Ringkasan Hukum Dan Profesi Hukum
Ringkasan Hukum Dan Profesi Hukum
Sociology of
Law. Penguin Books.
Dijelaskan dalam buku ini bahwa, peradilan hanya dapat dioperasikan melalui
pengacara, yang kemudian pengacara juga harus dibayar untuk layanannya tersebut. Hal
ini kemudian menjadi sebuah masalah karenak jasa pengacara terlatih cenderung
memiliki harga layanan yang berada di luar kemampuan sebagian besar individu,
Selain itu, lembaga-lembaga hukum di Amerika Serikat cenderung tidak memiliki
reorganisasi atau penyederhanaan, kecuali ada perubahan total dari keseluruhan
struktur dapat sepenuhnya menghilangkan kebutuhan akan pengacara. Reginald Heber
Smith kemudian mengusulkan sebuah solusi dengan menyatakan bahwa harus ada
perluasan organisasi dalam proses bantuan hukum. Smith melihat bahwa terdapat
perbedaan ketersediaan dan kualitas perwakilan hukum antar kelas sosial.
Karena orang miskin cenderung tidak memiliki jenis properti atau kepentingan
bisnis yang memerlukan layanan hukum, mereka secara alami kurang membutuhkan
perwakilan hukum. Dasar dari argumen ini tidak masuk akal. Pertama, perbedaan tarif
pembuatan surat wasiat, surat kontrak, dan lain-lain tidak selalu mewakili kebutuhan
yang berbeda dalam
layanan hukum. Beberapa pihak yang menganggap bahwa orang kelas bawah jarang
terlibat dalam permasalahan hukum biasanya mendefinisikan konsep “properti” secara
sempit. Masyarakat kelas bawah jarang terlibat dalam transaksi properti seperti
masyarakat kelas atas yaitu ‘traditional properties’ misalnya sebuah perumahan
mewah. Traditional properties, bagaimanapun, tidak memenuhi kepentingan ekonomi
utama orang miskin. Hak kerja, jaminan kesehatan, dan dana pensiun cenderung
menjadi ciri khas kepentingan ekonomi yang harus dipenuhi oleh masyarakat miskin.
Seringkali properti yang menjadi kepentingan orang miskin tidak diberikan
perlindungan. Tidak diberikannya pengakuan dan perlindungan properti disebabkan
karena tidak terpenuhinya hak hukum orang miskin. Charles Reich berpendapat bahwa
untuk menjamin martabat individu, seluruh jenis properti (mencakup kepentingan orang
miskin) harus diakui sebagai hak milik dan dilindungi.
Terdapat persepsi bahwa orang miskin tidak mampu memahami permasalahan yang
sedang ia alami karena adanya pendapat bahwa masalah yang sering mereka alami
hanya berfokus pada isu sosial atau psikologi. Masyarakat khususnya orang kalangan
bawah dengan demikian dilihat sebagai objek yang harus ditransformasi melalui proses
manipulasi oleh para ahli sosial atau psikiatri. Kelompok ahli seperti pekerja sosial dan
psikiatri dianggap sebagai
pihak yang dianggap memahami permasalahan yang dihadapi permasalahan
masyarakat/orang miskin. Para ahli seringkali menetukan apa yang menurutnya baik
bagi klien (orang kalangan bawah) sehingga mereka berperan sebagai otoritas
administrator yang memiliki power dalam mengendalikan pemberian layanan bantuan.
Keadaan sulit yang dialami orang miskin menunjukan minimnya akses untuk
berpartisipasi dalam proses hukum dan penentuan kebijakan pemerintah. Fungsi
pengacara disini pada dasarnya adalah menyampaikan keluhan dari kliennya sehingga
ia mendapatkan pemulihan dengan mengkomunikasikan secara efektif dan benar
kepada pihak yang memiliki kuasa untuk melakukan perbaikan. Dalam melayani
masyarakat kalangan bawah, pengacara tidak boleh memberikan penilain terhadap
permasalahan yang dialami kliennya. Hal ini diharapkan agar keluhan dari masyarakat
dapat disampaikan secara efektif dan benar pada saat proses pengadilan.
2. There are Adequate Substitute for Private Legal Representation
Perbedaan kelas yang ada dalam perwakilan hukum juga telah ditetapkan
dengan alasan bahwa orang miskin diberikan pengganti yang memadai untuk
pengacara swasta dalam bentuk bantuan hukum, penasehat hukum, pembela umum,
dan pengadilan khusus yang telah sengaja dirancang untuk meniadakan kebutuhan dari
nasihat. Di satu sisi, pemberian bantuan hukum tersebut perlu diberikan pujian. Namun
di sisi lain meskipun ada bukti nyata dari kerja mereka, namun bantuan hukum sangat
terhambat baik dalam memenuhi potensi kebutuhan yang besar akan perwakilan hukum
maupun dalam menangani kasus-kasus yang sebenarnya ditangani.
Hampir semua hakim Italia merupakan anggota dari asosiasi profesional, yaitu
Associazione nazionale magistrati sampai dengan tahun 1961. Dalam lembaga tereebut,
perselisihan yang muncul dapat memunculkan adanya Unione del magistrati. Namun,
sistem Italia dihadapkan pada perubahan cepat yang meningkatnya kelompok hakim
muda membawa sikap baru terhadap nilai-nilai profesional. Di sini, perubahan sosial
dapat mengakibatkan
konflik ideologi yang mana hal ini merupakan permasalahan dalam sebuah organisasi.
Perubahan sosial dan hadirnya pada pengacara muda dengan pemikiran yang berbeda
mengancam nilai-nilai profesional dalam lembaga hukum. Unione del magistrate
cenderung memiliki pemikiran yang konservatif menolak inovasi dan menganggap
dirinya pembela ortodoks.
Setelah tahun 1948, para hakim menerapkan sistem nilai mereka dalam dua
cara, yaitu, digunakan sebagai kerangka untuk mengevaluasi peristiwa-peristiwa
eksternal dengan cara penilaian yang konstan, dan, para hakim mencoba mewujudkan
sistem nilai mereka ke tindakan kolektif dalam upaya mengubah keadaan peradilan dan
mewujudkan attuazione costitus onale.
C. Dahrendorf
Masyarakat Jerman secara keseluruhan tidak pernah memiliki kelas atas yang
dapat diidentifikasi dan cukup homogen. Sejarah Jerman sejak berdirinya Kekaisaran
pada tahun 1971 sebenarnya dapat digambarkan sebagai proses dekomposisi dan
pemindahan aristokrasi Prusia dlama dari pelayan jahat, tentara, Junker, dan diplomat.
Pemindahan kaum elite ini pada dekade-dekade setelah tahun 1871 tidak secepat dan
tidak selengkap proses serupa di Inggris setengah abad sebelumnya. Kondisi historis
dapat ditentukan dimana kelas atas suatu masyarakat cenderung ke arah tipe mapan
atau abstrak. Sebagian masyarakat besar telah dilatih di fakultas hukum di universitas-
universitas Jerman. Ada beberapa bukti untuk mendukung pernyataan ini yaitu:
A. Anggota Kabinet: belajar tentang Eksekutif Jerman 1890-1933
Knight melaporkan 40-7 persen dari semua anggota Kabinet kekaisaran antara
tahun 1890 dan 1913 berasal dari ‘penduduk non politik’ yang dapat digolongkan
sebagai B. Pegawai Negeri Sipil Tertinggi
Tidak diperlukan analisis statistik yang terperinci dari kelompok ini, karena
gelar sarjana hukum adalah syarat untuk masuk ke sebagian besar posisi di
pegawai negeri yang lebih tinggi di Jerman.
C. Anggota Parlemen
Ada sedikit perbedaan antara proporsi anggota parlemen yang terlatih secara
hukum di Jerman dan sejumlah negara lain. Proporsinya dalam 7 persen di
Jerman, 13 persen di Prancis, 19 persen di Inggris, 26 persen di Italia tetapi 56
persen di Dewan Perwakilan Amerika Serikat, dan sebanyak 68 persen di Senat
tersebut. Dari 114 pengacara di
Bundestag Jerman Barat keempat, tujuh hakim atau jaksa penuntut umum,
empat puluh empat pengacara, dua puluh satu pegawai negeri yang lebih tinggi,
dan sisanya dalam berbagai pekerjaan politik dan bisnis. Proporsi anggota
pengacara tertinggi di FDP (Partai Demokrasi Bebas), dua puluh satu dari enam
puluh tujuh anggota diantaranya adalah pengacara, dan terendah di partai
parlemen sosial demokrat dengan hanya 14
persen (dua puluh delapan dari 203) anggota.
Pada tahun 1954, H. Hartmann telah melakukan studi mengenai pendidikan dan
menyatakan 2.018 pengusaha dan manajer tingkat atas di Jerman yang memiliki
gelar universitas, dimana 36 persen diantaranya telah merekayasa gelar tersebut
dari universitas. Dengan data tersebut, Hartmann menyimpulkan bahwa
analisisnya memperlihatkan bahwa lulusan dari fakultas hukum memiliki
kesempatan yang lebih besar untuk dinaikkan pangkatnya ke posisi manajer
teratas pada usia yang lebih relatif muda dibandingkan lulus di bidang lainnya.
E. Kedudukan elit lainnya
A. Rueschemeyer
Sebagian teori saat ini merupakan teori fungsionalis yang menekankan posisi
dan fungsi dalam masyarakat, yaitu profesi dan nilai sentral masyarakat. Profesi sendiri
dipahami sebagai pekerjaan pelayanan yang menerapkan tubuh sistematis pengetahuan
untuk masalah yang sangat relevan dengan nilai-nilai sentral masyarakat. Tingkat
kompetensi yang mereka pelajari justru menciptakan masalah khusus dalam kontrol
sosial, dimana orang awam tidak dapat menilai secara profesional. Dalam banyak kasus
mereka bahkan tidak dapat menetapkan tujuan konkret untuk pekerjaan secara
profesional. Hal ini berarti bahwa dua bentuk paling umum dari kontrol sosial yang
bekerja dalam masyarakat industri, pengawasan birokrasi berdasarkan posisi formal
dan penilaian oleh pelanggan hanya dapat diterapkan secara terbatas. Proses dirancang
untuk membangun kompetensi teknis yang diperlukan dan untuk menetapkan
komitmen yang kuat terhadap nilai-nilai dan norma-norma berpusat pada tugas-tugas
profesional. Nilai dan norma tersebut selanjutnya dilembagakan dalam struktur dan
budaya profesi. Kontrol diri individu juga sangat dibutuhkan, oleh karena itu dapat
diperkuat oleh kontrol formal dan informal dari komunitas.
Pada dasarnya sebelumnya telah sepakat pada definisi substantif kesehatan dan
tentang pentingnya kesehatan dibandingkan dengan yang lain. Situasinya jauh lebih
kompleks untuk profesi hukum dimana hakim seperti kesehatan menempati peringkat
tinggi dalam hierarki nilai sosial. Namun, dalam definisi substantif tentang keadilan,
ada ambiguitas yang cukup besar dan perbedaan yang luas serta bidang-bidang yang
dipahami dengan jelas dan sebagian besar disepakati. Konsep keadilan yang berbeda
ini tidak identik dengan kepentingan yang berbeda. Kepentingan yang berdiri di antara
konsep keadilan tertentu mungkin atau mungkin tidak mengklaim konsep keadilan
yang berbeda, dan ambiguitas yang lazim memungkinkan adanya
perbedaan bayangan di antara keduanya. Kepentingan yang berbeda membuat
perbedaan kedua antara profesi hukum dan medis yang relevan di sini. Meskipun
kepentingan klien pengacara mungkin bertentangan dengan apa yang dianggap adil
oleh pengacara, sangat jarang kepentingan pasien bertentangan dengan pencapaian
kesehatan.
Hubungan pengacara dengan klien berbeda berdasarkan kelas atau etnis,
berdasarkan beberapa hal, yaitu hubungan posisi kelas dengan jenis persoalan hukum
yang dihadapi, tidak semua pengacara dipercaya oleh klien sebab pertimbangan,
orientasi nilai, dan kompetensi praktis, kompetensi non-legal/ kelas. Hubungan dengan
kelas atau etnis tertentu memberikan dampak besar pada pengacara. Kelas atau
kelompok tertentu memiliki kekuatan untuk menekan pengacara. Klien daripada
pengacara cenderung merupakan individu yang memiliki kekuasaan.
Faktor diatas menyebabkan muncul stratifikasi internal dalam profesi pengacara
dan meningkatkan risiko untuk menyimpang dari cara tradisional dan etika profesional.
Hal tersebut kemudian berpengaruh pada kurangnya kohesi dan identifikasi kolektif
pengacara menyebabkan minimnya kontrol sosial sebagai penegak hukum. Perlu
diingat juga bahwa setiap masyarakat memiliki intensitas konflik, kepentingan, dan
diferensiasi subkultur masing
masing, konsensus terhadap substansi sistem legal dipengaruhi oleh perubahan sosial
dan dampak dari konsepsi keadilan dan konflik kepentingan, tradisi politis dan kultural
dalam menghadapi konflik dan disensus sosial berbeda-beda tiap masyarakat, dan
kompetensi antar masyarakat umum dan praktisi hukum bergantung pada kompetensi
relatif dari praktisi hukum dan keterampilan non-legal mereka.
Ciri khas dari profesi hukum yang disajikan di sini tidak terbatas pada Amerika
Serikat dan sistem hukum, ekonomi, dan politiknya. Insiden dan implikasinya sangat
bervariasi, menurut Vaiterént kondisi sosial :
1) Masyarakat berbeda dalam insiden dan intensitas minat yang saling bertentangan
dan dalam diferensiasi subkultural.
2) Perubahan sosial yang radikal membutuhkan inovasi yang kompleks dalam
sistem liberal. Area konsensus substantif berkurang dan sistem norma hukum
mungkin lebih tunduk pada dampak konflik kepentingan dan kepentingan yang
saling bertentangan daripada penawaran hukum yang sudah mapan yang
memenuhi lebih atau kurang masalah hukum standar. Profesi atau bagian
penting darinya lebih tunduk pada tekanan yang berbeda, sementara titik
referensi budaya pada saat yang sama paling ambigu
3) Tradisi budaya dan politik berbeda dalam menangani konflik sosial dan
perbedaan nilai. Jika misalnya kita membandingkan secara skema definisi
budaya yang dominan di
Prusia abad ke-19 dan konsepsi keadilan dan kesejahteraan umum abad ke-19
sebagaimana ditentukan oleh solusi apriori yang akan ditemukan dan
dirumuskan oleh para ahli dan tingkat toleransi yang agak rendah terhadap
konflik dan perbedaan pendapat dan di sisi lain sebuah konsepsi keadilan dan
kebaikan bersama sebagaimana yang telah ditentukan oleh perselisihan dan
kompromi yang teratur dan tingkat toleransi yang agak tinggi terhadap konflik
dan perbedaan pendapat.
4) Gap kompetensi antara orang awam dan pengacara bergantung pada kompetensi
hukum relatif dari pengacara dan berbagai mitra peran mereka serta pada
pentingnya