Anda di halaman 1dari 7

‘Āmil-‘āmil yang Me-nashab-kan Fi‘il Mudhāri‘

“‘Āmil-‘āmil yang me-nashab-kan fi‘il mudhāri‘ yang tetletak setelahnya ada 10 huruf.


Huruf-huruf tersebut terbagi menjadi 3 macam:

1. Huruf yang me-nashab-kan fi‘il mudhāri‘ dengan sendirinya.


2. Huruf yang me-nashab-kan fi‘il mudhāri‘ dengan perantaraan (‫ )َأ ْن‬yang
tersembunyi (mudhmarah) dan hukumnya boleh disembunyikan atau boleh
juga ditampakkan.
3. Huruf yang me-nashab-kan dengan (‫)َأ ْن‬ mudhmarah yang hukumnya wajib
diperkirakan atau disembunyikan.

a. Huruf yang me-nashab-kan fi‘il mudhāri‘ dengan sendirinya ada empat, yaitu (


‫)َأ ْن‬, (‫)لَ ْن‬, (‫ )ِإ َذ ْن‬dan (‫) َك ْي‬.

1. (‫ )َأ ْن‬adalah huruf mashdar, pe-nashab, dan huruf istiqbāl. Contohnya adalah


firman Allah s.w.t.:

( ْ ‫“ – )َأطْبَ ُع َأ ْن َي ْغ ِفَر يِل‬Yang amat kuinginkan akan mengampuni kesalahanku” (asy-


Syu‘arā’: 82).

(‫ب‬ ِّ ُ‫اف َأ ْن يَْأ ُكلَه‬


ُ ‫الذْئ‬ ُ ‫َأخ‬
َ ‫)و‬
َ – “Aku khawatir kalau dia dimakan serigala” (Yūsuf: 13).

(‫“ – )ِإيِّنْ لَيَ ْح ُزنُيِن ْ َأ ْن تَ ْذ َهُب ْوا بِِه‬Sesungguhnya kepergian kalian bersama Yūsuf amat
menyedihkanku” (Yūsuf: 13).

(‫ب‬ ِ ‫“ – )و َأمْج عوا َأ ْن جَي علُوه يِف َغياب‬Mereka sepakat untuk memasukkannya ke dasar
ِّ ُ‫ت احْل‬ َ َ ْ ُ ْ ُْ َُْ َ
sumur”. (Yūsuf: 15).

2. (‫ )لَ ْن‬adalah huruf nafi, huruf nashab, dan huruf istiqbāl. Contohnya adalah


firman Allah ta‘ālā:

َ َ‫“ – )لَ ْن نُْؤ ِم َن ل‬Kami tidak akan beriman kepadamu” (al-Isrā’: 90).
(‫ك‬

( َ ‫“ – )لَ ْن َنْبَر َح َعلَْيهِ َعاكِ ِفنْي‬Kami akan tetap menyembah patung anak lembu itu” (Thāhā:
91).

(َّ ‫“ – )لَ ْن َتنَالُوا الْرِب‬Kalian sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan” (Āli ‘Imrān: 92).
3. (‫ )ِإذَ ْن‬adalah huruf jawāb (71), jazā’ (82), dan nashab. Fi‘il mudhāri‘ dapat di-
nashab-kan dengan huruf ini dengan tiga syarat:
– Huruf (‫ )ِإ َذ ْن‬harus berada pada permulaan kalimat jawāb.

– Fi‘il mudhāri‘ yang terletak sesudah huruf ini harus menunjukkan


ma‘na istiqbāl (yang akan datang).
– Antara huruf (‫ )ِإ َذ ْن‬dan fi‘il mudhāri‘-nya tidak dipisah oleh pemisah apa pun
kecuali huruf qasam (sumpah) atau huruf nidā’ (huruf yang digunakan untuk
memanggil) atau huruf ( ‫)اَل‬ nāfiyah.

Beberapa contoh penggunaan kata yang memenuhi berbagai syarat di atas


adalah ucapan salah seorang saudara lelakimu kepadamu:

(‫َأجتَ ِه ُد يِف ْ ُد ُر ْو ِس ْي‬


ْ ‫)س‬َ – “Saya akan bersungguh-sungguh dalam pelajaranku”.

lalu anda mengatakan kepadanya:

(‫“ – )ِإ َذ ْن َتْن َج َح‬Kalau begitu anda akan lulus”.

Contoh penggunaan (‫ )ِإذَ ْن‬dengan fi‘il mudhāri‘ yang dipisahkan oleh


huruf qasam adalah ucapan anda untuk menjawab pertanyaan saudara anda tadi:

ِ ‫“ – )ِإذَ ْن و‬Jika demikian – demi Allah – anda akan lulus”.


(‫اهلل َتْن َج َح‬ َ

Contoh penggunaan (‫ )ِإذَ ْن‬dengan fi‘il mudhāri‘ yang dipisahkan oleh


huruf nidā’ adalah ucapan anda:

(‫“ – )ِإ َذ ْن يَا حُمَ َّم ُد َتْن َج َح‬Jika demikian – wahai Muḥammad – anda akan lulus”.

Contoh penggunaan (‫ )ِإذَ ْن‬dengan fi‘il mudhāri‘ yang dipisahkan oleh huruf (


‫)اَل‬ nāfiyah adalah ucapan anda:

(‫ك‬ ِ ‫ِإ‬
َ ُ‫ب َس ْعي‬
َ ‫“ – ) َذ ْن اَل خَي ْي‬Kalau begitu tidak akan gagal usahamu”.

(‫اعا‬ ِ ‫“ – )ِإذَ ْن و‬Kalau begitu – demi Allah – amalanmu tidak akan hilang
ِ َ ُ‫اهلل اَل ي ْذهب عمل‬
ً َ‫ك ضي‬ ََ َ َ َ َ
percuma.”

4. Adapun huruf (‫“ ) َك ْي‬supaya/agar/untuk” adalah huruf mashdar (93)


dan nashab. Fi‘il mudhāri‘ dapat di-nashab-kan dengan huruf ini dengan
syarat fi‘il tersebut harus didahului lām ta‘līl (yang menunjukkan ma‘na
alasan/penjelasan), baik secara lafazh seperti contoh berikut:
(‫“ – )لِ َكْياَل تَْأ َس ْوا‬Supaya kalian tidak berduka-cita” (al-Ḥadīd: 29).

atau secara taqdīr seperti contoh berikut:

(ً‫“ – ) َك ْي اَل يَ ُك ْو َن ُد ْولَة‬Supaya harta itu jangan beredar” (al-Ḥasyr: 7).

Jika fi‘il mudhāri‘ itu tidak didahului oleh huruf lām ini, baik secara lafazh maupun


secara taqdīr, maka fi‘il mudhāri‘ itu di-nashab-kan dengan perantaraan (
‫)َأ ْن‬ mudhmarah, sedangkan huruf (‫ ) َك ْي‬adalah huruf ta‘līl.

b. Jenis yang kedua yaitu huruf yang me-nashab-kan fi‘il mudhāri‘ dengan


perantaraan (‫)َأ ْن‬ mudhmarah yang hukumnya boleh diperkirakan/disembunyikan
atau boleh pula ditampakkan. Jenis ini ada satu huruf yaitu lām ta‘līl (‫َّعلِْي ِل‬
ْ ‫)اَل ُم الت‬
yang diistilahkan oleh penulis dengan lām kay (‫)اَل ُم َك ْي‬. Hal ini dikarenakan
kesamaan fungsi kedua kata tersebut dalam menunjukkan
ma‘na ta‘līl (alasan/sebab terhadap lafazh sebelumnya – pent.). Contohnya adalah
firman Allah ta‘ālā:

ِ ِ
(‫َأخَر‬ َ ِ‫َّم ِم ْن َذنْب‬
َّ َ‫ك َو َما ت‬ َ ‫ك اهللُ َما َت َقد‬
َ َ‫لَي ْغفَر ل‬.) – “Supaya Allah memberikan ampunan kepadamu
terhadap dosamu yang telah lalu dan yang akan datang”. (al-Fatḥ: 2).

( َ ‫ب اهللُ الْ ُمنَافِ ِقنْي‬ ِِ


َ ‫ليُع ِّذ‬.) – “Sehingga Allah meng‘adzāb orang-orang munāfiq laki-laki dan
perempuan” (al-Aḥzāb: 73).

c. Jenis yang ketiga adalah huruf-huruf yang me-nashab-kan fi‘il


mudhāri‘ dengan perantaraan (‫ )َأ ْن‬yang wajib disembunyikan, tidak boleh
ditampakkan. Jenis ini ada 5 huruf, penjelasannya adalah sebagai berikut:

1. Lām juḥūd (‫)اَل ُم اجْلُ ُح ْو ِد‬. Ketentuannya adalah huruf (‫ )اَل ُم‬tersebut harus didahului oleh (‫َم‬
‫ )ا َكا َن‬atau (‫)مَلْ يَ ُك ْن‬.

Contoh yang pertama, yaitu yang didahului oleh (‫)ما َكا َن‬,
َ adalah firman Allah ta‘ālā:

(ِ‫)ما َكا َن اهللُ لِيَ َذ َر الْ ُمْؤ ِمنِنْي َ َعلَى َما َأْنتُ ْم َعلَْيه‬
َ – “Allah sekali-kali tidak akan membiarkan orang-
orang yang beriman dalam keadaan seperti yang kamu alami sekarang ini” (Āli
‘Imrān: 179).

(‫)و َما َكان اهللُ لُِي َع ِّذ َب ُه ْم‬


َ – “Alah sekali-kali tidak akan meng‘adzāb mereka” (al-Aḥzāb: 33).
Adapun contoh yang kedua, yaitu didahului oleh (‫)مَلْ يَ ُك ْن‬, adalah firman Allah ta‘ālā:

( ‫مَلْ يَ ُك ِن اهللُ لَِي ْغ ِفَر هَلُ ْم َو اَل لَِي ْه ِد َي ُه ْم َسبِْياًل‬.) – “Allah tidak akan memberikan ampunan kepada
mereka, tidak pula menunjuki mereka pada jalan yang lurus” (an-Nisā’: 137).

2. Huruf kedua adalah ( ‫)حىَّت‬


َ yang mengandung ma‘na ghāyah atau ta‘līl (alasan).

Ma‘na ghāyah adalah apa yang disebutkan sebelum huruf ( ‫)حىَّت‬


َ akan berakhir dengan
terwujudnya apa yang disebutkan sesudah huruf ( ‫)حىَّت‬.
َ Hal ini seperti firman
Allah ta‘ālā:

(‫حىَّت َي ْر ِج َع ِإلَْينَا ُم ْو َسى‬.)


َ – “Hingga Mūsā kembali kepada kami” (Thāhā: 91).

Adapun ma‘na ta‘līl adalah apa yang disebutkan sebelum huruf ( ‫)حىَّت‬


َ menjadi sebab
(‘illah) diperolehnya apa yang disebutkan sesudah huruf ( ‫)حىَّت‬.
َ Hal ini seperti yang
anda ucapkan kepada saudara lelakimu:

(‫“ – ) َذاكِ ْر َحىَّت َتْن َج َح‬Belajarlah kamu, dengan sebab itu kamu akan lulus”.

3. Huruf yang kelima adalah (‫) َْأو‬. Untuk huruf ini dipersyaratkan harus berma‘na ( ‫ )ِإاَّل‬atau
berma‘na ( ‫)ِإىَل‬.

Batasan yang pertama bagi huruf ( ‫“ ) َْأو‬yang berma‘na illā”, kata-kata yang berada
setelah huruf itu harus selesai secara sekaligus, seperti:

(َ‫“ – )َأَل ْقُتلَ َّن الْ َكافَِر َْأو يُ ْسلِم‬Saya benar-benar akan membunuh orang kafir itu, kecuali ia masuk
Islam”.

Batasan untuk yang kedua (yang berma‘na ilā), hendaknya apa yang berada setelah
huruf tersebut selesai sedikit demi sedikit; seperti ucapan seorang penyair:

.‫صابِ ِر‬ ِ ُ ‫فَما ا ْن َف َقاد ِت اآْل م‬


َ ‫ال ِإاَّل ل‬ َ َ َ ‫ب َْأو ُْأد ِر َك الْمُىَن‬ َّ ‫َأَلستَ ْس ِهلَ َّن‬
َ ‫الص ْع‬ ْ

(Benar-benar saya anggap mudah kesulitan itu, sampai aku memperoleh cita-cita,
karena cita-cita itu tidaklah tunduk kecuali kepada orang yang sabar).

 
4. Huruf yang ke-3 dan yang ke-4 adalah huruf fā’ sababiyyah (‫السبَبِيَّ ِة‬ َّ ُ‫ )فَاء‬dan
huruf wāwu ma‘iyyah (‫)و ُاو الْ َمعِيَّ ِة‬
َ dengan syarat kedua hal tersebut terletak pada
jawaban dari nafi (penafian) atau thalab (permintaan).

Adapun (yang merupakan jawaban dari) nafi, seperti pada firman Allah ta‘ālā:

(‫ضى َعلَْي ِه ْم َفيَ ُم ْو ُت ْوا‬


َ ‫“ – )اَل يُ ْق‬Mereka tidak dibinasakan sehingga mereka mati” (Fāthir: 36).

Adapun thalab ada 9, yaitu: amr (perintah), du‘ā’ (doa,


permohonan), nahyi (larangan), istifhām (pertanyaan), ‘aradh (penawaran), tahdīdh (d
orongan/anjuran), tamannī (keinginan yang sulit atau mustahil terjadi),
dan rajā’ (harapan terhadap sesuatu yang mungkin terjadi), dan nafi (peniadaan)

a. Amr adalah permintaan yang muncul dari pihak yang berkedudukan kepada pihak
yang berada di bawahnya. Contohnya ucapan seorang ustadz kepada muridnya:

(‫“ – )ذَاكِ ْر َفَتْن َج َح‬Belajarlah maka kamu akan berhasil”.

(‫“ – ) َذاكِ ْر َو َتْن َج َح‬Belajarlah maka bersamaan dengan itu kamu akan berhasil”.

b. Du‘a adalah permohonan yang berasal dari pihak yang berkedudukan rendah


kepada pihak yang berkedudukan lebih tinggi. Contohnya:

ِ
ْ َ‫)الله َّم ْاهديِن ْ ف‬
(‫َأع َم َل اخْلَْيَر‬ ُ – “Ya Allah, tunjukilah aku sehingga dengan sebab itu aku dapat
berbuat kebaikan”

ِ
ْ ‫الله َّم ْاهديِن ْ َو‬.)
(‫َأع َم َل اخْلَْيَر‬ ُ – “Ya Allah, tunjukilah aku dan bersamaan dengan itu aku akan
berbuat kebaikan”.

c. Nahyu (larangan), contohnya adalah:

(‫ك‬ ِ ‫“ – )اَل َتْلعب َفي‬Jangan main-main sehingga dengan sebab itu harapanmu sia-sia
َ ُ‫ضْي َع ََأمل‬ َ َْ
nantinya”.

(‫ك‬ ِ ‫“ – )اَل َتْلعب و ي‬Jangan main-main yang bersamaan dengan itu harapanmu akan
َ ُ‫ضْي َع ََأمل‬ ََ َْ
sia-sia.”

 
d. Istifhām (pertanyaan), contohnya adalah:

ِ
َ َ‫ك فََأمْسَ َع َها ل‬
(‫ك‬ َ ‫ت ُد ُر ْو َس‬
َ ْ‫)ه ْل َحفظ‬
َ – “Apakah kamu telah menghafal pelajaran-pelajaranmu
sehingga dengan sebab itu saya bisa memperdengarkannya kepadamu?”

ِ
َ َ‫ك َو َأمْسَ َع َها ل‬
(‫ك‬ َ ‫ت ُد ُر ْو َس‬
َ ْ‫)ه ْل َحفظ‬
َ – “Apakah kamu telah menghafal pelajaran-pelajaran yang
bersamaan dengan itu saya akan memperdengarkannya kepadamu?”

e. Al-‘Aradh (penawaran) yaitu permintaan dengan cara yang halus seperti:

َ ‫“ – )َأاَل َت ُز ْو ُر ْونَا َفنُ ْك ِر َم‬Tidakkah kalian mengunjungiku sehingga dengan sebab itu kami
(‫ك‬
dapat memuliakanmu”.

َ ‫“ – )َأاَل َت ُز ْو ُر ْونَا َو نُ ْك ِر َم‬Tidakkah kalian mengunjungiku yang bersamaan dengan itu kami
(‫ك‬
dapat memuliakanmu”.

f. Tahdīdh (dorongan/anjuran) yaitu permintaan disertai penekanan atau


pengusikan, seperti:

ِ
(‫ك َفيَ ْش ُكَر َك َأبُ ْو َك‬ َ ْ‫)هاَّل َأدَّي‬
َ َ‫ت َواجب‬ َ – “Mengapa kamu tidak menunaikan kewajibanmu sehingga
dengan sebab itu bapakmu akan berterima-kasih kepadamu?”

ِ
(‫ك َو يَ ْش ُكَر َك َأبُ ْو َك‬ َ ْ‫)هاَّل َأدَّي‬
َ َ‫ت َواجب‬ َ – “Mengapa kamu tidak menunaikan kewajibanmu bersamaan
dengan itu bapakmu akan berterima-kasih kepadamu?”

g. Tamannī yaitu meminta sesuatu yang mustahil akan terjadi atau meminta sesuatu
yang sulit terealisasi; seperti ucapan penyair:

‫ضى لَ ُك ْم َكلِ ِم ْي‬


َ ‫ُع ُق ْو َد َم ْد ٍح فَ َما َْأر‬ ‫ب تَ ْدنُ ْو يِل ْ فََأنْ ِظ َم َها‬ ِ
َ ‫ت الْ َك َواك‬
َ ‫لَْي‬

(Duhai kiranya bintang-bintang itu mendekatiku maka dengan sebab itu aku akan
merangkaikan kalungan pujian baginya, maka tidaklah anda meridhā’i kata-kataku
ini).

Yang semisal dengan itu adalah ucapan penyair lainnya:

ِ ‫فَ رِب مِب‬


.‫ب‬
ُ ‫ُأخ َهُ َا َف َع َل الْ ُمشْي‬
ْ ‫اب َي ُع ْو ُد َي ْو ًما‬ َ ‫َأاَل لَْي‬
َ َ‫ت الشَّب‬
(Andai saja masa muda itu kembali barang sehari, maka dengan sebab itu aku akan
kabarkan kepadanya tentang apa-apa yang dilakukan oleh orang-orang yang telah
beruban (orang tua).)

Contoh lain:

(ُ‫َأح َّج ِمْنه‬


ُ َ‫ت يِل ْ َمااًل ف‬
َ ‫لَْي‬.) – (Duhai kiranya aku memiliki harta yang banyak, sehingga aku dapat
naik haji dengannya).

h. Rajā’ yaitu meminta sesuatu hal yang mudah diperoleh/dicapai, seperti:

(‫“ – )لَ َع َّل اهللُ يَ ْش ِفْييِن ْ فَ َُأز ْو َر َك‬Mudah-mudahan Allah menyembuhkan aku, sehingga dengan
sebab itu aku dapat mengunjungimu”

i. Nafi (peniadaan). Seperti :

‫ َوَأ ُك ْو َن حَمُْب ْوبًا لَ َديْ ِه ْم‬/ ‫َأص َحايِب ْ فََأ ُك ْو َن حَمُْب ْوبًا لَ َديْ ِه ْم‬ ِ
ْ ‫الَ ُْأوذ ْي‬
. )‫ ماكا سباب إيتو سايا دي سناغي مريكا‬, ‫ متان سايا‬- ‫(سايا تيداء م ْغ َكا ْغ ُك ْو متان‬

Sebagian ‘ulamā’ telah menghimpun sembilan perkara yang


mendahului fā’ dan wāwu dalam sebuah bait syair:

ِ ‫ و سل و ْاع ِرض حِل‬،‫ و انْه‬،‫ و ْادع‬،‫مر‬.


َّ ‫ َك َذ َاك‬،‫ َو ْار ُج‬،‫ض ِه ْم مَتَ َّن‬
‫ قَ ْد َك ُماَل‬،‫الن ْف ُي‬ َ ْ َ ْ َ َ َ َ ُ َ ُْ

Penulis di sini hanya menyebut 8 hal karena beliau menganggap rajā’ (harapan) tidak


termasuk ke dalam pembagian di atas.

Anda mungkin juga menyukai