PERPAJAKAN
UMKM
KATA PENGANTAR
Modul Pajak UMKM ini bertujuan untuk memberikan informasi kepada para
pelaku UMKM mengenai perpajakan yang perlu disiapkan, diketahui, dan dilakukan oleh
pengusaha kecil dan menengah. Modul ini juga digunakan untuk bahan sosialisasi serta
pelatihan pada UMKM yang terdaftar dalam Genus Mart (Generasi BI Unsika Mart)
sebagai bentuk pengabdian dalam kegiatan KKN UNSIKA 2021.
Modul ini disusun dalam tiga bab yang terdiri dari Pendahuluan, Isi (materi dan
tata cara dalam perpajakan), serta Penutup. Fokus materi diarahkan pada aspek-aspek
yang perlu diperhatikan oleh pengusaha kecil dan menengah dalam memenuhi
perpajakannya yakni seperti; NPWP, PPh 21, PPh 4 ayat (2) serta tata cara
pelaksanaannya.
Modul ini disusun secara sistematis agar pengusaha kecil dan menengah dapat
memahami makna dan kewajiban perpajakan bagi pengusaha kecil dan menengah
sehingga kedepannya dapat dijadikan pedoman untuk menjalankan perpajakannya.
Materi dalam modul ini diharapkan dapat mendorong kepatuhan perpajakan pada
UMKM dan dapat dijadikan pedoman bagi UMKM. Penyusun menyadari bahwa dalam
penyusunan materi, masih terdapat kekurangan. Oleh karena itu penyusun sangat
terbuka terhadap kritik dan saran dalam modul ini. Penyempurnaan maupun perubahan
modul di masa mendatang senantiasa terbuka dan dimungkinkan mengingat akan
perkembangan situasi, kebijakan dan peraturan yang terus menerus terjadi. Harapan
penyusun tidak lain modul ini dapat memberikan manfaat.
Penyusun
KATA PENGANTAR........................................................................................................................................ 2
Jenis NPWP................................................................................................................................................... 8
Untuk Wajib Pajak dengan status cabang dan Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha
Tertentu dokumen yang dilampirkan berupa ......................................................................... 11
Untuk panduan penggunaan Aplikasi e-Registration dapat dilihat pada halaman situs
Aplikasi e-Registration pada tautan berikut: Help e-Registration. ...................................... 12
Secara Online........................................................................................................................................ 13
Penghitungan PPh Pasal 21 atas Penghasilan Tidak Teratur Bagi pegawai Tetap ... 24
Penghitungan PPh Pasal 21 Terutang Pada Bulan /desember atau Masa Pajak
Tertentu untuk Pegawai Tetap yang Berhenti Bekerja Sebelum Bulan Desember .. 24
Penghitungan PPh Pasal 21 untuk Pegawai Tidak Tetap atau Tenaga Kerja Lepas,
Pemagang dan Calon Pegawai yang Menerima Upah Harian, Upah Mingguan, Upah
Satuan, Upah Borongan, Uang Saku Harian atau Mingguan .............................................. 25
Penghitungan PPh Pasal 21 untuk Anggota Dewan Pengawas atau Dewan Komisaris
yang Tidak Merangkap Sebagai Pegawai Tetap ..................................................................... 26
Penghitungan PPh Pasal 21 bagi Peserta Program Pensiun yang Masih Berstatus
Sebagai Pegawai yang Menarik Dana Pensiun ........................................................................ 26
Pemotongan PPh Pasal 21 bagi Tenaga Ahli yang Melakukan Pekerjaan Bebas ....... 26
Pemotongan PPh Pasal 21 bagi Orang Pribadi Dalam Negeri Bukan Pegawai, Selain
Tenaga Ahli, Atas Imbalan yang Bersifat Berkesinambungan .......................................... 27
Pemotongan PPh Pasal 21 bagi Orang Pribadi Dalam Negeri Bukan Pegawai, Selain
Tenaga Ahli, Atas Imbalan yang Tidak Bersifat Berkesinambungan.............................. 27
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................................................... 33
Pengertian Pajak
Secara umum pajak dapat diartikan sebagai iuran yang wajib dibayarkan oleh
rakyat atau wajib pajak kepada negara untuk kepentingan pemerintah dan kesejahteraan
masyarakat umum. Pengertian pajak secara umum ialah iuran wajib atau pungutan yang
dibayar oleh Wajib Pajak (Orang yang bayar pajak) kepada Pemerintah berdasarkan
Undang-Undang dan hasilnya digunakan untuk membiayai pengeluaran umum
pemerintah dengan tanpa balas jasa yang ditunjukan secara langsung.
“Pajak merupakan kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang
pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak
mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”.
Selain pengertian umum dan menurut undang – undang, ada pula definisi pajak
menurut para ahli yang tentunya menambah wawasan kita. Diantaranya :
A. Leroy Beaulieu
Pajak adalah bantuan, baik secara langsung maupun tidak yang dipaksakan
oleh kekuasaan publik dari penduduk atau dari barang, untuk menutup belanja
pemerintah.
B. P.J.A. Adriani
Pajak adalah iuran masyarakat kepada negara (yang dapat dipaksakan)
yang terutang oleh yang wajib membayarnya. Menurut peraturan-peraturan
umum (undang-undang) dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung
dapat ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-
Dengan tarif ringan sebesar 0.5%, terdapat beberapa manfaat yang bisa
didapatkan oleh UMKM, yaitu:
A. UMKM dapat membayarkan pajaknya dengan mudah dan sederhana. Karena PPh
Final, maka perhitungan pajak buat UMKM offline maupun online tinggal
menjumlah peredaran bruto dalam sebulan, kemudian dikalikan dengan tarif.
Sangat mudah kan.
B. Beban pajak pelaku UMKM berkurang sehingga bisa lebih fokus dalam
mengembangkan usahanya karena omzet bersih akan meningkat.
C. Merangsang pertumbuhan jumlah pengusaha baru.
D. Dengan tarif ringan, idealnya kepatuhan pajak akan meningkat.
Pengertian NPWP
NPWP adalah singkatan dari Nomor Pokok Wajib Pajak, yaitu nomor yang
diberikan pada Wajib Pajak untuk sarana dalam administrasi perpajakan sebagai tanda
pengenal atau identitas diri dari Wajib Pajak dalam memenuhi hak dan kewajibannya.
Selain sebagai identitas Wajib Pajak, NPWP memiliki fungsi untuk menjaga ketertiban
dan ketaatan pembayaran pajak serta pengawasan administrasi perpajakan Wajib Pajak.
Karena semua dokumen tentang perpajakkan memiliki keterkaitan dengan nomor
NPWP.
Setiap wajib pajak hanya diberikan satu NPWP saja. Nomor NPWP terdiri dari 15
digit angka, 9 digit angka pertama merupakan informasi kode wajib pajak, dan 6 digit
terakhir merupakan informasi kode administrasi. Struktur lebih rinci dari NPWP dapat
dilihat pada gambar di atas. Penjelasan arti kode NPWP tersebut adalah sebagai berikut:
Jenis NPWP
Terdapat 2 jenis NPWP yang ada yaitu NPWP Pribadi dan NPWP Badan. Berikut
ini merupakan perbedaan dari kedua NPWP tersebut, antara lain:
1. NPWP Pribadi yaitu NPWP yang dimiliki secara individu yang memiliki
penghasilan di Indonesia. Berikut ini individu yang masuk ke daftar NPWP
pribadi, yaitu:
a. Memiliki Penghasilan dari Pekerjaan
b. Memiliki Penghasilan dari Pekerjaan Bebas
c. Memiliki Penghasilan dari Usaha
2. NPWP Badan yaitu NPWP yang dimiliki oleh setiap perusahaan atau badan usaha
yang memperoleh penghasilan di Indonesia. Berikut ini perusahaan yang masuk
ke dalam daftar NPWP Badan, yaitu:
a. Badan milik Pemerintah
b. Badan milik Swasta
Walaupun NPWP merupakan dokumen yang penting, masih banyak orang yang
tidak mengerti dan tidak membuat NPWP. Padahal, NPWP memiliki banyak manfaat di
dalam maupun diluar perpajakan loh! Contohnya sebagai berikut:
1. Persyaratan Administrasi
Dengan memiliki NPWP, kita akan mendapatkan kemudahan dalam
mengurus persyaratan administrasi seperti di bank. Beberapa instansi perbankan
saat ini mengharuskan memasukkan nomor NPWP sebagai salah satu syarat
utama atau syarat dokumen pendukung untuk mengurus administrasi di tempat
tersebut. Contohnya adalah kredit bank, rekening dana nasabah (RDN) , rekening
efek, rekening bank, pembuatan SIUP (Surat izin Usaha Perdagangan), dan
pembuatan paspor.
2. Mempermudah Urusan Perpajakan
Manfaat lain dari NPWP adalah berkaitan langsung dengan kemudahan
pengurusan segala bentuk administrasi perpajakan. Jika tidak memiliki NPWP,
anda bisa jadi tidak diperkenankan untuk membuat dokumen-dokumen tersebut.
Contoh dokumen administrasi yang memerlukan NPWP adalah pengurusan
restitusi pajak, pengajuan pengurangan pembayaran pajak, mengetahui jumlah
pajak yang mesti dibayar, dan lain – lain.
Dengan memiliki NPWP, maka Wajib Pajak akan terhindar dari sanksi hukum.
Karena bagi Wajib Pajak yang tidak melaksanakan ketentuan yaitu mempunyai NPWP,
akan terkena sanksi pidana sesuai dengan pasal yang berlaku.
1. Untuk Wajib Pajak orang pribadi, yang tidak menjalankan usaha atau pekerjaan
bebas berupa:
a. Fotokopi Kartu Tanda Penduduk bagi Warga Negara Indonesia; atau
b. Fotokopi paspor, fotokopi Kartu Izin Tinggal Terbatas (KITAS) atau Kartu Izin
Tinggal Tetap (KITAP), bagi Warga Negara Asing.
2. Untuk Wajib Pajak orang pribadi, yang menjalankan usaha atau pekerjaan
bebas berupa:
a. fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP) bagi Warga Negara Indonesia, atau
fotokopi paspor, fotokopi Kartu Izin Tinggal Terbatas (KITAS) atau Kartu Izin
Tinggal Tetap (KITAP), bagi Warga Negara Asing, dan fotokopi dokumen izin
kegiatan usaha yang diterbitkan oleh instansi yang berwenang atau surat
keterangan tempat kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dari Pejabat
Pemerintah Daerah sekurang-kurangnya Lurah atau Kepala Desa atau lembar
tagihan listrik dari Perusahaan Listrik/ bukti pembayaran listrik; atau
1. Untuk Wajib Pajak badan yang memiliki kewajiban perpajakan sebagai pembayar
pajak, pemotong dan/atau pemungut pajak sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan, termasuk bentuk usaha tetap dan kontraktor
dan/atau operator di bidang usaha hulu minyak dan gas bumi yang berorientasi
pada profit (profit oriented) berupa :
a. fotokopi akta pendirian atau dokumen pendirian dan perubahan bagi Wajib
Pajak badan dalam negeri, atau surat keterangan penunjukan dari kantor
pusat bagi bentuk usaha tetap;
b. fotokopi Kartu Nomor Pokok Wajib Pajak salah satu pengurus, atau fotokopi
paspor dan surat keterangan tempat tinggal dari Pejabat Pemerintah Daerah
sekurang-kurangnya Lurah atau Kepala Desa dalam hal penanggung jawab
adalah Warga Negara Asing; dan
c. fotokopi dokumen izin usaha dan/atau kegiatan yang diterbitkan oleh instansi
yang berwenang atau surat keterangan tempat kegiatan usaha dari Pejabat
Pemerintah Daerah sekurang-kurangnya Lurah atau Kepala Desa atau lembar
tagihan listrik dari Perusahaan Listrik/bukti pembayaran listrik.
2. untuk Wajib Pajak badan yang tidak berorientasi pada profit (non profit
oriented) dokumen yang dipersyaratkan hanya berupa: fotokopi e-KTP salah
satu pengurus badan atau organisasi; dan surat keterangan domisili dari
pengurus Rukun Tetangga (RT)/Rukun Warga (RW).
3. Wajib Pajak badan yang hanya memiliki kewajiban perpajakan sebagai pemotong
dan/atau pemungut pajak sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan, termasuk bentuk kerja sama operasi (Joint Operation), berupa :
a. fotokopi Perjanjian Kerjasama/Akta Pendirian sebagai bentuk kerja sama
operasi (Joint Operation);
b. fotokopi Kartu Nomor Pokok Wajib Pajak masing-masing anggota bentuk kerja
sama operasi (Joint Operation) yang diwajibkan untuk memiliki Nomor Pokok
Wajib Pajak;
c. fotokopi Kartu Nomor Pokok Wajib Pajak orang pribadi salah satu pengurus
perusahaan anggota bentuk kerja sama operasi (Joint Operation), atau fotokopi
paspor dan surat keterangan tempat tinggal dari Pejabat Pemerintah Daerah
sekurang-kurangnya Lurah atau Kepala Desa dalam hal penanggung jawab
adalah Warga Negara Asing; dan
Untuk Wajib Pajak dengan status cabang dan Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha
Tertentu dokumen yang dilampirkan berupa
Wajib Pajak yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan, wajib
mendaftarkan diri pada KPP yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat
kedudukan, dan tempat kegiatan usaha Wajib Pajak, meliputi:
1. Wajib Pajak orang pribadi, termasuk wanita kawin yang dikenai pajak secara
terpisah karena:
a. hidup terpisah berdasarkan putusan hakim;
b. menghendaki secara tertulis berdasarkan perjanjian pemisahan penghasilan
dan harta; atau
c. memilih melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban perpajakannya terpisah
dari suaminya meskipun tidak terdapat keputusan hakim atau tidak terdapat
perjanjian pemisahan penghasilan dan harta, yang tidak menjalankan usaha
atau pekerjaan bebas dan memperoleh penghasilan di atas Penghasilan Tidak
Kena Pajak;
2. Wajib Pajak orang pribadi, termasuk wanita kawin yang dikenai pajak secara
terpisah karena:
a. hidup terpisah berdasarkan putusan hakim;
Tempat Pendaftaran
a. Wajib Pajak yang telah menyampaikan Formulir Pendaftaran Wajib Pajak melalui
Aplikasi e-Registration harus mengirimkan dokumen yang disyaratkan di atas, ke
KPP yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan atau
tempat kegiatan usaha Wajib Pajak.
b. Pengiriman dokumen yang disyaratkan dapat dilakukan dengan cara mengunggah
(upload) salinan digital (softcopy) dokumen melalui Aplikasi e-Registration atau
mengirimkan dengan menggunakan Surat Pengiriman Dokumen yang telah
ditandatangani.
c. Dokumen-dokumen tersebut paling lambat 14 (empat belas) hari kerja sudah
diterima oleh KPP.
d. Apabila dokumen yang disyaratkan belum diterima KPP dalam jangka waktu 14
(empat belas) hari kerja setelah penyampaian permohonan pendaftaran secara
elektronik, maka permohonan tersebut dianggap tidak diajukan. Jadi, pastikan
dokumen yang disyaratkan telah diterima KPP sebelum jangka waktu 14 (empat
belas) hari kerja.
e. Apabila dokumen yang disyaratkan ini telah diterima secara lengkap, KPP
menerbitkan Bukti Penerimaan Surat secara elektronik.
f. Terhadap permohonan pendaftaran NPWP yang telah diberikan Bukti
Penerimaan Surat, KPP atau KP2KP akan menerbitkan Kartu NPWP dan Surat
Secara Langsung
a. Dalam hal Wajib Pajak tidak dapat mengajukan permohonan pendaftaran secara
elektronik, permohonan pendaftaran dilakukan dengan menyampaikan
permohonan secara tertulis dengan mengisi dan menandatangani Formulir
Pendaftaran Wajib Pajak.
b. Permohonan tersebut harus dilengkapi dengan dokumen yang disyaratkan.
c. Permohonan secara tertulis disampaikan ke KPP atau KP2KP yang wilayah
kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan atau tempat kegiatan
usaha Wajib Pajak.
d. Penyampaian permohonan secara tertulis dapat dilakukan:
1. secara langsung;
2. melalui pos; atau
3. melalui perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir.
e. Setelah seluruh persyaratan Permohonan Pendaftaran diterima KPP atau KP2KP
secara lengkap, KPP atau KP2KP akan menerbitkan Bukti Penerimaan Surat.
f. KPP atau KP2KP menerbitkan Kartu NPWP dan Surat Keterangan Terdaftar (SKT)
paling lambat 1 (satu) hari kerja setelah Bukti Penerimaan Surat diterbitkan.
g. NPWP dan SKT akan dikirimkan melalui Pos Tercatat.
Secara Online
PPh Pasal 21 adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium,
tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan
dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi
Subjek Pajak dalam negeri, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 Undang-Undang Pajak
Penghasilan.
1. Pemberi kerja yang terdiri dari orang pribadi dan badan, baik merupakan pusat
maupun cabang, perwakilan atau unit yang membayar gaji, upah, honorarium,
tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apa pun, sebagai
imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang dilakukan oleh pegawai
atau bukan pegawai;
2. Bendahara atau pemegang kas pemerintah, termasuk bendahara atau pemegang
kas pada Pemerintah Pusat termasuk institusi TNI/POLRI, Pemerintah Daerah,
instansi atau lembaga pemerintah, lembaga-lembaga negara lainnya, dan
Kedutaan Besar Republik Indonesia di luar negeri, yang membayarkan gaji, upah,
honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk
apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasam dan kegiatan;
3. Dana pensiun, badan penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja, dan badan-badan
lain yang membayar uang pensiun dan tunjangan hari tua atau jaminan hari tua;
4. Orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas serta badan
yang membayar:
a. Honorarium atau pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan
jasa dan/atau kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi dengan status
Subjek Pajak dalam negeri, termasuk jasa tenaga ahli yang melakukan
pekerjaan bebas dan bertindak untuk dan atas namanya sendiri, bukan
untuk dan atas nama persekutuannya;
b. Honorarium atau pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan
kegiatan dan jasa yang dilakukan oleh orang pribadi dengan status Subjek
Pajak luar negeri;
c. Honorarium atau imbalan lain kepada peserta pendidikan, pelatihan, dan
magang;
5. Penyelenggara kegiatan, termasuk badan pemerintah, organisasi yang bersifat
nasional dan internasional, perkumpulan, orang pribadi serta lembaga lainnya
yang menyelenggarakan kegiatan, yang membayar honorarium, hadiah, atau
penghargaan dalam bentuk apapun kepada Wajib Pajak orang pribadi dalam
negeri berkenaan dengan suatu kegiatan.
Penerima penghasilan yang dipotong PPh 21 adalah orang pribadi yang merupakan:
1. Pegawai;
2. Penerima uang pesangon, pensiun atau uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua,
atau jaminan hari tua, termasuk ahli warisnya;
3. Bukan pegawai yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan
dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan antara lain meliputi:
a. Tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas, yang terdiri dari pengacara,
akuntan, arsitek, dokter, konsultan, notaris, penilai, dan aktuaris;
b. Pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film, bintang
sinetron, bintang si pemain drama, bintang iklan, sutradara, kru film, foto
model, peragawan/peragawati, penari, pemahat, pelukis, penari, dan
seniman lainnya;
c. Olahragawan;
d. Penasehat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh, dan moderator;
e. Pengarang, peneliti, dan penerjemah;
f. Pemberi jasa dalam segala bidang, termasuk teknik komputer dan sistem
aplikasinya, telekomunikasi, elektronika, fotografi, ekonomi, dan sosial
serta pemberi jasa kepada suatu kepanitiaan;
g. Agen iklan;
h. Pengawas atau pengelola proyek;
i. Pembawa pesanan atau menemukan langganan atau menjadi perantara;
j. Petugas penjaja barang dagangan;
k. Petugas dinas asuransi;
l. Distributor perusahaan multilevel marketing atau direct selling dan
kegiatan sejenis lainya;
4. Peserta kegiatan yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan
dengan keikutsertaannya dalam suatu kegiatan, antara lain meliputi:
a. Peserta perlombaan dalam segala bidang, antara lain perlombaan olahraga,
seni, ketangkasan, ilmu pengetahuan, teknologi dan perlombaannya;
b. Peserta rapat, konferensi, sidang, pertemuan, atau kunjungan kerja;
c. Peserta atau anggota dalam suatu kepanitian sebagai penyelenggara
kegiatan tertentu;
d. Peserta pendidikan, pelatihan, dan magang;
e. Peserta kegiatan lainya.
Yang tidak termasuk dalam pengertian penerima penghasilan yang dipotong PPh
Pasal 21:
1. Pejabat perwakilan diplomatik dan konsultan atau pejabat lain dari negara asing,
dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan
bertempat tinggal bersama mereka, dengan syarat bukan warga negara Indonesia
dan di Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan lain diluar
jabatan atau pekerjaan tersebut, serta Negara yang bersangkutan memberi
perlakuan timbal balik
2. Pejabat perwakilan organisasi internasional sebagai dimaksud dalam Pasal 3 Ayat
(1) huruf c Undang-undang Pajak Penghasilan, yang telah ditetapkan oleh Menteri
Keuangan, dengan syarat bukan warga Negara Indonesia dan tidak menjalankan
usaha atau kegiatan atau pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan dari
Indonesia
1. Penghasilan yang diterima atau diperoleh pegawai tetap, baik berupa penghasilan
yang bersifat teratur maupun tidak teratur;
2. Penghasilan yang diterima atau diperoleh penerima pensiun secara teratur
berupa uang pensiun atau penghasilan sejenisnya;
3. Penghasilan berupa uang pesangon, uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua,
atau jaminan hari tua yang diberikan sekaligus, yang pembayarannya melewati
jangka waktu 2 (dua) tahun sejak pegawai berhenti bekerja;
4. Penghasilan pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas, berupa upah harian,
upah mingguan, upah satuan, upah borongan atau upah yang dibayarkan secara
bulanan;
5. Imbalan kepada bukan pegawai, antara lain berupa honorarium, komisi, fee, dan
imbalan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan, yang dilakukan;
6. Imbalan kepada peserta kegiatan, antara lain berupa uang saku, uang
representasi, ruang rapat, honorarium, hadiah atau penghargaan dengan nama
dan dalam bentuk apapun, dan imbalan sejenis dengan nama apapun;
7. Penghasilan berupa honorarium atau imbalan yang bersifat tidak teratur yang
diterima atau diperoleh anggota dewan komisaris, atau dewan pengawas yang
tidak merangkap sebagai Pegawai Tetap pada perusahaan yang sama;
8. Penghasilan berupa jasa produksi, tantiem, gratifikasi, bonus atau imbalan lain
yang bersifat tidak teratur yang diterima atau diperoleh mantan pegawai;
9. Penghasilan berupa penarikan dana pensiun oleh peserta program pensiun yang
masih berstatus sebagai pegawai, dari dana pensiun yang pendiriannya telah
disahkan oleh Menteri Keuangan;
10. Penerimaan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan lainnya dengan nama
dalam bentuk apapun yang diberikan oleh:
a. Wajib Pajak yang dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final; atau
b. Wajib Pajak yang dikenakan Pajak Penghasilan yang berdasarkan norma
penghitungan khusus (deemed profit).
Catatan:
Dalam hal penghasilan diterima atau diperoleh dalam mata uang asing,
perhitungan PPh Pasal 21 didasarkan pada nilai tukar (kurs) yang ditetapkan oleh
Menteri Keuangan yang berlaku pada saat pembayaran penghasilan tersebut atau pada
saat dibebankan pada biaya.
Besarnya biaya jabatan yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto untuk
penghitungan pemotongan pajak penghasilan bagi pegawai tetap, ditetapkan sebesar 5%
dari penghasilan bruto, setinggi-tingginya Rp 6.000.000,00 setahun atau Rp 500.000,00
sebulan.
Besarnya biaya pensiun yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto untuk
penghitungan pemotongan pajak penghasilan bagi pensiun, ditetapkan sebesar 5% dari
penghasilan bruto, setinggi-tingginya Rp 2.400.000,00 setahun atau rp 200.000,00
sebulan.
Tarif pajak yang berlaku serta penerapannya menurut ketentuan dalam Pasal 21
Undang-undang Pajak Penghasilan adalah sebagai berikut:
1. Tarif berdasarkan Pasal 17 UU PPh, diterapkan atas Penghasilan Kena Pajak dari:
a. Pegawai tetap;
Besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi pegawai tetap adalah sebesar
penghasilan neto dikurangi PTKP. Sedangkan penghasilan neto dihitung
seluruh penghasilan bruto dikurangi dengan:
- Biaya jabatan;
- Iuran yang terkait dengan gaji yang dibayar oleh pegawai kepada dana
pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan atau
badan penyelenggara tunjangan hari tua atau jaminan hari tua yang
dipersamakan dengan dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan
oleh Menteri Keuangan.
c. Pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas yang dibayarkan secara bulanan;
Bagi pegawai tidak tetap yang penghasilannya dibayar secara bulanan atau
jumlah kumulatif penghasilan yang diterima selama 1 (satu) bulan kalender telah
melebihi Rp 4.500.000,00 besarnya Penghasilan Kena Pajak dihitung besarnya
penghasilan bruto dikurangi PTKP.
Dalam hal jumlah penghasilan kumulatif dalam satu bulan kalender telah
melebihi Rp 10.200.000,00. PPh Pasal 21 dihitung dengan menerapkan
tarif Pasal 17 UU PPh atas jumlah Penghasilan Kena Pajak disetahunkan.
b. 50% dari jumlah penghasilan bruto yang diterima atau diperoleh tenaga ahli
yang melakukan pekerjaan bebas, yang terdiri dari pengacara, akuntan,
arsitek, dokter, konsultan, notaris, penilai, dan aktuaris.
PPh Pasal 21 = (50% x Penghasilan bruto) x tarif Ps 17 UU PPh
Bagi penerima penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 yang tidak memiliki
NPWP, dikenakan, pemotongan PPh Pasal 21 dengan tarif lebih tinggi 20% daripada tarif
yang diterapkan terhadap Wajib Pajak yang memiliki NPWP. Artinya jumlah PPh Pasal 21
yang harus dipotong adalah sebesar 120% dari jumlah PPh Pasal 21 yang seharusnya
dipotong dalam hal yang bersangkutan memiliki NPWP. Pemotongan PPh Pasal 21
seperti ini hanya berlaku untuk pemotongan PPh Pasal 21 yang bersifat tidak final.
Saat terutang PPh Pasal 21 dibagi menjadi 2 yaitu bagi penerima penghasilan dan
Pemotong Penghasilan. Bagi Penerima Penghasilan adalah pada saat dilakukan
pembayaran atau pada saat terutang penghasilan yang bersangkutan, sedangkan bagi
Pemotong PPh Pasal 21 adalah akhir bulan dilakukannya pembayaran atau akhir bulan
terutang penghasilan yang bersangkutan.
Penghitungan PPh Pasal 21 untuk pegawai tetap dan penerima pensiun berkala
dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu:
Perhitungan masa atau bulanan selaim Masa Pajak Desember atau Masa Pajak
dimana pegawai tetap berhenti bekerja.
Untuk menghitung PPh Pasal 21 atas pegawai tetap, terlebih dahulu dihitung
seluruh penghasilan bruto yang diterima atau diperoleh selama sebulan, yang meliputi
seluruh gaji, segala jenis tunjangan dan pembayaran teratur lainya.
Apabila pajak yang terutang oleh pemberi kerja tidak didasarkan atas masa gaji
sebulan, maka untuk penghitungan PPh Pasal 21, jumlah penghasilan tersebut terlebih
dahulu dijadikan penghasilan bulanan dengan mempergunakan faktor perkalian sebagai
berikut:
Dalam hal seorang pegawai tetap dengan kewajiban pajak subjektifnya sebagai
Wajib Pajak dalam negeri sudah ada sejak awal tahun, tetapi mulai bekerja setelah bulan
Januari, maka penghasilan neto setahun dihitung dengan mengalikan penghasilan neto
setahun dengan banyaknya bulan sejak pegawai yang bersangkutan mulai bekerja
sampai dengan bulan Desember.
Jika kepada pegawai disamping dibayar gaji bulanan juga dibayar kenaikan gaji
yang berlaku surut (rapel), misalnya untuk 5 bulan, maka penghitungan PPh Pasal 21
atas rapel tersebut adalah sebagai berikut:
a. Rapel dibagi banyaknya bulan perolehan rapel tersebut (dalam hal ini 5 bulan).
b. Hasil pembagian rapel tersebut ditambahkan pada gaji setiap bulan sebelum
adanya kenaikan gaji, yang sudah dikenakan pemotongan PPh Pasal 21.
c. PPh Pasal 21 atas gaji untuk bulan-bulan setelah ada kenaikan, dihitung kembali
atas dasar gaji baru setelah ada kenaikan.
d. PPh Pasal 21 terutang atas tambahan gaji untuk bulan-bulan dimaksud adalah
selisih antara jumlah pajak yang dihitung berdasarkan huruf c kurangi jumlah
pajak yang telah dipotong sebagai disebut pada huruf b.
Penghitungan PPh Pasal 21 atas uang pensiun bulanan yang diterima atau
diperoleh penerima pensiun pada tahun pertama pensiun adalah sebagai berikut:
a. Terlebih dahulu dihitung penghasilan neto sebulan yang diperoleh dengan cara
mengurangi penghasilan bruto dengan biaya pensiun, kemudian dikalikan
banyaknya bulan sejak pegawai yang bersangkutan menerima pensiun sampai
dengan bulan Desember.
b. Penghasilan neto pensiun sebagaimana tersebut pada huruf a ditambah dengan
penghasilan neto dalam tahun yang bersangkutan yang diterima atau diperoleh
a. Terlebih dahulu dihitung penghasilan neto sebulan yang diperoleh dengan cara
mengurangi penghasilan bruto dengan biaya pensiun.
b. Selanjutnya dihitung penghasilan neto setahun yaitu jumlah penghasilan neto
sebulan dikalikan 12.
c. Selanjutnya dihitung Penghasilan Kena Pajak sebagai dasar penerapan tarif Pasal
17 UU PPh, yaitu sebesar penghasilan neto setahun dikurangi dengan PTKP.
d. Setelah diperoleh PPh terutang dengan menerapkan tarif Pasal 17 UU PPh
terhadap Penghasilan Kena Pajak, selanjutnya dihitung PPh Pasal 21 sebulan, yang
harus dipotong dan/atau disetor ke kas negara yaitu sebesar jumlah PPh Pasal 21
setahun dibagi dengan 12.
Penghitungan PPh Pasal 21 atas Penghasilan Tidak Teratur Bagi pegawai Tetap
Apabila kepada pegawai tetap diberikan jasa produksi tantiem, gratifikasi, bonus,
premi, tunjangan hari raya, dan penghasilan lainnya semacam itu yang sifatnya tidak
tetap biasa dibayarkan sekali setahun, maka PPh Pasal 21 dihitung dan potong dengan
cara sebagai berikut:
Dalam hal pegawai tetap yang kewajiban pajak subjektifnya sudah ada sejak awal
tahun namun baru mulai bekerja setelah bulan Januari maka pajak PPh Pasal 21 atas
penghasilan yang tidak teratur tersebut dihitung dengan cara sebagaimana di atas
dengan memperhatikan ketentuan mengenai penghitungan PPh Pasal 21 bulanan atas
penghasilan teratur.
Penghitungan PPh Pasal 21 Terutang Pada Bulan /desember atau Masa Pajak Tertentu
untuk Pegawai Tetap yang Berhenti Bekerja Sebelum Bulan Desember
1. Hitung PPh Pasal 21 terutang atas seluruh penghasilan yang diterima atau diperoleh
dari pemotong pajak dalam tahun kalender yang bersangkutan, baik penghasilan
yang teratur maupun yang tidak teratur.
a. Untuk pegawai tetap yang kewajiban pajak subjektifnya sudah ada sejak awal
tahun, namun nilai bekerja setelah bulan Januari atau berhenti bekerja sebelum
bulan Desember PPh Pasal 21 dihitung berdasarkan jumlah seluruh penghasilan
yang diterima atau diperoleh baik yang bersifat teratur maupun tidak teratur baik
pegawai tetap yang bersangkutan bekerja pada pemotong pajak.
b. Sedangkan untuk pegawai tetap kewajiban pajak subjektifnya baru dimulai
setelah bulan Januari atau berakhir sebelum bulan Desember, PPh Pasal 21
terutang dihitung berdasarkan jumlah seluruh penghasilan yang diterima atau
yang diperoleh baik yang bersifat teratur maupun tidak teratur, yang
disetahunkan.
2. PPh Pasal 21 terutang yang harus dipotong untuk bulan Desember atau bulan
tertentu untuk pegawai tetap yang berhenti bekerja sebelum bulan Desember adalah
sebesar selisih antara PPh Pasal 21 terutang atas seluruh penghasilan teratur dan
tidak teratur yang diterima dari potong pajak dalam tahun kalender yang
bersangkutan, sebagaimana dimaksud dalam angka 1, dengan PPh Pasal 21 yang
telah dipotong dalam tahun kalender yang bersangkutan sampai dengan bulan
sebelumnya.
3. Dalam hal jumlah PPh Pasal 21 yang telah dipotong sampai dengan bulan
sebelumnya tersebut lebih besar dari pada PPh Pasal 21 terutang atas seluruh
penghasilan teratur dan tidak teratur yang diterima dari pemotong pajak dalam
tahun kalender yang bersangkutan, misalnya dalam hal pegawai berhenti bekerja
pada pertengahan tahun, atas kelebihan pemotongan PPh Pasal 21 tersebut
dikembalikan pada pegawai tetap, yang berhenti bekerja bersamaan dengan
pemberian bukti pemotongan PPh Pasal 21. Atas kelebihan pemotongan PPh Pasal
21 untuk pegawai tetap yang bersangkutan, pemotong pajak dapat
memperhitungkan dengan PPh Pasal 21 terutang atas penghasilan pegawai tetap
lainnya dalam masa pajak yang sama, sehingga jumlah PPh Pasal 21 yang harus
disetor oleh pemotong pajak untuk masa pajak tersebut telah mempertimbangkan
jumlah kelebihan pemotongan PPh Pasal 21 yang telah diberikan oleh pemotong
pajak pada pegawai tetap yang bekerja.
Penghitungan PPh Pasal 21 untuk Pegawai Tidak Tetap atau Tenaga Kerja Lepas,
Pemagang dan Calon Pegawai yang Menerima Upah Harian, Upah Mingguan, Upah
Satuan, Upah Borongan, Uang Saku Harian atau Mingguan
1. Tentukan jumlah upah/uang saku harian, atau rata-rata upah/uang saku yang
diterima atau diperoleh dalam sehari:
a. Upah/uang saku mingguan dibagi banyaknya hari bekerja dalam seminggu;
b. Upah satuan dikalikan dengan jumlah rata-rata satuan yang dihasilkan dalam
sehari;
c. Upah borongan dibagi dengan jumlah hari yang digunakan untuk menyelesaikan
pekerjaan borongan.
Penghitungan PPh Pasal 21 untuk Pegawai Tidak Tetap atau Tenaga Kerja Lepas,
Pemagang dan Calon Pegawai yang Menerima Upah yang Dibayarkan Secara Bulanan
PPh Pasal 21 dihitung dengan menerapkan Tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh
atas jumlah upah bruto yang disetahunkan setelah dikurangi PTKP, dan PPh Pasal 21
yang harus dipotong adalah sebesar PPh Pasal 21 hasil perhitungan tersebut dibagi 12.
Penghitungan PPh Pasal 21 untuk Anggota Dewan Pengawas atau Dewan Komisaris yang
Tidak Merangkap Sebagai Pegawai Tetap
PPh Pasal 21 dihitung dengan menerapkan Tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh
atas kumulatif jumlah penghasilan bruto yang diterima atau diperoleh selama 1 tahun
kalender.
Penghitungan PPh Pasal 21 bagi Mantan Pegawai yang Menerima Penghasilan Berupa
Jasa Produksi, Tantiem, Gratifikasi, Bonus atau Imbalan Lain yang Bersifat Tidak Teratur
PPh Pasal 21 dihitung dengan cara menerapkan Tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU
PPh atas kumulatif jumlah penghasilan bruto yang diterima atau diperoleh selama 1
tahun kalender.
Penghitungan PPh Pasal 21 bagi Peserta Program Pensiun yang Masih Berstatus Sebagai
Pegawai yang Menarik Dana Pensiun
PPh Pasal 21 dihitung dengan menerapkan Tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh
dari kumulatif jumlah penghasilan bruto yang dibayarkan selama 1 tahun kalender.
Pemotongan PPh Pasal 21 bagi Tenaga Ahli yang Melakukan Pekerjaan Bebas
Pemotongan PPh Pasal 21 bagi Orang Pribadi Dalam Negeri Bukan Pegawai, Selain
Tenaga Ahli, Atas Imbalan yang Bersifat Berkesinambungan
Bagi yang telah memiliki NPWP dan hanya menerima penghasilan dari Pemotong
Pajak yang bersangkutan PPh Pasal 21 dihitung dengan menerapkan tarif Pasal 17 ayat
(1) huruf a UU PPh atas jumlah kumulatif penghasilan kena pajak. Besarnya penghasilan
kena pajak adalah sebesar penghasilan bruto dikurangi PTKP per bulan.
Bagi yang Tidak Memiliki NPWP atau Menerima Penghasilan dari Selain Pemotong
Pajak yang Bersangkutan PPh Pasal 21 dihitung dengan penerapan tarif Pasal 17 ayat (1)
huruf a UU PPh atas jumlah kumulatif penghasilan bruto dalam tahun kalender yang
bersangkutan.
Pemotongan PPh Pasal 21 bagi Orang Pribadi Dalam Negeri Bukan Pegawai, Selain
Tenaga Ahli, Atas Imbalan yang Tidak Bersifat Berkesinambungan
PPh Pasal 21 dihitung dengan menerapkan Tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh
atas jumlah penghasilan bruto.
PPh Pasal 21 dihitung dengan menerapkan Tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh
atas jumlah penghasilan bruto untuk setiap kali pembayaran yang bersifat utuh dan tidak
dipecah, yang diterima oleh peserta kegiatan.
PPh Pasal 4 Ayat 2/PPh Final adalah pajak penghasilan atas jenis penghasilan-
penghasilan tertentu yang bersifat final dan tidak dapat dikreditkan dengan Pajak
Penghasilan terutang. Istilah final di sini berarti bahwa pemotongan pajaknya hanya
sekali dalam sebuah masa pajak dengan pertimbangan kemudahan, kesederhanaan,
kepastian, pengenaan pajak yang tepat waktu dan pertimbangan lainnya.
Objek PPh Pasal 4 Ayat 2 (Pajak Penghasilan Pasal 4 Ayat 2) dikenakan pada jenis
tertentu dari penghasilan/pendapatan, dan berupa:
a. Penghasilan dari usaha, antara lain usaha dagang, industry, dan jasa seperti
misalnya toko/kios/los kelontong, pakaian, elektronik, bengkel, penjahit, dan
warung/rumah makan, salon, dan usaha lainnya.
b. Peredaran bruto (omzet) setahun tidak melebihi dari Rp 4,8 Miliar
c. Omzet di total dari seluruh gerai/outlet, baik pusat atau cabang
Subjek pajak PPh Pasal 4 Ayat 2 (Pajak Penghasilan Pasal 4 Ayat 2) adalah:
Contoh I
Tuan Firdaus memiliki usaha kecil sebagai pedagang baju dengan omzet sebulan
Rp15.000.000. Dia memenuhi syarat untuk menggunakan PP 23 Tahun 2018. Jadi
perhitungan pajaknya:
Contoh II
Jika Tuan Firdaus baru memulai usaha dan masih menunjukkan rugi atau belum
ada omzet, maka Wajib Pajak dapat memilih untuk tidak dipungut pajak. Tapi syaratnya
menyampaikan pemberitahuan kepada Direktur Jenderal Pajak.
Contoh III
Sebelum melakukan pembayaran pajak, UMKM harus memiliki NPWP dan kode e-
billing terlebih dahulu. Pendaftaran NPWP dapat dilakukan dengan tata cara sebagai
berikut.
a. Fotokopi KTP
b. Surat pernyataan bermaterai dari WP yang menyatakan kegiatan dan
lokasi/tempat usaha
c. Akte/dokumen pendirian
d. Fotokopi KTP & NPWP salah satu pengurus
Setelah memiliki NPWP, UMKM perlu membuat kode e-billing dengan tata cara
sebagai berikut.
1. WP yang ingin memiliki kode billing dengan SSE pajak, yang perlu dilakukan
pertama kali adalah mendaftar terlebih dahulu pada laman resmi SSE
pajak. Tahapannya seperti berikut:
a. Masukan alamat url sse2.pajak.go.id yang sudah dilebur
ke https://djponline.pajak.go.id/account/login
b. Silakan login dan jika belum memiliki akun, silakan pilih “Anda belum
terdaftar, daftar di sini” untuk registrasi pengguna baru.
c. Masukkan NPWP, EFIN dan masukan captcha yang tertera di bagian bawah.
Kalau semua informasi sudah benar, pilih “Verifikasi”
d. Selanjutnya, silakan login dengan nomor pin yang sudah didaftarkan
sebelumnya. Pilihlah warna hijau untuk isi SSE. Isi formulir dengan lengkap
dan benar dengan memastikan jenis pajak dan setoran tidak keliru. Tinggal
klik “simpan”.
Selain mendaftar lewat DJP Online, terdapat beberapa saluran yang dapat
digunakan untuk mendaftar e-billing diantaranya yaitu:
Setelah mendapatkan kode e-billing, DJP Online (SSE1, SSE2, atau SSE3) • Layanan
billing-djp/ di KPP/KP2KP • Kring Pajak 1500200 • Petugas Teller/CS Bank & Kantor Pos
• Internet Banking • ASP • SMS ID Billing *141*500# • ATM maka UMKM dapat
melakukan pembayaran pajak dengan cara sebagai berikut.
1. Masuk ke DJP Online. Lalu masukkan nomor NPWP, password dan captcha.
Selanjutnya, klik Login.
2. Kemudian akan melihat tampilan layanan Single Login. Selanjutnya, klik
menu Bayar, dan klik e-billing.
3. Berikutnya akan diarahkan untuk mengisi SSE pajak. Untuk kolom nama, NPWP
dan Alamat akan terisi otomatis sehingga WP tinggal mengisi kolom yang masih
kosong seperti jenis pajak, jenis setoran, masa pajak, tahun pajak dan lain
sebagainya. WP yang hendak membayar PPh Final UMKM atau PPh Final Pasal 4
ayat (2) atas penghasilan dari usaha yang diterima wajib pajak yang memiliki
peredaran bruto di bawah Rp4,8 miliar per tahun, bisa isi jenis pajak dengan kode
411128 PPh Final.
4. Langkah berikutnya, pilih jenis setoran dengan kode 420 Final UMKM Bayar
Sendiri jika WP akan membayar PPh Final. Selanjutnya, silakan isi masa pajak dan
tahun pajak. Kemudian, isi berapa besar pajak yang akan dibayar.
Beberapa tahapan cara lapor pajak UMKM atau bisnis online melalui situs DJP,
antara lain:
Dirjen Pajak. (2007). Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum
dan Tata Cara Perpajakan. Jakarta. https://pajaknesia.id/keuntungan-pajak-umkm-
bagi-pelaku-usaha/
Fitriya. (2021). Membuat Kode Billing di SSE Pajak Online dan Cara Bayar Pajak UMKM
PPh Final. https://klikpajak.id/blog/membuat-kode-billing-di-sse-pajak-online-
dan-cara-bayar-pajak-umkm-pph-final/
Idris, m. (2021, 04 14). simak cara membuat NPWP online , mudah dan cepat.
https://amp-kompas-
com.cdn.ampproject.org/v/s/amp.kompas.com/money/read/2021/04/14/001200
326/simak-cara-membuat-npwp-online-mudah-dan-
cepat?amp_js_v=a6&_gsa=1&usqp=mq331AQKKAFQArABIIACAw%3D%3D#a
oh=16337443842007&referrer=https%3A%2F%2Fwww.google.com&am.
Mardiasmo. (2018). Perpajakan Edisi Revisi Tahun 2018. Yogyakarta: CV Andi Offset.
Online Pajak. (2017). PPh Pasal 4 Ayat 2 (Pajak Penghasilan Pasal 4 Ayat 2).
https://www.online-pajak.com/seputar-pajakpay/pajak-penghasilan-pph-pasal-4-
ayat-2-a
Pasha, A. R. (2021). Cara Lapor Pajak SPT Tahunan untuk UMKM dan Bisnis Online.
https://www.cermati.com/artikel/cara-lapor-pajak-spt-tahunan-untuk-umkm-
dan-bisnis-online