Contoh :
- Ra fathah ( )ر:
اَلَ ْم َت َر- ُغف َِرلَ ُه- َربِّ ْال َفلَ ِق- َر ُّب ُك ْم
Contoh :
- Ra dammah ( ) ُر:
- Ra dhammatain ( ) ٌر:
c. Jika ra berharakat sukun jatuh sesudah huruf yang berharakat fathah atau dammah ( +
ـَـ+ ْ ر/ )رْ ـُـ
Contoh :
ْ َوا ْن َحر- َفَأ َثرْ َن ِب ِه- َترْ ِمي ِْه ْم- َوَأرْ َس َل
مُرْ َت َف ًقا- ٌ قُرْ آن- مُرْ َسلِي َْن- ُترْ َحم ُْو َن
d. Jika ra berharakat sukun didahului oleh huruf yang berharakat kasrah tetapi kasrahnya
tidak asli dari kalimat itu. ( ْ ر/ kasrah tidak asli )
Contoh :
اِرْ َحمْ َنا- ْ اِرْ َكب- ْاِرْ ِجعِى
e. Jika ra berharakat sukun sedangkan huruf sebelumnya berharakat kasrah asli, namun
sesudah ra sukun itu ada huruf ISTI’LA ( ) إسـتـعـالءyang tidak berharakat kasrah (huruf isti’la
tidak dikasrah + ْ ر+ / kasrah asli ).
Sedangkan huruf isti’la itu ialah ق- غ- خ- ظ- ط- ض -ص
Contoh :
َ ْ مِر- مِنْ ُك ِّل فِرْ َق ٍة- ٌقِرْ َطاس
صا ٌد
Ra tarqiq atau muraqqaqah ialah ra yang dibaca tipis. Di dalam ilmu tajwid ra ( ) رdibaca
tipis jika memenuhi syarat sebagai berikut :
Contoh :
b. Jika ra berharakat sukun dan huruf sebelumnya berharakat kasrah asli tetapi
sesudah ra sukun bukan huruf isti’la. ( bukan huruf isti’la + ـِـ+ ْ) ر.
Contoh :
ْمر َف ًقا- َوَأ ْن َذرْ ِب ِه- ُ َف َب ِّشرْ ه- فِرْ َع ْو َن
c. Jika ra berada pada tempat pemberhentian atau waqaf dan huruf sebelumnya ya
sukun ( ra waqaf + ْ) ي
Contoh :
لَ ُكم ُْال َخ ْي ُر-ٌَس ِميْع ٌبَصِ ْير َوه َُوال َّس ِم ْي ُع ْال َخ ِبيْر-ٌَش ْيٍئ َق ِد ْير
Contoh :
َ ِب ُم- ه َُو ْال َكافِ ُر- َوالَ ناَصِ َر
صيْطِ ٍر
3. Jawazul Wajhain ( ) جواز الوجهينartinya boleh dibaca tebal dan boleh dibaca tipis
Huruf ra boleh dibaca tafkhim atau tarqiq jika ra itu disukun dan huruf sebelumnya
berharakat kasrah sedangkan setelah ra sukun itu ada huruf isti’la yang berharakat kasrah.
(huruf isti’la yang dikasrah + ْ ر+ ِ )
Contoh :
صٍ ْ ِبحِر- مِنْ عِ رْ ضِ ِه
https://almuttaqinzainul.blogspot.com/2019/01/hukum-bacaan-ro.html
Tafkhim ( ) َت ْف ِخ ْي ُمmerupakan masdar dari fakhkhama ( ) َف َّخ َمyang berarti menebalkan. Sedang
yang dimaksud dengan bacaan tafkhim adalah membunyikan huruf-huruf tertentu dengan
suara atau bacaan tebal.
Pada pengertian itu dapat disimpulkan, bahwa bacaan-bacaan tafkhim itu menebalkan huruf
tertentu dengan cara mengucapkan huruf tertentu dengan cara mengucapkan huruf di bibir
(mulut) dengan menjorokkan ke depan (bahasa Jawa mecucu), bacaan tafkhim kadang-
kadang disebut sebagai isim maf’ul mufakhkhamah () ُم َف َّخ َم ٌة.
b. Bacaan Tafkhim
Huruf hijaiyah yang wajib dibaca tafkhim terdapat tujuh huruf, yaitu huruf isti’la yang
berkumpul pada kalimat: ض ْغطِ ق ِْظ
َ َّ ُخص, kesemuanya harus dibaca tebal.
Ra harus di baca tafkhim atau tebal karena beberapa sebab berikut ini:
Ra’ yang bertanda sukun dan huruf sebelumnya berbaris fathah atau dhommah.
Ra’ di hujung kalimah dibaca sebagai sukun kerana waqaf yang mendatang; sebelumnya
terdapat huruf mati selain huruf ( ) ىdan sebelumnya lagi terdapat huruf yang berbaris
fathah atau dhommah.
Ra' yang bertanda sukun selepas huruf hamzah wasal yang berbaris kasrah maupun
dhomah.
Ra' yang bertanda sukun selepas huruf yang berbaris kasrah dan selepasnya terdapat huruf
isti'la'.
b. Pada pengertian itu tampak, bahwa tarqiq menghendaki adanya bacaan yang tipis
dengan cara mengucapkan hurur di bibir (mulut) agak mundur sedikit dan tmpak agak
meringis. Bacaan tarqiq kadang-kadang disebut sebagai isim maf’ulnya, yakni muraqqaqah (
)م َُر َّق َق ٌة.
Ra harus di baca Tarqiq atau tipis karena beberapa sebab berikut ini:
َ أ ْب
Contohnya: ص ِر ِه ْم
Ra' yang bertanda sukun selepas huruf yang berbaris kasrah dan bertemu dengan huruf
yang bukan huruf isti'la'.
Ra’ di hujung kalimat yang disukunkan (waqaf yang mendatang) dan sebelumnya terdapat
huruf sukun yang bukan huruf isti'la' dan sebelum huruf bertanda sukun itu, terdapat huruf
yang berbaris kasrah.
Contohnya: حِجْ ٍر
Ra’ di hujung kalimah yang disukunkan (waqaf yang mendatang) dan sebelumnya terdapat
huruf يyang bertanda sukun dan sebelum huruf يbertanda sukun ini, terdapat huruf yang
berbaris fatha atau kasrah.
Ra’ bertanda sukun di hujung kalimah kerana huruf sebelumnya bertanda kasrah dan
terdapat huruf isti'la' di kalimah/kata yang kedua.
Ra' sukun yang huruf sebelumnya berbaris kasrah dan bertemu dengan huruf isti'la' yang
berbaris kasrah juga. lebih utama dibaca tipis.
Ra' yang disukunkan di hujung kalimah (waqaf yang mendatang), sebelumnya terdapat
huruf isti'la' yang bertanda sukun dan sebelum huruf isti'la' ini, ada huruf yang berbaris
kasrah.
Lebih utama dibaca tebal jika ra' berbaris fatha.
Lebih utama dibaca tipis jika ra' berbaris kasrah.
https://www.mahlil.com/2016/03/pengertian-hukum-bacaan-ra-dan.html