Anda di halaman 1dari 14

Analisis feminis teologis terhadap Budaya Populer

“Perempuan : Kecantikan dan Gaya Hidup”

Paulina Herlina Norayanti

Universitas HKBP Nommensen Pematangsiantar


paulina8173sirait@gmail.com

ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan penilaian-penilaian dan perlakuan yang bias
gender terhadap perempuan dalam instrumen budaya populer. Objek penelitian adalah bentuk-
bentuk perlakuan yang bias gender terhadap perempuan dalam instrumen budaya populer: iklan
dalam media cetak, online dan televisi. Tekhnik dalam pengumpulan data yang dipakai dalam
mengerjakan penelitian ini adalah studi pustaka. Metode penelitian yang dipakai adalah metode
revised correlational yang oleh David Tracy dan Don Browning dikembangkan dari teori
correlational Tillich. Paper ini akan membahas mengenai kecantikan dan perempuan dalam
balutan budaya populer. Gempuran budaya populer seringkali menyeret kaum perempuan
menjadi konsumtif, konsumeris bahkan cenderung mengupayakan segala cara untuk menjadikan
dirinya tiruan dari orang-orang terkenal, dengan cara melakukan operasi plastik dan berbagai
treatment yang menyakitkan. Sayangnya hal itu dilakukan perempuan bukan karena
kebutuhannya semata, melainkan karena perempuan hidup di dunia patriarkhis, di mana bahkan
selururuh keberadaan perempuan terletak dalam kontrol kebutuhan kaum lelaki. Apakah salah
melakukan operasi plastik (deformasi tubuh) ? Apakah bertentangan dengan ajaran Agama ?
Apakah budaya populer itu selalu memberi kontribusi yang positif atau justru sebaliknya,
berdampak negatif bagi kehidupan manusia ? Dari hasil penelusuran penulis, tidak selamanya
budaya populer berdampak buruk terhadap manusia. Selama budaya populer dipakai secara
bertanggungjawab dan seperlunya akan sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia. Semua
perempuan cantik dengan keunikannya sendiri-sendiri.

Kata Kunci : analisis, perempuan, budaya populer, gender


PENDAHULUAN
Membicarakan ―perempuan‖1 memang selalu menarik. Dari ujung rambut sampai ujung
kaki perempuan, tidak terhingga topik pembahasan mengenai makhluk ciptaan Tuhan yang satu
ini. Dua futurolog, John Naisbeth dan Patricia Aburdens, tiga puluhan tahun yang lalu telah
meramalkan dalam bukunya Megatrend 2000 bahwa abad ke 21 adalah abad bagi kaum
perempuan. Ramalan ini bisa dibenarkan atau bisa juga dibantah. Namun faktanya, baik di
negara miskin, di negara berkembang maupun negara maju, tema terkait perempuan adalah
―santapan yang lezat‖ untuk diperbincangkan. Sehingga tidak berlebihan jika dikatakan, sejak
zaman Hawa hingga era kini, perempuan tetap menjadi buah bibir, baik mengenai hal-hal positif,
namun tidak kurang tema mengenai hal-hal negatif. Bagi kaum lelaki, tentulah lebih
menyenangkan ketika membicarakan perempuan dari sisi keindahannya, mengenai kecantikan,
tubuh yang sexy dan sebagainya. Sejak zaman purba hingga sekarang, kecantikan perempuan
masih menjadi ―objek‖ menarik untuk diperdebatkan, bahkan sering menjadi komoditi.
Era moden ditandai dengan perubahan gaya hidup. Masyarakat, remaja sampai orang tua
terdampak. Modernisasi berdampak terhadap perubahan paradigma. Hal memaknai kecantikan
perempuan tidak luput terdampak. Seiring zaman yang terus berkembang, persaingan kaum
perempuan semakin ketat. Perempuan yang tidak cantik akan berkurang ―pasaran‖-nya. Namun
sayangnya, ukuran kecantikan perempuan tidak pernah konstan, terus berubah-ubah seiring
perkembangan zaman. Modernisasi berperan kuat atas perubahan gaya hidup manusia, termasuk
juga terhadap gaya hidup perempuan. Dampak positifnya, manusia bisa menikmati hidup lebih
‗mudah‘ dengan keringanan yang ditawarkan teknologi yang semakin canggih. Harapan hidup
manusia terus meningkat seiring kesejahteraan yang membaik, yang membuat manusia lebih
trampil merawat tubuh. Paper ini akan membahas mengenai kecantikan dan perempuan dalam
balutan budaya populer.

PROSES REFLEKSI TEOLOGIS DALAM PARADIGMA KECANTIKAN


―Kebudayaan‖ berasal dari kata latin, colere, yang artinya memelihara, mempertahankan
dan mengembangkan. Kebudayaan adalah sesuatu yang memelihara, mempertahankan dan
mengembangkan makna dan nilai kita. Kebudayaan adalah sistem kepercayaan dan pranata yang

1
Penulis menggunakan kata perempuan, berasal dari kata empu, berarti 'tuan', 'orang yang mahir/berkuasa',
'kepala', 'hulu', 'yang paling besar'. Sedang kata wanita, berdasarkan etimologi rakyat Jawa
(jarwodoso/keratabasa), dipersepsi secara kultural sebagai 'wani ditoto'; (terj. leksikalnya 'berani diatur'; terj.
kontekstualnya 'bersedia diatur'; terj. gampangnya 'tunduklah pada suami'/'jangan melawan pria'). "Old Javanese
English Dictionary", mengartikan kata wanita: 'yang diinginkan'; maksudnya, wanita adalah 'sesuatu yang
diinginkan pria'. Wanita diperhitungkan jika bisa dimanfaatkan pria. Sudut pandangnya sudut pandang pria,
eksistensinya sebagai makhluk Tuhan nihil. Wanita berarti jika menjadi objek (bagi lelaki).
http://www.angelfire.com/journal/fsulimelight/betina.html (diunduh 9 Juni 2020)
merefleksikan realitas masyarakat kita2. Istilah ―budaya populer‖ (cultura popular) dalam bahasa
latin menunjuk secara harafiah pada ―Culture of the people‖ (budaya orang-orang atau
masyarakat). Namun ―populer‖ bukan semata-mata berarti tersebar luas, arus utama, dominan
atau sukses secara komersial, tetapi juga berarti gaya ekspresi yang berkembang dari kreatifitas
orang kebanyakan, di kalangan orang-orang yang menaruh minat, preferensi dan selera
terhadapnya3. Untuk mempertemukan teologi dengan budaya populer, dalam paper ini Penulis
memakai metode revised correlational yang oleh David Tracy dan Don Browning
dikembangkan dari teori correlational Tillich4. Pendekatan ini menghargai dialog yang
kompleks antara pertanyaan dan insights dari tradisi agama dan budaya populer yang bisa
berguna untuk menantang dan mentransformasi selama proses berlangsung 5. Praktek dari
pendekatan ini menggunakan tiga tahap (sebagaimana terlihat dalam diagram di bawah ini)6.

Insights baru bagi iman dan Deskripsikan Budaya Populer


perbuatan (teologi deskriptif)

Identifikasikan pertanyaan-
Dialog yang kritis mutual antara pertanyaan dan norma-norma
budaya popular dengan tradisi yang relevan dari tradisi agama
agama (teologi sistematik) (teologi historis)

I. Teologi Deskriptif
Apa itu Cantik?
Kamus Besar Bahasa Indonesia mendefinisikan ―cantik‖ sebagai elok; molek (wajah,
muka perempuan); sangat rupawan; (bagus) sekali (antara bentuk, rupa, dan lainnya tampak
serasi); sedang kecantikan adalah keelokan; kemolekan7. Kecantikan menjadi password sakti dan
multi guna yang memungkinkan pemiliknya naik ke kelas sosial lebih tinggi, atau setidaknya

2
Fore, William, F. Para Pembuat Mitos Injil Kebudayaan dan Media (Jakarta : BPK Gunung Mulia, 2000) p.2;
Dalam khazanah bahasa Inggris, kata culture (budaya) adalah kata paling rumit karena bisa dipakai untuk
beberapa konsep penting pada beberapa disiplin intelektual dan sistem pemikiran yang berbeda. Paling tidak ada
tiga batasan: (1)menunjuk pada proses umum perkembangan intelektual, spiritual dan estetika sebuah
masyarakat; (2)sebagai suatu jalan hidup spesifik yang dianut baik oleh orang, periode maupun oleh sebuah
kelompok tertentu dalam masyarakat; (3)menunjuk karya-karya dan praktek intelektual terutama aktivitas
estetik: Budiman, Hikmat Lubang Hitam Kebudayaan (Yogyakarta : Kanisius, 2006) p. 103
3
Ibrahim, Idi subandi Budaya Populer Sebagai Komunikasi (Jalasutra, 2007) p. xxiii
4
Lynch, Gordon Understanding Theology and Popular Culture (Malden : Blackwell Publishing, 2005) p.103-104
5
Ibid., p.105
6
Ibid., p.105-109
7
https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/cantik, cantik juga diartikan sebagai suka bersikap menarik perhatian laki-
laki; genit; centil
mendapat perlakuan dan pelayanan lebih baik di kelas sosialnya sendiri. Memang sudah makin
banyak perempuan yang sadar bahwa kecantikan adalah ‗hadiah‘ dari Tuhan, bukan hasil usaha
atau prestasi diri. Masyarakat mulai menghargai perempuan karena kecerdasan, kompetensi dan
kepribadiannya; namun, kecantikan masih tetap dianggap sebagai ―senjata utama‖ kaum hawa.
Pasca terpilih menjadi Putri Indonesia, Angelina Sondakh menulis buku berjudul ―Modal Saya
Bukan Hanya Cantik‖, sebagai pembelaan sekaligus penegasannya bahwa keberhasilannya
dalam kontes Putri Indonesia, selain karena memiliki beauty (kecantikan) juga didukung oleh
brain (kecerdasan) dan behaviour (kepribadian) yang gemilang.
Penulis jadi bertanya-tanya, apa sebenarnya definisi kecantikan? Seperti apa gerangan
kecantikan perempuan-perempuan dalam epik Bratayudha yang membuat para dewa rela
mengingkari takdir dewa hanya karena jatuh cinta dan terpesona perempuan biasa? Mengapa
Napoleon Bonaparte, hero hebat itu rela mengemis cinta Josephine, secantik apa dia? Roro
Mendut, Nefertiti, Cleopatra, Theodora (mantan pelacur yang menjadi maharani Romawi),
Greta Garbo, Marilyn Monroe, Elizabeth Taylor, Imelda Marcos, Widyawati, Hema
Malini, Meriam Bellina, Isabelle Ajani, Broke Shield, Cindy Crawford, Lady Diana, Demi
Moore, Madonna, Gong Li, Halle Berry, Britney Spears, Tamara Blezynsky, Luna Maya,
Syahrini (Incess), Ashanty, dan lain-lain menjadi ikon perempuan cantik pada zamannya;
padahal jika disandingkan, kecantikan mereka berbeda dan unik.
Pertanyaanya, benarkah kecantikan serba relatif dan tidak terdefinisikan? Jawabannya
adalah ―tidak‖ dan ―ya‖. ―Tidak‖, apabila setiap orang bebas membuat kriteria kecantikan
berdasar selera dan persepsi masing-masing. Jawabannya ―ya‖, karena kenyataannya mayoritas
manusia tunduk pada standar-standar yang didiktekan oleh ―rezim kecantikan‖ tertentu.
Leonardo Da Vinci melukis sosok Monalisa yang dikenal sebagai ikon kecantikan yang
abadi. Kita mungkin menerima doktrin itu mentah-mentah. Tapi jika kita tinjau
kembali lukisan Monalisa, yang kita dapati adalah perempuan berwajah lebar,
berpipi tembem, batang lehernya besar, dan bahu lebar. Sangat mungkin, ketika
Monalisa dilukis, ukuran kecantikan perempuan memang begitu. Tapi zaman
now, perempuan mana yang pede (percaya diri) dan merasa cantik dengan
gambaran Monalisa? Ekspresi wajah Monalisa mencerminkan sifat-sifat keibuan: lembut dan
tenang. Namun era kini, perempuan akan merasa cantik jika wajahnya mengekspresikan gairah
hidup, vitalitas, dan passion. Kecantikan pada masa sekarang ini harus menyengat, ―maksa‖, dan
kompetitif. Memang, akan selalu ada ―rezim‖ yang mendiktekan ―doktrin‖ kecantikan menurut
ukuran mereka saat kesepakatan sosial dibuat. Bahkan, ada masa tertentu, di sejumlah negara,
dimana pihak penguasa yang mendiktekan norma-norma kecantikan. Akibatnya, kecantikan
menjadi urusan politik.
Mengherankan, atau lebih tepatnya menyedihkan, norma-norma kecantikan yang
didiktekan pihak penguasa bisa sangat nyeleneh dan sadis. Salah satunya ialah deformasi
(perubahan bentuk)! Saya mendengar mengenai hal ini dari guru Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS)
sewaktu saya masih duduk di bangku SMP. Praktek deformasi masih bisa kita lihat jejaknya
hingga sekarang di Kalimantan, dalam wujud perempuan dengan telinga
memanjang menyentuh bahu.Pasti sangat menyakitkan jika daun
telinga dilubangi dan kemudian dipasang anting yang berat, lalu
tahun demi tahun daun telinga terus memanjang. Di Myanmar,
kaum perempuan dipasang gelang-gelang di lehernya, yang akan terus ditambah
secara berkala. Akibatnya, leher semakin memanjang karena terjadinya gerak berlawanan:
kepala terangkat kontra gravitasi bumi atas tubuh bagian bawah, yang mengakibatkan leher
merenggang mencapai kisaran 20 cm dari ukuran semestinya. Bila gelang-gelang di leher dilepas
maka si perempuan akan mati lemas seketika—karena tulang leher tidak mampu menyangga
kepala. Di Cina pada zaman dulu, ukuran kebangsawanan seorang perempuan adalah memiliki
kaki yang kecil. Karena itu, sejak dilahirkan, kaki bayi perempuan bangsawan
akan diikat/ditekuk. Tujuannya supaya kaki sang bayi tidak berkembang dan
bertumbuh membesar sebagaimana seharusnya. Ukuran kecantikan perempuan
di Afrika adalah bibir yang melebar (dower). Sejak masih bayi
dipasangkan semacam lempengan logam di antara gusi dan bibir untuk membantu
proses pembentukan bibir, dan karena dipakai terus menerus selama bertahun-
tahun, maka bibir perempuan menjadi melebar. Praktek deformasi
atau mengubah tubuh manusia demi mencapai standar kecantikan tertentu masih
berlangsung hingga sekarang, namun tidak lagi karena unsur paksaan seperti di
masa lalu. Yang penulis maksudkan adalah operasi plastik!

Perempuan Cantik dan Pencitraan Dalam Media dan Iklan

Media massa memprovokasi imaji orang melalui penggunaan bahasa dan foto atau
gambar (baik cetak maupun elektronik) bahwa perempuan ada dalam stereotype body and
beauty, not brain8. Lantas, bagaimanakah citra perempuan dalam media di Indonesia? Citra dan
imaji perempuan Indonesia di media tidak berbeda jauh dari gambaran global. Media di

8
Ibrahim, Idi subandi Budaya Populer Sebagai Komunikasi… p. 34
Indonesia kerap menggambarkan perempuan identik dengan sifat-sifat: emosional, cengeng,
tidak rasional, dan ter-subordinasi (dianggap lebih rendah dibandingkan laki-laki). Berbagai
iklan di TV menggambarkan perempuan sebagai objek seks untuk kepuasan laki-laki. Sinetron
sebagai program acara yang mendominasi televisi Nasional Indonesia, sering menyajikan
gambaran perempuan yang jauh dari realitas yang ada dalam masyarakat. Nilai-nilai
konsumerisme, seksualitas, dan stereotipe (bentukan tetap) gender menjadi nilai-nilai keseharian
perempuan dalam sinetron Indonesia. Dalam media cetak dan elektronik, Penulis menemukan
gambaran yang memperlihatkan kecenderungan perempuan masih berfokus pada peran
tradisional, yang dalam budaya Jawa diringkas menjadi 5 M : manak, fungsi reproduksi
melahirkan anak; momong, mengasuh anak; macak, fungsi membanggakan suami : berdandan;
mlumah, fungsi sebagai istri : memuaskan suami; dan masak, pekerjaan domestik menyediakan
makanan. Sementara peran publik perempuan kurang ditonjolkan.
Pada perkembangan era digital, selain mengembangkan pembuatan produk, kaum
kapitalis juga mengontrol kesadaran massa tentang tubuh dengan pencitraan tubuh ideal melalui
berbagai media, diantaranya melalui propaganda iklan. Perempuan dalam iklan dijadikan alat
memasarkan produk, tubuhnya dieksploitasi untuk mengumbar definisi cantik versi yang sudah
distandarisasi "pasar" dengan cara memamerkan rambut yang lurus dalam iklan shampo dan obat
pelurus rambut, kulit wajah yang mulus dalam iklan obat kecantikan, payudara besar dalam iklan
obat pembesar payudara, perut langsing dalam iklan pelangsing perut, betis indah dan tubuh
yang ramping dalam iklan obat diet, kulit putih dalam iklan obat pemutih, dll. Eksploitasi tubuh
perempuan dengan cara memamerkan tubuh sesuai kontrol pemodal telah menghadirkan sosok
perempuan yang ter-alienasi, hal tersebut karena mereka memasarkan produk (yang sebenarnya
asing bagi dirinya) demi mendapatkan bayaran semata9.
Seksualitas perempuan sering dijadikan sebagai komoditas. Banyak produk yang sama
sekali tidak ada hubungannya dengan tubuh perempuan namun menampilkan sisi sensualitas
perempuan dalam iklannya. Iklan minuman ringan, misalnya, menampilkan seorang artis seksi
dengan busana ketat dan potongan leher rendah. Produk pariwara semacam itu menyasar
kalangan bawah, khususnya laki-laki, yang rupanya masih mengandalkan sensualitas perempuan
sebagai strategi jualan10.
Iklan adalah media promosi produk tertentu, dengan tujuan produk yang ditawarkan
terjual laris. Untuk itu, iklan dibuat semenarik mungkin, sehingga terkadang dapat dinilai terlalu
berlebihan, serta mengabaikan sisi psikologis, sosiologis, ekologis, dan estetika penonton atau

9
http://ratih-indrihapsari.blogspot.com/2007/08/anak-milik-publik.html (diunduh 9 Juni 2020)
10
https://katadata.co.id/berita/2018/09/26/keberadaan-perempuan-dalam-industri-iklan (diunduh 10 Juni 2020)
sasaran produk yang diiklankan. Eksploitasi perempuan dalam iklan teridentifikasi melalui
wacana seksual yang diekspos secara vulgar dalam iklan, tubuh perempuan dipertontonkan
secara erotis dan eksotis11
Kalau tidak keliru, salah satu kriteria cantik sekarang ini adalah kulit wajah yang terang
atau putih, tubuh mulus dan langsing, rambut lurus dan berkilau. Kriteria ini bersumber dari
doktrin yang didiktekan oleh industri kecantikan, dikampanyekan secara terus-menerus melalui
iklan di televisi, majalah khusus perempuan, media luar ruang, sinetron, film layar lebar, aneka
kontes kecantikan, penjualan langsung door to door atau multy level marketing, dan lain-lain.12
Perempuan Indonesia benar-benar terkepung dari segala penjuru, sehingga yang tidak kuat akan
mudah menyerah, lalu menjadi pengikut setia; dan tak sedikit yang kehilangan akal sehat,
dilanda histeria, bahkan ada yang berakhir tragis. Mati demi ilusi kecantikan yang semu.
Menjadi tumbal bagi kapitalisme yang bersembunyi di balik citra humanis industri kecantikan.
Dengan cara pandang lain, industri kosmetika sebenarnya tak lebih dan tak kurang adalah
pabrik kimia. Karenanya, perempuan hendaknya berhati-hati jika dibujuk untuk menggunakan
tubuhnya sebagai obyek eksperimen, seolah-olah demi kebaikan perempuan sendiri, padahal
sebenarnya mereka sama sekali tidak peduli pada perempuan. Sebagaimana kapitalis manapun di
dunia ini, industri kecantikan hanya mengejar tujuannya sendiri, yaitu yang utama : mencetak
laba! Iklan membombardir perempuan dengan kampanye yang dahsyat, melakukan brain
washing yang sistematis dan direncanakan secara cermat. Mereka bilang : cantik itu harus putih,
tidak boleh ada jerawat, tidak boleh ada vlek, tidak boleh ada komedo, tulang pipi harus tinggi,
hidung harus mancung, tubuhmu harus langsing, rambutmu harus lurus, dan seterusnya, dan
seterusnya. Yang sedang kekinian, tren mode kiblatnya ke negri ginseng, Korea, seiring dengan
booming-nya Drama Korea. Sehingga ramai-ramai orang berlomba meniru gaya artis-artis
Drama Korea yang sedang ―naik daun‖.
Trend memang terus berubah-ubah. Mungkin dua atau tiga tahun mendatang, cantik
harus berkulit sawo matang, rambut harus ikal, dan industri kecantikan yang sama kembali akan
membombardir konsumen dengan produk-produk yang akan membuat kulit perempuan menjadi
gelap dan rambut lurus menjadi keriwil-keriwil. Agar produknya laris, mereka menanamkan ke
benak konsumen bahwa cantik itu adalah hitam manis. Jika demikian, mengapa perempuan harus
mengikuti doktrin-doktrin gombal para kapitalis di industri kecantikan itu? Mengapa harus tidak

11
http://ratih-indrihapsari.blogspot.com/2007/08/anak-milik-publik.html (diunduh 11 Juni 2020)
12
Standar perempuan dalam periklanan tanah air: berambut panjang, lurus, berkulit terang, dan bertubuh langsing.
Meski sejumlah iklan mulai tak lagi menonjolkan fisik perempuan, namun masih banyak pariwara lainnya yang
memakai perempuan dengan tampilan kulit puth dan tubuh langsing.
(https://katadata.co.id/berita/2018/09/26/keberadaan-perempuan-dalam-industri-iklan).
pede dan merasa tidak cantik dengan kulit sawo matang dan rambut ikal? Dan kalau kebetulan
tubuh agak gempal karena memang tulang besar, kenapa tidak bangga, berbahagia dan bersyukur
menjadi seseorang yang berbeda dan unik? Yang lebih penting lagi adalah menyadari bahwa
apresiasi kecantikan yang melulu bersifat fisik sesungguhnya adalah pengerdilan terhadap
eksistensi perempuan sebagai manusia; serta pelecehan terhadap kecerdasan dan budi pekerti
kaum perempuan.

Konsumerisme perempuan yang disebabkan oleh pengaruh iklan dan Media

Iklan merupakan satu bentuk komunikasi yang sangat sering dijumpai. Tampilan iklan
terkadang sangat berlebihan hingga mampu mempengaruhi konsumen untuk mengkonsumsi
produk yang sebenarnya tidak diperlukan sehingga timbullah budaya konsumerisme. Budaya
konsumerisme membuat konsumen menjadikan barang yang dibeli sebagai ukuran status
sosialnya. Salah satu target potensial dari iklan adalah perempuan. Perempuan sangat mudah
terpengaruh iklan fashion yang ada pada media cetak semacam majalah Femina, Cosmopolitan
dan Kartini yang mendorong konsumerisme karena unsur yang mendominasi adalah previlege
dan status. Padahal majalah Cosmopolitan adalah majalah lisensi luar negeri yang masih banyak
berpedoman pada selera yang berlaku di negara induknya.

II. Teologi Historis


Identifikasi pertanyaan-pertanyaan dan norma-norma yang relevan dari tradisi agama
Pada mulanya Allah menciptakan laki-laki dan perempuan menurut gambar-Nya, dengan
sungguh amat baik (Kej. 1:27, 31). Tangan-Nya menjadikan dan membentuk manusia,
memberinya pengertian, supaya manusia belajar perintah-perintah-Nya (Maz. 119:73). Allah
yang membentuk…, menenun manusia dalam kandungan ibunya (Maz. 139:13), karenanya
manusia seharusnya bersyukur karena kejadiannya dahsyat dan ajaib…dan jiwa manusia
seharusnya benar-benar menyadarinya (Maz. 139:14). Namun apa yang digambarkan Alkitab ini
sudah sangat bergeser pada masa kini. Boleh dan berhak kah manusia mengubah tubuhnya yang
pada awalnya diciptakan Allah dengan ―sungguh amat baik‖? Kalau tidak ikut trend yang lagi in
akan dianggap ketinggalan dan kolot, tidak berbudaya, tidak kosmopolitan dan bukan orang
Posmo. Apakah memang demikian?
Padahal, banyak bentuk dan praktek budaya pop diklaim sebagai postmodern secara
representatif walaupun mereka mungkin merupakan bentuk dan praktek yang tidak pernah
melalui fase modernis apapun yang bisa diakui. Budaya pop kemudian didefinisikan sebagai
‗sebuah situs pergulatan‘ (a site of strugle) di mana isu dan makna ditentukan dan
diperdebatkan13.
Perjalanan panjang gerakan emansipasi perempuan sejak terbitnya buku Virginia Wolf,
A Room of one’s Own setengah abad yang lalu, yang menyebabkan terjadinya perubahan dunia
perempuan drastis dan dramatis. Meski sampai abad 21 isu kesetaraan dan perbedaan masih jadi
wacana tentang perempuan dan relasi gender. Tahun 1975 PBB menggelar dekade PBB untuk
perempuan (The United Nations Decades for Women), menekankan fungsi media sebagai
institusi kunci peningkatkan kesetaraan dan pembangunan perempuan. Tahun 1995, Beijing
Platform for Action memasukkan media sebagai Critical areas of Concern. Media diharapkan
meliput isu-isu kesetaraan gender, tanpa langkah nyata untuk ―melahirkan‖ (engender) media
tersebut14. Namun kenyataannya, justru mitos yang mendistorsi yang dibangun lewat
penggambaran citra perempuan melalui media. Dalam hal ini para kapitalis cukup berhasil.
Namun yang paling menakutkan dari ditemukannya kapitalisme bukanlah penciptaan
kebutuhan tiruan atau baru, tetapi konsep bahwa ada sesuatu hal yang semurni kebutuhan fisik
atau biologis. Sistem sosial memperlakukan manusia sebagai satu kesatuan, bukan mesin-mesin
biologis. Namun kapitalisme memandang manusia sebagai bahan mentah15. Dan
menggambarkan manusia sebagai ―bahan mentah‖, bukankah sudah meruntuhkan pemahaman
Kristen mengenai manusia dalam teologi penciptaan??

III. Teologi Sistematik

Gereja mengemban tanggung jawab besar atas penyimpangan manusia dan untuk itu ia
harus memberi pertanggungjawaban
Dewan Gereja-gereja se-Dunia (DGD)
16
Sidang Raya Amsterdam (1948)

Dialog yang kritis mutual antara budaya popular dengan tradisi agama.
Melebihi nilai permata, demikianlah nilai kecakapan seorang perempuan (dalam hal ini
sebagai seorang istri) digambarkan (Ams. 31:10-30). Ukuran kecakapan (kecantikannya) adalah
―berbuat baik..., memberikan tangan kepada yang tertindas, mengulurkan tangan kepada yang
miskin, membuka mulutnya dengan hikmat, pengajaran yang lemah lembut ada di lidahnya,

13
Brooks, Ann Posfeminisme & Cultural Studies : Sebuah Pengantar Paling Komprehensif (Yogyakarta &
Bandung : Jalasutra, 2009) p. 201
14
Ibrahim Budaya Populer Sebagai Komunikasi p. 3
15
Schudson, Michael Advertising, The Uneasy Persuasion : Its Dubious Impacton American Society (New York :
Basic books, 1986) p. 143
16
Fortman, Bas de Gaay & Goldewijk, Berma Klein Allah dan Harta Benda : Ekonomi Global dalam perspektif
peradaban (Jakarta : BPK Gunung Mulia, 2001) p.1
karena kemolekan adalah bohong dan kecantikan adalah sia-sia, tetapi isteri yang takut akan
TUHAN dipuji-puji‖. Nats ini menekankan kecantikan perempuan terletak dalam inner beauty
atau dalam bahasa kerennya ―aura positif‖ yang dimilikinya. Rasul Paulus mengatakan,
perempuan hendaknya berdandan dengan pantas, dengan sopan dan sederhana, rambut jangan
berkepang-kepang, jangan memakai emas atau mutiara atau pakaian yang mahal-mahal (I Tim.
22:9); perhiasan janganlah secara lahiriah, yaitu dengan mengepang-ngepang rambut, memakai
perhiasan emas atau dengan mengenakan pakaian yang indah-indah (I Ptr. 3:3). Namun kita
perlu kritis membaca nats-nats Alkitab. Kita jangan memandang bahwa nats-nats Alkitab hanya
menekankan kecantikan batiniah dan melarang perempuan menjadi cantik secara fisik lahirian.
Atau dengan gereja menghakimi keinginan perempuan untuk tampil cantik hanya merupakan
pemborosan, kesia-siaan. Di gereja HKBP, seorang perempuan yang sudah bersatus istri
(menikah) selayaknya menyasak rambutnya dan memakai kebaya dalam ibadah Minggu. Kebaya
dan sasakan sanggul seakan-akan menjadi ukuran standar kecantikan seorang perempuan.
―tradisi‖ ini bisa menimbulkan salah persepsi bahwa kecantikan lahirian seorang perempuan
menjadi hal utama. Karena pemahaman yang keliru ini akan menyebabkan perempuan rela
memboroskan waktu, tenaga dan uangnya agar bisa tampil cantik dan menarik sesuai ―standar‖.
Perempuan menjadi tidak percaya diri dan tidak puas akan kecantikan alamiah yang dimilikinya.
Akhirnya, tidak sedikit perempuan yang memaksakan diri bahkan dengan cara-cara yang
menyimpang, semisal operasi plastik dan suntik silikon di beberapa ―daerah sensitif‖ untuk
menunjang penampilan ber-kebaya (misalnya payudara dan bokong) atau melakukan
Liposuction17 (sedot lemak) di sekitar pinggang dan perut. Ini merupakan penyimpangan, dan
gereja harus memberikan pertanggungjawaban! Enam hari sebelum Paskah, Yesus ada di
Betania – di rumah Lazarus, perempuan bernama Maria datang dengan setengah kati minyak
narwastu murni yang mahal harganya meminyaki kaki Yesus dan menyekanya dengan
rambutnya. Yudas Iskariot protes dan mengatakan jika minyak tersebut dijual seharga 300 Dinar
akan berguna untuk membantu orang miskin. Namun Yesus menilai tindakan Maria bukan
melulu pemborosan, melainkan sebagai pendahuluan untuk mengingat akan hari

17
Sedot lemak alias liposuction adalah cara instan untuk menghilangkan timbunan lemak dalam tubuh. Hilangnya
sebagian besar lemak tubuh ini akan sekaligus juga membantu memperbaiki bentuk atau kontur tubuh. Meski
terbilang aman, sedot lemak juga memiliki risiko efek samping. Sedot lemak merupakan operasi serius dengan
berbagai kemungkinan efek samping. Operasi ini dapat menimbulkan dampak jangka pendek maupun jangka
panjang pada kesehatan tubuh. Sama seperti tindakan operasi lainnya yang menggunakan anestesi, liposuction
memiliki risiko kematian, walaupun kasusnya sangat jarang. Risiko kematian akibat sedot lemak mungkin saja
terjadi apabila jenis anestesi yang digunakan adalah lidocaine, dan kemudian dicampur ke cairan infus. Ini
disebut teknik tumescent liposuction. Lidocaine menyebabkan denyut jantung menurun sehingga darah tidak
terpompa ke seluruh tubuh. Selain itu, suntikan cairan yang diberikan dalam jumlah banyak dapat menyebabkan
penumpukan cair. https://hellosehat.com/hidup-sehat/tips-sehat/efek-samping-operasi-sedot-lemak/ (diunduh 10
Juni 2020)
penguburanNya. Yesus membiarkan tubuhnya ―dimanjakan‖ sebelum hari kematiannya (Yoh.
12:1-11). Adakah hal ini bisa dianalogikan dengan perempuan-perempuan yang ―memanjakan
diri‖ di salon selama berjam-jam, melakukan menicure, pedicure, spa, luluran, masker-an,
creambath atau hair spa?

IV. Insights (pemahaman/wawasan) Baru bagi Iman dan Perbuatan / Praksis

Saya meyakini semua perempuan sudah cantik sejak lahir dan akan selalu demikian
selama mau menggunakan akal sehat, dan yang paling penting hidup secara wajar dan seimbang.
Memang, industri kecantikan bukan penjahat, tapi mereka adalah super power di bidang
pencitraan, sehingga konsumen bisa terbujuk dan lupa bahwa mereka itu cuma tukang bikin
sabun, bedak, lipstik, alkohol pembersih dan lain-lain. Industri yang kemudian memberi nama
keren kosmetika kepada produk yang dihasilkannya sangat mengerti impian-impianmu untuk
tampil lebih cantik, dan sangat lihat memanipulasinya.
Perempuan tercantik di dunia bukanlah mereka yang berbaris dengan pakaian renang
dan gaun malam di hadapan juri dan di depan kamera televisi. Pemenang sejati adalah
perempuan yang dalam batinnya terdapat kemurahan hati dan belas kasihan. Tidak ada
kecantikan tubuh yang menandingi wibawa rohani atau daya tarik seorang perempuan yang
dewasa dalam Allah. Ia memiliki nilai dan arti yang dia temukan dalam Tuhan, bukan sekedar
menarik perhatian orang dengan kecantikan sebatas kulit18.
Tidak diperperlukan upaya operasi plastik yang berlebih-lebihan (sebagaimana
dilakukan oleh legenda musik Pop kelas dunia, Michael Jackson yang akhirnya
teralienasi karena bentuk wajahnya setelah berpuluh-puluh kali dioperasi menjadi
sama sekali berbeda dari kondisi awalnya. Jackson melakukan semua itu untuk
menyangkali identitasnya sebagai seorang Negro yang berkulit hitam, rambut
kriwil sangat halus dan gidung lebar – hah! Ternyata bukan hanya perempuan yang pengen
cantik karena pengaruh budaya populer!).
Aliran Kristen yang radikal sangat menekankan kesalehan dan anti terhadap segala
tindakan yang dianggap ―mencemari tubuh‖. Apakah operasi (plastik) selamanya menjadi
sesuatu yang ―haram‖? Jika ada warga jemaat yang terlahir dengan bibir sumbing, bersalahkan
dia jika melakukan operasi untuk memperbaiki bentuk bibirnya yang tidak sempurna itu? Atau
bagaimana tanggapan gereja terhadap seorang perempuan yang awalnya terlahir dengan tubuh


kosmetik : obat (bahan untuk mempercantik wajah, kuit, rambut, dsb, seperti bedak, pemerah bibir (Elok rupa,
molek, bagus : Suharsono & Retnoningsih Ana Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Lux (Semarang : Widya
Karya, 2009) p. 267
18
W, Krismariana Apakah yang diharapkan Allah dari seorang wanita? (Yogyakarta : Yayasan Gloria, 2008) p.45
sempurna, namun karena sebuah kecelakaan membuat dia cacat? Dalam INSPIRASI19
dikisahkanseorang perempuan bernama Syanni Susan Pangkey (46) yang lahir sebagai putri yang
cantik, namun kecelakaan mobil di suatu senja, 25 Juni 1987 telah menghancurkan wajah dan
tubuhnya. Menurut penuturan ibunya, pasca kecelakaan itu, wajah Syanni tidak lagi dalam rupa
manusia. Hidung ke atas, kuping ke belakang, wajahnya bengkak, sangat hancur dan matanya
mengeluarkan darah. Akhirnya Syanni menjalani operasi 22 kali, walau bentuknya tak pernah
kembali sama seperti sebelum kecelakaan dan dia mengalami kebutaan total.
Sudah saatnya gereja ―kiri‖ itu memberi pemahaman baru atas teologi yang dianutnya,
jangan melulu antipati terhadap modernisasi. Namun bukan berarti gereja harus mendukung
Syanni tertolong karena kemajuan ilmu dan tekhnologi kedokteran berhasil memperbaiki
kerusakan wajahnya, sehingga memungkinkan dia hidup normal. Bayangkan bagaimana Syanni
berhubungan dengan dunia luar dengan kondisi wajah rusak parah begitu? Bukankah Yesus
sendiri melakukan penyembuhan terhadap penderita buta bahkan sejak lahir? Mat. 11:5
melaporkan bahwa Yesus menyembuhkan orang buta hingga melihat, orang lumpuh bisa
berjalan, orang kusta menjadi tahir, orang tuli bisa mendengar… Di zaman Yesus belum ada
teknologi kedokteran, ilmu tabib juga masih ―primitif‖, namun apa yang Yesus lakukan di
zamannya merupakan prototype dari tindakan surgery (pembedahan) yang di zaman modern ini
banyak dilakukan, sebagaimana terhadap Syanni. Gereja harusnya bisa bersikap terbuka dan
menerima bahwa tindakan ―perbaikan‖ yang sewajarnya bukanlah dosa. Paulus mengatakan
tubuh adalah bait Roh Kudus...yang diperoleh dari Allah, bukan milik kita sendiri (I Kor. 6:19).
Karena itu sudah selayaknya kita merawat tubuh dengan baik. Tubuh harus dijaga kebugarannya,
tapi bukan dieksploitasi berlebihan. Tubuh harus dijaga bentuk, kecantikan dan keindahannya,
namun bukan dengan semata-mata melalui tindakan operasi yang tujuannya hanya memuaskan
ego, janganlah merawat tubuhmu untuk memuaskan keinginannya (bd. Rm. 13:14). Menjadi
langsing dan bugar sah sah saja, namun tidak harus melalui operasi sedot lemak. Mungkin bisa
cara Paulus dan Paulus yang melakukan puasa (Kis. 14:23). Yesus pun melakukan puasa 40 hari
40 malam sebelum diriNya dicobai (Luk. 4:2). Karena itu menarik juga jika gereja-gereja main
stream ikut membudayakan puasa sebagai bagian dari ―budaya popular‖ ditengah-tengah gereja.
Puasa bisa menjadi cara menjaga keseimbangan asupan kalori, sehingga berpengaruh pada
bentuk tubuh yang stabil dan indah. Namun jika obesitas sudah sangat berlebihan, dan tidak
mungkin lagi diatasi hanya dengan olah raga teratur dan pengelolaan asupan kalori, mungkin
seseorang bisa melakukan Liposuction (sedot lemak). Selain itu, melalui berpuasa orang

19
Majalah Inspirasi No 8/th. I April 2010, hl. 32-33
melakukan detoksifikasi alamiah, untuk mengeluarkan racun dari tubuh. Bukankah ini
merupakan salah satu cara untuk menjaga dan memelihara tubuh dengan baik? Di dalam tubuh
yang sehat, terdapat jiwa yang sehat dan menjadi tempat bertumbuhnya iman yang kuat. Karena
itu perempuan tetaplah percaya diri dengan keberadaanmu, bahwa semua perempuan terlahir
cantik dan unik. Tugas kita adalah hidup sehat, dengan pola yang teratur dan seimbang!

Kesimpulan
Tidak selamanya budaya populer berdampak buruk terhadap manusia. Selama budaya
populer dipakai secara bertanggungjawab dan seperlunya akan sangat bermanfaat bagi
kehidupan manusia. Semua perempuan cantik dengan keunikannya sendiri-sendiri.
Saya pernah menerima SMS dari teman (yang tidak tau dikutipnya dari sumber mana).
SMS itu berbunyi demikian:

Perempuancantik melukis kekuatan lewat masalahnya


Tersenyum saat tertekan,
Tertawa saat hati sedang menangis
Mempersona karena memaafkan
Mengasihi tanpa pamrih
Dan bertambah kuat dalam pengharapan
Teks ini menunjukkan bahwa ukuran kecantikan seorang perempuan terletak dalam hal-
hal yang inner, batiniah. Jadi buanglah produk pemutih! Jangan biarkan diri diperbudak oleh
cengkraman konstruksi bentukan kapitalis dan budaya yang patriarkis! Karena Tuhan
menciptakan manusia sungguh amat baik, sebagai gambar dan citra diriNya.
DAFTAR PUSTAKA

Budiman, Hikmat Lubang Hitam Kebudayaan Yogyakarta : Kanisius, 2006

Brooks, Ann Posfeminisme & Cultural Studies : Sebuah Pengantar Paling Komprehensif Yogyakarta &
Bandung : Jalasutra, 2009

Fore, William, F. Para Pembuat Mitos Injil Kebudayaan dan Media Jakarta : BPK Gunung Mulia, 2000

Fortman, Bas de Gaay & Goldewijk, Berma Klein Allah dan Harta Benda : Ekonomi Global dalam
perspektif peradaban Jakarta : BPK Gunung Mulia, 2001

Ibrahim, Idi subandi Budaya Populer Sebagai Komunikasi Yogyakarta : Jalasutra, 2007

Lynch, Gordon Understanding Theology and Popular Culture Malden : Blackwell Publishing, 2005

Schudson, Michael Advertising, The Uneasy Persuasion : Its Dubious Impacton American Society New
York : Basic books, 1986

Suharsono & Retnoningsih Ana Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Lux Semarang : Widya Karya,
2009

W, Krismariana Apakah yang diharapkan Allah dari seorang wanita? Yogyakarta : Yayasan Gloria, 2008

Internet:
http://www.angelfire.com/journal/fsulimelight/betina.html
https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/cantik
https://katadata.co.id/berita/2018/09/26/keberadaan-perempuan-dalam-industri-iklan
http://ratih-indrihapsari.blogspot.com/2007/08/anak-milik-publik.html
https://hellosehat.com/hidup-sehat/tips-sehat/efek-samping-operasi-sedot-lemak/

Anda mungkin juga menyukai