Modul 4 KB 2-Dikonversi
Modul 4 KB 2-Dikonversi
Sub-Capaian Pembelajaran
Materi Pembelajaran
39
C. Teori Belajar Sosial
1. Konsep Belajar Menurut Teori Belajar Sosial
2. Aplikasi Teori Belajar Sosial terhadap Kegiatan Pembelajaran
URAIAN MATERI
40
Apa yang bapak/ibu ketahui tentang teori belajar humanistik?
41
dalam mewujudkan potensi-potensi yang ada dalam diri mereka. Jadi, teori
belajar humanistik adalah suatu teori dalam pembelajaran yang
mengedepankan bagaimana memanusiakan peserta didik agar mampu
secara mandiri mengembangkan potensi dirinya.
a. Carl R. Rogers
Carl Rogers dalam Hadis (2006: 71) kurang menaruh perhatian kepada
mekanisme proses belajar, tetapi lebih menaruh perhatian terhadap isi yang
dipelajarinya, sehingga belajar dipandang sebagai fungsi keseluruhan
pribadi. Menurutnya, belajar yang sebenarnya tidak dapat berlangsung bila
tidak ada keterlibatan intelektual maupun emosional peserta didik. Oleh
karena itu, menurut teori belajar humanisme bahwa motivasi belajar harus
bersumber pada diri peserta didik.
Roger membedakan dua ciri belajar, yaitu: (1) belajar yang bermakna dan
(2) belajar yang tidak bermakna. Belajar yang bermakna terjadi jika dalam
proses pembelajaran melibatkan aspek pikiran dan perasaan peserta didik,
sedangkan belajar yang tidak bermakna terjadi jika dalam proses
42
Menurut Roger, peranan guru dalam kegiatan belajar adalah sebagai
fasilitator yang berperan aktif dalam : (1) membantu menciptakan iklim
kelas yang kondusif agar peserta didik bersikap positif terhadap belajar, (2)
membantu peserta didik untuk memperjelas tujuan belajarnya dan
memberikan kebebasan kepada peserta didik untuk belajar, (3) membantu
peserta didik untuk memanfaatkan dorongan dan cita-cita mereka sebagai
kekuatan pendorong belajar, (4) menyediakan berbagai sumber belajar
kepada peserta didik, dan (5) menerima pertanyaan dan pendapat, serta
perasaan dari berbagai peserta didik sebagaimana adanya (Hadis, 2006: 72).
b. Arthur Combs
Comb mencurahkan banyak perhatian terhadap dunia pendidikan.
Meaning (makna atau arti) adalah konsep dasar yang sering digunakan dan
belajar terjadi bila mempunyai arti bagi individu. Guru tidak bisa
memaksakan materi yang tidak disukai atau tidak relevan dengan
kehidupan mereka. Ketidakberhasilan siswa pada mata pelajaran tertentu
bukan karena ia bodoh, tetapi karena ia terpaksa dan merasa tidak ada
alasan penting baginya harus mempelajarinya. Perilaku buruk itu tidak lain
adalah ketidakmampuan seseorang untuk melakukan sesuatu yang tidak
akan memberikan kepuasan baginya (Iskandar, 2009:107).
43
peserta didik memperoleh arti bagi pribadinya dari materi pelajaran
tersebut dan menghubungkannya dengan kehidupannya.
c. Abraham Maslow
Maslow mengemukakan bahwa individu berperilaku dalam upaya
untuk memenuhi kebutuhan yang bersifat hirarkis. Pada diri masing-
masing orang mempunyai berbagai perasaan takut seperti rasa takut untuk
berusaha atau berkembang, takut untuk mengambil kesempatan, takut
membahayakan apa yang sudah ia miliki dan sebagainya, tetapi di sisi lain
seseorang juga memiliki dorongan untuk lebih maju ke arah keutuhan,
keunikan diri, ke arah berfungsinya semua kemampuan, ke arah
kepercayaan diri menghadapi dunia luar dan pada saat itu juga ia dapat
menerima diri sendiri (self).
44
keselamatan. Setiap individu mempunyai kebutuhan akan rasa aman dan
keselamatan. 3) Kebutuhan untuk diterima dan dicintai. 4) Kebutuhan akan
penghargaan. 5) Kebutuhan akan aktualisasi diri. Setiap orang harus
berkembang sepenuh kemampuannya. Pemaparan tentang kebutuhan
psikologis untuk menumbuhkan, mengembangkan dan menggunakan
kemampuan disebut aktualisasi diri, dan merupakan salah satu aspek
penting teorinya tentang motivasi manusia. Kebutuhan untuk
mengungkapkan diri atau aktualisasi diri merupakan hierarki kebutuhan
dasar manusia yang paling tinggi dalam Maslow. Kebutuhan ini akan
muncul apabila kebutuhan-kebutuhan yang ada di bawahnya telah
terpuaskan dengan baik. Self Actualization menurut istilah Maslow ialah
pemenuhan dirinya sendiri dan realisasi dari potensi pribadi. Aktualisasi
diri didefinisikan sebagai “the desire to become everything that one is capable of
becoming” (keinginan untuk menjadi apa pun yang ingin dia lakukan)
(Djiwandono, 2004: 346).
Dengan kata lain, teori ini lebih tertarik pada ide belajar dalam
bentuknya yang paling ideal dari pada belajar seperti apa adanya, seperti
apa
45
yang bisa kita amati dalam dunia keseharian. Teori apapun dapat
dimanfaatkan asal tujuan untuk “memanusiakan manusia” (mencapai
aktualisasi diri dan sebagainya) dapat tercapai (Dakir, 1993:66)
http://ceipelenaquiroga.blogspot.co.id/2011/05/nos-vamos-al-instituto.html
Belajar teknis adalah tipe belajaragar seseorang dapat berinteraksi dengan lingkungan
alamnya secara benar. Belajar teknis membekali siswa dengan pengetahuan dan
keterampilan yang dibutuhkan untuk menguasai dan mengelola lingkungan alam
sekitarnya dengan baik. Oleh sebab itu, ilmu-ilmu alam atau sain amat dipentingkan
dalam belajar
teknis.
46
2. Belajar Praktis (practical learning)
Belajar praktis adalah tipe belajar agar seseorang dapat berinteraksi
dengan lingkungan sosialnya, yaitu dengan orang-orang di sekelilingnya
dengan baik. Kegiatan belajar ini lebih mengutamakan terjadinya
interaksi yang harmonis antar sesama manusia. Untuk itu bidang-bidang
ilmu yang berhubungan dengan sosiologi, komunikasi, psikologi,
antropologi, dan semacamnya, amat diperlukan.
47
b. Belajar akan cepat dan lebih bermakna bila bahan yang dipelajari relevan
dengan kebutuhan peserta didik;
c. Belajar dapat ditingkatkan dengan mengurangi ancaman dari luar;
d. Belajar secara partisipatif jauh lebih efektif daripada belajar secara pasif
dan orang belajar lebih banyak bila belajar atas pengarahan diri sendiri;
e. Belajar atas prakarsa sendiri yang melibatkan keseluruhan pribadi,
pikiran maupun perasaan akan lebih baik dan tahan lama; dan
f. Kebebasan, kreatifitas, dan kepercayaan diri dalam belajar dapat
ditingkatkan dengan evaluasi diri orang lain tidak begitu penting (Dakir,
1993: 64).
4. Aplikasi Teori Belajar Humanistik dalam Kegiatan Pembelajaran
Berdasarkan beberapa teori dari para ahli humanistik di atas, maka
dalam proses pembelajaran harus menggunakan pendekatan student centered,
yaitu pendekatan yang menjadikan siswa sebagai pusat pembelajaran,
artinya siswa sebagai objek dan sekaligus subjek dalam pembelajaran. Guru
berfungsi sebagai fasilitator dan motivator agar siswa mau belajar.
Mengusahakan partisipasi aktif siswa melalui kontrak belajar yang bersifat jelas,
jujur, dan positif;
Mendorong siswa untuk mengembangkan kesanggupan siswa untuk belajar atas
inisiatif sendiri;
Mendorongsiswauntukpekaberpikirkritis,memaknaiproses pembelajaran secara
mandiri;
Siswa diberi keleluasaan mengemukakan pendapat, memilih pilihannya sendiri,
melakukan apa yang diinginkan dan menanggung resiko dari
perilaku yang ditunjukkan;
48
f Guru menerima keadaan masing-masing siswa apa adanya; dengan tidak
memihak, memahami karakter pemikiran siswa, dan tidak menilai siswa
secara normatif belaka melainkan dengan cara memberikan 2 pandangan
dua sisi dalam hal moral dan etika berkomunikasi;
g Menawarkan kesempatan kepada siswa untuk maju (tampil);
49
di mana interpretasi tersebut terdiri dari pengetahuan dasar manusia secara
individual.
50
membuat motif mereka sendiri dengan menghubungkan pengetahuan baru
dengan motif tersebut.
Von Galserfeld (dalam Paul, S., 1996) mengemukakan bahwa ada beberapa
kemampuan yang diperlukan dalam proses mengkonstruksi pengetahuan,
yaitu;
1) kemampuan mengingat dan mengungkapkan kembali pengalaman, 2)
kemampuan membandingkan dan mengambil keputusan akan kesamaan dan
perbedaan, dan 3) kemampuan untuk lebih menyukai suatu pengalaman yang
satu dari pada lainnya.
51
pengalaman, dan jaringan struktur kognitif yang dimilikinya. Proses dan hasil
konstruksi pengetahuan yang telah dimiliki seseorang akan menjadi pembatas
konstruksi pengetahuan yang akan datang. Pengalaman akan fenomena yang
baru menjadi unsur penting dalam membentuk dan mengembangkan
pengetahuan. Keterbatasan pengalaman seseorang pada suatu hal juga akan
membatasi pengetahuannya akan hal tersebut. Pengetahuan yang telah dimiliki
orang tersebut akan membentuk suatu jaringan struktur kognitif dalam dirinya.
Peranan Siswa
52
bagi terjadinya belajar. Namun yang akhirnya paling menentukan terwujudnya
gejala belajar adalah niat belajar siswa sendiri. Dengan istilah lain, dapat
dikatakan bahwa pada hakekatnya kendali belajar sepenuhnya ada pada siswa.
https://tahjud69.blogspot.co.id/2016/12/teori-belajar-
konstruktivisme.html
53
a) Menumbuhkan kemandirian dengan menyediakan kesempatan untuk
mengambil keputusan dan bertindak;
b) Menumbuhkan kemampuan mengambil keputusan dan bertindak, dengan
meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan siswa;
c) Menyediakan sistem dukungan yang memberikan kemudahan belajar
agar siswa mempunyai peluang optimal untuk berlatih.
Sarana belajar. Pendekatan konstruktivistik menekankan bahwa peranan
utama dalam kegiatan belajar adalah aktifitas siswa dalam mengkonstruksi
pengetahuannya sendiri. Segala sesuatu seperti bahan, media, peralatan,
lingkungan, dan fasilitas lainnya disediakan untuk membantu pembentukan
tersebut. Siswa diberi kebebasan untuk mengungkapkan pendapat dan
pemikirannya tentang sesuatu yang dihadapinya. Dengan cara demikian, siswa
akan terbiasa dan terlatih untuk berpikir sendiri, memecahkan masalah yang
dihadapinya, mandiri, kritis, kreatif, dan mampu mempertanggungjawabkan
pemikirannya secara rasional.
Teori yang juga disebut sebagai teori konstruksi sosial ini menekankan
bahwa intelegensi manusia berasal dari masyarakat, lingkungan dan
budayanya. Teori ini juga menegaskan bahwa perolehan kognitif individu
terjadi pertama kali melalui interpersonal (interaksi dengan lingkungan sosial)
intrapersonal (internalisasi yang terjadi dalam diri sendiri).
54
Vygotsky berpendapat bahwa menggunakan alat berfikir akan
menyebabkan terjadinya perkembangan kognitif dalam diri seseorang. Yuliani
(2005: 44) Secara spesifik menyimpulkan bahwa kegunaan alat berfikir menurut
Vygotsky adalah :
3. Memperluas kemampuan
Melalui alat berpikir setiap individu mampu memperluas wawasan
berpikir dengan berbagai aktivitas untuk mencari dan menemukan
pengetahuan yang ada di sekitarnya.
55
memperbaiki aturan itu apabila tidak sesuai lagi”. Teori belajar
kokonstruktivistik ini menekankan bahwa perubahan kognitif hanya terjadi
jika konsepsi-konsepsi yang telah dipahami diolah melalui suatu proses
ketidakseimbangan dalam upaya memakai informasi-informasi baru. Teori
belajar kokonstruktivistik meliputi tiga konsep utama, yaitu:
Seperti yang dikutip oleh Yuliani (2005: 44) Vygotsky meyakini bahwa
kematangan merupakan prasyarat untuk kesempurnaan berfikir. Secara
spesifik, namun demikian ia tidak yakin bahwa kematangan yang terjadi
secara keseluruhan akan menentukan kematangan selanjutnya.
56
Zona Perkembangan Proksimal
57
kemampuan pemecahan masalah secara mandiri dan tingkat
perkembangan potensial yang didefinisikan sebagai kemampuan
pemecahan masalah di bawah bimbingan orang dewasa atau
melalui kerjasama dengan teman sejawat yang lebih mampu.
Zona Perkembangan Proksimal terdekat adalah ide bahwa siswa
belajar konsep paling baik apabila konsep itu berada pada zona
perkembangan terdekat mereka (Guruvalah). Sedangkan Marysia (2003)
dalam makalahnya menyatakan bahwa “ZPD merupakan suatu wilayah
aktifitas-aktifitas di mana individu dapat mengemudikan dengan kawan-
kawan sebaya, orang-orang dewasa, ataupun orang yang lebih ahli yang
memiliki kemampuan lebih”. Pandangan Vygotsky tentang interaksi
antara kawan sebaya dan percontohan adalah cara-cara penting untuk
memfasilitasi perkembangan kognitif individu dan kemahiran
pengetahuan.
Seorang anak yang masih dibantu memakai baju, sepatu dan kaos
kakinya ketika akan berangkat ke sekolah ketergantungan anak pada
orang tua dan pengasuhnya begitu besar, tetapi ia suka memperhatikan
cara kerja yang ditunjukkan orang dewasa
58
Anak mulai berkeinginan untuk mencoba memakai baju, sepatu dan
kaos kakinya sendiri tetapi masih sering keliru memakai sepatu antara
kiri dan kanan. Memakai baju pun masih membutuhkan waktu yang
lama karena keliru memasangkan kancing.
Tahap 4 : Tindakan anak spontan akan terus diulang-ulang hingga anak siap
untuk berfikir abstrak.
2. Mediasi
Mediasi merupakan tanda-tanda atau lambang-lambang yang
digunakan seseorang untuk memahami sesuatu di luar pemahamannya.
Ada dua jenis mediasi yang dapat mempengaruhi pembelajaran yaitu,
(1) tema mediasi semiotik di mana tanda-tanda atau lambang-lambang
yang digunakan seseorang untuk memahami sesuatu diluar
pemahamannya ini didapat dari hal yang belum ada di sekitar kita,
kemudian dibuat oleh orang yang lebih faham untuk membantu
mengkonstruksi pemikiran kita dan akhirnya kita menjadi faham
terhadap hal yang dimaksudkan;
59
scaffolding di mana tanda-tanda atau lambang-lambang yang digunakan
seseorang untuk memahami sesuatu di luar pemahamannya ini didapat
dari hal yang memang sudah ada di suatu lingkungan, kemudian orang
yang lebih faham tentang tanda-tanda atau lambang-lambang tersebut
akan membantu menjelaskan kepada orang yang belum paham sehingga
menjadi paham terhadap hal yang dimaksudkan.
60
d) Anak diberikan kesempatan yang luas untuk mengintegrasikan
pengetahuan deklaratif yang telah dipelajarinya dengan pengetahuan
prosedural untuk melakukan tugas-tugas dan memecahkan masalah
e) Proses Belajar dan pembelajaran tidak sekedar bersifat transferal
tetapi lebih merupakan ko-konstruksi
Dalam teori belajar kokonstruktivistik ini, pengetahuan yang
dimiliki seseorang berasal dari sumber-sumber sosial yang terdapat di
luar dirinya. Untuk mengkonstruksi pengetahuan, diperlukan peranan
aktif dari orang tersebut. Pengetahuan dan kemampuan tidak datang
dengan sendirinya, namun harus diusahakan dan dipengaruhi oleh
orang lain. Prinsip-prinsip utama teori belajar kokonstruktivistik yang
banyak digunakan dalam pendidikan menurut Guruvalah :
61
budaya di mana pengetahuan didiseminasikan dan diterapkan. Melalui
aktivitas, interaksi sosial, tersebut penciptaan makna terjadi.
62
C. Teori Belajar Sosial
1. Konsep Belajar Menurut Teori Belajar Sosial
Teori belajar sosial merupakan perluasan dari teori belajar perilaku
yang tradisional (behavioristik) yang dikembangkan oleh Albert Bandura
(1986). Teori ini menerima sebagian besar dari prinsip-prinsip teori-teori
belajar perilaku, tetapi memberi lebih banyak penekanan pada efek-efek
dari isyarat-isyarat pada perilaku, dan pada proses-proses mental internal.
Asumsi awal yang memberi isi sudut pandang teoretis Bandura dalam
teori pembelajaran sosial adalah: (1) Pembelajaran pada hakikatnya
berlangsung melalui proses peniruan (imitation) atau pemodelan (modeling);
(2) Dalam proses imitation atau modeling tersebut, individu dipahami sebagai
pihak yang memainkan peran aktif dalam menentukan perilaku mana yang
hendak ditiru dan bagaimana frekuensi serta intensitas peniruan yang
hendak dijalankannya; (3) Imitation atau modeling adalah jenis pembelajaran
perilaku tertentu yang dilakukan tanpa harus melalui pengalaman langsung;
(4) Dalam Imitation atau modeling terjadi penguatan tidak langsung pada
perilaku tertentu yang sama efektifnya dengan penguatan langsung untuk
memfasilitasi dan menghasilkan peniruan. Individu dalam penguatan tidak
langsung perlu menyumbangkan komponen kognitif tertentu (seperti
kemampuan mengingat dan mengulang) pada pelaksanaan proses peniruan;
dan (5) Mediasi internal sangat penting dalam pembelajaran, karena saat
terjadi adanya masukan inderawi yang menjadi dasar pembelajaran dan
63
perilaku dihasilkan, terdapat operasi internal yang mempengaruhi hasil
akhirnya.
64
Modeling melibatkan proses-proses kognitif, jadi tidak hanya meniru, tetapi
menyesuaikan diri dengan tindakan orang lain dengan representasi
informasi secara simbolis dan menyimpannya untuk digunakan di masa
depan. (3) Karakteristik modeling sangat penting. Manusia lebih menyukai
model yang statusnya lebih tinggi daripada sebaliknya, pribadi yang
berkompeten daripada yang tidak kompeten dan pribadi yang kuat daripada
yang lemah. Artinya konsekuensi dari perilaku yang dimodelkan dapat
memberikan efek bagi pengamatnya. (4) Manusia bertindak berdasarkan
kesadaran tertentu mengenai apa yang bisa ditiru dan apa yang tidak bisa.
a. Guru harus menampilkan contoh perilaku yang baik dan yang buruk dari
tokoh-tokoh yang dikenal oleh siswa, misalnya dengan menampilkan para
sahabat nabi atau orang-orang terkenal yang memiliki pengalaman untuk
ditiru dalam hidupnya;
65
b. Dalam menentukan model, karakteristik model perlu diperhatikan karena
akan mempengaruhi efektif tidaknya modeling itu untuk siswa. Pilih
model yang memiliki kelebihan atau kekuatan di atas yang lain, sehingga
siswa dapat menentukan apakah perbuatan atau pengalamannya perlu
ditiru atau tidak;
c. Observasi adalah kegiatan pembelajaran yang paling utama dilakukan
oleh siswa, sehingga penggunaan media pembelajaran yang bisa
merangsang inderawi siswa untuk mengamati secara maksimal menjadi
penting untuk diperhatikan;
d. Mengamati perilaku orang lain lebih penting, dibandingkan dengan
mengalami sendiri, karena siswa akan lebih mudah mempelajari
konsekuensi-konsekuensi dari pengalaman orang dibandingkan dengan
konsekuensi-konsekuensi yang dialami sendiri;
e. Reinforcement bukanlah syarat yang utama untuk terjadinya proses
pembelajaran, karena yang paling penting adalah mengamati model-
model yang harus terus menerus diperkuat
66
TINDAK LANJUT BELAJAR
67