887 ton dan 2.778 ton (BPS,2009) . Sementara untuk susu olahan, sentra produksi
terdapat di propinsi:
Sentra Produksi Susu Kental Manis: DKI Jakarta, Jawa Timur, Jawa Barat
Sentra Produksi Susu Bubuk : DKI Jakarta, Jawa Timur, Jawa Barat, DIY
Sentra produksi Susu Bubuk Bayi : DIY, Jawa Barat, DKI Jakarta, Banten
JUMLAH 71%
Adapun sisanya sebanyak 29% dipenuhi oleh industri-industri yang berada di luar
gabungan Asosiasi Industri Pengolahan Susu Indonesia. Produksi susu segar lokal saat ini
belum mampu memenuhi kebutuhan industri pengolahan susu.
1. Umur Ternak :
Pada umumnya sapi berumur 5 – 6 tahun sudah mempunyai produksi susu yang tinggi
tetapi hasil maksimum akan dicapai pada umur 8 – 10 tahun. Umur ternak erat kaitannya
dengan periode laktasi. Pada periode permulaan produksi susu tinggi tetapi pada masa-masa
akhir laktasi produksi susu menurun. Selama periode laktasi kandungan protein secara umum
mengalami kenaikan, sedangkan kandungan lemaknya mula-mula menurun sampai bulan
ketiga laktasi kemudian naik lagi.
2. Infeksi/Peradangan pada Ambing :
Infeksi/peradangan pada ambing dikenal dengan nama mastitis. Mastitis adalah suatu
peradangan pada tenunan ambing yang dapat disebabkan oleh mikroorganisme, zat kimia, luka
termis ataupun luka karena mekanis. Peradangan ini dapat mempengaruhi komposisi air susu
antara lain dapat menyebabkan bertambahnya protein dalam darah dan sel-sel darah putih di
dalam tenunan ambing serta menyebabkan penurunan produksi susu.
3. Nutrisi/Pakan :
Pakan yang terlalu banyak konsentrat akan menyebabkan kadar lemak susu rendah.
Jenis pakan dari rumput-rumputan akan menaikan kandungan asam oleat sedangkan pakan
berupa jagung atau gandum akan menaikkan asam butiratnya. Pemberian pakan yang banyak
pada seekor sapi yang kondisinya jelek pada waktu sapi itu dikeringkan dapat menaikkan hasil
susu sebesar 10 – 30 %. Pemberian air adalah penting untuk produksi susu, karena susu 87 %
terdiri dari air dan 50 % dari tubuh sapi terdiri dari air. Jumlah air yang dibutuhkan tergantung
dari :
a. Produksi susu yang dihasilkan oleh seekor sapi
b. Suhu sekeliling
c. Pakan yang diberikan
Perbandingan antara susu yang dihasilkan dan air yang dibutuhkan adalah 1 : 36. Air
yang dibutuhkan untuk tiap hari bagi seekor sapi berkisar 37 – 45 liter.
4. Lingkungan :
Biasanya pada musim hujan kandungan lemak susu akan meningkat sedangkan pada
musim kemarau kandungan lemak susu lebih rendah. Produksi susu yang dihasilkan pada
kedua musim tersebut juga berbeda. Pada musim hujan produksi susu dapat meningkat karena
tersedianya pakan yang lebih banyak dari musim kemarau. Suhu dan kelembaban
mempengaruhi produksi susu. Selain itu pada lingkungan dengan kelembaban yang tinggi
sangat mempengaruhi timbulnya infeksi bakteri dan jamur penyebab mastitis. Suhu lingkungan
yang tinggi secara jelas menurunkan produksi susu, karena sapi menurunkan konsumsi pakan.
Tabel 2.3 Perbandingan Pemerahan 3–4 kali per Hari dengan Pemerahan 2 kali per Hari
Pemerahan
Umur Sapi
3 X Sehari 4 X Sehari
2 tahun 20 % > 35 % >
3 tahun 17 % > 30 % >
4 tahun 15 % > 26 % >
Sumber : Blakely, J dan David, H.B (1991)
Hasil proyeksi sampai tahun 2010 menunjukkan bahwa produksi susu sapi dalam negeri tidak
mengalami peningkatan yang cukup berarti, sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhan susu
nasional. Laju pertumbuhan rata-rata konsumsi susu domestik sebesar 3,8 persen yang
melebihi produksi susu domestik (2,5 persen) pada periode 1996-2005 mengakibatkan
pemenuhan kebutuhan susu domestik dilakukan dengan jalan importasi. Produksi, populasi dan
produktifitas sapi perah dapat dilihat dalam tabel berikut :
Tabel 3.1
Produksi, populasi dan produktifitas sapi perah Tahun 2007 - 2009
Tahun Produksi Total Populasi Produksi Susu Produksi Susu Pertum-buhan
Susu (ton) Sapi (ekor) (lt/ekor/ laktasi) (Lt/ekor/hari) populasi (%)
Indonesia sampai saat ini masih kekurangan bahan baku susu dikarenakan produksi
bahan baku dalam negeri hanya mencakup sebesar + 30% dari kebutuhan Industri Pengolahan
Susu Nasional, sehingga 70% sisanya masih harus diimpor. Permintaan susu nasional yang
dibutuhkan untuk Industri Pengolahan Susu adalah sebesar 1,3 juta ton sedangkan produksi
susu nasional baru mencapai + 489 ribu ton sehingga total konsumsi bahan baku susu segar
yang dibutuhkan sebesar + 810 ribu ton. Salah satu faktor penyebab kurangnya produksi susu
dalam negeri adalah keterbatasan jumlah sapi perah serta masih rendahnya produksi susu yaitu
dibawah 10 lt/hari.
Komoditas susu merupakan komoditas pangan yang angka ketergantungannya cukup tinggi
terhadap negara lain. Saat ini Produksi susu Segar dalam Negeri (SSDN) sekitar 574,4 ribu
ton/tahun (80% diserap oleh industri susu anggota Industri Pengolah Susu (IPS) dan 20%
diserap oleh industri susu non IPS, kebutuhan pedet dan konsumsi langsung). Mutu susu segar
dalam negeri belum mampu memenuhi Standar Internasional (SI) khususnya untuk Total Plate
Count (TPC) <1 juta (kenyataan di masyarakat rata-rata 3 juta di Jatim, 6 juta di Jabar dan 9
juta di Jateng). Unit total solid relatif dapat memenuhi ketentuan di atas 10%. Produksi susu
segar (freshmilk) nasional belum dapat memenuhi permintaan bahan baku untuk industri susu
dalam negeri. Oleh karena itu, impor susu baik dalam bentuk bahan baku maupun susu olahan
masih cenderung meningkat.
Adapun faktor –faktor yang mempengaruhi produksi susu di tingkat IPS (Industri Pengolahan
Susu antara lain:
a. Jumlah/volume produksi susu segar
b. Jumlah/volume impor bahan baku
Faktor-faktor kritis yang mempengaruhi konsumsi dan permintaan susu di Indonesia antara
lain
a. Produksi susu nasional
b. Daya beli masyarakat
c. Budaya minum susu di masyarakat
d. Kenaikan harga
Umumnya, pemetaan pemanfaatan komoditas susu yang dijual di pasar tradisional dapat
digolongkan menjadi dua bagian besar, yakni pemanfaatan pemenuhan kebutuhan rumah
tangga untuk kebutuhan protein asal hewani. Umumnya kebutuhan akan susu terkait dengan
tiga jenis susu, yakni susu cair pabrik dalam bentuk kemasan, susu kental manis, dan susu
bubuk. Sementara itu, pemanfaatan industri olahan susu untuk skala industri rumah tangga
berupa susu segar kemasan. Sedangkdan untuk industri pengolahan susu pemanfaatan
diperuntukkan memproduksi susu olahan dan berbagai jenis produk yang sumber bahan
bakunya dari susu.
Dari dua kategori pemanfaatan tersebut, kebutuhan industri pengolahan susu memiliki
kecenderungan relatif tinggi, jika dibandingkan kebutuhan industri olahan susu skala rumah
tangga, walaupun belum secara pasti dapat diketahui angka persentase perbandingan kedua
kategori tersebut.
Gambar 3.1 Pemetaan Pemanfaatan Komoditi Susu Sapi di Indonesia
Pada Gambar 4.1.1 terlihat bahwa aktivitas di sektor on-farm berupa budidaya ternak sapi
perah. Secara umum, tipe pengusahaan komoditi ini berupa non-vertical integration atau tidak
satupun aktor/stakeholder yang menguasai sumber-sumber produksi dari hulu hingga hilir.
Dengan demikian, secara umum dikenal dua pola budidaya, yakni pola mandiri dan pola
industri. Pola mandiri dicirikan dari pengusahaan sapi berbasis rumah tangga yang
kepemilikannya berkisar antara 1 – 5 ekor. Bibit disediakan sendiri oleh peternak dengan
mengandalkan teknologi Inseminasi Buatan (IB). Umumnya peternak yang masuk dalam
kategori ini, melakukan budidaya ternak sapi perah sendiri dengan manajemen ala kadarnya.
Berbeda dengan pola di atas, pola industri susu cenderung sudah menggarap sektor hulu (benih
dan bibit). Meski jumlah industri ini masih sangat terbatas di Indonesia, akan tetapi mereka
berpandangan pengusahaan penyediaan susu secara terpisah tidak akan efisien. Sehubungan
dengan pola ini, mereka yang terlibat sudah mulai menerapkan pola kemitraan. Sebagai misal,
pola yang diterapkan oleh asosiasi GKSI dan IPS. (lihat Gambar 4.1)
Gambar 4.1 Pola Budidaya Penyediaan Daging Sapi di Dalam Negeri.
Berdasarkan Gambar 4.1 di atas, dikenal empat pola budidaya dalam rangka penyediaan
daging sapi di dalam negeri, yaitu: (1) pola mandiri, yakni pola budidaya dimana bibit dan anak
sapi perah (pedet) disiapkan sendiri oleh peternak. Umumnya, pola ini dilakukan secara
tradisional. Kalaupun bersentuhan dengan teknologi, baru sebatas teknologi inseminasi buatan;
(2) pola “koperasi”, yakni peternak-peternak bergabung di GKSI atau asosiasi-asosiasi sejenis.
Peternak ketika melakukan aktivitas budidaya sarana produksinya berasal dari GKSI atau
asosiasi-asosiasi sejenis. Susu segar yang dihasilkan peternak dijual ke GKSI atau asosiasi-
asosiasi sejenis yang kemudian penjualannya diteruskan ke IPS. Meski demikian, susu segar
yang dihasilkan peternak kadang diolah sendiri oleh mereka dalam skala rumah tangga; (3)
pola budidaya kemitraan IPS-peternak, yakni budidaya dimana industri bertindak sebagai inti
yang menyediakan bibit dan dari bibit tersebut diproduksi sapi perah siap produksi yang akan
dibudidayakan oleh peternak plasma. Agar aktivitas budidaya sapi perah berlangsung dengan
baik, inti menyediakan kosentrat sebagai pakan tambahan selain hijauan makanan ternak yang
diberikan oleh peternak plasma; dan (4) pola IPS, yakni pola budidaya yang dilakukan oleh
IPS sendiri, dimana hulu hingga hilir diusahakan sendiri, termasuk tenaga kerja yang terlibat.
Pasar susu internasional saat ini sedang mengalami peningkatan baik dalam harga maupun
permintaan. Sebagai negara produsen susu dunia, Australia dan New Zealand sedang
melakukan restrukturisasi usaha terutama pengembangan investasi untuk menanggapi
kenaikan permintaan susu khususnya di Asia. Sementara itu, kedua negara tersebut secara terus
menerus memperjuangkan untuk meniadakan segala hambatan perdagangan produk susu dunia
seperti subsidi dan quota, karena mereka mempunyai kepentingan besar bagi pemasaran susu
ke seluruh dunia.
Selain itu Amerika Serikat yang juga merupakan salah satu produsen susu terbesar dunia,
berusaha memperluas pasar hasil ternaknya, khususnya susu, dan juga berusaha mendorong
dipercepatnya perdagangan susu yang bebas karena diperkirakan free trade tidak akan
mempengaruhi harga susu dalam negeri, sementara akses pasar ekspor meningkat. Namun,
beberapa negara penghasil susu dunia lain seperti Eropa Timur tidak akan mudah segera
memasuki pasar bebas, karena mereka menerapkan quota impor untuk melindungi harga susu
dalam negeri. Penerapan quota impor dilakukan karena diperkirakan harga susu dalam negeri
Eropa Timur akan anjlok jika quota impor tersebut dicabut.
Oleh karena itu, Indonesia tampaknya harus menghadapi kenyataan ini untuk bersiap-siap
menjadi negara importir hasil ternak, khususnya pada usaha pengolahan susu, jika Indonesia
tidak segera membenahi sistem agribisnis peternakannya.
Dengan permintaan dalam negeri yang terus meningkat, alhasil volume impor komoditas ini
cenderung meningkat. Menurut BPS, pada 2000 lalu impor susu dan produk susu Indonesia
baru 117.270 ton, dan setahun kemudian hanya meningkat 2,3% menjadi 119.920 ton. Namun,
pada 2002 impor susu melonjak menjadi US$247,8 juta, dan untuk 2006 lalu mencapai
S$416,2juta. Melihat besarnya potensi pasar susu dan produk susu di Tanah Air, banyak
produsen dari luar negeri yang mencoba ikut memasok. Negara yang menjadi pemasok susu
ke Indonesia adalah Australia, Selandia Baru, dan AS. Sampai sekarang, Australia mengekspor
40.010 ton susu ke Indonesia, Selandia Baru 45.990 ton, dan AS 34.490 ton.
5.2 Permintaan Internasional
Meskipun terkenal sebagai negara importir susu, ternyata Indonesia juga mengekspor susu
meskipun jumlahnya jauh lebih kecil daripada jumlah impornya. Salah satu permintaan
susu/ekspor susu segar adalah dari negara Malaysia. Ketertarikan Malaysia akan susu segar
Indonesia tidak lepas dari harga susu di Indonesia yang lebih aktraktif dibandingkan susu dunia
yakni Rp 2.800-Rp 3.000 per liter pada tingkat koperasi.
Selain ke Malaysia, Indonesia juga mengekspor susu ke Australia, Bangladesh, Belgia, Cile,
dan beberapa negara di Asia. Menurut BPS, pada 2002 ekspor susu Indonesia mencapai 30,2
juta ton, dan menjadi 35,2 juta ton pada 2006. Sampai sejauh ini, jenis susu yang diekspor
adalah susu bubuk.
6. Tata Niaga
Pelayanan terhadap kebutuhan sarana produksi ternak yang meliputi bibit, peralatan dan
terutama pakan konsentrat dilakukan oleh koperasi. Dalam pengadaan sapronak, koperasi
bekerjasama dengan dinas terkait, GKSI, pihak perbankan, pemasok bahan baku dan pabrik
makanan ternak. Dalam kebijakan pemasukan bibit ternak sapi perah, ada tiga SK Menteri
Pertanian, yaitu :
Inti dari kebijakan ini adalah menitikberatkan persyaratan teknis agar impor bibit sapi perah
tidak berdampak negatif, terutama penyakit ternak atau mutu genetis sapi perah yang rendah.
Hal ini dimaksudkan agar bibit sapi perah yang masuk ke Indonesia terjamin kualitasnya dan
mempunyai standar kualifikasi tertentu. Sedangkan para peternak tersebut dilatih terlebih
dahulu, agar memahami sepenuhnya apa yang harus dikerjakan untuk menghasilkan sapi-sapi
prima. Jika ada peternak berpotensi tetapi terhambat modal maka perlu mendapatkan perhatian
dari pemerintah.
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, mulai tahun 1977, Indonesia mulai mengembangkan
agribisnis sapi perah rakyat ditandai dengan SKB Tiga Menteri (Menteri Perdagangan dan
Koperasi, Menteri Perindustrian dan menteri Pertanian). SKB ini merumuskan kebijakan dan
program pengembangan agribisnis sapi perah dikembangkan melalui koperasi dan IPS. yang
selanjutnya dikukuhkan dengan INPRES Nomor 2 Tahun 1985 mengatur tentang pemasaran
susu segar dari peternak ke IPS. Oleh karena itu, IPS wajib menerima susu segar dalam negeri
(SSDN) dan bukti serap sebagai pengaman harga SSDN dan harga bahan baku impor.
Kebijakan pemerintah yang mengatur sistem perijinan, perdagangan produk, aturan kesehatan
dan lainya pada industri pengolahan susu diatur dalam bentuk Surat Keputusan (SK), Instruksi
Presiden (Inpres) maupun dalam bentuk Undang-undang. Beberapa kebijakan pemerintah yang
penting diungkapkan sebagai berikut.
1. Surat keputusan bersama Menteri Perdagangan dan Koperasi, Menteri Perindustrian
dan Menteri Pertanian Nomor 236/Kpb/VII/82, Nomor 341/SK/7/1982 dan Nomor
521/Kpts/Um/7/1982. Berisi tentang pengembangan usaha peningkatan produksi
pengolahan dan pemasaran susu di dalam negeri.
Pokok-pokok yang penting adalah:
a. pemerintah menetapkan jumlah susu produksi dalam negeri yang wajib diserap
oleh Industri Susu sesuai dengan proyeksi produksinya dan kebutuhan
masyarakat dalam tahun bersangkutan
b. untuk kepentingan penyerapan susu produksi dalam negeri perusahaan dapat
melengkapi peralatan yang diperlukan dengan ijin Departemen/Instansi yang
bersangkutan
c. Menteri Perindustrian menyampaikan jumlah kebutuhan bahan baku susu untuk
industri dalam negeri kepada Menteri Perdagangan dan Koperasi. Kebijakan ini
dikeluarkan dengan maksud untuk mendorong pengembangan industri sapi
perah nasional. Implikasi dari kebijakan ini adalah lahirnya bukti serap (Busep)
dan rasio susu, seperti tertera pada Surat Keputusan berikut.
2. Surat keputusan bersama Menteri Perdagangan dan Koperasi, Menteri Perindustrian
dan Menteri Pertanian Nomor 236/Kpb/VII/82, Nomor 341/SK/7/1982 dan Nomor
521/Kpts/Um/7/1982. Berisi tentang pengaturan impor bahan baku susu, jumlah dan
jenis yang akan diimpor serta pengawasan terhadap koperasi, perusahaan industri dan
importir.
a. Impor bahan baku susu hanya dapat dilaksanakan oleh importir terdaftar susu
yang diakui oleh Menteri Perdagangan dan Koperasi, baik sebagai importer
umum maupun importer produsen.
b. Jumlah dan jenis bahan baku susu yang akan diimpor oleh importir terdaftar
susu ditetapkan berdasarkan bukti realisasi penebusan/pembelian susu produksi
dalam negeri.
c. Menteri Perdagangan dan Koperasi melakukan pengawasan terhadap koperasi
dalam kegiatannya melakukan pembelian susu produksi dalam negeri serta
terhadap perusahaan industri dan importir dalam melaksanakan impor bahan
baku susu.
3. Instruksi Presiden Nomor 4/1998 tentang koordinasi pembinaan pengembangan
persusuan nasional. Inpres ini menghapuskan kandungan lokal dan produk-produk
turunan susu.
4. SE Menteri Pertanian per 20 April 2001 Nomor 510/94/A/IV/2001, tentang tindakan
penolakan dan pencegahan masuknya penyakit mulut dan kuku (PMK).
5. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 22 tahun 1983 tentang kesehatan
masyarakat veteriner. PP ini mengatur :
a. setiap orang atau badan dilarang mengedarkan susu yang tidak memenuhi
persyaratan yang ditetapkan oleh Menteri
b. setiap orang atau badan yang mengedarkan susu harus mengikuti cara
penanganan, penyimpanan, pengangkutan, dan penjualan susu yang ditetapkan
oleh Menteri
c. Menteri menetapkan syarat kelayakan tempat usaha dan penjualan susu.
6. Surat keputusan Bersama Menteri Perdagangan dan Koperasi, Menteri Perindustrian
dan Menteri pertanian No. 236/Kpb/VII/82, No. 341/M/SK/6/1982 tanggal 21 Juli 1982
dan No. 521/Kpts/Um/7/1982 tentang Pengembangan Usaha Peningkatan Produksi
Pengolahan dan Pemasaran Susu. Pada SKB tersebut, penetapan harga dilakukan sekali
setahun oleh “Tim Teknis Persusuan Nasional”, suatu bagian fungsional dari Tim
Koordinasi Pembinaan dan Pengembangan Persusuan nasional.
Sejak bulan November tahun 2008, untuk mengatasi permasalahan kurangnya supply
susu serta tingginya harga susu di tingkat konsumen, pemerintah melakukan program
peningkatan daya saing industri susu di dalam negeri yaitu dengan memberikan insentif fiskal
berupa penanggungan bea masuk oleh pemerintah atas impor barang dan bahan olah industri
pengolahan susu (Peraturan Menteri Keuangan Nomor 145/PMK.011/2008). Kemudian
dilanjutkan dengan dikeluarkannya kebijakan terbaru mengenai penghapusan tarif impor
masuk dari lima persen menjadi nol persen berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan No.
19/PMK.011/2009 pada bulan April dan efektif diberlakukan sejak 1 Juni 2009. Namun saat
ini, pemberlakuan bea masuk impor susu mengacu pada Peraturan menteri Keuangan (PMK)
Nomor 101/PMK.011/2009 yaitu dikembalikan sebesar 5% kepada impor tujuh produk susu
yang merupakan bahan baku untuk menghasilkan produk susu jadi bagi konsumsi masyarakat.
Selain itu, terdapat kebijakan lain yang berkaitan dengan komoditas susu sapi, yaitu:
7. Tantangan ke Depan
Permasalahan utama dalam industri susu sapi di Indonesia adalah harga susu di tingkat
peternak sangat rendah, harga pakan yang tinggi, dan rendahnya pasokan susu segar domestik.
Menurut asosiasi industri, pasokan bahan baku berupa susu segar untuk produsen susu olahan
tahun ini (2013) berpotensi turun sekitar 5% - 10% dibanding tahun sebelumnya. Penurunan
tersebut terjadi dengan seiringnya pengurangan produksi susu segar domestik hingga 15%.
Saleh, Eniza.2004. Teknologi Pengolahan Susu dan Hasil Ikutan Ternak. Program Studi
Produksi ternak Fakultas pertanian, Universitas Sumatera Utara
Amaliah, S dan Idqan Fahmi. 2007. Faktor-faktor yang mempengaruhi impor susu Indonesia.
Departemen Ilmu Ekonomi dan Management IPB. Jurnal Managemen dan Agribisnis,
Vol. 4 No. 2 Oktober 2007.
Direktorat Jenderal Industri Agro dan Kimia Departemen Perindustrian. 2009. Roadmap
Industri Susu. Jakarta
Oktaviani, Lira. 2011. Perkembangan Susu Kental Manis Indonesia. Food Review: Referensi
Industri dan teknologi pangan Indonesia.
Siaroto, W dan Ival Rhaheza Prahahesta. 2010. Pabrik Susu Dari Susu Domba dengan Proses
Spray Drying. Program Studi DIII Teknik Kimia Fakultas Teknologi Industri
Teknologi Sepuluh Nopember. Surabaya
http://ag1992.blogspot.com/2011/11/kebijakan-pemerintah-tentang.html
http://www.antaranews.com/berita/1273934073/konsumsi-susu-di-indonesia-masih-rendah
http://binaukm.com/2010/06/kebijakan-pemerintah-dalam-usaha-pengolahan-susu/
http://binaukm.com/2010/06/peluang-usaha-peternakan-usaha-pengolahan-susu/
http://keuangan.kontan.co.id/v2/read/keuangan/31395/Pasar-Susu-Makin-Menganga-
http://library.usu.ac.id/download/fp/ternak-eniza2.pdf
http://www.foodreview.biz/preview.php?view2&id=55696
http://www.iasa-pusat.org/latest/agribisnis-sapi-perah-di-indonesia-tinjauan-umum.html
http://www.indonesiafinancetoday.com/read/41172/Pasokan-Bahan-Baku-Susu-Olahan-
Turun-10
http://www.scribd.com/doc/52599726/Produk-Susu-dan-Hasil-Olahannya