Anda di halaman 1dari 42

A.

Latar Belakang

Dalam sebuah negara hukum, pendampingan hukum dan bantuan hukum

menjadi unsur yang sangat dibutuhkan masyarakat. Selain itu, bantuan hukum

juga merupakan hak konstitusional bagi setiap warga negara yang telah dijamin

oleh Undang-Undang. Sebagaimana tertuang dalam Pasal 28D UUD 1945 sebagai

dasar adanya prinsip equality before the law. Sejalan dengan ketentuan tersebut

tidak hanya warga negara mampu saja yang dapat mengakses kepentingannya di

depan hukum, tetapi orang yang tidak mampu juga berhak atas bantuan hukum

sebagaimana telah dijamin dengan terbitnya Undang-Undang Nomor 16 Tahun

2011 tentang Bantuan Hukum.

Indonesia sebagai negara hukum menjamin kesetaraan bagi warga

negaranya di hadapan hukum dan konstitusi. Sila kedua Pancasila “kemanusiaan

yang adil dan beradab” dan sila kelima Pancasila “keadilan sosial bagi seluruh

rakyat Indonesia” mengakui dan menghormati hak warga negara Indonesia untuk

keadilan ini. UUD 1945 menegaskan bahwa setiap orang berhak atas pengakuan,

jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama

didepan hukum dan setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang

sama dalam pemerintahan.

Pendampingan hukum (legal representation) kepada setiap orang tanpa

diskriminasi merupakan perwujudan dari perlindungan dan perlakuan yang sama

di hadapan hukum yang secara tegas dijamin konstitusi tersebut. Tanpa adanya

pendampingan hukum maka kesetaraan di hadapan hukum sebagaimana

diamanatkan konstitusi dan nilai-nilai universal hak asasi manusia tersebut tidak
akan pernah terpenuhi. Bantuan hukum adalah media bagi warga negara yang

tidak mampu untuk dapat mengakses terhadap kebutuhan akan keadilan sebagai

manifestasi jaminan hak-haknya secara konstitusional. Masalah bantuan hukum

meliputi masalah hak warga negara secara konstitusional yang tidak mampu,

masalah pemberdayaan warga negara yang tidak mampu dalam akses terhadap

keadilan, dan masalah hukum faktual yang dialami warga negara yang tidak

mampu menghadapi kekuatan negara secara struktural.

Bantuan hukum bagi rakyat miskin merupakan bagian dari sistem

penegakan hukum nasional dan merupakan hak yang dijamin oleh konstitusi.

Namun praktiknya terasa sulit, terdapat kontradiksi antara Undang-Undang

Nomor 11 Tahun 2016 dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003. Dalam

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 kewajiban untuk memberikan bantuan

hukum terletak pada organisasi bantuan hukum (OBH) yang telah terakreditasi,

bukan advokat sebagai individu sebagaimana ketentuan Pasal 22 (1) Undang-

Undang nomor 18 Tahun 2003 Tentang Advokat.

Fakta dilapangan, memperlihatkan bahwa pemberian bantuan hukum ini

masih belum terlaksana seperti bagaimana seharusnya, karena banyak

advokat/OBH yang mengenakan tarif/bayaran kepada orang yang dibelanya,

pergeseran ideologi advokat dari Oficcium Nobile ke komersialisasi perkara pun

akhirnya terjadi. Atas dasar peristiwa ini dan masih banyak lagi alasan lainnya,

karena itu mengapa kehadiran paralegal selaku pemberi bantuan hukum yang

memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma sangat dibutuhkan dan sangat

membantu sekali bagi masyarakat miskin yang membutuhkan bantuan hukum.


Paralegal dalam memberikan bantuan hukum merupakan bagian dari

sistem penegakan hukum sebagaimana di katakan oleh Mulyana W. Kusumah

tentang legalitas Paralegal ini adalah:

“Paralegal menjadi perantara atau bertindak sebagai perantara antara masyarakat

yang mempunyai suatu masalah yang memerlukan bantuan Paralegal. Akan tetapi

juga dalam hubungannya dengan kegiatan seperti advokasi yang lebih luas,

eksistensi Paralegal tidak dikukuhkan oleh sebuah legitimasi formal akan tetapi

melalui legitimasi sosial.”1

Namun eksistensi paralegal kemudian mengalami dinamika ketika

sekelompok advokat melakukan uji materi terhadap diktum Pasal 11 dan Pasal 12

Permenkumham No 01 Tahun 2018 tentang Paralegal. 2 Hasilnya melalui putusan

Mahkamah Agung No.22 P/HUM/2018 yang dalam diktumnya menyatakan

bahwa paralegal dalam pemberian bantuan hukum bertentangan dengan peraturan

perundang-undangan yang lebih tinggi dan karenanya tidak berlaku umum. Selain

itu Mahkamah Agung juga memerintahkan kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi

Manusia Republik Indonesia untuk mencabut Pasal 11 dan Pasal 12

Permenkumham tersebut.3 Untuk merespon kekosongan hukum tersebut, pada 29

Januari 2021 pemerintah melalui Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia

telah menerbitkan Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 3 Tahun 2021

Tentang Paralegal.

1
Apriski Wijaya, “KEDUDUKAN PARALEGAL DALAM SISTEM PENEGAKAN HUKUM DI INDONESIA” (other, IAIN
Bengkulu, 2019), accessed July 3, 2023, http://repository.iainbengkulu.ac.id/6051/.
2
Lukman Santoso, Taktis Pendampingan Hukum Dari Layanan Administrasi Hingga (Q Media, 2021). Hal 4
3
Ibid.
Dalam Pemberian Bantuan Hukum. PerMen ini diundangkan untuk

menggantikan Permenkumham No 1 Tahun 2018. Dalam Pasal 1 angka 5

Permenkumham tersebut kemudian terdapat perubahan definisi paralegal, “yaitu

setiap orang yang berasal dari komunitas, masyarakat, atau Pemberi Bantuan

Hukum yang telah mengikuti pelatihan Paralegal, tidak berprofesi sebagai

advokat, dan tidak secara mandiri mendampingi Penerima Bantuan Hukum di

pengadilan.”4

Meski memberi angin segar bagi paralegal sehingga meningkatkan

jangkauan pemberian bantuan hukum kepada masyarakat kurang mampu dan

marginal, nyatanya PerMen ini kembali menimbulkan pro kontra. Bagi yang pro,

PerMen ini dapat meningkatkan kompetensi paralegal agar semakin profesional.

Namun bagi yang kontra kedudukan paralegal dapat dianggap mengancam profesi

advokat.5 Sejumlah kalangan juga mempermasalahkan terkait adanya standarisasi

yang diberikan kepada paralegal dengan diaturnya ketentuan mengenai standar

kompetensi paralegal. Dengan diaturnya ketentuan terkait dengan pengakuan

kompetensi serta prosedur mendapatkan pengakuan tersebut seperti pisau bermata

dua. Pada satu sisi dapat menghambat kinerja dari paralegal karena harus

memiliki standar pada sisi lain hal ini baik karena demi menjaga kualitas paralegal

yang juga dapat mempersulit proses rekrutmen paralegal. Seperti yang diketahui

bahwa saat ini semakin banyak dibutuhkan paralegal yang juga dapat membantu

pemberi bantuan hukum dalam melakukan pemberian bantuan hukum kepada

4
Ibid. hlm.52
5
Ibid. hlm.5
masyarakat, sehingga dengan dicantumkannya ketentuan tersebut akan

memperlambat kehadiran paralegal.

B. Identifikasi Masalah

Adapun untuk identifikasi masalah skripsi ini, antara lain;

1. Bagaimana gambaran umum mengenai pendampingan dan bantuan hukum

bagi masyarakat miskin di Indonesia.

2. Apa peran paralegal dalam memberikan pendampingan dan bantuan

hukum kepada masyarakat miskin.

3. Bagaimana legalitas profesi paralegal dalam konteks pendampingan dan

bantuan hukum bagi masyarakat miskin.

4. Apakah regulasi yang ada telah memberikan kejelasan mengenai legalitas

paralegal dalam memberikan pendampingan dan bantuan hukum kepada

masyarakat miskin.

5. Apa saja kendala dan tantangan yang dihadapi paralegal dalam

memberikan pendampingan dan bantuan hukum kepada masyarakat

miskin.

6. Bagaimana dampak legalitas paralegal terhadap akses terhadap keadilan

hukum bagi masyarakat miskin.

7. Apa upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan legalitas paralegal

dalam pendampingan dan bantuan hukum bagi masyarakat miskin.


Atas dasar pemikiran yang telah dipaparkan diatas, maka penulis tertarik

untuk meneliti dan membahas permasalahan tersebut dan mengungkapkannya ke

dalam sebuah skripsi dengan Judul: “Legalitas Paralegal Dalam Pendampingan

dan bantuan Hukum bagi Masyarakat Miskin”

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah di uraikan diatas, maka

permasalahan yang akan diidentifikasikan diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana legalitas paralegal dalam konteks pendampingan dan

bantuan hukum bagi masyarakat miskin?

2. Apa peran paralegal dalam memberikan pendampingan dan bantuan

hukum kepada masyarakat miskin?

Supaya masalah didalam pembahasan penelitian tidak keluar dari substansi

permasalahan, maka permasalahan yang dikaji hanya dibatasi pada:

1. Legalitas Paralegal ditinjau berdasarkan hukum positif yang

berhubungan dengan tema penelitian saja yaitu PERMENKUMHAM

No. 03 Tahun 2021 Jo Tentang Paralegal Dalam Pemberian Bantuan

hukum Jo UU No. 11 Tahun 2016 Tentang Bantuan Hukum Jo UU No.

23 Tahun 2011 Tentang Advokat.

2. Peran paralegal dalam memberikan pendampingan dan bantuan hukum

kepada masyarakat miskin berdasarkan PERMENKUMHAM No. 03

Tahun 2021 Tentang Paralegal dalam Pemberian Bantuan Hukum Jo

UU No. 11 Tahun 2016 Tentang Bantuan Hukum.


D. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan diatas, maka tujuan yang ingin dicapai dalam

penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Menganalisis dan memahami gambaran umum tentang pendampingan dan

bantuan hukum yang tersedia bagi masyarakat miskin di Indonesia. Hal ini

meliputi pemahaman terhadap kebijakan, program, dan lembaga yang

menyediakan layanan pendampingan dan bantuan hukum untuk

masyarakat miskin.

2. Mengkaji peran paralegal dalam memberikan pendampingan dan bantuan

hukum kepada masyarakat miskin. Penelitian ini akan mengidentifikasi

tugas dan tanggung jawab paralegal, keterampilan yang dimiliki, serta

peran mereka dalam memfasilitasi akses terhadap keadilan hukum bagi

masyarakat miskin.

3. Menganalisis legalitas profesi paralegal dalam konteks pendampingan dan

bantuan hukum bagi masyarakat miskin. Penelitian ini akan mengkaji

peraturan, regulasi, atau kebijakan yang mengatur status dan legalitas

paralegal, termasuk persyaratan pendidikan, pelatihan, dan sertifikasi yang

diperlukan.

4. Mengidentifikasi kendala dan tantangan yang dihadapi paralegal dalam

memberikan pendampingan dan bantuan hukum kepada masyarakat

miskin. Penelitian ini akan menggali faktor-faktor yang menghambat

efektivitas paralegal dalam memberikan layanan hukum kepada


masyarakat miskin, seperti keterbatasan sumber daya, kurangnya

pengakuan dan dukungan, serta hambatan struktural.

5. Mengevaluasi dampak legalitas paralegal terhadap akses terhadap keadilan

hukum bagi masyarakat miskin. Penelitian ini akan mengidentifikasi

manfaat dan kontribusi yang diberikan oleh paralegal dalam meningkatkan

aksesibilitas dan kualitas pendampingan dan bantuan hukum bagi

masyarakat miskin.

6. Menyusun rekomendasi dan upaya pengembangan dalam meningkatkan

legalitas paralegal dalam pendampingan dan bantuan hukum bagi

masyarakat miskin. Penelitian ini akan menghasilkan rekomendasi

kebijakan, tindakan, atau perubahan yang dapat dilakukan untuk

memperkuat peran dan kontribusi paralegal serta meningkatkan akses

terhadap keadilan hukum bagi masyarakat miskin.

Dengan tujuan-tujuan tersebut, penelitian ini diharapkan dapat memberikan

pemahaman yang lebih baik tentang legalitas paralegal dalam pendampingan dan

bantuan hukum bagi masyarakat miskin serta memberikan kontribusi dalam upaya

meningkatkan akses terhadap keadilan hukum bagi mereka.

E. Manfaat Penelitian

Penelitian mengenai legalitas paralegal dalam pendampingan dan bantuan

hukum bagi masyarakat miskin memiliki beberapa manfaat, antara lain:

a. Manfaat Akademik:
1. Memberikan sumbangan ilmiah dan kontribusi baru dalam bidang studi

tentang pendampingan dan bantuan hukum bagi masyarakat miskin.

2. Memperluas pemahaman dan pengetahuan tentang peran paralegal

dalam konteks hukum masyarakat miskin.

3. Memberikan dasar teoritis yang kuat untuk mendukung pengembangan

kebijakan dan praktik pendampingan dan bantuan hukum yang lebih

baik.

b. Manfaat Praktis:

1. Membantu pemerintah, lembaga, dan organisasi yang terlibat dalam

penyediaan pendampingan dan bantuan hukum kepada masyarakat

miskin untuk memahami pentingnya legalitas paralegal.

2. Memberikan rekomendasi kebijakan yang dapat meningkatkan regulasi

dan pengakuan terhadap peran paralegal, sehingga mereka dapat

beroperasi secara legal dan efektif.

3. Memberikan panduan praktis bagi paralegal dalam memberikan layanan

hukum kepada masyarakat miskin dengan mempertimbangkan aspek

legalitas.

4. Meningkatkan kualitas pendampingan dan bantuan hukum yang

diberikan kepada masyarakat miskin melalui pemahaman yang lebih

baik tentang legalitas paralegal.

c. Manfaat Sosial:
1. Meningkatkan aksesibilitas terhadap keadilan hukum bagi masyarakat

miskin dengan memperkuat peran paralegal yang dapat memberikan

bantuan hukum yang terjangkau dan mudah diakses.

2. Mendorong kesadaran dan partisipasi masyarakat mengenai pentingnya

pendampingan dan bantuan hukum, serta peran yang dimainkan oleh

paralegal.

3. Memperkuat keadilan sosial dengan memastikan bahwa masyarakat

miskin memiliki akses yang adil dan setara terhadap sistem peradilan.

Dengan manfaat-manfaat di atas, penelitian ini diharapkan dapat

memberikan kontribusi yang signifikan dalam memperbaiki akses terhadap

keadilan hukum bagi masyarakat miskin serta meningkatkan pengakuan dan

pengembangan legalitas paralegal dalam konteks pendampingan dan bantuan

hukum.

F. Kerangka Konseptual

Berikut adalah kerangka konseptual mengenai legalitas paralegal dalam

pendampingan dan bantuan hukum bagi masyarakat miskin:

1. Pendampingan dan Bantuan Hukum bagi Masyarakat Miskin:

- Gambaran umum tentang pendampingan dan bantuan hukum yang

tersedia bagi masyarakat miskin.

- Kebutuhan dan tantangan dalam memberikan pendampingan dan

bantuan hukum kepada masyarakat miskin.


- Pentingnya pendampingan dan bantuan hukum dalam

meningkatkan akses terhadap keadilan hukum bagi masyarakat

miskin.

2. Peran Paralegal dalam Pendampingan dan Bantuan Hukum:

- Definisi dan karakteristik paralegal.

- Tanggung jawab, tugas, dan keterampilan yang dimiliki paralegal.

- Kontribusi paralegal dalam memfasilitasi akses terhadap keadilan

hukum bagi masyarakat miskin.

3. Legalitas Paralegal:

- Regulasi dan kebijakan yang mengatur legalitas paralegal dalam

memberikan pendampingan dan bantuan hukum.

- Persyaratan pendidikan, pelatihan, dan sertifikasi yang diperlukan

untuk menjadi paralegal yang sah.

- Kejelasan dan konsistensi regulasi terkait legalitas paralegal dalam

konteks pendampingan dan bantuan hukum bagi masyarakat

miskin.

4. Tantangan dan Kendala dalam Pendampingan dan Bantuan Hukum bagi

Masyarakat Miskin oleh Paralegal:

- Keterbatasan sumber daya dan akses terhadap pendidikan hukum

yang memadai.

- Kurangnya pengakuan dan dukungan terhadap peran paralegal.

- Hambatan struktural dan sosial dalam memberikan layanan hukum

kepada masyarakat miskin.


5. Dampak Legalitas Paralegal dalam Akses Terhadap Keadilan Hukum:

- Kontribusi paralegal dalam meningkatkan aksesibilitas terhadap

keadilan hukum bagi masyarakat miskin.

- Pengaruh legalitas paralegal terhadap kualitas dan efektivitas

pendampingan dan bantuan hukum bagi masyarakat miskin.

- Peningkatan perlindungan dan pengakuan terhadap hak-hak

masyarakat miskin melalui legalitas paralegal.

6. Upaya Meningkatkan Legalitas Paralegal dalam Pendampingan dan

Bantuan Hukum bagi Masyarakat Miskin:

- Rekomendasi kebijakan untuk memperkuat legalitas paralegal dan

meningkatkan perlindungan terhadap profesi mereka.

- Peningkatan pelatihan dan pendidikan hukum bagi paralegal.

- Kolaborasi antara pemerintah, lembaga, dan organisasi terkait

dalam meningkatkan legalitas paralegal.

Dengan menggunakan kerangka konseptual ini, penelitian dapat menggali

berbagai aspek yang terkait dengan legalitas paralegal dalam konteks

pendampingan dan bantuan hukum bagi masyarakat miskin. Hal ini akan

membantu dalam menyusun argumen dan analisis yang komprehensif serta

memberikan pemahaman yang lebih baik tentang isu-isu yang terkait dengan topik

tersebut.

G. Kerangka teori
Berikut adalah kerangka teori yang dapat digunakan dalam memahami

legalitas paralegal dalam pendampingan dan bantuan hukum bagi masyarakat

miskin. Dalam penelitian mengenai legalitas paralegal dalam pendampingan dan

bantuan hukum bagi masyarakat miskin, beberapa metode penelitian yang dapat

digunakan antara lain:

H. Metode Penelitian

Metode penelitian merupakan metode yang digunakan dalam melakukan

penelitian, metode pengumpulan data dalam skripsi ini penulis menggunakan

metode sebagai berikut:

1. Jenis Penelitian

Jenis Penelitian yang digunakan penulis adalah penelitian hukum

normatif-empiris dengan pola kualitatif dengan cara meneliti bahan

kepustakaan (Library Reaserch) dan menggunakan pendekatan yang

bersifat analisis yuridis normatif terhadap produk perilaku hukum.

Penelitian ini dilakukan dengan cara meneliti bahan-bahan pustaka

atau data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan

hukum sekunder dan bahan hukum tersier yaitu mengkaji Peraturan

Menteri hukum dan hak asasi Manusia Nomor 01 Tahun 2018 Tentang

Paralegal dalam Pemberian Bantuan Hukum dihubungkan dengan

Undang-undang no 16 tahun 2011 tentang bantuan hukum jo undang-

undang nomor 18 tahun 200 tentang advokat. Soerjono Soekanto

menyatakan bahwa “Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan


ilmiah, didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu,

yang bertujuan untuk mempelajari beberapa gejala hukum tertentu,

dengan jalan menganalisanya”.6 Penelitian hukum normatif yang nama

lainnya adalah penelitian hukum doktrinal atau disebut juga sebagai

penelitian kepustakaan atau studi dokumen, dilakukan pada peraturan

tertulis atau bahan-bahan hukum yang lain.7

2. Pendekatan Penelitian.

Sebagaimana yang dikemukakan oleh Peter Mahmud Marzuki

bahwa pendekatan yang digunakan dalam penelitian hukum antara lain

adalah sebagai berikut:8

a. Pendekatan kasus (Case approach)

b. Pendekatan perundang-undangan (Statute approach)

c. Pendekatan historis (Historical approach)

d. Pendekatan perbandingan (Comparative approach)

e. Pendekatan konseptual (Conceptual approach)

Adapun pendekatan yang digunakan penulis dari beberapa

pendekatan diatas adalah pendekatan perundang-undangan (Statute

approach) dan pendekatan Perbandingan (Comparative Approach).

Pendekatan perundangan-undangan adalah pendekatan yang dilakukan

dengan menganalisis semua ketentuan peraturan perundang-undangan

dan regulasi yang berhubungan dengan isu hukum yang akan diteliti.

Pendekatan perbandingan adalah pendekatan yang dilakukan dengan

6
Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum (Sinar Grafika, 2021). Hlm.18
7
Ibid. hlm.137
8
Prof Dr Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum: Edisi Revisi (Prenada Media, 2017). Hlm.133
cara melakukan perbandingan terhadap peraturan-peraturan yang

berhubungan dengan tema/masalah dan isu-isu yang dihadapi yang

telah di undangkan dan telah mempunyai kekuatan hukum tetap.

3. Sumber Bahan Hukum Menurut Peter Mahmud Marzuki “penelitian

dalam hukum tidak mengenal adanya data, untuk memecahkan isu

hukum dan sekaligus perskrepsi mengenai apa yang seyogianya,

diperlukan sumber-sumber penelitian”. Sumber-sumber penelitian

hukum daapat dibedakan menjadi sumber-sumber penelitian yang

berupa bahan-bahan hukum primer dan bahan-bahan hukum sekunder.9

Jenis bahan hukum dapat dibedakan menjadi 3 (Tiga), yaitu bahan

hukum primer, bahan hukum sekunder, bahan hukum tersier. Dalam

penelitian ini, sumber bahan hukum terdiri atas:

a. Bahan Hukum Primer Bahan hukum primer yang digunakan terdiri

dari peraturan hukum atau peraturan perundang-undangan, catatan

resmi, risalah dalam pembuatan perundang-undangan dan putusan

hakim. Dalam penelitian ini bahan hukum primer yang digunakan

adalah sebagai berikut:

- UU No. 16 Tahun 2011 Tentang Bantuan Hukum.

- UU No. 18 Tahun 2003 Tentang Advokat.

- Putusan MK No. 88/PUU-X/2012 Tanggal 19 Desember 2013.

- Putusan MA No. 22 P/HUM/2018 tanggal 31 Mei 2018.

9
Ibid. hlm.181
- PP No. 42 Tahun 2013 Tentang Syarat dan Tata Cara

Pemberian Bantuan Hukum dan Penyaluran dana Bantuan

Hukum.

- PERMENKUMHAM No.03 Tahun 2021 Tentang Paralegal

dalam Pemberi Bantuan Hukum.

b. Bahan hukum sekunder Karena penilitian ini termasuk kedalam

penelitian hukum normatif, maka Bahan hukum sekunder

merupakan sumber data yang utama. Bahan hukum sekunder yang

utama adalah buku teks karena buku teks berisi mengenai prinsip-

prinsip dasar ilmu hukum dan pandangan-pandangan klasik para

sarjana yang mempunyai kualifikasi tinggi.10 Dalam penelitian ini

bahan hukum sekunder yang digunakan meliputi:

- Buku-buku ilmiah dibidang hukum.

- Makalah-makalah.

- Jurnal ilmiah.

- Artikel ilmiah

c. Bahan Hukum Tersier Bahan hukum tersier adalah bahan yang

memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum

primer dan sekunder, yaitu:

- Kamus Besar Bahasa Indonesia & Kamus hukum.

- Situs internet yang berkaitan dengan Tema Penelitian yang dikaji.

4. Teknik Pengumpulan

10
Ibid. hlm.182
Teknik pengumpulan yang digunakan penulis adalah menggunakan

studi dokumentasi, yaitu teknik pengumpulan data yang mendukung

dan berkaitan dengan pemaparan penelitian ini adalah studi dokumen

(studi kepustakaan). Studi dokumen adalah suatu alat pengumpulan

data yang dilakukan melalui bahan hukum tertulis dengan

mempergunakan analisis isi (content analisys).11 Karena dalam

penelitian ini peneliti menggunakan pendekatan perundang-undangan

maka hal pertama yang dilakukan peneliti dalam rangka pengumpulan

data ialah mencari peraturan perundang-undangan yang mengkaji isu

yang akan dibahas.12 Teknik ini berguna untuk mendapatkan landasan

teori dengan mengkaji dan mempelajari peraturan perundang-

undangan, buku-buku, dokumen, laporan, arsip dan hasil penelitian

lainnya baik cetak maupun elektronik yang berhubungan dengan tema

yang akan diteliti oleh penulis.

5. Teknik analisis data

Pada Penelitian hukum yang akan dilakukan ini dianalisis

menggunakan teknik analisis deskriftif induktif. Teknik analisis

induktif data dengan logika induktif atau pengolahan bahan hukum

dengan cara induktif yaitu menjelaskan suatu hal yang bersifat khusus

kemudian menariknya menjadi kesimpulan yang lebih umum. Menurut

Peter Mahmud Marzuki yang mengutip pendapat dari Philipus M.

Hadjon memaparkan metode deduksi sebagaimana silogisme yang

11
Ibid.hlm.142
12
Ali, Metode Penelitian Hukum. Op.cit., hlm.43
diajarkan oleh Aristoteles “Penggunaan metode induktif berpangkal

dari pengajuan premis minor (pernyataan yang bersifat khusus). Lalu

disajikan premis mayor (bersifat umum), dari kedua premis itu

kemudian ditarik suatu kesimpulan atau conclusion”.13

I. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan merupakan pola dasar pembahasan skripsi dalam

bentuk bab dan sub bab yang secara logis saling berhubungan. Adapun

sistematika penulisan Skripsi ini adalah sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Latar belakang, batasan dan rumusan masalah, tujuan penelitian,

kegunaan penelitian, kerangka berpikir, penelitian terdahulu dan rencana

outline.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Berisi tentang teori-teori yang berhubungan dengan tema yang

akan diangkat dalam penelitian ini: Teori Sistem Hukum, Teori Penegakan

Hukum, Teori Bantuan Hukum.

BAB III HASIL PENELITIAN

Berisi tentang tinjauan umum terhadap kedudukan Paralegal dalam

sistem penegakan hukum di Indoensia: Definisi dan ruang lingkup

Paralegal, kedudukan hukum Paralegal.

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN


13
Marzuki, Penelitian Hukum. Op.cit., hlm.89
Berisi tentang Paralegal dalam sistem pemberian bantuan hukum:

Penerima dan Pemberi Bantuan Hukum di Indonesia, Ruang Lingkup

bantuan hukum Paralegal, Aspek Pemberian Bantuan Hukum Paralegal,

Sistem dan Panduan Pemberian Bantuan Hukum Paralegal, Prinsip Kerja

Paralegal dalam Pemberian Bantuan Hukum, Kode Etik Paralegal,

Evaluasi dan Pertanggungjawaban Kerja Paralegal, Kasus-Kasus yang

Menjadi Fokus Paralegal.

BAB V PENUTUP

Berisikan kesimpulan dan saran.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Tentang Paralegal

Paralegal, sering disebut sebagai pendamping hukum, adalah individu

yang melakukan aktivitas hukum seperti yang dilakukan oleh advokat. Mereka

memberikan bantuan hukum baik melalui jalur pengadilan maupun di luar jalur

pengadilan, sejauh kemampuan yang dimiliki. Dalam praktik sehari-hari, peran

paralegal sangat penting sebagai perantara antara masyarakat yang mencari

keadilan dengan advokat dan aparat penegak hukum lainnya untuk menyelesaikan

masalah hukum yang dihadapi oleh individu atau kelompok masyarakat.

Definisi paralegal dapat bervariasi di berbagai negara. Secara historis,

istilah "paralegal" muncul sejak tahun 1968 di Amerika Serikat dan dipopulerkan

oleh American Bar Association (ABA), sebuah asosiasi advokat sukarela di

Amerika Serikat. Di Amerika Serikat, paralegal sering didefinisikan sebagai

mahasiswa yang belajar ilmu hukum dan telah menerima spesifikasi dari

yurisdiksi hukum di negara tersebut, tanpa adanya kekhususan bidang studi

tertentu seperti perdata, pidana, atau lainnya. Penting untuk dicatat bahwa definisi

paralegal dapat bervariasi tergantung pada negara masing-masing dan peran serta

tanggung jawab mereka dapat berbeda-beda.14

Definisi paralegal bervariasi di berbagai negara, dan beberapa contoh definisi

paralegal dari beberapa asosiasi hukum terkemuka di berbagai negara adalah

sebagai berikut:

14
I. Ketut Widia, Ni Made Puspasutari Ujianti, and I. Wayan Arthanaya, “Pemberdayaan Pengurus Desa Adat
Desa Tuwed Sebagai Paralegal Dalam Rangka Mencegah Kekerasan Terhadap Perempuan,” Community
Service Journal (CSJ) 3, no. 1 (2020): 17–24.
a. Di United Kingdom/Inggris Raya, menurut United Kingdom’s National

Association of Licensed Paralegals (asosiasi pengesahan paralegal Inggris Raya),

paralegal adalah seseorang yang dididik dan dilatih untuk menangani masalah

hukum.

b. Menurut American Bar Association (ABA) di Amerika Serikat, Legal

Assistant/Paralegal adalah orang yang memenuhi syarat pendidikan, pelatihan,

atau pengalaman kerja yang digunakan oleh seorang hakim, kantor hukum,

koperasi, badan pemerintah, atau badan yang melakukan hukum substantif di

delegasi khusus.

c. Menurut National Federation of Paralegal Association (NFPA) di Amerika

Serikat, paralegal adalah orang yang memiliki kualifikasi pendidikan, pelatihan,

atau pengalaman kerja untuk melakukan pekerjaan substantif tentang konsep-

konsep atau gambaran hukum secara umum, dan tidak dilakukan secara khusus

seperti yang dilakukan oleh seorang hakim, pengadilan, atau badan pemerintah.

Seorang paralegal perlu memiliki keterampilan dalam pengakuan, penilaian,

analisis, dan komunikasi yang relevan dengan fakta-fakta hukum.

Peran dan tanggung jawab paralegal dapat bervariasi tergantung pada negara dan

yurisdiksi hukum yang berlaku. Pengakuan dan penggunaan paralegal dalam

praktek hukum juga bisa disesuaikan dengan peraturan yang berlaku di masing-

masing negara.

Berikut ini merupakan beberapa pengertian mengenai paralegal antara

lain:
a. Menurut Black Law Dectionary dalam bukunya Mulyana W.K. menyatakan

bawah Paralegal adalah: A person with legal skills, but who is not an attorney,

and who works under the supervision of a lawyeror no is otherwise authorized

by law to use those legal skills. Paralegal courses leading to derses in such

specially are no afforted by many schools. Berdasarkan pengertian ini yang

disebut paralegal adalah seseorang yang mempunyai keterampilan hukum

namun ia bukan seseorang penasehat hukum (yang professional) dan ia bekerja

di bawah bimbingan seorang advokat atau yang dinilai mempunyai kemampuan

hukum untuk menggunakan keterampilannya.15

b. Menurut D.J. Ravindran paralegal adalah: Seseorang yang memiliki

pengetahuan dasar tentang hukum, baik hukum acara (formil), hukum materil,

dan motivasi, sikap serta keterampilan untuk: Melaksanakan program-program

pendidikan sehingga kelompok masyarakat yang dirugikan (disadvantaged

people) menyadari hak-haknya yaitu;16

1) Memfasilitasi terbentuknya organisasi rakyat sehingga mereka bisa

menuntut dan memperjuangkan hak-hak mereka;

2) Membantu melakukan mediasi dan rekonsiliasi bila ada perselisihan;

3) Melakukan penyelidikan awal terhadap kasus-kasus yang terjadi

sebelum ditangani advokat;

15
Dwi Dasa Suryantoro, “KEDUDUKAN PARALEGAL DALAM PENDAMPINGAN HUKUM,” Legal Studies Journal
1, no. 2 (October 3, 2021), accessed July 3, 2023,
https://www.ejournal.unuja.ac.id/index.php/lsj/article/view/2893.
16
Jorawati Simarmata, “URGENSI BANTUAN HUKUM RELAWAN PENDAMPING, PEKERJA SOSIAL DAN
SERIKAT BURUH SETELAH PUTUSAN MA NO 22 P/HUM/ 2018,” Jurnal Hukum & Pembangunan 48, no. 4
(December 31, 2018): 670.
c. Membantu advokat dalam membuat pernyataan-pernyataan (gugat/ pembelaan),

mengumpulkan bukti-bukti yang dibutuhkan dan informasi lain yang relevan

dengan kasus yang dihadapi

d. Menurut Abdul Hakim, G. Nusantara paralegal adalah: Para sarjana muda

hukum, pemuka masyarakat pekerja-pekerja lembaga-lembaga swadaya

masyarakat yang telah mengikuti kursus pendidikan hukum kilat yang biasanya

diselenggarakan oleh kantor-kantor Lembaga Bantuan Hukum berperaktek

sebagai penasehat hukum masyarakat miskin atau masyarakat yang kurang

mampu atau tidak diuntungkan dalam pembangunan.17

e. Menurut Rifka Annisa Women's Crisis Center, paralegal adalah: Orang yang

melakukan pendampingan untuk memperjuangkan keadilan dalam masyarakat.

Kerja ini dilakukan dengan menggunakan peraturan yang ada atau terobosan

hukum lainnya18. Pengertian paralegal secara khusus di Indonesia memang

belum ada namun hal itu bisa ditemukan secara eksplisit dalam beberapa

peraturan perundang-undangan yaitu:18

a. Undang-Undang No. 32 tahun 2009 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup

Pasal 91 ayat (1) yang memberikan hak kepada kelompok masyarakat untuk

mengajukan Gugatan Perwakilan (Class Action), sebagaimana ditentukan dalam

Pasal 91 ayat (1) “Masyarakat berhak mengajukan gugatan perwakilan

kelompok untuk kepentingan dirinya sendiri dan/atau untuk kepentingan

17
Maria Rosalina, “Aspek Hukum Paralegal Sebagai Pemberi Bantuan Hukum Terhadap Masyarakat Miskin
Dan Marginal Dalam Mencari Keadilan,” Jurnal Hukum Kaidah: Media Komunikasi dan Informasi Hukum dan
Masyarakat 17, no. 2 (March 14, 2018): 63–76.
18
Ibid.
masyarakat apabila mengalami kerugian akibat pencemaran dan/atau kerusakan

lingkungan hidup.”

b. Undang-Undang No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam

Rumah Tangga (PKDRT) dalam Pasal 10 dan Pasal 23 yang memberikan

kewenangan kepada relawan pendamping untuk memberikan pendampingan

kepada korban dalam setiap tahapan pemeriksaan dari penyidikan sampai

persidangan termasuk meminta kepada pengadilan untuk mendapatkan

penetapan perlindungan, sebagaimana ditentukan dalam Pasal 10 huruf (d)

“pendampingan oleh pekerja sosial dan bantuan hukum pada setiap tingkat

proses pemeriksaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;”

dan Pasal 23 huruf (b) “mendampingi korban di tingkat penyidikan, penuntutan

atau tingkat pemeriksaan pengadilan dengan membimbing korban untuk secara

objektif dan lengkap memaparkan kekerasan dalam rumah tangga yang

dialaminya;

c. Undang-Undang No. 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan

Hubungan Indutrial dalam Pasal 87 yang memberikan kewenangan kepada

Serikat Pekerja/Buruh untuk beracara mewakili Buruh/Pekerja 24 di pengadilan

hubungan industrial, sebagaimana ditentukan dalam Pasal 87 “Serikat

pekerja/serikat buruh dan organisasi pengusaha dapat bertindak sebagai kuasa

hukum untuk beracara di Pengadilan Hubungan Industrial untuk mewakili

anggotanya.”

d. Undang-Undang No. 16 tahun 2011 tentang Bantuan Hukum yang memberikan

hak kepada Lembaga Pemberi Bantuan Hukum untuk merekrut Paralegal untuk
menjalankan fungsi kebantuan hukuman, sebagaimana ditentukan dalam Pasal 9

huruf (a) “melakukan rekrutmen terhadap advokat, paralegal, dosen, dan

mahasiswa fakultas hukum “;

e. Undang-Undang No. 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak

Pasal 68 yaitu memberikan kewenangan kepada Tenaga Kesejahteraan Sosial

untuk mendampingi anak yang berhadapan dengan system peradilan pidana baik

sebagai korban, saksi, maupun tersangka/terdakwa, sebagaimana ditentukan

dalam Pasal 68 ayat (1) huruf (a) “Pekerja Sosial Profesional dan Tenaga

Kesejahteraan Sosial bertugas: a. membimbing, membantu, melindungi, dan

mendampingi Anak dengan melakukan konsultasi sosial dan mengembalikan

kepercayaan diri Anak”

f. Peraturan menteri hukum dan hak asasi manusia Republik indonesia Nomor 3

tahun 2021 Tentang Paralegal dalam pemberian bantuan hukum

Paralegal adalah seseorang yang merupakan perwakilan

komunitas/organisasi yang diberikan pengetahuan dan keterampilan hukum untuk

membantu masyarakat miskin dan termarjinalkan. Paralegal telah berkembang

sejak tahun 1970, perannya sangat membantu masyarakat kecil yang

membutuhkan bantuan hukum. Seseorang yang menjadi paralegal tidak mesti

seorang sajana hukum atau mengenyam pendidikan hukum di perguruan tinggi,

namun ia harus mengikuti pendidikan khusus keparalegalan. Di dalam pendidikan


khusus ini, paralegal diberikan beberapa pengetahuan dasar serta beberapa

ketrampilan dasar.19

Istilah PARALEGAL ditujukan kepada seseorang yang bukan advokat

namun memiliki pengetahuan dibidang hukum, baik hukum materiil maupun

hukum acara dengan pengawasan advokat atau organisasi bantuan hukum yang

berperan membantu masyarakat pencari keadilan.

Dasar Hukum

a. Pasal 1 ayat (1) UU No 16 Tahun 2011 Tentang Bantuan Hukum menyatakan

bahwa bantuan hukum adalah jasa hukum yang diberikan oleh Pemberi

Bantuan Hukum secara cuma-cuma kepada Penerima Bantuan Hukum. Pasal

9 hurup a menyatakan bahwa pemberi bantuan hukum berhak merekrut

advokat, paralegal, dosen, mahasiswa fakultas hukum. Pengaturan fungsi

paralegal diatur didalam Pasal 16 PP No. 42 Tahun 2013 tentang syarat dan

tata cara pemberian bantuan hukum. Pasal 16 tersebut mengamanatkan

paralegal untuk menjalankan layanan bantuan hukum secara non litigasi.

Pasal 16 ayat (2) mengamanatkan ada 9 fungsi paralegal dalam memberikan

layanan bantuan hukum

b. Peraturan menteri hukum dan hak asasi manusia Republik indonesia Nomor 3

tahun 2021 Tentang Paralegal dalam pemberian bantuan hukum

Peran Paralegal

19
Widia, Ujianti, and Arthanaya, “Pemberdayaan Pengurus Desa Adat Desa Tuwed Sebagai Paralegal Dalam
Rangka Mencegah Kekerasan Terhadap Perempuan.” Op.cit.
a. Pemberi Bantuan Hukum Dijelaskan dalam UU Tentang Bantuan Hukum No.

16 Tahun 2011 Pemberi Bantuan Hukum adalah lembaga bantuan hukum atau

organisasi kemasyarakatan yang memberi layanan bantuan hukum. Memang tidak

semua Lembaga Bantuan Hukum atau Organisasi Kemasyarakatan dalam konteks

aturan ini bisa menjadi Pemberi Bantuan Hukum. Dimana di dalam Pasal 8 ayat

(1) dan ayat (2) disebutkan: (1) Pelaksanaan Bantuan Hukum dilakukan oleh

Pemberi Bantuan Hukum yang telah memenuhi syarat berdasarkan Undang-

Undang ini. (2) Syarat-syarat Pemberi Bantuan Hukum sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) meliputi: a. berbadan hukum; b. terakreditasi berdasarkan Undang-

Undang ini; c. memiliki kantor atau sekretariat yang tetap; d. memiliki pengurus;

dan e. memiliki program Bantuan Hukum. Hal diatas sangatlah berbeda

pengertiannya dengan definisi Bantuan Hukum dalam UU Advokat. Pasal 22 UU

Advokat berbunyi: “Advokat wajib memberikan bantuan hukum secara cuma-

cuma kepada pencari keadilan yang tidak mampu”. 30 Sehingga yang dititik

beratkan dalam UU Bantuan Hukum adalah aspek kewajiban dan tanggung jawab

negara melalui Kementerian terkait (Kemenkumham), namun dalam tekhnis

pelaksanaannya diserahkan kepada masyarakat melalui Lembaga Bantuan Hukum

atau Organisasi Kemasyarakatan yang telah memenuhi syarat-syarat dalam

UndangUndang atau Peraturan-Peraturan dibawahnya. Sedangkan dalam UU

Advokat yang dititik beratkan adalah kewajiban seorang Advokat sebagai

Officium Nobille. Walaupun demikian, Undang-Undang Bantuan Hukum No. 16

Tahun 2011 pasal 9 Huruf (a) secara jelas menyebutkan bahwa Advokat

diperbolehkan melakukan rekrutmen terhadap advokat, paralegal, dosen, dan


mahasiswa fakultas hukum. Pemberi Bantuan Hukum yang dalam hal ini

bernaung dalam wadah Lembaga Bantuan Hukum atau Organisasi

Kemasyarakatan. Dalam konteks Undang-Undang Bantuan Hukum ini bisa

dikatakan bahwa untuk menjalankan fungsi seperti proses konsultasi, pendidikan

hukum, investigasi maupun dokumentasi dapat dilakukan oleh pembela publik

lainnya. Keberadaan Paralegal di masyarakat sesungguhnya merupakan respon

atas: (1) situasi dan kondisi masyarakat, terutama kelompok miskin dan marginal,

yang berada pada posisi yang lemah untuk memperoleh akses keadilan; dan (2)

kelemahan sistem hukum dalam menjalankan fungsi utamanya sebagai pelayan

masyarakat pencari keadilan.

Fungsi Dasar Paralegal

Untuk membantu advokat dalam pekerjaan persiapan sehingga advokat dapat

menjalankan perannya secara efektif dalam pemberian konsultasi hukum,

negosiasi, membuat draft dan pendampingan hukum. Dalam hal ini penulis

sepakat karena Lembaga Bantuan Hukum tempat bernaungnya paralegal dapat

memberikan bekal dan pengetahuan serta keahlian dibidang hukum segala

pekerjaan yang ditangani sebelum ditangani oleh advokat dapat dijalankan

pekerjaannya tentang pesiapan, investigasi, memberikan konsultasi pada kliennya

terlebih dahulu ditangani oleh paralegal sebelum ditangani oleh advokat, sehingga

advokat lebih mudah dalam menyelesaikan masalah tersebut karena segala

persiapan terlebih dahulu disiapkan oleh paralegal dan lebih mudah selanjutnya

ditangani oleh advokat jadi tugas para legal membantu dan mempersiapkan bahan

bagi kepentingan pembelaannya yang diperjuangkan oleh advokat, untuk itu


peranan para legal sangat membantu jalannya persiapan untuk dijadikan dasar

oleh advokat.20

Memahami dan mengikuti tahapan pekerjaan adalah hal penting bagi

seorang paralegal untuk menjalankan tugasnya dengan efisien dan efektif. Berikut

adalah beberapa tahapan penting dalam pekerjaan seorang paralegal:

a. Penelitian dan Pemahaman Kasus: Seorang paralegal harus melakukan

penelitian mendalam tentang kasus yang sedang ditangani. Ini melibatkan

memahami fakta-fakta yang relevan, hukum yang berlaku, dan hal-hal lain

yang terkait dengan kasus tersebut.

b. Pengumpulan Bukti: Paralegal bertanggung jawab untuk mengumpulkan

bukti-bukti yang relevan untuk kasus, baik itu dokumen, catatan, atau saksi

yang dapat mendukung argumen hukum.

c. Persiapan Dokumen Hukum: Paralegal membantu dalam menyusun dan

mempersiapkan berbagai dokumen hukum yang diperlukan untuk kasus,

seperti gugatan, jawaban, kontrak, atau surat-menyurat.

d. Mendukung Persiapan Persidangan: Jika kasus akan diajukan ke pengadilan,

paralegal membantu dalam persiapan untuk persidangan, termasuk

menyiapkan daftar saksi, mengatur jadwal, dan mengkoordinasikan semua

persiapan yang diperlukan.

e. Membantu advokat: Seorang paralegal bekerja sama dengan advokat dalam

proses persidangan, membantu dalam komunikasi dengan klien, dan

mengkoordinasikan pertemuan atau perjanjian.

20
Ibid.
f. Menyusun Laporan dan Dokumentasi: Paralegal juga bertanggung jawab

untuk menyusun laporan dan dokumentasi terkait perkembangan kasus,

termasuk catatan rapat dan perkembangan yang relevan.

g. Etika Profesional: Seorang paralegal harus mengikuti standar etika dan aturan

hukum yang berlaku dalam praktek hukum.

Memahami dan mengikuti tahapan-tahapan ini akan membantu seorang paralegal

untuk bekerja secara terorganisir, mengoptimalkan waktu dan sumber daya, serta

memberikan dukungan yang efektif kepada advokat dan klien. Pengalaman dalam

menghadapi berbagai kasus dan situasi juga akan menjadi bekal berharga bagi

seorang paralegal dalam menjalankan tugasnya dengan baik.

1. Kedudukan Paralegal dalam Memberikan Bantuan Hukum

Istilah bantuan hukum sering diartikan secara berbeda-beda. Membuat

suatu rumusan yang tepat mengenai apa sebenarnya yang dimaksud dengan

bantuan hukum adalah tidak mudah. Ini disebabkan oleh beberapa faktor.

Pertama konsep bantuan hukum itu sendiri dipergunakan sebagai terjemahan dari

dua istilah asing yang berbeda, yaitu legal aid dan legal assistence. Istilah legal

aid dipergunakan untuk menunjukkan pengertian bantuan hukum dalam arti

sempit yang berupa pemberian jasa-jasa di bidang hukum kepada seseorang yang

terlibat dalam suatu perkara secara cuma-cuma bagi mereka yang tidak mampu.

Dengan demikian yang menjadi motivasi utama dalam konsep legal aid adalah

menegakkan hukum dengan jalan membela kepentingan dan hak asasi rakyat kecil

yang tidak mampu dan buta hukum. Sedangkan pengertian legal assistence

mengandung pengertian yang lebih luas dari legal aid, istilah legal assistence
dipergunakan untuk menunjuk pengertian bantuan hukum yang diberikan baik

kepada mereka yang yang tidak mampu yang diberikan secara cuma-cuma

maupun pemberian bantuan hukum oleh para penasehat hukum yang

mempergunakan honorarium. Disamping kedua istilah tersebut diatas yang

diterjemahkan dengan bantuan hukum, dikenal juga istilah legal services yang

dalam bahasa Indonesia lebih tepat bila diterjemahkan dengan istilah pelayanan

hukum. Kedua, perkembangan paradigma mengenai hukum yaitu hubungan

hukum dengan hal-hal lain diluar hukum. Kini dikenal juga istilah advokasi.

Konsep advokasi mencakup pengertian yang lebih luas lagi dari ketiga konsep

diatas. Dalam konsep advokasi tercakup kegiatan-kegiatan yang menyangkut

aktivitas mempengaruhi penguasa tentang masalah-masalah yang menyangkut

rakyat, terutama mereka yang telah dipinggirkan dan dikucilkan dari proses

politik.28 Jadi dalam konsep advokasi tercakup juga aktivitas-aktivitas yang

bertujuan politis. Hukum dipandang sebagai fenomena sosial yang tidak terlepas

dari fenomena sosial lainnya seperti politik dan ekonomi.21

Bantuan Hukum tidak secara tegas dinyatakan sebagai tanggung jawab

negara namun ketentuan Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945 menegaskan bahwa “Negara Indonesia adalah negara

hukum”. Dalam negara hukum, negara mengakui dan melindungi hak asasi

manusia bagi setiap individu termasuk hak atas Bantuan Hukum. Penyelenggaraan

pemberian Bantuan Hukum kepada warga negara merupakan upaya untuk

memenuhi dan sekaligus sebagai implementasi negara hukum yang mengakui dan

21
Angga Angga and Ridwan Arifin, “Penerapan Bantuan Hukum Bagi Masyarakat Kurang Mampu Di
Indonesia,” DIVERSI : Jurnal Hukum 4, no. 2 (March 14, 2019): 218–236.
melindungi serta menjamin hak asasi warga negara akan kebutuhan akses

terhadap keadilan (access to justice) dan kesamaan di hadapan hukum (equality

before the law). Jaminan atas hak konstitusional tersebut belum mendapatkan

perhatian secara memadai, sehingga dibentuknya Undang-Undang tentang

Bantuan Hukum ini menjadi dasar bagi negara untuk menjamin warga negara

khususnya bagi orang atau kelompok orang miskin untuk mendapatkan akses

keadilan dan kesamaan di hadapan hukum. Oleh karena itu, tanggung jawab

negara harus diimplementasikan melalui pembentukan Undang-Undang Bantuan

Hukum ini.

Sebelum adanya UU Bantuan Hukum, terdapat Peraturan Pemerintah

Republik Indonesia Nomor 83 Tahun 2008 tentang Persyaratan dan Tata Cara

Pemberian Bantuan Hukum Secara Cuma-Cuma selanjutnya disingkat dengan PP

No 83 Tahun 2008. Di dalam Peraturan tersebut, memberikan pengertian

mengenai bantuan hukum secara cuma-cuma yaitu jasa hukum yang di berikan

advokat tanpa menerima pembayaran honorarium meliputi pemberian konsultasi

hukum, menjalankan kuasa, mewakili, mendampingi, membela, dan melakukan

tindakan hukum lain untuk kepentingan pencari keadilan yang tidak mampu.

Pendekatan perbandingan hukum (comparative law) memang merupakan metode

yang berguna dalam memahami persamaan dan perbedaan antara berbagai sistem

hukum, termasuk dalam hal pemberian bantuan hukum. Dengan membandingkan

undang-undang dan praktik di berbagai negara, kita dapat memperoleh

pemahaman yang lebih komprehensif tentang konsep, regulasi, dan implementasi

bantuan hukum.
Dalam konteks pemberian bantuan hukum di Indonesia, Undang-Undang

Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum mengatur mengenai lembaga

bantuan hukum dan organisasi kemasyarakatan yang memberikan layanan

bantuan hukum. Ini mencakup advokat, lembaga bantuan hukum, organisasi

kemasyarakatan, serta peran mahasiswa hukum dan dosen dalam memberikan

bantuan hukum.

Pendekatan perbandingan hukum dapat membantu dalam membandingkan

sistem bantuan hukum di Indonesia dengan sistem di negara lain, seperti peran

paralegal dalam memberikan bantuan hukum, pengaturan hukum terkait

kualifikasi dan tanggung jawab paralegal, dan pengakuan hukum terhadap

bantuan hukum yang diberikan oleh mereka.

Dengan demikian, pendekatan perbandingan hukum dapat memberikan

perspektif yang lebih luas dan pemahaman yang lebih mendalam tentang

pemberian bantuan hukum dan peran paralegal dalam konteks hukum Indonesia,

serta memungkinkan identifikasi terhadap praktik terbaik di negara lain yang

dapat diterapkan dan diperbaiki dalam sistem bantuan hukum di Indonesia.

B. Tinjauan Umum Tentang Bantuan Hukum

1. Bantuan Hukum

a. Pengertian Bantuan Hukum Bantuan hukum berasal dari kata “bantuan” yang

berati pertolongan dengan tanpa mengharapkan imbalan dan kata “hukum” yang

mengandung pengertian keseluruhan kaidah atau norma mengenai suatu segi

kehidupan masyarakat dengan maksud untuk menciptakan kedamaian. Menurut

Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat dalam Pasal 1 angka 9


memberikan pengertian bantuan hukum adalah jasa hukum yang diberikan oleh

Advokat secara cuma-cuma kepada klien yang tidak mampu. Tidak jauh berbeda

pengertian yang disebutkan dalam UU No 16 Tahun 2011 Tentang Bantuan

Hukum adalah jasa hukum yang diberikan oleh Pemberi Bantuan Hukum secara

cuma-cuma kepada Penerima Bantuan Hukum.

Frans Hendra Winarta menyatakan bahwa, “bantuan hukum merupakan jasa

hukum yang khusus diberikan kepada fakir miskin yang memerlukan pembelaan

secara cuma-cuma, baik di luar maupun di dalam pengadilan, secara pidana,

perdata dan tata usaha negara, dari seseorang yang mengerti seluk beluk

pembelaan hukum, asas-asas dan kaidah hukum, serta hak asasi manusia.”Dalam

undang-undang tersebut dikatakan bahwa, bantuan hukum adalah jasa hukum

yang diberikan oleh pemberi bantuan hukum secara cuma cuma kepada penerima

bantuan hukum. Adnan Buyung Nasution, dalam sebuah makalahnya tahun 1980,

menyatakan bahwa bantuan hukum pada hakikatnya adalah program yang tidak

hanya merupakan aksi kultural akan tetapi juga aksi struktural yang diarahkan

pada perubahan tatanan masyarakat yang tidak adil menuju tatanan masyarakat

yang lebih mampu memberikan nafas yang nyaman bagi golongan mayoritas.

Oleh karna itu bantuan hukum bukanlah masalah sederhana. Ia merupakan

rangkaian tindakan guna pembebasan masyarakat dari belenggu struktur

politik,ekonomi, dan sosial (poleksos) yang sarat dengan penindasan.22

Bantuan hukum memiliki dua konsep, yaitu konsep probono dan konsep legal aid.

Dalam konsep probono meliputi empat elemen, yaitu:

a. Meliputi seluruh kerja-kerja di wilayah hukum


22
Frans Hendra Winarta, Pro Bono Publico (Gramedia Pustaka Utama, 2013). Hlm.23
b. Sukarela

c. Cuma-Cuma

d. Untuk Masyarakat yang kurang terwakili dan rentan.

Sedangkan konsep legal aid merujuk pada pengertian “state subsidized”

artinya pelayanan hukum yang dibiayai atau disubsidi oleh negara. Ide bantuan

hukum yang dibiayai negara (publicly funded legal aid) pertama kali ditemukan di

Inggris dan Amerika Serikat. Setelah perang dunia ke dua berakhir, pemerintah

Inggris membentuk the Rushcliff Committee dengan tujuan untuk meneliti

kebutuhan bantuan hukum di Inggris dan Wales. Berdasarkan laporan dari the

Rushcliff Committee merekomendasikan bahwa bantuan hukum harus dibiayai

oleh negara.23 Perubahan konsep dalam pemberian bantuan hukum sangat

mempengaruhi kemajuan program bantuan hukum di Indonesia. Konsep bantuan

hukum tradisional yang dahulu dipakai ternyata tak mampu menjawab semua

permasalahan yang terjadi di lapangan, sehingga memunculkan konsep baru yaitu

konsep bantuan hukum konstitusional untuk menutupi kelemahan bantuan hukum

yang bersifat tradisional. Lambat laun konsep bantuan hukum konstitusional pun

dimodifikasi dengan memperkenalkan gerakan bantuan hukum struktural yang

dimotori oleh lembaga bantuan hukum (LBH) yang mengubah paradigma bantuan

hukum yang semula bersifat kultural menjadi aksi struktural yang diarahkan pada

perubahan tatanan masyarakat.b. Penerima Bantuan Hukum Dalam UU No. 16

Tahun 2011 Tentang Bantuan Hukum di sebutkan bahwa penerima bantuan

23
Meidyasari Sholichati M, “TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HAK ATAS BANTUAN HUKUM BAGI
TERSANGKA DAN TERDAKWA WARGA TIDAK MAMPU (STUDI ANALISIS PASAL 5 UU NO. 16 TAHUN 2011
TENTANG BANTUAN HUKUM)” (2017), accessed July 3, 2023,
https://dspace.uii.ac.id/handle/123456789/27660.
hukum adalah orang atau kelompok orang miskin. Koalisi Untuk Bantuan Hukum

(KUBAH) dalam Draft Rangcangan UndangUndang Bantuan Hukum versi

KUBAH sebelum Undang-Undang ini ditetapkan mengusulkan agar definisi

penerima bantuan hukum tidak sematamata hanya diterjemahkan orang yang tidak

mampu secara ekonomi, namun juga orang atau kelompok yang termarjinalkan

karena suatu kebijakan publik; Orang atau kelompok yang hak-hak sipil dan

politiknya terabaikan; Komunitas masyarakat adat; perempuan dan penyandang

cacat hingga mereka para korban pelanggaran hak-hak dasar seperti penggusuran

dan lain-lain. Mochtar Kusumaatmadja (1975:7) Pemberian bantuan hukum bagi

orangorang yang tidak mampu dimaksudkan sebagai suatu cara untuk

memperbaiki ketidakseimbangan sosial. Seseorang yang mengajukan permohonan

untuk mendapatkan bantuan hukum, harus menunjukkan bukti-bukti tentang

kemiskinannya, misalkan dengan memperlihatkan suatu pernyataan dari Lurah

yang disahkan Camat, mengenai penghasilannya yang rendah atau orang tersebut

sama sekali tak berpenghasilan dan keterangan-keterangan lain yang berhubungan

dengan kemiskinan. Untuk menjelaskan suatu definisi terhadap suatu arti dari

ketidakmampuan adalah sukar sekali. Meskipun cara-cara untuk menyelidiki

ketidakmampuan ini tampaknya mudah, tetapi pembuktiannya adalah sangat sulit,

tetapi dalam keadaan tertentu seperti lembaga bantuan hukum yang didirikan

berdasarkan undang-undang dan dibiayai oleh masyarakat, misalnya di Singapura,

dengan jelas dapat ditentukan persyaratan yang didasarkan pada pengertian batas

maksimum penghasilan yang dapat disisihkan (diposable income), sehingga


dengan mudah dapat menetapkan batasan-batasan ketidakmampuan dengan

ukuran ekonomis.24

2. Unsur-Unsur Bantuan Hukum

Adanya jasa hukum. Pemberian bantuan diberikan dalam ruang lingkup

permasalahan hukum yang dialami oleh orang yang membutuhkan bantuan karena

keterlibatannya dalam masalah hukum sedangkan orang tersebut kurang mengerti

hukum atau kurang mengetahui hukum dan termasuk orang yang tidak mampu

dalam segi keuangan.

1) Tindakan untuk menjadi pembela/kuasa di luar maupun di dalam

pengadilan. Tindakan yang dilakukan oleh pemberi bantuan hukum

berupa pembelaanpembelaan yang dilakukan sebagai

pembela/penasehat hukum dalam perkara perdata atau pidana yang

dilakukan mulai dari tingkat kepolisian, kejaksaan maupun pengadilan.

Tindakan yang dilakukan oleh pemberi bantuan hukum dalam

penanganan perkara perdata/tata usaha negara untuk menjadi kuasa

guna mewakili, bertindak untuk dan atas nama serta guna kepentingan

orang yang membutuhkan bantuan hukum baik di dalam maupun di

pengadilan.

2) Adanya nasehat-nasehat hukum/konsultan hukum. Memberikan nasehat,

pertimbangan, pengertian dan pengetahuan hukum kepada orang yang

membutuhkan bantuan hukum terhadap permasalahan-permasalahan

hukum yang sedang dihadapi. Bantuan hukum diberikan kepada orang

24
“PELAKSANAAN PEMBERIAN BANTUAN HUKUM TERHADAP MASYARAKAT TIDAK MAMPU DI LUAR
PENGADILAN (NON-LITIGASI) | UNES Journal of Swara Justisia,” accessed July 3, 2023,
yang tidak mampu tetapi jangan diartikan hanya sebagai bentuk belas

kasihan kepada yang lemah.semata. Seharusnya selain membantu orang

miskin, bantuan hukum juga merupakan gerakan moral yang

memperjuangkan hak asasi manusia juga untuk mewujudkan cita-cita

negara kesejahteraan (welfare state) dan keadilan sosial.

3. Tujuan Bantuan Hukum Tujuan program bantuan hukum berbeda-beda dan

berubah-ubah, bukan saja dari suatu negara ke negara lainnya, melainkan juga dari

satu zaman ke zaman lainnya, suatu penelitian yang mendalam tentang sejarah

pertumbuhan program bantuan hukum telah dilakukan oleh Dr. Mauro Cappeleti,

dari penelitian tersebut ternyata program bantuan hukum kepada masyarakat

miskin telah dimulai sejak zaman Romawi. Dari penelitian tersebut, dinyatakan

bahwa tiap zaman arti dan tujuan pemberian bantuan hukum kepada masyarakat

yang tidak mampu erat hubungannya dengan nilai-nilai moral, pandangan politik

dan falsafah hukum yang berlaku. Berdasarkan penelitian tersebut, dapat diketahui

bahwa banyak faktor yang turut berperan dalam menentukan apa yang sebenarnya

menjadi tujuan dari pada suatu program bantuan hukum itu sehingga untuk

mengetahui secara jelas apa sebenarnya yang menjadi tujuan daripada suatu

program bantuan hukum perlu diketahui bagaimana cita-cita moral yang

menguasai suatu masyarakat, bagaimana kemauan politik yang dianut, serta

falsafah hukum yang melandasinya. Misalnya saja pada zaman Romawi

pemberian bantuan hukum oleh patron hanyalah didorong motivasi mendapatkan

pengaruh dari rakyat. Pada zaman abad pertengahan masalah bantuan hukum ini
mendapat motivasi baru sebagai akibat pengaruh agama Kristen, yaitu keinginan

untuk berlomba-lomba memberikan derma (charity) dalam bentuk membantu

masyarakat miskin.25

Di Indonesia, berdasarkan pada anggaran dasar Lembaga Bantuan Hukum,

bantuan hukum mempunyai tiga tujuan yang hendak dicapai oleh Lembaga

Bantuan Hukum yang semuanya merupakan satu kesatuan yang bulat yang tidak

dapat dipisah-pisahkan karena masing-masing adalah merupakan aspek-aspek

problema hukum yang besar yang dihadapi oleh bangsa dan Negara.26

Tujuan bantuan hukum tersebut adalah:

a. Untuk memberikan pelayanan hukum kepada masyarakat yang membutuhkan;

b. Untuk mendidik masyarakat dalam arti yang seluas-luasnya dengan tujuan

menumbuhkan dan membina kesadaran akan hak-hak sebagai subjek hukum.

c. Untuk turut serta mengadakan pembaharuan hukum dan perbaikan pelaksanaan

hukum di segala bidang.

5. Syarat Dan Tata Cara Pemberian Bantuan Hukum Menurut PP No 42 Tahun

2013 Adapun tahapan yang harus dilakukan dalam hal memperoleh Bantuan

Hukum sebagaimana ditentukan dalam Pasal 3 yaitu : Untuk memperoleh Bantuan

Hukum, Pemohon Bantuan Hukum harus memenuhi syarat: a. mengajukan

permohonan secara tertulis yang berisi paling sedikit identitas Pemohon Bantuan

Hukum dan uraian singkat mengenai pokok persoalan yang dimohonkan Bantuan

Hukum; b. menyerahkan dokumen yang berkenaan dengan Perkara; dan c.

25
Afif Khalid and Dadin Eka Saputra, “TINJAUAN YURIDIS TENTANG PARALEGAL DALAM PEMBERIAN
BANTUAN HUKUM,” Al-Adl: Jurnal Hukum 11, no. 1 (June 26, 2019): 103–113.
26
Angga and Arifin, “Penerapan Bantuan Hukum Bagi Masyarakat Kurang Mampu Di Indonesia.” Op.cit.
melampirkan surat keterangan miskin dari Lurah, Kepala Desa, atau pejabat yang

setingkat di tempat tinggal Pemohon Bantuan Hukum. Syarat mengenai

pemberian bantuan hukum yang harus memenuhi syarat sebagaimana ditentukan

dalam Pasal 4 yaitu Pemberian Bantuan Hukum dilaksanakan oleh Pemberi

Bantuan Hukum, yang harus memenuhi syarat;27 a. berbadan hukum; b.

terakreditasi; c. memiliki kantor atau sekretariat yang tetap; d. memiliki pengurus;

dan e. memiliki program Bantuan Hukum. Mekanisme pemberian bantuan

hukum; (1) Pemohon Bantuan Hukum mengajukan permohonan Bantuan Hukum

secara tertulis kepada Pemberi Bantuan Hukum. (2) Permohonan sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat: a. identitas Pemohon Bantuan

Hukum; dan b. uraian singkat mengenai pokok persoalan yang dimintakan

Bantuan Hukum. (3) Permohonan Bantuan Hukum sebagaimana dimaksud pada

ayat (1), harus melampirkan: a. surat keterangan miskin dari Lurah, Kepala Desa,

atau pejabat yang setingkat di tempat tinggal Pemohon Bantuan Hukum; dan; b.

dokumen yang berkenaan dengan Perkara. Untuk menerima/menolak melakukan

pemberian bantuan hukum maka pemberi bantuan hukum harus melakukan

tahapan-tahapan sebagaimana ditentukan dalam Pasal 11 yaitu: 28 (1) Pemberi

Bantuan Hukum wajib memeriksa kelengkapan persyaratan sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 6 dalam waktu paling lama 1 (satu) hari kerja setelah

menerima berkas permohonan Bantuan Hukum. (2) Dalam hal permohonan

Bantuan Hukum telah memenuhi persyaratan, Pemberi Bantuan Hukum wajib

menyampaikan kesediaan atau penolakan secara tertulis atas permohonan

27
Ibid.
28
Rosalina, “Aspek Hukum Paralegal Sebagai Pemberi Bantuan Hukum Terhadap Masyarakat Miskin Dan
Marginal Dalam Mencari Keadilan.” Op.Cit.
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam waktu paling lama 3 (tiga) hari kerja

terhitung sejak permohonan dinyatakan lengkap. (3) Dalam hal Pemberi Bantuan

Hukum menyatakan kesediaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pemberi

Bantuan Hukum memberikan Bantuan Hukum berdasarkan surat kuasa khusus

dari Penerima Bantuan Hukum. (4) Dalam hal permohonan Bantuan Hukum

ditolak, Pemberi Bantuan Hukum wajib memberikan alasan penolakan secara

tertulis dalam waktu paling lama 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak permohonan

dinyatakan lengkap. Adapun batasan waktu berlakunya pemberian bantuan hukum

sebagaimana ditentukan dalam Pasal 12 yaitu Pemberian Bantuan Hukum oleh

Pemberi Bantuan Hukum kepada Penerima Bantuan Hukum diberikan hingga

masalah hukumnya selesai dan/atau Perkaranya telah mempunyai kekuatan

hukum tetap, selama Penerima Bantuan Hukum tersebut tidak mencabut surat

kuasa khusus.29 Pemberi bantuan hukum dalam hal beracara harus dilakukan oleh

advokat sebagaimana ditentukan dalam Pasal 13 Pemberian Bantuan Hukum

secara Litigasi dilakukan oleh Advokat yang berstatus sebagai pengurus Pemberi

Bantuan Hukum dan/atau Advokat yang direkrut oleh Pemberi Bantuan Hukum.

Dalam hal jumlah Advokat yang terhimpun dalam wadah Pemberi Bantuan

Hukum tidak memadai dengan banyaknya jumlah Penerima Bantuan Hukum,

Pemberi Bantuan Hukum dapat merekrut paralegal, dosen, dan mahasiswa

fakultas hukum. Dalam melakukan pemberian Bantuan Hukum, paralegal, dosen,

dan mahasiswa fakultas hukum harus melampirkan bukti tertulis pendampingan

dari Advokat. Mahasiswa fakultas hukum harus telah lulus mata kuliah hukum

acara dan pelatihan paralegal. Pemberian bantuan hukum secara non-litigasi dapat
29
Ibid.
dilakukan oleh beberapa pihak sebagaimana ditentukan dalam Pasal 16 yaitu: (1)

Pemberian Bantuan Hukum secara Nonlitigasi dapat dilakukan oleh Advokat,

paralegal, dosen, dan mahasiswa fakultas hukum dalam lingkup Pemberi Bantuan

Hukum yang telah lulus Verifikasi dan Akreditasi. (2) Pemberian Bantuan Hukum

secara Non-litigasi meliputi kegiatan: a. penyuluhan hukum; b. konsultasi hukum;

c. investigasi perkara, baik secara elektronik maupun nonelektronik; d. penelitian

hukum; e. mediasi; 64 f. negosiasi; g. pemberdayaan masyarakat; h.

pendampingan di luar pengadilan; dan/atau i. drafting d

Anda mungkin juga menyukai