TESIS
Untuk memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar Magister Pada
Program Studi Ilmu Kelautan dan Perikanan
OLEH
MELKY M. DINGI
NIM: 712517007
i
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING
TESIS
MELKY M. DINGI
NIM: 712517007
Menyetujui:
Pembimbing I Pembimbing II
Dr. Abdul Hafidz Olii, S.Pi, M.Si Dr. Alfi Sahri Remi Baruadi, S.Pi, M.Si
NIP. 197308102001121001 NIP. 197404222005011002
ii
LEMBAR PERSETUJUAN KOMISI PEMBIMBING
TESIS
MELKY M. DINGI
NIM: 712517007
Menyetujui:
Pembimbing I Pembimbing II
Dr. Abdul Hafidz Olii, S.Pi, M.Si Dr. Alfi Sahri Remi Baruadi, S.Pi, M.Si
NIP. 197308102001121001 NIP. 197404222005011002
iii
LEMBAR PERSETUJUAN DAN PENGESAHAN
TESIS
Disusun dan diajukan oleh:
MELKY M. DINGI
NIM: 712517007
KOMISI PENGUJI:
Tanggal
Nama Jabatan Tanda Tangan
Pengesahan
Ketua Program
Dr. Ir. Hasim, M.Si
Studi/ Ketua
.………………….........
iv
v
ABSTRAK
vi
vii
KATA PENGANTAR
viii
4. Bapak Dr. Ir. Hasim, M.Si selaku Ketua Program Studi Pascasarjana Kelautan
dan Perikanan Universitas Negeri Gorontalo yang telah memberikan dorongan
dan motivasi terhadap penyelesaian tesis ini.
5. Bapak Dr. Abdul Hafidz Olii, S.Pi, M.Si selaku pembimbing 1 dan Bapak
Dr. Alfi Sahri Remi Baruadi, S.Pi, M.Si selaku pembimbing 2 yang telah
membimbing, memberikan saran, serta memberikan dorongan selama
penyusunan tesis ini.
6. Bapak Dr. Aziz Salam, S.T, M.Agr selaku penguji 1 dan Bapak Dr. Ir.
Syamsuddin, MP selaku penguji 2 yang telah meluangkan banyak waktu
untuk memberikan perbaikan serta dorongan terhadap penyelesaian tesis ini.
7. Orang tua tercinta (Bapak Muis Eri Dingi dan Ibu Yuriko Rauf) dan adik
Rahmat Dingi yang senantiasa memberikan motivasi, dukungan dan doa yang
tiada henti untuk keberhasilan peneliti dalam menyelesaikan tesis ini.
8. Terimakasih kepada Fatimah Umar Salim, S.Kep, Ns yang selalu setia
membantu dalam penyelesaian studi ini.
9. Seluruh keluarga, teman-teman Angkatan Tahun 2017/I dan teman-teman
terbaik yang senantiasa memberikan dukungan serta mendoakanku,
Peneliti ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang tidak sempat
disebutkan satu persatu. Semoga Allah SWT membalas budi baik yang telah
dengan tulus membantu penyelesaian tesis ini. Akhirnya apa pun keberadaan tesis
ini paling tidak telah memperkaya khasanah keilmuan bidang konsevasi
perikanan. Kiranya hasil penelitian ini dapat memberikan kontribusi dalam
keilmuan Kelautan dan Perikanan. Peneliti menyadari sepenuhnya bahwa tesis ini
masih jauh dari harapan sehingga kritik dan saran yang membangun masih sangat
dibutuhkan guna penyempurnaan tesis ini. Semoga Allah SWT senantiasa
memberkahi dan menuntun segala usaha kita. Aamiin.
Gorontalo, Mei 2021
Melky M. Dingi
Nim. 712 517 007
ix
DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR SAMPUL......................................................................................... i
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING................................................. ii
LEMBAR PERSETUJUAN KOMISI PEMBIMBING................................ iii
LEMBAR PERSETUJUAN DAN PENGESAHAN....................................... iv
LEMBAR PERNYATAAN KEORISINALAN.............................................. v
ABSTRAK......................................................................................................... vi
KATA PENGANTAR....................................................................................... viii
DAFTAR ISI...................................................................................................... x
DAFTAR GAMBAR....................................................................................... xii
DAFTAR GRAFIK......................................................................................... xiii
DAFTAR TABEL............................................................................................ xiv
DAFTAR LAMPIRAN..................................................................................... xv
BAB I PENDAHULUAN................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang.................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah............................................................................... 3
1.3 Tujuan Penelitian................................................................................ 3
1.4 Manfaat Penelitian.............................................................................. 4
BAB II KAJIAN TEORITIS......................................................................... 5
2.1 Permasalahan Penyu di Indonesia...................................................... 5
2.2 Upaya Perlindungan Penyu................................................................. 6
2.3 Pengelolaan Kawasan Konservasi Penyu di Indonesia...................... 11
2.3.1 Model Pengelolaan Kawasan Konservasi Penyu...................... 11
2.3.2 Efektivitas Pengelolaan Kawasan Konservasi Penyu............... 12
2.3.3 Status Keberlanjutan Pengelolaan Kawasan Konservasi.......... 13
2.4 Peran BKSDA terhadap Perlindungan Penyu..................................... 15
2.5 Kajian Penelitian Yang Relevan......................................................... 16
2.6 Kerangka Berpikir.............................................................................. 17
x
BAB III METODOLOGI PENELITIAN..................................................... 18
3.1 Lokasi Penelitian................................................................................. 18
3.2 Pendekatan dan Jenis Penelitian.......................................................... 18
3.3 Informan.............................................................................................. 18
3.4 Jenis dan Sumber Data......................................................................... 19
3.5 Teknik Pengumpulan dan Analisis Data.............................................. 19
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN......................................................... 22
4.1 Gambaran Lokasi Penelitian............................................................... 22
4.2 Analisis Efektifitas Pengelolaan Kawasan Konservasi Penyu............ 22
4.3 Keberlanjutan Kawasan Konservasi Penyu di C.A Mas Popaya Raja 35
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN.......................................................... 46
5.1 Kesimpulan.......................................................................................... 46
5.2 Saran.................................................................................................... 46
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 47
LAMPIRAN..................................................................................................... 52
xi
DAFTAR GAMBAR
Halaman
xii
DAFTAR GRAFIK
Halaman
xiii
DAFTAR TABEL
Halaman
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
xv
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Mewujudkan Indonesia menjadi poros maritim dunia yaitu dengan
terkelolanya sumber daya kelautan secara optimal dan berkelanjutan merupakan
visi pengelolaan kelautan di Indonesia. Hal ini sebagaimana tercantum dalam
Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2017, dimana salah satu strategi dalam
melaksanakan kebijakan pengelolaan sumber daya kelautan yaitu dengan
peningkatan perlindungan terhadap kelestaraian keanekaragaman hayati laut
melalui konservasi genetik, spesies dan ekosistem.
Salah satu keanekaragaman hayati laut yang perlu dilestarikan adalah
penyu. Penyu merupakan fauna yang dilindungi karena populasinya yang
terancam punah oleh karena faktor alam maupun kegiatan eksploitasi yang tidak
terkendali. Upaya perlindungan populasi penyu telah diusahakan oleh Pemerintah
melalui berbagai kebijakan, baik secara nasional maupun melalui berbagai
kerjasama regional antar bangsa. Secara fundamental, Pemerintah Indonesia telah
berusaha melindungi penyu dari kepunahan dengan menerbitkan Peraturan
Pemerintah Nomor 7 tahun 1999 tentang pengawetan jenis-jenis tumbuhan dan
satwa yang dilindungi. Namun, hal tersebut belum cukup untuk mempertahankan
kelestarian populasi penyu. Pengelolaan kawasan konservasi yang efektif dan
berkelanjutan perlu dimaksimalkan guna mengurangi ancaman bagi kehidupan
penyu.
Pengelolaan kawasan konservasi penyu umumnya dilakukan oleh instansi
pemerintah sesuai dengan tupoksi yang tercantum dalam undang-undang dan
kebijakan pemerintah lainnya. Konservasi penyu merupakan kegiatan yang
bertujuan untuk mencegah punahnya ekosistem penyu, serta mencegah adanya
pemanfaatan penyu untuk kepentingan komersial dan tidak bertanggungjawab
(Ario, dkk. 2016). Menurut Sadili, dkk (2015) dalam artikelnya tentang Rencana
Aksi Nasional Konservasi Penyu periode 2016-2020 menyebutkan beberapa
tujuan dalam mengatasi permasalahan konservasi penyu di Indonesia yaitu
diantaranya meningkatnya efektifitas pengelolaan habitat peneluran penyu;
1
menurunnya kasus penangkapan, perdagangan dan kematian penyu; terwujudnya
peran aktif masyarakat; serta terbangunnya kemitraan strategis dengan berbagai
pihak dalam melakukan konservasi penyu. Tujuan tersebut tidak lepas dari
bagaimana implementasi pengelolaan kawasan konservasi penyu yang diterapkan.
Efektifitas pengelolaan mendukung tercapainya tujuan konservasi yang
diharapkan, sedangkan pengelolaan konservasi penyu yang berkelanjutan
memastikan kontinuitas keseimbangan antara pemanfaatan dan kelestarian sumber
daya alam. Menurut Najamuddin (2013) pengelolaan berkelanjutan merupakan
strategi pemanfaatan ekosistem bagi kehidupan manusia yang mempertimbangkan
kelestarian sumber daya alam, sehingga tidak rusak dan punah.
Pulau Mas, Pulau Popaya dan Pulau Raja adalah pulau-pulau yang
termasuk dalam kawasan konservasi penyu laut. Pulau Mas merupakan pulau
yang didominasi oleh bebatuan yang dulunya adalah area penampungan emas di
masa Hindia Belanda. Pulau Popaya adalah pulau dengan pantai berpasir putih
dan merupakan tempat bertelur sebagian besar penyu, disebut pulau popaya
karena dahulu pulau ini didominasi oleh vegetasi pohon papaya, sedangkan pulau
Raja didominasi oleh vegetasi hutan, bentangan pantai dan merupakan pulau
terbesar di kawasan ini. Menurut wawancara dengan petugas BKSDA, Ismail
Kulupani yang saat ini telah mencapai purnabakti bahwa kawasan Cagar Alam
Mas Popaya Raja telah ada dan ditetapkan sebagai cagar alam oleh Ratu
Wihelmina sejak tahun 1939 pada masa pemerintahan Hindia Belanda. Pulau
Popaya, Mas dan Raja dalam bahasa daerah Gorontalo dikenal dengan sebutan lito
Mas, lito Popaya dan lito Raja.
Kawasan Cagar Alam Mas Popaya Raja dikelola oleh BKSDA (Balai
Konservasi Sumber Daya Alam) untuk menjamin perlindungan terhadap populasi
penyu. Berdasarkan hasil wawancara dengan salah seorang masyarakat mitra
BKSDA unit kerja wilayah II Gorontalo diperoleh informasi bahwa beberapa
ancaman terhadap populasi penyu di kawasan ini yakni kegiatan penangkaran
penyu dengan fasilitas dan sumber daya manusia yang kurang memadai, serta
pengendalian terhadap kegiatan perburuan penyu yang sulit dilakukan oleh karena
tingginya harga jual penyu serta tuntutan ekonomi masyarakat. Menurutnya hal
2
ini disebabkan oleh kurangnya perhatian pemerintah dalam melibatkan partisipasi
masyarakat terhadap pengelolaan kawasan konservasi. Hal ini menunjukkan
perlunya pengawasan terhadap efektifitas dan keberlanjutan pengelolaan kawasan
konservasi untuk melindungi dan melestarikan populasi penyu.
Selain itu, penelitian-penelitian tentang penyu di kawasan Cagar Alam
Mas Popaya dan Raja selama ini masih bersifat parsial, sehingga hasilnya belum
memberikan solusi atas permasalahan yang dihadapi. Penelitian yang dilakukan
masih bersifat teknis seperti penelitian Buhang pada Tahun 2015 tentang
identifikasi jenis penyu, serta penelitian tentang aktifitas bertelur penyu oleh
Dingi di Tahun 2017.
Berdasarkan fenomena tersebut dan dengan alasan penting untuk dapat
mempertahankan kelestarian populasi penyu, peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian tentang “Pengelolaan Kawasan Konservasi dalam Upaya Perlindungan
Penyu di Cagar Alam Mas Popaya Raja Kabupaten Gorontalo Utara”.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana efektifitas pengelolaan kawasan konservasi penyu di Cagar
Alam Mas Popaya RajaKabupaten Gorontalo Utara?
2. Bagaimana keberlanjutan pengelolaan kawasan konservasi dalam upaya
perlindungan penyu di Cagar Alam Mas Popaya RajaKabupaten Gorontalo
Utara?
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan menganalisis pengelolaan kawasan konservasi
dalam upaya perlindungan penyu di Cagar Alam Mas Popaya RajaKabupaten
Gorontalo Utara yang terdiri dari:
1. Mendeskripsikan dan menganalisis efektifitas pengelolaan kawasan
konservasi penyu di Cagar Alam Mas Popaya Raja Kabupaten Gorontalo
Utara.
2. Menganalisis keberlanjutan pengelolaan kawasan konservasi dalam upaya
perlindungan penyu di Cagar Alam Mas Popaya RajaKabupaten Gorontalo
Utara?
3
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Teoritis
Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi
sekaligus sebagai bahan kajian untuk upaya mengoptimalkan kegiatan konservasi
dan perlindungan populasi penyu di Indonesia.
1.4.2 Manfaat Praktis
1. Bagi Balai Konservasi Sumber Daya Alam
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi Balai
Konservasi Sumber Daya Alam terkait peningkatan upaya konservasi dan
perlindungan penyu di Indonesia dan secara khusus di Gorontalo.
2. Bagi Stakeholders Pengelola Konservasi Penyu
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi serta bahan kajian
dan evaluasi terhadap peran para stakeholders atau pihak-pihak terkait yang
ikut serta berperan penting dalam upaya konservasi dan perlindungan penyu
di Indonesia.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Permasalahan Penyu di Indonesia
Aktivitas penyu banyak mendapatkan gangguan, baik saat dalam perairan
maupun ketika menuju daerah peneluran untuk bertelur, sehingga dapat
mengancam kehidupan dan kelestarian penyu. Permasalahan-permasalahan yang
mengancam tersebut terdiri dari ancaman alamiah dan ancaman karena perbuatan
manusia. Ancaman alami yang dapat mengganggu kehidupan penyu antara lain
(Dermawan, dkk. 2009):
1) Pemangsaan tukik yang baru menetas dan keluar dari sarang oleh biawak, babi
hutan, anjing liar, burung elang dan biawak, serta pemangsaan tukik ketika
berada di laut misalnya oleh ikan cucut.
2) Penyakit akibat bakteri dan virus atau oleh karena pencemaran lingkungan
perairan.
3) Erosi dan naiknya permukaan air laut di pantai peneluran akibat perubahan
iklim yang juga berpengaruh pada daya tetas serta keseimbangan rasio
kelamin tukik-tukik.
Adapun gangguan yang diakibatkan oleh perbuatan manusia yang
mengancam kelestarian penyu antara lain:
1) Tertangkapnya penyu karena aktivitas perikanan oleh berbagai alat tangkap
jaring insang, rawai panjang, tombak dan pukat (trawl).
2) Penangkapan penyu untuk dimanfaatkan (dikonsumsi dan diperjualbelikan
daging, cangkang dan tulangnya).
3) Pengambilan telur penyu untuk dikonsumsi karena kandungan proteinnya.
4) Aktivitas pembangunan seperti pembangunan sarana-prasarana wisata pantai,
pembangunan dinding atau tanggul pantai, penambangan pasir, pembangunan
pelabuhan dan bandara yang dapat mengakibatkan rusaknya habitat bertelur
penyu.
Adapun ilustrasi berbagai ancaman yang membahayakan kehidupan
populasi penyu yakni sebagai berikut.
5
Perburuan penyu dengan tombak dan jaring Ancaman predator pemangsa
6
terancam punah yang diratifikasi oleh 157 negara dan berlaku sejak tahun 1975.
Penyu masuk di Appendix-1, artinya bahwa pelarangan perdagangan internasional
penyu. Meskipun kesepakatan CITES berhasil menekan perdagangan
internasional, namun belum mampu untuk menanggulangi angka kematian penyu
akibat:
1. Aktivitas perikanan tangkap (contoh : pukat, rawai, dan sebagainya)
2. Pengambilan penyu dan telurnya untuk kepentingan domestic
3. Perubahan dan kerusakan habitat penyu
Adapun kesepakatan lain yaitu konvensi dalam Bidang Keanekaragaman
Hayati atau CBD (Convention on Biological Diversity) yang dimulai sejak tahun
1993 dan mendapat ratifikasi oleh 183 negara. konvensi ini berkaitan dengan
konservasi dan pemanfaatan berkelanjutan keanekaragaman hayati. Meskipun
konvensi ini tidak secara khusus menyebutkan ekosistem penyu, namun
negara-negara yang penandatangani CBD memiliki tiga macam kewajiban, yaitu
(1) Kewajiban perencanaan; (2) Melakukan perlindungan spesies dan habitatnya;
serta (3) Bekerjasama dengan Negara atau pihak-pihak yang relevan.
(1) Kewajiban perencanaan meliputi:
a. Upaya mempersiapkan rencana aksi nasional,
b. Upaya mengintegrasikan konservasi dan pemanfaatan berlanjut kedalam
perencanaan dankebijakan,
c. Upaya mengidentifikasi dan memonitor komponen keanekaragaman hayati
yang pentingbagi konservasi dan pemanfaatan berkelanjutan, serta
d. Upaya menyiapkan analisis mengenai dampak lingkungan bagi
pembangunan suatu proyek.
(2) Kewajiban perlindungan habitat dan spesies yaitu meliputi:
a. Perlindugan ekosistem, habitat serta populasi minimum suatu spesies
dalam lingkunganalamiahnya;
b. Pembangunan kawasan perlindungan dengan petunjuk pengelolaannya;
c. Pengelolaan sumberdaya alam di dalam dan di luar kawasan lindung,
pemulihan ekosistem yang mengalami degradasi dan populasi spesies
terancam punah; serta
7
d. Perlindungan bagi satwa terancam punah melalui upaya legislasi.
(3) Kewajiban untuk bekerjasama antar negara penandatangan CBD dan non
CBD
2.2.2 Legislasi yang Relevan dengan Perlindungan Penyu di Indonesia
Penyu adalah hewan yang dilindungi oleh undang-undang. Tersangka
yang menangkap penyu, mencari serta menjual telur penyu terancam hukuman 5
tahun penjara sebagaimana pada pasal 21 ayat 2 dalam UU tersebut. Adapun
ringkasan peraturan-peraturan Pemerintah Indonesia yang ditetapkan untuk upaya
perlindungan penyu, yaitu sebagai berikut (Ismane, dkk. 2017).
1) UU No. 5 Tahun 1990 tentang konservasi sumberdaya alam
2) UU No. 5 Tahun 1994 (Pengesahan Konvensi PBB mengenai
Keanekaragam hayati)
3) UU No. 31 Tahun 2004 (Perikanan diubah dengan UU No 45 Tahun 2009
tentang Perikanan)
4) UU No. 32 Tahun 2004 (Pemerintahan Daerah)
5) PP No. 13 Tahun 1994 (Satwa Buru)
6) PP No. 7 Tahun 1999 (Pengawetan Jenis Tumbuhandan Satwa)
7) PP No. 8 Tahun 1999 (Pemanfaatan Jenis Tumbuhan dan Satwa)
8) PP No. 60 Tahun 2007 (Konservasi Sumberdaya Ikan)
9) Kepres No.43 Tahun 1978 (CITES)
10) Keputusan Menteri Pertanian No.327/Kpts/UM/5/1978 (Perlindungan Penyu
Belimbing (Leatherback turtle ))
11) Keputusan Menteri Pertanian No.716/Kpts/-10/1980 (Perlindungan Penyu
Lekang (Lepidochelys olivacea) dan Tempayan (Caretta caretta))
12) Keputusan Menteri Kehutanan No.882/Kpts/-II/92 (Perlindungan Penyu
Pipih (Natator depressus))
13) Keputusan Menteri Kehutanan No.771/Kpts/-II/96 (Perlindungan Penyu
Sisik (Eretmochelys imbricata))
14) Surat Keputusan Menteri Kehutanan No.751/Kpts-II/1999 (Tata Cara
Permohonan, Pemberian dan Pencabutan Izin Usaha Berburu Penyu Hijau
(C. mydas) dan Penyu Sisik (Eretmochelys imbracata))
8
15) MoU Penyu Laut IOSEA(Indian Ocean–South East Asian Marine Turtle
Memorandum of Understanding).
2.2.3 Upaya Pengelolaan
Berikut ini beberapa upaya pengelolaan konservasi populasi penyu di
Indonesia menurut Dermawan, dkk (2009).
1. Pendidikan Konservasi
Konservasi penyu adalah upaya yang dilakukan untuk menjamin
kelestarian populasi penyu, sehinggan tidak mengalami kepunahan. Penyu adalah
satwa langka, yang harus segera dilakukan upaya konservasi, salah satu yang
diperlukan yaitu pendidikan tentang kaidah konservasi populasi penyu. Langkah-
langkah dalam pelaksanaan pendidikan konservasi penyu antara lain yakni sebagai
berikut:
a) Memberikan pendidikan berupa ceramah-ceramah (educational campaigns)
kepada semua lapisan masyarakat dan mencakup taman kanak-kanak sampai
perguruan tinggi.
b) Membuat selebaran (Leaflets, pamflet) yang menarik dan mudah dipahami,
dengan tujuan untuk memberikan pemahaman dan pencerahan kepada
masyarakat.
c) Pendidikan konservasi tentang pengawetan dan pemanfaatan jenis tumbuhan
dan satwa sebagaimana yang disebutkan dalam Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia No. 7 dan No. 8 Tahun 1999.
2. Pelatihan
Beberapa bentuk pelatihan dalam pengelolaan konservasi penyu sebagai
berikut:
1) Pelatihan Kegiatan Penetasan Telur Penyu
Kegiatan ini bertujuan memberikan pengetahuan tentang cara
penyelamatan sarang-sarang telur yang ditemukan di daerah intertidal atau daerah
pasang surut air laut setelah penyu selesai bertelur. Telur penyu akan gagal
menetas dan membusuk apabila sarang-sarang telur tersebut dibiarkan didaerah
pasang surut. Hal ini memungkinkan terendamnya telur-telur penyu oleh air laut,
sehingga pembuatan daerah sarang penetasan telur dilakukan di area supratidal
9
menghindari sapuan (flushing) air laut agar suhu sarang buatan tetap stabil. Suhu
sarang penyu yang stabil menjadi faktor penentu keberhasilan penetasan.
2) Pelatihan Pembesaran Tukik
Setelah menetas tukik secara mandiri dibebaskan untuk menuju laut, akan
tetapi terkadang penyelamatan tukik yang masih lemah juga diperlukan agar tidak
dengan mudah dimangsa oleh predator. Penyelamatan tukik ini yaitu melalui
kegiatan budidaya, khususnya bagi tukik yang cacat yang harus diperlihara dalam
bak-bak budidaya sampai mencapai ukuran tertentu (berumur 2–3 bulan). Ha ini
karena tukik cacat yang telah berumur 2-3 bulan sudah mampu melakukan
penghindaran dari predator dengan menyelam di karang-karang atau bergerak
dikomunitas sargassum, karena lobul-lobul paru-parunya sudah mampu
menghisap udara.
3) Pelatihan Pemberian Penandaan (Tagging)
Penandaan atau tagging dilakukan pada penyu dewasa yang bertelur.
Pemberian tanda ini dilakukan pada kaki depan atau pada karapas bagian bawah
yang diikat dengan tali senar halus yang dimaksudkan agar tidak mengganggu
aktivitas penyu saat menggali sarang peneluran. Hal penting yang juga perlu
diperhatikan dan diantisipasi yakni tag yang mudah lepas atau yang mudah
terhapus tulisannya. Penandaan pada penyu yaitu dilakukan untuk mengetahui :
(a) Frekuensi peneluran penyu; (b) Daerah ruaya penyu; (c) Pertumbuhan penyu
di alam; (d) Interval atau jarak antar musim bertelur; (e) Jumlah populasi induk di
pantai peneluran.
4) Pelatihan Penanaman Pohon Pantai Peneluran
Kegiatan ini bertujuan untuk memperbaiki atau merestorasi habitat
peneluran penyu yang telah mengalami degradasi, terutama vegetasi di sepanjang
pantai peneluran yang telah banyak rusak.
3. Penyesuaian Penggunaan Alat Tangkap Perikanan
Penyesuaian penggunaan alat tangkap perikanan dimaksudkan untuk
menyelamatkan penyu dari kematian akibat aktifitas perikanan tangkap baik oleh
jaring maupun pancing. Penggunaan beberapa alat tangkap yang aman, seperti
Circle Hook dan TED sangat diperlukan bagi keselamatan penyu. Circle hook
10
merupakan jenis alat pancing berbentuk setengah lingkaran dan pada bagian
ujungnya tajam, tetapi arahnya ke bagian dalam lingkaran tersebut, sehingga
ketika ada penyu yang terpancing oleh circle hook, maka peluang penyu untuk
tetap hidup cukup besar.
Turtle excluder device (TED) adalah alat bantu khusus yang digunakan
untuk melepaskan penyu yang tertangkap jarring. Alat ini dapat melepaskan
penyu dari jaring tersebut tanpa merusak hasil tangkapan ikan pada jaring
tersebut. Kedua alat tersebut perlu disosialisasikan dan dilakukan pelatihan
kepada masyarakat terutama nelayan tentang teknik-teknik penggunaannya untuk
menghindari kematian penyu dari aktifitas perikanan tangkap.
4. Upaya Pengelolaan Secara Teknis
Upaya ini dilakukan dengan cara melaksanakan serangkaian riset/
penelitian terhadap populasi penyu di seluruh Indonesia untuk mendukung upaya
konservasi terutama dalam pengelolaan secara teknis, seperti pengelolaan
penangkaran serta penanggulangan parasit dan penyakit pada penyu.
5. Penelitian
Salah satu upaya yang dilakukan untuk keberhasilan pengelolaan
konservasi penyu yaitu dengan penelitian. Kegiatan penelitian yang kontinyu dan
berkala sangat penting terutama pada aspek-aspek teknis yang terkait langsung
dengan upaya pengelolaan konservasi agar berlangsung optimal, efektif dan
berkelanjutan.
2.3 Pengelolaan Kawasan Konservasi Penyu di Indonesia
2.3.1 Model Pengelolaan Kawasan Konservasi Penyu
1. Model Pengelolaan Kolaboratif Kawasan Konservasi Penyu
Dewasa ini, permasalahan dan ancaman terhadap populasi Penyu di
Indonesia masih menjadi tantangan bagi pemerintah dalam mempertahankan dan
memperbaiki kelestarian populasi penyu. Menurut Sadili, dkk (2015) dalam
artikelnya tentang Rencana Aksi Nasional Konservasi Penyu periode 2016-2020
menyebutkan beberapa tujuan dalam mengatasi permasalahan konservasi penyu di
Indonesia yaitu diantaranya meningkatnya efektifitas pengelolaan habitat
peneluran penyu; menurunnya kasus penangkapan, perdagangan dan kematian
11
penyu; terwujudnya peran aktif masyarakat; serta terbangunnya kemitraan
strategis dengan berbagai pihak dalam melakukan konservasi penyu. Tujuan
tersebut tidak lepas dari bagaimana implementasi model pengelolaan kolaboratif
kawasan konservasi penyu yang diterapkan.
Pengelolaan kolaboratif adalah pengelolaan berbasis kemitraan atau
perpaduan antara pengelolaan yang berbasis pemerintah dengan pengelolaan
berbasis masyarakat (Pomeroy & Barkes, 1997 dalam Harahap, 2015).
Pengelolaan kolaboratif dalam konservasi, khususnya konservasi perairan diatur
jelas dalam Peraturan Pemerintah No. 60 tahun 2007 pasal 18 bahwa pelibatan
masyarakat melalui kemitraan antara unit organisasi pengelola dengan kelompok
masyarakat, LSM, lembaga penelitian dan perguruan tinggi perlu dilakukan dalam
pengelolaan kawasan konservasi perairan berdasarkan kesepakatan kerjasama
antar stakeholder yang berkaitan dengan konservasi sumberdaya.
2. Model Pengelolaan Kawasan Konservasi Penyu Berbasis Ekowisata
Ekowisata adalah salahsatu jenis pariwisata berbasis alam (Wood, 2002)
yang dinikmati oleh wisatawan (Atmaja, 2002). Pengembangan ekowista berbasis
penyu dilakukan untuk membangun perekonomian masyarakat, namun tetap
sejalan dengan upaya konservasi penyu. Menurut Kurniarum (2015) bahwa wisata
yang berwawasan lingkungan dapat dilakukan sejalan dengan konservasi penyu.
Pengetahuan masyarakat akan menstimulasi sikap masyarakat terhadap konservasi
penyu, sehingga meningkatkan keterlibatan masyarakat sekitar kawasan dalam
pengelolaan kawasan konservasi penyu. Sebagaimana penelitian yang dilakukan
Sugandi (2013) bahwa pengetahuan dan pendapatan berpengaruh terhadap sikap
dan partisipasi penduduk dalam konservasi lingkungan Segara Anakan.
2.3.2 Efektifitas Pengelolaan Kawasan Konservasi Penyu
Dewasi ini, kondisi dan realitas kawasan Cagar Alam menuntut
terselenggaranya upaya pengelolaan yang efektif dan berkelanjutan serta
memanfaatkan potensi sumberdaya alam dengan semestinya demi kepentingan
kelestarian kawasan konservasi tersebut. Untuk itu, penilaian terhadap efektifitas
pengelolaan Cagar Alam perlu dilakukan salah satunya dengan menggunakan
metode METT (Management Effectiveness Tracking Tool) untuk kawasan
12
konservasi daratan, dan menggunakan Score Card to Assess Progress in
Achieving Management Effectiveness Goals for Marine Protected Area untuk
kawasan konservasi perairan yang merupakan adaptasi dari metode METT.
Metode ini menjadi pilihan yang ditetapkan oleh pemerintah Indonesia dalam
melakukan penilaian serta monitoring yang dikembangkan oleh WWF di tahun
2007. Penilaian ini terdiri dari enam aspek pengelolaan kawasan konservasi yakni
konteks, perencanaan, masukan, proses pengelolaan, keluaran, dan hasil
(outcome). Menurut Nordiansyah, dkk. (2016) Penilaian efektivitas pengelolaan
kawasan konservasi didasarkan pada tingkat pencapaian yang diperoleh dari
masing-masing kriteria yang diamati. Adapun keenam aspek atau elemen
penilaian efektifitas pengelolaan kawasan konservasi didasarkan pada kriteria-
kriteria yang sesuai dengan kerangka kerja WCPA (KLHK, 2017).
a. Konteks yaitu penilaian terhadap arti penting kawasan konservasi, ancaman,
kerawanan, konteks nasional dan kemitraan.
b. Perencanaan yaitu penilaian terhadap desain dan perencanaan pengelolaan
kawasan, termasuk juga peraturan dan kebijakan kawasan konservasi.
c. Masukan yaitu penilaian terhadap sumberdaya yang dibutuhkan dalam
pengelolaan kawasan.
d. Proses Pengelolaan yaitu penilaian terhadap penyelenggaraan pengelolaan
atau proses-proses pengelolaan yang digunakan.
e. Keluaran yaitu penilaian terhadap implementasi program-program dalam
perencanaan serta terhadap penghasilan jasa dan produk..
f. Hasil Akhir yaitu penilaian akan dampak pengelolaan terhadap pencapaian
tujuan utama dari kawasan konservasi.
2.3.3 Status Keberlanjutan Pengelolaan Kawasan Konservasi Penyu
Keberlanjutan pengelolaan suatu kawasan konservasi menjadi indikator
penting dalam upaya pelestarian populasi penyu. Keberlanjutan kawasan
konservasi juga merupakan visi kelautan Indonesia yang tercantum dalam
Peraturan Presiden No. 16 Tahun 2017 yakni terkelolanya sumber daya kelautan
secara optimal dan berkelanjutan demi terwujudnya Indonesia menjadi poros
maritim dunia. Fauzi dan Ana (2005) dalam Alder et al. (2000) penentuan status
13
keberlanjutan pembangunan perikanan berdasarkan beberapa dimensi seperti
dimensi sosiologi, ekologi, ekonomi, teknologi dan etnis. Dimensi tersebut terdiri
dari beberapa atribut yang harus dipenuhi sebagai indikator penilaian
keberlanjutan suatu kawasan. Menurut Muharara & Satria (2017) salah satu cara
cepat untuk menilai keberlanjutan pengelolaan sumber daya laut yaitu dengan
menggunakan metode multidimensional scaling (MDS).
Menurut Ismane, dkk (2018) dalam penelitiannya bahwa untuk
mengetahui status keberlanjutan pengelolaan kawasan konservasi penyu dapat
dilihat dari beberapa dimensi yakni dimensi sosioal, ekonomi, lingkungan,
ekologi, infrastruktur serta dimensi hukum dan kelembagaan.
1) Dimensi Sosial terdiri dari beberapa atribut diantaranya pendidikan,
pengetahuan, persepsi dan partisipasi masyarakat terhadap pengelolaan
kawasan konservasi penyu, penyuluhan dan pelatihan konservasi penyu, serta
adanya aturan lokal mengenai pengelolaan konservasi penyu.
2) Dimensi Ekonomi terdiri dari atribut seperti rata-rata penghasilan masyarakat,
mata pencaharian, pengaruh pengelolaan kawasan terhadap peningkatan
ekonomi dan kesejahteraan masyarakat, dan sebagainya yang berkaitan
dengan sektor ekonomi.
3) Dimensi Lingkungan terdiri dari atribut ketersediaan air, kesuburan lahan,
kelimpahan populasi penyu, serta tingkat pencemaran di saluran irigasi.
4) Dimensi Ekologi terdiri dari atribut kemiringan dan lebar pantai, penutup
vegetasi, pencahayaan, tekstur pasir, tingkat curah hujan, dan bangunan jarak
pantai.
5) Dimensi Hukum dan Kelembagaan terdiri dari atribut perencanaan
pengelolaan konservasi penyu, sinkronisasi kebijakan pusat dengan
masyarakat, kerjasama dengan daerah sekitar, penegakan hukum, pemahaman
terhadap aturan kawasan konservasi, peran pemerintah dan masyarakat, serta
ketersediaan lembaga yang menangani pengelolaan kawasan.
6) Dimensi Infrastruktur terdiri dari atribut akses dan infrastruktur terhadap
aksesibilitas kawasan bagi wisatawan, ketersediaan fasilitas budidaya tukik
14
dan telur, ketersediaan fasilitas ibadah, toilet, spot foto dan tontonan pelepasan
tukik bagi kawasan konservasi penyu yang dijadikan ekowisata.
2.4 Peran Balai Konservasi Sumber Daya Alam terhadap Perlindungan Penyu
Dalam rangka mengupayakan perlindungan penyu, Kementrian
Lingkungan Hidup dan Kehutanan membentuk sebuah unit pelaksana teknis yang
dikenal dengan BKSDA (Balai Konservasi Sumber Daya Alam). BKSDA
memiliki tugas dan fungsi berdasarkan permenhut P.02/2007 pasal 1 yakni
sebagai penyelenggara dalam pengelolaan kawasan cagar alam, suaka
margasatwa, taman buru, taman wisata alam, taman hutan raya dan hutan lindung
untuk upaya konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya serta
konservasi tumbuhan dan satwa liar di luar kawasan berdasarkan pada perundang-
undangan yang berlaku.
Dalam melaksanakan tugasnya, BKSDA memiliki fungsi yaitu:
(1) Penyusunan rencana, pengelola, pemantauan dan evaluasi pengelolaan
konservasi cagar alam, suaka margasatwa, taman wisata alam, taman buru, serta
konservasi tumbuhan dan satwa liar di luar dan di dalam kawasan;
(2) Pengelolaan kawasan konservasi; (3) Mengatur koordinasi teknis pengelolaan
taman hutan raya serta hutan lindung; (4) Penyidikan, perlindungan, pengamanan
hutan, hasil hutan dan tumbuhan dan satwa liar; (5) Pengendalian kebakaran
hutan; (6) Promosi konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya;
(7) Pengembangan bina cinta alam, penyuluhan konservasi; (8) Kerja sama dalam
pengembangan konservasi; (9) Pemberdayaan masyarakat; (10) Pengembangan
dan pemanfaatan jasa lingkungan dan parawisata alam; (11) Pelaksanaan urusan
tata usaha dan rumah tangga. Secara garis besar peran BKSDA dalam upaya
perlndungan penyu yakni sebagai berikut.
1. Peran dalam Pengelolaan Kawasan Konservasi Penyu
2. Peran dalam Penyelidikan terhadap Tindak Pidana Perburuan dan
Perdagangan Penyu
3. Peran dalam Pemberdayaan Masyarakat Sekitar Kawasan Konservasi
4. Peran dalam Peningkatan Kemitraan
15
2.5 Kajian Penelitian yang Relevan
1. Penelitian yang dilakukan oleh WWF (Worid Wildlife Fun for nature) tahun
2016 tentang efektifitas kawasan konservasi laut di laut Baltik melaporkan
kegagalan beberapa negara disekitar laut Baltik dalam menyediakan
perlindungan yang diperlukan untuk menopang dan memulihkan
produktivitas dan ketahanan sumber daya alam di laut Baltik dengan nilai
Score Card yaitu 52% atau kurang efektif.
2. Penelitian yang dilakukan oleh Ahmad, M (2019) tentang penilaian
efektivitas pengelolaan kawaan konservasi dengan metode METT di Cagar
Alam Sibolangit BKSDA Bidang I Provinsi Sumatera Utara dengan hasil
analisis 62% atau cukup efektif.
3. Penelitian yang dilakukan oleh M, Ismane, dkk (2018) di Pantai
Pangumbahan, Sukabumi, Jawa Barat menunjukkan nilai indeks
keberlanjutan kawasan konservasi penyu yaitu 80.48 (pengelolaan
berkelanjutan). Penelitian ini menganalisis status keberlanjutan di lokasi
penelitian berdasarkan pada penilaian terhadap dimensi dimensi sosial,
ekologi, ekonomi, serta kelembagaan/institusi dengan menggunakan metode
MDS (Multidimensional Scaling)
16
2.6 Kerangka Berpikir
17
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan di Kawasan Cagar Alam Mas Popaya
Raja yang merupakan kawasan konservasi penyu di Kabupaten Gorontalo Utara.
Waktu penelitian dilakukan selama ± 4 bulan, yakni mulai bulan Mei sampai
Agustus 2020. Adapun lokasi penelitian dapat dilihat pada gambar 3 berikut ini.
18
Komariah, 2012). Informan dalam penelitian ini yaitu Kepala Seksi wilayah II
Gorontalo BKSDA Sulut, Kepala Risort Cagar Alam Mas Popaya Raja, Petugas
Penangkaran, Dinas Perikanan Kabupaten Gorontalo Utara, Dinas Perikanan
Provinsi Gorontalo, TNI AL, Kepala Desa dan beberapa Masyarakat di Desa
Dunu yang berada di sekitar kawasan konservasi.
3.4 Jenis dan Sumber Data
Jenis data penelitian bersifat deskripsi informasi dari subjek penelitian
berdasarkan kuesioner, dokumen tertulis, dan pengamatan langsung di lokasi
penelitian. Sumber data terbagi 2 yaitu sebagai berikut:
1) Data Primer : diperoleh langsung dari hasil wawancara dengan informan dan
dai hasil observasi di lapangan menggunakan instrument penelitian.
2) Data Sekunder : diperoleh dari hasil studi dokumentasi yang memiliki
informasi yang relevasn sebagai data pendukung penelitian.
3.5 Teknik Pengumpulan dan Analisis Data
Teknik pengumpulan data yaitu dengan wawancara mendalam, observasi
langsung dan studi dokumentasi. Analisis adalah proses penguraian suatu masalah
dengan memfokuskan kajian menjadi bagian-bagian yang lebih jelas dan mudah
dimengerti maknanya (Satori & Komariah, 2012). Analisis data untuk menilai
efektifitas dan status keberlanjutan kawasan Cagar Alam Mas Popaya Raja
Kabupaten Gorontalo Utara yaitu sebagai berikut.
1) Analisis Efektifitas Pengelolaan Kawasan Konservasi Penyu
Analisis efektivitas pengelolaan kawasan konservasi penyu di Cagar Alam
Mas Popaya Raja Kabupaten Gorontalo Utara dilakukan berdasarkan penilaian
pada 5 aspek dengan menggunakan Score Card to Assess Progress in Achieving
Management Effectiveness Goals for Marine Protected Area, yang merupakan
adaptasi dari METT (Management Effectiveness Tracking Tool) yang
dikembangkan oleh WWF dan Bank Dunia di tahun 2007 yang menjadi pilihan
yang ditetapkan oleh pemerintah dalam melakukan monitoring. Penilaian terdiri
dari aspek konteks, perencanaan, masukan, proses pengelolaan, keluaran, dan
hasil (outcome). Setiap aspek memiliki beberapa indikator tertentu untuk menilai
efektivitas pengelolaan kawasan konservasi penyu dengan nilai terendah 0 dan
19
tertinggi 3 serta beberapa pertanyaan yang memiliki nilai tambah yang diberi
nilai +1 pada setiap indikator pertanyan tambahan.
Menurut Leverington et al (2010) dalam BKSDA (2017) bahwa
efektivitas pengelolaan kawasan konservasi dapat dibagi dalam tiga kategori yaitu
sebagai berikut.
< 33% : Pengelolaan kawasan tidak efektif
33% - 67% : Pengelolaan kawasan kurang efektif
>67% : Pengelolaan kawasan cukup baik (efektif)
2) Analisis Tingkat Keberlanjutan Pengelolaan Kawasan Konservasi Penyu
Analisis untuk menentukan tingkat keberlanjutan di lokasi penelitian
meliputi penilaian dimensi ekologi, dimensi sosial, dimensi ekonomi, serta
dimensi kelembagaan dengan menggunakan metode penilaian cepat multidimensi
yaitu Multidimensional Scaling (MDS) melalui perangkat lunak RAPFISH (Rapid
Apraisal for Fisheries).
Tahapan dalam menentukan tingkat keberlanjutan yaitu: (1) tahap
penentuan dimensi dan atribut yang mencerminkan keberlanjutan pengelolaan
suatu kawasan; (2) Tahap penilaian setiap dimensi dan atribut dalam skala ordinal
menggunakan metode MDS; (3) Tahap penyusunan indeks dan tingkat
keberlanjutan suatu kawasan. Tahap penilaian setiap atribut menggunakan skala
ordinal, kemudian dikaji dan dianalisis baik secara umum (multidimensi) maupun
secara khusus pada masing-masing dimensi (Fauzi dan Anna, 2002).
Penentuan dan penilaian atribut keberlanjutan pengelolaan kawasan Cagar
Alam Mas Popaya Raja Kabupaten Gorontalo Utara didasarkan pada beberapa
literatur dalam penelitan-penelitian sebelumnya tentang penilaian tingkat
keberlanjutan kawasan konservasi penyu. Hasil analisis indeks keberlanjutan
pengelolaan suatu kawasan dibagi dalam beberapa kategori sebagai berikut.
20
Tabel 1. Kategori status keberlanjutan pengelolaan kawasan konservasi
berdasarkan analisis Rapfish
Nilai Indeks Kategori
< 25 Tidak berkelanjutan
25-50 Kurang berkelanjutan
51-75 Cukup berkelanjutan
76-100 Berkelanjutan
Sumber: Wibowo, Anggoro & Yulianto (2015), Rusdi, R (2019).
21
BAB IV
HASIL PENELITIAN
4.1 Gambaran Lokasi Penelitian
Kawasan konservasi seluas 147,94 Ha. Secara administratif terletak di
Kabupaten Gorontalo Utara berdasarkan SK Menhut No. SK.325/Menhut-II/2010.
Terdiri dari 3 (tiga) Pulau yaitu Pulau Mas (panjang keliling 397,6 meter dan luas
0,75 Hektar, Pulau Popaya panjang keliling 621,44 meter dan luas 2,42 Hektar)
dan Pulau Raja (panjang keliling 5.677,51 dan luas 144,95 hektar). Total keliling
Cagar Alam Mas Popaya Raja adalah 6.695,55 meter dan luas 147,94 hektar.
Kawasan ini diperuntukan bagi perlindungan habitat penyu. Penyu hijau, penyu
tempayan dan penyu sisik. Potensi flora diantaranya Kayu Besi (Diospyros sp),
Lasi (Adina fagofolia Val), Linggua (Pterocarpus indicus Willd) Buhu (Curuga
floribunda Decne), Cemara Laut (Casuarian equisetifolia) dll.
Kawasan konservasi Cagar Alam Mas Popaya Raja Kabupaten Gorontalo
Utara berada dibawah pengelolaan Kementerian Lingkungan Hidup dan
Kehutanan oleh Bidang Konservasi Sumber Daya Alam Wilayah II Gorontalo
BKSDA Sulawesi Utara. BKSDA wilayah II Gorontalo menaungi dan mengelola
beberapa kawasan konservasi di wilayah Gorontalo diantaranya Cagar Alam
Tangale, Cagar Alam Panua, Suaka Margasatwa Nantu, dan Cagar Alam Mas
Popaya Raja.
4.2 Analisis Efektivitas Pengelolaan Kawasan Konservasi Penyu
Analisis efektivitas pengelolaan kawasan konservasi penyu di Cagar Alam
Mas Popaya Raja Kabupaten Gorontalo Utara dilakukan berdasarkan penilaian
pada 5 aspek dengan menggunakan Score Card to Assess Progress in Achieving
Management Effectiveness Goals for Marine Protected Area, yang merupakan
adaptasi dari METT (Management Effectiveness Tracking Tool) yang
dikembangkan oleh WWF dan Bank Dunia di tahun 2007 yang menjadi pilihan
yang ditetapkan oleh pemerintah dalam melakukan monitoring. Penilaian terdiri
dari aspek konteks, perencanaan, masukan, proses pengelolaan, dan keluaran.
Setiap aspek memiliki beberapa indikator penilaian tertentu untuk menilai
efektivitas pengelolaan kawasan konservasi penyu dengan nilai terendah 0 dan
22
tertinggi 3 serta beberapa pertanyaan yang memiliki nilai tambah yang diberi
nilai +1 pada setiap indikator pertanyan tambahan.
A. Konteks
Aspek konteks dalam penelitian ini mencakup status hukum; peraturan
kawasan konservasi; penegakan hukum; pengukuhan (demarkasi) batas kawasan
konservasi; integrasi kawasan dalam perencanaan pesisir yang lebih besar;
inventarisasi sumberdaya; serta kesadaran dan kepedulian para pihak. Penilaian
indikator aspek konteks dapat dilihat pada tabel.2 berikut ini.
Tabel 2. Penilaian Indikator Aspek Konteks
Indikator Aspek Konteks Nilai yang diperoleh
Status Hukum 3
Peraturan Kawasan Konservasi 3
Penegakan Hukum 2
Pengukuhan (demarkasi) batas kawasan 3
konservasi
Integrasi kawasan dalam perencanaan 3
pesisir yang lebih besar
Inventarisasi sumberdaya 2
Kesadaran dan kepedulian para pihak 2
Total 18
Persentase (%) 69,23%
23
Menurut wawancara dengan responden bahwa status hukum kawasan
konservasi Cagar Alam Mas Popaya Raja merupakan hal penting yang mendasari
peraturan pengelolaan kawasan konservasi yang sesuai dengan tujuan yang ingin
dicapai, dimana segala bentuk kegiatan pemanfaatan sumber daya alam di
kawasan cagar alam telah dipayungi oleh status hukum yang formal, baik oleh
peraturan perundang-undangan, peraturan Menteri, maupun surat keputusan
Direktur Jenderal konservasi sumber daya alam dan ekosistem. Dalam rangka
pelestarian dan perlindungan, beberapa kawasan di Indonesia oleh pemerintah
dijadikan sebagai kawasan lindung atau kawasan konservasi termasuk Cagar
Alam Mas Popaya Raja yang terletak di Kecamatan Sumalata Timur Kabupaten
Gorontalo Utara.
Status hukum kawasan konservasi Cagar Alam Mas Popaya Raja secara
formal tertuang dalam UU RI No. 5 Tahun 1990 tentang konservasi sumber daya
alam hayati dan ekosistemnya, dimana pemanfaatannya harus dilakukan secara
serasi dan seimbang. Kawasan Cagar Alam Mas Popaya Raja dalam sejarah telah
ada sejak masa pemerintahan Hindia-Belanda tahun 1939 dan saat ini telah
teregistrasi dengan nomor 100215168 berdasarkan keputusan Direktur Jenderal
perlindungan hutan dan konservasi alam dengan No. SK. 76/IV-KKBHL/2015
tentang nomor registrasi kawasan suaka alam, kawasan pelestarian alam dan
taman buru.
2) Peraturan Kawasan Konservasi
Hasil penelitian menunjukkan nilai tertinggi yaitu 3 pada indikator
peraturan kawasan konservasi, artinya bahwa peraturan kawasan konservasi Cagar
Alam Mas Popaya Raja telah memadai untuk mengendalikan penggunaan lahan
dan kegiatan tidak sesuai seperti kegiatan perburuan penyu dan telurnya, dimana
telah dilakukan penataan zonasi/blok yang telah disahkan sesuai peraturan
Direktur Jenderal konservasi sumber daya alam dan ekosistem
No:P.II/KSDAE/SET/KSA.0/9/2016 tentang petunjuk teknis penyusunan zonasi
kawasan suaka dan pelestarian alam. Berdasarkan Peraturan Presiden RI No. 11
Tahun 2017 bahwa kawasan Cagar Alam Mas Popaya Raja termasuk dalam zona
lindung 3 (zona L3) yang merupakan kawasan suaka alam dan pelestarian alam
24
yang ditetapkan dengan tujuan melindungi keanekaragaman hayati dari
kepunahan yang disebabkan oleh kegiatan alam maupun manusia. Zonasi kawasan
Cagar Alam Mas Popaya Raja juga telah termasuk dalam rencana zonasi wilayah
pesisir dan pulau-pulau kecil di Provinsi Gorontalo tahun 2018-2038 yang
tertuang dalam Peraturan Daerah Provinsi Gorontalo No. 4 Tahun 2018, dimana
kawasan tersebut merupakan kawasan lindung.
3) Penegakan Hukum
Pengelola kawasan konservasi Cagar Alam Mas Popaya Raja memiliki
staf penegak hukum/polhut dengan kapasitas yang sangat baik dalam menegakkan
peraturan di kawasan konservasi yakni melalui kegiatan patroli baik patroli rutin
resort maupun kegiatan patroli lainnya yang sifatnya pengawasan secara terpadu
yang dilakukan bersama masyarakat mitra polhut yang tinggal disekitar kawasan
konservasi. Sedangkan mengenai anggaran patroli menurut responden telah
tersedia namun masih ada kekurangan.
Berdasarkan studi dokumen dan literatur menunjukkan bahwa segala
bentuk kegiatan pengelolaan kawasan konservasi Cagar Alam Mas Popaya Raja
telah diatur berdasarkan standar dalam peraturan Direktur Jenderal Konservasi
Sumber Daya Alam dan Ekosistem No:P.12/KSDAE/SET/REN.0/12/2018 tentang
standar kegiatan dan biaya bidang konservasi sumber daya alam dan ekosistem
tahun 2019. Dalam peraturan tersebut diantaranya mengatur tentang tahapan
pelaksanaan kegiatan dan acuan penyusunan anggaran secara seragam, teratur dan
terukur bagi satuan kerja Unit Pelaksana Teknis (UPT) (Dirjen KSDAE, 2018)
Sumber daya manusia dan anggaran merupakan investasi yang sangat
besar dalam rangka pengelolaan kawasan konservasi. Mengingat bahwa strategi
konservasi keanekaragaman hayati merupakan satu hal penting yang dapat
diandalkan karena diharapkan dapat melindungi nilai-nilai penting yang ada di
dalamnya untuk kepentingan dimasa mendatang (Direktorat Kawasan Konservasi,
2019).
4) Pengukuhan (demarkasi) batas kawasan konservasi
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa skor penilaian
pengukuhan batas kawasan konservasi memperoleh nilai tertinggi yaitu 3, dimana
25
batas kawasan konservasi telah diketahui oleh para pihak baik pengelola,
masyarakat lokal dan telah dikukuhkan dengan tepat tanpa kritik/komplain terkait
pal batas.
Menurut wawancara dengan responden bahwa dalam proses pengukuhan
batas kawasan konservasi Cagar Alam Mas Popaya Raja dilakukan oleh pihak
BPKH (Badan Pemantapan Kawasan Hutan) yang dimulai dari kegiatan survey
tata batas, sosialisasi penandaan batas kawasan, pemetaan batas kawasan,
pembuatan berita acara sampai pada pengesahan batas kawasan konservasi.
Kegiatan pengukuhan melibatkan unsur kepala daerah (Bupati), masyarakat serta
pemerintah Desa, sehingga pengelola dan masyarakat telah mengetahui batas
kawasan konservasi.
5) Integrasi kawasan dalam perencanaan pesisir yang lebih besar
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kawasan Konservasi Cagar Alam
Mas Popaya Raja yang terletak di Kecamatan Sumalata Timur dengan luas
± 147 Ha. telah terintegrasi dan diakui dalam rencana tata ruang wilayah
Kabupaten Gorontalo Utara Tahun 2011-2031. Menurut Beta, A.A (2017) bahwa
rencana tata ruang wilayah harus berkaitan dengan upaya pemanfaatan sumber
daya alam secara efektif dan efisien serta perlu alokasi ruang untuk kegiatan yang
sesuai dengan daya dukung lingkungan alam dengan memperhatikan sumber daya
manusia serta aspirasi masyarakat.
6) Inventarisasi sumberdaya
Hasil penelitian menunjukkan skor 2 pada penilaian indikator inventarisasi
sumberdaya. Kegiatan inventarisasi potensi kawasan konservasi Cagar Alam Mas
Popaya Raja dilakukan oleh pengelola untuk mengetahui informasi keberadaan
kawasan seperti habitat, spesies, ekosistem, potensi ekonomi, serta nilai sosial
budaya masyarakat di kawasan konservasi melalui studi pustaka, penelitian, dan
dokumentasi. Inventarisasi kawasan menurut peraturan Menteri Kehutanan
No: P.81/Menhut-II/2014 merupakan kegiatan yang bertujuan untuk memperoleh
informasi mengenai potensi ekologi, ekonomi, sosial dan budaya masyarakat di
kawasan suaku alam dan kawasan pelestarian alam dalam rangka penyesuaian
penataan kawasan dan rencana pengelolaan kawasan.
26
7) Kesadaran dan kepedulian para pihak
Berdasarkan hasil wawancara dengan responden bahwa kesadaran dan
kepedulian para pihak terhadap kawasan konservasi dan gangguannya sudah
cukup baik, diperkiran sekitar 50-75% stakeholder sadar dan peduli dengan
kawasan konservasi dan gangguan-gangguan yang terjadi dalam kawasan.
Menurut beliau persentase ini masih bersifat subjektif, sehingga perlu adanya
kajian dan analisis data yang jelas untuk menentukan tingkat kesadaran dan
kepedulian para pihak dalam mendukung kelestarian kawasan konservasi.
B. Perencanaan
Aspek perencanaan dalam penelitian ini terdiri dari 2 indikator yaitu
tujuan utama dari kawasan, rencana pengelolaan, serta 8 pertanyaan dengan nilai
tambahan. Penilaian indikator aspek perencanaan dapat dilihat pada tabel.3
berikut ini.
Tabel 3. Penilaian Indikator Aspek Perencanaan
Indikator Aspek Perencanaan Nilai yang diperoleh
Tujuan utama dari kawasan 3
Rencana pengelolaan 3
Nilai Tambahan:
- Proses perencanaan 1
mempertimbangkan budaya lokal
- Proses perencanaan 1
mempertimbangkan dampak sosial
ekonomi
- Hasil monitoring, riset dan evaluasi 1
secara rutin tergabung dalam
perencanaan
1
- Rencana pengelolaan terkait dengan
pengembangan dan penegakkan
peraturan
Total 10
Persentase (%) 71,43%
27
aspek perencanaan yaitu 71.43% yang berarti bahwa pengelolaan kawasan pada
aspek perencanaan cukup baik (efektif).
Indikator tujuan utama kawasan dan rencana pengelolaan menunjukkan
skor 3 yang artinya bahwa kawasan konservasi Cagar Alam Mas Popaya Raja
telah memiliki tujuan yang disepakati serta kegiatan pengelolaan telah memenuhi
semua tujuan yang dimaksud, dan rencana pengelolaan telah diimplementasikan
dan sejalan dengan rencana kerja, sebagai contoh hasil monitoring, riset dan
evaluasi secara rutin tergabung dalam perencanaan (nilai tambahan 1).
Selain itu, proses perencanaan mempertimbangkan budaya lokal dan
sistem sosial (nilai tambahan 1). Menurut Tobing, ISL (2008) bahwa pengelolaan
kawasan sumberdaya alam salah satunya harus berlandaskan pada konsep
sosiologis, bila tidak, segala aktivitas pengelolaan akan saling berbenturan
kepentingan. Menurutnya masyarakat harus dilibatkan dalam pengelolaan dan
semua aktivitas pengelolaan dan hasil akhir yang akan dicapai sesuai dengan
tujuan sedapat mungkin tidak akan merugikan masyarakat.
C. Masukan
Aspek masukan dalam penelitian ini terdiri dari 3 indikator yaitu riset,
jumlah pegawai, dan anggaran saat ini serta 2 pertanyaan dengan nilai tambahan.
Penilaian indikator aspek masukan dapat dilihat pada tabel.4 berikut ini.
Tabel 4. Penilaian Indikator Aspek Masukan
Indikator Aspek Masukan Nilai yang diperoleh
Riset 3
Jumlah Pegawai 3
Anggaran saat ini 2
Nilai Tambahan (Terdapat dokumen 2
perencanaan anggaran)
Total 10
Persentase (%) 71,43%
28
Penilaian indikator riset dan jumlah pegawai, menunjukkan skor tertinggi
yaitu 3. Pada indikator riset dalam kawasan konservasi Cagar Alam Mas Popaya
Raja telah ada program survey dan riset yang sesuai dengan kebutuhan
pengelolaan yang tertuang dalam rencana pengelolaan, dibuktikan dengan adanya
database dan pemutakhiran data. Jumlah pegawai dalam kawasan konservasi
Cagar Alam Mas Popaya sudah mencukupi kebutuhan pengelolaan kawasan
konservasi, mulai dari petugas administrasi sampai petugas teknis pengelolaan.
Pegawai di kawasan konservasi Cagar Alam Mas Popaya terdiri dari 5 orang yaitu
Kepala Resort, anggota Resort, 1 orang petugas penangkaran, dan 2 orang
masyarakat mitra polhut. Sedangkan anggaran penelolaan menurut responden
telah tersedia, mencukupi tetapi perlu ditingkatkan untuk pengelolaan yang lebih
efektif.
D. Proses Pengelolaan
Aspek pengelolaan dalam penelitian ini terdiri dari 7 indikator yaitu
pendidikan dan penyadartahuan; pemerinth dan swasta di sekitar; pelibatan dan
partisipasi para pihak; masyarakat lokal; pelatihan pegawai; perlengkapan; serta
monitoring dan evaluasi. Selain itu, terdapat 2 pertanyaan dengan nilai tambahan.
Penilaian indikator aspek proses pengelolaan dapat dilihat pada tabel.5 berikut ini.
29
aspek proses pengelolaan yaitu 60%.yang berarti bahwa pengelolaan kawasan
pada aspek proses pengelolaan kurang efektif.
Hasil penelitian menunjukkan 3 indikator pada penilaian aspek proses
pengelolaan yang memperoleh skor tertinggi yaitu indikator pendidikan dan
penyadartahuan; pemerintah dan swasta di sekitar; serta pelatihan pegawai. Pada
indikator pemerintah dan swasta di sekitar, ada proses komunikasi yang terencana
dan diimplementasikan untuk mendukung kawasan yang dibuktikan dengan
adanya dokumen koordinasi rencana kerja antara pengelola dan pemerintah
sekitar. Pada indikator pelatihan pegawai, staf pegawai memiliki keahlian yang
sesuai dengan kebutuhan pengelolaan, dimana kegiatan pelatihan pegawai yang
terencana dapat meningkatkan kualitas sumberdaya manusia, sehingga
mendukung dalam pencapaian tujuan konservasi, sedangkan untuk kegiatan
pendidikan dan penyadartahuan tentang kawasan konservasi Cagar Alam Mas
Popaya Raja telah terprogram dan dilaksanakan dengan baik dan memadai.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa indikator perlengkapan memperoleh
skor nilai 2, yang artinya bahwa masih ada kekurangan pada perlengkapan dan
fasilitas yang menghambat pengelolaan. Menurut responden bahwa perlengkapan
dan fasilitas yang kurang saat ini di kawasan Cagar Alam Mas Popaya Raja yaitu
seperti perahu, dimana masih menggunakan perahu milik masyarakat sekitar
kawasan konservasi. Selain itu, masih ada pula beberapa kekurangan pada fasilitas
penangkaran. Perlengkapan dan fasilitas yang digunakan dalam pengelolaan
kawasan Cagar Alam Mas Popaya Raja perlu ditingkatkan agar tidak menghambat
proses pengelolaan kawasan konservasi. Selain itu, pada kegiatan monitoring dan
evaluasi, terdapat sistem monitoring dan evaluasi yang dilakukan secara regular
yang disepakati dan dilaksanakan, namun hasilnya belum memberikan umpan
balik pada pengelolaan.
Hasil penelitian menunjukkan 2 indikator pada penilaian aspek proses
pengelolaan yang mendapat skor terendah yaitu 1 terdiri dari indikator pelibatan
dan partisipasi para pihak; dan indikator masyarakat lokal. Para pihak
memberikan masukan terkait pengelolaan dalam diskusi namun tidak dilibatkan
secara langsung dalam pengambilan keputusan. Demikian sama halnya dengan
30
pelibatan dan partisipasi masyarakat lokal yang juga tidak terlibat secara langsung
dalam pengambilan keputusan, namun hanya memberikan beberapa masukan
dalam pengambilan keputusan. Menurut responden bahwa para pihak seperti
kementerian kelautan, pemerintah daerah, hingga masyarakat sekitar kawasan
mendukung dan berpartisipasi dalam memberikan masukan terkait proses
pengelolaan, meskipun tidak secara langsung dilibatkan dalam pengambilan
keputusan.
E. Keluaran
Aspek keluaran terdiri dari 6 indikator yaitu indikator konteks; produk dan
pelayanan; mekanisme pelibatan stakeholder dalam pengambilan keputusan;
aktivitas pendidikan lingkungan untuk stakeholder; aktivitas pengelolaan; dan
pelatihan pegawai. Penilaian indikator aspek keluaran dapat dilihat pada tabel.6
berikut ini.
Tabel 6. Penilaian Indikator Aspek Keluaran
Indikator Aspek Keluaran Nilai yang diperoleh
Indikator konteks 14
Produk dan Pelayanan 2
Mekanisme Pelibatan Stakeholder 0
dalam Pengambilan Keputusan
Aktivitas Pendidikan Lingkungan untuk 2
Stakeholder
Aktivitas Pengelolaan 1
Pelatihan Pegawai 3
Total 22
Persentase (%) 66,67%
31
dalam penelitian ini, ada 2 indikator dalam aspek keluaran yang tidak menjadi
penilaian atau menjadi pengecualian bagi kasawan suaka alam seperti Cagar Alam
Mas Popaya Raja Kabupaten Gorontalo Utara yaitu fasilitas penunjang dan
pungutan. Hal ini karena kawasan cagar alam merupakan kawasan lindung bagi
populasi penyu, sehingga aktifitas manusia di kawasan konservasi ditekan
seminimal mungkin untuk menghindari ancaman bagi kelestarian dan
perlindungan penyu.
F. Hasil (Outcome)
Aspek hasil (outcome) terdiri dari 5 indikator yaitu apakah pengelolaan
telah sesuai dengan tujuan kawasan, gangguan, kondisi sumber daya,
kesejahteraan masyarakat, dan kepuasan stakeholder. Penilaian indikator aspek
keluaran dapat dilihat pada tabel 7. berikut ini.
Tabel 7. Penilaian Indikator Aspek Hasil
Indikator Aspek Keluaran Nilai yang diperoleh
Apakah pengelolaan telah sesuai 3
dengan tujuan kawasan
Gangguan 2
Kondisi Sumberdaya 2
Kesejahteraan masyarakat 1
Kesadaran Lingkungan 3
Kepatuhan 3
Kepuasan Stakeholder 2
Total 16
Persentase (%) 59,26%
32
sama atau dengan kata lain pengelolaan kawasan konservasi Cagar Alam Mas
Popaya Raja dirasa belum memberikan manfaat secara langsung bagi peningkatan
ekonomi masyarakat. Hal ini dikarenakan kawasan Cagar Alam Mas Popaya Raja
adalah kawasan perlindungan untuk penyu, sehingga pemanfaatannya hanya
berbatas pada kegiatan pendidikan dan pengembangan ilmu pengetahuan serta
kegiatan untuk konservasi penyu.
G. Efektivitas Pengelolaan Kawasan Konservasi Cagar Alam Mas Popaya
Raja Kabupaten Gorontalo Utara
Penilaian efektifitas pengelolaan kawasan konservasi Cagar Alam Mas
Popaya Raja Kabupaten Gorontalo Utara terdiri dari 5 aspek yakni aspek konteks,
perencanaan, masukan, proses pengelolaan, dan keluaran. Penilaian efektifitas
kawasan konservasi Cagar Alam Mas Popaya Raja Kabupaten Gorontalo Utara
dapat dilihat pada tabel.8 berikut ini.
Tabel 8. Rangkuman Penilaian Efektifitas Kawasan Konservasi
Aspek Penilaian Nilai Total Nilai yang Persentase Kategori
diperoleh (%)
Konteks 26 18 69,23 Efektif
Perencanaan 14 10 71,43 Efektif
Masukan 14 10 71,43 Efektif
Proses Pengelolaan 25 15 60 Kurang efektif
Keluaran 33 22 66,67 Kurang efektif
Hasil (outcome) 27 16 59,26 Kurang efektif
Total 139 91 65,46% Kurang efektif
33
Baltik dengan nilai Score Card yaitu 52% atau kurang efektif. Di Indonesia
sendiri, penelitian yang dilakukan oleh Ahmad, M (2019) tentang penilaian
efektivitas pengelolaan kawaan konservasi dengan metode METT di Cagar Alam
Sibolangit BKSDA Bidang I Provinsi Sumatera Utara dengan hasil analisis 62%
atau cukup efektif.
Hasil penelitian ini mengindikasikan pengelolaan kawasan konservasi
Cagar Alam Mas Popaya Raja Kabupaten Gorontalo Utara telah berjalan cukup
baik, namun masih kurang efektif, sehingga tantangan saat ini adalah bagaimana
meningkatkan strategi agar pengelolaan dapat berjalan lebih efektif sesuai dengan
tujuan pengelolaan yang berkelanjutan.
H. Ancaman dalam Kawasan Konservasi
Ancaman dalam kawasan konservasi menjadi tantangan bagi pengelolaan
konservasi yang berkelanjutan. Ancaman-ancaman dalam kawasan konservasi
penyu di Cagar Alam Mas Popaya Raja Kabupaten Gorontalo Utara disajikan
dalam Tabel 9. berikut ini.
Tabel 9. Ancaman dalam Kawasan Cagar Alam Mas Popaya Raja
Ancaman N/A Rendah Sedang Tinggi
Pemancingan, pembunuhan dan √
pemanenan sumberdaya air
Penelitian, pendidikan dan kegiatan √
terkait pekerjaan lain di kawasan
konservasi
Polusi sampah √
Erosi/ abrasi dan pengendapan √
garam/tanah (cth. perubahan di pantai)
34
ancaman sedang atau berdampak negatif bagi pengelolaan kawasan. Abrasi pantai
serta kondisi sampah di kawasan berhubungan dengan habitat dan kebiasaan
bertelur penyu laut yang sangat mempengaruhi kegiatan konservasi.
4.3 Keberlanjutan Pengelolaan Kawasan Konservasi Penyu di Cagar Alam
Mas Popaya Raja Kabupaten Gorontalo Utara
Penilaian status keberlanjutan pengelolaan kawasan konservasi Penyu di
Cagar Alam Mas Popaya Raja Kabupaten Gorontalo Utara menggunakan metode
Multi Dimensional Scaling (MDS) dan dianalisis menggunakan Rapid Appraisal
for Fisheries (RAPFISH). Analisis keberlanjutan ini menggunakan 4 (empat)
dimensi yaitu dimensi sosial, ekologi, ekonomi, dan kelembagaan. Hasil analisis
ini berupa nilai indeks dari beberapa atribut yang merupakan hasil kajian dari
berbagai litertur yang akan mencerminkan status keberlanjutan masing-masing
dimensi. Penentuan baik tidaknya model yang digunakan ditentukan oleh nilai
S (stress) yang lebih kecil dari 0.25 (Eko Sulistyono, 2019).
Selanjutnya, dilakukan penentuan atribut sensitif berdasarkan hasil analisis
leverage yang dinilai dari perubahan RMS (Root Mean Square). Semakin tinggi
nilai RMS, maka semakin besar peranan atribut tersebut dalam mempengaruhi
status keberlanjutan. Pengaruh kesalahan dalam analisis ditunjukkan oleh selisih
hasil analisis Monte Carlo dan indeks keberlanjutan Rapfish yang kurang dari 1
berarti bahwa pengaruh kesalahan penilaian terhadap atribut oleh responden
(random error) rendah (Kavanagh & Pitcher, 2004 dalam Cocon, 2019). Berikut
ini status keberlanjutan kawasan konservasi penyu pada masing-masing dimensi.
4.3.1 Status Keberlanjutan Dimensi Ekologi
Atribut yang digunakan dalam mengevaluasi keberlanjutan dimensi
ekologi yaitu kemiringan pantai, lebar pantai, penutup vegetasi, dan abrasi pantai.
Berdasarkan hasil analisis atribut tersebut diperoleh nilai keberlanjutan dimensi
ekologi kawasan Cagar Alam Mas Popaya Raja Kabupaten Gorontalo Utara yaitu
60.94 atau cukup berkelanjutan. Hasil analisis indeks keberlanjutan dan analisis
leverage dimensi ekologi dapat dilihat pada Gambar 1. dan Gambar 2. berikut ini.
35
Other Distingishing Features RAPFISH Ordination
60 UP
40
20 Real Fisheries
BAD GOOD
0 References
-20 0 20 40 60 80 100 120 Anchors
-40 DOWN
-60
Fisheries Sustainability (Ecology Dimension)
Leverage of Attributes
36
Asriyana (2017) bahwa vegetasi pada suatu pantai peneluran memiliki fungsi
yang cukup penting karena berhubungan dengan naluri dan kebiasaan bertelur
penyu dalam melindungi dan menjaga telur-telurnya. Selain itu, penutup vegetasi
juga memiliki peran dalam menjaga kestabilan suhu sarang yang menjadi kunci
keberhasilan penetasan telur penyu.
Lebar pantai peneluran penyu juga menjadi atribut yang sensitif dalam
mempengaruhi keberlanjutan pengelolaan kawasan konservasi penyu di Cagar
Alam Mas Popaya Raja Kabupaten Gorontalo Utara. Lebar pantai yang tidak
sesuai menyebabkan sarang peneluran penyu terendam oleh air pasang laut,
akibatnya telur penyu tidak dapat menetas karena perubahan suhu sarang.
Menurut M, Farchan & M, Mulyono (2011) bahwa penyu akan naik ke daratan
dan bertelur di pantai yang jauh dari batas air pasang atau lebih dari 100 m dari
batas air laut pada saat surut untuk menghindari kemungkinan telur-telur
tergenang oleh air.
Penutup vegetasi dan lebar pantai yang tidak sesuai akan berpengaruh
pada proses perkembangbiakan penyu. Kegagalan dalam proses penetasan
telur-telur penyu menyebabkan berkurangnya jumlah tukik yang dihasilkan dan
terancam punah. Hal tersebut tentu akan menghambat keberlangsungan
pelestarian ekosistem penyu, sehingga pencapaian tujuan dalam pengelolaan
konservasi yang berkelanjutan menjadi kurang optimal. Penutup vegetasi dan
lebar pantai menjadi atribut yang paling sensitif dalam dimensi ekologi yang perlu
diperhatikan dalam mencapai pengelolaan yang berkelanjutan di kawasan Cagar
Alam Mas Popaya Raja Kabupaten Gorontalo Utara.
4.3.2 Status Keberlanjutan Dimensi Ekonomi
Atribut yang digunakan dalam mengevaluasi keberlanjutan dimensi
ekonomi yaitu rata-rata penghasilan masyarakat, mata pencaharian dan
kesejahteraan masyarakat, anggaran pemerintah untuk pengelolaan kawasan, dan
aksesibilitas kawasan. Berdasarkan hasil analisis atribut tersebut diperoleh nilai
keberlanjutan dimensi ekonomi kawasan Cagar Alam Mas Popaya Raja
Kabupaten Gorontalo Utara yaitu 65.02 atau cukup berkelanjutan. Hasil analisis
37
indeks keberlanjutan dan analisis leverage dimensi ekonomi dapat dilihat pada
Gambar 3. dan Gambar 4. berikut ini.
RAPFISH Ordination
60 UP
Other Distingishing Features
40
20
BAD GOOD Real Fisheries
0 References
0 20 40 60 80 100 120 Anchors
-20
-40 DOWN
-60
Leverage of Attributes
0
0
0
0
0
.0
.0
.0
.0
.0
0.
2.
4.
6.
8.
10
12
14
16
18
38
diakses dengan sarana prasarana pengelolaan yang memadai. Aksesibilitas
kawasan menjadi atribut yang mempengaruhi keberlanjutan pengelolaan kawasan
konservasi penyu oleh karena akses yang mudah ditunjang dengan
sarana/prasarana yang mendukung terselenggaranya berbagai kegiatan konservasi
dapat meningkatkan efektifitas pengelolaan sesuai dengan tujuan yang hendak
dicapai.
Anggaran untuk pengelolaan juga merupakan atribut yang sensitif dalam
dimensi ekonomi yang dapat mempengaruhi status keberlanjutan oleh karena
merupakan faktor penting yang mendukung terselenggaranya pengelolaan
kawasan konservasi sesuai tujuan yang akan dicapai. Anggaran dalam
pengelolaan kawasan Cagar Alam Mas Popaya Raja Kabupaten Gorontalo Utara
sudah mencukupi dan memenuhi seluruh kebutuhan pengelolaan kawasan yang
diperuntukan untuk mendukung kegiatan rehabilitasi, pemantauan serta
pengelolaan kawasan konservasi yang berkelanjutan.
4.3.3 Status Keberlanjutan Dimensi Sosial
Atribut yang digunakan dalam mengevaluasi keberlanjutan dimensi sosial
yaitu pengetahuan masyarakat tentang kawasan konservasi penyu, partisipasi
masyarakat dalam pengelolaan kawasan, konflik pemanfaatan, tingkat pendidikan
masyarakat, dan pendidikan lingkungan konservasi. Berdasarkan hasil analisis
atribut tersebut diperoleh nilai keberlanjutan dimensi sosial kawasan Cagar Alam
Mas Popaya Raja Kabupaten Gorontalo Utara yaitu 62.26 atau cukup
berkelanjutan. Hasil analisis indeks keberlanjutan dan analisis leverage dimensi
sosial dapat dilihat pada Gambar 5. dan Gambar 6. berikut ini.
39
Other Distingishing Features RAPFISH Ordination
40
30
20
10 Real Fisheries
0 References
-10 10 20 30 40 50 60 70 80 90 Anchors
-20
-30
-40
Leverage of Attributes
0 0 0 0 00 00 00 0 0 0 0
0 . 2 . 4. 6. 8. 1 0 . 12 .
40
alam menjadi masalah dan kendala dalam pencapaian tujuan pengelolaan yang
berkelanjutan. Konflik pemanfaatan sumber daya di kawasan konservasi penyu
Cagar Alam Mas Popaya Raja Kabupaten Gorontalo Utara tergolong rendah,
dimana masyarakat sekitar kawasan dan stakeholder lain yang terkait mengetahui
dan sadar bahwa kawasan ini merupakan kawasan lindung, sehingga aktivitas
pemanfaatan sumber daya alam dilakukan diluar batas kawasan konservasi.
Konflik pemanfaatan sumber daya di kawasan ini terjadi yaitu dengan masyarakat
dari luar kawasan yang melakukan kegiatan pengeboman ikan hingga perburuan
penyu.
Selain konflik pemanfaatan, atribut sensitif lain yang mempengaruhi
keberlanjutan pengelolaan kawasan konservasi penyu yaitu partisipasi
masyarakat. Partisipasi masyarakat dalam pengelolaan kawasan konservasi cagar
alam sangat penting, mengingat kawasan cagar alam merupakan Kawasan Suaka
Alam dengan keunikan dan kekhasan ekosistem tertentu yang terancam punah
seperti penyu laut yang perlu dilindungi. Partisipasi masyarakat dalam
pengelolaan kawasan cagar alam sering menjadi problematika oleh karena
merupakan kawasan lindung dengan pemanfaatan sumber daya alam yang
terbatas pada kegiatan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan, serta
kegiatan lain yang menunjang budidaya. Pengetahuan dan kesadaran masyarakat
tentang pentingnya melestarikan kawasan cagar alam berperan penting dalam
mempengaruhi partisipasi masyarakat dalam upaya konservasi. Partisipasi
masyarakat yang baik dapat meningkatkan upaya pelestarian dan perlindungan
ekosistem penyu, sehingga dapat mempengaruhi status keberlanjutan pengelolaan
pada dimensi sosial.
Berdasarkan Hasil Kongres Taman Nasional Dunia V di Durban Afrika
Selatan Tahun 2003, Peranan masyarakat dan stakeholder setempat dengan fokus
perhatian pada peningkatan pembangunan kapasitas masyarakat untuk terlibat
lebih efektif dalam pengelolaan kawasan merupakan salah satu yang menjadi
perhatian dan prioritas penanganan perbaikan kualitas dan efektifitas pengelolaan
kawasan konservasi dalam 2004-2024 (Hasan, Y.A., 2020). Berdasarkan
wawancara dengan responden, partisipasi masyarakat sekitar kawasan Cagar
41
Alam Mas Popaya Raja Kabupaten Gorontalo Utara yaitu dengan memberikan
masukan dan saran terkait pengelolaan kawasan, namun belum dilibatkan secara
langsung dalam pengambilan keputusan, ikut melibatkan diri dalam mengawasi
kawasan dari gangguan-gangguan terutama oleh kegiatan perburuan penyu.
Menurut Salim, E (2018) partisipasi masyarakat saat ini hanya sebatas pada
konsultasi, namun belum memiliki hak veto dalam mekanisme pengambilan
keputusan.
4.3.4 Status Keberlanjutan Dimensi Kelembagaan
Atribut yang digunakan dalam mengevaluasi keberlanjutan dimensi
kelembagaan yaitu partisipasi pemangku kepentingan, program pengelolaan,
keberadaan dan sosialisasi peraturan, tingkat kepatuhan stakeholder, dan
penegakan hukum. Berdasarkan hasil analisis atribut tersebut diperoleh nilai
keberlanjutan dimensi kelembagaan kawasan Cagar Alam Mas Popaya Raja
Kabupaten Gorontalo Utara yaitu 67.03 atau cukup berkelanjutan. Hasil analisis
indeks keberlanjutan dan analisis leverage dimensi kelembagaan dapat dilihat
pada Gambar 7. dan Gambar 8 berikut ini.
RAPFISH Ordination
Other Distingishing Features
50
30
10 Real Fisheries
References
-10 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 Anchors
-30
-50
Fisheries Sustainability
42
Leverage of Attributes
Peraturan Kawasan Konservasi 4.16
Partisipasi Pemangku Kepentingan 6.81
Program Pengelolaan 3.23
Attribute
0 0 00 0 0 00 0 0 0 0 00 0 0 00 0 0 0 0
0 . 1. 2 . 3. 4 . 5 . 6. 7 . 8. 9 . 10 .
43
karena pelibatan stakeholder memberikan dampak positif pada pengelolaan
kawasan, dimana perencanaan yang mempertimbangkan kebutuhan dan harapan
masyarakat maupun unsur stakeholder lainnya dapat meningkatkan komitmen
untuk menjaga dan melestarikan kawasan konservasi. Menurut Nikijuluw, V.P.H,
dkk (2013) bahwa pelibatan stakeholder memberikan banyak manfaat diantaranya
meningkatkan rasa kepemilikan diantara stakeholder terhadap rencana
pengelolaan yang disepakati, terciptanya kesepakatan atau kompromi diantara
stakeholder, serta meminimalisasi kemungkinan konflik atau hambatan dalam
pengelolaan.
4.3.5 Status Keberlanjutan Multidimensi
Status keberlanjutan multidimensi dianalisis dengan melihat rerata nilai
indeks keberlanjutan semua dimensi yaitu ekologi, ekonomi, sosial dan
kelembagaan. Berikut ini hasil analisis status keberlanjutan multidimensi beserta
diagram layang.
Tabel 10. Hasil Analisis RAPFISH Pengelolaan Kawasan Konservasi Penyu
Cagar Alam Mas Popaya Raja Kabupaten Gorontalo Utara
Dimensi Stress R2 Indeks Monte Selisih Indeks
Keberlanjutan Carlo Keberlanjutan-
Monte Carlo
Ekologi 0.18 0.94 60.94 60.12 0.82
Ekonomi 0.15 0.95 65.02 64.05 0.97
Sosial 0.18 0.94 62.26 61.61 0.65
Kelembagaan 0.14 0.94 67.03 66.42 0.61
Kelembagaan 50 Ekonomi
67.03 65.02
62.26
Sosial
44
Berdasarkan hasil penelitian pada Tabel 7. dan Gambar 9. diketahui bahwa
dimensi yang paling rendah indeks keberlanjutannya yaitu dimensi ekologi 60.94,
dan dimensi dengan indeks keberlanjutan tertinggi yaitu dimensi kelembagaan
67.03. Hasil analisis menunjukkan bahwa nilai rerata indeks keberlanjutan
multidimensi yaitu 63.81 yang berarti kawasan konservasi Cagar Alam Mas
Popaya Raja Kabupaten Gorontalo Utara dikategorikan cukup berkelanjutan.
Penentuan baik tidaknya model yang digunakan ditentukan oleh nilai S
(stress) yang lebih kecil dari 0.25 (Eko Sulistyono, 2019). Berdasarkan Tabel 9.
Diketahui bahwa nilai stress berkisar antara 0.14 - 0.18 yang berarti kecil dari
0.25. hal ini menggambarkan ketepatan konfigurasi titik atau goodness of fit
model yang dibangun untuk keberlanjutan adalah baik. Sedangkan nilai koefisien
determinasi (R2) berkisar antara 0.94-0.95 atau mendekati nilai 1.0 yang berarti
bahwa semua indikator yang dikaji memiliki peran yang cukup besar dalam
menjelaskan keragaman (Pitcher dan Preikshot, 2001).
Analisis Monte Carlo merupakan analisis lanjutan dalam pengujian
keakuratan data dalam analisis RAPFISH. Berdasarkan hasil penelitian pada
Tabel 9. diketahui bahwa selisih hasil indeks keberlanjutan pengelolaan kawasan
konservasi penyu Cagar Alam Mas Popaya Raja dengan hasil analisis
Monte Carlo menunjukkan nilai kurang dari 1 yaki berkisar antara 0.61 sampai
0.97. Dapat disimpulkan bahwa metode RAPFISH dalam penelitian ini dapat
digunakan dalam menilai status keberlanjutan pengelolaan kawasan konservasi
penyu di suatu wilayah.
Berdasarkan penjelasan tersebut diatas, dapat disimpulkan bahwa
berdasarkan nilai stress, koefisien determinasi (R2), dan analisis Monte Carlo
menunjukkan bahwa hasil analisis akurat dan dapat dipertanggungjawabkan
secara ilmiah dari pengaruh kesalahan penilaian terhadap atribut oleh responden
(random error), kesalahan pembuatan skor pada setiap atribut, dan kesalahan
dalam penginputan data.
45
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan :
1. Efektifitas pengelolaan kawasan konservasi penyu Cagar Alam Mas Popaya
Raja Kabupaten Gorontalo kurang efektif dengan nilai Score Card yaitu
65.46%. Penilaian efektifitas yang diperoleh setiap indikator yaitu indikator
konteks sebesar 69.23% (efektif), perencanaan 71.43% (efektif), masukan
71.43% (efektif), proses pengelolaan 60% (kurang efektif), keluaran 66,67
(kurang efektif), dan outcome (hasil) sebesar 59,26% (kurang efektif).
2. Status keberlanjutan pengelolaan kawasan konservasi penyu Cagar Alam Mas
Popaya Raja Kabupaten Gorontalo Utara tergolong cukup berkelanjutan
dengan nilai indeks keberlanjutan multidimensi menggunakan rapfish yaitu
sebesar 63.81. penilaian status keberlajutan pada masing-masing dimensi yaitu
terdiri dari dimensi ekologi sebesar 60,94, dimensi ekonomi sebesar 65,02,
dimensi sosial sebesar 62,26, dan dimensi kelembagaan sebesar 67,03.
5.2 Saran
1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan kajian dan masukan
dalam pengelolaan kawasan konservasi penyu yang efektif dan berkelanjutan.
2. Informasi dalam hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan dan
mengoptimalkan upaya konservasi penyu di wilayah Indonesia khususnya di
Provinsi Gorontalo.
46
DAFTAR PUSTAKA
Ario, dkk. 2016. Pelestarian Habitat Penyu Dari Ancaman Kepunahan di Turtle
Conservation And Education Center (TCEC), Bali. Jurnal Kelautan Tropis
Maret 2016 Vol. 19 (1) : 60–66. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,
Universitas Diponegoro.
47
Dirjen KSDAE, 2018. Standar Kegiatan dan Biaya Bidang KSDAE 2019. Jakarta:
Sekretariat Direktorat Jenderal KSDAE Kementerian Lingkungan Hidup
dan Kehutanan. ISBN: 978-602-60595-9-8.
Fauzi A, Anna S. 2005. Permodelan Sumber Daya Perikanan dan Lautan untuk
Analisis Kebijakan. Jakarta [ID]: Gramedia Pustaka Utama.
Harteti, dkk. 2014. Peran Para Pihak dalam Pengelolaan Kawasan Konservasi
Penyu Pangumbahan. Jurnal Analisis Kebijakan Kehutanan Volume 11
Nomor 2 Halaman 145-162. Bogor: IPB.
Hasan, Y.A., 2020. Hukum Laut: Konservasi Sumber Daya Ikan di Indonesia.
Jakarta: Prenadamedia Group.
Lihu, N., 2010. Penegakan Hukum terhadap Tindak Pidana di Bidang Konservasi
Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya di Wilayah Hukum
Kabupaten Donggala Sulawesi Tengah. Tesis. Surakarta: Program Megister
Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret.
48
M, Farchan & M, Mulyono., 2011. Dasar-dasar Budidaya Perikanan Edisi 1.
Jakarta: STP Press.
Perda Provinsi Gorontalo No. 4 Tahun 2018. Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan
Pulau-Pulau Kecil Provinsi Gorontalo tahun 2018-2038. Diakses pada
laman: (https://bappeda.gorontaloprov.go.id/institution/file_share/PERDA-
RZWP3K-Provinsi-Gorontalo_106_952.pdf)
Perda Kabupaten Gorontalo Utara No. 5 Tahun 2013. Rencana Tata Ruang
Wilayah Kabupaten Gorontalo Utara Tahun 2011-2031. Diakses pada
laman: (http://sippa.ciptakarya.pu.go.id/sippa_online/ws_file/dokumen_us
ulan/amdal/PERDA_RTRW_(KAB__GORONTALO_UTARA).pdf)
49
Permenhut P.02/2007.Organisasi Dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis
Konservasi Sumber Daya Alam. Jakarta: Kementrian Kehutanan.
Pitcher dan Preikshot, 2001. RAPFISH: a rapid appraisal technique to evaluate the
sustainability status of fisheries. Fisheries Research 49: 255-270. Doi:
S0165-7836(00)00205-8.
Ridwan, E. A., Sara, L., Asriyana. (2017). Karakteristik biofisik habitat peneluran
Penyu Hijau (Chelonia mydas) di Pantai Kampa, Konawe Kepulauan. Jurnal
Manajemen Sumber Daya Perairan. 2(4), 295-305.
Sadili, dkk. 2015. Rencana Aksi Nasional (RAN): Konservasi Penyu Periode
2016-2020. Direktorat Koservasi dan Keanekaragaan Hayati Laut
Kementerian Kelautan dan Perikanan.
UU No. 5 Tahun 1990. Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.
Diakses pada laman: (https://pih.kemlu.go.id/files/UU%20RI%20NO
%2005%20TAHUN%201990.pdf)
50
Wood, M. E. 2002. Ecotourism: Principles, Practies, and Policies for
Sustainability. Burlington USA: The International Ecotourism Society.
WWF, 2016. Scorecard 2016 : Marine Protected Areas in the Baltic Sea. WWF
Report 2016. Diakses pada laman: (https://wwfeu.awsassets.panda.org/
downloads/wwf_mpa_scorecard_2016_nov.pdf)
51
Lampiran 1. Pelaporan Kemajuan Situs Kawasan Konservasi
Anggaran tahunan
(Rupiah)- tanpa Dana (operasioanal) rutin √ Dana proyek/tambahan lain
anggaran gaji staf
Apakah nilai utama Perlindungan dan Pelestarian Satwa Terancam Punah yaitu
penetapan kawasan Penyu Laut
konservasi
Tuliskan dua tujuan primer pengelolaan kawasan konservasi
Tujuan pengelolaan 1
Tujuan pengelolaan 2
Jumlah orang yang terlibat 4 (Empat)
dalam penyelesaian penilaian
Termasuk Pengelola Staf Staf lembaga LSM
(dicontreng Kawasan Kawasan Kawasan
kotak) Konservasi Konservasi Konservasi
52
53
Lampiran 2. Penilaian Efektivitas Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan C.A Mas Popaya Raja
53
melalui SK Menhut
/Menhutbun/Mentan/Gubernur
Jendral Hindia Belanda
(staatsbat) ataupun SK
Penunjukan Provinsi
Nilai Tambahan a. Kawasan telah Misalnya RAMSAR, Warisan +1
mendapatkan status Dunia dll
pengakuan di tingkat regional
dan/ atau internasional
(jelaskan secara rinci dalam
kolom komentar)
2. Peraturan Tidak ada peraturan yang Tidak ada peraturan 0 Telah ada peraturan 3
Kawasan mengatur penggunaan lahan pengelolaan KK ruang terkait
Konservasi dan kegiatan di kawasan berdasarkan
Apakah ada konservasi SK.356/KSDAE.SET/
peraturan yang KSA.0/9/2016
memadai untuk Ada beberapa peraturan yang Belum menyusun zonasi/blok 1
mengendalikan mengendalikan penggunaan pengelolaan
penggunaan lahan lahan dan kegiatan di
dan kegiatan (cth kawasan konservasi tetapi
perburuan) masih ada kekurangan-
Perencanaan kekurangan besar
Ada peraturan yang Zonasi atau blok pengelolaan 2
mengendalikan penggunaan belum disahkan
lahan dan kegiatan di
kawasan konservasi tetapi
masih ada beberapa
kelemahan atau gap
54
Terdapat peraturan untuk Apabila penataan kawasan 3 X
mengendalikan penggunaan (zonasi/blok) telah disahkan.
lahan dan kegiatan yang tidak Penataan kawasan (yang
sesuai di dalam kawasan disahkan melalui SK Dirjen)
konservasi dan memberikan merupakan peraturan kawasan
dasar yang sangat baik bagi yang paling detail untuk
pengelolaan pengelolaan penggunaan lahan
dan kegiatan di dalam KK
3. Penegakan Pegawai tidak memiliki Tidak ada staf/Resort yang 0 Telah tercatat jumlah 2
Hukum kapasitas/ sumberdaya yang khusus mengurus kawasan pegawai yang cukup
Dapatkah pegawai efektif untuk menegakkan dengan kapasitas yang
(cth. Mereka yang peraturan perundangan terkait memadai untuk
bertanggung jawab kawasan konservasi menegakkan peraturan
mengelola situs) kawasan. Memiliki
menegakkan Terdapat kekurangan besar Terdapat staf/Polhut, namun 1 polhut dan MMP
peraturan kawasan dalam kapasitas/ sumberdaya anggaran patrol tidak tersedia (Masyarakat Mitra
konservasi dengan pegawai untuk menegakkan Polhut) beserta
cukup baik? peraturan perundangan terkait anggaran patroli,
Input kawasan konservasi (cth. namun masih ada
Kekurangan kemampuan, kekurangan
tidak ada anggaran patrol,
kurang dukungan
kelembagaan)
55
Pegawai memiliki kapasitas Anggaran patroli tersedia 2 X
/sumberdaya yang memadai namun belum secara spesifik
untuk menegakkan peraturan menegaskan untuk patrol di
perundangan terkait kawasan kawasan. Penegakan hukum
konservasi tetapi masih ada tidak selalu untuk hal yang
kekurangan bersifat yustisia, namun juga
termasuk didalamnya kegiatan
sosialisasi peraturan.
56
dan dikukuhkan ? Batas kawasan konservasi Hanya petugas yang 1 Pemantapan Kawasan
Proses diketahui oleh otoritas mengetahui batas kawasan Hutan) serta disetujui
pengelolaan tetapi tidak oleh para pihak
diketahui oleh penduduk
setempat /pengguna lahan
yang bertetangga
Batas kawasan konservasi Petugas dan masyarakat 2
diketahui oleh otoritas mengetahui batas kawasan
pengelolaan dan penduduk namun tidak tepat ( tidak sesuai
lokal/ pengguna lahan yang antara di peta dan di lapangan
bertetangga terapi tidak atau sebagian kawasan belum
dikukuhkan dengan tepat diterima oleh masyarakat)
Batas kawasan konservasi Tata batas sudah temu gelang 3 X
diketahui oleh otoritas dan terdapat BA Tata batas
pengelolaam dan penduduk yang ditanda tangani para
lokal/pemgguna lahan yang pihak. Dibuktikan dengan tidak
bertetangga dan dikukukhkan adanya complain terkait pal
dengan tepat. batas
57
Ada inisiasi pembicaraan Cukup jelas 1
tentang integrasi kawasan ke
dalam rencana-rencana tata
ruang wilayah
provinsi/kabupaten, akan
tetapi belum ada proses
Kawasan dalam proses Keberadaan dan status kawasan 2
integrasi kawasan ke dalam sudah tercantum dan diakui
rencana-rencana tata ruang dalam drafit final rencana tata
wilayah provinsi/kabupaten ruang wilayah
Kawasan merupakan bagian Keberadaan dan situs kawasan 3X
dari rencana-rencana tata sudah tercantum dan diakui
ruang wilayah dalam rencana tata ruang
provinsi/kabupaten wilayah yang telah disahkan
Nilai Tambahan a. kawasan merupakan bagian Adanya justifikasi atau bukti
catatan: Justifikas/ dari jejaring KK peraian yang ilmiah dan/atau adanya proses
bukti ilmiah dapat secara kolektif melestarikan komunikasi dalam konteks
menggunakan fungsi ekosistem perairan pengelolaan jejaring KK
berbagai sumber yang lebih besar perairan
yang kompeten serta
58
memiliki standar b. kawasan merupakan bagian Adanya justifikasi atau bukti +1
ilmiah. Catatan: dari jejaring peraian yang ilmiah dan/atau adanya proses
Justifikasi/ bukti secara kolektif mewakili komunikasi dalam konteks
ilmiah dapat variasi bio-geografi di pengelolaan jejaring KK
menggunakan ekoregion laut perairan
berbagai sumber
yang kompeten serta
memenuhi standar
ilmiah.
6. Inventarisasi Terdapat sedikit informasi Belum pernah dilakukan 0 Data Time series telah 2
sumberdaya tersedia tentang habitat, inventarisasi potensi atau ada
Apakah anda telah spesies dan nilai budaya yang survey
memiliki cukup kritis dalam kawasan
informasi untuk konservasi
mengelola kawasan
ini? Informasi tentang habitat, Inventarisasi/ survey dilakukan 1
spesies, proses ekologi dan oleh pihak lain dan tidak
Input nilai budaya yang kritis dari terstruktur
kawasan konservasi tidak
memadai untuk mendukung
perencanaan dan pembuatan
keputusan
59
Informasi tentang habitat, Inventarisasi potensi oleh 2X
spesies, proses ekologi dan pengelola
nilai budaya yang kritis dari
kawasan konservasi telah
memadai untuk sebagian
besar area kunci perencanaan
dan pembuatan keputusan
Informasi tentang habitat, Kegiatan RBM atau sistem 3
spesies, proses ekologi dan informasi manajemen (SIM)
nilai budaya yang kritis dari untuk mendapatkan informasi
kawasan konservasi telah kawasan
memadai untuk semua area
perencanaan dan pengambilan
keputusan
7. Kesadaran dan Kurang dari 25% stakeholder Cukup jelas (melalui 0 Persentase masih Perlu adanya kajian 2
Kepedulian Para sadar dan peduli terhadap survey/kajian/analisis data) bersifat subjektif dan analisis data
Pihak kondisi sumberdaya perairan, yang jelas untuk
gangguan, dan upaya menentukan tingkat
Apakah para pihak pengelolaan kesadaran dan
sadar dan peduli Sekitar 25%-50% stakeholder Cukup jelas (melalui 1 kepedulian para
terhadap sadar dan peduli terhadap survey/kajian/analisis data) pihak dalam
sumberdaya kondisi sumberdaya perairan mendukung
perairan dan dan gangguan-gangguannya kelestarian
gangguannya Sekitar 50%-75% stakeholder Cukup jelas (melalui 2 X kawasan konservasi
sadar dan peduli terhadap survey/kajian/analisis data)
kondisi sumberdaya perairan
dan gangguan-gangguannya
60
Lebih dari 75% stakeholder Cukup jelas (melalui 3
sadar dan peduli terhadap survey/kajian/analisis data)
kondisi sumberdaya perairan
dan gangguan-gangguannya
61
9. Rencana Tidak/belum ada rencana Cukup jelas 0 Rencana pengelolaan 3
pengelolaan pengelolaan untuk kawasan telah
konservasi ini diimplementasikan
Apakah ada rencana Rencana pengelolaan tengah Cukup jelas 1 serta telah disahkan
pengelolaan dan disusun atau telah disusun
apakah rencana tetapi belum
tersebut tengah diimplementasikan
diimplementasikan? Rencana pengelolaan telah Rencana kerja baru 2
disahkan tetapi baru sebagian mengakomodasi sebagian dari
Perencanaan yang dapat rencana pengelolaan
diimplementasikan (ada
kendala pendanaan atau hal
lain yang krusial)
Rencana pengelolaan yang Rencana kerja sejalan dengan 3X
telah disahkan telah rencana pengelolaan
diimplementasikan
Nilai Tambahan a. Terdapat rencana strategis Renstra sudah disahkan +1
pengelolaan
b. Proses perencanaan Berita acara dan/atau bukti lain +1
memberikan peluang yang yang menunjukkan keterlibatan
cukup bagi stakeholder kunci stakeholder kunci dalam proses
untuk mempengaruhi rencana perencanaan
pengelolaan
62
kelompok pengguna serta proses perencanaan
gender
63
C. Input - Apa yang kita butuhkan? Penilaian sumber daya yang dibutuhkan untuk melaksanakan pengelolaan
10. Riset Tidak ada survey atau riset di Belum ada penelitian atau 0 Penelitian sudah 3
Apakah ada kawasan konservasi survey kawasan variatif dan terintegrasi
program survey atau sesuai kebutuhan
Ada sedikit survey dan riset Penelitian masih belumvariatif 1
riset berbasis pengelolaan kawasan
tetapi tidak diarahkan untuk (objek masih homogen) ada
pengelolaan konservasi
memenuhi kebutuhan database tetapi berupa
pengelolaan kawasan cuplikan-cuplikan data
Proses
konservasi
Ada cukup survey dan riset Penelitian sudah variatif (objek 2
tetapi tidak diarahkan untuk penelitian beragam/ heterogen)
memenuhi kebutuhan Ada database
pengelolaan kawasan
konservasi
Ada program survey dan riset Terdapat roadmap atau 3X
yang komprehensif dan research need untuk kawasan
terintegrasi yang sesuai (kebutuhan kebutuhan
dengan kebutuhan kawasan,kebutuhan penelitian
pengelolaan tertuang dalam RP) - Ada
database dan pemutakhiran
data
Nilai Tambahan a. Adanya kajian/riset daya Cukup jelas +1
dukung kawasan terkait
pemanfaatan berkelanjutan
11. Jumlah Tidak ada pegawai Tidak ada staf/ petugas yang 0 Jumlah pegawai yang 3
Pegawai bertanggung jawab terhadap tercatat saat ini sudah
pengelolaan kawasan mencukupi kebutuhan
Apakah sudah ada Jumlah pegawai tidak Jumlah pegawai tidak cukup 1 pengelolaan kawasan,
cukup pegawai terdiri dari 5 orang
64
untuk mengelola mencukupi untuk kegiatan untuk pengelolaan minimal: yaitu Kepala Resort,
kawasan konservasi pengelolaan kritis (minimal) tenaga artisipasi dan teknis anggota Resort, 1
Jumlah pegawai dibawah Jumlah pegawai cukup namun 2 orang petugas
Inputs tingkat optimum untuk masih belum optimal penangkaran, dan 2
kegiatan pengelolaan kritis orang masyarakat mitra
(minimal) polhut.
Jumlah pegawai sudah Jumlah pegawai ideal untuk 3 X
mencukupi kebutuhan pengelolaan kawasan, mulai
pengelolaan kawasan dari administrasi hingga teknis
konservasi pengelolaan
Nilai Tambahan a. Terdapat dukungan Dukungan dari pihak lain di +1
tambahan dari program luar skema pendanaan APBN
sukarelawan, masyarakat
lokal dan lain-lain
12. Anggaran saat Tidak ada anggaran untuk Cukup jelas 0 Anggaran mencukupi 2
ini pengelolaan kawasan kebutuhan kawasan
Apakah anggaran konservasi konservasi, namun
saat ini sudah perlu ditingkatkan
Anggaran yang tersedia tidak Cukup jelas 1
mencukupi ?
mencukupi kebutuhan
pengelolaan dan
Inputs
menimbulkan kendala serius
dalam kapasitas untuk
mengelola
65
sepenuhnya mencapai
pengelolaan yang efektif
Anggaran yang tersedia Cukup jelas 3
mencukupi dan memenuhi
seluruh kebutuhan
pengelolaan kawasan
konservasi
Nilai Tambahan a. Terdapat kepastian Adanya dokumen perencanaan +2 X 2
anggaran untuk pengelolaan anggaran
KK perairan multi-tahun
b. Anggaran tidak Adanya dana lain diluar APBN +1
sepenuhnya bergantung pada
pendanaan pemerintah namun
juga dari kontribusi LSM,
pajak, tarif masuk, CSR, dan
lain-lain.
TOTAL NILAI INPUT (C) = 14 ATAU MENYESUAIKAN 10
D. Proses- Bagaimana pelaksanaan pengelolaan? Penilaian cara pelaksanaan kegiatan pengelolaan
13. Pendidikan dan Tidak ada program Cukup jelas 0 Ada program 3
penyadartahuan pendidikan dan pendidikan konservasi
penyadartahuan yang memadai
Proses Ada program pendidikan dan Kegiatan bersifat tidak 1
penyadartahuan yang terbatas terprogram dan insidetal
dan bersifat ad hoc
66
Ada program pendidikan dan Terprogram namun dinilai 2
penyadartahuan tetapi hanya kurang secara kuantitas
sebagian memenuhi
kebutuhan dan perlu
ditingkatkan
67
(dalam konteks sinergitas rencana kerja antara pengelola
kerjasama) yang terencana dan stakeholder terkait
yang terencana dan
diimplementasikan untuk
mendukung kawasan
Nilai Tambahan Terdapat komunikasi (dalam Berita acara dan/atau bukti +1
konteks studi dan berbagi lainnya
pengalaman) dengan
pengelola kawasan lainnya
(misalnya: studi banding
untuk mengelolaan kawasan)
15. Pelibatan dan Para pihak tidak memberikan Cukup jelas 0 Para pihak belum secara 1
Partisipasi Para masukan untuk pengambilan langsung berkontribusi
pihak keputusan terkait pengelolaan dalam pengambilan
KK perairan keputusan
Apakah stakeholder Para pihak memberikan Berita acara dan/atau bukti 1X
memberikan masukan dalam diskusi lainnya
masukan yang terkait pengelolaan namun
berarti dalam tidak dilibatkan secara
pengambilan langsung dalam pengambilan
keputusan keputusan
pengelolaan (non- Para pihak secara langsung Konsultasi publik, rapat 2
masyarakat lokal) berkontribusi pada beberapa kordinasi, dan/atau bukti
pengambilan keputusan lainnya
dalam pengelolaan
68
Para pihak secara langsung Konsultasi publik, rapat 3
berpartisipasi dalam kordinasi, dan/atau MoU
pengambilan keputusan dengan stakeholder
terkait dengan pengelolaan
69
pengambilan keputusan yang
relevan terkait pengelolaan
kawasan konservasi tetapi
keterlubatan mereka perlu
ditingkatkan
Masyarakat adat secara Kelembagaan forum komunikasi 3
langsung berpartisipasi dalam yang mendukung proses
semua pengambilan pengambilan keputusan untuk
keputusan yang relevan pengelolaan; atau bentuk
terkait pengelolaan kawasan kelembagaan lain
konservasi, cth. Co-
management
17. Pelatihan Pegawai kurang memiliki Tidak ada staf/petugas yang 0 Keahlian staf sudah 3
Pegawai keahlian yang diperlukan bertanggung jawab terhadap sesuai dengan
untuk pengelolaan kawasan pengelolaan kawasan kebutuhan pengelolaan.
Apakah pegawai konservasi Ada pelatihan untuk
cukup terlatih umtuk petugas/staf
Pelatihan dan keahlian Variasi skil yang dimiliki 1
memenuhi tujuan
pegawai relatif rendah untuk terbatas
pengelolaan?
kebutuhan kawasan
konservasi
Inputs/Proses
Pelatihan dan keahlian Terdapat tenaga teknis minimal 2
pegawai memadai, tetapi (perlindungan, pengawetan dan
dapat perlu ditingkatkan pemanfaatan)
untuk sepenuhnya mencapai
tujuan pengelolaan
Pelatihan dan keahlian sesuai Keahlian staf beragam dari 3X
dengan kebutuhan mulai administrasi perkantoran
70
pengelolaan kawasan hingga teknis sesuai tujuan
konservasi. Staf terlatih dan pengelolaan
keahlian sesuai dengan
kebutuhan pengelolaan
18. Perlengkapan Terdapat sedikit atau tidak Tidak ada perlengkapan 0 Masih ada kekurangan Perlengkapan dan 2
ada perlengkapan dan pada perlengkapan, fasilitas yang
Apakah fasilitas untuk memenuhi seperti perahu, dimana digunakan dalam
perlengkapan yang kebutuhan pengelolaan masih menggunakan pengelolaan
telah ada memenuhi perahu yang disewakan kawasan Cagar
kebutuhan Terdapat beberapa Terdapat perlengkapan namun 1 oleh masyarakat sekitar Alam Mas Popaya
pengelolaan? perlengkapan dan fasilitas masih kurang kawasan konservasi, Raja perlu
tetapi tidak memadai untuk dan beberapa ditingkatkan agar
Input sebagian besar kebutuhan kekurangan pada tidak menghambat
pengelolaan fasilitas penangkaran. proses pengelolaan
Terdapat perlengkapan dan Lebih dari setengah kebutuhan 2X kawasan
fasilitas tetapi masih ada minimal perlengkapan ada konservasi.
kekurangan yang
menghambat pengelolaan
Perlengkapan dan fasilitas Terdapat kebutuhan minimal 3
yang ada telah memadai perlengkapan (mobilisasi,
fasilitas pelayanan, bangunan
pengelola yang mendukung
mandate pengelolaan-
pengecualian untuk kawasan
dengan luasan kecil - 10 hektar)
71
19. Monitoring dan Terdapat monitoring dan Cukup jelas 0 2
Evaluasi evaluasi di kawasan
konservasi
Apakah kegiatan
pengelolaan Terdapat kegiatan monitoring Monev dilakukan secara 1
dimonitor terhadap dan evaluasi secara ed hoc insidental
kinerja? tetapi tidak ada strategi
dan/atau kumpulan hasil
Perencanaan/Proses secara regular
Terdapat sistem monitoring Monev dilaksanakan secara 2X
dan evaluasi yang disepakati reguler
dan dilaksanakan tetapi
hasilnya tidak memberikan
umpan balik pada
pengelolaan
Terdapat sistem monitoring Dilaksanakan secara reguler 3
dan evaluasi yang baik, dan adaptif
dilaksanakan dengan baik dan Kegiatan monitoring dan
digunakan dalam manajemen evaluasi misalnya METT atau
yang adaptif RBM
72
Nilai Tambahan a. Kawasan berpartisipasi Cukup jelas +1
sebagai bagian program
monitoring lingkungan
nasional atau internasional
seperti CARICOMP,
CPACC, GCRMN,
ANGGRA, atau lainnya
(sertakan nama program)
73
jika kondisi tidak berubah
b. Peraturan telah Sama dengan penjelasan +2 X
ditingkatkan (mengacu pad sebelumnya
pertanyaan no.2 Peraturan
KK perairan)
c. Penegakan hukum telah Sama dengan penjelasan +2 X
ditingkatkan (mengacu pada sebelumnya
pertanyaan no.3 penegakan
hukum)
74
21. Produk dan a. tanda-tanda batas tersedia Cukup jelas +1 X 2
Pelayanan atau terbaru telah terpasang
b. Moorings-mooring tersedia Cukup jelas +2
atau yang terbaru telah
terpasang
c. Materi pendidikan - materi Cukup jelas +1 X
pendidikan tersedia atau telah
dibuat yang baru
22. Mekanisme Tidak terdapat mekanisme Cukup jelas 0 X Belum ada mekanisme 0
pelibatan untuk melibatkan stakeholder pelibatan stakeholder
stakeholder dalam dalam pengambilan dalam pengambilan
pengambilan keputusan dan/atau aktivitas keputusan
keputusan pengelolaan
dan/atau kegiatan Terdapat beberapa Ada mekanisme tetapi bersifat 1
pengelolaan mekanisme melibatkan non-formal
(misalnya dewan stakeholder dalam
penasihat) pengambilan keputusan
dan/atau aktivitas
Apakah terdapat pengelolaan namun tidak
mekanisme untuk cukup
memastikan Terdapat mekanisme yang Da mekanisme dalam kerangka 2
partisipasi memadai untuk melibatkan formal (contoh: adanya forum
stakeholder? stakeholder dalam atau kelembagaan lain yang
pengambilan keputusan sifatnya memberikan
dan/atau aktivitas masukan/konsultatif)
pengelolaan
75
23. Aktivitas Tidak tersedia aktivitas Cukup jells 0 Tersedian pendidikan 2
pendidikan pendidikan lingkungan atau lingkungan konservasi
lingkungan untuk stakeholder untuk stakeholder
stakeholder (missal Tersdia beberapa aktivitas Cukup jelas- Disertai 1 utamanya masyarakat
acara publik di pendidikan lingkungan untuk dokumentasi kegiatan hal ini ditunjukkan
KK perairan) stakeholder namun tidak dengan pengetahuan
cukup masyarakat sekitar
Apakah aktivitas Tersedia cukup aktivitas Cukup jelas- Disertai 2 X rata-rata cukup baik
pendidikan telah pendidikan lingkungan untuk dokumentasi kegiatan tentang konservasi
dikembangkan stakeholder kawasan C.A Mas
untuk stakeholder? Popaya Raja
24. Aktivitas Aktivitas mengelolaan belum Cukup jelas 0 1
pengelolaan meningkat
Memiliki 2 aktivitas
pengelolaan kritis Beberapa langkah telah Dokumentasi yang menunjukkan 1X
yang telah diambil untuk meningkatkan upaya penanganan untuk
ditingkatkan untuk aktivitas pengelolaan mengurangi 2 ancaman utama
menangani ancaman
( yang telah Aktivitas pengelolaan cukup Dokumentasi yang menunjukkan 2
dituliskan pada meningkat upaya penanganan untuk
lembar data) mengurangi 2 ancaman utama
diatas, serta hasilnya
25. Fasilitas Tidak ada fasilitas dan jasa Cukup jelas 0 KSA tidak wajib
penunjang bagi pengunjung walaupun mengisi
telah diidentifikasi diperlukan
Apakah fasilitas
Fasilitas dan jasa bagi Missal hanya ada papan 1
76
penunjang pengunjung tidak memadai informasi/papan penunjuk
memadai? untuk tingkat kunjungan saat
ini
Fasilitas dan jasa bagi Terdapat papan informasi, 2
pengunjung cukup memadai papan petunjuk, gerbang dan
untuk tingkat kunjungan saat runag informasi
ini tetapi perlu ditingkatkan
Fasilitas dan jasa bagi Fasilitas lengkap (sanitasi, 3
pengunjung sangat baik untuk keselamatan, aksesibilitas,
tingkat kunjungan saat ini informasi)
26. Pungutan Meskipun telah ada Cukup jelas 0 KSA tidak wajib
sistemnya, tetapi belum mengisi
Jika pungutan diterapkan (belum dilakukan
(contoh: biaya pemungutan)
masuk atau denda) Pungutan dikumpulkan, tetapi Jika sudah ada SK penerapan 1
diterapkan apakah langsung ke pemerintah pusat PNBP di kawasan
akan membantu dan tidak dikembalikan
pengelolaan secara langsung pada
kawasan kawasan konservasi atau
konservasi? lingkungan sekitarnya
Pungutan dikumpulkan, tetapi Jika terdapat 2 jenis pungutan, 2
didistribusikan kepada PNBP dan daerah
otoritas lokal, tidak kepada
kawasan
Iuran dikumpulkan dan Bentuk pengelolaan keuangan 3
memberikan kontribusi yang mandiri (contoh : BLU)
substansial untuk kawasan
konservasi dan lingkungan
77
sekitarnya
27. Pelatihan Pegawai sudah mendapatkan Staf pengelola kawasan (contoh: 2 Pelatihan pegawai 3
Pegawai pelatihan, tetapi dapat Polhut, PEH) secara otomatis sesuai dengan
ditingkatkan untuk telah mendapatkan pelatihan kebutuhan pengelolaan
Apakah pegawai sepenuhnya mencapai tujuan dasar
cukup untuk pengelolaan
memenuhi tujuan
pengelolaan? Pelatihan dan keahlian sesuai Dibuktikan dengan dokumentasi 3X
dengan kebutuhan atau berita acara kegiatan
Inputs/Proses pengelolaan kawasan pelatihan yang relevan dengan
konservasi, dan antisipasi pertanyaan
kebutuhan kedepan
TOTAL NILAI UNTUK OUTPUT (E) : 33 ATAU MENYESUAIKAN 22
F. Outcomes - Apa yang telah kita capai ? penilaian sejauh mana tujuan telah tercapai
28. Apakah Pengelolaan belum sesuai Hasil monitoring dan evaluasi 0 3
pengelolaan telah denga tujuan kawasan pelaksanaan RP
sesuai dengan Pengelolaan sebagian kecil Sama dengan penjelasan 1
tujuan kawasan sudah sesuai denga tujuan sebelumnya
kawasan
Pengelolaan sebagian besar Sama dengan penjelasan 2
sudah sesuai denga tujuan sebelumnya
kawasan
Pengelolaan sudah sesuai Sama dengan penjelasan 3X
denga tujuan kawasan sebelumnya
29. Gangguan - Gangguan meningkat Data laporsn patrol atau data 0 2
gangguan lainnya
78
Apakah ancaman Gangguan berada pada Sama dengan penjelasan 1
telah berkurang? sekitaran level yang sama sebelumnya
Gangguan telah sedikit Sama dengan penjelasan 2X
berkurang sebelumnya
Gangguan sebagian besar Sama dengan penjelasan 3
telah berkurang sebelumnya
30. Kondisi Kondisi sumberdaya alam Laporan survey monitoring 0 2
sumberdaya - menurun
Kondisi sumberdaya alam Laporan survey monitoring 1
Apakah kondisi berada pada kisaran level
sumberdaya yang sama
membaik? Kondisi sumberdaya alam Laporan survey monitoring 2X
sedikit meningkat
Kondisi sumberdaya alam Laporan survey monitoring 3
meningkat secara signifikan
31. Kesejahteraan Mata pencaharian dan standar Hasil kajian, survei, analisis 0 1
masyarakat hidup masyarakat menurun data
Mata pencaharian dan standar Hasil kajian, survei, analisis 1X
Apakah hidup masyarakat berada data
kesejahteraan pada kisaran level yang sama
masyarakat Mata pencaharian dan standar Hasil kajian, survei, analisis 2
meningkat? (beri hidup masyarakat sedikit data
beberapa contoh) meningkat
79
Indikator: Mata pencaharian dan standar Hasil kajian, survei, analisis 3
Dampak kawasan hidup masyarakat meningkat data
secara secara signifikan
keseluruhan
terhadap
peningkatan
pendapatan/ekon
omi dan standar
hidup masyarakat
80
partisipasi aktif masyarakat
dalam perlindungan kawasan
d. Manfaat non-finansial dari Hasil survei/ kajian +1
sumberdaya perairan kepada
masyarakat telah
dipertahankan atau
ditingkatkan
32. Kesadaran Kesadaran lingkungan dari Ada hasil survei/kajian/analisis 0 Kesadaran masyarakat Meningkatkan dan 3
Lingkungan kondisi sumberdaya, sekitar kawasan mempertahankan
gangguan dan kegiatan terhadap perlindungan kegiatan patroli dan
Apakah kesadaran pengelolaan telah menurun dan pelestarian penyu monitoring
masyarakat terhadap Kesadaran lingkungan berada Ada hasil survei/kajian/analisis 1 telah meningkat, kawasan yang
lingkungan pada kisaran level yang sama aktivitas pengeboman di optimal
meningkat? Kesadaran lingkungan sedikit Ada hasil survei/kajian/analisis 2 laut serta perburuan
meningkat penyu dan tukik yang
Kesadaran lingkungan telah Ada hasil survei/kajian/analisis 3X dikhawatirkan
meningkat secara signifikan dilakukan oleh
masyarakat dari luar
kawasan.
33. Kepatuhan Kurang dari 25% pengguna Ada hasil survei/kajian/analisis 0 3
mematuhi peraturan
Apakah pengguna 25%-50% pengguna Ada hasil survei/kajian/analisis 1
mematuhi peraturan mematuhi peraturan
di dalam kawasan 50%-75% pengguna Ada hasil survei/kajian/analisis 2
mematuhi peraturan
Lebih dari 75% pengguna Ada hasil survei/kajian/analisis 3X
mematuhi peraturan
34. Kepuasan Kurang dari 25% stakeholder Ada hasil survei/kajian/analisis 0 2
81
stakeholder - puas dengan proses dan
output dari KK perairan
Apakah stakeholder 25%-50% stakeholder puas Ada hasil survei/kajian/analisis 1
puas dengan proses dengan proses dan output dari
dan output dari KK KK perairan
Perairan 50%-75% stakeholder puas Ada hasil survei/kajian/analisis 2X
dengan proses dan output dari
KK perairan
Lebih dari 75% stakeholder Ada hasil survei/kajian/analisis 3
puas dengan proses dan
output dari KK perairan
Nilai Tambahan a. Stakeholder merasa bahwa Ada hasil survei/kajian/analisis
mereka dapat berpartisipasi
secara efektif dalam
keputusan manajemen
b. Stakeholder merasa bahwa Ada hasil survei/kajian/analisis
mereka cukup terwakili
dalam proses pengambilan
keputusan KK Perairan
TOTAL NILAI UNTUK OUTCOME(F) : 27 ATAU MENYESUAIKAN 16
82
Lampiran 3. Rangkuman Penilaian Efektifitas Kawasan C.A Mas Popaya Raja
83
Lampiran 4. Ancaman Kawasan Konservasi C.A Mas Popaya Raja
84
4. Koridor transportasi dan jasa dalam kawasan konservasi
Ancaman dari koridor transportasi yang panjang dan lebar dan kendaraan yang
berjalan termasuk keterkaitan kematian satwa liar
Tinggi Sedang Rendah N/A Ancaman
√ 1. Jalan dan rel kereta (termasuk
satwa yang mati di jalanan)
√ 2. Jalur layanan dan jasa (cth. kabel
listrik dan telepon)
√ 3. Jalur dank anal perkapalan
√ 4. Jalur penerbangan
85
Tinggi Sedang Rendah N/A Ancaman
√ 1. Kegiatan rekreasi dan wisata
√ 2. Perang, kerusuhan sipil dan
latihan militer
√ 3. Penelitian, pendidikan dan
kegiatan terkait pekerjaan lain di
kawasan konservasi
√ 4. Kegiatan pengelola kawasan
konservasi (cth. pembuatan
bangunan atau penggunaan
kendaraan, pengairan buatan dan
bendungan)
√ 5. Vandalisme, kegiatan merusak
atau ancaman terhadap pegawai
atau pengunjung kawasan
konservasi
86
8. Masalah spesies atau gen invasive dan bermasalah
Ancaman dari tanaman, satwa, pathogen/mikroba atau materi genetik darat
dan air baik asli maupun dari luar yang memiliki efek yang membahayakan
keanekaragaman hayati setelah pengenalan, penyebaran dan/atau peningkatan
populasi
Tinggi Sedang Rendah N/A Ancaman
√ 1. Tanaman invasif non-native/asing
(rerumputan)
√ a. Satwa invasif
non-native/asing
√ b. Patogen (non-native atau
native tetapi menimbulkan
masalah baru/meningkat
√ 2. Pengenalan materi genetic (cth.
organisme dengan genetik yang
dimodifikasi)
87
10. Peristiwa geologis
Peristiwa geologis mungkin merupakan bagian dari rezim gangguan alami di
banyak ekosistem, tetapi peristiwa ini dapat menjadi ancaman jika suatu
spesies atau habitat menjadi rusak atau kehilangan kepentingan dan kerawanan
terhadap gangguan kapasitas manajemen untuk merespon beberapa perubahan
ini mungkin terbatas.
Tinggi Sedang Rendah N/A Ancaman
√ 1. Gunung berapi
√ 2. Gempa bumi
√ 3. Salju/tanah longsor
√ 4. Erosi dan pengendapan
garam/tanah (cth. perubahan di
pantai atau dasar sungai)
88
Lampiran 5. Contoh kuesioner penelitian untuk informan (Penilaian
Keberlanjutan Kawasan Konservasi C.A Mas Popaya Raja)
89
90
91
92
93
Lampiran 6. Dokumentasi
Observasi Habitat Bertelur Penyu Kawasan Konservasi C.A Mas Popaya Raja
94
Observasi Penangkaran Penyu (sarang semi alami) Observasi Kemiringan
Pantai
95
Lampiran 7. Surat Keterangan Telah Meneliti
96
97
1
1