Anda di halaman 1dari 3

PEPALI KI AGENG SELO

Ki Ageng Selo atau Kyai Abdurrahman, adalah tokoh spiritual dari desa Selo, kecamatan
Tawangharjo, Kabupaten Grobogan. Ki Ageng Selo merupakan buyut dari Panembahan Senopati (Raja
Mataram Islam Pertama) yang hidup pada masa Kerajaan Demak. Ki Ageng Selo disebut sebagai
keturunan dari raja terakhir yaitu Prabu Brawijaya V.
Ki Ageng Selo merupakan tokoh yang memiliki pengaruh pada masyarakat. Ia memiliki ajaran yang
diikuti masyarakat secara luas pada masanya hingga saat ini. Ajarannya yaitu tentang filsafat hidup dan
keagamaan. Para santrinya mencatat dan menuliskan ajaran yang disampaikan Ki Ageng Selo menjadi
pemikiran utama Ki Ageng Selo yang dikenal dengan pepali Ki Ageng Selo.
Pepali adalah larangan atau nasihat seorang guru kepada muridnya. Nasihat lisan tersebut ditulis
dan dikumpulkan oleh murid-muridnya menggunakan bahasa jawa dalam bentuk tembang Macapat.
Pepali Ki Ageng Selo mengajarkan tentang kesusilaan, kebatinan, dan keagamaan.
Pepali Ki Ageng Selo dibagi menjadi beberapa bagian, yaitu:
1. Dhandanggula, berisi tentang bagaimana seharusnya manusia menjalankan hidup didunia.
2. Asmaradhana, adalah kelanjutan dari Dhandanggula yang banyak membahas tentang
konsekuensi serta tatacara jalan kembali pada Tuhan.
3. Megatruh, bagian ini menekankan pada hubungan Tuhan dengan manusia.
4. Mijil, menjelaskan tentang proses mendekatkan diri pada Tuhan yang ditekankan pada level
Tasawuf. Bagian ini juga merupakan kelanjutan dari Megatruh yang membahas keadaan
manusia setalah mati.
5. Maskumambang, menjelaskan tentang konsep hidup dan mati dalam tradisi jawa kaitannya
dengan hukum Tuhan yang didasarkan pada Al-Quran surat Al-Imron ayat 27 dimana Ki Ageng
Selo menyebutkan kata Allah untuk menyebut Tuhan.
6. Dhandanggula, sama dengan bagian pertama. Bagiansaking ini Ki Ageng Selo menyebutkan
kata “Hyang Widhi” untuk menyebut Tuhan dimana “Hyang Widhi” adalah sebutan Tuhan
pada masyarakat Hindu. Ini dimaksudkan Ki Ageng Selo hendak memberikan pendidikan
kepada masyarakat tentang nilai kehidupan berbangsa dan bernegara untuk mengakomodir
seluruh umat di tanah jawa.
Hadirnya pepali Ki Ageng Selo merupakan salah satu manuskrip nusantara yang membahas
tentang masyarakat jawa yang telah mempraktekkan ajaran agama secara nyata. Sang Penangkap Petir
ini juga mengungkapkan bahwa manusia itu “ojo ladhak, ojo celimut, ojo mburu aleman, lan ojo mlaku
ngiwo” yang artinya “janganlah menjadi seseorang yang mudah marah, suka mencuri, memburu pujian
dari orang lain, dan jangan berbuat menyeleweng baik secara norma adat dan norma agama”.
PEPALI KI AGENG SELO

Ki Ageng Selo utawi Kyai Abdurrahman, inggih punika tokoh spiritual saking desa Selo, kecamatan
Tawangharjo, Kabupaten Grobogan. Ki Ageng Selo inggih punika buyut saking Panembahan Senopati
(Raja Mataram Islam Sepindah) ingkang gesang wonten ing masa Kerajaan Demak. Ki Ageng Selo disebut
sebagai keturunan dari raja terakhir yaitu Prabu Brawijaya V.
Ki Ageng Selo merupakan tokoh yang memiliki pengaruh pada masyarakat. Ia memiliki ajaran yang
diikuti masyarakat secara luas pada masanya hingga saat ini. Ajarannya yaitu tentang filsafat hidup dan
keagamaan. Para santrinya mencatat dan menuliskan ajaran yang disampaikan Ki Ageng Selo menjadi
pemikiran utama Ki Ageng Selo yang dikenal dengan pepali Ki Ageng Selo.
Pepali adalah larangan atau nasihat seorang guru kepada muridnya. Nasihat lisan tersebut ditulis
dan dikumpulkan oleh murid-muridnya menggunakan bahasa jawa dalam bentuk tembang Macapat.
Pepali Ki Ageng Selo mengajarkan tentang kesusilaan, kebatinan, dan keagamaan.
Pepali Ki Ageng Selo dibagi menjadi beberapa bagian, yaitu:
1. Dhandanggula, berisi tentang bagaimana seharusnya manusia menjalankan hidup didunia.
2. Asmaradhana, adalah kelanjutan dari Dhandanggula yang banyak membahas tentang
konsekuensi serta tatacara jalan kembali pada Tuhan.
3. Megatruh, bagian ini menekankan pada hubungan Tuhan dengan manusia.
4. Mijil, menjelaskan tentang proses mendekatkan diri pada Tuhan yang ditekankan pada level
Tasawuf. Bagian ini juga merupakan kelanjutan dari Megatruh yang membahas keadaan
manusia setalah mati.
5. Maskumambang, menjelaskan tentang konsep hidup dan mati dalam tradisi jawa kaitannya
dengan hukum Tuhan yang didasarkan pada Al-Quran surat Al-Imron ayat 27 dimana Ki Ageng
Selo menyebutkan kata Allah untuk menyebut Tuhan.
6. Dhandanggula, sama dengan bagian pertama. Bagiansaking ini Ki Ageng Selo menyebutkan
kata “Hyang Widhi” untuk menyebut Tuhan dimana “Hyang Widhi” adalah sebutan Tuhan
pada masyarakat Hindu. Ini dimaksudkan Ki Ageng Selo hendak emmberikan pendidikan
kepada masyarakat tentang nilai kehidupan berbangsa dan bernegara untuk mengakomodir
seluruh umat di tanah jawa.
Hadirnya pepali Ki Ageng Selo merupakan salah satu manuskrip nusantara yang membahas
tentang masyarakat jawa yang telah mempraktekkan ajaran agama secara nyata. Sang Penangkap Petir
ini juga mengungkapkan bahwa manusia itu “ojo ladhak, ojo celimut, ojo mburu aleman, lan ojo mlaku
ngiwo” yang artinya “janganlah menjadi seseorang yang mudah marah, suka mencuri, memburu pujian
dari orang lain, dan jangan berbuat menyeleweng baik secara norma adat dan norma agama”.
PEPALI KI AGENG SELO

Ki Ageng Selo or Kyai Abdurrahman, is a spiritual public figure from Selo village, Tawangharjo
District, Grobogan Regency. Ki Ageng Selo is great-grandfather from Panembahan Senopati (First
Mataram Islam’s King) who lived during Demak Kingdom period. Ki Ageng Selo also known as
descendant of the last King Brawijaya V.
Ki Ageng Selo also figure who have influenced to public. He have doctrines that followed by public
in his period until now. His doctrines are about life philosophy and spiritual. His students recorded and
wrote his teachings become a main idea what we called Pepali Ki Ageng Selo.
Pepali are ban and advice from a teacher to the students. That verbal advice collected and
recorded by his students using Javanese language that called Macapat. Pepali of Ki Ageng Selo also teach
about morality, mysticism, and spiritual.
Pepali of Ki Ageng Selo divided into several parts, such as :
1. Dhandanggula, contain how human should live their lives.
2. Asmaradhana, is continuity of that discuss about consequence and the way come back to
God.
3. Megatruh, in this part Megatruh emphasize on relationship between human and God.
4. Mijil, explain about the process get closer with God that emphasize to Tasawuf level. This
paert also the continuity of Megatruh that discuss about human situation after death.
5. Maskumambang, ecplain about live and death concept in Javanese traditions that connect to
God’s law based on Al Quran surah Al Imron 27th (twenty seventh) verse where Ki Ageng Selo
mention “Allah” to called God.
6. Dhandanggula, same as the first part. This part he mention “Hyang Widhi” to call God where
“Hyang Widhi” is God in Hinduism. This statement mean Ki Ageng Selo will give some
educations to public about the value of national and state life to unite all people in Java.
Pepali of Ki Ageng Selo are one of archipelago manuscript which discuss about Javanese people
who have practiced religious teachings in real terms. This Thunder Catcher also express that human
should “ojo ladhak, ojo celimut, ojo mburu aleman, lan ojo mlaku ngiwo” the meaning are “ don’t be a
grumpy persons, don’t be a thief, don’t seek praise from others, and don’t go off from the rule of spiritual
norms and tradition norms”.

Anda mungkin juga menyukai