1 Penyusun adalah aktivis IPNU, Komunitas Gusdurian dan Kajian Diskusi Rabuan
GKA
A. Pemaknaan Ibadah Secara Harfiyyah dan Istilah, Serta Pendapat Para Ulama Tentang
Ibadah
1. Secara Terminologis dan Epistimologis
Ibadah berasal dari bahasa arab yakni abada-yabudu-ibadatan, yang
artinya adalah berserah diri, tunduk atau patuh. Ibadah dalam pengertian
khusus adalah segala perbuatan, ucapan dan itikad dalam melakukan hubungan
langsung dengan Allah. 2
Pemahaman ini tentu saja mereduksi secara besar-besaran makna
ibadah dalam pengertiannya yang genuine. Ketika Allah menyatakan bahwa
jin dan manusia diciptakan untuk beribadah kepada-Nya (Q.S. Al Dzaariyat,
dan semua utusan Tuhan diperintahkan untuk mengajak maniusia beribadah
kepada Allah (Q.S. Al Bayyinah, ), maka makna ibadah tersebut tidak
mungkin hanya berarti shalat, puasa, zakat, haji, berzikir, membaca al Qur-an
dan sejenisnya. Ini karena kehidupan tidak mungkin hanya untuk berurusan
dengan hal-hal tersebut, melainkan untuk hal-hal yang menyeluruh, mencakup
seluruh aspek yang dibutuhkan manusia seperti berdagang, bertani dan
bekerja,
mencari
ilmu
dan
sebagainya
guna
mempertahankan
dan
berlawanan
dengan
keinginan
hawa
nafsunya
dalam
rangka
Dalam hal ini, ibadah berarti menjalani apa yang menjadi perintah Allah Swt
dan menjauhi segala yang menjadi larangan Allah Swt.4
Menurut ahli ushul fiqh, definisi ibadah dikategorikan ke dalam dua
hal. Pertama, ibadah atau syariat yang tidak jelas illat dan hikmahnya. Illat
dalam kajian ushul fiqh diartikan sebagai sebab musabab. Jadi, ibadah kategori
pertama ini dikatakan sebagai ibadah di mana seseorang tidak mengetahui
sebab Allah memerintah untuk beribadah. Manusia juga tidak mengerti hikmah
di balik perintah ibadah tersebut.5
Aj-Jurzani mengatakan; Ibadah merupakan perbuatan yang dilakukan
oleh mukallaf, tidak menurut hawa nafsunya untuk memuliakan tuhannya.
Ibnu Katsir mengatakan; Himpunan cinta, ketundukan, dan rasa takut
yang sempurna.
B. Peranan Islam Dalam Memberikan Ruang Bagi Ibadah Sosial
Para ulama fiqh membagi ibadah itu menjadi dua aspek: Ibadah Mahdhah dan
Ibadah Ghoiru Mahdhah. Ibadah Mahdhah merupakan ibadah yang sudah terperinci
dan ibadah ini terkait dengan hubungan antara tuhan dan hambanya. Ibadah Mahdhah,
merupakan manifestasi dari rukun islam yang lima.
Sedangkan Ibadah ghairu Mahdhah merupakan yang mencakup tentang urusan
interaksi sosial sesama makhluk hidup. Ibadah Mahdhoh merupakan kategori ibadah
umum, yakni ibadah yang sifatnya ada hubungannya dengan seluruh unsur aspek
kehidupan.
Kontribusi Islam sendiri dalam ibadah sosial berkaitan dengan muamalah.
Misalnya keterkaitan antara puasa dan zakat, hubungan vertikal (dengan tuhan)
dengan hubungan horizontal (antar manusia), dan sholat sebagai solidaritas sosial.
Keterkaitan itu kadang-kadang secara eksplisit di sebutkan dalam ajaran, seperti
keterkaitan antara Sholat dan Solidaritas Sosial. Dalam surat Al-Maun di sebutkan
dengan jelas adalah termasuk pendusta agama mereka yang sholat, akan tetapi tidak
memiliki kepedulian sosial terhadap problematika masyarakat.6
Seharusnya ritual merupakan wujud dari seorang manusia beragama yang
memiliki karakter moral sesuai ajarannya masing-masing. Allah berfirman dalam AlQuran: Sesungguhnya dengan sembahyang dapat mencegah perbuatan keji dan
4 Lihat http://www.islamcendekia.com/
5 Lihat http://www.islamcendekia.com/
6 Kuntowijoyo. Muslim Tanpa Masjid, MIZAN. Jakarta. 2001
munkar (Q.S. Al-Ankabut: 45). Ironisnya sering kali kita menyaksikan orang yang
rajin shalat tetapi masih saja melakukan kemungkaran dan perbuatan-perbuatan yang
dilarang oleh agama padahal setidaknya ia lima kali menyapa Allah melalui shalat.
Pertanyaannya, mengapa bisa demikian? Hal ini terjadi karena shalat masih dipahami
hanya sebatas formalitas yang tidak memiliki konsekwensi apa-apa terhadap
kehidupannya. Sepanjang kita masih berkutat pada pemahaman tekstualis seperti ini
maka shalat kita jelas tidak memiliki makna apa-apa, tidak bisa mencegah perbuatan
yang keji dan mungkar.
Seperti halnya juga, zakat yang merupakan salah satu rukun islam yang
upayanya adalah pemberdayaan penyejahteraan ekonomi serta untuk meningkatkan
taraf sosial kehidupan masyarakat. Zakat adalah salah satu upaya Islam dalam
mengatasi permasalahan ekonomi, namun pada faktanya sekarang menjadi dikotomi.
Pasalnya jumlah pengemis kian hari makin bertambah dan sudah menjadi sebuah
profesi. Mirisnya lagi, dengan alasan agama mereka seenaknya untuk meminta-minta
di tengah jalan dan di ruang publik. Perintah zakat merupakan ajaran yang
berimplikasi langsung terhadap ajaran sosial. Bagi seorang yang mengeluarkan zakat
(Muzakki), secara secara otomatis mereka memiliki kepekaan terhadap penderitaan
kaum lemah (mustadhafin).7
Dalam hal kenegaraan Islam memberikan batasan terperinci mengenai sebuah
negara yang baik. Namun, bukan berarti Islam ingin mendirikan Negara Islam. Saat
ini sangatlah santer di bicarakan tentang isu pendirian negara islam. Ini terjadi karena
segelintir oknum yang terpesona pada klaim-klaim negara Islam. Karena dengan
mengklaim negara Islam itu sudah benar-benar sesuai dengan ajaran Islam, bahkan
akan di nilai sebuah ibadah karena Jihadnya yang ingin menegakan Negara Islam.
Menurut Azyumardi Azra dalam bukunya Islam Subtantif beliau mengatakan,
peluang tumbuhnya negara Islam di Indonesia sangatlah kecil sekali. Apalagi ideologi
negara pancasila tidak bertentangan dengan ketauhidan. Para Pemimpin Islam
sekalipin, seperti M. Natsir mengakui pancasila yang tidak bertentangan dengan
prinsip ketauhidan. Oleh karena itu, membuat isu menggantikan Negara Pancasila
dengan Negara Islam tidak populer.
Mereka yang terpesona dengan negara Islam disebabkan oleh massa yang
tidak berpikir kritis. Sementara, mereka sehari-hari selalu di hadapkan dengan
persoalan yang tidak bisa di pecahkan. Dalam kondisi begitu biasanya agama di
7 Zainuddin, M. Haji dan Masyarakat Kita. Jaringan Islam Liberal.
anggap obat paling mujarab yang bisa menuntaskan permasalahan hidup. Padahal
tidak. Agama hanya satu bagian hidup manusia. Kehidupan manusia juga di pengaruhi
dengan berbagai macam faktor, seperti faktor lingkungan, pendidikan dan ekonomi.8
Dari pemaparan beliau, kita dapat memahami bahwasanya yang terkait
dengan kenegaraan, agama tidak selalu menjadi faktor kehidupan bernegara dan
berbangsa. Inilah fungsi dari pemisahan Agama dan Negara. Ketika Agama menjadi
faktor penentu dari berdirinya sebuah negara justru akan mengakibatkan konflik
transdensional antar masyarakat.
C. Benturan Ritual Keislaman Dengan Kepercayaan Lainnya Di Tengah Masyarakat
Plural
Terdapat banyak benturan antara ritual yang di jalani oleh oknum kaum
Muslim dan penganut aliran atau agama lainnya. Meskipun tidak mengundang konflik
yang terlalu tajam, terkadang hal tersebut menjadi kebisingan dari aroma-aroma
konflik yang terjadi di kalangan umat beragama. Padahal terkadang mereka
mempermasalahkan yang sifatnya cabang dari agama.
Kerukunan adalah kata yang sering sekali dipakai untuk kampanye perdamaian
di tengah ancaman kerusuhan dan kekerasan sosial. Sepintas lalu banyak yang
mempertukarkan atau menganggap sama antara kata rukun dan damai (kerukunan dan
kedamaian). Sebenarnya, kerukunan memiliki makna yang jauh lebih dalam dan
karenanya sangat dibutuhkan untuk mengatasi persoalan konflik dan kekerasan.9
Benturan-benturan yang terjadi di masyarakat bukanlah karena faktor komunal
yang ada dalam diri kita, akan tetapi kedangkalan kapaasitas keilmuan kita yang
belum memadai. Sehingga dalam menyikapi permasalahan lebih mendahulukan
kepentingan privasinya untuk melindungi dirinya dari ancaman-ancaman publik yang
mengatasnamakan Agama. Sebenarnya dalam memahami masalah terkait benturan
dan konflik yang terjadi di tengah masyarakat, adalah dengan memberikan masyarakat
sebuah pelajaran tentang memaknai arti toleransi. Maraknya, sebagian oknum yang
hendak merasa benar sendiri, merasa (sok) suci dan pengaruh radikalisme dalam
agama, ini sebetulnya memperkeruh suasana kerukunan antar umat beragama.
Kesadaran mengenai pentingnya kerukunan sebagai fondasi hidup bersama
juga melandasi semangat pendirian negara Republik Indonesia. Membangun negara di
atas kebhinekaan yang sedemikian rupa ini memang tidak mudah. Potensi konflik dan
8 Azra, Azyumardi. Islam Subtantif. MIZAN, Jakarta, 2000
9 Ahmad, Saidiman. Kerukunan. Jaringan Islam Liberal. www.islamlib.com
kekerasan sosial terus menerus membayangi perjalanan bangsa ini. Kata kerukunan
menjadi sangat penting. Ia mewakili satu semangat untuk hidup bersama secara damai
dan itu disadari sebagai fondasi yang paling kokoh dalam kehidupan yang majemuk
ini.10
Islam menolak segala bentuk kekerasan, mencintai perdamaian dan keadilan,
dan mengajarkan nilai-nilai keutamaan, yakni menghormati kehidupan dan martabat
manusia.11 Karenanya esensi dari Islam Rahmatan Lil-Alamien adalah Islam menjadi
promotor dalam memajukan perdamaian dan memberikan rasa aman bagi seluruh
makhluk ciptaan Allah.
Padahal banyak ayat-ayat dalam al-Quran yang menunjukan tentang
pluralisme dan toleransi dalam Islam.
Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah
menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah
menciptakan
isterinya;
dan
dari
pada
keduanya
Allah
agama
(Islam);
dan
Sunnah
menegaskan
bahwa
keberagamaan
harus
didasarkan
padakepatuhan yang tulus kepada Allah. Karena itu pula, tidak ada paksaan dalam
menganut agama. Sebab beragama sumbernya adalah jiwa dan nurani manusia,dan
ketika terjadi paksaan agama, terjadi pula pemasungan nurani. 12
D. Islam dan Sekularisme
Definisi dan penerapan dari sekularisme, khususnya masalah keagamaan
dalam masyarakat, sangat berbeda antara negara dengan muslim dan negara-negara di
Eropa dan Amerika Serikat. Istilah sekularisme sering digunakan untuk menjelaskan
pemisahan antara kehidupan bermasyarakat dan segala yang berhubungan dengan
pemerintahan dari masalah keagamaan, atau secara sederhana sekularisme adalah
pemisahan
antara
agama
dan
politik.
Sekularisme
dalam
Islam
sering
KESIMPULAN
Pada akhirnya, ibadah sebetulnya merupakan aktivitas sehari-hari yang tidak terlepas dari
seorang muslim. Pengertian ibadah tersebut bukan hanya yang berkenaan dengan hubungan
vertikal tapi juga hubungan horizontal. Yaitu perbaikan ritual tidak hanya kepada tuhan
supaya berketuhanan akan tetapi juga berusaha meperbaiki hubungan kepada sesama
manusia. Puncak tertinggi dari pada ibadah sebetulnya adalah memanusiakan manusia.
Ibadah harus saling memahami dan saling mengerti, jalinlah rasa toleransi antar sesama.
Karena perbedaan adalah sebuah keniscayaan, jangan terburu-buru memvonis orang salah,
apalagi hingga mengkafir-kafirkan. Karenanya berdamailah dengan sesamamu agar nantinya
tercipta negara yang bermartabat. Dan negara yang di berkati oleh Allah Swt.
Hendaklah, kita beribadah tanpa harus mengganggu orang lain yang sedang
beraktivitas. Janganlah seenaknya dalam beribadah, karena belum tentu ibadah ritual kita di
terima oleh Allah, lebih-lebih sesama manusianya. Ibadah sosial, seperti kita menunaikan
Sholat, seharusnya menjadi landasan dalam kita berbuat. Agar tidak semena-mena dalam
bertindak, karena setiap tindakan pasti ada konsekuensinya. Membayar zakat, adalah upaya
dari pengentasan kemiskinan dan bukan berati kita di bolehkan meminta-minta. Wa Maa
Arsalnaka illa rahmatan lil Alamien, yang artinya Dan tiadalah Kami mengutus kamu,
melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam. (QS. Al Anbiya: 107).