Anda di halaman 1dari 96

1

BAB I
PENDAHULUAN
A.

Latar Belakang
Hukum adat atau tradisi merupakan adat istiadat masyarakat yang
berjalan seiring dengan kekuatan kesadaran, kebutuhan, dan keyakinan
terhadap perilaku adat yang dikerjakan. Perilaku yang lahir dari kekuatan adat
itu sudah berjalan teratur laksana hukum kebijakan yang berlaku pada
masyarakat itu sampai pada tingkat suatu keharusan atau kewajiban.
Berlakunya kegiatan yang berhubungan dengan keyakinan disebabkan
dibalik pelaksanaan kegiatan adat terdapat sebuah harapan dan kekuatan
supranatural. Dan ummat Islam tentunya berharap besar kepada Tuhan Allah
SWT sesuai prosedur iman dan taqwa. Berangkat dari keyakinan itu muncul
perilaku pembiasaan kemasyarakatan yang berulang-ulang yang disebut
dengan adat.
Perilaku masyarakat yang berulang-ulang sebagai suatu kebenaran
yang diyakini, tentu di dalamnya terjadi banyak bentuk interaksi manusia.
Segala bentuk timbal balik manusia yang berlaku atas kebenaran dan harapan
ke depan untuk mencari kedamaian dan ketenangan hidup sangat diperlukan
untuk terciptanya kebersamaan, hubungan kekeluargaan dan sikap gotong
royong dalam kehidupan bermasyarakat.
Pandangan manusia dalam bidang sikap dan perilaku agama adalah
bagian dari budaya. Budaya-budaya Islam bertujuan mendekatkan ajaran Allah
dengan manusia. Dan termasuk didalamnya adalah berdzikir/mengingat Allah

SWT dengan berbagai aktifitas yang positif, seperti menegakkan sholat, baik
yang fardhu maupun yang tathowwu, bertaubat kepada Allah, beristigfar,
memikirkan/merenungkan kebesaran dan kekuasaan Allah, membaca kitab
suci al-Qurn, mencari ilmu yang bermanfaat, mencari rezeki dengan niat
yang baik dan halal, memandang ciptaan Allah agar selalu ingat kepadaNya,
1
membaca kalimat takbir (Allhu akbar), kalimat tahlil (L ilha illallah),
kalimat tasbih (Subhnallah), dan kalimat tahmid (Alhamdulillh).1
Segala aktifitas dan kegiatan untuk selalu mengingat dan mendekatkan
diri kepada Allah SWT, akan dapat menjadikan hati dan jiwa seorang hamba
semakin dekat dengan sang pencipta. Dalam al-Qurn Allah SWT berfirman,

2
.(-: )
Kepunyaan Allah-lah kerajaan langit dan bumi, dan Allah Maha
Perkasa atas segala sesuatu. Sesungguhnya dalam penciptaan langit
1 Mujaddidul Islam Mafa. Menyibak Kedahsyatan ikir. (Lumbung Insani, 2009). Hlm.
19.

dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda
bagi orang-orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat
Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan
mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya
berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan
sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka
(Q.S.Ali Imran, [3]: 189-191).
Dengan demikian, dz@@}ikir dapat berbentuk ucapan lisan, gerakan
raga maupun getaran hati sesuai dengan ajaran-ajaran yang diajarkan oleh
agama dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah SWT. Ucapan-ucapan
dzikrullah dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah SWT sangat banyak,
dan termasuk diantaranya adalah dzikir l ilhaillallah.., yang dikemas
dengan doa an ikir-dzikir yang lain dalam suatu majelis atau suatu
perkumpulan yang disebut jamaah tahlil.
Menurut K.H. Abdul Muchith Muzadi3, bahwa tahlil berarti
pengucapan

kalimat

ilhaillallah. Tahlilan

artinya

bersama-sama

melakukan doa bagi orang (keluarga, teman, dsb.) yang sudah meninggal
dunia, semoga diterima amalannya dan diampuni dosanya oleh Allah SWT,
yang sebelum doa, diucapkan beberapa kalimat thayyibah (kalimat yang
bagus, yang agung), berupa hamdalah, shalawat, tasbih, beberapa ayat suci alQurn dan tidak ketinggalan tahlil, yang kemudian dominan menjadi nama
dari kegiatan seluruhnya, menjadi tahlil atau tahlilan.4

2 Departemen Agama RI. Al-Quran dan Terjemahannya. (Bandung:


Diponegoro, 2000), h. 38.
3 K.H. Abdul Muchith Muzadi adalah tokoh utama NU. Beliau menjadi sekretaris pribadi
K.H. Ahmad Shiddiq (Rois Am PBNU 1984-1980), dan menjadi Rois Syuriyah PBNU
(1989-2004), dan sebagai Dewan Muhtasyar PBNU (2004-2009).

Tahlil dalam bahasa Arab berarti menyebut kalimah syahadah yaitu


l ilhaillallah () . Dalam konteks Indonesia, tahlil menjadi sebuah
istilah untuk menyebut suatu rangkaian kegiatan doa yang diselenggarakan
dalam rangka mendoakan keluarga yang sudah meninggal dunia. Kalimat
tahlil sesungguhnya merupakan rangkaian yang utuh dengan kalimat syahadat.
Kedua kalimat ini pun sama-sama berisi tentang ajaran tauhid; bedanya dalam
syahadat ada sebuah kesaksian bukan saja terhadap Allah sebagai Tuhan yang
haq untuk disembah, namun juga penyaksian bahwa Muhammad adalah
utusan Allah sebagai nabi dan rasul yang terakhir. Sementara itu dalam
kalimat tahlil yang ada hanyalah pengakuan diri akan keberadaan Allah
sebagai Tuhan yang berhak untuk dijadikan sesembahan bagi semua makhluk.5
Kegiatan tahlil juga dibudayakan bagi orang yang meninggal dunia
atau dikenal dengan tahlilan pada 7 hari wafatnya manusia, 40 hari, 100 hari
bahkan 1000 hari. Perkembangan ini disebut sebagai budaya islami, karena
majelis yang dilakukan di dalamnya sarat dengan bacaan-bacaan Islam. Dalam
tradisi Islam Jawa, terdapat kebiasaan peringatan 3, 7, 40, 100, dan 1000 hari.
Peringatan yang dikaitkan dengan hitungan tersebut berkaitan dengan dua hal:
pertama, keadaan perubahan fisik dari jenazah, dan kedua, berkaitan dengan
pahala dan nasib alam kubur dari roh jenazah tersebut.6

4 Moh. Saifullah al-Aziz. Kajian Hukum-Hukum Walimah (Selamatan). (Surabaya: Terbit


Terang, 2009), Hlm. 241-242.
5 Asrifin An-Nakhrawie. Rahasia Dibalik 99 Butiran Tasbih. (Surabaya: Ikhtiar, 2007),
Hlm. 60.

Salah satu dusun yang dijadikan sampel dalam penelitian ini dan
dianggap masih memiliki tradisi hingga saat ini sesuai dengan tujuan
penelitian ini adalah Desa Kembang Kerang Daya Kecamatan Aikmel
Kabupaten Lombok Timur. Desa Kembang Kerang Daya merupakan salah
satu desa yang berada di wilayah Kecamatan Aikmel Kabupaten Lombok
Timur. Secara geografis Desa Kembang Kerang Daya berada di jalan Segara
Anak Aikmel Lombok Timur.
Hubungan sosial masyarakat Desa Kembang Kerang Daya dapat
dilihat pada setiap kegiatan yang dilaksanakan oleh tiap individu atau kegiatan
secara kelompok. Salah satu kegiatan masyarakat Desa Kembang Kerang
Daya yang menjadi tradisi hingga saat ini adalah kegiatan tahlilan pasca
pemakaman yang dilaksanakan oleh keluarga dan masyarakat dalam rangka
memberikan penghormatan terakhir pada orang yang meninggal dunia dengan
kegiatan-kegiatan sosial dan kegiatan keagamaan.
Bagi sebagian besar masyarakat Desa Kembang Kerang Daya kegiatan
tahlil sembilan hari setelah kegiatan pemakaman merupakan keharusan dan
dianggap sebagai suatu budaya yang memberikan nilai positif bagi
berlangsungnya sikap kekeluargaan dan kebersamaan. Untuk melaksanakan
kegiatan atau upacara tahlilan, keluarga orang yang meninggal berperan
sebagai penggerak dan pengatur kegiatan, selanjutnya masyarakat secara
serempak membantu dan mendukung dalam kebersamaan hingga kegiatan
tersebut berakhir.
6 Muhammad Solikhin. Sambut Kematian dengan Senyum. (Solo: Tiga Serangkai, 2009),
Hlm. 37

Kegiatan tahlilan untuk orang yang meninggal bagi sebagian


masyarakat Desa Kembang Kerang Daya merupakan suatu hal yang tidak
disyariatkan dalam agama melainkan hanya sebagai adat atau tradisi nenek
moyang yang diterima secara turun temurun. Namun, bagi masyarakat yang
melaksanakan kegiatan tersebut, tahlilan bukan saja sebagai anjuran dan
amalan agama yang harus diamalkan melainkan suatu tradisi positif yang
memberikan banyak manfaat bagi kehidupan masyarakat, baik untuk
mempererat

tali

shilaturrami

antar

warga

masyarakat

dapat

juga

mencerminkan sikap gotong royong dan tolong menolong terhadap keluarga


yang tertimpa musibah.
Adanya nilai-nilai sosial dalam kegiatan tahlil diyakini oleh
masyarakat sebagai sebuah kebudayaan yang diterima sebagai sebuah
kebudayaan religius yang memiliki landasan yang kuat, baik dari aspek
keagamaan maupun aspek sosial, sehingga upacara tahlilan masih terus
dilaksanakan hingga saat ini.
Berdasarkan beberapa uraian di atas, maka setiap tradisi merupakan
bagian dari kehidupan masyarakat yang mengandung unsur nilai, baik nilai
sosial

maupun

nilai-nilai

keagamaan,

sehingga

setiap

tradisi

yang

mengandung unsur positif dapat terus dipertahankan. Oleh karena itu, untuk
mengetahui berbagai unsur dan nilai yang terkandung di dalam tradisi tahlilan,
maka penulis mencoba melakukan pengkajian terhadap dzikir menurut alQurn dan hadits studi analisis tentang makna tahlilan sembilan hari di Desa
Kembang Kerang Daya Kecamatan Aikmel kabupaten Lombok Timur.

B.

Identifikasi Masalah
Dari latar belakang di atas, maka dapat diidentifikasi beberapa
permasalahan sebagai berikut:
1. Dzikir bukan hanya berbentuk ucapan lisan, akan tetapi dapat berupa
gerakan raga maupun getaran hati sesuai dengan ajaran-ajaran yang
diajarkan oleh agama dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah SWT.
2. Acara tahlil untuk orang yang meninggal secara khusus tidak disyariatkan
dalam Islam.
3. Acara tahlil untuk orang yang meninggal telah menjadi tradisi bagi
sebagian masyarakat Islam.
4. Acara tahlil untuk orang yang meninggal dilaksanakan 7 sampai 9 hari,
yang dilanjutkan pada hari ke 40, 100 dan hari ke 1000.
5. Kegiatan tahlil dianggap memiliki nilai bagi masyarakat dan orang yang
meninggal dunia.

C.

Batasan Masalah
Dari identifikasi permasalahan di atas, maka terdapat beberapa
permasalahan dalam penelitian ini. Namun untuk lebih memperjelas tujuan
dalam penelitian ini, maka penelitian ini hanya dibatasi pada:
1. Makna dzikir dalam al-Qurn dan Hadits
2. Dzikir dalam bentuk tradisi tahlilan sembilan hari.
3. Makna dan nilai tradisi tahlilan sembilan hari pada masyarakat Desa
Kembang Kerang Daya Kecamatan Aikmel Lombok Timur.

D.

Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah di atas dapat dirumuskan masalah sebagai
berikut:
1. Bagaimanakah tradisi tahlilan 9 hari menurut Islam?
2. Bagaimanakah alasan-alasan masyarakat terhadap tradisi tahlilan 9 hari?

3. Apakah makna dan nilai yang terkandung dalam tradisi tahlilan sembilan
hari di Desa Kembang Kerang Daya Kecamatan Aikmel Kabupaten
Lombok Timur?
E.

Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini,
antara lain sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui tradisi tahlilan 9 hari menurut Islam.
2. Untuk mengetahui alasan-alasan masyarakat dalam terhadap tradisi
tahlilan 9 hari.
3. Untuk mengetahui makna dan nilai yang terkandung dalam tradisi tahlilan
sembilan hari di Desa Kembang Kerang Daya Kecamatan Aikmel
Kabupaten Lombok Timur.

F.

Manfaat Penelitian
Adapun peneliti ini diharapkan akan dapat memberikan manfaat
sebagai berikut:
1. Manfaat Teoritis
Dapat menambah khasanah pengetahuan bagi pengembangan
berbagai disiplin ilmu, terutama ilmu-ilmu keagamaan khususnya dalam
bidang ilmu tafsir.
2. Manfaat Praktis
Memberikan sumbangan pemikiran dalam mengupas makna sosial
khususnya makna tradisi tahlilan sembilan hari yang telah menjadi tradisi
masyarakat Sasak pada umumnya dan masyarakat Desa Kembang Kerang
Daya pada khususnya.

G.

Tinjauan Pustaka
Penelitian tentang dzikir telah banyak dilakukan, di antaranya:
Mujaddidul Islam Mafa. 2009. Menyibak Kedahsyatan Dzikir. Lumbung
Insni. Di dalam buku ini dijelaskan bahwa dzikir merupakan bacaan-bacaan
thayyibah yang diapresiasikan dalam bentuk ucapan lisan, gerakan raga
maupun getaran hati yang sesuai dengan cara-cara yang oleh agama Islam
dalam rangka mendekatkan diri ke khadirat Allah SWT. Selanjutnya, M. Arifin
Ilham & Yudy Effendy. 2011. 4 Dzikir Superdahsyat, Rahasia Terbesar
Tasbih, Tahmid, Tahlil, dan Takbir bagi kesuksesan hidup. Jakarta: Qultum
Media. Dalam buku tersebut memberikan kesimpulan bahwa membaca tasbih
membantu kita memiliki hati yang selalu tenteram sehingga kita bisa lebih
fokus menjalani aktivitas sehari-hari, membaca tahmid akan melahirkan
simpati dan empati terhadap sesama, membaca tahlil dapat membentuk pribadi
yang tangguh dan tidak mudah menyerah, dan membaca takbir akan
menguatkan rasa percaya diri kita.
Sedangkan pada penelitian ini, penulis akan mencoba menguraikan
tentang berbagai unsur yang terkandung dalam tradisi dzikir tahlilan 9 hari di
Desa Kembang Kerang Daya Kecamatan Aikmel Lombok Timur.

H.
1.

Metode Penelitian
Pendekatan Penelitian

10

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif


adalah salah satu pendekatan dalam melakukan penelitian yang
berorientasi pada gejala-gejala yang bersifat alamiah karena orientasinya
demikian, maka sifatnya naturalistik dan mendasar atau bersifat
kealamiahan serta tidak bisa dilakukan di laboraturium melainkan di
lapangan. Metode Penelitian kualitatif sering disebut metode penelitian
naturalistic karena penelitiannya dilakukan pada kondisi yang alamiah
(natural setting); disebut juga sebagai metode etnografi karena pada
awalnya metode ini lebih banyak digunakan untuk penelitian bidang
antropologi budaya.7
Metode penelitian kualitatif adalah penelitian yang berlandaskan
pada filsafat post-positvisme, digunakan untuk meneliti pada kondisi
obyek yang ilmiah (sebagai lawannya adalah eksperimen) dimana peneliti
adalah sebagai instrumen kunci, pengambelan sampel, sumber data di
lakukan dengan pordosive, teknik pengumpulan data dengan gabungan.
Metode kualitatif disebut dengan metode penelitian naturalistik,
karena penelitiannya di lakukan pada kondisi yang alamiah, (naturallis
setting) di sebut juga sebagai metode etnographi karena pada awalnya
metode ini lebih banyak di gunkan untuk penelitian bidang antropologi
budaya karena data yang terkumpul dan analisisnya lebih bersifat
kualitatif.8
2.

Lokasi Penelitian
7 Afifuddin dan Beni Ahmad Saebani. Metodologi Penelitian Kualitatif. (bandung:
Pustaka Setia, 2009), hlm. 57.

11

Penelitian ini dilakukan di Desa Kembang Kerang Daya


Kecamatan Aikmel Kabupaten Lombok Timur. Peneliti memilih lokasi
penelitian di Desa Kembang Kerang Daya karena peneliti ingin mengkaji
secara lebih mendalam tentang makna dan nilai yang terkandung dalam
kegiatan masyarakat tentang dzikir dalam bentuk tradisi tahlilan sembilan
hari di lingkungan sendiri sebagai hasil dari kebudayaan yang patut untuk
dilestarikan.
3.

Subyek Penelitian
Subyek atau informan dalam penelitian ini adalah masyarakat Desa
Kembang Kerang Daya Kecamatan Aikmel Lombok Timur. Subyek
penelitian ini bersifat Purposive sampling yaitu pemilihan sampling
penelitian dengan pertimbangan dan tujuan tertentu, misalnya orang
tersebut dianggap paling tahu tentang permasalahan dalam penelitian ini
sehingga memudahkan peneliti memperoleh informasi yang diperlukan.

4.

Jenis Data dan Sumber data


a. Jenis Data
Adapun jenis data yang digunakan, antara lain terdiri dari:
1) Data Perimer
Data perimer merupakan sumber data penelitian yang
diperoleh secara langsung dan tidak melalui media perantara. Data
perimer dapat berupa opini subyek (orang) secara individu atau

8 Sugiyono. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif. (Bandung:


Alfabeta, 2006), hlm. 14-15.

12

kelompok. hasil observasi terhadap suatu benda (fisik), kejadian


atau kegiatan, dan hasil pengujian.

2) Data Sekunder
Data sekunder merupakan sumber data penelitian yang
diperoleh peneliti secara tidak langsung melalui media perantara
(diperoleh dan dicatat oleh pihak lain). Data sekunder umumnya
berupa bukti, catatan, atau laporan historis yang telah tersusun
dalam arsip (data dokumenter) yang dipublikasikan maupun yang
tidak dipublikasikan. Data ini menyangkut kondisl daerah lokasi
penelitian dan data lainnya yang menunjang penelitian.9
b. Sumber Data
Sumber data utama dalam penelitian kualitatif adalah kata-kata,
dan tindakan selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan
lain-lain.10 Berkaitan dengan hal tersebut, maka sumber data pada
penelitian ini dibagi menjadi dua bagian, yaitu data yang bersumber
dari informan (hasil wawancara) dan data yang diperoleh dari literatur
(data kepustakaan) yang berhubungan dengan penelitian ini.
5.

Teknik Pengumpulan Data


9 Sangadji dan Sopiah. Metodologi Penelitian Kualitatif. (Bandung: Pustaka Setia, 2010), hlm.
44..

10 Moleong. J. Lexy. Metode Penelitian Kualitatif. (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2005),
hlm.. 112.

13

Untuk mendapatkan data atau informasi yang dibutuhkan dalam


penelitian ini, maka peneliti melakukan hubungan langsung dengan orangorang yang dianggap mengerti dan memahami masalah yang dikaji dalam
penelitian ini dan mengumpulkan beberapa literatur yang berhubungan
penelitian ini.
Kegiatan penelitian ini pada dasarnya meliputi empat pokok, yaitu:
(1) tahap pra lapangan, (2) pekerjaan lapangan, (3) Analisis data, dan (4)
penulisan laporan.
Tahap pra lapangan yaitu peneliti mempersiapkan diri sebelum
mendatangi tempat penelitian. Adapun persiapan yang dilakukan peneliti,
yaitu menyusun proposal penelitian, mengurus surat izin penelitian,
menyiapkan pertanyan-pertanyaan untuk dilontarkan di tempat penelitian,
dan pedoman pengumpulan data.
Tahap pekerjaan lapangan, peneliti mengumpulkan data di lokasi
penelitian dengan survey, observasi, intervieu (wawancara), mengkaji data
yang terkumpul, menguji keabsahan data dan memfokuskan data untuk
persiapan analisis awal.
a. Metode observasi
Metode observasi adalah pengumpulan data dan pencatatan
dengan sistimatis fenomena-fenomena yang diselidiki.11. Dalam
kenyataannya penggunaan metode observasi dalam pengumpulan data
dapat dibagi dalam dua teknik yaitu :
11 Sutrisno Hadi. Metodologi Penelitian. (Yogyakarta: Yayasan Penelitian Psikologi
UGM, 1994), hlm. 136.

14

1) Teknik observasi secara langsung


Observasi secara langsung yakni teknik pengumpulan data
dimana penyelidik mengadakan pengamatan secara langsung
(tanpa alat) terhadap gejala subyek yang diselidiki.

2) Teknik observasi tidak langsung


Maksudnya adalah teknik pengumpulan data dimana
peneliti mengadakan pengamatan terhadap gejala-gejala subyek
yang diselidiki diperantara sebuah alat.
b. Metode interview
Interview artinya melakukan wawancara langsung secara lisan
antara interviweer dengan responden, metode interview ini cukup
praktis dari segi penggunaanya dan gampang dalam pelaksanaanya.
Adapun interview yang dimaksud di sini adalah seperti yang
diungkapkan Sutrisno Hadi bahwainterview dapat dipandang sebagai
alat pengumpulan data dengan jalan tanya jawab sepihak yang
dilaksanakan

secara

sistimatis

kepada

tujuan

penilitian

atau

penyelidikan.
Adapun cara penulisan dalam mempergunakan metode
interview ini adalah :
Pertama penulis mengadakan pengenalan diri pada masyarakat
yang dijadikan sebagai responden dengan maksud memohon izin dan
mengadakan penelitian. Di samping itu, penulis perlu menyampaikan

15

tujuan penelitian agar tidak terjadi salah pengertian dalam penelitian


yang dilaksanakan, sehingga diharapkan nantinya sumber data dapat
memberikan informasi sesuai dengan data yang diharapkan.
Saat interview berlangsung, penulis mengadakan pencatatanpencataan hasil interview yang diperoleh sebagai data. Hal ini
dilaksanakan agar data yang diperoleh tidak terlupakan sekaligus untuk
memudahkan penulis mengklasifikasikan data yang terkumpul.
6.

Teknik Analisis Data


Data yang terkumpul dalam penelitian ini akan dianalisis secara
reduktif fenomenologis dan editik selama pengumpulan data berlangsung.
Kegiatannya meliputi: mereduksi data, menyajikan data, menarik
kesimpulan, dan melaksanakan verfikasi.12
Analisa data merupakan upaya untuk mencari dan menata secara
sistematis catatan hasil observasi, wawancara dan lain sebagainya untuk
meningkatkan pemahaman penelitian tentang kasus yang diteliti dan
menyajikannya sebagai hasil penelitian bagi orang lain. Sedangkan untuk
meningkatkan pemahaman tersebut analisis perlu dilanjutkan dengan
upaya mencari makna. Untuk itu data yang diperoleh diolah dengan
menggunakan metode deduktif dan metode induktif.
a.

Metode deduktif adalah metode bertitik tolak dari


suatu dalil atau prinsip yang normalive untuk menilai suatu kejadian
dari berbagai macam kasus. Jadi peneliti menggunakan metode

12 Moleong J. Lexy. Op Cit. hlm. 190.

16

deduktif untuk memberikan landasan uraian dari berapa teori dan


pendapat yang menggunakan buku sebagai sumber sekunder
terlakasana dan sempurnanya tulisan ini.
b.
Metode induktif adalah suatu cara menganalisa data
yang berangkat dari fakta yang khusus, dengan menggunakan beberapa
metode untuk mengumpulkan dan menganalisa data yang diperoleh
diharapkan nantinya penulis dapat mencapai sasaran dan tujuan yang
dikehedaki dalam penulisan ini.
Reduksi data adalah data dari lapangan yang dibuat laporan dan
laporan tersebut direduksi, dirangkum, dan dipilih bagian yang penting
sesuai dengan masalah penelitian. Berdasarkan hasil observasi partisipatif
dan wawancara pada masyarakat Desa Kembang Kerang Daya yang
dipandu oleh masalah penelitian dan penelitian maka reduksi dilakukan
untuk mempertajam fenomena yang benar-benar nampak. Menarik
kesimpuan dan verifikasi dilakukan sejak awal data diperoleh, tetapi
kesimpulannya masih kabur (bersifat tentatif) dan diragukan. Dengan
semakin bertambahnya data, maka kesimpulan itu lebih grounded.
Kesimpulan harus diverifikasi sepanjang penelitian berlangsung.
Adapun data dokumentasi yang diperoleh dari pengkajian literatur
dan buku-buku yang berhubungan penelitian ini dianalisis dengan
menggunakan analisis isi (content analysis). Analisis isi adalah penelitian
yang bersifat pembahasan mendalam terhadap isi suatu informasi tertulis
atau

tercetak

dalam media

massa.13 Sedangkan

13 Afifuddin dan Beni Ahmad Saebani. Op Cit. hlm. 165.

menurut

Klaus

17

Krippendorff, analisis isi merupakan suatu teknik penelitian untuk


membuat inferensi-inferensi yang dapat ditiru (replicable) dan sahih data
dengan memperhatikan konteksnya.14
BAB II
TUJUAN DAN FUNGSI AL-QURN
A. Pengertian Al-Qurn
Menurut etimologi: al-Qurn berasal dari kata Qa-ra-a ( )artinya
membaca, maka perkataan itu berarti bacaan. Maksudnya, agar ia menjadi
bacaan atau senantiasa dibaca oleh segenap bangsa manusia terutama oleh
para pemeluk agama Islam.15
Para ulama berbeda pendapat mengenai lafadz al-Qurn. Sebagian
berpendapat, penulisan lafadz tersebut dibubuhi huruf hamzah (dibaca AlQurn). Pendapat lain mengatakan penulisannya dari akar kata apapun) dan
bukan pula berhamzah (tanpa tambahan huruf hamzah di tengahnya, jadi
dibaca

al-Qurn).

Lafadz

tersebut

sudah

lazim

digunakan

dalam

pengertiannya kalamullah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW.


Jadi menurut al-Syafii, lafadz tersebut bukan berasal dari akar kata Qa-ra-a
(membaca), sebab kalau akar katanya Qa-ra-a, maka tentu setiap sesuatu yang
dibaca dapat dinamai al-Qurn. Lafadz tersebut memang nama khusus bagi
al-Qurn, sama halnya dengan nama Taurat dan Injil.
Al-Fara berpendapat, lafadz al-Qurn adalah pecahan
(musytaq) dari kata Qarain (kata jamak Qarinah) yang berarti
14 Klaus Krippendorff.. Analisis Isi Pengantar Teori dan Metodologi, Jakarta: Rajawali
Press. 1993. hlm. 15.
15 Munawar Chalil, Al-quran dari Masa ke Masa, (Ramadhani, t.t.),
hlm.1.

18

bermakna: kaitan, karena ayat-ayat al-Qurn satu sama lain


saling berkaitan. Karena itu jelaslah bahwa huruf nun pada
akhir

lafadz

tambahan.

al-Qurn

Sedangkan

adalah
al-Asyari

huruf
dan

asli,
para

bukan

huruf

pengikutnya

mengatakan, lafadz al-Qurn adalah musytaq (pecahan) dari


akar kata Qarn yang bermakna menggabubgkan sesuatu atas
yang lain, hal ini juga berdasarkan pada kenyataan bahwa
ayat-ayat al-Qurn satu dan17
lainnya saling bergabung.16
Tiga pendapat di atas (Al-Syafii, Al-Fara, dan

Al-

Asyari) cukuplah sebagai contoh untuk menarik kesimpulan


bahwa lafadz al-Qurn (tanpa huruf hamzah di tengahnya)
jauh dari kaidah pemecahan kata (isytiqaq) dalam bahasa
Arab. Di antara para ulama yang berpendapat bahwa lafadz
al-Qurn

ditulis

dengan

tambahan

huruf

hamzah

di

tengahnya ialah Al-Zajjaj,17 Al-Lihyani18 serta jamaah lainnya.


Menurut al-Zajjaj lafadz al-Qurn ditulis dengan huruf
hamzah di tengahnya berdasarkan pola-kata (Wazn) Fulan.
16 Subhi as-Shalih. Membahas Ilmu-ilmu al-Quran (terj). (Jakarta:
Pustaka Firdaus, 1991), cet. 2, hlm.9.
17 Nama lengkapnya Al-Zajjaj ialah Ibrahim bin Al-Sirri, dijuluki Abu
Ishaq, penulis buku Maanil-Quran. Beliau wafat pada tahun 311 H.
(lihat Inbahur-Ruwah, jilid I, hlm. 163).
18 Al-Lihyani, nama aslinya Abu Al-Hasan Ali bin Hazim, beliau
seorang ahli bahasa Arab yang terkenal. Beliau wafat pada tahun 215
H. Buku-buku yang ditulisnya banyak dimanfaatkan oleh Ibnu sayyidih
dalam menulis buku yang berjudul al-Mukhassash.

19

Lafadz tersebut pecahan (musytaq) dari akar kata Qarun


yang berarti Jamun. Ia mengetengahkan contoh kalimat
Qurial Mau fil-Haudhi yang berarti: air dikumpulkan dalam
kolam. Jadi dalam kalimat itu kata Qarun bermakna Jamun
yang dalam bahasa Indonesia bermakna kumpul. Alasannya
al-Qurn mengumpulkan atau menghimpun intisari kitabkitab suci terdahulu. Sedangkan menurut al-Lihyani lafadz alQurn

ditulis

dengan

huruf

hamzah

di

tengahnya

berdasarkan pola-kata Ghufran dan merupakan pecahan


(musytaq) dari akar kata Qa-ra-a yang bermakna Tala
(membaca). Lafadz al-Qurn digunakan untuk menamai
sesuatu yang dibaca, yakni objek, dalam bentuk mashdar.
Menurut Subhi as-Shalih pendapat yang paling kuat adalah
seperti apa yang diungkapkan oleh al-Lihyani, bahwa kata alQurn berasal dari kata qaraa yang berarti bacaan.19 Lafadz
al-Qurn adalah bentuk mashdar yang maknanya sinonim
dengan Qiraah, yakni bacaan. Sebagaimana firman Allah
Swt dalam Q.S. al-Qiymah: 17-18.





Sesungguhnya
atas
tanggungan
kamilah
mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu
pandai) membacanya. Apabila kami Telah selesai

19 Abdul Quddus. Islam Multi Dimensi, Mengungkap Trilogi Ajaran


Islam. (Mataram: Pantheon Media Pressindo, 2007), hlm. 42.

20

membacakannya Maka ikutilah bacaannya itu( Q.S. alQiymah: 17-18.)


Selanjutnya secara terminologi al-Qurn adalah kalam Allah yang
merupakan mukjizat20, yang diturunkan melalui perantaraan malaikat Jibril ke
dalam kalbu Rasulullah SAW, sebagaimana Firman Allah Swt:

Sesungguhnya kami Telah menurunkan Al Quran


kepadamu (hai Muhammad) dengan berangsur-angsur
(Q.S. al-Insn: 23).

Al-Qurn diturunkan menggunakan bahasa Arab.


Sebagaimana dalam Firman Allah Swt:

Sesungguhnya kami menurunkannya berupa Al Quran


dengan berbahasa Arab, agar kamu memahaminya (Q.S.
Yusuf: 2).
Al-Qurn juga disertai dengan kebenaran agar dijadikan hujjah

(argumentasi) dalam hal pengakuannya sebagai Rasul, dan agar dijadikan


sebagai undang-undang bagi seluruh umat manusia, yang abadi, untuk
kebahagiaan mereka di dunia dan akhirat,21 di samping merupakan amal
ibadah jika membacanya. al-Qurn juga di-tadwin-kan di antara dua ujung,
20 Mukjizat menurut terminologi berasal dari kata (ajaza-yajizu) yang
artinya (telah lemah-sedang lemah). Sedangkan mujizat yang
merupakan bentuk isim sifat/isim fail bermakna yang melemahkan.
Mukjizat menurut etimologi yaitu sesuatu yang luar biasa yang muncul
di luar kebiasaan yang ditujukan kepada orang-orang yang
mengingkari kenabian dan kerasulan seorang nabi dan Rasul.
21 Endang saifuddin Anshari, Wawasan Islam; Pokok-Pokok Fikiran
Tentang Islam dan Ummatnya, (Jakarta; CV. Rajawali, 2006), hlm. 35.

21

yang dimulai dari surat al-Fatihah, dan ditutup dengan surat al-Nas, dan
sampai kepada kita secara tertib dalam bentuk tulisan (Mushaf) maupun lisan
dalam keadaan utuh atau terpelihara dari perubahan dan pergantian, sekaligus
dibenarkan oleh Allah Swt, di dalam firman-Nya.22 Definisi ini selaras dengan
apa yang diberikan oleh Ahli Ushul.23
Dalam Kitab Mannaul-Qaththan mabahits fi ulumil-Qurn,24 yang
dimaksud

al-Qurn adalah kalamullah yang diturunkan kepada Muhammad

Saw dan membacanya adalah ibadah.25 Definisi lain mengenai al-Qurn juga
dikemukakan oleh al-Zarqani. Menurut al-Zarqani, al-Qurn itu adalah lafal
yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw, dari permulaan surat alFatihah sampai akhir surat al-Nas.26
Sedangkan Abdul Wahhab Khallaf memberikan definisi mengenai alQurn, yaitu firman Allah yang diturunkan kepada hati Rasulullah;
Muhammad bin Abdullah melalui al-Rhul Amin (Jibril As) dengan lafallafalnya yang berbahasa Arab dan maknanya yang benar, agar ia menjadi
hujjah bagi Rasul, bahwa ia benar-benar Rasulullah, menjadi undang-undang
22 Abdul Wahab Khallaf, Kaidah-Kaidah Hukum Islam, (Bandung;
Risalah, 2003), hlm. 21.
23 M. Hasbi Ash-Shiddieqy, Pengantar Hukum Islam I, (Jakarta; Bulan
Bintang, 2000), hlm 188.
24 Dikutip Dari Kitab Mannaul-Qaththan Mabahits Fi Ulumil-Quran,
Hlm. 21
25 Abuddin Nata, Al-Quran Dan Hadits (Dirasah Islamiyah I), (Jakarta:
PT. Raja Grafindo Persada, 2005), hlm. 54.
26 Ibid, hlm. 55.

22

bagi manusia, memberi petunjuk kepada mereka, dan menjadi sarana


pendekatan diri dan ibadah kepada Allah dengan membacanya. Al-Qurn itu
terhimpun dalam mushaf, dimulai dengan surat al-Fatihah dan diakhiri
dengan surat al-Nas, disampaikan kepada kita secara mutawatir27 dari generasi
ke generasi secara tulisan maupun lisan. Ia terpelihara dari perubahan atau
pergantian.28
B. Tujuan Diturunkannya Al-Qurn
Sebagai pedoman hidup yang benar, al-Qurn niscaya harus
memberikan suatu petunjuk hidup yang benar, mendasar dan pasti. Sehingga
dapat dijadikan sebagai pegangan yang kokoh dalam menghadapi hidup. Oleh
karena itu tujuan utama diturunkannya al-Qurn tidak lain kecuali untuk
memberikan petunjuk kepada umat manusia ke jalan yang harus ditempuh
demi kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat.29 Adapun petunjuk yang
diberikan oleh al-Qurn pada pokoknya ada tiga:
1. Petunjuk aqidah dan kepercayaan yang harus dianut oleh manusia yang
tersimpul dalam keimanan akan keesaan Allah dan kepercayaan akan
kepastian adanya hari pembalasan.

27 Al-Quran disampaikan kepada kita dengan cara mutawatir, dalam


arti, disampaikan oleh sejumlah orang yang semuanya sepakat bahwa
Ia benar-benar wahyu Allah Swt, terpelihara dari perubahan atau
pergantian.
28 Ibid, hlm. 55-56
29 Makalah Al-Quran; Pengertian, kedudukan dan Fungsi serta
Sejarah Kodifikasi, Jakarta; 2001.

23

2. Petunjuk mengenai akhlaq yang murni dengan jalan menerangkan normanorma keagamaan dan susila yang harus diikuti oleh manusia dalam
kehidupannya secara individual dan kolektif.
3. Petunjuk mengenai syariat dan hukum dengan jalan menerangkan dasardasar hukum yang harus diikuti oleh manusia dalam hubungannya dengan
Tuhan dan sesamanya.30
C. Fungsi Al-Qurn
Agama Islam sebagai petunjuk dan jalan hidup manusia yang paling
sempurna dan mengandung ajaran yang menuntun umat manusia kepada
kebahagiaan dan kesejahteraan, dapat diketahui dasar-dasar dan perundangundangannya melalui al-Qurn. Al-Qurn adalah sumber utama yang
memancarkan ajaran Islam. Hukum-hukum Islam yang mengandung
serangkaian pengetahuan tentang akidah, pokok-pokok akhlak dan perbuatan
dapat di jumpai sumbernya yang asli dalam al-Qurn31. Allah swt berfirman,

"Sesungguhnya al-Quran ini memberikan petunjuk


kepada (jalan) yang lebih lurus dan memberi khabar
gembira kepada orang-orang Mu'min yang mengerjakan
amal saleh bahwa bagi mereka ada pahala yang besar"
(Q.S. al-Isra : 9).

30 Chalil. Op.cit, hl m. 91.


31 M.H.Thabathabai. Mengungkap Rahasia al-Quran, (Mizan.
Bandun g: 2009) hl m. 33.

24

Dan ingatlahakan hari (ketika) kami bangkitkan pada tiap-tiap umat


seorang saksi atas mereka dari mereka sendiri dan kami datangkan
kamu (Muhammad) menjadi saksi atas seluruh umat manusia. dan
kami turunkan kepadamu al-Kitab (al- Quran) untuk menjelaskan
segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi
orang-orang yang berserah diri (Q.S. al-Nahl :89).

Al-Qurn, sebagai kitab suci terakhir, memiliki posisi penting dalam


sistem ajaran Islam. Hal ini karena al-Qurn merupakan firman Allahswt
sebagaimana yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad Saw. al-Qurn
menjadi sumber utama ajaran Islam yang memiliki otentisitas yang tak
terbantahkan. Kaum muslim juga mengimani kitab suci lain seperti Taurat,
Zabur, dan Injil. Secara mendasar, pesan dari semua kitab suci ini adalah sama
karena bersumber dari Allah Swt. Penerimaan wahyu oleh Nabi Saw terkait
erat dengan kondisi aktual ketika ia berada di Mekah dan Madinah. Meskipun
demikian, substansi pesan al-Qurn tetap relevan sepanjang zaman.
Al-Qurn sebagai kalmullh, terbukti telah mencerahkan eksistensi
kebenaran dan moral manusia. Wahyu yang menjadi kitab suci umat Islam
seluruh dunia ini merupakan mujizat terbesar yang tidak habis-habisnya
menguraikan detail substansi kebenaran. Al-Qurn tergolong ke dalam kitab
suci yang memiliki pengaruh amat luas dan mendalam terhadap jiwa manusia.
Kitab ini telah digunakan oleh kaum muslimin untuk mengabsahkan perilaku,
menjustifikasi tindakan, melandasi berbagai aspirasi, memelihara berbagai
harapan dan memperkokoh identitas kolektif. Ia juga digunakan dalam ibadah
kaum muslimin, serta dilantunkan dalam berbagai acara resmi dan keluarga.

25

Pembacaannya dipandang sebagai tindak kesalehan dan pelaksanaan ajarannya


merupakan kewajiban setiap muslim.
Al-Qurn dipandang sebagai sumber pertama dan utama yang
membentuk seluruh bangunan keagamaan Islam, baik teologi, etika maupun
hukum. Pesan Ilahi yang disampaikan kepada Nabi Saw ini telah menjadi
fondasi bagi segala aspek kehidupan kaum muslim baik secara individual
maupun sosial. Untuk itu, tanpa pemahaman yang benar terhadap Al-Qurn,
bangunan keagamaan Islam ataupun kehidupan, pemikiran, dan kebudayaan
kaum muslim akan cenderung menyimpang. Oleh karena itu, al-Qurn
juga diturukan sebagai petunjuk bagi manusia.32 Allah Swt
berfirman dalam Q.S: al-Baqarah ayat 2 dan ayat 185:

Kitab33 (Al Quran) Ini tidak ada keraguan padanya;


petunjuk bagi mereka yang bertaqwa 34 (Q.S. AlBaqarah [2]: 2).

32 Fazlur Rah man , Tema Pokok Al-Quran, Pustaka, Bandun g, 1983. H.1
33 Tuhan m e na makan al - Q u ran den gan al-Kitab y a n g di sini berarti
y a n g ditulis, seba gai isyarat bah w a al - Q uran diperintahkan untuk
ditulis.
34 Takwa y aitu m e melihara diri dari siksaan Allah den gan m e n gikuti
segala perintah - perintah - N ya; dan m e njauhi segala laran gan - laran gan N y a; tidak cukup diartikan den gan takut saja.

26

Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan


Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan
(permulaan) al-Quran sebagai petunjuk bagi manusia
dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan
pembeda (antara yang hak dan yang bathil). Karena itu,
barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat
tinggalnya) di bulan itu, Maka hendaklah ia berpuasa
pada bulan itu, dan barangsiapa sakit atau dalam
perjalanan (lalu ia berbuka), Maka (wajiblah baginya
berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu,
pada
hari-hari
yang
lain.
Allah
menghendaki
kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran
bagimu.
dan
hendaklah
kamu
mencukupkan
bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah
atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya
kamu bersyukur. (Q.S. Al-Baqarah [2]: 185).

Ayat tersebut mengisyaratkan bahwa al-Qurn adalah


petunjuk yang didesain sedemikian rupa sehingga jelas bagi
umat

manusia

dengan

petunjuk

itu

manusia

bisa

membedakan mana yang hak dan bathil. Inilah sesungguhnya


fungsi al-Qurn, yaitu sebagai pedoman hidup umat manusia.
Karena

itu

bila

al-Qurn

dipelajari

dengan

benar

dan

sungguh-sungguh maka isi kandungannya akan membantu

27

Kita menemukan nilai-nilai yang dapat dijadikan pedoman


untuk menyelesaikan berbagai problem hidup.35
Adapun fungsi al-Qurn yang lainnya adalah:
1. Pengganti kedudukan kitab suci sebelumnya yang pernah
diturunkan Allah Swt.
2. Tuntunan serta hukum untuk menempuh kehidupan.
3. Menjelaskan masalah-masalah yang pernah diperselisihkan
oleh umat terdahulu.
4. Sebagai obat penawar

(syifa)

bagi

segala

macam

penyakit, baik penyakit rohani maupun jasmani. Seperti


Firman Allah SWT dalam QS. Yunus: 57, Al-Isra: 82, dan
Fushilat: 44.


Hai
manusia,
Sesungguhnya
Telah
datang
kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh
bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada
dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang
beriman (Q.S. Ynus [10]: 57).


Dan kami turunkan dari al-Quran suatu yang
menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang

35 M. Q uraish Shihab, Wawasan Al-Quran, (Mizan, Bandun g, 2000),


hl m.13.

28

beriman dan al-Quran itu tidaklah menambah


kepada orang-orang yang zalim selain kerugian (QS.
Al-Isra' [17]: 82).



Dan Jikalau kami jadikan al-Quran itu suatu bacaan
dalam bahasa selain Arab, tentulah mereka
mengatakan: "Mengapa tidak dijelaskan ayatayatnya?" apakah (patut al-Quran) dalam bahasa
asing sedang (rasul adalah orang) Arab? Katakanlah:
"al-Quran itu adalah petunjuk dan penawar bagi
orang-orang mukmin. dan orang-orang yang tidak
beriman pada telinga mereka ada sumbatan, sedang
al-Quran itu suatu kegelapan bagi mereka. mereka
itu adalah (seperti) yang dipanggil dari tempat yang
jauh". (Q.S. Fushshilat [41]: 44).

5. Sebagai pembenar kitab-kitab suci sebelumnya, yakni


Taurat, Zabur, dan Injil. Sebagaimana Firman Allah SWT
dalam QS. Fathir: 31 dan Al-Maidah: 48.

29


Dan apa yang Telah kami wahyukan kepadamu
yaitu Al Kitab (Al Quran) Itulah yang benar, dengan
membenarkan
kitab-kitab
yang
sebelumnya.
Sesungguhnya Allah benar-benar Maha mengetahui
lagi Maha melihat (keadaan) hamba-hamba-Nya
(Q.S. al-Fathir: 31).


Dan kami Telah turunkan kepadamu al-Quran
dengan membawa kebenaran, membenarkan apa
yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang diturunkan
sebelumnya) dan batu ujian terhadap kitab-kitab
yang lain itu; Maka putuskanlah perkara mereka
menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah
kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan

30

meninggalkan kebenaran yang Telah datang


kepadamu. untuk tiap-tiap umat diantara kamu, kami
berikan aturan dan jalan yang terang. sekiranya
Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu
umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu
terhadap pemberian-Nya kepadamu, Maka berlombalombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah-lah
kembali kamu semuanya, lalu diberitahukan-Nya
kepadamu apa yang Telah kamu perselisihkan
itu(Q.S. Al-Maidah: 48).
6. Sebagai pelajaran dan penerangan. Seperti dalam firman
Allah Swt dalam Q.S. Yasin: 69.


Dan kami tidak mengajarkan syair kepadanya
(Muhammad) dan bersyair itu tidaklah layak baginya.
Al Quran itu tidak lain hanyalah pelajaran dan Kitab
yang memberi penerangan. (Q.S. Yaa Siin: 69).

7. Sebagai pembimbing yang lurus. Seperti Firman Allah Swt


dalam Q.S. Al-Kahfi: 1-2, Al-Anam: 126 & 153, Al-Isra: 9,
dan Al-Baqarah: 2.

31

Segala puji bagi Allah yang Telah menurunkan


kepada hamba-Nya Al Kitab (Al-Quran) dan dia tidak
mengadakan kebengkokan di dalamnya; Sebagai
bimbingan yang lurus, untuk memperingatkan
siksaan yang sangat pedih dari sisi Allah dan
memberi berita gembira kepada orang-orang yang
beriman, yang mengerjakan amal saleh, bahwa
mereka akan mendapat pembalasan yang baik (Q.S.
Al-Kahfi: 1-2).


Dan inilah jalan Tuhanmu; (jalan) yang lurus.
Sesungguhnya kami Telah menjelaskan ayat-ayat
(kami) kepada orang-orang yang mengambil
pelajaran (Q.S. al-Anam: 126).

Dan bahwa (yang kami perintahkan ini) adalah


jalanKu yang lurus, Maka ikutilah Dia, dan janganlah
kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain)36, Karena
jalan-jalan itu mencerai beraikan kamu dari jalannya.
yang demikian itu diperintahkan Allah agar kamu
bertakwa.(Q.S. al-Anam: 153).

36 Shalat w usthaa ialah shalat y a n g di ten gah - ten gah dan y a n g paling
uta ma. ada y a n g berpendapat, bah w a y a n g di maksud den gan Shalat
w usthaa ialah shalat Ashar. m e nurut keban yakan ahli hadits, a yat Ini
m e nekankan a gar semua shalat itu dikerjakan den gan sebaik- baikn ya.

32

Sesungguhnya al-Quran Ini memberikan petunjuk


kepada (jalan) yang lebih lurus dan memberi khabar
gembira
kepada
orang-orang
Mu'min
yang
mengerjakan amal saleh bahwa bagi mereka ada
pahala yang besar(Q.S. Al-Isra: 9).

Kitab(Al Quran) Ini tidak ada keraguan padanya;


petunjuk bagi mereka yang bertaqwa (Q.S. alBaqarah [2]: 2).

8. Sebagai pedoman bagi manusia, petunjuk dan rahmat bagi


yang meyakininya. Seperti Firman Allah SWT dalam Q.S. Al
Jatsiyah: 20, Ibrahim: 1, Al-hadid: 9, Al-thalaq: 10-11, AlMaidah: 15-16, dan Al-Ankabut: 51

Al-Quran Ini adalah pedoman bagi manusia,


petunjuk dan rahmat bagi kaum yang meyakini (Q.S.
Al Jatsiyah: 20).

33

Alif, laam raa. (Ini adalah) Kitab yang kami turunkan


kepadamu supaya kamu mengeluarkan manusia dari
gelap gulita kepada cahaya terang benderang
dengan izin Tuhan mereka, (yaitu) menuju jalan
Tuhan yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji (Q.S.
Ibrahim: 1).

Dialah yang menurunkan kepada hamba-Nya ayatayat


yang
terang
(al-Quran)
supaya
dia
mengeluarkan kamu dari kegelapan kepada cahaya.
dan
Sesungguhnya
Allah
benar-benar
Maha
Penyantun lagi Maha Penyayang terhadapmu (Q.S.
Al-Hadid: 9).

34



Allah menyediakan bagi mereka azab yang keras,
Maka bertakwalah kepada Allah Hai orang-orang
yang mempunyai akal; (yaitu) orang-orang yang
beriman. Sesungguhnya Allah Telah menurunkan
peringatan kepadamu,(dan mengutus) seorang Rasul
yang membacakan kepadamu ayat-ayat Allah yang
menerangkan (bermacam-macam hukum) supaya
dia mengeluarkan orang-orang yang beriman dan
beramal saleh dari kegelapan kepada cahaya. dan
barangsiapa beriman kepada Allah dan mengerjakan
amal yang saleh niscaya Allah akan memasukkannya
ke dalam surga-surga yang mengalir di bawahnya
sungai-sungai; mereka kekal di dalamnya selamalamanya. Sesungguhnya Allah memberikan rezki
yang baik kepadanya.(Q.S. al-Thalaq: 10-11).


Hai ahli kitab, Sesungguhnya Telah datang
kepadamu Rasul kami, menjelaskan kepadamu
banyak dari isi Al Kitab yang kamu sembunyi kan,

35

dan banyak (pula yang) dibiarkannya. Sesungguhnya


Telah datang kepadamu cahaya dari Allah, dan Kitab
yang menerangkan. Dengan Kitab Itulah Allah
menunjuki orang-orang yang mengikuti keredhaanNya ke jalan keselamatan, dan (dengan Kitab itu
pula) Allah mengeluarkan orang-orang itu dari gelap
gulita kepada cahaya yang terang benderang
dengan seizin-Nya, dan menunjuki mereka ke jalan
yang lurus.(QS. Al-Maidah: 15-16).

Dan apakah tidak cukup bagi mereka bahwasanya


kami Telah menurunkan kepadamu al-Kitab (alQuran) sedang dia dibacakan kepada mereka?
Sesungguhnya dalam (al-Quran) itu terdapat rahmat
yang besar dan pelajaran bagi orang-orang yang
beriman (Q.S. Al-Ankabut: 51).

9. Sebagai pengajaran. Seperti Firman Allah SWT dalam QS.


Al-Qalam: 52, dan Ali Imran: 138.



Dan al-Quran itu tidak lain hanyalah peringatan bagi
seluruh umat (Q.S. al-Qalam: 52).


(Al-Quran) Ini adalah penerangan bagi seluruh
manusia, dan petunjuk serta pelajaran bagi orangorang yang bertakwa (Q.S. Ali-Imran: 138).

36

10.

Sebagai petunjuk dan kabar gembira. Sebagaimana

Firman Allah Swt dalam Q.S. Al-Nahl: 89.


(dan ingatlah) akan hari (ketika) kami bangkitkan
pada tiap-tiap umat seorang saksi atas mereka dari
mereka sendiri dan kami datangkan kamu
(Muhammad) menjadi saksi atas seluruh umat
manusia. dan kami turunkan kepadamu al-Kitab (alQuran) untuk menjelaskan segala sesuatu dan
petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi
orang-orang yang berserah diri (Q.S. al-Nahl: 89).

11.

Sebagai pembanding atau pembeda (Furqan) antara

yang haq dan bathil. Seperti Firman Allah Swt dalam Q.S.
al-Baqarah [2]: 185.

37


(beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan
Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan
(permulaan) al-Qurn sebagai petunjuk bagi
manusia
dan
penjelasan-penjelasan
mengenai
petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan
yang bathil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu
hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, Maka
hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan
barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia
berbuka), Maka (wajiblah baginya berpuasa),
sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada harihari yang lain. Allah menghendaki kemudahan
bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu.
dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan
hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjukNya yang diberikan kepadamu, supaya kamu
bersyukur (Q.S. al-Baqarah [2]: 185).

12.

Sebagai

pengajaran/pembentang/penjelas

(tibyan)

segala sesuatu akan ilmu pengetahuan dan rahasia-rahasia


alam dunia dan akhirat. Seperti Firman Allah Swt dalam
Q.S. Ali Imran: 138, dan QS. Yusuf: 111.

38


Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu
terdapat
pengajaran
bagi
orang-orang
yang
mempunyai akal. Al Quran itu bukanlah cerita yang
dibuat-buat, akan tetapi membenarkan (kitab-kitab)
yang sebelumnya dan menjelaskan segala sesuatu,
dan sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum yang
beriman (Q.S. Yusuf [12]: 111).


(Al Quran) Ini adalah penerangan bagi seluruh
manusia, dan petunjuk serta pelajaran bagi orangorang yang bertakwa (Q.S. Ali-Imran: 138).

13.

Sebagai tali Allah yang harus diikat kuat dan

digenggam teguh dalam hati dan kehidupan, khususnya


bersama-sama agar tidak bercerai-berai. Seperti dalam
Firman Allah SWT dalam QS. Al-Zukhruf: 43, dan Ali Imran:
102-103.

Maka berpegang teguhlah kamu kepada agama


yang Telah diwahyukan kepadamu. Sesungguhnya
kamu berada di atas jalan yang lurus (Q.S. Al-Zukhruf
[43]: 43).

39

Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada


Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan
janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam
keadaan beragama Islam. Dan berpeganglah kamu
semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah
kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah
kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah)
bermusuh-musuhan, Maka Allah mempersatukan
hatimu, lalu menjadilah kamu Karena nikmat Allah,
orang-orang yang bersaudara; dan kamu Telah
berada
di
tepi
jurang
neraka,
lalu
Allah
menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah
Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar
kamu mendapat petunjuk (Q.S. Ali Imran: 102-103).

14.

Sebagai tadzkirah (peringatan) bagi orang-orang

yang takut kepada Allah dan terhadap kepemimpinan al37


Qurn. Seperti Firman Allah Swt dalam QS. Thaha: 1-4 dan
123-124.

40


Thaahaa. Kami tidak menurunkan Al Quran Ini
kepadamu agar kamu menjadi susah; Tetapi sebagai
peringatan bagi orang yang takut (kepada
Allah),Yaitu diturunkan dari Allah yang menciptakan
bumi dan langit yang Tinggi(Q.S. Thaha: 1-4).


Allah berfirman: "Turunlah kamu berdua dari surga
bersama-sama, sebagian kamu menjadi musuh bagi
sebagian yang lain. Maka jika datang kepadamu
petunjuk daripada-Ku, lalu barangsiapa yang
mengikut petunjuk-Ku, ia tidak akan sesat dan tidak
akan celaka. Dan barangsiapa berpaling dari
peringatan-Ku,
Maka
Sesungguhnya
baginya
penghidupan yang sempit, dan kami akan
menghimpunkannya pada hari kiamat dalam
keadaan buta" (Q.S. Thaha: 123-124).

15.

Sebagai pengawas (Muhaiminun) dan penjaga atas

kitab-kitab samawi lainnya, tidak hanya membenarkan


masalah aqidah, akan tetapi masalah syariat alamiyah
juga. Al-Qurn juga menetapkan sebagian hukum-hukum
dari kitab sebelumnya dan mengganti serta mengubah

41

sebagian lainnya.37 Seperti Firman Allah SWT dalam Q.S. AlMaidah: 48.


Dan kami Telah turunkan kepadamu Al Quran
dengan membawa kebenaran, membenarkan apa
yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang diturunkan
sebelumnya) dan batu ujian terhadap kitab-kitab
yang lain itu; Maka putuskanlah perkara mereka
menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah
kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan
meninggalkan kebenaran yang Telah datang
kepadamu. untuk tiap-tiap umat diantara kamu, kami

37 M. Husain Z a habi. Israiliyat dalam Tafsir dan Hadits, trj. oleh Didin
Ha fidhuddin, Litera A ntar-Nusa, (Jakarta; 2003), hl m. 2

42

berikan aturan dan jalan yang terang. sekiranya


Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu
umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu
terhadap pemberian-Nya kepadamu, Maka berlombalombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah-lah
kembali kamu semuanya, lalu diberitahukan-Nya
kepadamu apa yang Telah kamu perselisihkan itu
(Q.S. Al-Maidah: 48).
16.

Sebagai Mukjizat bagi Rasulullah SAW yang bertujuan

untuk melemahkan musuh-musuh Allah dan Rasul-Nya


yang meragukan kenabian dan kerasulan-Nya.
Selain itu fungsi al-Qurn yang tidak kalah penting,
adalah sebagai bukti kebenaran Nabi Muhammad Saw, dan
bukti bahwa semua ayatnya benar-benar dari Allah Swt.
Sebagai bukti kedua fungsinya yang terakhir paling tidak
ada

dua

aspek

dalam

al-Qurn

itu

sendiri:

1)

Isi/kandungannya yang sangat lengkap dan sempurna; 2)


Keindahan bahasa dan ketelitian redaksinya: 3) Kebenaran
berita-berita ghaibnya; dan 4) Isyarat-isyarat ilmiahnya.

BAB III
DZIKIR TAHLIL 9 HARI ANTARA SUNNAH DAN BIDAH
A.

Pengertian Dzikir

43

Dzikir berasal dari pecahan kata dzakara-yadzkuru-dzikran. Dari kata


tersebut secara bahasa (lughat) memiliki beberapa arti, seperti; menyebut,
mengingat, menuturkan, menjaga, memperhatikan, mengenang, mengenal,
mengambil pelajaran dan seterusnya.38 Selanjutnya dzikir mengandung dua
makna, yaitu dzikir dalam arti ingat dan dzikir dalam arti menyebut nama
Allah.39 Dzikir dalam arti ingat digambarkan oleh Allah SWT dalam alQurn,

40
.( : )
(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau
duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang
penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami,
tiadalah Engkau menciptakan Ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau,
Maka peliharalah kami dari siksa neraka (Q.S. Ali Imran, [3]: 191).
Ayat di atas menjelaskan tentang ciri-ciri orang Islam yang oleh alQurn disebut sebagai orang yang berakal, yaitu mereka yang selalu ingat
kepada Allah, kapan pun dan dimana pun. Ayat di atas juga menyebutkan kata
tafakkur yaitu merenung atau memikirkan ciptaan Allah Swt. Dengan
38 Mujaddidul Islam Mafa. Op Cit. hlm. 18.
39 Asrifin An-Nakhrawie. Op Cit. hlm. 8.
40 Departemen Agama RI. Al-Quran dan Terjemahannya. (Bandung:
Diponegoro, 2000), h. 59.

44

demikian, bertafakkur juga dapat diartikan sebagai dzikir karena orang yang
mengingat ciptaan Allah, maka secara bersamaan ia akan mengingat Allah
Swt.
Adapun makna dzikir yang kedua dalam arti menyebut nama Allah
dapat dilihat dalam Q.S. al-Araf ayat 205,

37

dan sebutlah (nama) Tuhannmu dalam hatimu dengan merendahkan


diri dan rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara, di waktu
pagi dan petang, dan janganlah kamu Termasuk orang-orang yang
lalai.
Kata dzikir pada ayat di atas mengandung arti menyebut nama
Allah. Hal ini dipertegas dengan kalimat wa duuna al-jahri min al-Qauli
(dan dengan tidak mengeraskan suara). Allah Swt memerintahkan kepada
manusia agar mereka menyebut nama-Nya dengan disertai sikap rendah diri,
takut dan dengan suara yang lirih.41
B.

Dzikir Menurut Ulama Tafsir


Menurut Ibnu Katsir kata dalam ayat di atas diartikan mereka
mengingat Allah dalam semua keadaan dengan lisan, hati dan jiwa mereka.

41 Asrifin An-Nakhrawie. Op Cit. hlm. 9.

45

Sedangkan dalam tafsir Jalalain diartikan dengan mereka


mengingat Allah SWT sesuai dengan kemampuan yang dimiliki.42
Menurut Imam Jalaluddin Asy-Syuyuti menyebut nama Allah
hendaknya dilakukan dengan diam-diam di dalam hati dengan menghinakan
diri dan rasa takut.43 Dengan demikian Allah SWT mengajarkan kepada
manusia bagaimana cara dzikir yang baik.
Menurut al-Maraghi, kata ( )memiliki beberapa makna, antara
lain; berarti menyebutkan, sebagaimana disebutkan dalam firman-Nya,

Sebutlah nama Tuhanmu, dan beribadatlah kepadaNya dengan penuh ketekunan (Q.S. Al-Muzammil [73] :
8).
Kalimat wadzkurisma rabbika adalah bentuk amr

(perintah), maksudnya ialah kekalkan penyebutan nama-Nya


pada waktu malam dan siang, yakni istimraar wa ad-dawaam,
terus menerus.44
Berikut beberapa makna Dzakara yadzkuru di sejumlah ayat, antara
lain;
a.

Q. S. al-Anbiyaa [21]: 36,

42 Mufassir Al-Quran, Al-Quran, Terjemah dan Tafsir Al-Quran.


(Bandung: Hilal, 2010), h. 24.
43 Mufassir Al-Quran, Opcit, h. 83.
44 Ahmad Musthafa Al-Maraghi, Tafsir Al-Maraghi, t.t. (Daar Al-Fikr, Jilid 7 Jus 19),
hlm. 93

46


Dan apahila orang-orang kafir itu melihat kamu,
mereka hanya membuat kamu menjadi olok-olok.
(mereka mengatakan): "Apakah Ini orang yang
mencela tuhan-tuhan-mu?", padahal mereka adaIah
orang-orang yang ingkar mengingat Allah yang Maha
Pemurah (Q.S. al-Anbiyaa [21]: 36).

Maka Yadzkuru aalihatikum ( )pada ayat di atas bermakna


mencela tuhan-tuhan kalian. Az-Zujaj mengatakan; fulaanun yadzkuru
an-naasa, si pulan menyebut-nyebut aib manusia di belakang mereka
(ghibah); dan perkataan : si pulan memuji Allah dan menyifatiNya dengan keagungan.45
Dari ayat di atas, maka makna dzikir adalah menyebut dengan
lisan (perkataan), karena orang yang mencela atau menyebut-nyebut aib
seseorang (ghibah) adalah perbuatan yang diucapkan dengan lisan.
Disebutkan juga dalam sebuah hadits qudsi yang diriwayatkan oleh
al-Bazzar dan al-Baihaqi dengan sanad Shohih dari ibn Abbas
radhiyallaah anhu berkata: Telah bersabda Rasulullaah Shollallaah alaih
wa sallam: Allah Taaala berfirman:

.( )
: : :

46
.
45 Ahmad Musthafa Al-Maraghi, Opcit. jilid 6 juz 17 hlm. 30-31.
46 Al-Imam Jalaluddin As-Suyuti, Al-Haawi li al-Fatawi, Sub Bab natijat (al-Fikr fi alJahr fi adz-Dzikr), hlm. 392.

47

Diriwayatkan oleh al-Bazzar dan al-Baihaqi dengan sanad


Shohih dari ibn Abbas radhiyallaah anhu berkata: Telah
bersabda Rasulullaah Shollallaah alaih wa sallam: Allah Taaala
berfirman: Wahai hamba-Ku apabila engkau berdzikir kepada-Ku
di dalam kesunyian, maka Aku akan mengingatmu di dalam
kesunyian pula, dan apabila engkau berdzikir kepada-Ku dalam
kelompok yang banyak, maka Akupun akan mengingatmu di dalam
kelompok yang jauh lebih baik dan lebih besar.
Dari hadits di atas, dapat dipahami bahwa berdzikir dapat
dilaksanakan dengan cara menyendiri maupun dengan cara berkelompok,
dan bahkan Allah akan memberikan ganjaran yang lebih besar terhadap
amalan dzikir yang dilaksanakan dengan secara berjamaah atau secara
berkelompok. Adapun mengenai boleh dan tidaknya dzikir diucapkan
secara jahr maupun secara sir, Allah Swt memberikan gambaran dalam
Q.S. al-Isra [17]: 110,


Katakanlah: "Serulah Allah atau Serulah Ar-Rahman.
dengan nama yang mana saja kamu seru, dia
mempunyai al Asmaaul husna (nama-nama yang
terbaik) dan janganlah kamu mengeraskan suaramu
dalam
shalatmu
dan
janganlah
pula
merendahkannya dan carilah jalan tengah di antara
kedua itu" (Q.S. al-Isra [17]: 110).

b.

Q.S. Al-Alaaa [87] : 9-10


Makna dzikir selanjutnya, adalah mengingat Allah Swt,
sebagaimana disebutkan dalam al-Qurn,

48

Oleh sebab itu berikanlah peringatan karena


peringatan itu bermanfaat. Orang yang takut
(kepada Allah) akan mendapat pelajaran (Q.S. Al-Alaaa
[87] : 9-10)
Maka, at-Tadzakkur maksudnya ialah ingat kepada sesuatu yang
dilupakan.47 Sedang Sayadzdzakkaru di dalam ayat tersebut merupakan
isyarat yang menyatakan bahwa apa yang dibawa oleh Rasulullah Saw.
adalah sesuatu yang sudah jelas dan tidak membutuhkan sesuatu lagi
selain hanya peringatan saja.
c.

Q.S Abasa [80] : 11-12


Dzikir juga berarti petunjuk, makna tersebut didasarkan pada alQurn surat Abasa ayat 11-12,

Sekali-kali jangan (demikian)! Sesungguhnya ajaranajaran Tuhan itu adalah suatu peringatan, Maka
barangsiapa
yang
menghendaki,
tentulah
ia
memperhatikannya,

Tadzkirah pada ayat di atas disebutkan dalam bentuk masdar dari


kata dzakkara-yudzakkiru yang berarti petunjuk dan petuah.48
d.
Q.S al-Qalam [68] : 52



Dan Al Quran itu tidak lain hanyalah peringatan bagi
seluruh umat (Q.S. al-Qalam [80]: 52).

47 Ahmad Musthafa Al-Maraghi, Opcit. jilid 10 juz 30 hlm. 125.


48 Ibid. jilid 10 juz 50 hlm. 41.

49

Maka dzikrun disini maknanya adalah mulia untuk seluruh alam,


seperti firman-Nya dalam QS. Az-Zukhruf [43)] : 44,



Dan Sesungguhnya Al-Quran itu benar-benar adalah
suatu kemuliaan besar bagimu dan bagi kaummu.49

e.

Q.S Al-Jumuah [62] : 9


Makna dzikir selanjutnya adalah mengingat. Disebutkan di dalam
al-Qurn,



Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk
menunaikan shalat Jum'at, Maka bersegeralah kamu
kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli.
yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu
Mengetahui (Q.S Al-Jumuah [62] : 9).

Terhadap ayat tersebut, Said bin Jubair berkata : adzdzikru adalah


( taat kepada Allah taala), maka, orang yang taat kepada-Nya
berarti mengingatnya, dan orang yang tidak taat kepada-Nya, maka ia tidak
ingat kepada-Nya meskipun banyak bertasbih.50 Dan disebut secara
berulang (dua kali) pada ayat yang sama menunjukan adanya
pemberitahuan sekaligus penegasan bahwa ingat Allah adalah perintah di
49 Lihat, al-Mawardi, an-Nuqatu wal Uyun, Tafsir al-Mawardi Juz 6 Hal.
74.
50 Tafsir al-Qurtubi, Jilid 9 Juz 18. Hlm 71.

50

setiap keadaan dan tidak dikhususkan pada waktu shalat saja.51 Allah Swt
berfirman,


Hai orang-orang yang beriman, berzdikirlah (dengan
menyebut nama) Allah, dzikir yang sebanyakbanyaknya. Dan bertasbihlah kepada-Nya diwaktu
pagi dan petang (Q.S. al-Ahzab: [33]: 41-42).
Allah juga berfirman,



(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka
manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah,
Hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi
tenteram (Q.S. Ar-Rad [13]: 28).

Adz-dzikru, ingat, lawannya lupa. Tetapi ini khusus untuk hati.


Jika Dzal dikasrahkan (Adz-dzikr) artinya mengingat dengan lisan dan
hati.52
Dari beberapa kajian di atas, maka dzikir memiliki arti yang luas.
Dzikir dapat dilaksanakan dalam keadaan berdiri, duduk, maupun
berbaring. Demikian juga halnya dengan membaca ikir, maka dzikir
boleh dibaca secara sir maupun secara jahr tergantung niat dan tempat
baik secara sendiri-sendiri maupun secara berjamaah.

51 Hasiatush-Shaawiy ala Tafsir Jalalain, Juz 6. Hlm. 165.


52 Ibid, Jilid 1 Juz 1. Hlm. 98.

51

Dari pengertian dzikir di atas maka dapat disimpulkan bahwa terdapat


dua hal penting di dalam dzikir, yakni adanya pengucapan secara lisan yang
dinyatakan dalam bentuk kalimat thayyibah dan yang kedua adalah
pengukuhan dalam hati yang dibuktikan dengan perasaan ingat kepada Allah
SWT yang menjadi tujuan dzikir itu sendiri.
C.

Kontroversi Seputar Kegiatan Tahlilan Untuk


Mayit
1.

Dalil

tentang

larangan

pelaksanaan

tahlilan untuk mayit


Tahlilan adalah ritual/upacara selamatan yang dilakukan sebagian
umat Islam, kebanyakan di Indonesia dan kemungkinan di Malaysia, untuk
memperingati dan mendoakan orang yang telah meninggal yang biasanya
dilakukan pada hari pertama kematian hingga hari ketujuh, dan selanjutnya
dilakukan pada hari ke-40, ke-100, kesatu tahun pertama, kedua, ketiga
dan seterusnya. Ada pula yang melakukan tahlilan pada hari ke-1000.
Kegiatan tahlilan untuk orang yang meninggal dunia paling tidak
berfokus pada 2 acara, yaitu: 1). Pembacaan beberapa ayat/surat al-Qurn,
ikir-dzikir dan disertai dengan do'a-do'a tertentu yang ditujukan dan
dihadiahkan kepada si mayit, dan 2). Penyajian hidangan makanan.
Dua hal di atas selanjutnya dijelaskan, antara lain sebagai berikut:
a.

Bacaan al-Qurn, dzikir-dzikir, dan do'a-do'a yang ditujukan/


dihadiahkan kepada si mayit.
Allah SWT dan rasul-Nya memang menganjurkan untuk
membaca al-Qurn, berdzikir, dan berdo'a. Namun apakah pelaksanaan

52

ibadah (membaca al-Qurn, dzikir, dan berdoa) tersebut diatur sesuai


kehendak pribadi dengan menentukan cara, waktu, dan jumlah tertentu
(semacam Tahlilan) tanpa merujuk pada praktek dari Rasulullah dan
para sahabatnya bisa dibenarkan?. Kesempurnaan agama Islam sudah
disepakati oleh ummat, karena Allah SWT menyatakan dalam Surat alMaidah ayat 3:

: )
53
.(
Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu,
dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Kuridhai Islam itu jadi agama bagimu. (Q.S. al-Maidah, [5] : 3).
Ibadah menurut kaidah Islam tidak akan diterima oleh Allah
kecuali memenuhi 2 syarat, yaitu ikhlas kepada Allah dan mengikuti
tata cara rasulullah SAW. Allah berfirman :

54
.(: )

53 Depertemen Agama. Opcit. h. 84


54 Ibid. h. 448.

53

yang menjadikan mati dan hidup, supaya dia menguji kamu,


siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. dan dia Maha
Perkasa lagi Maha Pengampun (Q.S. al-Mulk, [67] : 2).
Para ulama ahli tafsir menjelaskan kata "yang paling baik
amalnya" ialah yang paling ikhlas karena Allah dan yang mengikuti tata
cara Rasulullah SAW. Tidak ada seorang pun yang menyatakan shalat
itu jelek atau puasa itu jelek, bahkan keduanya merupakan ibadah yang
mulia apabila dikerjakan sesuai tuntunan Nabi.
Adapun beramal dengan dalih niat baik (Istihsan) semata tanpa
menepati tuntunan Rasulullah, maka amalannya akan tertolak,
sebagaimana hadits Rasulullah Saw;


55
} {
Telah menceritakan kepada kami Adam bin Abu Iyas telah
menceritakan kepada kami Syu'bah telah mengabarkan kepada
kami Amru bin Murrah, aku mendengar Murrah Al Hamdani
berkata, Abdullah berkata, "Sebaik-baik pembicaraan adalah
kitabullah dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk
Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam, dan seburuk-buruk
perbuatan adalah perkara baru, " kemudian beliau mengutip
ayat: '(Apa yang dijanjikan untuk kalian pasti akan datang) '
(Qs. Al an'aam: 134).
Rasulullah Saw, juga bersabda,




55 Shahih Bukhari, Opcit. (6735)

54


56

Telah menceritakan kepada kami Ismail Telah menceritakan
kepadaku Malik dari Abu Zinad dari Al A'raj dari Abu Hurairah
dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, beliau bersabda:
"Biarkanlah apa yang aku tinggalkan untuk kalian, hanyasanya
orang-orang sebelum kalian binasa karena mereka gemar
bertanya dan menyelisihi nabi mereka, jika aku melarang kalian
dari sesuatu maka jauhilah, dan apabila aku perintahkan kalian
dengan sesuatu maka kerjakanlah semampu kalian."
Selanjutnya di dalam al-Qurn Allah SWT juga berfirman,

: )
57
.(
Katakanlah: "Apakah akan kami beritahukan kepadamu
tentang orang-orang yang paling merugi perbuatannya? Yaitu
orang-orang yang Telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan
dunia ini, sedangkan mereka menyangka bahwa mereka berbuat
sebaik-baiknya (QS. al-Kahf, [18] : 103-104).
Atas dasar ini pula lahirlah sebuah kaidah ushul fiqh yang
berbunyi : Hukum asal dari suatu ibadah adalah batal, hingga terdapat
dalil yang memerintahkannya. Maka beribadah dengan dalil istihsan
semata tidaklah dibenarkan dalam agama, karena tidaklah suatu perkara
itu baik melainkan Allah SWT dan rasul-Nya menganggapnya baik dan
56 Ibid (6744)
57 Depag Ri. Opcit. h. 234.

55

tidaklah suatu perkara itu jelek melainkan Allah SWT dan rasul-Nya
menganggapnya jelek.
Pelaksanaan Tahlil secara berjamaah tidak pernah disyariatkan,
apalagi ketika membaca tahlil secara berjamaah dilakukan dengan
mengeraskan suara, maka itu dilarang oleh syariat, sebagaimana sabda
Rasulullah Saw,





58

.


Dari Abu Musa RA, dia berkata, "Kami pernah menyertai


Rasulullah SAW dalam suatu perjalanan. Tiba-tiba, ada beberapa
orang sahabat bertakbir dengan suara keras. Mendengar suara
takbir yang keras itu, Rasulullah pun berkata, 'Saudara-saudara
sekalian, rendahkanlah suara kalian! Sesungguhnya kalian
tidak berdoa kepada Dzat yang tuli dan jauh. Tetapi kalian
berdoa kepada Tuhan Yang Maha Mendengar dan Maha Dekat.
Dia selalu beserta kalian.'' Abu Musa berkata, "Pada saat itu
saya sedang berada di belakang Rasulullah SAW sambil
membaca, 'Laa haula wa laa quwwata illa billaah {Tiada daya
dan upaya kecuali dengan pertolongan Allah}. Kemudian
Rasulullah SAW besabda, "Hai Abdullah bin Qais, inginkah aku
tunjukkan kepadamu salah satu perbendaharaan surga?" Saya
menjawab, "Tentu ya Rasulullah." Rasulullah bersabda,

58 Shahih Muslim (1902) 8/73.

56

"Ucapkanlah, Laa haula wala quwwata illaa billaah {Tiada


daya dan upaya kecuali dengan pertolongan Allah}."
Kata Tahlil sendiri secara harafiah berarti berdzikir dengan
mengucap kalimat tauhid Laa ilaaha illallah (tiada yang patut
disembah kecuali Allah), yang sesungguhnya bukan dzikir yang
dikhususkan bagi upacara memperingati kematian seseorang.
Dzikir berjamaah (tahlilan) tidak diperintahkan Nabi
Muhammad SAW dan juga tidak menganjurkannya.
Seandainya

Rasulullah

menganjurkannya,

tentu

memerintahkan
ada

riwayat

atau
yang

menjelaskannya. Imam As-Syatibi mengatakan: "Berdoa


secara

bersama-sama

selamanya

bukan

pekerjaan

Rasulullah SAW"59
Al Imam Asy Syafii rahimahullah berkata dalam salah satu
kitabnya yang terkenal yaitu Al Um (1/248):
Aku membenci acara berkumpulnya orang (di rumah keluarga
mayit) meskipun tidak disertai dengan tangisan. Karena hal itu
akan menambah kesedihan dan memberatkan urusan mereka60
Imam Syafii telah berkata:
.Dan aku (Imam Syafii) lebih memilih bagi para imam dan
makmum untuk berdzikir setelah shalat (yang lima waktu)
dengan cara menyembunyikannya (yakni tidak
mengeraskan suaranya), kecuali bila imam harus
mengajarkannya kepada makmum, maka ia (boleh) untuk
59 Imam Al-Syatibi, Al-I'tisham: 1/219
60 Lihat Ahkamul Jana-iz karya Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani
hal. 211

57

mengeraskannya sampai mereka bisa mengikutinya, tetapi


kemudian ia (imam) kembali menyembunyikannya (lagi seperti
semula), karena sesungguhnya Allah telah berfirman:


dan janganlah kamu mengeraskan suaramu dalam shalatmu
dan janganlah pula merendahkannya dan carilah jalan tengah
di antara kedua itu". (QS. Al Isra': 110).61
Imam Nawawi telah berkata di dalam kitab Syarah Muslim (III/
308, ketika beliau mensyarah hadits no: 2704): Bab (yang di dalamnya
terdapat pembahasan tentang) disukainya kita untuk merendahkan suara
pada saat berdzikir , kecuali pada tempat-tempat yang diperintahkan
oleh Agama untuk dikeraskan, seperti pada saat bertalbiyah, dan lainlain Serta (bab) tentang sabda beliau kepada para shahabatnya, ketika
mereka mengeraskan suara dalam bertakbir: Wahai manusia, hendaklah
kamu menyayangi diri kalian sendiri, karena sesungguhnya kamu
tidaklah menyeru Dzat Yang tuli dan jauh, bahkan kalian menyeru Dzat
Yang Maha Mendengar lagi Maha Dekat, dan Dia itu bersama kalian
(dengan ilmu serta pengawasan-Nya).Makna kata ( )
adalah: Kasihanilah diri kalian sendiri dengan cara merendahkan suara
kalian (di dalam berdzikir), karena meninggikan suara itu hanyalah
dilakukan oleh seseorang yang sedang memanggil orang yang berada
jauh darinya, agar orang yang berada jauh darinya itu dapat
61 Muhammad bin Idris al-Syafii (150-204), al-Um, Juz 1( Darul
Marifah, Beirut, 1393 H), hlm. 127.

58

mendengarnya. Sedangkan kalian saat ini sedang menyeru Allah Taala,


dan Dia tidak tuli dan tidak juga jauh, bahkan Dia itu Maha Mendengar
dan Dekat. Dan Dia selalu berserta kalian dengan Ilmu dan
pengawasan-Nya. Maka dalam hadits ini ada (faidah): Disunnahkannya
kita untuk merendahkan suara di saat berdzikir , bila tidak ada
manfaatnya bagi kita untuk meninggikan suara. Karena sesungguhnya
bila seseorang itu merendahkan suaranya di saat berdzikir , maka hal itu
dapat membuat dia lebih mengagungkan dan meninggikan Allah. Dan
bila memang diperlukan untuk meninggikan suara di saat berdzikir,
maka boleh untuk meninggikannya sebagaimana yang telah disebutkan
di dalam beberapa hadits. Sabda beliau yang disebutkan di dalam
riwayat yang lain dari hadits ini: Bahwa Dzat yang kalian serukan itu
lebih dekat kepada kalian daripada leher hewan tunggangan kalian,
maka lafazh itu haruslah difahami seperti yang telah lalu (yakni Allah
itu sangat dekat kepada hamba-hamba-Nya, sehingga tidak perlu untuk
mengeraskan suara di dalam berdzikir .
Al Hafizh Ibnu Hajar telah berkata di dalam kitabnya Fathhul
) , bab:
Barri (II/326, kitab: (
, Ketika mensyarahkan
hadits no: 841): Dan di dalam redaksi hadits di atas ada isyarat bahwa
para Shahabat, tidaklah meninggikan suara mereka di dalam berdzikir ,
di saat yang telah disebutkan oleh Ibnu Abbas di atas. Saya (Ibnu Hajar)
katakan: Bahwa mengkaitkan perbuatan tersebut kepada para Shahabat,

59

perlu diteliti kembali, sebab pada saat itu tidak tertinggal dari para
Shahabat kecuali sedikit.
Syaikh Zainuddin bin Abdil Aziz al Malibari di dalam kitabnya
Fat-hul Muin (III: 185-186, kitab: Shalat, pada pembahasan dzikir dan
doa setelah shalat) setelah membawakan pernyataan Imam Syafii di
atas secara lengkap dari kitab al Umm, maka ia mengatakan: Adapun
(berdzikir atau berdoa) dengan suara yang sangat keras di dalam
masjid, sehingga mengganggu orang yang sedang shalat, maka sudah
selayaknya hal seperti ini untuk diharamkan.62
b.

Penyajian Hidangan Makanan


Penyajian hidangan makanan saat pelaksanaan kegiatan tahlilan
dilakukan oleh keluarga si mayit, baik untuk sajian tamu undangan
tahlilan ataupun yang lain, maka hal tersebut memiliki hukum
tersendiri. Bukan hanya saja tidak pernah dicontohkan oleh Rasulullah
SAW bahkan perbuatan ini telah melanggar sunnah para sahabat nabi
ra. Jarir bin Abdillah ra. salah seorang sahabat berkata : "Kami
menganggap/memandang kegiatan berkumpul di rumah keluarga
mayit, serta penghidangan makanan oleh keluarga mayit merupakan
bagian dari nihayah (meratapi kepergian mayit)". (HR. Ahmad, Ibnu
Majah).

62 Lihat juga nukilan di atas beserta sedikit keterangannya di kitab Hasyiyah


Ianatith Thalibin (1:185), karya Sayyid al Bakriy bin Sayyid Muhammad
Syatha ad Dimyathiy.

60

Acara berkumpul di rumah keluarga mayit dan penjamuan


hidangan dari keluarga mayit termasuk perbuatan yang dilarang oleh
agama, dan semestinya, disunnahkan bagi tetangga keluarga si mayit
menghidangkan makanan untuk keluarga si mayit, supaya meringankan
beban yang mereka alami. Sebagaimana bimbingan Rasulullah Saw,

63







Ahmad bin Mani' dan Ali bin Hujr menceritakan kepada kami,
mereka berkata, "Sufyan bin Uyainah memberitahukan kepada
kami dari Ja'far bin Khalid, dari ayahnya, dari Abdullah bin
Ja'far, ia berkata, 'Ketika datang kabar kematian Ja'far, Nabi
SAW bersabda, "Buatkan makanan untuk keluarga Ja'far,
karena mereka ditimpa sesuatu yang menyibukkan mereka
(kematian)."
2.

Dalil

tentang

anjuran

pelaksanaan

tahlilan untuk mayit


Pada prinsipnya Islam memerintahkan pada setiap orang untuk
senantiasa melakukan kebaikan, berbuat amal kebajikan sebanyak mungkin
yang berguna bagi dirinya dan dapat memberikan kemanfaatan kepada
orang lain. Karena sebaik-baik manusia adalah mereka yang lebih banyak
memberikan kemanfaatan kepada orang lain. Di sisi lain seseorang tidak

63 Sunan At-Tirmidzi. Opcit. (998).

61

dibenarkan hanya menggantungkan bantuan orang lain tanpa berusaha


untuk kebaikan dan keselamatan dirinya sendiri, kalaupun ada bantuan dan
hadiah dari orang lain, maka itu sifatnya hanya membantu dan
meringankan beban.
Bagaimana halnya jika kebaikan yang dilakukan oleh kaum
muslimin baik secara individu maupun kelompok itu pahalanya
dihadiahkan kepada saudara muslimnya yang sudah meninggal dunia.
Apabila antara keduanya baik yang memberi hadiah maupun yang diberi
itu sama-sama muslim yang beriman kepada Allah, baik yang masih hidup
ataupun sudah mati, maka pahala kebaikan itu akan sampai kepada
sasarannya. Ijma ulama mengatakan bahwa kebaikan dan doa yang
dilakukan oleh orang yang masih hidup yang pahalanya diperuntukkan
untuk orang yang sudah mati, dapat memberikan manfaat dan sampai pada
mayit. Mereka mendasarkan pada firman Allah SWT. sebagai berikut :


64
.(: )
Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan
Anshor), mereka berdoa: "Ya Rabb kami, beri ampunlah kami dan
Saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dulu dari kami,
dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami
64 Depag RI, Opcit. h. 434.

62

terhadap orang-orang yang beriman; Ya Rabb kami, sesungguhnya


Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang." (Q.S. al- Hasyr,
[59] : 10).
Dalam banyak hadits Rasulullah SAW memerintahkan untuk
mendoakan orang yang sudah meninggal dunia, baik di saat seseorang
meninggal, ketika menyolatkan jenazah maupun setelah pemakaman,
sebagaiman telah diterangkan di atas. Di samping itu disebutkan juga
dalam hadits beliau sebagai berikut :


65



Dari Abu Hurairah, dia berkata, "Adalah Rasulullah SAW jika
menshalati jenazah, beliau berdoa, "Ya Allah, ampunilah orang
yang hidup diantara kami dan yang mati diantara kami, dan yang
menyaksikan dan yang tidak bisa hadir diantara kami, anak-anak
kecil dan orang tua diantara kami, laki-laki dan perempuan
diantara kami, Ya Allah siapa yang Engkau hidupkan diantara
kami, maka hidupkanlah dia dalam keadaan Islam, siapa yang
Engkau wafatkan diantara kami, maka wafatkanlah ia dalam
keadaan iman, Ya Allah janganlah Engkau halangi pahalanya dan
janganlah Engkau sesatkan kami sesudahnya."








66

Dari Watsilah bin Al Asqa', dia berkata, "Rasulullah pernah
menshalati jenazah seorang laki-laki muslim, aku mendengar beliau

65 Sunan At-Tirmidzi. Opcit. (998). Lihat juga Shahih: Al Ahkam (124), Al Misykah
(1675).

63

berdoa, ' Ya Allah sesungguhnya fulan bin fulan berada dalam


penjagaan-Mu, senantiasa berpegang teguh pada janjimu, maka
hindarkanlah (jagalah) dia dari fitnah kubur dan azab neraka.
Engkaulah Dzat yang senantiasa memenuhi janji dan hak, maka
ampunilah dia, dan sayangilah dia, sesungguhnya Engkau Maha
Pengampun dan Maha Penyayang. "










67

Dari Auf bin Malik, dia berkata, "Aku pernah melihat Rasulullah
SAW menshalati jenazah seorang laki-laki dari kalangan Anshar,
aku mendengar beliau membaca doa, "Ya Allah, rahmatilah dia,
ampunilah dia dan sayangilah dia, mandikanlah dia dengan air, es,
dan embun, bersihkanlah dia dari dosa dan kesalahan sebagimana
bersihnya baju putih dari kotoran, dan gantikanlah rumahnya
dengan rumah yang lebih baik dari rumahnya (di dunia), dan
keluarga dengan keluarga yang lebih baik dari keluarganya, dan
hindarkanlah dia dari fitnah kubur dan azab neraka. " Auf
berkata: aku melihat posisiku saat itu, aku berharap dapat
menduduki posisi laki-laki tersebut.
Tahlil dan doa merupakan bagian dari dzikrullah (mengingat
Allah). Sedangkan dzikir merupakan amalan thayyibah yang sangat
dianjurkan oleh Allah SWT dan Rasul-Nya. Tidak sedikit dalam ayat-ayat
al-Qurn maupun al-Hadits Rasul yang menganjurkan untuk senantiasa
memperbanyak sekaligus mendalami makna dan berbagai macam
keutamaan dari dzikrullah, seperti firman Allah,
66 Sunan Ibnu Majah (1227-1521) AlAhkam, Al Misykah (1677).
67 Ibid (1228-1522): Al Irwa (1/42) Al Ahkam (123), Muslim (3/357).

64

). : (
68

Maka ketahuilah, bahwa sesungguhnya tidak ada Ilah


(sesembahan, Tuhan) selain Allah dan mohonlah ampunan bagi
dosamu dan bagi (dosa) orang-orang mukmin, laki-laki dan
perempuan. dan Allah mengetahui tempat kamu berusaha dan
tempat kamu tinggal. (Q.S. Muhammad, [47]: 19).
Rasulullah Saw bersabda,











69

Telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Maslamah dari
Malik dari Sumay dari Abu Shalih dari Abu Hurairah radliallahu
'anhu bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Barang siapa yang membaca laa ilaaha illallahu wahdahuu laa
syariika lahuu, lahul mulku wa lahul hamdu wa huwa 'alaa kulli
syai'in qadir Tidak ada ilah (yang berhaq disembah) selain Allah
Yang Maha Tunggal tidak ada sekutu bagi-Nya. Milik-Nya
kerajaan dan bagi-Nya segala puji dan Dia Maha Kuasa atas
segala sesuatu sebanyak seratus kali dalam sehari, maka baginya
mendapatkan pahala seperti membebaskan sepuluh orang budak,
ditetapkan baginya seratus hasanah (kebaikan) dan dijauhkan
darinya seratus keburukan dan baginya ada perlindungan dari

68 Depertemen Agama RI. Opcit. h. 406.


69 Abu Abdillah Muhammad bin Ismail al-Bukhari. Shahih Al-Bukhari. Tt. Maktabah
Dahlan, Hadits 5924.

65

(godaan) setan pada hari itu hingga petang dan tidak ada orang
yang lebih baik amalnya dari orang yang membaca doa ini kecuali
seseorang yang mengamalkan lebih banyak dari itu."

.( )
: : :

70
.
Diriwayatkan oleh al-Bazzar dan al-Baihaqi dengan sanad Shohih
dari ibn Abbas radhiyallaah anhu berkata: Telah bersabda
Rasulullaah Shollallaah alaih wa sallam: Allah Taaala berfirman:
Wahai hamba-Ku apabila engkau berdzikir kepada-Ku di dalam
kesunyian, maka Aku akan mengingatmu di dalam kesunyian pula,
dan apabila engkau berdzikir kepada-Ku dalam kelompok yang
banyak, maka Akupun akan mengingatmu di dalam kelompok yang
jauh lebih baik dan lebih besar
Dalam kitabnya, Ibnu Taimiyah, menjelaskan bahwa sampainya
pahala bacaan dzikir yang dihadiahkan pada mayit.

:

: :

. .
Syaikh Ibnu Taimiyah ditanya (oleh seseorang) tentang orang
yang membaca tahlil 70.000 kali dan menghadiahkannya kepada
mayit agar menjadi tebusan baginya dari neraka, apakah hal ini
hadits shahih atau tidak?. Dan apabila sseorang membaca tahlil
lalu dihadiahkan kepada mayit, apakah pahalanya sampai atau
tidak? Beliau menjawab, Apabila seseorang membaca tahlil
sekian; 70.000 atau kurang, dan atau lebih, lalu dihadiahkan
kepada mayit, maka hadiah tersebut bermanfaat baginya, dan ini
bukan hadits shahih dan bukan hadits dhaif. Wallahu alam.71

70 Al-Imam Jalaluddin As-Suyuti, Al-Haawi li al-Fatawi, Sub Bab natijat (al-Fikr fi alJahr fi adz-Dzikr), hlm. 392.

66

Tradisi kaum salaf sejak generasi sahabat yang bersedekah


makanan selama tujuh hari kematian untuk meringankan beban si mati.
Dalam hal ini, al-Imam Ahmad bin Hanbal meriwayatkan dalam kitab alZuhd:

Dari Sufyan berkata: Thawus berkata: Sesungguhnya orang


yang mati akan diuji di dalam kubur selama tujuh hari, karena itu
mereka (kaum salaf) menganjurkan sedekah makanan selama harihari tersebut.72
Menurut al-Hafizh al-Suyuthi, hadits di atas diriwayatkan secara
mursal dari Imam Thawus dengan sanad yang shahih. Hadits tersebut
diperkuat dengan hadits Imam Mujahid yang diriwayatkan oleh Ibnu Rajab
dalam Ahwal al-Qubur dan hadits Ubaid bin Umair yang diriwayatkan
oleh Imam Waki dalam al-Mushannaf, sehingga kedudukan hadits
ImamThawus tersebut dihukumi marfuyang shahih. Demikian kesimpulan
dari

kajian

al-Hafizh

al-Suyuthi

dalam

al-Hawi

lil-Fatawi.

Tradisi bersedekah kematian selama tujuh hari berlangsung di Kota


Makkah dan Madinah sejak generasi sahabat, hingga abad kesepuluh
Hijriah,

sebagaimana

dijelaskan

oleh

al-Hafizh

al-Suyuthi.

71 Syaikhul Islam al-Imam Taqiyuddin Ahmad Ibn Taimiyah, Majmu


Fatawa Ibn Taimiyah, juz 24 hal. 323.
72 Hadits tersebut diriwayatkan al-Imam Ahmad bin Hanbal dalam al-Zuhd, al-Hafizh
Abu Nuaim dalam Hilyah al-Auliya (juz 4 hal. 11), al-Hafizh Ibnu Rajab dalam Ahwal
al-Qubur (32), al-Hafizh Ibnu Hajar dalam al-Mathalib al-Aliyah (juz 5 hal. 330) dan alHafizh al-Suyuthi dalam al-Hawi lil-Fatawi (juz 2 hal. 178).

67

Keempat, pendapat Imam Malik bin Anas, pendiri madzhab Maliki, bahwa
hidangan kematian yang telah menjadi tradisi masyarakat dihukumi jaiz
(boleh), dan tidak makruh. Dalam konteks ini, Syaikh Abdullah al-Jurdani
berkata:




.

Hidangan kematian yang telah berlaku menjadi tradisi seperti
tradisi Juma dan sesamanya adalah boleh menurut Imam Malik.
Pandangan ini mengandung keringanan sebagaimana dikatakan
oleh al-Allamah al-Murshifi dalam risalahnya. 73
Berdasarkan paparan di atas, dapat kita simpulkan bahwa hukum
memberi makan orang-orang yang bertaziyah masih diperselisihkan di
kalangan ulama salaf sendiri antara pendapat yang mengatakan makruh,
mubah dan Sunnat. Di kalangan ulama salaf tidak ada yang berpendapat
haram. Bahkan untuk selamatan selama tujuh hari, berdasarkan riwayat
Imam Thawus, justru dianjurkan oleh kaum salaf sejak generasi sahabat
dan berlangsung di Makkah dan Madinah hingga abad kesepuluh Hijriah.
Nah, dengan demikian, hukum suguhan makanan sebenarnya masih
diperselisihkan di kalangan ulama.
Setelah menjelaskan bahwa seluruh ulama telah sepakat tentang
sampainya pahala bacaan Al-Qurn atau dzikir lainnya kepada mayit,
Sayyid Alawi Al-Maliki, salah seorang guru besar di masjid Al-Haram
pada zamannya berkata: Kalau ada orang menyangka bahwa hal tersebut
73 Syaikh Abdullah al-Jurdani, Fath al-Allam Syarh Mursyid al-Anam,
juz 3 hal. 218.

68

(menghadiahkan pahala kepada orang mati) hukumnya haram, maka


tanyakanlah kepadanya, pada bagian manakah di dalam Al-Qurn atau
Hadits yang mengharamkan hal tersebut ? kemudian bacalah ayat yang
artinya Dan janganlah kamu mengatakan terhadap apa yang disebut-sebut
oleh lidahmu secara dusta ini halal dan ini haram, untuk mengadaadakan kebohongan terhadap Allah. Sesungguhnya orang-orang yang
mengada-adakan kebohongan terhadap Allah tiadalah beruntung74.
Katakan juga kepadanya, Kalau memang anda merasa sebagai seorang
mujtahid, maka ijtihad anda tidak lebih benar dari ijtihad para Imam yang
disebut di atas, yang berpendapat boleh menghadiahkan pahala kepada
orang lain berdasarkan dalil yang kuat dari hadits Nabi Shallallahu Alaihi
Wasallam. Namun jika anda masih dalam tingkatan muqallid, maka
selesailah diskusi ini dengan anda75
Para ulama mengatakan bahwa dzikir yang terbaik (afdhal) ialah
yang dilakukan orang dengan hati dan lisan.76 Akan tetapi dzikir dengan
hati lebih afdhal daripada dzikir dengan lisan. Orang yang berdzikir

74 Lihat Q.S. al-Nahl: 116).


75 Syaikh Sayyid Muhammad Alawi Al-Maliki Al-Hasani. Faidlu Al-Khabir,
hlm. 178.
76 Habib Alwi Bin Ahmad Bin Al-Hasan Bin Abdullah Bin Alwi AlHaddad. Syarh Ratib al-Haddad, (Maqam al-Imam al-Haddad, Tarim,
Hadramaut, 1993), (Terjemahan: Al-Hamid Al-Husaini, Mutiara Dzizkir
dan Doa,( Jawa Barat: Pustaka Hidayah, 2009), hlm. 35.

69

dengan lisannya harus berusaha keras menghadirkan hatinya agar bersama


lisannya. Dengan demikian ia akan berdzikir dengan kedua-duanya.77
Imam as-Suyuti di dalam Natijatul Fikri Fil-Jahri Bidz-Dzikri atas
pertanyaan yang diajukan kepadanya mengenai tokoh-tokoh sufi yang
membentuk kelompok-kelompok dzikir, berdzikir dengan suara keras di
masjid-masjid, dan bertahlil juga dengan suara keras apakah itu merupakan
perbuatan makruh atau tidak, ia menjawab:
Itu sama sekali tidak ada buruknya (tidak makruh). Ada hadishadis yang yang menganjurkan berdzikir dengan suara lirih (sirran)
penyatuan dan hadits yang tampak berlainan itu tergantung kepada
keadaan dan pribadi orang yang akan melakukannya itu sendiri. Marilah
saya jelaskan dengan menyebut hadis-hadis yang menganjurkan berdzikir
jahran, terang-terangan dan terus-menerus. Saya ketengahkan saja
beberapa hadis dibawah ini, yang kami kutip dari penuturan Syaikh
Ahsaiy-Syajjar, yaitu hadis-hadis yang digunakan sebagai dalil mengenai
pembentukkan kelompok-kelompok (halaqat) dzikir dan lain sebagainya.
kami sebut saja beberapa diantaranya:
Muslim dan Turmudziy mengetengahkan hadis dari Abu Said
Al-Khudri r.a yang menuturkan bahwasanya Rasulullah saw. Bersabda:



Tiap kaum (jamaah atau kelompok orang ) yang berdzikir
menyebut (keagungan nama) Allah. Mereka itu pasti dikelilingi
77 Ibid. hlm. 36.

70

oleh malaikat, rahmat meratai mereka, ketenteraman diturunkan


kepada mereka dan Allah menyebut nama mereka pada sesuatu
yang berada disisinya.78
Di dalam Syabul Iman, Al-Baihaqiy mengetengahkan hadis,
bahwasanya Rasulullah SAW, bersabda:


Banyak-banyaklah berdzikir menyebut Allah sehingga kaum
munafik menuduh kalian berbuat riya.
Dalam hadis yang lain:
Perbanyaklah berdzikir mengingat Allah hingga mereka (orangorang munafik itu) menuduh kalian gila.
Al-Baihaqy juga mengetengahkan hadits dari Zaid bin Aslam r.a.
yang menuturkan, bahwasanya Ibnul Adzrui r.a. berkata, (pada suatu
hari) aku bepergian bersama Nabi SAW. Kami melewati masjid, di
dalamnya ada orang yang berdzikir dengan suara keras. Aku bertanya,
Dia memenuhi seruan anda ya Rasulullah? Barang kali ia sedang mencari
pujian! Beliau menjawab, Tidak! Ia seorang Awwah! (beriba hati
menyesali kesalahannya).
Dzikir sebagaimana bisa dilakukan dengan diam-diam juga bisa
dilakukan dengan suara keras. Masing-masing mempunyai keutamaan.
Menurut Syaikh Ismail Usman Zain Al-Yamani Al-Makki bahwa
keutamaan dzikir dengan suara keras lebih banyak. Suara keras itulah yang
menjadi dasar dalam menegakkan syiar-syiar Islam dan aturan-aturannya
seperti dalam adzan, iqamah, takbiratul ihram, dalam shalat dan
78 Ibid, hlm. 57.

71

pelaksanaan manasik hajji dengan talbiyah, takbir dan menggemuruhnya


suara jemaah hajji, membaca al-Qurn dengan suara keras dalam salat
subuh dan dalam dua rakaat pertama sahalat magrib dan Isya, membaca
tashbih dan tahlil dengan suara keras ketika keluar dari rumah pada dua
hari raya. Hal itu senantiasa dilakukan pada masa Nabi, sahabat dan
tabiin.
Berdzikir dengan suara keras adalah wahana untuk memperbanyak
jumlah orang-orang yang berdzikir karena jiwa cenderung untuk
mengikutinya. Tetapi seyogyanyalah tidak berlebih-lebihan dalam hal ini
sebagaimana diisyaratkan dalam firman Allah SWT :


Dan janganlah kamu mengeraskan suaramu dalam shalatmu dan
janganlah pula merendahkannya dan carilah jalan tengah di
antara kedua itu". (Q.S. Al-Isra: 110).
Maka mengambil jalan tengah dalam hal tersebut itulah yang adil
yaitu dengan alunan suara yang gemulai. Dengan merinci manfaat bacaan
al-Qurn dan berdzikir secara jahran dan sirran, Imam Syuti berhasil
menyerasikan dua hal (jahran dan sirran) dengan menjelaskan bahwa ayat
di atas merupakan ayat Makkiyah yang bertepatan dengan masa turunnya
ayat dan janganlah kamu (hai nabi) mengeraskan suaramu di dalam
sholat, dan jangan pula engkau melirihnya) (Q.S. al-Araf:205). Ayat
tersebut turun pada saat Rasulullah SAW sholat dengan suara agak keras,

72

kemudian di dengar oleh kaum musyrikin Quraisy, lalu mereka memakimaki al-Qurn dan yang menurunkannya. Karena itulah beliau SAW
diperintah

meninggalkan

cara

jahran

guna

mencegah

terjadinya

kemungkinan yang buruk.79


Selanjutnya menurut Syaikh Ismail Usman Zain Al-Yamani AlMakki bahwa dzikir dengan suara yang keras mempunyai kelebihan atas
Dzikir yang dilakukan dengan diam-diam sebagaimana ditunjukan oleh
hadits Muaz Ibnu Abbas r.a., dia berkata:

Rasulullah SAW bersabda: Allah SWT berfirman: Seorang


hamba tidak berdzikir menyebut namaku dalam dirinya, melainkan
Aku menyebutnya dalam diri-Ku, dan Dia tidak berdzikir menyebut
nama-Ku pada khalayak melainkan Aku menyebutnya pada
khalayak yang lebih tinggi (yaitu para malaikat).80
Di dalam hadits lain, Rasulullah SAW bersabda;

:
) (
:
.
.
79 Ibid, hlm. 59.
80 H.R. Thabrani dalam Irsyadul Muminin Ila Fadailil Zikri Rabbil
Alamin karya Syaikh Ismail Usman Zain Al-Yamani Al-Makki. (terj. Abdul
Hayyi Nukman, Pengurus NW Lombok Timur, 1996), hlm. 15-16.

73

Dari tsabit, dia berkata: Salman r.a. berada dalam jamaah yang
sedang berdzikir menyebut nama Allah (yakni di masjid), kemudian
ketika Nabi SAW lewat mereka berhenti, maka beliau bersabda:
Apakah yang kalian ucapkan tadi? Dia berkata: Kami
menjawab: Kami berdzikir menyebut nama Allah SWT. Beliau
bersabda: Aku sesungguhnya telah melihat rahmat turun di atas
kalian, maka aku ingin menyertai kalian menerima rahmat itu.
Kemudian beliau bersabda: Puji-pujian bagi Allah yang telah
menciptakan beberapa orang dari ummatku yang akau disuruh
bersabar bersama-sama mereka.81
Menurut Syaikh Ismail Usman Zain Al-Yamani Al-Makki bahwa
dzikir dalam hadits di atas dilakukan dengan suara keras berdasarkan pada
kata-kata ( maka mereka berhenti) dan kata-kata
(apakah yang kalian ucapkan tadi?). Nabi SAW membenarkan apa yang
mereka lakukan, dan memberikan pujian kepada mereka. Hal ini
menunjukan bahwa dzikir dengan suara keras di masjid di syariatkan dan
menunjukan keutamaannya yang agung.
Dari beberapa dalil di atas dapat disimpulkan bahwa berdzikir
kepada Allah dan mengucapkan kalimat laa ilaaha illallah dapat
dilakukan dalam segala keadaan dan situasi, baik di kala kita sedang
duduk, berdiri, berjalan, berjualan, di rumah dan di masjid, sewaktu
mengendarai kendaraan dan sebagainya selama diucapkan dengan ikhlas
semata-mata hanya kepada Allah SWT. Apabila dzikir dilakukan secara
berjamaah, bersama-sama, khalaqah, maka bacaan dzikir itu secara
bersama-sama dengan suara yang lembut, tidak saling mendahului dan
tidak boleh membaca sebagian saja. Jika tatacara atau adab berdzikir itu

81 H.R. Ahmad dalam Al-Zuhd

74

dipatuhi dan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya, insya Allah dzikir yang


dilakukan itu membuahkan lapang dan rahmat Allah SWT.82
Demikian pula halnya dengan dzikir atau tahlil yang dilakukan
untuk orang yang meninggal dunia, maka selama dzikir dan doa itu
diniatkan dengan hati yang ikhlas dan tulus maka semuanya akan diterima
oleh Allah SWT.
D.

Praktik-praktik tahlilan sembilan hari yang sudah


populer di Desa Kembang Kerang Daya Kecamatan Aikmel.
Upacara tahlilan 9 hari adalah salah satu tradisi masyarakat Desa
Kembang Kerang Daya Kecamatan Aikmel Lombok Timur. Tradisi ini telah
diterima oleh masyarakat secara turun temurun hingga saat ini. Pelaksanaan
tahlilan dilakukan oleh keluarga si mayit untuk mendoakan keluarganya
yang telah meninggal dunia yang diyakini dapat memberi manfaat kepada
orang yang telah meninggal dunia dengan menghadiahkan pahala bacaan
fatihah, shalawat dan dzikiran.
Pelaksanaan tradisi tahlilan bagi masyarakat di Desa Kembang Kerang
Daya merupakan bagian dari ibadah kepada Allah Swt dengan melafadzkan
bacaan-bacaan dzikir. Di samping itu, selain mengandung makna spiritual
kegiatan tahlilan mengandung makna sosial yang mendekatkan hubungan
kekeluargaan dan shilaturrahmi antar keluarga dan masyarakat setempat.
Sejak malam pertama setelah acara pemakaman, keluarga si mayit
mengadakan dzikiran selama sembilan malam. Kegiatan tahlilan sembilan
82 Mujaddidul Islam Mafa. Op Cit. hlm. 28.

75

hari telah menjadi tradisi yang diterima secara turun temurun dari nenek
moyang. Kegiatan tersebut, selain dianggap sebagai kegiatan keagamaan
dianggap juga mengandung nilai-nilai sosial keagamaan di dalamnya. Dan
nilai sosial keagamaan inilah yang menjadi pengikat masyarakat, baik dari
sejak proses pemakaman hingga acara tahlilan.
Menurut H. M. Munir, salah seorang tokoh agama mengatakan bahwa
kegiatan tahlilan bagi orang yang meninggal dunia melalui beberapa proses,
antara lain:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Membaca surat Yasin di sambung dengan bacaan ayat kursi


Membaca surat al-Fatihah
Membaca surat al-Ikhlas 3 kali
Membaca surat al-Falaq
Membaca surat an-Nas
Membaca awal surat al-Baqarah sapai ayat 5
Tahlil (dzikir dan doa).83

Sedangkan menurut Ust. H. Mustafa Hudatullah, QH, kegiatan


tahlilan masyarakat Desa Kembang Kerang Daya melalui beberapa tahap:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Menamatkan al-Qurn
Yasinan
Membaca al-fatihah
Membaca surat al-Ikhlas
Membaca surat al-Falaq
Membaca surat an-Nas; dan
Awal surat al-Baqarah.84

Dari hasil wawancara di atas, pada bacaan yasinan atau menamatkan


al-Qurn dan pembacaan ayat qursi merupakan bacaan khusus yang biasanya

83 Ust. H. M. Munir, Hasil Wawancara, 27 Oktober 2013

84Ust. H. Mustafa Hudatullah, QH. Wawancara 10 November 2013.

76

dibaca sesuai dengan permintaan tuan rumah yang diniatkan untuk orang
yang meninggal dunia.
Selanjutnya Ust. H. Makruf Haris menjelaskan bahwa bacaan yang
umumnya dilaksanakan dari dulu hingga sekarang adalah:
1.
2.
3.
4.
5.

Membaca Surat al-Fatihah 1 kali


Membaca surat al-Ikhlas 3 kali
Membaca surat al-Falaq 3 kali
Membaca surat an-Nas; dan 3 kali
Awal surat al-Baqarah sampai ayat 4.85

Dari beberapa hasil wawancara di atas, maka kegiatan tahlilan untuk


orang yang telah meninggal dunia melalui beberapa proses yang dibagi pada
bacaan khusus dan bacaan umum. Bacaan khusus artinya bacaan yang dibaca
oleh jamaah tahlilan sesuai dengan hajat dan niat tuan rumah seperti
menghatamkan al-Qurn, membaca surat Yasin dan membaca ayat kursi.
Sedangkan kegiatan tahlil yang umum atau lazim dilaksanakan adalah diawali
dengan bacaan fatihah, surat al-ikhlas, surat al-Alaq, surat an-Nas dan awal
surat al-Baqarah.
Sebelum kegiatan tahlilan dilaksanakan, tuan rumah atau keluarga si
mayit mengundang (manyilak dan ngaruntut) tokoh-tokoh masyarakat dan
tokoh agama untuk melakukan acara tahlilan. Jumlah undangan untuk acara
tahlilan biasanya berkisar antara 30 sampai 100 orang. 86 Dan setelah acara
tahlilan berlangsung biasanya ditutup dan diakhiri dengan membaca doa

85Ust. H. Makruf Haris, S.PdI. Wawancara 8 November 2013.


86 Ust. H. Makruf Haris, S.PdI. Wawancara 8 November 2013.

77

khusus bagi keselamatan si mayit, semoga diberikan kelapangan di sisi Allah


Swt, diterima segala amal perbuatannya dan diampuni segala dosanya.
Pada acara tahlilan setiap selesai tahlil pada tiap malamnya keluarga si
mayit biasanya menyajikan makanan dan minuman sekedar untuk
menghilangkan dahaga dan sebagai penghormatan bagi tamu yang datang
72
memberikan doa selamat bagi keluarga yang telah meninggal dunia. Hal ini
tentu membutuhkan biaya yang cukup besar untuk pembuatan kue dan
makanan bagi masyarakat yang datang bertahlil. Oleh karena itu, bagi
masyarakat Desa Kembang Kerang Daya jika ada anggota masyarakat yang
meninggal dunia, maka secara serentak masyarakat melakukan upacara
langaran (barnok) dengan membawa satu gantang beras bagi kaum
perempuan dan uang bagi kaum laki-laki. Hal tersebut dilakukan untuk
membantu meringankan beban keluarga orang yang meninggal dunia.
Dengan demikian pelaksanaan tahlilan 9 hari bagi masyarakat Desa
Kembang Kerang Daya tidak hanya mengandung nilai keagamaan melainkan
juga syarat dengan nilai-nilai sosial dimana terjadinya interaksi sosial dan
hubungan timbal balik yang penuh dengan nilai gotong royong dan sifat
kekeluargaan.
Pada malam kedua, pelaksanaan tahlilan dilakukan seperti malam
pertama dengan beberapa susunan, pembacaan surat al-ikhlas, surat al-falaq,
surat an-nas, fatihah, dan awal surat al-baqarah yang dilanjutkan dengan
dzikir dan doa. Setelah acara dzikiran biasanya keluarga si mayit

78

menyuguhkan makanan sederhana berupa kue kering dan sejenisnya yang


disuguhkan dengan segelas kopi atau air teh.
Acara tahlil dari sejak malam pertama hingga malam ke sembilan
dilaksanakan sama seperti biasanya, hanya saja pada malam-malam ganjil
seperti malam ketiga (nelu), malam ketujuh (mituk) dan malam kesembilan
(nyiwak),

sajian

untuk

masyarakat

yang

melakukan

tahlilan

lebih

diistimewakan dengan niat bersedekah untuk keluarga yang meninggal dunia.


Hal tersebut dilakukan bagi masyarakat karena pada hari-hari ganjil terdapat
perubahan-perubahan pada jasad si mayit. Menurut Ust. H. Mustafa
Hudatullah, QH bahwa:
Pada hari ketiga jasad yang sudah dikuburkan mulai membengkak,
pada hari ketujuh tubuh si mayit sudah tidak berbentuk atau
menyusut sehingga malam ketiga dan ketujuh keluarga meniatkan
shadaqoh bagi kelurganya yang telah meninggal dunia.87
Dari beberapa rangkaian kegiatan tahlilan dapat disimpulkan bahwa
terjalinnya ikatan persaudaraan dalam sebuah tradisi mencerminkan bahwa
masyarakat memiliki pemahaman dan pengetahuan yang menyeluruh akan
pentingnya nilai keselamatan dan kedamaian bersama. Jika tanpa adanya
aturan, masyarakat telah mampu mengikat diri dalam kebersamaan dan sikap
gotong royong, tentunya itu sudah mencerminkan suatu tatanan masyarakat
yang taat akan aturan hukum, sehingga pelaksanaan suatu tradisi atau
kebudayaan merupakan suatu gambaran sikap dan perilaku manusia yang
telah membudaya dan menjadi sumber akhlak dan budi pekerti seseorang
dalam kehidupan bermasyarakat.
87 Ust. H. Mustafa Hudatullah, QH. Wawancara 10 November 2013.

79

Pada malam kesembilan acara dzikiran dilaksanakan seperti pada


malam-malam sebelumnya hanya saja pada malam kesembilan biasanya
hidangan untuk orang yang melaksanakan dzikiran lebih diistimewakan,
mengingat malam tersebut adalah malam terakhir diadakannya acara tahlilan
bagi orang yang meninggal dunia. Setelah acara tahlilan dilaksanakan
biasanya keluarga dan tetangga dekat ikut bersama-sama menyiapkan acara
begawe (selamatan) sebagai puncak dari segala kegiatan. Acara begawe
dalam masyarakat Desa Kembang Kerang Daya bukan saja dilaksanakan
untuk orang-orang yang sedang bersuka cita seperti begawe (pesta)
pernikahan, akan tetapi acara begawe juga dilaksanakan untuk menutup acara
duka cita seperti saat ada keluarga yang meninggal dunia. Untuk orang yang
meninggal dunia acara begawe dimaksudkan sebagai ajang belasungkawa
bagi keluarga dan masyarakat dengan mengadakan acara dzikiran dan doa
serta bershilaturrahmi dengan keluarga dan masyarakat.

80

BAB IV
DZIKIR DALAM TRADISI TAHLILAN SEMBILAN HARI
A.

Tradisi Tahlilan 9 Hari Menurut Islam


Kata tradisi berasal dari bahasa Latin traditio yang berarti diteruskan.
Tradisi adalah adat kebiasaan turun temurun (dari nenek moyang) yang masih
dijalankan di masyarakat, atau anggapan bahwa cara-cara yang telah ada
merupakan cara yang paling baik dan benar.88 Tradisi juga mencakup
kelangsungan masa lalu di masa kini yang dijelaskan menurut arti yang
lengkap, bahwa tradisi adalah keseluruhan benda material dan gagasan yang
berasal dari masa lalu namun benar-benar masih ada kini, belum dihancurkan,
dirusak, dibuang atau dilupakan.
Dalam pengertian tradisi ini, hal yang paling mendasar dari tradisi
adalah adanya informasi yang diteruskan dari generasi ke generasi baik
tertulis maupun (sering kali) lisan oleh karena tanpa adanya ini, suatu tradisi
dapat punah.
Dari berbagai penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa tradisi
merupakan suatu hal yang telah menjadi kebiasaan seseorang. Tradisi ini telah
melewati proses yang cukup lama yaitu dari nenek moyang sampai sekarang,
sehingga tradisi pun dapat mengalami beberapa perubahan dalam melalui
proses tersebut.

88 Depdikbud. Kamus Besar Bahasa Indonesia. (Jakarta: Balai Pustaka, 1999), hlm.
1069.

81

Tahlil dalam bahasa Arab berarti menyebut kalimah syahadah yaitu


Laa ilaaha illa Allah () . Dalam konteks Indonesia, tahlil menjadi
sebuah istilah untuk menyebut suatu rangkaian kegiatan doa yang
diselenggarakan dalam rangka mendoakan keluarga yang sudah meninggal
dunia. Kalimat tahlil sesungguhnya merupakan rangkaian yang utuh dengan
72
kalimat syahadat. Kedua kalimat ini pun sama-sama berisi tentang ajaran
tauhid; bedanya dalam syahadat ada sebuah kesaksian bukan saja terhadap
Allah sebagai Tuhan yang haq untuk disembah, namun juga penyaksian
bahwa Muhammad adalah utusan Allah sebagai nabi dan Rasul yang terakhir.
Sementara itu dalam kalimat tahlil yang ada hanyalah pengakuan diri akan
keberadaan Allah sebagai Tuhan yang berhak untuk dijadikan sesembahan
bagi semua makhluk.89
Kegiatan tahlil sering juga disebut dengan istilah tahlilan. Tahlilan,
sudah menjadi amaliah sebagain besar warga masyarakat sejak dulu hingga
sekarang. Bacaan-bacaan doa serta urutan dalam acara tahlil juga sudah
tersusun sedemikian rupa, dan dihafal oleh warga masyarakat yang
membolehkannya. Begitu pula tentang bagaimana tradisi pelaksanaannya, di
mana keluarga sedang tertimpa musibah kematian (shohibul mushibah)
memberikan sedekah makanan bagi tamu yang diundang untuk turut serta
mendoakan.
Tahlil secara bahasa berarti pengucapan kalimat la ilaha illallah.
Sedang tahlil secara istilah ialah mengesakan Allah dan tidak ada pengabdian
89 Asrifin An-Nakhrawie. Op Cit. hlm. 60.

82

yang tulus kecuali hanya kepada Allah, tidak hanya mengakui Allah sebagai
Tuhan tetapi juga untuk mengabdi, sebagimana dalam pentafsiran kalimah
thayyibah. Pada perkembangannya, tahlil diistilahkan sebagai rangkaian
kegiatan doa yang diselenggarakan dalam rangka mendoakan keluarga yang
sudah meninggal dunia. Sebenarnya tahlil bisa dilakukan sendiri-sendiri,
namun kebiasaannya tahlil dilakukan dengan cara berjamaah.
Tahlilan bukanlah sebuah kewajiban, jika ditinggalkan berdosa atau
bukanlah perkara yang diwajibkanNya atau ditetapkanNya atau bukanlah
perkara syariat, syarat sebagai hamba Allah. Jika berkeyakinan bahwa tahlilan
adalah sebuah kewajiban yang jika ditinggalkan berdosa maka keyakinan
seperti itu termasuk bidah dholalah karena yang mengetahui atau
menetapkan sesuatu perkara atau perbuatan ditinggalkan berdosa (kewajiban)
atau dikerjakan / dilanggar berdosa (larangan/pengharaman) hanyalah Allah
SWT. Sebagaimana firman-Nya,

83



Katakanlah: "Siapakah yang mengharamkan perhiasan dari Allah
yang telah dikeluarkan-Nya untuk hamba-hamba-Nya dan (siapa
pulakah yang mengharamkan) rezki yang baik?" Katakanlah:
"Semuanya itu (disediakan) bagi orang-orang yang beriman dalam
kehidupan dunia, khusus (untuk mereka saja) di hari kiamat[536]."
Demikianlah Kami menjelaskan ayat-ayat itu bagi orang-orang yang
mengetahui (Q.S al-Araf: 32-33).
Tahlilan adalah amal kebaikan, yaitu suatu perkara yang tidak
diwajibkanNya dan tidak bertentangan dengan al-Quran dan Hadits. Tahlilan
adalah sedekah atas nama ahli kubur yang diselenggarakan oleh keluarga ahli
kubur sedangkan peserta tahlilan bersedekah diniatkan untuk ahli kubur
dengan tasbih, takbir, tahmid, tahlil, pembacaan surah Yasiin, Al Fatihah,
dzikir dan doa .
Rasulullah SAW telah menyampaikan bahwa kita boleh bersedekah
atas nama orang yang telah meninggal dunia,





Telah bercerita kepada kami Ismail berkata telah bercerita
kepadaku Malik dari Hisyam bin Urwah dari bapaknya dari Aisyah
radliallahu anha bahwa ada seorang laki-laki yang berkata kepada
Nabi shallallahu alaihi wasallam: Sesungguhnya ibuku telah

84

meninggal dunia secara mendadak dan aku menduga seandainya dia


sempat berbicara dia akan bershadaqah. Apakah aku boleh
bershadaqah atas namanya? Beliau menjawab: Ya bershodaqolah
atasnya.90
Rasulullah SAW telah menyampaikan bahwa sedekah tidak selalu
dalam bentuk harta,



Telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Muhammad bin
Asma` Adl Dlubai Telah menceritakan kepada kami Mahdi bin
Maimun Telah menceritakan kepada kami Washil maula Abu
Uyainah, dari Yahya bin Uqail dari Yahya bin Yamar dari Abul
Aswad Ad Dili dari Abu Dzar bahwa beberapa orang dari sahabat
Nabi shallallahu alaihi wasallam bertanya kepada beliau, Wahai
Rosulullah, orang-orang kaya dapat memperoleh pahala yang lebih
banyak. Mereka shalat seperti kami shalat, puasa seperti kami puasa
dan bersedekah dengan sisa harta mereka. Maka beliau pun
bersabda: Bukankah Allah telah menjadikan berbagai macam cara
kepada kalian untuk bersedekah? Setiap kalimat tasbih adalah
sedekah, setiap kalimat takbir adalah sedekah, setiap kalimat tahmid

90 H.R Muslim 2554

85

adalah sedekah, setiap kalimat tahlil adalah sedekah, amar maruf


nahi munkar adalah sedekah.91

:

Imam asy-Syafii rahimahullah berkata : disunnahkan agar
membaca sesuatu dari al-Quran di sisi quburnya, dan apabila
mereka mengkhatamkan al-Quran disisi quburnya maka itu bagus92.
Beliau juga berkata:


Aku menyukai sendainya dibacakan al-Quran disamping qubur
dan dibacakan doa untuk mayyit93
Tahlilan hukum asalnya adalah boleh, menjadi makruh jika keluarga
ahli kubur merasa terbebani atau meratapi kematian, menjadi haram jika
dibiayai dari harta yang terlarang (haram), atau dari harta mayyit yang
memiliki tanggungan / hutang atau dari harta yang bisa menimbulkan bahaya
atasnya.
B.

Alasan-Alasan

Masyarakat

Terhadap

Tradisi

Tahlilan 9 Hari
Biasanya acara tahlil dilaksanakan sejak malam pertama orang
meninggal sampai tujuh harinya. Lalu dilanjutkan lagi pada hari ke 40 hari
91 H.R. Muslim 1674
92 Riyadlush Shalihin [1/295] lil-Imam an-Nawawi ; Dalilul Falihin [6/426] li-Imam
Ibnu Allan ; al-Hawi al-Kabir fiy Fiqh Madzhab asy-Syafii (Syarah Mukhtashar
Muzanni) [3/26] lil-Imam al-Mawardi dan lainnya.
93 Marifatus Sunani wal Atsar [7743] lil-Imam al-Muhaddits al-Baihaqi.

86

ke-100, dan hari ke-1000. Selanjutnya dilakukan setiap tahun dengan nama
khol atau haul, yang waktunya tepat pada hari kematiannya. Adapun kegiatan
tahlilan tersebut berlandaskan pada hadits Rasulullah SAW,



Ada dua lelaki mukmin dan munafik sama-sama mendapat fitnah di
alam kubur. Orang mukmin difitnah selama tujuh hari, dan orang
munafik difitnah selama 40 hari. (Hadits melalui Ubaid ibn Amir
ra.).
Dari sisi periwayatan, hadits ini kurang valid menurut Imam Syafii,
karena sanad menurut penyelidikannya hanya shaheh sampai peringkat
tabiin., kecuali Imam Abu Hanifah dan Imam Malik menganggap hadits ini
shahih. Imam syafii mengetengahkan periwayatan yang dimaksud dalam
kitab Nailul Athar juz 4, melalui Imam Thawus, bahwa Rasulullah SAW
bersabda, Sesungguhnya mayit ini difitnah dalam alam kuburnya selama 7
hari. Maka kalian semua, berilah mereka kebahagiaan dengan mengeluarkan
shodaqah kepada mereka selama 7 hari. Kemudian beliau (Imam Syafii)
berpendapat bahwa yang sampai kepada mayit hanya shadaqah, bukan
bacaan-bacaan ikir. Kemudian pendapatnya dilengkapi oleh Imam Abu
Hanifah dan Imam Malik, bahwa yang sampai ke mayit tidak hanya shadaqah
melainkan bacaan-bacaan dzikir pahalanya juga sampai ke mayit.94
Terhadap adanya siksa kubur, Rasulullah Saw bersabda,

94 Fatihuddin. Dahsyatnya Silaturrohmi, Budaya Silaturrahmi sesuai Tuntunan


Rasulullah SAW, Para Sahabat dan Ulama. (Delta Prima Press,, 2010), hlm. 277-278.

87



95







Dari Zaid bin Tsabit RA, dia berkata, "Disaat Rasulullah berada di
kawasan perbatasan bani Najjar di atas keledai dan kami saat itu
bersamanya, tiba-tiba keledai itu meronta dan hampir
menjatuhkannya, ternyata di sana terdapat 6 atau 5 atau 4 makam (dia
berkata, seperti inilah yang diceritakan Jurairi). Kemudian beliau
'?bertanya, "Siapa yang mengetahui penghuni makam-makam itu
Seorang pemuda menjawab, 'Saya.' Lalu beliau bertanya, 'Kapan
mereka meninggal?' Pemuda itu menjawab, 'Mereka seluruhnya
meninggal pada zaman kemusyrikan.' Lalu beliau bersabda,
'Sesungguhnya penghuni makam-makam ini akan menerima bencana
atau siksaan di kuburnya. Kalau mereka belum dimakamkan, maka
aku akan memohon kepada Allah agar kalian dapat mendengarkan
siksa kubur seperti yang aku dengar.' Lalu beliau menghadapkan
95 Abu Husain Muslim bin Hajjaj Al Qusyairi An-Naisaburi, Shahih Muslim, hadits
496 Juz 8, hlm. 160-161.

88

mukanya kepada kami, seraya bersabda, 'Mohonlah perlindungan


kepada Allah SWT dari siksa api Neraka' Lalu mereka berkata, 'Kami
berlindung kepada Allah dari siksa api Neraka.' Kemudian beliau
berkata, 'Berlindunglah kalian kepada Allah dari siksa kubur' Mereka
berkata, 'Kami berlindung kepada Allah dari siksa kubur' Lalu beliau
bersabda, 'Berlindunglah kepada Allah dari fitnah yang nyata dan
yang tersembunyi' mereka berkata, 'Kami berlindung dari fitnah yang
nyata dan yang tersembunyi.' Kemudian Rasulullah bersabda,
'Berlindunglah dari fitnah Dajjal Maka mereka berkata, "Kami
berlindung dari fitnah Dajjal.'"
Hadits di atas memberikan gambaran bahwa, setelah meninggal dunia
manusia akan menghadapi fitnah-fitnah di dalam kubur sebelum ia di
bangkitkan kelak. Oleh karena itu, selaku orang yang beriman yang masih
hidup kita dianjurkan untuk memohonkan kesalamatan bagi orang-orang yang
beriman yang

telah

mendahului kita, dengan

mendoakan

ataupun

meniatkannya amalan-amalan shaleh yang dapat memberikan manfaat


baginya, seperti dzikir dan bacaan fatihah, Rasulullah Saw bersabda,





96

Dari Ibnu Abbas, "Bahwa Nabi SAW membaca Al Fatihah untuk


jenazah"










96 Sunan Ibnu Majah, Bab Jenazah hadis ke 22. Lihat juga Al Misykah (1673), Syifah
Ash-Shalah, (731), Al Ahkam (119).

89



97

Dari Auf bin Malik RA, dia berkata, "Suatu ketika Rasulullah
menshalatkan jenazah, dan saya hafal doa yang beliau ucapkan, yaitu
'Ya Allah ampunilah dosanya, kasihanilah ia, lindungilah ia dan
maafkanlah ia, muliakan tempat kembalinya, lapangkan kuburnya
dan cucilah ia dengan air, salju dan air yang sejuk. Bersihkanlah ia
dari segala kesalahan, sebagaimana Engkau telah membersihkan
pakaian putih dari kotoran, dan gantilah rumahnya (di dunia) dengan
rumah yang lebih baik (di akhirat), serta gantilah keluarganya (di
dunia) dengan keluarga yang lebih baik, dan pasangan (di dunia)
dengan pasangan yang lebih baik. Masukkanlah ia ke surgamu dan
lindungi ia dari siksa kubur atau siksa api neraka, ' sehingga saya
berangan-angan, seandainya saja saya yang menjadi mayit itu."
Setelah

pembacaan

tahlil

dan

doa

biasanya

tuan

rumah

menghidangkan makanan dan minuman kepada para jamaah. Kadang masih


ditambah dengan berkat (buah tangan berbentuk makanan matang). Pada
perkembangannya di beberapa daerah ada yang mengganti berkat, bukan lagi
dengan makanan matang, tetapi dengan bahan-bahan makanan, seperti mie,
beras, gula, telur, dan lain-lain. Semua itu diberikan sebagai sedekah, yang
pahalanya dihadiahkan kepada orang yang sudah meninggal dunia tersebut.
Sekaligus sebagai manifestasi rasa cinta yang mendalam baginya.
Dalam tradisi lama, bila ada orang meninggal, maka sanak famili dan
tetangga berkumpul di rumah duka. Mereka bukannya mendoakan mayit
tetapi begadang dengan bermain judi atau mabuk-mabukan. Wali Songo tidak
97 Shahih Muslim, Hadits 480 Juz 3, hlm. 59.

90

serta merta membubarkan tradisi tersebut, tetapi masyarakat dibiarkan tetap


berkumpul namun acaranya diganti dengan mendoakan pada mayit.
Ritual tahlil memang tidak dituntunkan oleh Rasulullah Saw, maka ia
memang bukan satu bentuk ibadah mahdhah, bukan ibadah khusus. Ritual
tahlil ini sekedar amalan baik yang memiliki keutamaan dan faedah. Bila
faedah dari amalan tahlil ini dapat menghantarkan warga untuk tergerak
menjalankan syariat-syariat wajib, bahkan lalu menjadi sarana utama dan
pertama juga agar warga tergerak; bukankah bila ditinjau dari strategi dakwah
ini dapat dianggap penting bahkan wajib ? Sebagai sarana?
Ritual tradisi mengadakan doa bersama atas arwah anggota keluarga
itu menjadi satu kebutuhan yang akhirnya nyatanya menjadi faktor pengikat
kebersamaan dan rasa memiliki atas ajaran agama. Tidak dapat dibayangkan
bilamana faktor pengikat ini justru tidak ada atau bahkan sengaja ditentang
dan mau dihilangkan. Tentu faktor pengikat itu menjadi tercerai-berai dan
warga tidak memiliki kebersamaan lagi. Sebagian besar warga belum/tidak
biasa melakukan shalat lima waktu, mereka juga tidak terbiasa mengaji dan
mengkaji ajaran agama. Paling tidak, dengan ber-tahlil ini mereka masih
memiliki ikatan identitas bahwa agama mereka itu adalah masih atau sudah
Islam. Dengan ber-tahlil ini pula mereka paling tidak sekali dalam 35 hari
mereka membaca dan mengucapkan kalimah-kalimah thoyibah, ucapanucapan yang mereka tidak sempat ucap karena sehari-hari telah tersita untuk
membanting tulang mencukupi kebutuhan hidup mempertahankan nyawa diri

91

dan anak-istri. Paling tidak beberapa waktu mereka ingat bahwa mereka nanti
akan mati.

C.

Makna dan Nilai Tradisi Tahlilan Sembilan Hari


Ritual tahlil memang tidak dituntunkan secara khusus dalam agama
Islam, maka ia memang bukan satu bentuk ibadah khusus atau suatu ibadah
yang diwajibkan atau diharuskan, khususnya bagi orang yang beragama
Islam. Ritual tahlil merupakan amalan baik yang memiliki keutamaan dan
faedah. Bila faedah dari amalan tahlil ini dapat menghantarkan warga untuk
tergerak menjalankan syariat-syariat wajib, bahkan lalu menjadi sarana utama
yang dapat menggerakkan warga masyarakat melaksanakan hal-hal yang
dianjurkan agama seperti berdzikir , bershilaturrahmi dan tolong menolong
antar sesama, bukankah hal tersebut merupakan sarana yang positif yang
harus dilestarikan?.
Ritual tradisi mengadakan doa bersama atas arwah anggota keluarga itu
menjadi satu kebutuhan yang akhirnya nyatanya menjadi faktor pengikat
kebersamaan dan rasa memiliki atas ajaran agama. Kita mungkin tidak dapat
membayangkan bilamana faktor pengikat ini justru tidak ada atau bahkan
sengaja ditentang dan mau dihilangkan. Tentu faktor pengikat itu menjadi
tercerai-berai dan warga tidak memiliki kebersamaan lagi.
Dengan bertahlil ini pula paling tidak masyarakat membaca dan
mengucapkan kalimah-kalimah thoyibah, ucapan-ucapan yang mereka tidak
sempat diucapkan karena sehari-hari telah tersita oleh kesibukan masingmasing. Maka di sinilah nilai tahlilan menjadi penting bahkan mungkin harus
terus dikembangkan dilestarikan sebagai sebuah tradisi yang mengandung

92

nilai positif bagi tegaknya ikatan persaudaraan dan ajang shilaturrahmi


keluarga dan masyarakat setempat.
Setiap tradisi bagi masyarakat merupakan wahana yang mengandung
banyak unsur nilai yang harus dikembangkan dan dipertahankan. Karena pada
dasarnya sebuah tradisi yang dipertahankan oleh masyarakat dan generasi
penerusnya adalah tradisi yang dianggap oleh seluruh lapisan masyarakat
dapat memberikan manfaat demi terciptanya kebersamaan dan tatanan
masyarakat yang berbudaya.
Tradisi tahlilan sembilan hari di Desa Kembang Kerang Daya
merupakan tradisi yang dilaksanakan secara turun temurun oleh masyarakat
untuk memberikan doa selamat bagi orang yang meninggal dunia dan sebagai
hiburan bagi keluarga yang ditinggalkan. Menurut Ust. H. Makruf Haris
bahwa;
Acara tahlilan selain merupakan ajaran agama yang dianjurkan yaitu
mendoakan keluarga yang telah meninggal dunia, acara tahlilan
sembilan hari mengandung makna tersendiri bagi masyarakat Desa
Kembang Kerang Daya pada khususnya, antara lain sebagai wahana
shilaturrahmi dan tolong menolong terhadap sesama98
Berdasarkan hasil wawancara di atas, maka makna yang terkandung
dalam acara tahlilan sembilan hari dibagi atas makna yang tersurat dan makna
yang tersirat. Makna yang tersurat artinya bahwa kegiatan tahlilan dapat
memberikan manfaat bagi kehidupan masyarakat; seperti tumbuhnya sikap
gotong royong, tolong menolong, shilaturrahmi dan berbagai manfaat lainnya
yang dapat mengokohkan persatuan dan kesatuan dalam kehidupan
bermasyarakat. Selanjutnya makna yang tersirat artinya acara tahlilan dapat
memberikan manfaat bagi si mayit dengan dihadiahkan berbagai pahala
98 Ust. H. Makruf Haris, S.PdI. Wawancara 8 November 2013.

93

bacaan kalimat-kalimat thayyibah seperti, pembacaan surat yaasin, fatihah,


surat al-Ikhlas, dan berbagai doa lainnya. Menurut Fatihuddin (2010: 275),
bahwa budaya dikemas dalam majelis dzikir, mengumpulkan manusia, dan
terjadilah shilaturrahmi antara manusia dalam keinginan, harapan , dan tujuan
yang sama. Kesamaan Itiqad ini menjadi power dahsyat memecahkan
ambang batas antara dunia dan gerbang akhirat. Sehingga terjadi
shilaturrahmi dua arah, antara yang hidup dan shilah kepada yang meninggal
dunia.
Makna yang tersurat dalam kegiatan tahlilan 9 hari bagi masyarakat
Desa Kembang Kerang Daya dapat diklasifikasikan, antara lain sebagai
berikut:
a. Mengikuti Ajaran Agama
Jika ditinjau dari segi agama maka makna yang terkandung dalam
acara tahlilan menyangkut dua hal, yaitu, hamblumminannas atau
hubungan antar sesama manusia dalam rangka melaksanakan ibadah
sosial; dan hablumminallah yaitu hubungan dengan sang pencipta
dengan meningkatkan dzikir kepada-Nya.
Dalam kegiatan tahlil terdapat aspek ibadah sosial, khususnya tahlil
yang dilakukan secara berjamaah. Dalam tahlil, sesama muslim akan
berkumpul sehingga tercipta hubungan shilaturrahmi di antara mereka.
Dari segi kegiatan sosial, kegiatan tahlilan bagi orang yang meninggal
dunia merupakan bagian dari sikap kebersamaan yang dituangkan dalam
lantunan dzikir dan doa bagi orang yang meninggal dunia sekaligus bagi
keluarga yang ditinggalkan. Selain itu, dibagikannya berkat, berupa
makanan atau bahan makanan, juga merupakan bagian dari ibadah sosial.

89

94

Bagi masyarakat memberi jamuan kepada para tamu, lebih-lebih


tamu undangan merupakan hal terpuji dan merupakan kewajiban bagi
orang yang mengundang untuk memberikan pelayanan yang baik kepada
tamunya, apalagi jika itu diniatkan sebagai sedekah tentu termasuk ibadah
yang terpuji dan dianjurkan. Adapun dalam acara tahlilan jamuan makanan
selalu disajikan untuk jamaah yang melakukan tahlilan dengan maksud
untuk bershadakah dan memberikan pelayanan yang baik bagi para tamu.
Namun demikian, karena memberikan jamuan untuk tamu berupa
berkat adalah suatu hal yang dibolehkan, maka kemampuan ekonomi harus
tetap menjadi pertimbangan utama. Tradisi masyarakat dalam memberi
jamuan makan untuk tamu tidaklah sesuatu yang wajib. Orang yang tidak
mampu secara ekonomi, semestinya tidak memaksakan diri untuk
memberikan jamuan dalam acara tahlilan, apalagi sampai berhutang ke
sana ke mari atau sampai mengambil harta anak yatim dan ahli waris yang
lain. Oleh karena itu, pemberian jamuan disesuaikan dengan keadaan dan
kehendak keluarga yang melaksanakan acara tahlilan tersebut.
Selanjutnya, bahwa tahlil merupakan sarana hablumminallah, sebab
doa-doa atau bacaan-bacaan dalam tahlil merupakan bacaan-bacaan
dzikrullah yang mana apa yang dibaca tersebut sesuai dengan petunjuk dan
tuntunan agama. Oleh karena itu, tahlil dengan serangkaian bacaannya
yang lebih akrab disebut dengan tahlilan.
Dengan demikian, acara tahlil merupakan kegiatan positif yang
memiliki landasan yang kuat, baik bagi terciptanya masyarakat yang
religius maupun masyarakat yang memiliki budaya shilaturrahmi dan
budaya gotong royong.

95

b. Hiburan untuk Keluarga yang ditinggalkan


Selain mengandung nilai keagamaan, acara tahlilan sembilan hari
juga mengandung unsur sosial. Diambilnya waktu pelaksanaan sembilan
hari dalam kegiatan tahlilan karena angka sembilan merupakan angka
tertinggi

dalam

sebuah

bilangan.

Angka

sembilan

menunjukan

kesempurnaan bagi terlaksananya seluruh rangkaian kegiatan tahlilan yang


diniatkan bagi orang yang meninggal dunia dari sejak dimakamkan.
Dari segi sosial, acara tahlilan mengandung makna kebersamaan,
tolong menolong, dan sikap berempati kapada sesama manusia, terutama
bagi mereka yang mendapat musibah. Bagi keluarga yang ditinggalkan,
dzikir dan doa bagi orang yang meninggal dunia merupakan penghargaan
yang memiliki nilai yang tinggi sekaligus hiburan yang dapat memberikan
kegembiraan hati dan kekuatan untuk menghadapi musibah yang menimpa
keluarga mereka.
c. Wahana Shilaturrahmi
Acara tahlilan sembilan hari di samping mengandung makna
kesempurnaan ibadah bagi yang melaksanakannya, juga menjadi wahana
shilaturrahmi bagi masyarakat terutama bagi keluarga yang memiliki
tempat yang jauh untuk mengadakan shilaturrahmi. Bagi keluarga yang
sedang bepergian atau memiliki tempat yang jauh membutuhkan waktu
yang lama untuk sampai ke tempat duka. Dengan adanya acara tahlilan
sembilan hari keluarga yang berada di tempat yang jauh memiliki banyak
waktu untuk dapat ikut berbela sungkawa kepada keluarga yang
ditinggalkan.
Acara tahlil dilakukan pada tiap malamnya secara berjamaah. Ini pun
mengikat semua masyarakat dan keluarga dalam sikap kekeluargaan dan

96

kebersamaan. Biasanya keluarga yang absen saat acara tahlilan


berlangsung biasanya menjadi pertanyaan bagi keluarga kiranya apa yag
menjadi penyebab ketidakhadirannya dalam acara tahlilan?, karena bagi
masyarakat acara tahlilan juga dijadikan sebagai wahana shilaturrahmi
terutama keluarga terdekat. Jika dalam waktu luang masing-masing
disibukkan dengan pekerjaan dan profesi masing-masing, maka ketika ada
acara begawe hal yang paling utama bagi yang melaksanakan acara
(keluarga yang berduka) adalah berkumpulnya semua keluarga sebagai
tanda masih adanya ikatan keluarga, walaupun sudah memiliki tempat
yang berjauhan sekalipun.
Selanjutnya makna tersirat dari pelaksanaan kegiatan tahlilan bagi
orang yang meninggal bahwa kegiatan tahlilan 9 hari dilaksanakan oleh
masyarakat karena diyakini dapat memberikan manfaat bagi orang yang
meninggal dunia, karena di dalam al-Qurn maupun hadits banyak
dijelaskan tentang manfaat yang dapat diperoleh oleh orang yang meninggal
dunia dari orang-orang beriman yang masih hidup. Di dalam al-Qurn
dijelaskan,




Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan
Anshor), mereka berdoa: "Ya Rabb kami, beri ampunlah kami dan
Saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dulu dari kami, dan

Anda mungkin juga menyukai