Kehamilan ektopik umumnya terjadi akibat kerusakan pada tuba falopi. Kerusakan ini
membuat tuba falopi menyempit atau tersumbat sehingga pergerakan sel telur ke rahim
terhambat.
Beberapa kondisi yang dapat menimbulkan kerusakan pada tuba falopi adalah:
Endometriosis
Penyakit radang panggul
Gangguan keseimbangan hormon
Kelainan bawaan lahir pada tuba falopi
Terbentuknya jaringan parut akibat prosedur medis pada kandungan
Kehamilan ektopik dapat dialami oleh setiap wanita yang aktif secara seksual. Namun, ada
faktor-faktor yang dapat meningkatkan risiko terjadinya kehamilan ektopik, yaitu:
Kehamilan ektopik cenderung tidak menunjukkan gejala pada tahap awal. Tanda awal
kehamilan ektopik serupa dengan kehamilan biasa, seperti mual, payudara mengeras, dan
menstruasi terhenti.
Sedangkan pada tahap lanjut, penderita kehamilan ektopik umumnya mengalami nyeri perut
dan perdarahan dari vagina. Gejala-gejala tersebut akan terasa makin parah seiring waktu.
Terkadang, gejala nyeri perut akibat kehamilan ektopik juga hampir sama dengan gejala usus
buntu.
Segera periksakan diri ke dokter bila Anda mengalami gejala di atas, terutama bila Anda
mengetahui sedang hamil tetapi masih menggunakan alat kontrasepsi. Anda juga dianjurkan
untuk segera memeriksakan diri bila mengalami sejumlah keluhan berikut:
Dokter akan terlebih dahulu melakukan tanya jawab, terutama terkait hari pertama haid
terakhir pasien. Setelah itu, dokter akan melakukan pemeriksaan berikut:
Perlu diketahui bahwa janin pada kehamilan ektopik tidak dapat berkembang dengan normal.
Kondisi ini bisa mengancam jiwa ibu hamil dan harus segera ditangani.
Tergantung pada perkembangan kehamilan dan lokasi menempelnya sel telur, dokter dapat
menangani kehamilan ektopik dengan obat-obatan atau operasi. Berikut adalah
penjelasannya:
Obat suntik
Suntik methotrexate dapat diberikan untuk menghentikan kehamilan ektopik tahap awal.
Setelah pemberian suntikan, dokter akan memantau kadar hormon hCG dalam darah tiap 2–3
hari hingga kadarnya menurun. Menurunnya kadar hCG menandakan kehamilan sudah tidak
lagi berkembang.
Operasi laparoskopi
Kehamilan ektopik bisa merusak tuba falopi dan jaringan sekitarnya. Jika salah satu atau
kedua tuba falopi rusak, dokter akan melakukan operasi laparoskopi untuk mengangkat tupa
falopi tersebut.
Namun, bila memungkinkan, bagian tuba falopi tersebut cukup diperbaiki tanpa harus
diangkat. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan peluang hamil di kemudian hari.
Operasi laparotomi
Pada pasien kehamilan ektopik yang mengalami perdarahan berat, dokter akan melakukan
tindakan darurat berupa operasi laparotomi. Operasi ini dilakukan dengan membuat sayatan
besar di perut sebagai jalan untuk mengangkat janin dan memperbaiki tuba falopi yang pecah.
Setelah pengobatan, dokter akan menyarankan pasien memberi jeda waktu 3 bulan sebelum
merencanakan kehamilan berikutnya. Tujuannya adalah agar rahim pulih sempurna dan
mengurangi risiko kehamilan ektopik terjadi lagi.
Meskipun singkat, kehamilan bisa membangun ikatan batin yang kuat antara orang tua dan
calon anaknya. Oleh sebab itu, kehamilan yang gagal dapat menimbulkan rasa sedih yang
teramat dalam. Kondisi ini bisa menimbulkan tekanan mental untuk waktu yang lama.
Oleh sebab itu, orang tua yang kehilangan bayinya akibat kehamilan ektopik dapat saling
berbagi cerita dengan saudara, teman, atau orang dengan pengalaman yang sama. Jika cara
tersebut tidak membantu, orang tua bisa berkonsultasi lebih lanjut dengan psikolog atau
psikiater.
Kehamilan ektopik dapat menyebabkan pecahnya tuba falopi. Kondisi ini berisiko
menimbulkan komplikasi berupa perdarahan berat, syok, bahkan kematian.
Tidak ada cara untuk mencegah kehamilan ektopik. Meski demikian, ada upaya yang bisa
dilakukan untuk menurunkan risiko terjadinya hamil di luar kandungan pada kehamilan
berikutnya, antara lain:
Berhenti merokok
Menjaga berat badan ideal
Menghindari perilaku yang meningkatkan risiko terkena penyakit menular seksual
Menjalani pemeriksaan kesehatan kandungan secara rutin