Anda di halaman 1dari 115

PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI DALAM UPAYA

PERLINDUNGAN PENYU DI CAGAR ALAM MAS POPAYA RAJA


KABUPATEN GORONTALO UTARA

TESIS

Untuk memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar Magister Pada
Program Studi Ilmu Kelautan dan Perikanan

OLEH

MELKY M. DINGI
NIM: 712517007

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN


UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
2021

i
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING

PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI DALAM UPAYA


PERLINDUNGAN PENYU DI CAGAR ALAM MAS POPAYA
RAJA KABUPATEN GORONTALO UTARA

TESIS

Disusun dan Diajukan Oleh :

MELKY M. DINGI
NIM: 712517007

Program Studi Ilmu Kelautan dan Perikanan

Telah diperiksa dan disetujui

Menyetujui:

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Abdul Hafidz Olii, S.Pi, M.Si Dr. Alfi Sahri Remi Baruadi, S.Pi, M.Si
NIP. 197308102001121001 NIP. 197404222005011002

Gorontalo, Mei 2021


Mengetahui
Ketua Program Studi Kelautan dan Perikanan
Program Pascasarjana

Dr. Ir. Hasim, M.Si


NIP. 196912311994031014

ii
LEMBAR PERSETUJUAN KOMISI PEMBIMBING

PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI DALAM UPAYA


PERLINDUNGAN PENYU DI CAGAR ALAM MAS POPAYA
RAJA KABUPATEN GORONTALO UTARA

TESIS

Disusun dan Diajukan Oleh :

MELKY M. DINGI
NIM: 712517007

Disetujui untuk diajukan kepada Panitia Ujian untuk Memperoleh Gelar


Magister pada Program Studi Magister Kelautan dan Perikanan

Menyetujui:
Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Abdul Hafidz Olii, S.Pi, M.Si Dr. Alfi Sahri Remi Baruadi, S.Pi, M.Si
NIP. 197308102001121001 NIP. 197404222005011002

Gorontalo, Mei 2021


Mengetahui:
Direktur Ketua
Pascasarjana Program Studi Kelautan dan
Universitas Negeri Gorontalo, Perikanan,

Prof. Dr. Asna Aneta, M.Si Dr. Ir. Hasim, M.Si


NIP. 19591227 198603 2 003 196912311994031014

iii
LEMBAR PERSETUJUAN DAN PENGESAHAN

PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI DALAM UPAYA


PERLINDUNGAN PENYU DI CAGAR ALAM MAS POPAYA RAJA
KABUPATEN GORONTALO UTARA

TESIS
Disusun dan diajukan oleh:
MELKY M. DINGI
NIM: 712517007

Telah disetujui dan disahkan oleh


panitia Tesis pada tanggal Mei 2021

KOMISI PENGUJI:
Tanggal
Nama Jabatan Tanda Tangan
Pengesahan

Ketua Program
Dr. Ir. Hasim, M.Si
Studi/ Ketua
.………………….........

Dr. Abdul Hafidz Olii, S.Pi, M.Si Pembimbing I


.………………….........

Dr. Alfi Sahri R. Baruadi, S.Pi, M.Si Pembimbing II


.………………….........

Dr. Aziz Salam,S.Pi M.Agr Penguji I


.………………….........

Dr. Ir. Syamsuddin, MP Penguji II


.………………….........

Gorontalo, Mei 2021


Mengetahui:
Direktur Pascasarjana Universitas Negeri Gorontalo,

Prof. Dr. Asna Aneta, M.Si


NIP. 19591227 198603 2 003

iv
v
ABSTRAK

Melky M. Dingi. 712517007. Pengelolaan Kawasan Konservasi dalam Upaya


Perlindungan Penyu di Cagar Alam Mas Popaya Raja Kabupaten Gorontalo
Utara. Tesis Program Studi S2 Kelautan dan Ilmu Perikanan, Program Pasca
Sarjana, Universitas Negeri Gorontalo.

Penyu merupakan fauna yang dilindungi, namun ancaman terhadap populasi


penyu akibat faktor alam maupun kegiatan eksploitasi terus meningkat. Oleh
karena itu, perlu dilakukan studi tentang pengelolaan kawasan konservasi penyu.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efektifitas dan keberlanjutan
pengelolaan kawasan konservasi penyu di Cagar Alam Mas Popaya Raja
Kabupaten Gorontalo Utara. Metode yang digunakan adalah metode deskriptif
dan kuantitatif dengan menggunakan Score Card to Assess Progress in Achieving
Management Effectiveness Goals for Marine Protected Area untuk menilai
efektifitas pengelolaan kawasan konservasi penyu dan aplikasi rapfish untuk
menilai keberlanjutan pengelolaan kawasan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengelolaan kawasan konservasi penyu di


Cagar Alam Mas Popaya Raja Kabupaten Gorontalo Utara tergolong kurang
efektif dengan nilai Score Card yaitu 65.46%. Sementara itu, status keberlanjutan
pengelolaan kawasan konservasi penyu di lokasi penelitian tergolong cukup
berkelanjutan dengan nilai indeks keberlanjutan multidimensi rapfish yaitu
sebesar 63.81. Penilaian status keberlajutan pada masing-masing dimensi yaitu
terdiri dari dimensi ekologi sebesar 60,94, dimensi ekonomi sebesar 65,02,
dimensi sosial sebesar 62,26, dan dimensi kelembagaan sebesar 67,03.

Kata Kunci: Efektifitas, Keberlanjutan, Konservasi Penyu

vi
vii
KATA PENGANTAR

Puji sukur dipanjatkan ke hadirat Allah SWT, karena hanya dengan


limpahan berkah dan rahmat-Nya seluruh kegiatan terkait dengan proses penulisan
tesis ini dapat diselesaikan.
Penelitian Tesis ini diberi judul “Pengelolaan Kawasan Konservasi
dalam Upaya Perlindungan Penyu di Cagar Alam Mas Popaya Raja
Kabupaten Gorontalo”, ditulis sebagai salah satu persyaratan untuk mencapai
Gelar Magister Sains pada Program Pascasarjana di Universitas Negeri Gorontalo.
Dalam penyusunan tesis ini peneliti menyadari masih memiliki kekurangan
sehingga hanya dengan kehendak Allah SWT sepenuhnya peneliti telah banyak
mendapat bantuan dari berbagai pihak, untuk itu peneliti menghaturkan puji
Syukur yang tak terhingga kepada Allah SWT serta menyampaikan terima kasih
yang mendalam kepada berbagai pihak yang telah membantu baik berupa materil
maupun spiritual dalam penyelesaian tesis ini.
Untuk itu dengan segala kerendahan hati, peneliti ucapakan terima kasih
sedalam-dalamnya kepada:
1. Bapak Dr. Eduart Wolok, ST.,MT selalku Rektor Universitas Negeri
Gorontalo.
2. Bapak Dr. Harto S. Malik, M.Hum selaku Wakil Rektor I Universitas Negeri
Gorontalo, Ibu Dr. Ir. Yuniarti Koniyo, MP selaku Wakil Rektor II Unversitas
Negeri Gorontalo, Ibu Karmila Machmud, S.Pd, M.A., Ph.D selaku Wakil
Rektor III Universitas Negeri Gorontalo, Bapak Prof. Dr. Phil. Ikhfan Haris,
M.Sc selaku Wakil Rektor IV Universitas Negeri Gorontalo.
3. Ibu Prof. Dr. Asna Aneta, M.Si d selaku Direktur Pascasarjana Universitas
Negeri Gorontalo, yang telah menyediakan berbagai fasilitas dan berupaya
meningkatkan situasi kondusif pada Program Pascasarjana UNG. Bapak Prof.
Dr. Hamzah B. Uno, M.Pd selaku Wakil selaku Direktur 1 Bidang
Kamahasiswaan Pascasarjana Universitas Negeri Gorontalo. Ibu Dr. Dra.
Weny J.A. Musa, M.Si selaku Direktur 2 Bidang Keuangan Pascasarjana
Universitas Negeri Gorontalo

viii
4. Bapak Dr. Ir. Hasim, M.Si selaku Ketua Program Studi Pascasarjana Kelautan
dan Perikanan Universitas Negeri Gorontalo yang telah memberikan dorongan
dan motivasi terhadap penyelesaian tesis ini.
5. Bapak Dr. Abdul Hafidz Olii, S.Pi, M.Si selaku pembimbing 1 dan Bapak
Dr. Alfi Sahri Remi Baruadi, S.Pi, M.Si selaku pembimbing 2 yang telah
membimbing, memberikan saran, serta memberikan dorongan selama
penyusunan tesis ini.
6. Bapak Dr. Aziz Salam, S.T, M.Agr selaku penguji 1 dan Bapak Dr. Ir.
Syamsuddin, MP selaku penguji 2 yang telah meluangkan banyak waktu
untuk memberikan perbaikan serta dorongan terhadap penyelesaian tesis ini.
7. Orang tua tercinta (Bapak Muis Eri Dingi dan Ibu Yuriko Rauf) dan adik
Rahmat Dingi yang senantiasa memberikan motivasi, dukungan dan doa yang
tiada henti untuk keberhasilan peneliti dalam menyelesaikan tesis ini.
8. Terimakasih kepada Fatimah Umar Salim, S.Kep, Ns yang selalu setia
membantu dalam penyelesaian studi ini.
9. Seluruh keluarga, teman-teman Angkatan Tahun 2017/I dan teman-teman
terbaik yang senantiasa memberikan dukungan serta mendoakanku,
Peneliti ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang tidak sempat
disebutkan satu persatu. Semoga Allah SWT membalas budi baik yang telah
dengan tulus membantu penyelesaian tesis ini. Akhirnya apa pun keberadaan tesis
ini paling tidak telah memperkaya khasanah keilmuan bidang konsevasi
perikanan. Kiranya hasil penelitian ini dapat memberikan kontribusi dalam
keilmuan Kelautan dan Perikanan. Peneliti menyadari sepenuhnya bahwa tesis ini
masih jauh dari harapan sehingga kritik dan saran yang membangun masih sangat
dibutuhkan guna penyempurnaan tesis ini. Semoga Allah SWT senantiasa
memberkahi dan menuntun segala usaha kita. Aamiin.
Gorontalo, Mei 2021

Melky M. Dingi
Nim. 712 517 007

ix
DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR SAMPUL......................................................................................... i
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING................................................. ii
LEMBAR PERSETUJUAN KOMISI PEMBIMBING................................ iii
LEMBAR PERSETUJUAN DAN PENGESAHAN....................................... iv
LEMBAR PERNYATAAN KEORISINALAN.............................................. v
ABSTRAK......................................................................................................... vi
KATA PENGANTAR....................................................................................... viii
DAFTAR ISI...................................................................................................... x
DAFTAR GAMBAR....................................................................................... xii
DAFTAR GRAFIK......................................................................................... xiii
DAFTAR TABEL............................................................................................ xiv
DAFTAR LAMPIRAN..................................................................................... xv
BAB I PENDAHULUAN................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang.................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah............................................................................... 3
1.3 Tujuan Penelitian................................................................................ 3
1.4 Manfaat Penelitian.............................................................................. 4
BAB II KAJIAN TEORITIS......................................................................... 5
2.1 Permasalahan Penyu di Indonesia...................................................... 5
2.2 Upaya Perlindungan Penyu................................................................. 6
2.3 Pengelolaan Kawasan Konservasi Penyu di Indonesia...................... 11
2.3.1 Model Pengelolaan Kawasan Konservasi Penyu...................... 11
2.3.2 Efektivitas Pengelolaan Kawasan Konservasi Penyu............... 12
2.3.3 Status Keberlanjutan Pengelolaan Kawasan Konservasi.......... 13
2.4 Peran BKSDA terhadap Perlindungan Penyu..................................... 15
2.5 Kajian Penelitian Yang Relevan......................................................... 16
2.6 Kerangka Berpikir.............................................................................. 17

x
BAB III METODOLOGI PENELITIAN..................................................... 18
3.1 Lokasi Penelitian................................................................................. 18
3.2 Pendekatan dan Jenis Penelitian.......................................................... 18
3.3 Informan.............................................................................................. 18
3.4 Jenis dan Sumber Data......................................................................... 19
3.5 Teknik Pengumpulan dan Analisis Data.............................................. 19
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN......................................................... 22
4.1 Gambaran Lokasi Penelitian............................................................... 22
4.2 Analisis Efektifitas Pengelolaan Kawasan Konservasi Penyu............ 22
4.3 Keberlanjutan Kawasan Konservasi Penyu di C.A Mas Popaya Raja 35
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN.......................................................... 46
5.1 Kesimpulan.......................................................................................... 46
5.2 Saran.................................................................................................... 46
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 47
LAMPIRAN..................................................................................................... 52

xi
DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Ancaman Terhadap Penyu................................................................. 6


Gambar 2. Bagan Kerangka Berpikir................................................................... 17
Gambar 3. Peta Lokasi Penelitian........................................................................ 18

xii
DAFTAR GRAFIK

Halaman

Grafik 1. Indeks Keberlanjuan Dimensi Ekologi................................................. 36


Grafik 2. Analisis Leverage Atribut Dimensi Ekologi........................................ 36
Grafik 3. Indeks Keberlanjuan Dimensi Ekonomi............................................... 38
Grafik 4. Analisis Leverage Atribut Dimensi Ekonomi...................................... 38
Grafik 5. Indeks Keberlanjuan Dimensi Sosial.................................................... 40
Grafik 6. Analisis Leverage Atribut Dimensi Sosial......................................... 40
Grafik 7. Indeks Keberlanjuan Dimensi Kelembagaan ....................................... 42
Grafik 8. Analisis Leverage Atribut Dimensi Kelembagaan............................. 43
Grafik 9. Diagram Layang Keberlanjutan Kawasan Konservasi Penyu............ 44

xiii
DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Kategori Penilaian Status Keberlanjutan.............................................. 21


Tabel 2. Penilaian Indikataor Aspek Konteks .................................................... 23
Tabel 3. Penilaian Indikataor Aspek Perencanaan ............................................. 27
Tabel 4. Penilaian Indikataor Aspek Masukan .................................................. 28
Tabel 5. Penilaian Indikataor Aspek Proses Pengelolaan .................................. 29
Tabel 6. Penilaian Indikataor Aspek Keluaran ................................................... 31
Tabel 7. Penilaian Indikataor Aspek Hasil ......................................................... 32
Tabel 8. Rangkuman Penilaian Efektifitas Kawasan Konservasi ..................... 33
Tabel 9. Ancaman Dalam Kawasan Cagar Alam Mas Popaya Raja .................. 34
Tabel 10. Hasil Analisis RAPFISH Pengelolaan Kawasan Konservasi Penyu. . . 44

xiv
DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Laporan Kemajuan Situs Kawasan........................................…… 52


Lampiran 2. Penilaian Efektivitas Kawasan Konservasi .................................. 53
Lampiran 3. Rangkuman Penilaian Efektivitas Kawasan Konservasi .............. 83
Lampiran 4. Ancaman Kawasan Konservasi C.A Mas Popaya Raja................. 84
Lampiran 5. Contoh Kuesioner untuk Informan................................................ 89
Lampiran 6. Dokumentasi.................................................................................. 94
Lampiran 7. Surat Keterangan Telah Meneliti................................................... 96

xv
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Mewujudkan Indonesia menjadi poros maritim dunia yaitu dengan
terkelolanya sumber daya kelautan secara optimal dan berkelanjutan merupakan
visi pengelolaan kelautan di Indonesia. Hal ini sebagaimana tercantum dalam
Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2017, dimana salah satu strategi dalam
melaksanakan kebijakan pengelolaan sumber daya kelautan yaitu dengan
peningkatan perlindungan terhadap kelestaraian keanekaragaman hayati laut
melalui konservasi genetik, spesies dan ekosistem.
Salah satu keanekaragaman hayati laut yang perlu dilestarikan adalah
penyu. Penyu merupakan fauna yang dilindungi karena populasinya yang
terancam punah oleh karena faktor alam maupun kegiatan eksploitasi yang tidak
terkendali. Upaya perlindungan populasi penyu telah diusahakan oleh Pemerintah
melalui berbagai kebijakan, baik secara nasional maupun melalui berbagai
kerjasama regional antar bangsa. Secara fundamental, Pemerintah Indonesia telah
berusaha melindungi penyu dari kepunahan dengan menerbitkan Peraturan
Pemerintah Nomor 7 tahun 1999 tentang pengawetan jenis-jenis tumbuhan dan
satwa yang dilindungi. Namun, hal tersebut belum cukup untuk mempertahankan
kelestarian populasi penyu. Pengelolaan kawasan konservasi yang efektif dan
berkelanjutan perlu dimaksimalkan guna mengurangi ancaman bagi kehidupan
penyu.
Pengelolaan kawasan konservasi penyu umumnya dilakukan oleh instansi
pemerintah sesuai dengan tupoksi yang tercantum dalam undang-undang dan
kebijakan pemerintah lainnya. Konservasi penyu merupakan kegiatan yang
bertujuan untuk mencegah punahnya ekosistem penyu, serta mencegah adanya
pemanfaatan penyu untuk kepentingan komersial dan tidak bertanggungjawab
(Ario, dkk. 2016). Menurut Sadili, dkk (2015) dalam artikelnya tentang Rencana
Aksi Nasional Konservasi Penyu periode 2016-2020 menyebutkan beberapa
tujuan dalam mengatasi permasalahan konservasi penyu di Indonesia yaitu
diantaranya meningkatnya efektifitas pengelolaan habitat peneluran penyu;

1
menurunnya kasus penangkapan, perdagangan dan kematian penyu; terwujudnya
peran aktif masyarakat; serta terbangunnya kemitraan strategis dengan berbagai
pihak dalam melakukan konservasi penyu. Tujuan tersebut tidak lepas dari
bagaimana implementasi pengelolaan kawasan konservasi penyu yang diterapkan.
Efektifitas pengelolaan mendukung tercapainya tujuan konservasi yang
diharapkan, sedangkan pengelolaan konservasi penyu yang berkelanjutan
memastikan kontinuitas keseimbangan antara pemanfaatan dan kelestarian sumber
daya alam. Menurut Najamuddin (2013) pengelolaan berkelanjutan merupakan
strategi pemanfaatan ekosistem bagi kehidupan manusia yang mempertimbangkan
kelestarian sumber daya alam, sehingga tidak rusak dan punah.
Pulau Mas, Pulau Popaya dan Pulau Raja adalah pulau-pulau yang
termasuk dalam kawasan konservasi penyu laut. Pulau Mas merupakan pulau
yang didominasi oleh bebatuan yang dulunya adalah area penampungan emas di
masa Hindia Belanda. Pulau Popaya adalah pulau dengan pantai berpasir putih
dan merupakan tempat bertelur sebagian besar penyu, disebut pulau popaya
karena dahulu pulau ini didominasi oleh vegetasi pohon papaya, sedangkan pulau
Raja didominasi oleh vegetasi hutan, bentangan pantai dan merupakan pulau
terbesar di kawasan ini. Menurut wawancara dengan petugas BKSDA, Ismail
Kulupani yang saat ini telah mencapai purnabakti bahwa kawasan Cagar Alam
Mas Popaya Raja telah ada dan ditetapkan sebagai cagar alam oleh Ratu
Wihelmina sejak tahun 1939 pada masa pemerintahan Hindia Belanda. Pulau
Popaya, Mas dan Raja dalam bahasa daerah Gorontalo dikenal dengan sebutan lito
Mas, lito Popaya dan lito Raja.
Kawasan Cagar Alam Mas Popaya Raja dikelola oleh BKSDA (Balai
Konservasi Sumber Daya Alam) untuk menjamin perlindungan terhadap populasi
penyu. Berdasarkan hasil wawancara dengan salah seorang masyarakat mitra
BKSDA unit kerja wilayah II Gorontalo diperoleh informasi bahwa beberapa
ancaman terhadap populasi penyu di kawasan ini yakni kegiatan penangkaran
penyu dengan fasilitas dan sumber daya manusia yang kurang memadai, serta
pengendalian terhadap kegiatan perburuan penyu yang sulit dilakukan oleh karena
tingginya harga jual penyu serta tuntutan ekonomi masyarakat. Menurutnya hal

2
ini disebabkan oleh kurangnya perhatian pemerintah dalam melibatkan partisipasi
masyarakat terhadap pengelolaan kawasan konservasi. Hal ini menunjukkan
perlunya pengawasan terhadap efektifitas dan keberlanjutan pengelolaan kawasan
konservasi untuk melindungi dan melestarikan populasi penyu.
Selain itu, penelitian-penelitian tentang penyu di kawasan Cagar Alam
Mas Popaya dan Raja selama ini masih bersifat parsial, sehingga hasilnya belum
memberikan solusi atas permasalahan yang dihadapi. Penelitian yang dilakukan
masih bersifat teknis seperti penelitian Buhang pada Tahun 2015 tentang
identifikasi jenis penyu, serta penelitian tentang aktifitas bertelur penyu oleh
Dingi di Tahun 2017.
Berdasarkan fenomena tersebut dan dengan alasan penting untuk dapat
mempertahankan kelestarian populasi penyu, peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian tentang “Pengelolaan Kawasan Konservasi dalam Upaya Perlindungan
Penyu di Cagar Alam Mas Popaya Raja Kabupaten Gorontalo Utara”.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana efektifitas pengelolaan kawasan konservasi penyu di Cagar
Alam Mas Popaya RajaKabupaten Gorontalo Utara?
2. Bagaimana keberlanjutan pengelolaan kawasan konservasi dalam upaya
perlindungan penyu di Cagar Alam Mas Popaya RajaKabupaten Gorontalo
Utara?
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan menganalisis pengelolaan kawasan konservasi
dalam upaya perlindungan penyu di Cagar Alam Mas Popaya RajaKabupaten
Gorontalo Utara yang terdiri dari:
1. Mendeskripsikan dan menganalisis efektifitas pengelolaan kawasan
konservasi penyu di Cagar Alam Mas Popaya Raja Kabupaten Gorontalo
Utara.
2. Menganalisis keberlanjutan pengelolaan kawasan konservasi dalam upaya
perlindungan penyu di Cagar Alam Mas Popaya RajaKabupaten Gorontalo
Utara?

3
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Teoritis
Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi
sekaligus sebagai bahan kajian untuk upaya mengoptimalkan kegiatan konservasi
dan perlindungan populasi penyu di Indonesia.
1.4.2 Manfaat Praktis
1. Bagi Balai Konservasi Sumber Daya Alam
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi Balai
Konservasi Sumber Daya Alam terkait peningkatan upaya konservasi dan
perlindungan penyu di Indonesia dan secara khusus di Gorontalo.
2. Bagi Stakeholders Pengelola Konservasi Penyu
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi serta bahan kajian
dan evaluasi terhadap peran para stakeholders atau pihak-pihak terkait yang
ikut serta berperan penting dalam upaya konservasi dan perlindungan penyu
di Indonesia.

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Permasalahan Penyu di Indonesia
Aktivitas penyu banyak mendapatkan gangguan, baik saat dalam perairan
maupun ketika menuju daerah peneluran untuk bertelur, sehingga dapat
mengancam kehidupan dan kelestarian penyu. Permasalahan-permasalahan yang
mengancam tersebut terdiri dari ancaman alamiah dan ancaman karena perbuatan
manusia. Ancaman alami yang dapat mengganggu kehidupan penyu antara lain
(Dermawan, dkk. 2009):
1) Pemangsaan tukik yang baru menetas dan keluar dari sarang oleh biawak, babi
hutan, anjing liar, burung elang dan biawak, serta pemangsaan tukik ketika
berada di laut misalnya oleh ikan cucut.
2) Penyakit akibat bakteri dan virus atau oleh karena pencemaran lingkungan
perairan.
3) Erosi dan naiknya permukaan air laut di pantai peneluran akibat perubahan
iklim yang juga berpengaruh pada daya tetas serta keseimbangan rasio
kelamin tukik-tukik.
Adapun gangguan yang diakibatkan oleh perbuatan manusia yang
mengancam kelestarian penyu antara lain:
1) Tertangkapnya penyu karena aktivitas perikanan oleh berbagai alat tangkap
jaring insang, rawai panjang, tombak dan pukat (trawl).
2) Penangkapan penyu untuk dimanfaatkan (dikonsumsi dan diperjualbelikan
daging, cangkang dan tulangnya).
3) Pengambilan telur penyu untuk dikonsumsi karena kandungan proteinnya.
4) Aktivitas pembangunan seperti pembangunan sarana-prasarana wisata pantai,
pembangunan dinding atau tanggul pantai, penambangan pasir, pembangunan
pelabuhan dan bandara yang dapat mengakibatkan rusaknya habitat bertelur
penyu.
Adapun ilustrasi berbagai ancaman yang membahayakan kehidupan
populasi penyu yakni sebagai berikut.

5
Perburuan penyu dengan tombak dan jaring Ancaman predator pemangsa

Terjaring Trawl Pembangunan dinding pantai

Pemanfaatan oleh manusia Telur mati terlilit tanaman laut

Gambar 1. Ancaman terhadap penyu


(Sumber: Dermawan, dkk. 2009)

2.2 Upaya Perlindungan Penyu


2.2.1 Kesepakatan Internasional Berhubungan dengan Perlindungan Penyu
Menurut Dermawan, dkk (2009) bahwa kesepakatan yang paling populer
dalam perlindungan penyu yaitu konvensi CITES (Convention on International
Trade in Endangered Species) atau lingkup perdagangan internasional satwa

6
terancam punah yang diratifikasi oleh 157 negara dan berlaku sejak tahun 1975.
Penyu masuk di Appendix-1, artinya bahwa pelarangan perdagangan internasional
penyu. Meskipun kesepakatan CITES berhasil menekan perdagangan
internasional, namun belum mampu untuk menanggulangi angka kematian penyu
akibat:
1. Aktivitas perikanan tangkap (contoh : pukat, rawai, dan sebagainya)
2. Pengambilan penyu dan telurnya untuk kepentingan domestic
3. Perubahan dan kerusakan habitat penyu
Adapun kesepakatan lain yaitu konvensi dalam Bidang Keanekaragaman
Hayati atau CBD (Convention on Biological Diversity) yang dimulai sejak tahun
1993 dan mendapat ratifikasi oleh 183 negara. konvensi ini berkaitan dengan
konservasi dan pemanfaatan berkelanjutan keanekaragaman hayati. Meskipun
konvensi ini tidak secara khusus menyebutkan ekosistem penyu, namun
negara-negara yang penandatangani CBD memiliki tiga macam kewajiban, yaitu
(1) Kewajiban perencanaan; (2) Melakukan perlindungan spesies dan habitatnya;
serta (3) Bekerjasama dengan Negara atau pihak-pihak yang relevan.
(1) Kewajiban perencanaan meliputi:
a. Upaya mempersiapkan rencana aksi nasional,
b. Upaya mengintegrasikan konservasi dan pemanfaatan berlanjut kedalam
perencanaan dankebijakan,
c. Upaya mengidentifikasi dan memonitor komponen keanekaragaman hayati
yang pentingbagi konservasi dan pemanfaatan berkelanjutan, serta
d. Upaya menyiapkan analisis mengenai dampak lingkungan bagi
pembangunan suatu proyek.
(2) Kewajiban perlindungan habitat dan spesies yaitu meliputi:
a. Perlindugan ekosistem, habitat serta populasi minimum suatu spesies
dalam lingkunganalamiahnya;
b. Pembangunan kawasan perlindungan dengan petunjuk pengelolaannya;
c. Pengelolaan sumberdaya alam di dalam dan di luar kawasan lindung,
pemulihan ekosistem yang mengalami degradasi dan populasi spesies
terancam punah; serta

7
d. Perlindungan bagi satwa terancam punah melalui upaya legislasi.
(3) Kewajiban untuk bekerjasama antar negara penandatangan CBD dan non
CBD
2.2.2 Legislasi yang Relevan dengan Perlindungan Penyu di Indonesia
Penyu adalah hewan yang dilindungi oleh undang-undang. Tersangka
yang menangkap penyu, mencari serta menjual telur penyu terancam hukuman 5
tahun penjara sebagaimana pada pasal 21 ayat 2 dalam UU tersebut. Adapun
ringkasan peraturan-peraturan Pemerintah Indonesia yang ditetapkan untuk upaya
perlindungan penyu, yaitu sebagai berikut (Ismane, dkk. 2017).
1) UU No. 5 Tahun 1990 tentang konservasi sumberdaya alam
2) UU No. 5 Tahun 1994 (Pengesahan Konvensi PBB mengenai
Keanekaragam hayati)
3) UU No. 31 Tahun 2004 (Perikanan diubah dengan UU No 45 Tahun 2009
tentang Perikanan)
4) UU No. 32 Tahun 2004 (Pemerintahan Daerah)
5) PP No. 13 Tahun 1994 (Satwa Buru)
6) PP No. 7 Tahun 1999 (Pengawetan Jenis Tumbuhandan Satwa)
7) PP No. 8 Tahun 1999 (Pemanfaatan Jenis Tumbuhan dan Satwa)
8) PP No. 60 Tahun 2007 (Konservasi Sumberdaya Ikan)
9) Kepres No.43 Tahun 1978 (CITES)
10) Keputusan Menteri Pertanian No.327/Kpts/UM/5/1978 (Perlindungan Penyu
Belimbing (Leatherback turtle ))
11) Keputusan Menteri Pertanian No.716/Kpts/-10/1980 (Perlindungan Penyu
Lekang (Lepidochelys olivacea) dan Tempayan (Caretta caretta))
12) Keputusan Menteri Kehutanan No.882/Kpts/-II/92 (Perlindungan Penyu
Pipih (Natator depressus))
13) Keputusan Menteri Kehutanan No.771/Kpts/-II/96 (Perlindungan Penyu
Sisik (Eretmochelys imbricata))
14) Surat Keputusan Menteri Kehutanan No.751/Kpts-II/1999 (Tata Cara
Permohonan, Pemberian dan Pencabutan Izin Usaha Berburu Penyu Hijau
(C. mydas) dan Penyu Sisik (Eretmochelys imbracata))

8
15) MoU Penyu Laut IOSEA(Indian Ocean–South East Asian Marine Turtle
Memorandum of Understanding).
2.2.3 Upaya Pengelolaan
Berikut ini beberapa upaya pengelolaan konservasi populasi penyu di
Indonesia menurut Dermawan, dkk (2009).
1. Pendidikan Konservasi
Konservasi penyu adalah upaya yang dilakukan untuk menjamin
kelestarian populasi penyu, sehinggan tidak mengalami kepunahan. Penyu adalah
satwa langka, yang harus segera dilakukan upaya konservasi, salah satu yang
diperlukan yaitu pendidikan tentang kaidah konservasi populasi penyu. Langkah-
langkah dalam pelaksanaan pendidikan konservasi penyu antara lain yakni sebagai
berikut:
a) Memberikan pendidikan berupa ceramah-ceramah (educational campaigns)
kepada semua lapisan masyarakat dan mencakup taman kanak-kanak sampai
perguruan tinggi.
b) Membuat selebaran (Leaflets, pamflet) yang menarik dan mudah dipahami,
dengan tujuan untuk memberikan pemahaman dan pencerahan kepada
masyarakat.
c) Pendidikan konservasi tentang pengawetan dan pemanfaatan jenis tumbuhan
dan satwa sebagaimana yang disebutkan dalam Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia No. 7 dan No. 8 Tahun 1999.
2. Pelatihan
Beberapa bentuk pelatihan dalam pengelolaan konservasi penyu sebagai
berikut:
1) Pelatihan Kegiatan Penetasan Telur Penyu
Kegiatan ini bertujuan memberikan pengetahuan tentang cara
penyelamatan sarang-sarang telur yang ditemukan di daerah intertidal atau daerah
pasang surut air laut setelah penyu selesai bertelur. Telur penyu akan gagal
menetas dan membusuk apabila sarang-sarang telur tersebut dibiarkan didaerah
pasang surut. Hal ini memungkinkan terendamnya telur-telur penyu oleh air laut,
sehingga pembuatan daerah sarang penetasan telur dilakukan di area supratidal

9
menghindari sapuan (flushing) air laut agar suhu sarang buatan tetap stabil. Suhu
sarang penyu yang stabil menjadi faktor penentu keberhasilan penetasan.
2) Pelatihan Pembesaran Tukik
Setelah menetas tukik secara mandiri dibebaskan untuk menuju laut, akan
tetapi terkadang penyelamatan tukik yang masih lemah juga diperlukan agar tidak
dengan mudah dimangsa oleh predator. Penyelamatan tukik ini yaitu melalui
kegiatan budidaya, khususnya bagi tukik yang cacat yang harus diperlihara dalam
bak-bak budidaya sampai mencapai ukuran tertentu (berumur 2–3 bulan). Ha ini
karena tukik cacat yang telah berumur 2-3 bulan sudah mampu melakukan
penghindaran dari predator dengan menyelam di karang-karang atau bergerak
dikomunitas sargassum, karena lobul-lobul paru-parunya sudah mampu
menghisap udara.
3) Pelatihan Pemberian Penandaan (Tagging)
Penandaan atau tagging dilakukan pada penyu dewasa yang bertelur.
Pemberian tanda ini dilakukan pada kaki depan atau pada karapas bagian bawah
yang diikat dengan tali senar halus yang dimaksudkan agar tidak mengganggu
aktivitas penyu saat menggali sarang peneluran. Hal penting yang juga perlu
diperhatikan dan diantisipasi yakni tag yang mudah lepas atau yang mudah
terhapus tulisannya. Penandaan pada penyu yaitu dilakukan untuk mengetahui :
(a) Frekuensi peneluran penyu; (b) Daerah ruaya penyu; (c) Pertumbuhan penyu
di alam; (d) Interval atau jarak antar musim bertelur; (e) Jumlah populasi induk di
pantai peneluran.
4) Pelatihan Penanaman Pohon Pantai Peneluran
Kegiatan ini bertujuan untuk memperbaiki atau merestorasi habitat
peneluran penyu yang telah mengalami degradasi, terutama vegetasi di sepanjang
pantai peneluran yang telah banyak rusak.
3. Penyesuaian Penggunaan Alat Tangkap Perikanan
Penyesuaian penggunaan alat tangkap perikanan dimaksudkan untuk
menyelamatkan penyu dari kematian akibat aktifitas perikanan tangkap baik oleh
jaring maupun pancing. Penggunaan beberapa alat tangkap yang aman, seperti
Circle Hook dan TED sangat diperlukan bagi keselamatan penyu. Circle hook

10
merupakan jenis alat pancing berbentuk setengah lingkaran dan pada bagian
ujungnya tajam, tetapi arahnya ke bagian dalam lingkaran tersebut, sehingga
ketika ada penyu yang terpancing oleh circle hook, maka peluang penyu untuk
tetap hidup cukup besar.
Turtle excluder device (TED) adalah alat bantu khusus yang digunakan
untuk melepaskan penyu yang tertangkap jarring. Alat ini dapat melepaskan
penyu dari jaring tersebut tanpa merusak hasil tangkapan ikan pada jaring
tersebut. Kedua alat tersebut perlu disosialisasikan dan dilakukan pelatihan
kepada masyarakat terutama nelayan tentang teknik-teknik penggunaannya untuk
menghindari kematian penyu dari aktifitas perikanan tangkap.
4. Upaya Pengelolaan Secara Teknis
Upaya ini dilakukan dengan cara melaksanakan serangkaian riset/
penelitian terhadap populasi penyu di seluruh Indonesia untuk mendukung upaya
konservasi terutama dalam pengelolaan secara teknis, seperti pengelolaan
penangkaran serta penanggulangan parasit dan penyakit pada penyu.
5. Penelitian
Salah satu upaya yang dilakukan untuk keberhasilan pengelolaan
konservasi penyu yaitu dengan penelitian. Kegiatan penelitian yang kontinyu dan
berkala sangat penting terutama pada aspek-aspek teknis yang terkait langsung
dengan upaya pengelolaan konservasi agar berlangsung optimal, efektif dan
berkelanjutan.
2.3 Pengelolaan Kawasan Konservasi Penyu di Indonesia
2.3.1 Model Pengelolaan Kawasan Konservasi Penyu
1. Model Pengelolaan Kolaboratif Kawasan Konservasi Penyu
Dewasa ini, permasalahan dan ancaman terhadap populasi Penyu di
Indonesia masih menjadi tantangan bagi pemerintah dalam mempertahankan dan
memperbaiki kelestarian populasi penyu. Menurut Sadili, dkk (2015) dalam
artikelnya tentang Rencana Aksi Nasional Konservasi Penyu periode 2016-2020
menyebutkan beberapa tujuan dalam mengatasi permasalahan konservasi penyu di
Indonesia yaitu diantaranya meningkatnya efektifitas pengelolaan habitat
peneluran penyu; menurunnya kasus penangkapan, perdagangan dan kematian

11
penyu; terwujudnya peran aktif masyarakat; serta terbangunnya kemitraan
strategis dengan berbagai pihak dalam melakukan konservasi penyu. Tujuan
tersebut tidak lepas dari bagaimana implementasi model pengelolaan kolaboratif
kawasan konservasi penyu yang diterapkan.
Pengelolaan kolaboratif adalah pengelolaan berbasis kemitraan atau
perpaduan antara pengelolaan yang berbasis pemerintah dengan pengelolaan
berbasis masyarakat (Pomeroy & Barkes, 1997 dalam Harahap, 2015).
Pengelolaan kolaboratif dalam konservasi, khususnya konservasi perairan diatur
jelas dalam Peraturan Pemerintah No. 60 tahun 2007 pasal 18 bahwa pelibatan
masyarakat melalui kemitraan antara unit organisasi pengelola dengan kelompok
masyarakat, LSM, lembaga penelitian dan perguruan tinggi perlu dilakukan dalam
pengelolaan kawasan konservasi perairan berdasarkan kesepakatan kerjasama
antar stakeholder yang berkaitan dengan konservasi sumberdaya.
2. Model Pengelolaan Kawasan Konservasi Penyu Berbasis Ekowisata
Ekowisata adalah salahsatu jenis pariwisata berbasis alam (Wood, 2002)
yang dinikmati oleh wisatawan (Atmaja, 2002). Pengembangan ekowista berbasis
penyu dilakukan untuk membangun perekonomian masyarakat, namun tetap
sejalan dengan upaya konservasi penyu. Menurut Kurniarum (2015) bahwa wisata
yang berwawasan lingkungan dapat dilakukan sejalan dengan konservasi penyu.
Pengetahuan masyarakat akan menstimulasi sikap masyarakat terhadap konservasi
penyu, sehingga meningkatkan keterlibatan masyarakat sekitar kawasan dalam
pengelolaan kawasan konservasi penyu. Sebagaimana penelitian yang dilakukan
Sugandi (2013) bahwa pengetahuan dan pendapatan berpengaruh terhadap sikap
dan partisipasi penduduk dalam konservasi lingkungan Segara Anakan.
2.3.2 Efektifitas Pengelolaan Kawasan Konservasi Penyu
Dewasi ini, kondisi dan realitas kawasan Cagar Alam menuntut
terselenggaranya upaya pengelolaan yang efektif dan berkelanjutan serta
memanfaatkan potensi sumberdaya alam dengan semestinya demi kepentingan
kelestarian kawasan konservasi tersebut. Untuk itu, penilaian terhadap efektifitas
pengelolaan Cagar Alam perlu dilakukan salah satunya dengan menggunakan
metode METT (Management Effectiveness Tracking Tool) untuk kawasan

12
konservasi daratan, dan menggunakan Score Card to Assess Progress in
Achieving Management Effectiveness Goals for Marine Protected Area untuk
kawasan konservasi perairan yang merupakan adaptasi dari metode METT.
Metode ini menjadi pilihan yang ditetapkan oleh pemerintah Indonesia dalam
melakukan penilaian serta monitoring yang dikembangkan oleh WWF di tahun
2007. Penilaian ini terdiri dari enam aspek pengelolaan kawasan konservasi yakni
konteks, perencanaan, masukan, proses pengelolaan, keluaran, dan hasil
(outcome). Menurut Nordiansyah, dkk. (2016) Penilaian efektivitas pengelolaan
kawasan konservasi didasarkan pada tingkat pencapaian yang diperoleh dari
masing-masing kriteria yang diamati. Adapun keenam aspek atau elemen
penilaian efektifitas pengelolaan kawasan konservasi didasarkan pada kriteria-
kriteria yang sesuai dengan kerangka kerja WCPA (KLHK, 2017).
a. Konteks yaitu penilaian terhadap arti penting kawasan konservasi, ancaman,
kerawanan, konteks nasional dan kemitraan.
b. Perencanaan yaitu penilaian terhadap desain dan perencanaan pengelolaan
kawasan, termasuk juga peraturan dan kebijakan kawasan konservasi.
c. Masukan yaitu penilaian terhadap sumberdaya yang dibutuhkan dalam
pengelolaan kawasan.
d. Proses Pengelolaan yaitu penilaian terhadap penyelenggaraan pengelolaan
atau proses-proses pengelolaan yang digunakan.
e. Keluaran yaitu penilaian terhadap implementasi program-program dalam
perencanaan serta terhadap penghasilan jasa dan produk..
f. Hasil Akhir yaitu penilaian akan dampak pengelolaan terhadap pencapaian
tujuan utama dari kawasan konservasi.
2.3.3 Status Keberlanjutan Pengelolaan Kawasan Konservasi Penyu
Keberlanjutan pengelolaan suatu kawasan konservasi menjadi indikator
penting dalam upaya pelestarian populasi penyu. Keberlanjutan kawasan
konservasi juga merupakan visi kelautan Indonesia yang tercantum dalam
Peraturan Presiden No. 16 Tahun 2017 yakni terkelolanya sumber daya kelautan
secara optimal dan berkelanjutan demi terwujudnya Indonesia menjadi poros
maritim dunia. Fauzi dan Ana (2005) dalam Alder et al. (2000) penentuan status

13
keberlanjutan pembangunan perikanan berdasarkan beberapa dimensi seperti
dimensi sosiologi, ekologi, ekonomi, teknologi dan etnis. Dimensi tersebut terdiri
dari beberapa atribut yang harus dipenuhi sebagai indikator penilaian
keberlanjutan suatu kawasan. Menurut Muharara & Satria (2017) salah satu cara
cepat untuk menilai keberlanjutan pengelolaan sumber daya laut yaitu dengan
menggunakan metode multidimensional scaling (MDS).
Menurut Ismane, dkk (2018) dalam penelitiannya bahwa untuk
mengetahui status keberlanjutan pengelolaan kawasan konservasi penyu dapat
dilihat dari beberapa dimensi yakni dimensi sosioal, ekonomi, lingkungan,
ekologi, infrastruktur serta dimensi hukum dan kelembagaan.
1) Dimensi Sosial terdiri dari beberapa atribut diantaranya pendidikan,
pengetahuan, persepsi dan partisipasi masyarakat terhadap pengelolaan
kawasan konservasi penyu, penyuluhan dan pelatihan konservasi penyu, serta
adanya aturan lokal mengenai pengelolaan konservasi penyu.
2) Dimensi Ekonomi terdiri dari atribut seperti rata-rata penghasilan masyarakat,
mata pencaharian, pengaruh pengelolaan kawasan terhadap peningkatan
ekonomi dan kesejahteraan masyarakat, dan sebagainya yang berkaitan
dengan sektor ekonomi.
3) Dimensi Lingkungan terdiri dari atribut ketersediaan air, kesuburan lahan,
kelimpahan populasi penyu, serta tingkat pencemaran di saluran irigasi.
4) Dimensi Ekologi terdiri dari atribut kemiringan dan lebar pantai, penutup
vegetasi, pencahayaan, tekstur pasir, tingkat curah hujan, dan bangunan jarak
pantai.
5) Dimensi Hukum dan Kelembagaan terdiri dari atribut perencanaan
pengelolaan konservasi penyu, sinkronisasi kebijakan pusat dengan
masyarakat, kerjasama dengan daerah sekitar, penegakan hukum, pemahaman
terhadap aturan kawasan konservasi, peran pemerintah dan masyarakat, serta
ketersediaan lembaga yang menangani pengelolaan kawasan.
6) Dimensi Infrastruktur terdiri dari atribut akses dan infrastruktur terhadap
aksesibilitas kawasan bagi wisatawan, ketersediaan fasilitas budidaya tukik

14
dan telur, ketersediaan fasilitas ibadah, toilet, spot foto dan tontonan pelepasan
tukik bagi kawasan konservasi penyu yang dijadikan ekowisata.
2.4 Peran Balai Konservasi Sumber Daya Alam terhadap Perlindungan Penyu
Dalam rangka mengupayakan perlindungan penyu, Kementrian
Lingkungan Hidup dan Kehutanan membentuk sebuah unit pelaksana teknis yang
dikenal dengan BKSDA (Balai Konservasi Sumber Daya Alam). BKSDA
memiliki tugas dan fungsi berdasarkan permenhut P.02/2007 pasal 1 yakni
sebagai penyelenggara dalam pengelolaan kawasan cagar alam, suaka
margasatwa, taman buru, taman wisata alam, taman hutan raya dan hutan lindung
untuk upaya konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya serta
konservasi tumbuhan dan satwa liar di luar kawasan berdasarkan pada perundang-
undangan yang berlaku.
Dalam melaksanakan tugasnya, BKSDA memiliki fungsi yaitu:
(1) Penyusunan rencana, pengelola, pemantauan dan evaluasi pengelolaan
konservasi cagar alam, suaka margasatwa, taman wisata alam, taman buru, serta
konservasi tumbuhan dan satwa liar di luar dan di dalam kawasan;
(2) Pengelolaan kawasan konservasi; (3) Mengatur koordinasi teknis pengelolaan
taman hutan raya serta hutan lindung; (4) Penyidikan, perlindungan, pengamanan
hutan, hasil hutan dan tumbuhan dan satwa liar; (5) Pengendalian kebakaran
hutan; (6) Promosi konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya;
(7) Pengembangan bina cinta alam, penyuluhan konservasi; (8) Kerja sama dalam
pengembangan konservasi; (9) Pemberdayaan masyarakat; (10) Pengembangan
dan pemanfaatan jasa lingkungan dan parawisata alam; (11) Pelaksanaan urusan
tata usaha dan rumah tangga. Secara garis besar peran BKSDA dalam upaya
perlndungan penyu yakni sebagai berikut.
1. Peran dalam Pengelolaan Kawasan Konservasi Penyu
2. Peran dalam Penyelidikan terhadap Tindak Pidana Perburuan dan
Perdagangan Penyu
3. Peran dalam Pemberdayaan Masyarakat Sekitar Kawasan Konservasi
4. Peran dalam Peningkatan Kemitraan

15
2.5 Kajian Penelitian yang Relevan
1. Penelitian yang dilakukan oleh WWF (Worid Wildlife Fun for nature) tahun
2016 tentang efektifitas kawasan konservasi laut di laut Baltik melaporkan
kegagalan beberapa negara disekitar laut Baltik dalam menyediakan
perlindungan yang diperlukan untuk menopang dan memulihkan
produktivitas dan ketahanan sumber daya alam di laut Baltik dengan nilai
Score Card yaitu 52% atau kurang efektif.
2. Penelitian yang dilakukan oleh Ahmad, M (2019) tentang penilaian
efektivitas pengelolaan kawaan konservasi dengan metode METT di Cagar
Alam Sibolangit BKSDA Bidang I Provinsi Sumatera Utara dengan hasil
analisis 62% atau cukup efektif.
3. Penelitian yang dilakukan oleh M, Ismane, dkk (2018) di Pantai
Pangumbahan, Sukabumi, Jawa Barat menunjukkan nilai indeks
keberlanjutan kawasan konservasi penyu yaitu 80.48 (pengelolaan
berkelanjutan). Penelitian ini menganalisis status keberlanjutan di lokasi
penelitian berdasarkan pada penilaian terhadap dimensi dimensi sosial,
ekologi, ekonomi, serta kelembagaan/institusi dengan menggunakan metode
MDS (Multidimensional Scaling)

16
2.6 Kerangka Berpikir

Permasalahan pelestaraian dan


perlindungan penyu

Bagaimana pengelolaan kawasan


konservasi penyu diterapkan

Efektifitas pengelolaan Status keberlanjutan


kawasan konservasi pengelolaan kawasan konservasi

1 Perencanaa 1. Dimensi sosial


2 Masukan 2. Dimensi ekonomi
3 Proses 3. Dimensi ekologi
Pengelolaan 4. Dimensi
4 Keluaran kelembagaan
5 Outcome
(hasil)

Pengelolaan kawasan konservasi penyu yang


efektif dan berkelanjutan di Cagar Alam Mas
Popaya Raja Kabupaten Gorontalo Utara

Gambar 2. Bagan Kerangka Berpikir

17
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan di Kawasan Cagar Alam Mas Popaya
Raja yang merupakan kawasan konservasi penyu di Kabupaten Gorontalo Utara.
Waktu penelitian dilakukan selama ± 4 bulan, yakni mulai bulan Mei sampai
Agustus 2020. Adapun lokasi penelitian dapat dilihat pada gambar 3 berikut ini.

Gambar 3. Peta Lokasi Penelitian (Sumber :Bapeda Provinsi Gorontalo 2004


dalam Buhang, 2015).

3.2 Pendekatan dan Jenis Penelitian


Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu penelitian deskriptif
dan kuantitatif. Pada penelitian ini, peneliti mendeskripsikan dan menganalisis
fenomena yang terjadi di lapangan terkait efektifitas pengelolaan dan status
keberlanjutan kawasan konservasi penyu di Cagar Alam Mas Popaya Raja
Kabupaten Gorontalo Utara.
3.3 Informan
Pengambilan informan menggunakan metode purposif sampling yaitu
metode pengambilan sampel dengan cara menentukan subjek/objek sesuai tujuan
dengan pertimbangan pribadi yang sesuai dengan topik penelitian (Satori &

18
Komariah, 2012). Informan dalam penelitian ini yaitu Kepala Seksi wilayah II
Gorontalo BKSDA Sulut, Kepala Risort Cagar Alam Mas Popaya Raja, Petugas
Penangkaran, Dinas Perikanan Kabupaten Gorontalo Utara, Dinas Perikanan
Provinsi Gorontalo, TNI AL, Kepala Desa dan beberapa Masyarakat di Desa
Dunu yang berada di sekitar kawasan konservasi.
3.4 Jenis dan Sumber Data
Jenis data penelitian bersifat deskripsi informasi dari subjek penelitian
berdasarkan kuesioner, dokumen tertulis, dan pengamatan langsung di lokasi
penelitian. Sumber data terbagi 2 yaitu sebagai berikut:
1) Data Primer : diperoleh langsung dari hasil wawancara dengan informan dan
dai hasil observasi di lapangan menggunakan instrument penelitian.
2) Data Sekunder : diperoleh dari hasil studi dokumentasi yang memiliki
informasi yang relevasn sebagai data pendukung penelitian.
3.5 Teknik Pengumpulan dan Analisis Data
Teknik pengumpulan data yaitu dengan wawancara mendalam, observasi
langsung dan studi dokumentasi. Analisis adalah proses penguraian suatu masalah
dengan memfokuskan kajian menjadi bagian-bagian yang lebih jelas dan mudah
dimengerti maknanya (Satori & Komariah, 2012). Analisis data untuk menilai
efektifitas dan status keberlanjutan kawasan Cagar Alam Mas Popaya Raja
Kabupaten Gorontalo Utara yaitu sebagai berikut.
1) Analisis Efektifitas Pengelolaan Kawasan Konservasi Penyu
Analisis efektivitas pengelolaan kawasan konservasi penyu di Cagar Alam
Mas Popaya Raja Kabupaten Gorontalo Utara dilakukan berdasarkan penilaian
pada 5 aspek dengan menggunakan Score Card to Assess Progress in Achieving
Management Effectiveness Goals for Marine Protected Area, yang merupakan
adaptasi dari METT (Management Effectiveness Tracking Tool) yang
dikembangkan oleh WWF dan Bank Dunia di tahun 2007 yang menjadi pilihan
yang ditetapkan oleh pemerintah dalam melakukan monitoring. Penilaian terdiri
dari aspek konteks, perencanaan, masukan, proses pengelolaan, keluaran, dan
hasil (outcome). Setiap aspek memiliki beberapa indikator tertentu untuk menilai
efektivitas pengelolaan kawasan konservasi penyu dengan nilai terendah 0 dan

19
tertinggi 3 serta beberapa pertanyaan yang memiliki nilai tambah yang diberi
nilai +1 pada setiap indikator pertanyan tambahan.
Menurut Leverington et al (2010) dalam BKSDA (2017) bahwa
efektivitas pengelolaan kawasan konservasi dapat dibagi dalam tiga kategori yaitu
sebagai berikut.
< 33% : Pengelolaan kawasan tidak efektif
33% - 67% : Pengelolaan kawasan kurang efektif
>67% : Pengelolaan kawasan cukup baik (efektif)
2) Analisis Tingkat Keberlanjutan Pengelolaan Kawasan Konservasi Penyu
Analisis untuk menentukan tingkat keberlanjutan di lokasi penelitian
meliputi penilaian dimensi ekologi, dimensi sosial, dimensi ekonomi, serta
dimensi kelembagaan dengan menggunakan metode penilaian cepat multidimensi
yaitu Multidimensional Scaling (MDS) melalui perangkat lunak RAPFISH (Rapid
Apraisal for Fisheries).
Tahapan dalam menentukan tingkat keberlanjutan yaitu: (1) tahap
penentuan dimensi dan atribut yang mencerminkan keberlanjutan pengelolaan
suatu kawasan; (2) Tahap penilaian setiap dimensi dan atribut dalam skala ordinal
menggunakan metode MDS; (3) Tahap penyusunan indeks dan tingkat
keberlanjutan suatu kawasan. Tahap penilaian setiap atribut menggunakan skala
ordinal, kemudian dikaji dan dianalisis baik secara umum (multidimensi) maupun
secara khusus pada masing-masing dimensi (Fauzi dan Anna, 2002).
Penentuan dan penilaian atribut keberlanjutan pengelolaan kawasan Cagar
Alam Mas Popaya Raja Kabupaten Gorontalo Utara didasarkan pada beberapa
literatur dalam penelitan-penelitian sebelumnya tentang penilaian tingkat
keberlanjutan kawasan konservasi penyu. Hasil analisis indeks keberlanjutan
pengelolaan suatu kawasan dibagi dalam beberapa kategori sebagai berikut.

20
Tabel 1. Kategori status keberlanjutan pengelolaan kawasan konservasi
berdasarkan analisis Rapfish
Nilai Indeks Kategori
< 25 Tidak berkelanjutan
25-50 Kurang berkelanjutan
51-75 Cukup berkelanjutan
76-100 Berkelanjutan
Sumber: Wibowo, Anggoro & Yulianto (2015), Rusdi, R (2019).

21
BAB IV
HASIL PENELITIAN
4.1 Gambaran Lokasi Penelitian
Kawasan konservasi seluas 147,94 Ha. Secara administratif terletak di
Kabupaten Gorontalo Utara berdasarkan SK Menhut No. SK.325/Menhut-II/2010.
Terdiri dari 3 (tiga) Pulau yaitu Pulau Mas (panjang keliling 397,6 meter dan luas
0,75 Hektar, Pulau Popaya panjang keliling 621,44 meter dan luas 2,42 Hektar)
dan Pulau Raja (panjang keliling 5.677,51 dan luas 144,95 hektar). Total keliling
Cagar Alam Mas Popaya Raja adalah 6.695,55 meter dan luas 147,94 hektar.
Kawasan ini diperuntukan bagi perlindungan habitat penyu. Penyu hijau, penyu
tempayan dan penyu sisik. Potensi flora diantaranya Kayu Besi (Diospyros sp),
Lasi (Adina fagofolia Val), Linggua (Pterocarpus indicus Willd) Buhu (Curuga
floribunda Decne), Cemara Laut (Casuarian equisetifolia) dll.
Kawasan konservasi Cagar Alam Mas Popaya Raja Kabupaten Gorontalo
Utara berada dibawah pengelolaan Kementerian Lingkungan Hidup dan
Kehutanan oleh Bidang Konservasi Sumber Daya Alam Wilayah II Gorontalo
BKSDA Sulawesi Utara. BKSDA wilayah II Gorontalo menaungi dan mengelola
beberapa kawasan konservasi di wilayah Gorontalo diantaranya Cagar Alam
Tangale, Cagar Alam Panua, Suaka Margasatwa Nantu, dan Cagar Alam Mas
Popaya Raja.
4.2 Analisis Efektivitas Pengelolaan Kawasan Konservasi Penyu
Analisis efektivitas pengelolaan kawasan konservasi penyu di Cagar Alam
Mas Popaya Raja Kabupaten Gorontalo Utara dilakukan berdasarkan penilaian
pada 5 aspek dengan menggunakan Score Card to Assess Progress in Achieving
Management Effectiveness Goals for Marine Protected Area, yang merupakan
adaptasi dari METT (Management Effectiveness Tracking Tool) yang
dikembangkan oleh WWF dan Bank Dunia di tahun 2007 yang menjadi pilihan
yang ditetapkan oleh pemerintah dalam melakukan monitoring. Penilaian terdiri
dari aspek konteks, perencanaan, masukan, proses pengelolaan, dan keluaran.
Setiap aspek memiliki beberapa indikator penilaian tertentu untuk menilai
efektivitas pengelolaan kawasan konservasi penyu dengan nilai terendah 0 dan

22
tertinggi 3 serta beberapa pertanyaan yang memiliki nilai tambah yang diberi
nilai +1 pada setiap indikator pertanyan tambahan.
A. Konteks
Aspek konteks dalam penelitian ini mencakup status hukum; peraturan
kawasan konservasi; penegakan hukum; pengukuhan (demarkasi) batas kawasan
konservasi; integrasi kawasan dalam perencanaan pesisir yang lebih besar;
inventarisasi sumberdaya; serta kesadaran dan kepedulian para pihak. Penilaian
indikator aspek konteks dapat dilihat pada tabel.2 berikut ini.
Tabel 2. Penilaian Indikator Aspek Konteks
Indikator Aspek Konteks Nilai yang diperoleh
Status Hukum 3
Peraturan Kawasan Konservasi 3
Penegakan Hukum 2
Pengukuhan (demarkasi) batas kawasan 3
konservasi
Integrasi kawasan dalam perencanaan 3
pesisir yang lebih besar
Inventarisasi sumberdaya 2
Kesadaran dan kepedulian para pihak 2
Total 18
Persentase (%) 69,23%

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa aspek konteks kawasan


konservasi Cagar Alam Mas Popaya Raja Kabupaten Gorontalo Utara
memperoleh nilai 18 (nilai ideal = 26). Persentase efektifitas aspek konteks yaitu
69.23% yang berarti bahwa pengelolaan kawasan pada aspek konteks cukup baik
(efektif).
1) Status Hukum
Berdasarkan hasil penelitian pada tabel.1 menunjukkan bahwa nilai yang
diperoleh pada indikator status hukum kawasan konservasi Cagar Alam Mas
Popaya Raja Kabupaten Gorontalo Utara yaitu 3, yang artinya bahwa kawasan
konservasi tersebut telah memiliki status hukum yang formal berdasarkan
peraturan perundang-undangan, peraturan pemerintah, serta surat keputusan
Menteri lingkungan hidup dan kehutanan.

23
Menurut wawancara dengan responden bahwa status hukum kawasan
konservasi Cagar Alam Mas Popaya Raja merupakan hal penting yang mendasari
peraturan pengelolaan kawasan konservasi yang sesuai dengan tujuan yang ingin
dicapai, dimana segala bentuk kegiatan pemanfaatan sumber daya alam di
kawasan cagar alam telah dipayungi oleh status hukum yang formal, baik oleh
peraturan perundang-undangan, peraturan Menteri, maupun surat keputusan
Direktur Jenderal konservasi sumber daya alam dan ekosistem. Dalam rangka
pelestarian dan perlindungan, beberapa kawasan di Indonesia oleh pemerintah
dijadikan sebagai kawasan lindung atau kawasan konservasi termasuk Cagar
Alam Mas Popaya Raja yang terletak di Kecamatan Sumalata Timur Kabupaten
Gorontalo Utara.
Status hukum kawasan konservasi Cagar Alam Mas Popaya Raja secara
formal tertuang dalam UU RI No. 5 Tahun 1990 tentang konservasi sumber daya
alam hayati dan ekosistemnya, dimana pemanfaatannya harus dilakukan secara
serasi dan seimbang. Kawasan Cagar Alam Mas Popaya Raja dalam sejarah telah
ada sejak masa pemerintahan Hindia-Belanda tahun 1939 dan saat ini telah
teregistrasi dengan nomor 100215168 berdasarkan keputusan Direktur Jenderal
perlindungan hutan dan konservasi alam dengan No. SK. 76/IV-KKBHL/2015
tentang nomor registrasi kawasan suaka alam, kawasan pelestarian alam dan
taman buru.
2) Peraturan Kawasan Konservasi
Hasil penelitian menunjukkan nilai tertinggi yaitu 3 pada indikator
peraturan kawasan konservasi, artinya bahwa peraturan kawasan konservasi Cagar
Alam Mas Popaya Raja telah memadai untuk mengendalikan penggunaan lahan
dan kegiatan tidak sesuai seperti kegiatan perburuan penyu dan telurnya, dimana
telah dilakukan penataan zonasi/blok yang telah disahkan sesuai peraturan
Direktur Jenderal konservasi sumber daya alam dan ekosistem
No:P.II/KSDAE/SET/KSA.0/9/2016 tentang petunjuk teknis penyusunan zonasi
kawasan suaka dan pelestarian alam. Berdasarkan Peraturan Presiden RI No. 11
Tahun 2017 bahwa kawasan Cagar Alam Mas Popaya Raja termasuk dalam zona
lindung 3 (zona L3) yang merupakan kawasan suaka alam dan pelestarian alam

24
yang ditetapkan dengan tujuan melindungi keanekaragaman hayati dari
kepunahan yang disebabkan oleh kegiatan alam maupun manusia. Zonasi kawasan
Cagar Alam Mas Popaya Raja juga telah termasuk dalam rencana zonasi wilayah
pesisir dan pulau-pulau kecil di Provinsi Gorontalo tahun 2018-2038 yang
tertuang dalam Peraturan Daerah Provinsi Gorontalo No. 4 Tahun 2018, dimana
kawasan tersebut merupakan kawasan lindung.
3) Penegakan Hukum
Pengelola kawasan konservasi Cagar Alam Mas Popaya Raja memiliki
staf penegak hukum/polhut dengan kapasitas yang sangat baik dalam menegakkan
peraturan di kawasan konservasi yakni melalui kegiatan patroli baik patroli rutin
resort maupun kegiatan patroli lainnya yang sifatnya pengawasan secara terpadu
yang dilakukan bersama masyarakat mitra polhut yang tinggal disekitar kawasan
konservasi. Sedangkan mengenai anggaran patroli menurut responden telah
tersedia namun masih ada kekurangan.
Berdasarkan studi dokumen dan literatur menunjukkan bahwa segala
bentuk kegiatan pengelolaan kawasan konservasi Cagar Alam Mas Popaya Raja
telah diatur berdasarkan standar dalam peraturan Direktur Jenderal Konservasi
Sumber Daya Alam dan Ekosistem No:P.12/KSDAE/SET/REN.0/12/2018 tentang
standar kegiatan dan biaya bidang konservasi sumber daya alam dan ekosistem
tahun 2019. Dalam peraturan tersebut diantaranya mengatur tentang tahapan
pelaksanaan kegiatan dan acuan penyusunan anggaran secara seragam, teratur dan
terukur bagi satuan kerja Unit Pelaksana Teknis (UPT) (Dirjen KSDAE, 2018)
Sumber daya manusia dan anggaran merupakan investasi yang sangat
besar dalam rangka pengelolaan kawasan konservasi. Mengingat bahwa strategi
konservasi keanekaragaman hayati merupakan satu hal penting yang dapat
diandalkan karena diharapkan dapat melindungi nilai-nilai penting yang ada di
dalamnya untuk kepentingan dimasa mendatang (Direktorat Kawasan Konservasi,
2019).
4) Pengukuhan (demarkasi) batas kawasan konservasi
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa skor penilaian
pengukuhan batas kawasan konservasi memperoleh nilai tertinggi yaitu 3, dimana

25
batas kawasan konservasi telah diketahui oleh para pihak baik pengelola,
masyarakat lokal dan telah dikukuhkan dengan tepat tanpa kritik/komplain terkait
pal batas.
Menurut wawancara dengan responden bahwa dalam proses pengukuhan
batas kawasan konservasi Cagar Alam Mas Popaya Raja dilakukan oleh pihak
BPKH (Badan Pemantapan Kawasan Hutan) yang dimulai dari kegiatan survey
tata batas, sosialisasi penandaan batas kawasan, pemetaan batas kawasan,
pembuatan berita acara sampai pada pengesahan batas kawasan konservasi.
Kegiatan pengukuhan melibatkan unsur kepala daerah (Bupati), masyarakat serta
pemerintah Desa, sehingga pengelola dan masyarakat telah mengetahui batas
kawasan konservasi.
5) Integrasi kawasan dalam perencanaan pesisir yang lebih besar
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kawasan Konservasi Cagar Alam
Mas Popaya Raja yang terletak di Kecamatan Sumalata Timur dengan luas
± 147 Ha. telah terintegrasi dan diakui dalam rencana tata ruang wilayah
Kabupaten Gorontalo Utara Tahun 2011-2031. Menurut Beta, A.A (2017) bahwa
rencana tata ruang wilayah harus berkaitan dengan upaya pemanfaatan sumber
daya alam secara efektif dan efisien serta perlu alokasi ruang untuk kegiatan yang
sesuai dengan daya dukung lingkungan alam dengan memperhatikan sumber daya
manusia serta aspirasi masyarakat.
6) Inventarisasi sumberdaya
Hasil penelitian menunjukkan skor 2 pada penilaian indikator inventarisasi
sumberdaya. Kegiatan inventarisasi potensi kawasan konservasi Cagar Alam Mas
Popaya Raja dilakukan oleh pengelola untuk mengetahui informasi keberadaan
kawasan seperti habitat, spesies, ekosistem, potensi ekonomi, serta nilai sosial
budaya masyarakat di kawasan konservasi melalui studi pustaka, penelitian, dan
dokumentasi. Inventarisasi kawasan menurut peraturan Menteri Kehutanan
No: P.81/Menhut-II/2014 merupakan kegiatan yang bertujuan untuk memperoleh
informasi mengenai potensi ekologi, ekonomi, sosial dan budaya masyarakat di
kawasan suaku alam dan kawasan pelestarian alam dalam rangka penyesuaian
penataan kawasan dan rencana pengelolaan kawasan.

26
7) Kesadaran dan kepedulian para pihak
Berdasarkan hasil wawancara dengan responden bahwa kesadaran dan
kepedulian para pihak terhadap kawasan konservasi dan gangguannya sudah
cukup baik, diperkiran sekitar 50-75% stakeholder sadar dan peduli dengan
kawasan konservasi dan gangguan-gangguan yang terjadi dalam kawasan.
Menurut beliau persentase ini masih bersifat subjektif, sehingga perlu adanya
kajian dan analisis data yang jelas untuk menentukan tingkat kesadaran dan
kepedulian para pihak dalam mendukung kelestarian kawasan konservasi.
B. Perencanaan
Aspek perencanaan dalam penelitian ini terdiri dari 2 indikator yaitu
tujuan utama dari kawasan, rencana pengelolaan, serta 8 pertanyaan dengan nilai
tambahan. Penilaian indikator aspek perencanaan dapat dilihat pada tabel.3
berikut ini.
Tabel 3. Penilaian Indikator Aspek Perencanaan
Indikator Aspek Perencanaan Nilai yang diperoleh
Tujuan utama dari kawasan 3
Rencana pengelolaan 3
Nilai Tambahan:
- Proses perencanaan 1
mempertimbangkan budaya lokal
- Proses perencanaan 1
mempertimbangkan dampak sosial
ekonomi
- Hasil monitoring, riset dan evaluasi 1
secara rutin tergabung dalam
perencanaan
1
- Rencana pengelolaan terkait dengan
pengembangan dan penegakkan
peraturan
Total 10
Persentase (%) 71,43%

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa penilaian aspek


perencanaan kawasan konservasi Cagar Alam Mas Popaya Raja Kabupaten
Gorontalo Utara memperoleh nilai 10 (nilai ideal = 14). Persentase efektifitas

27
aspek perencanaan yaitu 71.43% yang berarti bahwa pengelolaan kawasan pada
aspek perencanaan cukup baik (efektif).
Indikator tujuan utama kawasan dan rencana pengelolaan menunjukkan
skor 3 yang artinya bahwa kawasan konservasi Cagar Alam Mas Popaya Raja
telah memiliki tujuan yang disepakati serta kegiatan pengelolaan telah memenuhi
semua tujuan yang dimaksud, dan rencana pengelolaan telah diimplementasikan
dan sejalan dengan rencana kerja, sebagai contoh hasil monitoring, riset dan
evaluasi secara rutin tergabung dalam perencanaan (nilai tambahan 1).
Selain itu, proses perencanaan mempertimbangkan budaya lokal dan
sistem sosial (nilai tambahan 1). Menurut Tobing, ISL (2008) bahwa pengelolaan
kawasan sumberdaya alam salah satunya harus berlandaskan pada konsep
sosiologis, bila tidak, segala aktivitas pengelolaan akan saling berbenturan
kepentingan. Menurutnya masyarakat harus dilibatkan dalam pengelolaan dan
semua aktivitas pengelolaan dan hasil akhir yang akan dicapai sesuai dengan
tujuan sedapat mungkin tidak akan merugikan masyarakat.
C. Masukan
Aspek masukan dalam penelitian ini terdiri dari 3 indikator yaitu riset,
jumlah pegawai, dan anggaran saat ini serta 2 pertanyaan dengan nilai tambahan.
Penilaian indikator aspek masukan dapat dilihat pada tabel.4 berikut ini.
Tabel 4. Penilaian Indikator Aspek Masukan
Indikator Aspek Masukan Nilai yang diperoleh
Riset 3
Jumlah Pegawai 3
Anggaran saat ini 2
Nilai Tambahan (Terdapat dokumen 2
perencanaan anggaran)
Total 10
Persentase (%) 71,43%

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa penilaian aspek


masukan pada kawasan konservasi Cagar Alam Mas Popaya Raja Kabupaten
Gorontalo Utara memperoleh nilai 10 (nilai ideal = 14). Persentase efektifitas
aspek masukan yaitu 71.43%. yang berarti bahwa pengelolaan kawasan pada
aspek masukan cukup baik (efektif).

28
Penilaian indikator riset dan jumlah pegawai, menunjukkan skor tertinggi
yaitu 3. Pada indikator riset dalam kawasan konservasi Cagar Alam Mas Popaya
Raja telah ada program survey dan riset yang sesuai dengan kebutuhan
pengelolaan yang tertuang dalam rencana pengelolaan, dibuktikan dengan adanya
database dan pemutakhiran data. Jumlah pegawai dalam kawasan konservasi
Cagar Alam Mas Popaya sudah mencukupi kebutuhan pengelolaan kawasan
konservasi, mulai dari petugas administrasi sampai petugas teknis pengelolaan.
Pegawai di kawasan konservasi Cagar Alam Mas Popaya terdiri dari 5 orang yaitu
Kepala Resort, anggota Resort, 1 orang petugas penangkaran, dan 2 orang
masyarakat mitra polhut. Sedangkan anggaran penelolaan menurut responden
telah tersedia, mencukupi tetapi perlu ditingkatkan untuk pengelolaan yang lebih
efektif.
D. Proses Pengelolaan
Aspek pengelolaan dalam penelitian ini terdiri dari 7 indikator yaitu
pendidikan dan penyadartahuan; pemerinth dan swasta di sekitar; pelibatan dan
partisipasi para pihak; masyarakat lokal; pelatihan pegawai; perlengkapan; serta
monitoring dan evaluasi. Selain itu, terdapat 2 pertanyaan dengan nilai tambahan.
Penilaian indikator aspek proses pengelolaan dapat dilihat pada tabel.5 berikut ini.

Tabel 5. Penilaian Indikator Aspek Proses Pengelolaan


Indikator Aspek Proses Pengelolaan Nilai yang diperoleh
Pendidikan dan Penyadartahuan 3
Pemerintah dan swasta di sekitar 3
Pelibatan dan Partisipasi Para Pihak 1
Masyarakat Lokal 1
Pelatihan Pegawai 3
Perlengkapan 2
Monitoring dan Evaluasi 2
Total 15
Persentase (%) 60%

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa penilaian aspek proses


pengelolaan pada kawasan konservasi Cagar Alam Mas Popaya Raja Kabupaten
Gorontalo Utara memperoleh nilai 15 (nilai ideal = 25). Persentase efektifitas

29
aspek proses pengelolaan yaitu 60%.yang berarti bahwa pengelolaan kawasan
pada aspek proses pengelolaan kurang efektif.
Hasil penelitian menunjukkan 3 indikator pada penilaian aspek proses
pengelolaan yang memperoleh skor tertinggi yaitu indikator pendidikan dan
penyadartahuan; pemerintah dan swasta di sekitar; serta pelatihan pegawai. Pada
indikator pemerintah dan swasta di sekitar, ada proses komunikasi yang terencana
dan diimplementasikan untuk mendukung kawasan yang dibuktikan dengan
adanya dokumen koordinasi rencana kerja antara pengelola dan pemerintah
sekitar. Pada indikator pelatihan pegawai, staf pegawai memiliki keahlian yang
sesuai dengan kebutuhan pengelolaan, dimana kegiatan pelatihan pegawai yang
terencana dapat meningkatkan kualitas sumberdaya manusia, sehingga
mendukung dalam pencapaian tujuan konservasi, sedangkan untuk kegiatan
pendidikan dan penyadartahuan tentang kawasan konservasi Cagar Alam Mas
Popaya Raja telah terprogram dan dilaksanakan dengan baik dan memadai.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa indikator perlengkapan memperoleh
skor nilai 2, yang artinya bahwa masih ada kekurangan pada perlengkapan dan
fasilitas yang menghambat pengelolaan. Menurut responden bahwa perlengkapan
dan fasilitas yang kurang saat ini di kawasan Cagar Alam Mas Popaya Raja yaitu
seperti perahu, dimana masih menggunakan perahu milik masyarakat sekitar
kawasan konservasi. Selain itu, masih ada pula beberapa kekurangan pada fasilitas
penangkaran. Perlengkapan dan fasilitas yang digunakan dalam pengelolaan
kawasan Cagar Alam Mas Popaya Raja perlu ditingkatkan agar tidak menghambat
proses pengelolaan kawasan konservasi. Selain itu, pada kegiatan monitoring dan
evaluasi, terdapat sistem monitoring dan evaluasi yang dilakukan secara regular
yang disepakati dan dilaksanakan, namun hasilnya belum memberikan umpan
balik pada pengelolaan.
Hasil penelitian menunjukkan 2 indikator pada penilaian aspek proses
pengelolaan yang mendapat skor terendah yaitu 1 terdiri dari indikator pelibatan
dan partisipasi para pihak; dan indikator masyarakat lokal. Para pihak
memberikan masukan terkait pengelolaan dalam diskusi namun tidak dilibatkan
secara langsung dalam pengambilan keputusan. Demikian sama halnya dengan

30
pelibatan dan partisipasi masyarakat lokal yang juga tidak terlibat secara langsung
dalam pengambilan keputusan, namun hanya memberikan beberapa masukan
dalam pengambilan keputusan. Menurut responden bahwa para pihak seperti
kementerian kelautan, pemerintah daerah, hingga masyarakat sekitar kawasan
mendukung dan berpartisipasi dalam memberikan masukan terkait proses
pengelolaan, meskipun tidak secara langsung dilibatkan dalam pengambilan
keputusan.
E. Keluaran

Aspek keluaran terdiri dari 6 indikator yaitu indikator konteks; produk dan
pelayanan; mekanisme pelibatan stakeholder dalam pengambilan keputusan;
aktivitas pendidikan lingkungan untuk stakeholder; aktivitas pengelolaan; dan
pelatihan pegawai. Penilaian indikator aspek keluaran dapat dilihat pada tabel.6
berikut ini.
Tabel 6. Penilaian Indikator Aspek Keluaran
Indikator Aspek Keluaran Nilai yang diperoleh
Indikator konteks 14
Produk dan Pelayanan 2
Mekanisme Pelibatan Stakeholder 0
dalam Pengambilan Keputusan
Aktivitas Pendidikan Lingkungan untuk 2
Stakeholder
Aktivitas Pengelolaan 1
Pelatihan Pegawai 3
Total 22
Persentase (%) 66,67%

Berdasarkan hasil penelitian bahwa penilaian aspek keluaran pada


kawasan konservasi Cagar Alam Mas Popaya Raja Kabupaten Gorontalo Utara
menunjukan nilai 22 (nilai ideal = 33). Persentase efektifitas aspek keluaran yaitu
66.67% yang berarti bahwa pengelolaan kawasan pada aspek keluaran kurang
efektif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada mekanisme pelibatan
stakeholder dalam pengambilan keputusan oleh karena partisipasi stakeholder
masih sebatas memberikan masukan dan belum memiliki hak veto dalam
pengambilan keputusan terkait pengelolaan. Dalam Score Card yang digunakan

31
dalam penelitian ini, ada 2 indikator dalam aspek keluaran yang tidak menjadi
penilaian atau menjadi pengecualian bagi kasawan suaka alam seperti Cagar Alam
Mas Popaya Raja Kabupaten Gorontalo Utara yaitu fasilitas penunjang dan
pungutan. Hal ini karena kawasan cagar alam merupakan kawasan lindung bagi
populasi penyu, sehingga aktifitas manusia di kawasan konservasi ditekan
seminimal mungkin untuk menghindari ancaman bagi kelestarian dan
perlindungan penyu.
F. Hasil (Outcome)
Aspek hasil (outcome) terdiri dari 5 indikator yaitu apakah pengelolaan
telah sesuai dengan tujuan kawasan, gangguan, kondisi sumber daya,
kesejahteraan masyarakat, dan kepuasan stakeholder. Penilaian indikator aspek
keluaran dapat dilihat pada tabel 7. berikut ini.
Tabel 7. Penilaian Indikator Aspek Hasil
Indikator Aspek Keluaran Nilai yang diperoleh
Apakah pengelolaan telah sesuai 3
dengan tujuan kawasan
Gangguan 2
Kondisi Sumberdaya 2
Kesejahteraan masyarakat 1
Kesadaran Lingkungan 3
Kepatuhan 3
Kepuasan Stakeholder 2
Total 16
Persentase (%) 59,26%

Berdasarkan hasil penelitian bahwa penilaian aspek hasil (outcome) pada


kawasan konservasi Cagar Alam Mas Popaya Raja Kabupaten Gorontalo Utara
menunjukan nilai 16 (nilai ideal = 27). Persentase efektifitas aspek hasil yaitu
59.26% yang berarti bahwa pengelolaan kawasan pada aspek keluaran kurang
efektif. Pada indikator hasil menunjukkan bahwa pengelolaan telah sesuai dengan
tujuan kawasan, gangguan telah sedikit berkurang terutama oleh aktivitas
manusia, kondisi sumber daya alam sedikit meningkat, kesadaran lingkungan dan
kepatuhan masyarakat terhadap peraturan meningkat. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa kesejahteraan masyarakat berada pada kisaran level yang

32
sama atau dengan kata lain pengelolaan kawasan konservasi Cagar Alam Mas
Popaya Raja dirasa belum memberikan manfaat secara langsung bagi peningkatan
ekonomi masyarakat. Hal ini dikarenakan kawasan Cagar Alam Mas Popaya Raja
adalah kawasan perlindungan untuk penyu, sehingga pemanfaatannya hanya
berbatas pada kegiatan pendidikan dan pengembangan ilmu pengetahuan serta
kegiatan untuk konservasi penyu.
G. Efektivitas Pengelolaan Kawasan Konservasi Cagar Alam Mas Popaya
Raja Kabupaten Gorontalo Utara
Penilaian efektifitas pengelolaan kawasan konservasi Cagar Alam Mas
Popaya Raja Kabupaten Gorontalo Utara terdiri dari 5 aspek yakni aspek konteks,
perencanaan, masukan, proses pengelolaan, dan keluaran. Penilaian efektifitas
kawasan konservasi Cagar Alam Mas Popaya Raja Kabupaten Gorontalo Utara
dapat dilihat pada tabel.8 berikut ini.
Tabel 8. Rangkuman Penilaian Efektifitas Kawasan Konservasi
Aspek Penilaian Nilai Total Nilai yang Persentase Kategori
diperoleh (%)
Konteks 26 18 69,23 Efektif
Perencanaan 14 10 71,43 Efektif
Masukan 14 10 71,43 Efektif
Proses Pengelolaan 25 15 60 Kurang efektif
Keluaran 33 22 66,67 Kurang efektif
Hasil (outcome) 27 16 59,26 Kurang efektif
Total 139 91 65,46% Kurang efektif

Hasil penelitian menunjukkan bahwa skor efektifitas pengelolaan kawasan


konservasi Cagar Alam Mas Popaya Raja Kabupaten Gorontalo Utara yaitu
65.46% atau termasuk dalam kategori pengelolaan kawasan kurang efektif.
Penilaian efektifitas pengelolaan suatu kawasan konservasi menggunakan metode
METT atau Score Card untuk kawasan konservasi perairan telah banyak
digunakan baik secara internasional maupun nasional. Penelitian yang dilakukan
oleh WWF (World Wildlife Fun for nature) tahun 2016 tentang efektifitas
kawasan konservasi laut di laut Baltik melaporkan kegagalan beberapa negara
disekitar laut Baltik dalam menyediakan perlindungan yang diperlukan untuk
menopang dan memulihkan produktivitas dan ketahanan sumber daya alam di laut

33
Baltik dengan nilai Score Card yaitu 52% atau kurang efektif. Di Indonesia
sendiri, penelitian yang dilakukan oleh Ahmad, M (2019) tentang penilaian
efektivitas pengelolaan kawaan konservasi dengan metode METT di Cagar Alam
Sibolangit BKSDA Bidang I Provinsi Sumatera Utara dengan hasil analisis 62%
atau cukup efektif.
Hasil penelitian ini mengindikasikan pengelolaan kawasan konservasi
Cagar Alam Mas Popaya Raja Kabupaten Gorontalo Utara telah berjalan cukup
baik, namun masih kurang efektif, sehingga tantangan saat ini adalah bagaimana
meningkatkan strategi agar pengelolaan dapat berjalan lebih efektif sesuai dengan
tujuan pengelolaan yang berkelanjutan.
H. Ancaman dalam Kawasan Konservasi
Ancaman dalam kawasan konservasi menjadi tantangan bagi pengelolaan
konservasi yang berkelanjutan. Ancaman-ancaman dalam kawasan konservasi
penyu di Cagar Alam Mas Popaya Raja Kabupaten Gorontalo Utara disajikan
dalam Tabel 9. berikut ini.
Tabel 9. Ancaman dalam Kawasan Cagar Alam Mas Popaya Raja
Ancaman N/A Rendah Sedang Tinggi
Pemancingan, pembunuhan dan √
pemanenan sumberdaya air
Penelitian, pendidikan dan kegiatan √
terkait pekerjaan lain di kawasan
konservasi
Polusi sampah √
Erosi/ abrasi dan pengendapan √
garam/tanah (cth. perubahan di pantai)

Hasil penelitian menunjukan bahwa beberapa ancaman dalam kawasan


konservasi penyu di Cagar Alam Mas Popaya Raja Kabupaten Gorontalo Utara
yaitu kegiatan pemancingan, pembunuhan dan pemanenan sumberdaya air serta
kegiatan penelitian dan pendidikan berada dalam kategori ancaman rendah,
dimana ancaman tidak memiliki dampak serius dan dapat ditekan, sehingga tidak
mengakibatkan perubahan terhadap keutuhan kawasan cagar alam. Sedangkan
peristiwa geologis seperti abrasi pantai serta kondisi sampah di kawasan menjadi

34
ancaman sedang atau berdampak negatif bagi pengelolaan kawasan. Abrasi pantai
serta kondisi sampah di kawasan berhubungan dengan habitat dan kebiasaan
bertelur penyu laut yang sangat mempengaruhi kegiatan konservasi.
4.3 Keberlanjutan Pengelolaan Kawasan Konservasi Penyu di Cagar Alam
Mas Popaya Raja Kabupaten Gorontalo Utara
Penilaian status keberlanjutan pengelolaan kawasan konservasi Penyu di
Cagar Alam Mas Popaya Raja Kabupaten Gorontalo Utara menggunakan metode
Multi Dimensional Scaling (MDS) dan dianalisis menggunakan Rapid Appraisal
for Fisheries (RAPFISH). Analisis keberlanjutan ini menggunakan 4 (empat)
dimensi yaitu dimensi sosial, ekologi, ekonomi, dan kelembagaan. Hasil analisis
ini berupa nilai indeks dari beberapa atribut yang merupakan hasil kajian dari
berbagai litertur yang akan mencerminkan status keberlanjutan masing-masing
dimensi. Penentuan baik tidaknya model yang digunakan ditentukan oleh nilai
S (stress) yang lebih kecil dari 0.25 (Eko Sulistyono, 2019).
Selanjutnya, dilakukan penentuan atribut sensitif berdasarkan hasil analisis
leverage yang dinilai dari perubahan RMS (Root Mean Square). Semakin tinggi
nilai RMS, maka semakin besar peranan atribut tersebut dalam mempengaruhi
status keberlanjutan. Pengaruh kesalahan dalam analisis ditunjukkan oleh selisih
hasil analisis Monte Carlo dan indeks keberlanjutan Rapfish yang kurang dari 1
berarti bahwa pengaruh kesalahan penilaian terhadap atribut oleh responden
(random error) rendah (Kavanagh & Pitcher, 2004 dalam Cocon, 2019). Berikut
ini status keberlanjutan kawasan konservasi penyu pada masing-masing dimensi.
4.3.1 Status Keberlanjutan Dimensi Ekologi
Atribut yang digunakan dalam mengevaluasi keberlanjutan dimensi
ekologi yaitu kemiringan pantai, lebar pantai, penutup vegetasi, dan abrasi pantai.
Berdasarkan hasil analisis atribut tersebut diperoleh nilai keberlanjutan dimensi
ekologi kawasan Cagar Alam Mas Popaya Raja Kabupaten Gorontalo Utara yaitu
60.94 atau cukup berkelanjutan. Hasil analisis indeks keberlanjutan dan analisis
leverage dimensi ekologi dapat dilihat pada Gambar 1. dan Gambar 2. berikut ini.

35
Other Distingishing Features RAPFISH Ordination
60 UP
40
20 Real Fisheries
BAD GOOD
0 References
-20 0 20 40 60 80 100 120 Anchors
-40 DOWN
-60
Fisheries Sustainability (Ecology Dimension)

Grafik 1. Indeks Keberlanjutan Dimensi Ekologi

Leverage of Attributes

Abrasi Pantai 2.18

Penutup Vegetasi 9.90


Attribute

Lebar Pantai 7.69

Kemiringan Pantai 5.03

0.00 2.00 4.00 6.00 8.00 10.00 12.00

Root Mean Square

Grafik 2. Analisis Leverage Atribut Dimensi Ekologi

Berdasarkan analisis leverage atribut dalam dimensi ekologi pada


Gambar 2. menunjukkan bahwa dua atribut yang paling sensitif dalam
mempengaruhi keberlanjutan dimensi ekologi yaitu penutup vegetasi dengan nilai
leverage 9.90 dan lebar pantai 7.69. Penyu memiliki karakteristik tertentu dalam
memilih pantai untuk bertelur. Penutup vegetasi dan lebar pantai merupakan dua
diantara beberapa parameter kesesuaian habitat bertelur penyu.
Vegetasi pantai memiliki peranan penting dalam kesuksesan penetasan
telur penyu. Penyu biasanya memilih membuat sarang dibawah naungan vegetasi
untuk menjaga telur-telur dari paparan langsung sinar matahari serta melindungi
telur-telur penyu dari ancaman predator. Menurut Ridwan, E.A., Sara, L., &

36
Asriyana (2017) bahwa vegetasi pada suatu pantai peneluran memiliki fungsi
yang cukup penting karena berhubungan dengan naluri dan kebiasaan bertelur
penyu dalam melindungi dan menjaga telur-telurnya. Selain itu, penutup vegetasi
juga memiliki peran dalam menjaga kestabilan suhu sarang yang menjadi kunci
keberhasilan penetasan telur penyu.
Lebar pantai peneluran penyu juga menjadi atribut yang sensitif dalam
mempengaruhi keberlanjutan pengelolaan kawasan konservasi penyu di Cagar
Alam Mas Popaya Raja Kabupaten Gorontalo Utara. Lebar pantai yang tidak
sesuai menyebabkan sarang peneluran penyu terendam oleh air pasang laut,
akibatnya telur penyu tidak dapat menetas karena perubahan suhu sarang.
Menurut M, Farchan & M, Mulyono (2011) bahwa penyu akan naik ke daratan
dan bertelur di pantai yang jauh dari batas air pasang atau lebih dari 100 m dari
batas air laut pada saat surut untuk menghindari kemungkinan telur-telur
tergenang oleh air.
Penutup vegetasi dan lebar pantai yang tidak sesuai akan berpengaruh
pada proses perkembangbiakan penyu. Kegagalan dalam proses penetasan
telur-telur penyu menyebabkan berkurangnya jumlah tukik yang dihasilkan dan
terancam punah. Hal tersebut tentu akan menghambat keberlangsungan
pelestarian ekosistem penyu, sehingga pencapaian tujuan dalam pengelolaan
konservasi yang berkelanjutan menjadi kurang optimal. Penutup vegetasi dan
lebar pantai menjadi atribut yang paling sensitif dalam dimensi ekologi yang perlu
diperhatikan dalam mencapai pengelolaan yang berkelanjutan di kawasan Cagar
Alam Mas Popaya Raja Kabupaten Gorontalo Utara.
4.3.2 Status Keberlanjutan Dimensi Ekonomi
Atribut yang digunakan dalam mengevaluasi keberlanjutan dimensi
ekonomi yaitu rata-rata penghasilan masyarakat, mata pencaharian dan
kesejahteraan masyarakat, anggaran pemerintah untuk pengelolaan kawasan, dan
aksesibilitas kawasan. Berdasarkan hasil analisis atribut tersebut diperoleh nilai
keberlanjutan dimensi ekonomi kawasan Cagar Alam Mas Popaya Raja
Kabupaten Gorontalo Utara yaitu 65.02 atau cukup berkelanjutan. Hasil analisis

37
indeks keberlanjutan dan analisis leverage dimensi ekonomi dapat dilihat pada
Gambar 3. dan Gambar 4. berikut ini.

RAPFISH Ordination
60 UP
Other Distingishing Features

40

20
BAD GOOD Real Fisheries
0 References
0 20 40 60 80 100 120 Anchors
-20

-40 DOWN

-60

Fisheries Sustainability (Economy Dimension)

Grafik 3. Indeks Keberlanjutan Dimensi Ekonomi

Leverage of Attributes

Aksesibilitas Kawasan 15.45

Anggaran Pemerintah untuk Pengelolaan Kawasan 14.59


Attribute

Mata Pencaharian dan Kesejahteraan Masyarakat 10.64

Rata-rata Penghasilan Masyarakat 13.95


00
00
00
00
00

0
0
0
0
0
.0
.0
.0
.0
.0
0.
2.
4.
6.
8.
10
12
14
16
18

Root Mean Square

Grafik 4. Analisis Leverage Atribut Dimensi Ekonomi

Berdasarkan analisis leverage atribut dalam dimensi ekonomi pada


Gambar 4. menunjukkan bahwa dua atribut yang paling sensitif dalam
mempengaruhi keberlanjutan dimensi ekonomi yaitu aksesibilitas kawasan dengan
nilai leverage 15.45 dan anggaran pemerintah untuk pengelolaan kawasan 14.59.
Aksesibilitas kawasan berhubungan dengan kemudahan akses menuju lokasi
kawasan dengan sarana dan prasarana yang memadai oleh pengelola dalam
melakukan monitoring kawasan. Aksesibilitas kawasan konservasi penyu Cagar
Alam Mas Popaya Raja Kabupaten Gorontalo Utara tergolong tinggi yakni mudah

38
diakses dengan sarana prasarana pengelolaan yang memadai. Aksesibilitas
kawasan menjadi atribut yang mempengaruhi keberlanjutan pengelolaan kawasan
konservasi penyu oleh karena akses yang mudah ditunjang dengan
sarana/prasarana yang mendukung terselenggaranya berbagai kegiatan konservasi
dapat meningkatkan efektifitas pengelolaan sesuai dengan tujuan yang hendak
dicapai.
Anggaran untuk pengelolaan juga merupakan atribut yang sensitif dalam
dimensi ekonomi yang dapat mempengaruhi status keberlanjutan oleh karena
merupakan faktor penting yang mendukung terselenggaranya pengelolaan
kawasan konservasi sesuai tujuan yang akan dicapai. Anggaran dalam
pengelolaan kawasan Cagar Alam Mas Popaya Raja Kabupaten Gorontalo Utara
sudah mencukupi dan memenuhi seluruh kebutuhan pengelolaan kawasan yang
diperuntukan untuk mendukung kegiatan rehabilitasi, pemantauan serta
pengelolaan kawasan konservasi yang berkelanjutan.
4.3.3 Status Keberlanjutan Dimensi Sosial
Atribut yang digunakan dalam mengevaluasi keberlanjutan dimensi sosial
yaitu pengetahuan masyarakat tentang kawasan konservasi penyu, partisipasi
masyarakat dalam pengelolaan kawasan, konflik pemanfaatan, tingkat pendidikan
masyarakat, dan pendidikan lingkungan konservasi. Berdasarkan hasil analisis
atribut tersebut diperoleh nilai keberlanjutan dimensi sosial kawasan Cagar Alam
Mas Popaya Raja Kabupaten Gorontalo Utara yaitu 62.26 atau cukup
berkelanjutan. Hasil analisis indeks keberlanjutan dan analisis leverage dimensi
sosial dapat dilihat pada Gambar 5. dan Gambar 6. berikut ini.

39
Other Distingishing Features RAPFISH Ordination
40
30
20
10 Real Fisheries
0 References
-10 10 20 30 40 50 60 70 80 90 Anchors
-20
-30
-40

Fisheries Sustainability (social dimension)

Grafik 5. Indeks Keberlanjutan Dimensi Sosial

Leverage of Attributes

Pendidikan Lingkungan Konservasi 2.89

Tingkat Pendidikan Masyarakat 6.06

Konflik Pemanfaatan 9.76


Attribute

Partisipasi Masyarakat dalam Pengelolaan Kawasan 8.27

Pengetahuan Masyarakat tentang Kawasan Konservasi Penyu 3.56

0 0 0 0 00 00 00 0 0 0 0
0 . 2 . 4. 6. 8. 1 0 . 12 .

Root Mean Square

Grafik 6. Analisis Leverage Atribut Dimensi Sosial

Berdasarkan analisis leverage atribut dalam dimensi sosial pada Gambar 6.


menunjukkan bahwa dua atribut yang sensitif dalam mempengaruhi keberlanjutan
dimensi sosial yaitu konflik pemanfaatan dengan nilai leverage 9.76 dan
partisipasi masyarakat dalam pengelolaan kawasan 8.27. Konflik pemanfaatan
sumber daya alam merupakan atribut sensitif yang mempengaruhi indeks
keberlanjutan pengelolaan kawasan konservasi penyu oleh karena dapat
mempengaruhi efektifitas pengelolaan, dimana konflik pemanfaatan sumber daya

40
alam menjadi masalah dan kendala dalam pencapaian tujuan pengelolaan yang
berkelanjutan. Konflik pemanfaatan sumber daya di kawasan konservasi penyu
Cagar Alam Mas Popaya Raja Kabupaten Gorontalo Utara tergolong rendah,
dimana masyarakat sekitar kawasan dan stakeholder lain yang terkait mengetahui
dan sadar bahwa kawasan ini merupakan kawasan lindung, sehingga aktivitas
pemanfaatan sumber daya alam dilakukan diluar batas kawasan konservasi.
Konflik pemanfaatan sumber daya di kawasan ini terjadi yaitu dengan masyarakat
dari luar kawasan yang melakukan kegiatan pengeboman ikan hingga perburuan
penyu.
Selain konflik pemanfaatan, atribut sensitif lain yang mempengaruhi
keberlanjutan pengelolaan kawasan konservasi penyu yaitu partisipasi
masyarakat. Partisipasi masyarakat dalam pengelolaan kawasan konservasi cagar
alam sangat penting, mengingat kawasan cagar alam merupakan Kawasan Suaka
Alam dengan keunikan dan kekhasan ekosistem tertentu yang terancam punah
seperti penyu laut yang perlu dilindungi. Partisipasi masyarakat dalam
pengelolaan kawasan cagar alam sering menjadi problematika oleh karena
merupakan kawasan lindung dengan pemanfaatan sumber daya alam yang
terbatas pada kegiatan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan, serta
kegiatan lain yang menunjang budidaya. Pengetahuan dan kesadaran masyarakat
tentang pentingnya melestarikan kawasan cagar alam berperan penting dalam
mempengaruhi partisipasi masyarakat dalam upaya konservasi. Partisipasi
masyarakat yang baik dapat meningkatkan upaya pelestarian dan perlindungan
ekosistem penyu, sehingga dapat mempengaruhi status keberlanjutan pengelolaan
pada dimensi sosial.
Berdasarkan Hasil Kongres Taman Nasional Dunia V di Durban Afrika
Selatan Tahun 2003, Peranan masyarakat dan stakeholder setempat dengan fokus
perhatian pada peningkatan pembangunan kapasitas masyarakat untuk terlibat
lebih efektif dalam pengelolaan kawasan merupakan salah satu yang menjadi
perhatian dan prioritas penanganan perbaikan kualitas dan efektifitas pengelolaan
kawasan konservasi dalam 2004-2024 (Hasan, Y.A., 2020). Berdasarkan
wawancara dengan responden, partisipasi masyarakat sekitar kawasan Cagar

41
Alam Mas Popaya Raja Kabupaten Gorontalo Utara yaitu dengan memberikan
masukan dan saran terkait pengelolaan kawasan, namun belum dilibatkan secara
langsung dalam pengambilan keputusan, ikut melibatkan diri dalam mengawasi
kawasan dari gangguan-gangguan terutama oleh kegiatan perburuan penyu.
Menurut Salim, E (2018) partisipasi masyarakat saat ini hanya sebatas pada
konsultasi, namun belum memiliki hak veto dalam mekanisme pengambilan
keputusan.
4.3.4 Status Keberlanjutan Dimensi Kelembagaan
Atribut yang digunakan dalam mengevaluasi keberlanjutan dimensi
kelembagaan yaitu partisipasi pemangku kepentingan, program pengelolaan,
keberadaan dan sosialisasi peraturan, tingkat kepatuhan stakeholder, dan
penegakan hukum. Berdasarkan hasil analisis atribut tersebut diperoleh nilai
keberlanjutan dimensi kelembagaan kawasan Cagar Alam Mas Popaya Raja
Kabupaten Gorontalo Utara yaitu 67.03 atau cukup berkelanjutan. Hasil analisis
indeks keberlanjutan dan analisis leverage dimensi kelembagaan dapat dilihat
pada Gambar 7. dan Gambar 8 berikut ini.

RAPFISH Ordination
Other Distingishing Features

50

30

10 Real Fisheries
References
-10 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 Anchors
-30

-50

Fisheries Sustainability

Grafik 7. Indeks Keberlanjutan Dimensi Kelembagaan

42
Leverage of Attributes
Peraturan Kawasan Konservasi 4.16
Partisipasi Pemangku Kepentingan 6.81
Program Pengelolaan 3.23
Attribute

Tingkat Kepatuhan Stakeholder 3.96


Penegakan Hukum 8.69
Keberadaan dan Sosialisasi Peraturan 0.13

0 0 00 0 0 00 0 0 0 0 00 0 0 00 0 0 0 0
0 . 1. 2 . 3. 4 . 5 . 6. 7 . 8. 9 . 10 .

Root Mean Square

Grafik 8. Analisis Leverage Atribut Dimensi Kelembagaan

Berdasarkan analisis leverage atribut dalam dimensi sosial pada Gambar 8.


menunjukkan bahwa atribut yang sensitif dalam mempengaruhi keberlanjutan
dimensi kelembagaan yaitu penegakan hukum dengan nilai leverage 8.69.
Penegakan hukum konservasi sangat penting dalam rangka melestarikan dan
mengupayakan perlindungan terhadap sumber daya alam hayati dan
ekosistemnya. Berbagai kebijakan dibuat oleh pemerintah untuk mengatur dan
menetapkan kawasan-kawasan untuk eksploitasi dan kawasan perlindungan.
Cagar Alam Mas Popaya Raja Kabupaten Gorontalo Utara merupakan kawasan
yang ditetapkan sebagai kawasan lindung untuk pelestarian satwa terancam punah
yaitu penyu laut. Upaya penegakan hukum di kawasan ini dilakukan salah satunya
dengan kegiatan monitoring kawasan secara berkala oleh petugas yang memiliki
kapasitas dan bertanggung jawab dalam menegakkan peraturan perundangan
terkait kawasan konservasi. Menurut Lihu, N (2010) Penegakan hukum perlu
dilaksanakan atau ditegakan sebagai upaya untuk menanggulangi berbagai
pelanggaran dan tindak pidana terhadap sumber daya alam hayati dan
ekosistemnya sebagaimana yang tercantum dalam Undang Undang No. 5 Tahun
1990 dan perundang-undangan lain terkait perlindungan dan pemanfaatan sumber
daya alam.
Atribut selanjutnya yang mempengaruhi hasil indeks keberlanjutan yaitu
partisipasi pemangku kepentingan dengan nilai leverage 6.81. Hal ini disebabkan

43
karena pelibatan stakeholder memberikan dampak positif pada pengelolaan
kawasan, dimana perencanaan yang mempertimbangkan kebutuhan dan harapan
masyarakat maupun unsur stakeholder lainnya dapat meningkatkan komitmen
untuk menjaga dan melestarikan kawasan konservasi. Menurut Nikijuluw, V.P.H,
dkk (2013) bahwa pelibatan stakeholder memberikan banyak manfaat diantaranya
meningkatkan rasa kepemilikan diantara stakeholder terhadap rencana
pengelolaan yang disepakati, terciptanya kesepakatan atau kompromi diantara
stakeholder, serta meminimalisasi kemungkinan konflik atau hambatan dalam
pengelolaan.
4.3.5 Status Keberlanjutan Multidimensi
Status keberlanjutan multidimensi dianalisis dengan melihat rerata nilai
indeks keberlanjutan semua dimensi yaitu ekologi, ekonomi, sosial dan
kelembagaan. Berikut ini hasil analisis status keberlanjutan multidimensi beserta
diagram layang.
Tabel 10. Hasil Analisis RAPFISH Pengelolaan Kawasan Konservasi Penyu
Cagar Alam Mas Popaya Raja Kabupaten Gorontalo Utara
Dimensi Stress R2 Indeks Monte Selisih Indeks
Keberlanjutan Carlo Keberlanjutan-
Monte Carlo
Ekologi 0.18 0.94 60.94 60.12 0.82
Ekonomi 0.15 0.95 65.02 64.05 0.97
Sosial 0.18 0.94 62.26 61.61 0.65
Kelembagaan 0.14 0.94 67.03 66.42 0.61

Indeks Keberlanjutan Multidimensi


Ekologi
70
60.94
60

Kelembagaan 50 Ekonomi
67.03 65.02

62.26

Sosial

Grafik 9. Diagram Layang-layang Keberlanjutan Kawasan Konservasi Penyu


Cagar Alam Pulau Mas Popaya Raja Kabupaten Gorontalo Utara

44
Berdasarkan hasil penelitian pada Tabel 7. dan Gambar 9. diketahui bahwa
dimensi yang paling rendah indeks keberlanjutannya yaitu dimensi ekologi 60.94,
dan dimensi dengan indeks keberlanjutan tertinggi yaitu dimensi kelembagaan
67.03. Hasil analisis menunjukkan bahwa nilai rerata indeks keberlanjutan
multidimensi yaitu 63.81 yang berarti kawasan konservasi Cagar Alam Mas
Popaya Raja Kabupaten Gorontalo Utara dikategorikan cukup berkelanjutan.
Penentuan baik tidaknya model yang digunakan ditentukan oleh nilai S
(stress) yang lebih kecil dari 0.25 (Eko Sulistyono, 2019). Berdasarkan Tabel 9.
Diketahui bahwa nilai stress berkisar antara 0.14 - 0.18 yang berarti kecil dari
0.25. hal ini menggambarkan ketepatan konfigurasi titik atau goodness of fit
model yang dibangun untuk keberlanjutan adalah baik. Sedangkan nilai koefisien
determinasi (R2) berkisar antara 0.94-0.95 atau mendekati nilai 1.0 yang berarti
bahwa semua indikator yang dikaji memiliki peran yang cukup besar dalam
menjelaskan keragaman (Pitcher dan Preikshot, 2001).
Analisis Monte Carlo merupakan analisis lanjutan dalam pengujian
keakuratan data dalam analisis RAPFISH. Berdasarkan hasil penelitian pada
Tabel 9. diketahui bahwa selisih hasil indeks keberlanjutan pengelolaan kawasan
konservasi penyu Cagar Alam Mas Popaya Raja dengan hasil analisis
Monte Carlo menunjukkan nilai kurang dari 1 yaki berkisar antara 0.61 sampai
0.97. Dapat disimpulkan bahwa metode RAPFISH dalam penelitian ini dapat
digunakan dalam menilai status keberlanjutan pengelolaan kawasan konservasi
penyu di suatu wilayah.
Berdasarkan penjelasan tersebut diatas, dapat disimpulkan bahwa
berdasarkan nilai stress, koefisien determinasi (R2), dan analisis Monte Carlo
menunjukkan bahwa hasil analisis akurat dan dapat dipertanggungjawabkan
secara ilmiah dari pengaruh kesalahan penilaian terhadap atribut oleh responden
(random error), kesalahan pembuatan skor pada setiap atribut, dan kesalahan
dalam penginputan data.

45
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan :
1. Efektifitas pengelolaan kawasan konservasi penyu Cagar Alam Mas Popaya
Raja Kabupaten Gorontalo kurang efektif dengan nilai Score Card yaitu
65.46%. Penilaian efektifitas yang diperoleh setiap indikator yaitu indikator
konteks sebesar 69.23% (efektif), perencanaan 71.43% (efektif), masukan
71.43% (efektif), proses pengelolaan 60% (kurang efektif), keluaran 66,67
(kurang efektif), dan outcome (hasil) sebesar 59,26% (kurang efektif).
2. Status keberlanjutan pengelolaan kawasan konservasi penyu Cagar Alam Mas
Popaya Raja Kabupaten Gorontalo Utara tergolong cukup berkelanjutan
dengan nilai indeks keberlanjutan multidimensi menggunakan rapfish yaitu
sebesar 63.81. penilaian status keberlajutan pada masing-masing dimensi yaitu
terdiri dari dimensi ekologi sebesar 60,94, dimensi ekonomi sebesar 65,02,
dimensi sosial sebesar 62,26, dan dimensi kelembagaan sebesar 67,03.

5.2 Saran
1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan kajian dan masukan
dalam pengelolaan kawasan konservasi penyu yang efektif dan berkelanjutan.
2. Informasi dalam hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan dan
mengoptimalkan upaya konservasi penyu di wilayah Indonesia khususnya di
Provinsi Gorontalo.

46
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, M., 2019. Penilaian Efektivitas Pengelolaan Kawasan Konservasi


dengan Management Effectiveness Tracking Tools (METT) di Cagar Alam
Sibolangit BKSDA Bidang Satu. Sumatera Utara: Universitas Sumatera
Utara. Diakses pada laman: (http://repositori.usu.ac.id/handle123456789/1
3576)

Ario, dkk. 2016. Pelestarian Habitat Penyu Dari Ancaman Kepunahan di Turtle
Conservation And Education Center (TCEC), Bali. Jurnal Kelautan Tropis
Maret 2016 Vol. 19 (1) : 60–66. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,
Universitas Diponegoro.

Azis, 2016. Strategi Adaptasi Kelompok Pengawas Konservasi Penyu Taman


Kili-Kili, Desa Wonocoyo, Kecamatan Panggul, Kabupaten
Trenggalek.Jurnal Penelitian AntroUnairdotNet Volume V Nomor 2
Halaman 178-197. Surabaya: Departemen Antropologi Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik Universitas Airlangga

Atmaja. 2002. Ekowisata Rakyat. Bali: Wisnu Press.

Buhang, F. 2015. Studi Pendahuluan Jenis-Jenis Penyu Di Pulau Popaya


Kawasan Cagar Alam Mas Popaya Raja Kabupaten Gorontalo Utara.
Skripsi.Jurusan manajemen sumberdaya perairan, Fakultas perikanan dan
ilmu kelautan, UNG.Gorontalo.

BKSDA, 2017. Pedoman Fasilitator Penilaian Efektivitas Pengelolaan Kawasan


Konservasi. Jakarta: Direktorat Kawasan Konservasi BKSDAE.

Cocon, 2019. Akuakultur dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan. Jakarta:


Kencana Ratu Pualam Press.

Dermawan, A, 2009.Pedoman Tekhnis Pengelolaan Konservasi Penyu. Direktorat


Konservasi dan Taman Nasional Laut, Direktorat Jenderal Kelautan, Pesisir
dan Pulau-Pulau Kecil, Departemen Kelautan dan Perikanan RI. Jakarta.
Dingi, M. 2017. Perilaku Bertelur Penyu di Pulau Popaya Kawasan Cagar Alam
Mas Popaya Raja Kabupaten Gorontalo Utara. Skripsi. Gorontalo:
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Negeri Gorontalo.
Direktur Jenderal perlindungan hutan dan konservasi alam dengan No. SK. 76/IV-
KKBHL/2015. Nomor Register Kawasan Suaka Alam, Kawasan
Pelestarian Alam dan Taman Buru. Diakses pada laman: (file:///D:/post
%20graduate%20OM%20EKO/TESIS/Hasil/
SK_Dirjen_PHKA_SK_76_2015_Nomor_Register_KSA-KPA-
TB_2015.pdf)

47
Dirjen KSDAE, 2018. Standar Kegiatan dan Biaya Bidang KSDAE 2019. Jakarta:
Sekretariat Direktorat Jenderal KSDAE Kementerian Lingkungan Hidup
dan Kehutanan. ISBN: 978-602-60595-9-8.

Eko Sulistyono, 2019. Sistem Pertanian Terpadu yang Berkelanjutan. Malang:


UMM Press.

El Amin, 2017Penegakan Hukum Konservasi Penyu Oleh Balai Konservasi


Sumber Daya Alam Provinsi Sumatera Barat. Skripsi.Padang: Universitas
Bung Hatta.

Fauzi A, Anna S. 2005. Permodelan Sumber Daya Perikanan dan Lautan untuk
Analisis Kebijakan. Jakarta [ID]: Gramedia Pustaka Utama.

Harahap, 2015. Pengelolaan Kolaboratif Kawasan Konservasi Penyu


Pangumbahan Kabupaten Sukabumi. Jurnal Ilmu Pertanian Indonesai. 20
(1):39-46.

Harteti, dkk. 2014. Peran Para Pihak dalam Pengelolaan Kawasan Konservasi
Penyu Pangumbahan. Jurnal Analisis Kebijakan Kehutanan Volume 11
Nomor 2 Halaman 145-162. Bogor: IPB.

Hasan, Y.A., 2020. Hukum Laut: Konservasi Sumber Daya Ikan di Indonesia.
Jakarta: Prenadamedia Group.

Ismane, dkk. 2018. Keberlanjutan Pengelolaan Kawasan Konservasi Penyu Di


Pantai Pangumbahan, Sukabumi, Jawa Barat. Jurnal Pengelolaan
Sumberdaya Alam dan Lingkungan Vol. 8 No. 1 (April 2018): 36-43.

Juliono, 2017.Penyu dan Usaha Pelestariannya.Jurnal Serambi Saintia Volume V


Nomor 1 ISSN: 2337-9952. Universitas Serambi Mekkah.

KLHK, 2017. Panduan Fasilitator Penilaian Efentivitas Pengelolaan Kawasan


Konservasi. Jakarta: Direktoral Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan
Ekosistem. Diakses pada lama :(http://ksdae.menlhk.go.id/assets/publikasi/
Pedoman_Fasilitator_Penilaiain_Efektivitas_Pengelolaan_Kawasan_Konser
vasi.pdf)

Kurniarum, dkk. 2015. Pengetahuan Dan Sikap Masyarakat Terhadap Konservasi


Penyu Dan Ekowisata Di Desa Hadiwarno Kabupaten Pacitan Sebagai
Sumber Belajar Biologi. Jurnal Pendidikan Biologi Indonesia Volume 1
Nomor 2 ISSN: 2442-3750 Halaman 124-137. Malang: FKIP UMM.

Lihu, N., 2010. Penegakan Hukum terhadap Tindak Pidana di Bidang Konservasi
Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya di Wilayah Hukum
Kabupaten Donggala Sulawesi Tengah. Tesis. Surakarta: Program Megister
Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret.

48
M, Farchan & M, Mulyono., 2011. Dasar-dasar Budidaya Perikanan Edisi 1.
Jakarta: STP Press.

Muharara & Satria, 2017.Analisis Tingkat Keberlanjutan Pengelolaan Kawasan


Konservasi Perairan Daerah Berbasis Masyarakat (Kasus: Desa Lembongan,
Kawasan Konservasi Perairan Daerah Nusa Penida, Kabupaten Klungkung,
Provinsi Bali). Jurnal Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan
Masyarakat.

Najamuddin, 2013.Pemanfaatan Sumber Daya Ikan Layang (Decapterus ssp.)


Berkelanjutan di Perairan Makassar. Bogor: IPB Press.

Nikijuluw, V.P.H, dkk., 2013. Coral Governance. Bogor: IPB Press.

Nordiansyah, dkk.2016. Penilaian Efektivitas Pengelolaan Kawasan Konservasi di


Kawasan Cagar Alam Padang LuwayKabupaten Kutai Barat.Agrifor
Volume XV Nomor 1 ISSN: 1412-6885.

Peraturan Dirjen KSDAE No:P.II/KSDAE/SET/KSA.0/9/2016. Petunjuk Teknis


Penyusunan Rancangan Zona Pengelolaan atau Blok Pengelolaan Kawasan
Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam. Diakses pada laman: (http://
pika.ksdae.menlhk.go.id/assets/pdf/perdirjen%20no%2012%20Juknis
%20Tata%20cara%20penilaian%20Dokumen%20Zona%20Blok.pdf)

Peraturan Presiden RI No. 11 Tahun 2017. Rencana Tata Ruang Kawasan


Perbatasan Negara di Provinsi Sulawesi Utara, Provinsi Gorontalo,
Provinsi Sulawesi Tengah, Provinsi Kalimantan Timur, dan Provinsi
Kalimantan Utara. Diakses pada laman:(https://sipuu.setkab.go.id/PUUdo
c/175135/Perpres%20Nomor%2011%20Tahun%202017.pdf)

Peraturan Menteri Kehutanan No: P.81/Menhut-II/2014. Tata Cara Pelaksanaan


Inventarisasi Potensi pada Kawasan Suaka Alam dan Kawasan
Pelestarian Alam. Diakses pada laman:(http://menlhk.co.id/simppuh/
public/uploads/files/P.81%20(1).pdf)

Perda Provinsi Gorontalo No. 4 Tahun 2018. Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan
Pulau-Pulau Kecil Provinsi Gorontalo tahun 2018-2038. Diakses pada
laman: (https://bappeda.gorontaloprov.go.id/institution/file_share/PERDA-
RZWP3K-Provinsi-Gorontalo_106_952.pdf)

Perda Kabupaten Gorontalo Utara No. 5 Tahun 2013. Rencana Tata Ruang
Wilayah Kabupaten Gorontalo Utara Tahun 2011-2031. Diakses pada
laman: (http://sippa.ciptakarya.pu.go.id/sippa_online/ws_file/dokumen_us
ulan/amdal/PERDA_RTRW_(KAB__GORONTALO_UTARA).pdf)

49
Permenhut P.02/2007.Organisasi Dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis
Konservasi Sumber Daya Alam. Jakarta: Kementrian Kehutanan.

Pitcher dan Preikshot, 2001. RAPFISH: a rapid appraisal technique to evaluate the
sustainability status of fisheries. Fisheries Research 49: 255-270. Doi:
S0165-7836(00)00205-8.

Ridwan, E. A., Sara, L., Asriyana. (2017). Karakteristik biofisik habitat peneluran
Penyu Hijau (Chelonia mydas) di Pantai Kampa, Konawe Kepulauan. Jurnal
Manajemen Sumber Daya Perairan. 2(4), 295-305.

Rusdi, R., 2019. Kajian Potensi dan Pengelolaan Berkelanjutan Ekosistem


Mangrove Pulau Pannikikang Kabupaten Barru Sulawesi Selatan. Tesis.
Bogor: Sekolah Pascasarjana IPB.

Sadili, dkk. 2015. Rencana Aksi Nasional (RAN): Konservasi Penyu Periode
2016-2020. Direktorat Koservasi dan Keanekaragaan Hayati Laut
Kementerian Kelautan dan Perikanan.

Salim, E., 2018. Konservasi Biodiversitas : Teori dan Praktik di Indonesia.


Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia.

Satori & Komariah, 2012.Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta.

Sugandi, 2013. Pengetahuan dan Kepemilikan Lahan terhadap Sikap dan


Implementasinya pada Partisipasi Penduduk dalam Konservasi Lingkungan
Segara Anakan.Tesis.Jakarta: Universitas Pendidikan Indonesia.

Tobing, ISL., 2008. Manajemen Kawasan Dalam Upaya Konservasi Sumberdaya


Alam Hayati. Jurnal VIS VITALIS vol. 01 no. 2 tahun 2008 hal 63-70.
Jakarta: Fakultas Biologi Universitas Nasional.

UU No. 5 Tahun 1990. Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.
Diakses pada laman: (https://pih.kemlu.go.id/files/UU%20RI%20NO
%2005%20TAHUN%201990.pdf)

Wahono, 2015.Peran Balai Konservasi Sumber Daya Alam Daerah


IstimewaYogyakarta (Bksda Diy) Dalam Pengendalian
TerhadapPerdagangan Satwa Liar Yang Dilindungi.Jurnal Ilmiah.
Yogyakarta: Universitas Atma Jaya.

Wibowo, Anggoro & Yulianto, 2015. Sustainability Status of Ecological


Dimensions in Development of Sustainable Minapolitan Region Based on
Freshwater Aquaculture in Magelang Regency. Jurnal Saintek Perikanan
Volume 10 No. 2 hal 107-113.

Wilson, dkk 2006. Cross-Scale Linkages and Adaptive Management: Fisheries


Co-Management in Asia. Marine Policy. 30 (5): 523–533.

50
Wood, M. E. 2002. Ecotourism: Principles, Practies, and Policies for
Sustainability. Burlington USA: The International Ecotourism Society.

WWF, 2009. Panduan melakukan Pemantauan Populasi Penyu di Pantai


Peneluran di Indonesia.Denpasar.WWF Indonesia.

WWF, 2016. Scorecard 2016 : Marine Protected Areas in the Baltic Sea. WWF
Report 2016. Diakses pada laman: (https://wwfeu.awsassets.panda.org/
downloads/wwf_mpa_scorecard_2016_nov.pdf)

51
Lampiran 1. Pelaporan Kemajuan Situs Kawasan Konservasi

Nama, Afiliasi dan detil kontak


penanggung jawab penyelesaian Samsuddin Hadju, SH.
METT/Scorecard
Tanggal pelaksanaan 10 Maret 2020 sampai 4 April 2020
penilaian
Nama Kawasan Konservasi Cagar Alam Mas Popaya Raja
Kode situs WDPA (dapat
ditemukan di www.unep-
wcmc.org/wdpa)
Penetapan Nasional √ Kategori IUCN Internasional (silahkan
dilengkapi pada hal. berikut
Negara Indonesia
Lokasi kawasan Kec. Sumalata Timur Kabupaten Gorontalo Utara
konservasi
Tanggal penetapan
Detil kepemilikan Negara √ Swasta Masyarakat Lainnya
(silakan dicontreng)
Otoritas BKSDA SULUT, Wilayah II Gorontalo
manajemen
Luas kawasan 147,94 Ha.
konservasi (Ha)
Jumlah staf Permanen = 3 orang Temporer = 2 orang

Anggaran tahunan
(Rupiah)- tanpa Dana (operasioanal) rutin √ Dana proyek/tambahan lain
anggaran gaji staf
Apakah nilai utama Perlindungan dan Pelestarian Satwa Terancam Punah yaitu
penetapan kawasan Penyu Laut
konservasi
Tuliskan dua tujuan primer pengelolaan kawasan konservasi
Tujuan pengelolaan 1

Tujuan pengelolaan 2
Jumlah orang yang terlibat 4 (Empat)
dalam penyelesaian penilaian
Termasuk Pengelola Staf Staf lembaga LSM
(dicontreng Kawasan Kawasan Kawasan
kotak) Konservasi Konservasi Konservasi

Masy. Lokal Donors Ahli dari luar Lainnya

52
53
Lampiran 2. Penilaian Efektivitas Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan C.A Mas Popaya Raja

Isu Kriteria Keterangan Skor Komentar/ Langkah kedepan Skor


Penjelasan
A. Konteks: Dimana kita sekarang? Penilaian ancaman penting dan kebijakan yang ada
1. Status Hukum Kawasan konservasi ini tidak Tidak ada 0 Kawasan Cagar Alam
Apakah kawasan pernah ditetapkan secara Mas Popaya Raja telah 3
konservasi ini hukum memiliki status hukum
memiliki status formal melalui SK
hukum? (atau dalam Ada kesepakatan bahwa Tidak ada 1 Menhut No.
hal kasus kawasan kawasan konservasi tersebut SK.325/Menhut-II/201
milik swasta apakah harus ditegaskan secara 0 dan dikelola oleh
kawasan tersebut umum tetapi prosesnya belum BKSDA
tercantum dalam dimulai
perjanjian atau yang Kawasan konservasi tersebut Tidak ada 2
serupa?) dalam proses penetapan status
Konteks hukum tetapi prosesnya
belum selesai (termasuk situs
yang ditetapkan dalam
konvensi international, seperti
Ramsar atau hukum
lokal/tradisional seperti
kawasan konservasi
masyarakat, yang belum
memiliki status hukum atau
perjanjian nasional)
Kawasan konservasi tersebut Seluruh KK di Indonesia telah 3 X
telah memiliki status hukum memiliki status hukum formal,
formal baik itu penunjukan parsial

53
melalui SK Menhut
/Menhutbun/Mentan/Gubernur
Jendral Hindia Belanda
(staatsbat) ataupun SK
Penunjukan Provinsi
Nilai Tambahan a. Kawasan telah Misalnya RAMSAR, Warisan +1
mendapatkan status Dunia dll
pengakuan di tingkat regional
dan/ atau internasional
(jelaskan secara rinci dalam
kolom komentar)
2. Peraturan Tidak ada peraturan yang Tidak ada peraturan 0 Telah ada peraturan 3
Kawasan mengatur penggunaan lahan pengelolaan KK ruang terkait
Konservasi dan kegiatan di kawasan berdasarkan
Apakah ada konservasi SK.356/KSDAE.SET/
peraturan yang KSA.0/9/2016
memadai untuk Ada beberapa peraturan yang Belum menyusun zonasi/blok 1
mengendalikan mengendalikan penggunaan pengelolaan
penggunaan lahan lahan dan kegiatan di
dan kegiatan (cth kawasan konservasi tetapi
perburuan) masih ada kekurangan-
Perencanaan kekurangan besar
Ada peraturan yang Zonasi atau blok pengelolaan 2
mengendalikan penggunaan belum disahkan
lahan dan kegiatan di
kawasan konservasi tetapi
masih ada beberapa
kelemahan atau gap

54
Terdapat peraturan untuk Apabila penataan kawasan 3 X
mengendalikan penggunaan (zonasi/blok) telah disahkan.
lahan dan kegiatan yang tidak Penataan kawasan (yang
sesuai di dalam kawasan disahkan melalui SK Dirjen)
konservasi dan memberikan merupakan peraturan kawasan
dasar yang sangat baik bagi yang paling detail untuk
pengelolaan pengelolaan penggunaan lahan
dan kegiatan di dalam KK
3. Penegakan Pegawai tidak memiliki Tidak ada staf/Resort yang 0 Telah tercatat jumlah 2
Hukum kapasitas/ sumberdaya yang khusus mengurus kawasan pegawai yang cukup
Dapatkah pegawai efektif untuk menegakkan dengan kapasitas yang
(cth. Mereka yang peraturan perundangan terkait memadai untuk
bertanggung jawab kawasan konservasi menegakkan peraturan
mengelola situs) kawasan. Memiliki
menegakkan Terdapat kekurangan besar Terdapat staf/Polhut, namun 1 polhut dan MMP
peraturan kawasan dalam kapasitas/ sumberdaya anggaran patrol tidak tersedia (Masyarakat Mitra
konservasi dengan pegawai untuk menegakkan Polhut) beserta
cukup baik? peraturan perundangan terkait anggaran patroli,
Input kawasan konservasi (cth. namun masih ada
Kekurangan kemampuan, kekurangan
tidak ada anggaran patrol,
kurang dukungan
kelembagaan)

55
Pegawai memiliki kapasitas Anggaran patroli tersedia 2 X
/sumberdaya yang memadai namun belum secara spesifik
untuk menegakkan peraturan menegaskan untuk patrol di
perundangan terkait kawasan kawasan. Penegakan hukum
konservasi tetapi masih ada tidak selalu untuk hal yang
kekurangan bersifat yustisia, namun juga
termasuk didalamnya kegiatan
sosialisasi peraturan.

Pegarwai memiliki Terdapat staf/Polhut beserta 3


kapasitas/sumberdaya yang anggaran patrolinya
sangat baik untuk
menegakkan peraturan
perundangan terkait kawasan
konservasi
Nilai Tambahan a. Terdapat sumber dukungan Ada dukungan dana, SDM dari +1
lain (sukarelawan, institusi pihak lain melalui kerjasama
nasional, masyarakat lokal) dalam penegakan hukum
b. Pelanggaran secara regular Cukup jelas +1
diproses hukum atau
dikenakan denda
4. Pengukuhan Batas kawasan konservasi Petugas dan masyarakat tidak 0 Proses pengukuhan 3
(demarkasi) batas tidak diketahui oleh otoritas mengetahui batas kawasan batas kawasan
kawasan pengelolaan atau penduduk konservasi Cagar Alam
konservasi setempat /pengguna lahan Mas Popaya Raja
Apakah batas yang bertetangga dilakukan oleh pihak
kawasan diketahui BPKH (Badan

56
dan dikukuhkan ? Batas kawasan konservasi Hanya petugas yang 1 Pemantapan Kawasan
Proses diketahui oleh otoritas mengetahui batas kawasan Hutan) serta disetujui
pengelolaan tetapi tidak oleh para pihak
diketahui oleh penduduk
setempat /pengguna lahan
yang bertetangga
Batas kawasan konservasi Petugas dan masyarakat 2
diketahui oleh otoritas mengetahui batas kawasan
pengelolaan dan penduduk namun tidak tepat ( tidak sesuai
lokal/ pengguna lahan yang antara di peta dan di lapangan
bertetangga terapi tidak atau sebagian kawasan belum
dikukuhkan dengan tepat diterima oleh masyarakat)
Batas kawasan konservasi Tata batas sudah temu gelang 3 X
diketahui oleh otoritas dan terdapat BA Tata batas
pengelolaam dan penduduk yang ditanda tangani para
lokal/pemgguna lahan yang pihak. Dibuktikan dengan tidak
bertetangga dan dikukukhkan adanya complain terkait pal
dengan tepat. batas

5. Integrasi Tidak/belum ada pembahasan Cukup jelas 0 telah terintegrasi dan 3


kawasan dalam tentang integrasi kawasan ke diakui dalam rencana
perencanaan dalam rencana-rencana tata tata ruang wilayah
pesisir yang lebih ruang wilayah Kabupaten Gorontalo
besar provinsi/kabupaten Utara Tahun 2011-
2031

57
Ada inisiasi pembicaraan Cukup jelas 1
tentang integrasi kawasan ke
dalam rencana-rencana tata
ruang wilayah
provinsi/kabupaten, akan
tetapi belum ada proses
Kawasan dalam proses Keberadaan dan status kawasan 2
integrasi kawasan ke dalam sudah tercantum dan diakui
rencana-rencana tata ruang dalam drafit final rencana tata
wilayah provinsi/kabupaten ruang wilayah
Kawasan merupakan bagian Keberadaan dan situs kawasan 3X
dari rencana-rencana tata sudah tercantum dan diakui
ruang wilayah dalam rencana tata ruang
provinsi/kabupaten wilayah yang telah disahkan
Nilai Tambahan a. kawasan merupakan bagian Adanya justifikasi atau bukti
catatan: Justifikas/ dari jejaring KK peraian yang ilmiah dan/atau adanya proses
bukti ilmiah dapat secara kolektif melestarikan komunikasi dalam konteks
menggunakan fungsi ekosistem perairan pengelolaan jejaring KK
berbagai sumber yang lebih besar perairan
yang kompeten serta

58
memiliki standar b. kawasan merupakan bagian Adanya justifikasi atau bukti +1
ilmiah. Catatan: dari jejaring peraian yang ilmiah dan/atau adanya proses
Justifikasi/ bukti secara kolektif mewakili komunikasi dalam konteks
ilmiah dapat variasi bio-geografi di pengelolaan jejaring KK
menggunakan ekoregion laut perairan
berbagai sumber
yang kompeten serta
memenuhi standar
ilmiah.
6. Inventarisasi Terdapat sedikit informasi Belum pernah dilakukan 0 Data Time series telah 2
sumberdaya tersedia tentang habitat, inventarisasi potensi atau ada
Apakah anda telah spesies dan nilai budaya yang survey
memiliki cukup kritis dalam kawasan
informasi untuk konservasi
mengelola kawasan
ini? Informasi tentang habitat, Inventarisasi/ survey dilakukan 1
spesies, proses ekologi dan oleh pihak lain dan tidak
Input nilai budaya yang kritis dari terstruktur
kawasan konservasi tidak
memadai untuk mendukung
perencanaan dan pembuatan
keputusan

59
Informasi tentang habitat, Inventarisasi potensi oleh 2X
spesies, proses ekologi dan pengelola
nilai budaya yang kritis dari
kawasan konservasi telah
memadai untuk sebagian
besar area kunci perencanaan
dan pembuatan keputusan
Informasi tentang habitat, Kegiatan RBM atau sistem 3
spesies, proses ekologi dan informasi manajemen (SIM)
nilai budaya yang kritis dari untuk mendapatkan informasi
kawasan konservasi telah kawasan
memadai untuk semua area
perencanaan dan pengambilan
keputusan
7. Kesadaran dan Kurang dari 25% stakeholder Cukup jelas (melalui 0 Persentase masih Perlu adanya kajian 2
Kepedulian Para sadar dan peduli terhadap survey/kajian/analisis data) bersifat subjektif dan analisis data
Pihak kondisi sumberdaya perairan, yang jelas untuk
gangguan, dan upaya menentukan tingkat
Apakah para pihak pengelolaan kesadaran dan
sadar dan peduli Sekitar 25%-50% stakeholder Cukup jelas (melalui 1 kepedulian para
terhadap sadar dan peduli terhadap survey/kajian/analisis data) pihak dalam
sumberdaya kondisi sumberdaya perairan mendukung
perairan dan dan gangguan-gangguannya kelestarian
gangguannya Sekitar 50%-75% stakeholder Cukup jelas (melalui 2 X kawasan konservasi
sadar dan peduli terhadap survey/kajian/analisis data)
kondisi sumberdaya perairan
dan gangguan-gangguannya

60
Lebih dari 75% stakeholder Cukup jelas (melalui 3
sadar dan peduli terhadap survey/kajian/analisis data)
kondisi sumberdaya perairan
dan gangguan-gangguannya

TOTAL NILAI UNTUK KONTEKS (A) : 26 ATAU MENYESUAIKAN 18


B. Perencanaan - Apa yang ingin kita capai? Penilaian desain dan perencanaan kawasan
8. Tujuan utama Belum ada tujuan yang Belum menyusun rencana 0 Pengelolaan sudah 3
dari kawasan disepakati untuk kawasan pengelolaan (RP) sesuai dengan tujuan
konservasi konservasi ini dalam RP
Kawasan konservasi ini telah Rencana pengelolaan sudah 1
Apakah pengelolaan memiliki tujuan yang disusun, namun kegiatan tidak
dilakukan sesuai disepakati, tetapi tidak mengacu pada RP
dengan tujuan yang dikelola sesuai tujuan-tujuan
telah disepakati? ini
Kawasan konservasi ini telah Sebagian kegiatan yang 2
Perencanaa memiliki tujuan yang direncanakan dalam RP
disepakati, tetapi pengelolaan dilaksanakan
yang dilakukan hanya
memenuhi beberapa tujuan
tersebut
Kawasan konservasi ini telah Kegiatan telah sesuai dengan 3X
memiliki tujuan yang tujuan pengelolaan dalam RP
disepakati dan pengelolaan
telah memenuhi semua tujuan
tersebut

61
9. Rencana Tidak/belum ada rencana Cukup jelas 0 Rencana pengelolaan 3
pengelolaan pengelolaan untuk kawasan telah
konservasi ini diimplementasikan
Apakah ada rencana Rencana pengelolaan tengah Cukup jelas 1 serta telah disahkan
pengelolaan dan disusun atau telah disusun
apakah rencana tetapi belum
tersebut tengah diimplementasikan
diimplementasikan? Rencana pengelolaan telah Rencana kerja baru 2
disahkan tetapi baru sebagian mengakomodasi sebagian dari
Perencanaan yang dapat rencana pengelolaan
diimplementasikan (ada
kendala pendanaan atau hal
lain yang krusial)
Rencana pengelolaan yang Rencana kerja sejalan dengan 3X
telah disahkan telah rencana pengelolaan
diimplementasikan
Nilai Tambahan a. Terdapat rencana strategis Renstra sudah disahkan +1
pengelolaan
b. Proses perencanaan Berita acara dan/atau bukti lain +1
memberikan peluang yang yang menunjukkan keterlibatan
cukup bagi stakeholder kunci stakeholder kunci dalam proses
untuk mempengaruhi rencana perencanaan
pengelolaan

c. Partisipasi stakeholder Berita acara dan/atau bukti lain +1


termasuk keterwakilan dari yang menunujukkan
keragaman suku, agama, keterwakilan stakeholder dalam

62
kelompok pengguna serta proses perencanaan
gender

d. Proses perencanaan Cukup jelas +1 X 1


mempertimbangkan dampak
sosial ekonomi dari
keputusan yang diambil
e. Proses perencanaan Cukup jelas +1 X 1
mempertimbangkan budaya
lokal termasuk praktek
tradisional, sistem sosial, fitur
budaya, situs bersejarah dan
monument

f. Terdapat jadwal dan proses Cukup jelas +1


untuk review periodic dan
pemutakhiran rencana
pengelolaan
g. Hasil dari monitoring, riset Cukup jelas +1 X 1
dan evaluasi secara rutin
tergabung dalam perencanaan

h. Rencana pengelolaan Cukup jelas +1 X 1


terkait dengan pengembangan
dan penegakkan peraturan

TOTAL NILAI UNTUK PERENCANAAN (B) : 14 ATAU MENYESUAIKAN 10

63
C. Input - Apa yang kita butuhkan? Penilaian sumber daya yang dibutuhkan untuk melaksanakan pengelolaan
10. Riset Tidak ada survey atau riset di Belum ada penelitian atau 0 Penelitian sudah 3
Apakah ada kawasan konservasi survey kawasan variatif dan terintegrasi
program survey atau sesuai kebutuhan
Ada sedikit survey dan riset Penelitian masih belumvariatif 1
riset berbasis pengelolaan kawasan
tetapi tidak diarahkan untuk (objek masih homogen) ada
pengelolaan konservasi
memenuhi kebutuhan database tetapi berupa
pengelolaan kawasan cuplikan-cuplikan data
Proses
konservasi
Ada cukup survey dan riset Penelitian sudah variatif (objek 2
tetapi tidak diarahkan untuk penelitian beragam/ heterogen)
memenuhi kebutuhan Ada database
pengelolaan kawasan
konservasi
Ada program survey dan riset Terdapat roadmap atau 3X
yang komprehensif dan research need untuk kawasan
terintegrasi yang sesuai (kebutuhan kebutuhan
dengan kebutuhan kawasan,kebutuhan penelitian
pengelolaan tertuang dalam RP) - Ada
database dan pemutakhiran
data
Nilai Tambahan a. Adanya kajian/riset daya Cukup jelas +1
dukung kawasan terkait
pemanfaatan berkelanjutan
11. Jumlah Tidak ada pegawai Tidak ada staf/ petugas yang 0 Jumlah pegawai yang 3
Pegawai bertanggung jawab terhadap tercatat saat ini sudah
pengelolaan kawasan mencukupi kebutuhan
Apakah sudah ada Jumlah pegawai tidak Jumlah pegawai tidak cukup 1 pengelolaan kawasan,
cukup pegawai terdiri dari 5 orang

64
untuk mengelola mencukupi untuk kegiatan untuk pengelolaan minimal: yaitu Kepala Resort,
kawasan konservasi pengelolaan kritis (minimal) tenaga artisipasi dan teknis anggota Resort, 1
Jumlah pegawai dibawah Jumlah pegawai cukup namun 2 orang petugas
Inputs tingkat optimum untuk masih belum optimal penangkaran, dan 2
kegiatan pengelolaan kritis orang masyarakat mitra
(minimal) polhut.
Jumlah pegawai sudah Jumlah pegawai ideal untuk 3 X
mencukupi kebutuhan pengelolaan kawasan, mulai
pengelolaan kawasan dari administrasi hingga teknis
konservasi pengelolaan
Nilai Tambahan a. Terdapat dukungan Dukungan dari pihak lain di +1
tambahan dari program luar skema pendanaan APBN
sukarelawan, masyarakat
lokal dan lain-lain
12. Anggaran saat Tidak ada anggaran untuk Cukup jelas 0 Anggaran mencukupi 2
ini pengelolaan kawasan kebutuhan kawasan
Apakah anggaran konservasi konservasi, namun
saat ini sudah perlu ditingkatkan
Anggaran yang tersedia tidak Cukup jelas 1
mencukupi ?
mencukupi kebutuhan
pengelolaan dan
Inputs
menimbulkan kendala serius
dalam kapasitas untuk
mengelola

Anggaran yang tersedia Cukup jelas 2X


mencukupi tetapi perlu
ditingkatkan untuk

65
sepenuhnya mencapai
pengelolaan yang efektif
Anggaran yang tersedia Cukup jelas 3
mencukupi dan memenuhi
seluruh kebutuhan
pengelolaan kawasan
konservasi
Nilai Tambahan a. Terdapat kepastian Adanya dokumen perencanaan +2 X 2
anggaran untuk pengelolaan anggaran
KK perairan multi-tahun
b. Anggaran tidak Adanya dana lain diluar APBN +1
sepenuhnya bergantung pada
pendanaan pemerintah namun
juga dari kontribusi LSM,
pajak, tarif masuk, CSR, dan
lain-lain.
TOTAL NILAI INPUT (C) = 14 ATAU MENYESUAIKAN 10
D. Proses- Bagaimana pelaksanaan pengelolaan? Penilaian cara pelaksanaan kegiatan pengelolaan
13. Pendidikan dan Tidak ada program Cukup jelas 0 Ada program 3
penyadartahuan pendidikan dan pendidikan konservasi
penyadartahuan yang memadai
Proses Ada program pendidikan dan Kegiatan bersifat tidak 1
penyadartahuan yang terbatas terprogram dan insidetal
dan bersifat ad hoc

66
Ada program pendidikan dan Terprogram namun dinilai 2
penyadartahuan tetapi hanya kurang secara kuantitas
sebagian memenuhi
kebutuhan dan perlu
ditingkatkan

Terdapat program pendidikan Terprogram dan dilaksanakan 3X


dan penyadartahuan yang dengan baik dan memadai
memadai dan sepenuhnya
dilaksanakan
14. Pemerintah Tidak ada/ sangat sedikit Cukup jelas 0 Pemerintah dan swasta 3
dan swasta di proses komunikasi (dalam di sekitar terlibat dalam
sekitar konteks sinergitas kerjasama) kordinasi rencana kerja
antara pengelola dan (ada komunikasi dengan
Apakah ada stakeholders pemerintah dan swasta
kerjasama dengan Ada proses komunikasi Bukti yang menunjukkan adnya 1 di sekitar)
pengguna lahan dan (dalam konteks sinergitas proses komunikasi/kerjasama
air di sekitar? kerjasama) antara pengelola dengan stakeholder terkait
dan stakeholders, akan tetapi (Contoh : Undangan rapat
Proses belum terencana atau koordinasi)
terjadwal
Ada proses komunikasi Ada dokumen koordinasi 2
(dalam konteks sinergitas rencana kerja antara pengelola
kerjasama) yang terencana dan stakeholder terkait
dengan stakeholder terkait,
akan tetapi implementasinya
masih terbatas
Ada proses komunikasi Ada dokumen koordinasi 3X

67
(dalam konteks sinergitas rencana kerja antara pengelola
kerjasama) yang terencana dan stakeholder terkait
yang terencana dan
diimplementasikan untuk
mendukung kawasan
Nilai Tambahan Terdapat komunikasi (dalam Berita acara dan/atau bukti +1
konteks studi dan berbagi lainnya
pengalaman) dengan
pengelola kawasan lainnya
(misalnya: studi banding
untuk mengelolaan kawasan)
15. Pelibatan dan Para pihak tidak memberikan Cukup jelas 0 Para pihak belum secara 1
Partisipasi Para masukan untuk pengambilan langsung berkontribusi
pihak keputusan terkait pengelolaan dalam pengambilan
KK perairan keputusan
Apakah stakeholder Para pihak memberikan Berita acara dan/atau bukti 1X
memberikan masukan dalam diskusi lainnya
masukan yang terkait pengelolaan namun
berarti dalam tidak dilibatkan secara
pengambilan langsung dalam pengambilan
keputusan keputusan
pengelolaan (non- Para pihak secara langsung Konsultasi publik, rapat 2
masyarakat lokal) berkontribusi pada beberapa kordinasi, dan/atau bukti
pengambilan keputusan lainnya
dalam pengelolaan

68
Para pihak secara langsung Konsultasi publik, rapat 3
berpartisipasi dalam kordinasi, dan/atau MoU
pengambilan keputusan dengan stakeholder
terkait dengan pengelolaan

Nilai Tambahan Terdapat kontribusi MoU dengan operator wisata +1


pendanaan/kesepakatan yang
jelas antara KK perairan dan
operator wisata untuk jasa
lingkungan yang memberikan
manfaat di tingkat lokal
16. Masyarakat Masyarakat lokal tidak Cukup jelas 0 Masyarakat lokal belum 1
Lokal memberikan masukan dalam secara langsung
pengambilan keputusan dilibatkan dalam
Apakah masyarakat terkait pengelolaan kawasan pengambilan keputusan
lokal yang tinggal konservasi pengelolaan
atau secara regular Masyarakat lokal Berita acara dan/atau bukti 1X
menggunakan memberikan beberapa lainnya
kawasan konservasi masukan dalam pengambilan
dapat memberikan keputusan terkait pengelolaan
masukan dalam kawasan konservasi tetapi
keputusan tidak secara langsung
pengelolaan? berperan dalam pengambilan
keputusan tersebut
Masyarakat adat secara Berita acara, konsultasi publik, 2
langsung berkontribusi rakor
terhadap beberapa

69
pengambilan keputusan yang
relevan terkait pengelolaan
kawasan konservasi tetapi
keterlubatan mereka perlu
ditingkatkan
Masyarakat adat secara Kelembagaan forum komunikasi 3
langsung berpartisipasi dalam yang mendukung proses
semua pengambilan pengambilan keputusan untuk
keputusan yang relevan pengelolaan; atau bentuk
terkait pengelolaan kawasan kelembagaan lain
konservasi, cth. Co-
management
17. Pelatihan Pegawai kurang memiliki Tidak ada staf/petugas yang 0 Keahlian staf sudah 3
Pegawai keahlian yang diperlukan bertanggung jawab terhadap sesuai dengan
untuk pengelolaan kawasan pengelolaan kawasan kebutuhan pengelolaan.
Apakah pegawai konservasi Ada pelatihan untuk
cukup terlatih umtuk petugas/staf
Pelatihan dan keahlian Variasi skil yang dimiliki 1
memenuhi tujuan
pegawai relatif rendah untuk terbatas
pengelolaan?
kebutuhan kawasan
konservasi
Inputs/Proses
Pelatihan dan keahlian Terdapat tenaga teknis minimal 2
pegawai memadai, tetapi (perlindungan, pengawetan dan
dapat perlu ditingkatkan pemanfaatan)
untuk sepenuhnya mencapai
tujuan pengelolaan
Pelatihan dan keahlian sesuai Keahlian staf beragam dari 3X
dengan kebutuhan mulai administrasi perkantoran

70
pengelolaan kawasan hingga teknis sesuai tujuan
konservasi. Staf terlatih dan pengelolaan
keahlian sesuai dengan
kebutuhan pengelolaan
18. Perlengkapan Terdapat sedikit atau tidak Tidak ada perlengkapan 0 Masih ada kekurangan Perlengkapan dan 2
ada perlengkapan dan pada perlengkapan, fasilitas yang
Apakah fasilitas untuk memenuhi seperti perahu, dimana digunakan dalam
perlengkapan yang kebutuhan pengelolaan masih menggunakan pengelolaan
telah ada memenuhi perahu yang disewakan kawasan Cagar
kebutuhan Terdapat beberapa Terdapat perlengkapan namun 1 oleh masyarakat sekitar Alam Mas Popaya
pengelolaan? perlengkapan dan fasilitas masih kurang kawasan konservasi, Raja perlu
tetapi tidak memadai untuk dan beberapa ditingkatkan agar
Input sebagian besar kebutuhan kekurangan pada tidak menghambat
pengelolaan fasilitas penangkaran. proses pengelolaan
Terdapat perlengkapan dan Lebih dari setengah kebutuhan 2X kawasan
fasilitas tetapi masih ada minimal perlengkapan ada konservasi.
kekurangan yang
menghambat pengelolaan
Perlengkapan dan fasilitas Terdapat kebutuhan minimal 3
yang ada telah memadai perlengkapan (mobilisasi,
fasilitas pelayanan, bangunan
pengelola yang mendukung
mandate pengelolaan-
pengecualian untuk kawasan
dengan luasan kecil - 10 hektar)

71
19. Monitoring dan Terdapat monitoring dan Cukup jelas 0 2
Evaluasi evaluasi di kawasan
konservasi
Apakah kegiatan
pengelolaan Terdapat kegiatan monitoring Monev dilakukan secara 1
dimonitor terhadap dan evaluasi secara ed hoc insidental
kinerja? tetapi tidak ada strategi
dan/atau kumpulan hasil
Perencanaan/Proses secara regular
Terdapat sistem monitoring Monev dilaksanakan secara 2X
dan evaluasi yang disepakati reguler
dan dilaksanakan tetapi
hasilnya tidak memberikan
umpan balik pada
pengelolaan
Terdapat sistem monitoring Dilaksanakan secara reguler 3
dan evaluasi yang baik, dan adaptif
dilaksanakan dengan baik dan Kegiatan monitoring dan
digunakan dalam manajemen evaluasi misalnya METT atau
yang adaptif RBM

72
Nilai Tambahan a. Kawasan berpartisipasi Cukup jelas +1
sebagai bagian program
monitoring lingkungan
nasional atau internasional
seperti CARICOMP,
CPACC, GCRMN,
ANGGRA, atau lainnya
(sertakan nama program)

b. terdapat kemampuan Tersedianya SOP tanggap +1


tanggap darurat di lokasi darurat, keanggotaan staf dalam
untuk mengurangi dampak tim penanganan bencana, dll.
dari selain ancaman

TOTAL NILAI UNTUK PROSES (D) : 25 ATAU MENYESUAIKAN 15


e. Outputs - Apa hasilnya? Penilaian pelaksanaan program pengelolaan dan aksi;
Penyediaan produk jasa
Catatan : Output harus dinilai berdasarkan progress sejak penilaian terakhir . jika ini merupakan penilaian pertama, responden harus menilai
output selama 3 tahunterakhir. Untuk kawasan yang baru, responden dapat melewatkan bagian ini.
Isu Kriteria Keterangan Skor Komentar/penjelasan Langkah kedepan
20. Indikator a. Status hukum telah Mangacu pada pertanyaan yang +2 X 14
Konteks meningkat (mengacu pada dimaksud, nilai didapatkan jika
pertanyaan no.1 Status terdapat peningkatan skor
Apakah indikator Hukum) dibandingkan kajian METT
konteks telah sebelumnya. Catatan :
diperbaiki pertanyaan ini tidak aplikatif

73
jika kondisi tidak berubah
b. Peraturan telah Sama dengan penjelasan +2 X
ditingkatkan (mengacu pad sebelumnya
pertanyaan no.2 Peraturan
KK perairan)
c. Penegakan hukum telah Sama dengan penjelasan +2 X
ditingkatkan (mengacu pada sebelumnya
pertanyaan no.3 penegakan
hukum)

d. Batas kawasan telah Sama dengan penjelasan +2 X


ditingkatkan (mengacu pada sebelumnya
pertanyaan no.4 batas KK
perairan)
e. KK perairan telah Sama dengan penjelasan +2 X
terintegrasi dengan ICM sebelumnya
(mengacu pada pertanyaan
no.5 Integrasi KK Perairan)

f. Inventarisasi sumberdaya Sama dengan penjelasan +2 X


telah ditingkatkan (mengavu sebelumnya
pada pertanyaan no.6
Inventasrisasi Sumberdaya)
g. Kesadaran dan kepedulian Sama dengan penjelasan +2 X
para pihak telah meningkat sebelumnya
(mengacu pada pertanyaan
no.7)

74
21. Produk dan a. tanda-tanda batas tersedia Cukup jelas +1 X 2
Pelayanan atau terbaru telah terpasang
b. Moorings-mooring tersedia Cukup jelas +2
atau yang terbaru telah
terpasang
c. Materi pendidikan - materi Cukup jelas +1 X
pendidikan tersedia atau telah
dibuat yang baru
22. Mekanisme Tidak terdapat mekanisme Cukup jelas 0 X Belum ada mekanisme 0
pelibatan untuk melibatkan stakeholder pelibatan stakeholder
stakeholder dalam dalam pengambilan dalam pengambilan
pengambilan keputusan dan/atau aktivitas keputusan
keputusan pengelolaan
dan/atau kegiatan Terdapat beberapa Ada mekanisme tetapi bersifat 1
pengelolaan mekanisme melibatkan non-formal
(misalnya dewan stakeholder dalam
penasihat) pengambilan keputusan
dan/atau aktivitas
Apakah terdapat pengelolaan namun tidak
mekanisme untuk cukup
memastikan Terdapat mekanisme yang Da mekanisme dalam kerangka 2
partisipasi memadai untuk melibatkan formal (contoh: adanya forum
stakeholder? stakeholder dalam atau kelembagaan lain yang
pengambilan keputusan sifatnya memberikan
dan/atau aktivitas masukan/konsultatif)
pengelolaan

75
23. Aktivitas Tidak tersedia aktivitas Cukup jells 0 Tersedian pendidikan 2
pendidikan pendidikan lingkungan atau lingkungan konservasi
lingkungan untuk stakeholder untuk stakeholder
stakeholder (missal Tersdia beberapa aktivitas Cukup jelas- Disertai 1 utamanya masyarakat
acara publik di pendidikan lingkungan untuk dokumentasi kegiatan hal ini ditunjukkan
KK perairan) stakeholder namun tidak dengan pengetahuan
cukup masyarakat sekitar
Apakah aktivitas Tersedia cukup aktivitas Cukup jelas- Disertai 2 X rata-rata cukup baik
pendidikan telah pendidikan lingkungan untuk dokumentasi kegiatan tentang konservasi
dikembangkan stakeholder kawasan C.A Mas
untuk stakeholder? Popaya Raja
24. Aktivitas Aktivitas mengelolaan belum Cukup jelas 0 1
pengelolaan meningkat

Memiliki 2 aktivitas
pengelolaan kritis Beberapa langkah telah Dokumentasi yang menunjukkan 1X
yang telah diambil untuk meningkatkan upaya penanganan untuk
ditingkatkan untuk aktivitas pengelolaan mengurangi 2 ancaman utama
menangani ancaman
( yang telah Aktivitas pengelolaan cukup Dokumentasi yang menunjukkan 2
dituliskan pada meningkat upaya penanganan untuk
lembar data) mengurangi 2 ancaman utama
diatas, serta hasilnya

25. Fasilitas Tidak ada fasilitas dan jasa Cukup jelas 0 KSA tidak wajib
penunjang bagi pengunjung walaupun mengisi
telah diidentifikasi diperlukan
Apakah fasilitas
Fasilitas dan jasa bagi Missal hanya ada papan 1

76
penunjang pengunjung tidak memadai informasi/papan penunjuk
memadai? untuk tingkat kunjungan saat
ini
Fasilitas dan jasa bagi Terdapat papan informasi, 2
pengunjung cukup memadai papan petunjuk, gerbang dan
untuk tingkat kunjungan saat runag informasi
ini tetapi perlu ditingkatkan
Fasilitas dan jasa bagi Fasilitas lengkap (sanitasi, 3
pengunjung sangat baik untuk keselamatan, aksesibilitas,
tingkat kunjungan saat ini informasi)
26. Pungutan Meskipun telah ada Cukup jelas 0 KSA tidak wajib
sistemnya, tetapi belum mengisi
Jika pungutan diterapkan (belum dilakukan
(contoh: biaya pemungutan)
masuk atau denda) Pungutan dikumpulkan, tetapi Jika sudah ada SK penerapan 1
diterapkan apakah langsung ke pemerintah pusat PNBP di kawasan
akan membantu dan tidak dikembalikan
pengelolaan secara langsung pada
kawasan kawasan konservasi atau
konservasi? lingkungan sekitarnya
Pungutan dikumpulkan, tetapi Jika terdapat 2 jenis pungutan, 2
didistribusikan kepada PNBP dan daerah
otoritas lokal, tidak kepada
kawasan
Iuran dikumpulkan dan Bentuk pengelolaan keuangan 3
memberikan kontribusi yang mandiri (contoh : BLU)
substansial untuk kawasan
konservasi dan lingkungan

77
sekitarnya
27. Pelatihan Pegawai sudah mendapatkan Staf pengelola kawasan (contoh: 2 Pelatihan pegawai 3
Pegawai pelatihan, tetapi dapat Polhut, PEH) secara otomatis sesuai dengan
ditingkatkan untuk telah mendapatkan pelatihan kebutuhan pengelolaan
Apakah pegawai sepenuhnya mencapai tujuan dasar
cukup untuk pengelolaan
memenuhi tujuan
pengelolaan? Pelatihan dan keahlian sesuai Dibuktikan dengan dokumentasi 3X
dengan kebutuhan atau berita acara kegiatan
Inputs/Proses pengelolaan kawasan pelatihan yang relevan dengan
konservasi, dan antisipasi pertanyaan
kebutuhan kedepan
TOTAL NILAI UNTUK OUTPUT (E) : 33 ATAU MENYESUAIKAN 22
F. Outcomes - Apa yang telah kita capai ? penilaian sejauh mana tujuan telah tercapai
28. Apakah Pengelolaan belum sesuai Hasil monitoring dan evaluasi 0 3
pengelolaan telah denga tujuan kawasan pelaksanaan RP
sesuai dengan Pengelolaan sebagian kecil Sama dengan penjelasan 1
tujuan kawasan sudah sesuai denga tujuan sebelumnya
kawasan
Pengelolaan sebagian besar Sama dengan penjelasan 2
sudah sesuai denga tujuan sebelumnya
kawasan
Pengelolaan sudah sesuai Sama dengan penjelasan 3X
denga tujuan kawasan sebelumnya
29. Gangguan - Gangguan meningkat Data laporsn patrol atau data 0 2
gangguan lainnya

78
Apakah ancaman Gangguan berada pada Sama dengan penjelasan 1
telah berkurang? sekitaran level yang sama sebelumnya
Gangguan telah sedikit Sama dengan penjelasan 2X
berkurang sebelumnya
Gangguan sebagian besar Sama dengan penjelasan 3
telah berkurang sebelumnya
30. Kondisi Kondisi sumberdaya alam Laporan survey monitoring 0 2
sumberdaya - menurun
Kondisi sumberdaya alam Laporan survey monitoring 1
Apakah kondisi berada pada kisaran level
sumberdaya yang sama
membaik? Kondisi sumberdaya alam Laporan survey monitoring 2X
sedikit meningkat
Kondisi sumberdaya alam Laporan survey monitoring 3
meningkat secara signifikan
31. Kesejahteraan Mata pencaharian dan standar Hasil kajian, survei, analisis 0 1
masyarakat hidup masyarakat menurun data
Mata pencaharian dan standar Hasil kajian, survei, analisis 1X
Apakah hidup masyarakat berada data
kesejahteraan pada kisaran level yang sama
masyarakat Mata pencaharian dan standar Hasil kajian, survei, analisis 2
meningkat? (beri hidup masyarakat sedikit data
beberapa contoh) meningkat

79
Indikator: Mata pencaharian dan standar Hasil kajian, survei, analisis 3
 Dampak kawasan hidup masyarakat meningkat data
secara secara signifikan
keseluruhan
terhadap
peningkatan
pendapatan/ekon
omi dan standar
hidup masyarakat

Nilai Tambahan a. Pengelolaan KK perairan Dokumen rencana pengelolaan +1


sesuai dengan budaya lokal
termasuk praktek tradisional,
hubungan, sistem sosial, fitur
budaya, situs bersejarah dan
monumen terkait dengan
sumberdaya perairan dan
penggunaannya
b. Konflik penggunaan Laporan terkait konflik dan +1
sumberdaya telah menurun penanganannya
c. Semua pihak merasakan Pengamanan kawasan +1
manfaat keberadaan kawasan swakarsa, atau bentuk-bentuk
lain partisipasi aktif
masyarakat; Catatan: bukti
masyarakat telah merasakan
manfaat dari keberadaan
kawasan adalah adanya

80
partisipasi aktif masyarakat
dalam perlindungan kawasan
d. Manfaat non-finansial dari Hasil survei/ kajian +1
sumberdaya perairan kepada
masyarakat telah
dipertahankan atau
ditingkatkan
32. Kesadaran Kesadaran lingkungan dari Ada hasil survei/kajian/analisis 0 Kesadaran masyarakat Meningkatkan dan 3
Lingkungan kondisi sumberdaya, sekitar kawasan mempertahankan
gangguan dan kegiatan terhadap perlindungan kegiatan patroli dan
Apakah kesadaran pengelolaan telah menurun dan pelestarian penyu monitoring
masyarakat terhadap Kesadaran lingkungan berada Ada hasil survei/kajian/analisis 1 telah meningkat, kawasan yang
lingkungan pada kisaran level yang sama aktivitas pengeboman di optimal
meningkat? Kesadaran lingkungan sedikit Ada hasil survei/kajian/analisis 2 laut serta perburuan
meningkat penyu dan tukik yang
Kesadaran lingkungan telah Ada hasil survei/kajian/analisis 3X dikhawatirkan
meningkat secara signifikan dilakukan oleh
masyarakat dari luar
kawasan.
33. Kepatuhan Kurang dari 25% pengguna Ada hasil survei/kajian/analisis 0 3
mematuhi peraturan
Apakah pengguna 25%-50% pengguna Ada hasil survei/kajian/analisis 1
mematuhi peraturan mematuhi peraturan
di dalam kawasan 50%-75% pengguna Ada hasil survei/kajian/analisis 2
mematuhi peraturan
Lebih dari 75% pengguna Ada hasil survei/kajian/analisis 3X
mematuhi peraturan
34. Kepuasan Kurang dari 25% stakeholder Ada hasil survei/kajian/analisis 0 2

81
stakeholder - puas dengan proses dan
output dari KK perairan
Apakah stakeholder 25%-50% stakeholder puas Ada hasil survei/kajian/analisis 1
puas dengan proses dengan proses dan output dari
dan output dari KK KK perairan
Perairan 50%-75% stakeholder puas Ada hasil survei/kajian/analisis 2X
dengan proses dan output dari
KK perairan
Lebih dari 75% stakeholder Ada hasil survei/kajian/analisis 3
puas dengan proses dan
output dari KK perairan
Nilai Tambahan a. Stakeholder merasa bahwa Ada hasil survei/kajian/analisis
mereka dapat berpartisipasi
secara efektif dalam
keputusan manajemen
b. Stakeholder merasa bahwa Ada hasil survei/kajian/analisis
mereka cukup terwakili
dalam proses pengambilan
keputusan KK Perairan
TOTAL NILAI UNTUK OUTCOME(F) : 27 ATAU MENYESUAIKAN 16

82
Lampiran 3. Rangkuman Penilaian Efektifitas Kawasan C.A Mas Popaya Raja

Nilai yang Diperoleh Kemungkinan Kemungkinan Persentase


Nilai Total Nilai Total yang
disesuaikan
Nilai Total Konteks (A) 26 18 12,94
Nilai Total Perencanaan (B) 14 10 7,20
Nilai Total Input (C) 14 10 7,20
Nilai Total Proses (D) 25 15 10,79
Nilai Total Output € 33 22 15,82
Nilai Total Outcome (F) 27 16 11,51
Total 139 91 65.46%

83
Lampiran 4. Ancaman Kawasan Konservasi C.A Mas Popaya Raja

Silahkan contreng semua ancaman yang relevan :


Tinggi : Ancaman-ancaman yang memiliki nilai merusak yang serius;
Sedang : Ancaman yang memiliki dampak negatif;
Rendah : Ancaman yang ada tetapi tidak memiliki dampak serius;
N/A : Ancaman tidak ada atau tidak berlaku di kawasan konservasi
tersebut.

1. Pembangunan pemukiman dan komersial di dalam kawasan konservasi


Ancaman dari pemukiman manusia atau penggunaan lahan bukan pertanian
dengan dampak (footprint) yang substansial
Tinggi Sedang Rendah N/A Ancaman
√ 1. Perumahan dan pemukiman
√ 2. Kawasan komersil dan industri
√ 3. Infrastruktur wisata dan rekreasi

2. Budidaya Pertanian dan perikanan di dalam kawasan konservasi


Ancaman dari pertanian dan penggembalaan akibat perluasan dan intensifikasi
pertanian, termasuk silvikultur, marikultur, dan akuakultur
Tinggi Sedang Rendah N/A Ancaman
√ 1. Budidaya non kayu tahunan atau
sepanjang tahun
√ 2. Perkebunan kayu dan pulp
√ 3. Peternakan dan penggembalaan
√ 4. Akuakultur laut dan air tawar

3. Produksi energi dan pertambangan di dalam kawasan konservasi


Ancaman dari produksi sumber-sumber non-biologis
Tinggi Sedang Rendah N/A Ancaman
√ 1. Pengeboran minyak dan gas
√ 2. Pertambangan dan penggalian
√ 3. Pembangkit energi termasuk
bendungan untuk PLTA

84
4. Koridor transportasi dan jasa dalam kawasan konservasi
Ancaman dari koridor transportasi yang panjang dan lebar dan kendaraan yang
berjalan termasuk keterkaitan kematian satwa liar
Tinggi Sedang Rendah N/A Ancaman
√ 1. Jalan dan rel kereta (termasuk
satwa yang mati di jalanan)
√ 2. Jalur layanan dan jasa (cth. kabel
listrik dan telepon)
√ 3. Jalur dank anal perkapalan
√ 4. Jalur penerbangan

5. Penggunaan dan ancaman sumberdaya biologis di dalam kawasan


konservasi
Ancaman dari penggunaan konsumtif sumberdaya biologis “liar” termasuk
efek pemanenan yang disengaja maupun tidak disengaja; termasuk perburuan
atau pengendalian spesies tertentu (catatan: ini termasuk perburuan dan
pembunuhan satwa)
Tinggi Sedang Rendah N/A Ancaman
√ 1. Perburuan, pembunuhan, dan
pengumpulan satwa darat
(termasuk akibat konflik manusia
dan satwa liar)
√ 2. Pengumpulan tanaman darat atau
produk tanaman (bukan kayu)
√ 3. Pembalakan dan pemanenan kayu
√ 4. Pemancingan, pembunuhan dan
pemanenan sumberdaya air

6. Campur tangan atau gangguan manusia di dalam kawasan konservasi


Ancaman dari kegiatan manusia yang merubah, menghancurkan, atau
mengganggu habitat dan spesies yang diasosiasikan dengan penggunaan non-
konsumtif sumberdaya biologis

85
Tinggi Sedang Rendah N/A Ancaman
√ 1. Kegiatan rekreasi dan wisata
√ 2. Perang, kerusuhan sipil dan
latihan militer
√ 3. Penelitian, pendidikan dan
kegiatan terkait pekerjaan lain di
kawasan konservasi
√ 4. Kegiatan pengelola kawasan
konservasi (cth. pembuatan
bangunan atau penggunaan
kendaraan, pengairan buatan dan
bendungan)
√ 5. Vandalisme, kegiatan merusak
atau ancaman terhadap pegawai
atau pengunjung kawasan
konservasi

7. Modifikasi sistem alam


Ancaman dari kegiatan lain yang mengkonversi atau merusak habitat atau
merubah fungsi ekosistem
Tinggi Sedang Rendah N/A Ancaman
√ 1. Api dan penahan api (termasuk
pembakaran secara sengaja)
√ 2. Bendungan, modifikasi hidrologis
dan pengelolaan/ pemanfaatan air
√ 3. a. Peningkatan fragmentasi di
kawasan konservasi
b. Isolasi dari habitat alami
√ lain(cth. deforestasi,
bendungan tanpa jalur yang
efektif untuk mengakomodasi
keperluan satwa liar)
√ c. “Efek tepi” lain yang
berpengaruh terhadap nilai
kawasan konservasi
√ d. Kehilangan spesies kunci (cth.
predator puncak, penyerbuk,
dll)

86
8. Masalah spesies atau gen invasive dan bermasalah
Ancaman dari tanaman, satwa, pathogen/mikroba atau materi genetik darat
dan air baik asli maupun dari luar yang memiliki efek yang membahayakan
keanekaragaman hayati setelah pengenalan, penyebaran dan/atau peningkatan
populasi
Tinggi Sedang Rendah N/A Ancaman
√ 1. Tanaman invasif non-native/asing
(rerumputan)
√ a. Satwa invasif
non-native/asing
√ b. Patogen (non-native atau
native tetapi menimbulkan
masalah baru/meningkat
√ 2. Pengenalan materi genetic (cth.
organisme dengan genetik yang
dimodifikasi)

9. Polusi yang masuk atau muncul didalam kawasan konservasi


Ancaman dari pengenalan materi atau energi eksotik dan/atau berlebih dari
point dan non-point sources
Tinggi Sedang Rendah N/A Ancaman
√ 1. Saluran buangan rumah tangga/
saluran air limbah kota
√ a. Saluran pembuatan atau air
limbah dari fasilitas kawasan
konservasi (cth. toilet, hotel,
dll)
√ 2. Limbah dan buangan industri,
pertambangan dan militer (cth.
kualitas air yang buruk buangan
dari bendungan, cth suhu yang
tidak normal, deoksigenasi, polusi
lain)
√ 3. Pembuangan dari pertanian dan
kehutanan (cth. pupuk dan
pesisida yang berlebihan)
√ 4. Sampah dan sampah padat
√ 5. Polusi yang terbawa udara
6. Energi yang berlebih (cth. polusi
panas, lampu, etc)

87
10. Peristiwa geologis
Peristiwa geologis mungkin merupakan bagian dari rezim gangguan alami di
banyak ekosistem, tetapi peristiwa ini dapat menjadi ancaman jika suatu
spesies atau habitat menjadi rusak atau kehilangan kepentingan dan kerawanan
terhadap gangguan kapasitas manajemen untuk merespon beberapa perubahan
ini mungkin terbatas.
Tinggi Sedang Rendah N/A Ancaman
√ 1. Gunung berapi
√ 2. Gempa bumi
√ 3. Salju/tanah longsor
√ 4. Erosi dan pengendapan
garam/tanah (cth. perubahan di
pantai atau dasar sungai)

11. Perubahan iklim dan cuaca buruk


Ancaman dari perubahan iklim jangka panjang mungkin terkait dengan
perubahan iklim jangka panjang dan peristiwa iklim/ cuaca buruk lain diluar
variasi rentang alam
Tinggi Sedang Rendah N/A Ancaman
√ 1. Perubahan dan kerusakan habitat
√ 2. Kekeringan
√ 3. Suhu ekstrim
√ 4. Badai dan banjir

12. Ancaman budaya dan sosial spesifik


Tinggi Sedang Rendah N/A Ancaman
√ 1. Hilangnya kaitan budaya,
pengetahuan lokal dan/atau
praktik pengelolaan
√ 2. Penurunan alami nilai-nilai
penting situs budaya
√ 3. Kehancuran bangunan warisan
budaya, taman, situs, dll

88
Lampiran 5. Contoh kuesioner penelitian untuk informan (Penilaian
Keberlanjutan Kawasan Konservasi C.A Mas Popaya Raja)

89
90
91
92
93
Lampiran 6. Dokumentasi

Wawancara dengan informan


(Kepala Seksi Wilayah II Gorontalo BKSDA SULUT)

Observasi Habitat Bertelur Penyu Kawasan Konservasi C.A Mas Popaya Raja

Observasi Kondisi Penyu di Bak Penangkaran

94
Observasi Penangkaran Penyu (sarang semi alami) Observasi Kemiringan
Pantai

Wawancara dengan Masyarakat di Desa Dunu (Kawasan Sekitar


Cagar Alam Mas Popaya Raja Kabupaten Gorontalo Utara)

95
Lampiran 7. Surat Keterangan Telah Meneliti

96
97
1
1

Anda mungkin juga menyukai