Anda di halaman 1dari 20

NAMA :ZARA

NIM : 835030161
MAKUL : Pemantapan Kemampuan Propesional (PKP )

PENERAPAN MODEL ACTIVE LEARNING UNTUK MENINGKATKAN


AKTIFITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS 1
PADA MATA PELAJARAN MATEMATIKA SD NEGERI 09 UJANMAS

KAJIAN PUSTAKA

1. PEMBELAJARAN MATEMATIKA DI KELAS I SD


A. Hakikat Pembelajaran Matematika di SD

Kata matematika berasal dari bahasa Latin, manthanein atau mathema yang berarti
“belajar atau hal yangg dipelajari”, sedang dalam bahasa Belanda, matematika disebut
wiskunde atau ilmu pasti, yang kesemuanya yang berkaitan dengan penalaran. Menurut
Soedjadi, matematika adalah pengetahuan tentang fakta-fakta kuantitatif dan masalah ruang
dan bentuk.
Sedangkan pengertian pembelajaran adalah serangkaian proses yang dilakukan guru agar
siswa belajar. Pembelajaran merupakan peroses kegiatan yang berisi aktivitas yang dilakukan
siswa untuk mencapai tujuan belajaranya. Dan merupakan interaksi dua arah antara guru dan
siswa. Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya, pembelajaran
adalah serangkaian aktivitas yang dilakukan siswa guna mencapai hasil belajar tertentu dalam
bimbingan dan arahan serta motivasi dari seorang guru.
Ada pun pembelajaran menurut Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20
Tahun 2003, pembelajaran diartikan sebagai proses interaksi peserta didik dengan pendidikan
dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Menurut pengertian ini, pembelajaran
merupakan bantuan yang diberikan pendidik agar terjadi proses pemerolehan ilmu dan
pengetahuan, penguasaan, kemahiran, dan tabiat serta pembentukan sikap dan keyakinan pada
peserta didik. Dengan kata lain, pembelajaran adalah proses untuk membantu peserta didik
agar dapat belajar dengan baik. Namun dalam implementasinya, sering kali pembelajaran itu
diidentikkan dengan kata mengajar.
Pembelajaran matematika adalah suatu proses belajar mengajar yang dibangun oleh guru
untuk mengembangkan kreativitas berpikir siswa yang dapat meningkatkan kemampuan
berpikir siswa, serta dapat meningkatkan kemampuan mengkonstruksi pengetahuan baru
sebagai upaya meningkatkan penguasaan yang baik terhadap materi matematika. Pembelajaran
matematika merupakan suatu kegiatan belajar mengajar yang tidak dapat dipisahkan. Kedua
kegiatan tersebut akan berkolaborasi secara terpadu pada saat terjadi interaksi antara guru
dengan siswa, antara siswa dengan siswa, dan antara siswa dengan lingkungannya di saat
pembelajaran matematika berlangsung.
Sedangkan hakikat matematika menurut Soedjadi, yaitu memiliki objek tujuan abstrak,
bertumpu pada kesepakatan, dan pola pikir yang deduktif. Menurut Piaget, siswa sekolah dasar
umurnya berkisar antara 6 atau 7 tahun, sampai 12 atau 13, mereka berada pada fase
operasional konkret. Pada umumnya usia perkembangan kognitif, siswa sekolah dasar masih
terikat dengan objek yang konkret yang dapat dilihat atau ditangkap oleh panca indranya.
Sedangkan dalam pembelajaran matematika siswa berpikir dari hal-hal yang konkret menuju
hal-hal yang abstrak, maka salah satu jembatannya adalah siswa menggunakan alat bantu
berupa media pendidikan dan alat peraga yang dapat menjelaskan apa yang akan disampaikan
oleh guru sehingga lebih cepat dipahami dan dimengerti oleh siswa. Media pendidikan dan alat
peraga yang digunakan sesuai dengan tingkat perkembangan intelektual anak MI/SD dapat
menerima konsep-konsep matematika yang abstrak melalui benda-benda konkret.
Dengan adanya media pendidikan dan alat peraga siswa akan lebih banyak mengikuti
pelajaran matematika dengan senang dan gembira sehingga minat untuk mempelajari
matematika semakin semangat atau besar. Siswa akan senang tertarik, teransang dan bersikap
positif terhadap pembelajaran matematika. Banyak orang yang memandang matematika
sebagai bidang studi yang sangat sulit, diantaranya bagi siswa sekolah dasar (SD), siswa
sekolah menengah (SMP atau SMA) dan bahkan bagi mahasiswa perguruan tinggi. Meskipun
demikian, semua orang harus mempelajarinya karena matematika marupakan sarana untuk
memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari, seperti halnya membaca, bahasa dan
menulis. Oleh karena itu, matematika sebagai limu dasar perlu dikuasai dengan baik oleh
siswa, terutama sejak usia sekolah dasar bahkan sejak dini. Kesulitan matematika harus diatasi
sedini mungkin, kalau tidak akan menghadapi banyak masalah karena pada setiap jenjang
pendidikan, matematika selalu diperlukan termasuk dalam kehidup sehari-hari.

B. Tujuan Pembelajaran Matematika di SD


Secara umum, tujuan pembelajaran matematika di sekolah dasar adalah agar siswa
mampu dan terampil menggunakan matematika. Sedangkan menurut Depniknas, kemampuan
umum pembelajaran matematika di sekolah dasar adalah sebagai berikut:
1) Melakukan operasi hitung penjumlahan, pengurangan, pembagian, perkalian dan
operasi campurannya, termasuk yang melibatkan pecahan.
2) Menentukan sifat dan unsur bangun datar dan bangun ruang sederhana, termasuk
penggunaan sudut, keliling, luas dan volume.
3) Menentukan sifat simetri, kesebangunan dan sistem koordinat.
4) Menggunakan pengukuran: satuan, kesetaraan antarsatuan dan penaksiran pengukuran.
5) Menentukan dan menafsirkan kata sederhana, contohnya: ukuran tertinggi, terendah, rata-
rata, modus, mengumpulkan dan menyajikannya.
6) Memecahkan masalah, melakukan penalaran dan mengomunikasikan gagasan secara
matematika.

Untuk memenuhi tercapainya tujuan pembelajaran mata pelajaran matematika, seorang


guru hendaknya dapat menciptakan kondisi dan situasi pembelajaran yang memungkinkan
siswa dapat membentuk, menemukan dan mengembangkan pengetahuannya. Sebagaimana
dijelaskan oleh Jean Piaget, bahwa pengetahuan atau pemahaman siswa itu
ditemukan, dibentuk dan dikembangkan oleh siswa itu sendiri.

C. Materi Pembelajaran Matematika di SD

BILANGAN 1 SAMPAI DENGAN 10

1. Menghitung dan Mengurutkan Benda Sampai Dengan bilangan 5


    a.   Membilang atau menghitung secara urut 1-5
    b.   Menyebutkan banyak benda 1-5
    c.   Membandingkan dua kumpulan benda 1-5
    d.   Membaca dan menulis lambang bilangan 1-5
1)      Membaca lambang bilangan
Lambang 1 2 3 4 5
bilangan
Cara Satu Dua Tiga Empat Lima
membaca

           2)      Menulis lambang bilangan


·                  1 pensil diwarnai
                   Tulis lambang bilangan 1 dibukumu
·                  2 pensil diwarnai
                   Tulis lambing bilangan 3 dibukumu
    e.   Mengurutkan sekelompok bilangan yang berpola teratur dari terkecil atau terbesar
    f.   Membilang loncat sampai dengan bilangan 5
         Contoh :
         Membilang loncat 2 dari lambang bilangan 1
         Satu       dua      tiga      empat      lima
          1             2         3            4             5
    g.  Mengurutkan sekelompok bilangan dari terkecil atau terbesar

2. Menjumlah dan mengurang bilangan sampai dengan 5


a.   Menyatakan masalah sehari-hari yang berhubungan dengan operasi penjumlahan dan                          
pengurangan
          Contoh :
·         Satu bolpoin ditambah satu bolpoin sama dengan dua bolpoin
     1+1=2
·         Lima balon dikurangi empat balon sama dengan satu balon
     5–4=1
    b.  Menerjemahkan bentuk sistem operasi penjumlahan dan pengurangan
    c.   Membaca dan menggunakan symbol "+, -, dan ="
         1.  Penjumlahan
              a) Menjumlahkan satu bilangan dengan bilangan yang lain
·                 Satu apel ditambah dua apel sama dengan tiga apel
                  1 +  2 = 3
              b) Mengenal sifat pertukaran pada penjumlahan (komutatif)
·                 Satu apel ditambah dua apel sama dengan tiga apel
         1+2=3
         2+1=3
c) Menentukan pasangan bilangan yang jumlahnya diketahui terbesar adalah bilangan
              d) Menyelesaikan soal cerita sederhana
                  Contoh :
                  Ani mempunyai dua pensil
                  Ia membeli lagi tiga pensil
                  Berapa pensil umi sekarang?
         2+3=5
                  Pensil umi sekarang 5
          2.  pengurangan
               a) Mengurangkan satu bilangan dari  bilangan lain (1 sampai dengan 5)
                   lima apel dikurangi tiga apel sama dengan 2 apel
                   5 – 3 = 2
               b) Mengenal bilangan nol melalui pengurangan
·                  satu ikan dimakan satu ikan sisanya tidak ada
                   1 – 1 = 0
               c)  Menyelesaikan soal cerita sederhana
                    contoh :
                    Toni memiliki 3 balon
                    balon itu meletus 1
                    berapa balon yang tidak meletus
          3–1=2
                    Balon Toni yang tidak meletus adalah 2 balon
            3.  Penjumlahan dan Pengurangan
                 a) Menjumlahkan dan mengurangi dengan bilangan nol
                    contoh :
          1+0=1
          1–0=1
          2+0=2
                b) Memecahkan masalah sehari-hari dengan penjumlahan dan pengurangan
                    contoh :
                    yudi mempunyai lima balon
                    balon itu diberikan kepada doni 2
                    berapa balon yudi sekarang?
          5–2=3
                    Balon yudi sekarang 3
                c) Mengingat penjumlahan dan pengurangan sampai dengan 5
                    contoh :
          2+1=3
          4–1=3
          5–3=2

 3. Menghitung dan mengurutkan banyak benda sampai dengan 10


     a. Membilang atau menghitung secara urut
         Contoh : 1,2,3,4,5,6,7,8,9,10
     b. Menyebutkan banyak benda yang berjumlah sampai 10
     c. Membandingkan dua kumpulan benda
     d. Membaca dan menulis lambang bilangan 1-10
          1)  Membaca lambang bilangan
               Bacalah dari kanan ke kiri
Lambang 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
bilangan
Cara Satu Dua Tig Empat Lima Enam Tuju Delapan SembilanSepuluh
membac a h
a

           2)  Menulis lambang bilangan 1 - 10


    e. Mengurutkan sekelompok bilangan yang berpola teratur
    f. Membilang loncat sampai dengan 10
    g. Mengurutkan sekelompok bilangan dari terkecil ke terbesar 10-1

4. Menjumlah dan mengurang bilangan sampai dengan 10


 a. Menyatakan masalah sehari-hari yang terkait penjumlahan dan pengurangan
        Contoh :
·       Lima wortel di tambah satu wortel sama dengan enam wortel
    5+1=6
·       Enam mangga dikurangi  dua mangga sama dengan empat mangga
    6–2=4
    b. Menerjemahkan bentuk penjumlahan dan pengurangan dalam bentuk kalimat sehari-hari
    c. Membaca dan menggunakan symbol +, - dan =
       1.  penjumlahan
            a) menjumlah dua bilangan yang sama
                contoh :
                satu buku ditambah dua buku sama dengan dua buku
                1 + 2 = 3 buku
            b) menjumlah dua bilangan yang tidak sama
                delapan pisang ditambah 2 pisang sama dengan 10 pisang
                8 + 2 = 10 pisang
            c) menjumlah dua bilangan satu angka
               contoh :
               2 jambu ditambah 5 jambu sama dengan 7 jambu
               2 + 5 = 7
           d) menentukan pasangan bilangan yang diketahui jumlahnya terbesar 20
           e) menyelesaikan soal cerita sederhana
               contoh :
               ayam betina rina 3
               ayam jantan rina 1
               berapa jumlah ayam rini?
               3 + 1 = 4
               Jumlah ayam rina 4

       2.  pengurangan
           a) mengurangkan satu bilangan dari bilangan lain
              contoh :
              enam melon dikurangi dua melon sama dengan empat melon
       6–2=4
           b) mengurangkan satu bilangan dari bilangan lain dengan cara bersusun 
           c) menentukan pasangan bilangan yang selisihnya ditentukan
               contoh :
               pasangan bilangan yang berselisih 5
               5 dan 0
               6 dan 1
               7 dan 2
               8 dan 3
               9 dan 4
             10 dan 5

2. MODEL PEMBELAJARAN ACTIVE LEARNING


A. Pengertian Model Pembelajaran
Model pembelajaran merupakan tingkatan tertinggi dalam kerangka pembelajaran karena
mencakup keseluruhan tingkatan. Lingkupnya yaitu keseluruhan kerangka pembelajaran
karena memberikan pemahaman dasar atau filosofis dalam pembelajaran. Dalam model
pembelajaran, terdapat strategi yang menjelaskan operasional, alat, atau teknik yang
digunakan siswa dalam prosesnya. Selanjutnya, di dalam  strategi pembelajaran ada metode
pembelajaran yang menjelaskan langkah-langkah untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Tingkatan ini memiliki fungsi untuk menjelaskan hubungan dari kerangka pembelajaran
tersebut. Istilah model pembelajaran ini sering diartikan sebagai pendekatan pembelajaran.
Dalam pendekatan pembelajaran, di dalamnya terdapat rencana-rencana dan alur yang
digunakan sebagai petunjuk dalam merencanakan pembelajaran di kelas. Mengingat model
pembelajaran adalah dasar untuk strategi dan metode , perlu diketahui pengertian model
pembelajaran menurut beberapa ahli untuk mengetahui lebih jauh. 

Joyce & Weil dalam Rusman (2018, hlm. 144) berpendapat bahwa model pembelajaran
adalah suatu rencana atau pola yang bahkan dapat digunakan untuk membentuk kurikulum
(rencana pembelajaran jangka panjang), merancang bahan-bahan pembelajaran, dan
membimbing pembelajaran di kelas atau lingkungan belajar lain. Model pembelajaran adalah
kerangka konseptual yang melukiskan prosedur sistematis dalam mengorganisasikan sistem
belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu dan berfungsi sebagai pedoman bagi perancang
pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan dan melaksanakan aktivitas pembelajaran
(Saefuddin & Berdiati, 2014, hlm. 48). Model pembelajaran merupakan suatu rancangan (desain)
yang menggambarkan proses rinci penciptaan situasi lingkungan yang memungkinkan terjadinya
interaksi pembelajaran agar terjadi perubahan atau perkembangan diri peserta didik
(Sukmadinata & Syaodih, 2012, hlm. 151).

B. Jenis – Jenis Model Pembelajaran


Penggunaan model pembelajaran yang tepat merupakan salah satu penentu keberhasilan
dalam kegiatan pembelajaran yang dilakukan oleh guru. Dengan demikian, guru dapat memilih
jenis-jenis model pembelajaran yang sesuai demi tercapainya tujuan pembelajaran yang
diharapkan.
Menurut Komalasari (2010: 58-88) jenis-jenis model pembelajaran yang dapat digunakan
dalam pembelajaran, antara lain:

1. Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem-based Learning).


Model pembelajaran berbasis masalah adalah model pembelajaran dengan pendekatan
pembelajaran siswa pada masalah autentik sehingga siswa dapat menyusun pengetahuannya
sendiri, menumbuh kembangkan keterampilan yang lebih tinggi dan inquiry, memandirikan
siswa dan meningkatkan kepercayaan diri sendiri (Arends dalam abbas, 2000 : 13). Model
ini bercirikan penggunaan masalah kehidupan nyata sebagai sesuatu yang harus dipelajari
siswa untuk melatih dan meningkatkan keterampilan berfikir kritis dan pemecahan masalah
serta mendapatkan pengetahuan konsep – konsep penting, di mana tugas guru harus
memfokuskan diri untuk membantu siswa mencapai keterampilan mengarahkan diri.
Pembelajaran berbasis masalah, penggunaannya di dalam tingkat berfikir yang lebih tinggi,
dalam situasi berorientasi pada masalah, termasuk bagaimana belajar.

2. Model Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning.


Model pembelajaran kooperatif adalah rangkaian kegiatan belajar yang dilakukan oleh
siswa dalam kelompok-kelompok tertentu untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah
dirumuskan. Slavin dalam Isjoni (2009: 15) pembelajaran kooperatif adalah suatu model
pembelajaran dimana siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara
kolaboratif yang anggotanya 5 orang dengan struktur kelompok heterogen. Sedangkan
menurut Sunal dan Hans dalam Isjoni (2009: 15) mengemukakan bahwa pembelajaran
kooperatif merupakan suatu cara pendekatan atau serangkaian strategi yang khusus
dirancang untuk memberi dorongan kepada siswa agar bekerja sama selama proses
pembelajaran. Selanjutnya Stahl dalam Isjoni (2009: 15) menyatakan pembelajaran
kooperatif dapat meningkatkan belajar siswa lebih baik dan meningkatkan sikap saling
tolong-menolong dalam perilaku sosial.
Pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang berfokus pada penggunaan
kelompok kecil siswa untuk bekerja sama dalam memaksimalkan kondisi belajar untuk
mencapai tujuan belajar (Sugiyanto, 2010: 37). Anita Lie (2007: 29) mengungkapkan bahwa
model pembelajaran cooperative learning tidak sama dengan sekedar belajar dalam
kelompok.

3. Model Pembelajaran Berbasis Proyek (Project-based Learning).


Proyek adalah tugas yang kompleks, berdasarkan tema yang menan tang, yang
melibatkan siswa dalam mendesain, memecahkan masalah, mengambil keputusan, atau
kegiatan investigasi; memberikan kesempatan kepada siswa untuk bekerja dalam periode
waktu yang telah dijadwalkan dalam menghasilkan produk (Thomas, Mergendoller, and
Michaelson, 1999). Proyek terurai menjadi beberapa jenis. Stoller (2006) mengemukakan
tiga jenis proyek berdasarkan sifat dan urutan kegiatannya, yaitu: (1) proyek terstruktur,
ditentukan dan diatur oleh guru dalam hal topik, bahan, metodologi, dan presentasi; (2)
proyek tidak terstruktur didefinisikan terutama oleh siswa sendiri; (3) proyek semi-
terstruktur yang didefinisikan dan diatur sebagian oleh guru dan sebagian oleh siswa.
Pembelajaran Berbasis Proyek sebagai pembelajaran yang menggunakan Proyek
sebagai media dalam proses pembelajaran untuk mencapai kompetensi sikap, pengetahuan
dan keterampilan. Penekanan pembela -jaran terletak pada aktivitas-aktivitas siswa untuk
menghasilkan produk dengan menerapkan keterampilan meneliti, menganalisis, membuat,
sampai dengan mempresentasikan produk pembelajaran berdasarkan pengalaman nyata.
Produk yang dimaksud adalah hasil Proyek berupa barang atau jasa dalam bentuk desain,
skema, karya tulis, karya seni, karya teknologi/prakarya, dan lain-lain.
Melalui penerapan Pembelajaran Berbasis Proyek, siswa akan berlatih merencanakan,
melaksanakan kegiatan sesuai rencana dan menampilkan atau melaporkan hasil kegiatan.
Bentuk aktivitas proyek terdiri dari (1) Proyek produksi yang meli batkan penciptaan seperti
buletin, video, program radio, poster, laporan tertulis, esai, foto, surat-surat, buku panduan,
brosur, menu banquet, jadwal perjalanan, dan sebagainya; (2) Proyek kinerja seperti
pementasan, presentasi lisan, pertunjukan teater, pameran makanan atau fashion show ; (3)
Proyek organisasi seperti pembentukan klub, kelompok disku-si, atau program-mitra
percakapan. Lebih lanjut, menurut Fried-Booth (2002) ada dua jenis proyek yaitu (1) Proyek
skala kecil atau sederhana yang hanya menghabiskan dua atau tiga pertemuan. Proyek ini
hanya dilakukan di dalam kelas; (2) Proyek skala penuh yang membutuhkan kegiatan yang
rumit di luar kelas untuk menyelesaikannya dengan rentang waktu lebih panjang.

4. Model Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching).


Model pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching And Learning / CTL)
merupakan suatu konsepsi yang membantu guru dalam proses pembelajaran dengan
mengaitkan konten mata pelajaran dengan situasi dunia nyata dan motivasi siswa yang
membuat hubungan antara pengetahuan dan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai
anggota keluarga, masyarakat, warga Negara dan tenaga kerja. Menurut Elaine B. Johnson
(Riwayat,2008), CTL juga merupakan sebuah sistem yang merangsang otak untuk
menyusun pola-pola yang mewujudkan makna dengan menghubungakan muatan akademis
dengan konteks dari kehidupan sehari-hari siswa.
Belajar dapat terjadi dengan proses mengalami. Siswa dapat belajar dengan baik jika
dihadapkan dengan masalah aktual, sehingga dapat menemukan kebutuhan real dan
minatnya.[1] CTL didesain dengan melibatkan siswa mengalami dan menerapkan apa yang
diajarkan dengan mengacu pada masalah-masalah dunia nyata yang berhubungan dengan
peran dan tanggung jawab mereka sebagai anggota keluarga, masyarakat, warga negara dan
tenaga kerja. Hal ini memungkinkan siswa mengaitkan, memperluas, dan menerapkan
pengetahuan dan ketrampilan akademik mereka dalam memecahkan masalah-masalah dunia
nyata atau masalah-masalah yang stimulisasi. Jadi dapat diambil kesimpulan bahwa
pembelajaran kontekstual (CTL) adalah pembelajaran yang memiliki hubungan yang erat
dengan pengalaman yang sesungguhnya. Dan ini merupakan suatu proses kompleks dan
banyak fase yang berlangsung jauh melampaui drill-oriented dan metodologi stimulus-
response.

5. Model Pembelajaran Inkuiri.


Inkuiri yang dalam bahasa Inggris inquiry, berarti pertanyaan, atau pemeriksaan,
penyelidikan (Gulo, 2004:84). Beberapa pendapat tentang model pembelajaran inkuiri,
antara lain menurut Widja (1989:48) model pembelajaran inkuiri adalah suatu Model yang
menekankan pengalaman-pengalaman belajar yang mendorong siswa dapat menemukan
konsep-konsep dan prinsip.
Selanjutnya, Sumantri (1999:164) menyatakan bahwa model pembelajaran inkuiri
adalah cara penyajian pelajaran yang memberi kesempatan kepada siswa untuk menemukan
informasi dengan atau tanpa bantuan guru. Model pembelajaran inkuiri adalah porses belajar
yang memberi kesempatan pada siswa untuk menguji dan menafsirkan problem secara
sistematika yang memberikan konklusi berdasarkan pembuktian (Nasution, 1992:128).
Lebih lanjut dikatakan Model pembelajaran inkuiri adalah suatu proses untuk memperoleh
dan mendapatkan informasi dengan melakukan observasi dan atau eksperimen untuk
mencari jawaban atau memecahkan masalah terhadap pertanyaan atau rumusan masalah
dengan menggunakan kemampuan berpikir kritis dan logis. Model atau pendekatan
pembelajaran inkuiri merupakan salah satu bentuk pendekatan pembelajaran yang berpusat
pada siswa (student centered approach). Ciri utama yang dimiliki oleh pendekatan inkuiri
yaitu menekankan kepada aktivitas siswa secara maksimal untuk mencari dan menemukan
(menempatkan siswa sebagai subjek belajar), seluruh aktivitas yang dilakukan siswa
diarahkan untuk mencari dan menemukan jawaban sendiri dari sesuatu yang dipertanyakan
sehingga diharapkan dapat menumbuhkan sikap percaya diri (self belief) serta
mengembangkan kemampuan berpikir secara sistematis, logis, dan kritis atau
mengembangkan kemampuan intelektual sebagai bagian dari proses mental (Wina Sanjaya,
2009: 196-197).

6. Model Pembelajaran Pencapaian Konsep (Concept Learning).


Model pembelajaran Pencapaian Konsep ini berangkat dari studi mengenai proses
berfikir yang dilakukan Bruner, Goodnow, dan Austin (dalam Suherman dan Winataputra,
1992) yang menyatakan bahwa model ini dirancang untuk membantu mempelajari konsep-
konsep yang dapat dipakai untuk mengorganisasikan informasi sehingga dapat memberi
kemudahan bagi mereka untuk mempelajari konsep itu dengan cara efektif, menganalisis,
serta mengembangkan konsep. Pengertian Model Pencapaian Konsep ini juga merupakan
model yang efisien untuk menyajikan informasi yang terorganisasikan dalam berbagai
bidang studi, salah satu keunggulan dari model pencapaian konsep ini adalah meningkatkan
kemampuan untuk belajar dengan cara yang lebih mudah dan lebih efektif.
Eggen dan Kauchak (2012: 218) menyatakan model pencapaian konsep adalah
model pembelajaran yang dirancang untuk membantu siswa dari semua usia
mengembangkan dan menguatkan pemahaman mereka tentang konsep dan mempraktikkan
kemampuan berpikir kritis. Pada model pembelajaran ini, siswa tidak disediakan rumusan
suatu kosep, tetapi mereka menemukan konsep tersebut berdasarkan contoh-contoh yang
memiliki penekanan-penekanan terhadap ciri dari konsep itu. Pada pembelajaran peraihan
konsep ini, guru menunjukkan contoh dan noncontoh dari suatu konsep yang dibayangkan.
Sementara siswa membuat hipotesis tentang apa kemungkinan konsepnya, menganalisis
hipotesis-hipotesis mereka dengan melihat contoh dan noncontoh, yang pada akhirnya
sampai pada konsep yang dimaksud.
Ada dua hal penting dalam pembelajaran yang menggunakan model pembelajaran
pencapaian konsep yaitu:
a. Menentukan Tingkat Pencapaian Konsep Tingkat pencapaian konsep (concept
attainment) yang diharapkan dari siswa sangat tergantung pada kompleksitas dari
konsep, dan tingkat perkembangan kognitif siswa. Ada siswa yang belajar konsep pada
tingkat konkret rendah atau tingkat identitas, ada pula siswa yang mampu mencapai
konsep pada tingkat klasifikatori atau tingkat formal.
b. Analisis Konsep Analisis konsep merupakan suatu prosedur yang dikembangkan untuk
membantu guru dalam merencanakan urutan-urutan pengajaran pencapaian konsep.
Untuk melakukan analisis konsep guru hendaknya memperhatikan beberapa hal antara
lain: (1) nama konsep, (2) attribute-attribute kriteria dan attribute-attribute variabel dari
konsep, (3) definisi konsep, (4) contoh-contoh dan noncontoh dari konsep, dan (5)
hubungan konsep dengan konsep-konsep lain.

C. Model Active Learning


Active learning atau dalam bahasa indonesia berarti pembelajaran aktif adalah pembelajaran
yang meminta siswa untuk terlibat penuh dalam pembelajaran
seperti berpikir (thinking), berdiskusi (discussing), menyelidiki (investigating)
dan mencipta (creating).
Saat di dalam kelas, pembelajaran aktif akan bisa memungkinkan siswa untuk memecahkan
masalah, berjuang dengan pertanyaan kompleks, membuat solusi, dan menjabarkan ide mereka
dengan bahasa mereka sendiri melalui tulisan, diskusi dan presentasi. Berdasarkan penelitian,
metode active learning sangat efektif untuk siswa, bila dikomparasikan dengan metode yang
terdiri dari ceramah saja.
Arti sesungguhnya dari active learning adalah memaksimalkan segala sumber daya yang ada
pada siswa untuk bisa memperoleh hasil belajar yang optimal. Tentu semua itu disesuaikan
dengan sifat, pribadi dan kecenderungan siswa dalam belajar.
Active learning atau pembelajaran aktif juga memiliki arti (tujuan) agar siswa tetap fokus
pada setiap pembelajaran yang diberikan dan bisa menerapkannya dengan aktif.

D. Jenis-Jenis Active Learning
Semua jenis pembelajaran cenderung memiliki tujuan yang hampir serupa, yakni
pemberdayaan sikap, pengetahuan dan keterampilan. Untuk bisa mengembangkan ketiga
aspek tersebut active learning memiliki beberapa jenis teknik dan meteode, yakni:
a. True or False (Benar atau Salah)
Teknik ini adalah kegiatan kerjasama yang mengharuskan siswa untuk berpartisipasi
secara langsung ke dalam materi. Teknik ini mengajak siswa agar bisa mengungkapkan
salah atau benar pada sebuah materi yang telah dijelaskan oleh guru.
b. Guided Teaching (Pembelajaran Terbimbing)
Teknik ini adalah kegiatan untuk mengetahui penguasaan materi pada siswa, bisa juga
digunakan untuk alat uji pemahaman siswa. Teknik ini dilakukan dengan cara mengharuskan
siswa untuk mencocokan jawaban dengan materi, apakah sudah sesuai atau belum.
c. Card Sort (Cari Kawan)
Teknik ini adalah kegiatan kerjasama yang dapat dipakai untuk mempelajari konsep, sifat,
pengkategorian, fakta dari sebuah informasi dan membahas sebuah objek. Teknik ini
mengajak setiap grup belajar untuk menjelaskan isi kartu yang telah diberikan oleh guru
kepada grup. Siswa akan mempresentasikan isi kartu tersebut dengan bahasa mereka sendiri.
d. The Power of Two (Gabungan Dua Kekuatan)
Teknik ini merupakan kegiatan belajar yang dipakai untuk menjelaskan kegunaan dari
kerjasama dalam pembelajaran kooperatif. Teknik ini mengharuskan siswa untuk bisa
memperoleh jawaban secara mandiri (individu) dari apa yang telah guru tanyakan.
Selanjutnya siswa bisa berdiskusi bersama dengan teman satu bangku.
e. Rotating Roles (Permainan Bergilir)
Teknik ini adalah kegiatan siswa dalam belajar melakukan keahlian drama atau sandiwara.
Pada teknik ini siswa diminta untuk menciptakan sebuah skenario yang sesuai dengan
kehidupan sehari-hari dengan acuan materi yang sedang didiskusikan.

E. Kelebihan dan Kelemahan Model Active Learning


a. Kelebihan model pembelajaran Active Learning tersebut diantaranya:
1. Peserta didik bisa lebih termotivasi
Penggunaan model pembelajaran Active Learning memungkinkan terjadinya
pembelajaran yang menyenangkan. Suasana yang menyenangkan tersebut merupakan
salah satu faktor untuk memotivasi peserta didik. Sehingga guru dapat lebih mudah
menyampaikan materi ketika peserta didik menikmatinya.
2. Memiliki lingkungan yang aman
Kelas atau laboratorium merupakan sebuah tempat yang digunakan untuk melakukan
suatu percoban. Melalui kegiatan tersebut maka guru harus memberi semangat bahwa
suatu kegagalan dalam sebuah percobaan bukanlah akhir dari segalanya. Risiko tersebut
harus diambil untuk mendapatkan sesuatu yang berharga.
3. Adanya partisipasi oleh semua kelompok belajar
Partisipasi oleh semua kelompok belajar sangat diperlukan dan merupakan bagian dari
rencana pelajaran. Informasi tidak hanya diberikan secara langsung pada peserta didik,
namun peserta didik juga harus mencarinya.

4. Setiap orang memiliki tanggung jawab dalam kegiatan belajarnya sendiri


Setiap orang memiliki tanggung jawab untuk memutuskan suatu hal yang tepat untuk
mereka agar dapat menginterpretasikan tindakan-tindakan untuk diri peserta didik
tersebut sendiri dan mengaplikasikannya sesuai dengan kondisi masing-masing peserta
didik.
5. Kegiatan pembelajaran menjadi lebih bersifat fleksibel dan ada relevansinya
Peraturan dan bahasa yang digunakan pada model pembelajaran Active Learning ini
dapat diubah dengan menyesuaikan sesuai dengan tingkat kebutuhan. Dengan membuat
perubahan maka peserta didik dapat melakukan kegiatan yang relevan sesuai dengan
berbagai usia kelompok yang bervariasi dengan mengeksplorasi konsep yang sama.
6.  Reseptif dapat meningkat
Dengan menggunakan model pembelajaran Active Learning sebagai pendekatan dalam
kegiatan pembelajaran maka penerapan dari prinsip-prinsip tersebut dapat diekspresikan
oleh peserta didik sehingga informasi yang didapat menjadi lebih mudah untuk diterima
dan diterapkan.
7. Pendapat induktif distimulasi
Jawaban dari sebuah pertanyaan tidak diberikan, akan tetapi dieksplorasi. Pertanyaan dan
jawaban muncul dari peserta didik selama kegiatan pembelajaran. Pendekatan Trial and
error dapat digunakan untuk berbagai kegiatan.
8. Adanya partisipasi yang mengungkapkan proses berpikir peserta didik
Kegiatan partisipasi digunakan untuk mengungkapkan proses berpikir peserta didik yang
dapat dilakukan dengan kegiatan diskusi. Dengan diskusi tersebut maka guru dapat
mengukur tingkat pemahaman peserta didik. Sehingga dengan demikian, guru dapat
berkonsentrasi pada hal-hal yang harus diberikan sesuai dengan kebutuhan.
9. Memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk memperbaiki kesalahan
Apabila peserta didik melakukan kesalahan yang menyebabkan kegagalan, maka hal yang
dapat dilakukan guru yakni dengan memperbaiki kesalahan tersebut dan memulai
pengerjaan baru. Dengan demikian, peserta didik dapat belajar bahwa kesalahan dapat
menjadi sebuah hal yang menguntungkan dan dapat membimbing peserta didik tersebut
menjadi lebih baik.
10. Memberikan kesempatan peserta didik untuk mengambil resiko
Dengan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengambil resiko, maka
peserta didik akan merasa lebih bebas untuk berpartisipasi dan belajar melalui
keterlibatan mereka karena mereka tahu bahwa kegiatan yang dilakukan merupakan
simulasi.

Sedangkan kekurangan model pembelajaran Active Learning yakni sebagai berikut:


1. Keterbatasan waktu
Adanya keterbatasan waktu karena waktu untuk kegiatan pembelajaran sudah disediakan
sebelumnya, sehingga kegiatan pembelajaran yang memakan waktu lama akan terputus
menjadi dua atau tiga kali pertemuan.
2. Waktu yang diperlukan untuk persiapan akan bertambah
Waktu yang digunakan untuk persiapan kegiatan akan bertambah waktu tersebut terdiri
dari merancang kegiatan maupun untuk mempersiapkan agar peserta didik agar siap
untuk melakukan kegiatan.
3. Ukuran kelas yang besar
Kelas yang mempunyai jumlah peserta didik yang banyak akan mempersulit
terlaksananya kegiatan pembelajaran dengan Active Learning. Kegiatan diskusi yang
dilaksanakan pada tempat yang kecil dengan jumlah peserta didik yang banyak, maka
tidak akan memperoleh hasil yang optimal.
4. Keterbatasan materi, peralatan serta sumber daya
Keterbatasan materi, peralatan yang digunakan untuk melakukan kegiatan pembelajaran,
serta sumber daya baik sumber daya alam maupun sumber daya manusia akan
menghambat kelancaran pada penerapan model pembelajaran Active Learning dalam
kegiatan pembelajaran.
5. Resiko penerapan model pembelajaran Active Learning
Hambatan terbesar dalam penerapan model pembelajaran Active Learning adalah
ketidakmauan guru untuk mengambil berbagai risiko, yakni risiko peserta didik tidak
akan berpartisipasi, menggunakan kemampuan berpikir yang lebih tinggi atau
mempelajari konten yang cukup. Guru takut untuk dikritik dalam mengajar, merasa
kehilangan kendali kelas dan keterbatasan keterampilan.

F. Langkah – langkah Penerapan Model Active Learning


langkah-langkah atau sintaks pembelajaran active learning, berikut tahapannya:
Memulai Pembelajaran Aktif
1. Kenali teknik atau model pembelajaran aktif, beberapa yang mudah untuk diaplikasikan
adalah “think pair share” dan “pembelajaran jigsaw”.
2. Pertimbangkan untuk memanfaatkan teknologi tertentu seperti video, smartphone, laptop
dsb untuk memfasilitasi aktivitas belajar.
3. Mulailah dari awal dengan sederhana. Pilih satu atau dua model teknik, selanjutnya
modifikasi agar sesuai dengan tujuan pembelajaran di kelas.
4. Mulai dengan aktivitas yang menarik agar siswa bisa memperhatikan ke masalah dan
materi yang menurut guru penting.
5. Tetapkan aturan agar sikap siswa terjaga dan partisipasi siswa relevan dengan
pembelajaran.
6. Perkenalkan aktivitas dan jabarkan manfaat belajarnya dan buat grup belajar.
7. Materi diutarakan oleh guru kepada masing-masing grup belajar.
8. Siswa akan diberi tugas diskusi untuk menyelesaikan masalah dan akan dibatasi waktu
tertentu.
9. Diskusi pada grup belajar dilakukan dan melakukan kesimpulan.
10. Setelah itu adakan aktivitas tanya jawab. Panggil beberapa siswa atau grup belajar siswa
untuk membagikan pemikirannya.
11. Lakukan kesimpulan menyeluruh, penilaian dan evaluasi.
G. Karakteristik Pembelajaran Aktif
Berikut merupakan karakteristik active learning, yang berasal dari pendapatn Bonwell dan Eison
(dalam Machmudah, 2008:64):
 Active learning tidak berfokus pada pengutaraan informasi oleh guru tapi pada aktivitas
pembelajaran yang mengedepankan kemampuan berpikir kritis, analitis pada sebuah
konsep dan masalah.
 Siswa dituntut untuk aktif dalam mengerjakan tugas dalam materi pelajaran.
 Berfokus pada pendalaman sebuah nilai dan sikap yang berkaitan dengan materi
pelajaran.
 Siswa diharuskan untuk bisa berpikir kritis, analitis dan bisa melakukan refleksi. Ini
bertujuan agar siswa bisa melakukan transformasi diri secara mandiri.
 Feedback dari siswa bisa dilakukan lebih efektif dan efisien pada saat aktivitas
pembelajaran.

3. MEDIA BELAJAR
A. Pengertian Media Pembelajaran

Media pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyampaikan
informasi pelajaran kepada peserta didik dan dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian,
dan kemauan si belajar sehingga dapat mendorong terjadinya proses belajar. Hal ini didukung
dengan menurut Arsyad (2015:10), Media pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat
digunakan untuk menyampaikan informasi dalam proses belajar mengajar sehingga dapat
merangsang perhatian dan minat siswa dalam belajar. Menurut Karim (2014:7), media
pembelajaran adalah suatu perentara yang menghubungkan si penyampai pesan dengan si
penerima pesan , dalam hal ini pesan berupa materi pembelajaran untuk mencapai suatu tujuan
dalam hal yang berhubungan dengan program pendidikan.
Media memiliki peran yang sangat penting dalam pendidikan sebagai suatu sarana atau
perangkat yang berfungsi sebagai perantara atau saluran dalam suatu proses komunikasi antara
komunikator dan komunikan (Asyar, 2011). Media adalah alat bantu apa saja yang dapat
dijadikan sebagai penyalur pesan guna mencapai tujuan pengajaran (Djamarah, 2002). Di mana
media dapat menampilkan informasi melalui suara, gambar, gerakan dan warna, baik secara
alami maupun manipulasi, sehingga membantu guru untuk menciptakan suasana belajar
menjadi lebih hidup, tidak monoton dan tidak membosankan.
Gagne dan Briggs (1975) dalam Arsyad (2011:4) mengemukakan bahwa media
pembelajaran meliputi alat yang secara fisik digunakan untuk menyampaikan isi materi
pengajaran, yang terdiri dari antara lain buku, tape recorder, kaset, video camera, video
recorder, film, slide (gambar bingkai), foto gambar, grafik, televisi, dan komputer. Media
pembelajaran adalah semua alat (bantu) atau benda yang digunakan dalam pembelajaran,
dengan maksud untuk menyampaikan pesan (informasi) pembelajaran dari sumber (pendidik
maupun sumber lain) kepada penerima (peserta didik). Secara umum media pembelajaran
memiliki peran sebagai berikut:
1. Memperjelas penyajian pesan pembelajaran agar tidak terlalu bersifat verbal.
2. Mengatasi keterbatasan ruang, waktu  dan daya indra.
3. Penggunaan media pembelajaran secara tepat dan bervariasi dapat mengatasi sikap pasif
peserta didik.
4. Menjadikan pengalaman manusia dari abstrak menjadi konkret.
5. Memberikan stimulus dan rangsangan kepada peserta didik untuk belajar secara aktif.
6. Dapat meningkatkan motivasi belajar peserta didik sehingga dapat meningkatkan prestasi
belajar.

B. Jenis- jenis Media Pembelajaran


Media pembelajaran biasanya dipahami sebagai benda-benda yang dibawa masuk ke
ruang kelas untuk membantu efektivitas proses belajar mengajar. Pemahaman sempit ini
dipengaruhi oleh pandangan cognitivism yang melihat proses belajar sebagai transfer
pengetahuan dari pengajar ke peserta didik yang kebanyakan berlangsung dalam ruang
kelas. Jika menggunakan pandangan constructivism maka pengertian belajar dan media
pembelajaran menjadi lebih luas. Media pembelajaran tidak terbatas pada apa yang
digunakan pengajar di dalam kelas, tetapi pada prinsipnya meliputi segala sesuatu yang ada
di lingkungan peserta didik dimana mereka berinteraksi dan membantu proses belajar
mengajar.
Secara umum media pembelajaran dapat dikelompokan menjadi enam yaitu:
1. Media Visual, yaitu suatu jenis media yang semata-mata hanya memanfaatkan indera
penglihatan peserta didik untuk menyampaikan pesan pembelajaran. Dengan demikian
penggunaan media pembelajaran ini tergantung dari kemampuan penglihatan peserta
didik. Sebagai contoh: media cetak, seperti buku, modul, jurnal, poster, dan peta; model
seperti globe bumi dan miniatur; dan media realitas alam sekitar.
2. Media Audio, yaitu jenis media pembelajaran dengan hanya melibatkan indera
pendengaran peserta didik. Pesan dan informasi yang diterimanya adalah berupa pesan
verbal seperti bahasa lisan dan pesan nonverbal dalam bentuk bunyi-bunyian, musik, dan
bunyi tiruan.
3. Media audio-visual, adalah jenis media yang digunakan dalam kegiatan pembelajaran
dengan melibatkan indera penglihatan dan indera pendengaran dalam suatu proses atau
kegiatan. Pesan dan informasi yang dapat disalurkan melalui media ini dapat berupa
pesan verbal dan nonverbal yang mengandalkan baik penglihatan maupun pendengaran.
Sebagai contoh film, program TV dan video.
4. Media Serbaneka
Jenis media pembelajaran serbaneka merupakan instrumen pengajaran yang disesuikan
dengan kondisi/ potensi suatu daerah, di sekitar sekolah atau di lokasi lain.
Contoh media pembelajaran serbaneka yaitu:
 Papan (board) yang termasuk dalam media ini diantaranya; papan tulis, papan
buletin, papan flanel, papan magnetik, papan listrik, dan papan paku.
 Media tiga dimensi diantaranya; model, mock up, dan diorama.
 Realita adalah benda-benda nyata seperti apa adanya atau aslinya. Contohnya;
seorang guru membawa kelinci, burung dan ikan lalu mengajak siswanya langsung
ke kebun sekolah atau ke peternakan sekolah.
 Sumber belajar pada masyarakat di antaranya dengan karya wisata dan berkemah.
5. Peta dan Globe
Jenis media pembelajaran peta dan globe merupakan media yang menyajikan gambaran
dan data sebuah lokasi. Misalnya; keadan permukaan (bumi, daratan, sungai, dan
gunung). Kelebihan dari jenis pembelajaran peta dan globe, antara lain:
 Untuk merangsang minat siswa terhadap pengaruh-pengaruh geografis.
 Memungkinkan siswa memperoleh gambaran secara spesifik tentang imigrasi dan
distribusi penduduk, tumbuh-tumbuhan, kehidupan hewan, serta bentuk bumi yang
sebenarnya.
 Memungkinkan siswa mengerti dan paham akan posisi dari kesatuan politik, daerah
kepulauan, dan lain sebaginya.
6. Gambar Fotografi
Jenis media pembelajaran gambar fotografi adalah media pengajaran sederhana, tanpa
memerlukan perlengkapan, dan tidak perlu diproyeksikan untuk mengamatinya.
Gambar fotografi yang kerap digunakan oleh pendidik, di antaranya adalah; surat kabar,
kartun, lukisan, dan ilustrasi. Dalam proses pembelajaran jenis ini ada beberapa hal yang
harus diperhatikan pendidik, antara lain:
 Gambar fotografi harus cukup memadai.
 Gambar yang digunakan harus memenuhi persyaratan artistik yang bermutu.
 Validitas gambar, maksudnya “apakah gambar itu benar atau tidak”.
 Gambar fotografi yang digunakan harus cukup besar dan jelas.
 Gambar yang digunakan harus memikat perhatian anak, misalnya; binatang, kereta
api, kapal terbang, dan sebagainya.

C. Media Belajar Benda Kongkret


Media benda konkret adalah media pembelajaran yang berasal dari benda-benda nyata yang
banyak dikenal oleh peserta didik dan mudah didapatkan.Media ini mudah digunakan oleh guru
dan peserta didik karena media ini sering dijumpai di lingkungan sekitarnya.
Menurut Gerlach & Ely (Arsyad, 2014) mengatakan bahwa,  “Media apabila dipahami
secara garis besar adalah manusia, materi, atau kejadian yang membangun kondisi yang
membuat siswa mampu memperoleh pengetahuan, keterampilan, atau sikap”.  Dalam pengertian
ini, guru, buku teks, dan lingkungan sekolah merupakan media. Secara lebih khusus, pengertian
media dalam proses belajar cenderung diartikan sebagai alat-alat grafis, photografis, atau
elektronis untuk menangkap, memproses, dan menyusun kembali informasi visual dan herbal.
Selanjut Menurut Syaodih (2010) menyatakan bahwa,  “Konkret atau objek yang sesungguh nya
akan memberikan rangsangan yang amat penting bagi siswa dalam mempelajarai berbagai hal ,
terutama yang menyakut pengembangan keterampilan tertentu”. Melalui penggunaan objek nyata
ini, kegiatan pembelajaran yang melibatkan semua indra siswa.
Berdasarkan paparan di atas, dapat di simpulkan bahwa media benda konkret sama dengan benda
asli, yaitu benda nyata yang bisa dibuktikan. Media yang membantu pengalaman nyata peserta
didik dalam proses pembelajaran.

a. Jenis-jenis Media Benda Konkret


 Media konkret dibagi menjadi dua jenis yaitu media objek (konkret) sebenarnya dan media
objek (konkret)  pengganti. Media objek sebenarnya dibagi menjadi dua yaitu media objek alami
dan media objek buatan. Media objek alami dibagi menjadi dua yaitu objek alami yang hidup
dan objek alami yang tidak hidup (Mulyati, 2016).

b. Keuntungan dan Kelemahan Media Benda Konkret


Menurut Syaodih (2014), ada beberapa keuntungan dan kelemahan media benda konkret, adalah
sebagi berikut :
 Keuntungan Media Benda Konkret/Objek Nyata
1. Dapat memberikan kesempatan semaksimal mungkin pada siswa untuk mempelajari
sesuatu atau melaksanakan tugas-tugas dalam situasi nyata.
2. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengalami sendiri situasi yang
sesungguhnya dan melatih keterampilan mereka dengan menggunakan sebanyak
mungkin alat indra.
 Kelemahan Media Benda Konkret/Objek Nyata
1. Membawa murid-murid ke berbagai tempat di luar sekolah kadang-kadang mengandung
resiko dalam bentuk kecelakaan dan sejenisnya.
2. Biaya yang diperlukan untuk mengadakan berbagai objek nyata kadang-kadang tidak
sedikit, apabila ditambah dengan kemungkinan kerusakan dalam menggunakannya.
3. Tidak selalu dapat memberikan semua gambaran dari objek yang sebenarnya, seperti
pembesaran, pemotongan, dan gambaran bagian demi bagian, sehingga pengajaran harus
didukung dengan media lain.

4. HASIL BELAJAR SISWA


A. Pengertian Hasil Belajar
Belajar merupakan sebuah proses yang kompleks yang terjadi pada semua orang dan
berlangsung seumur hidup, sejak masih bayi bahkan sejak masih dalam kandungan hingga liang
lahat. Salah satu yang menjadi pertanda bahwa seseorang telah melakukan kegiatan belajar
sesuatu adalah adanya perubahan tingkah laku dalam diri seseorang tersebut. Perubahan tingkah
laku tersebut menyangkut perubahan yang bersifat kognitif (pengetahuan), prikomotor
(keterampilan) dan afektif (sikap). Menurut W.S Winkel Belajar adalah Belajar adalah suatu
aktivitas mental yang berlangsung dalam interaksi aktif antara seseorang dengan lingkungan,
dan menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, keterampilan dan
nilai sikap yang bersifat relatif konstan dan berbekas.
Hasil belajar yaitu perubahan-perubahan yang terjadi pada diri siswa, baik yang
menyangkut aspek kognitif, afektif dan psikomotor sebagai hasil dari kegiatan belajar Secara
sederhana, yang dimaksud dengan hasil belajar siswa adalah kemampuan yang diperoleh anak
setelah melalui kegiatan belajar. Jadi, hasil belajar matematika adalah kemampuan yang
diperoleh siswa setalh melalui kegiatan belajar matematika baik kemampuan kognitif, afektif
dan spikomotor.

B. Hasil Belajar Siswa Mata Pelajaran Matematika di SD


Penilaian hasil belajar berdasarkan pencpaian kompetensi yang dirumuskan dalam
kurikulum 2013 terdiri dari tiga kompetensi, yaitu sikap spiritual, sikap sosial, pengetahuan dan
keterampilan. Hal ini diperkuat Kemendikbud (2014: 21) mengenai rumusan kompetensi pada
kurikulum 2013 adalah sebagai berikut.
i. Kompetensi inti-1 (KI-1) untuk kompetensi inti sikap spiritual
ii. Kompetensi inti-2 (KI-2) untuk kompetensi inti sikap sosial
iii. Kompetensi inti-3 (KI-3) untuk kompetensi inti pengetahuan
iv. Kompetensi inti-4 (KI-4) untuk kompetensi inti keterampilan.
Berdasarkan kajian tersebut maka pencapaian hasil belajar pada kurikulum 2013 tertuju
kepada empat kompetensi inti yaitu sikap spiritual, sikap sosial, pengetahuan dan keterampilan
yang merupakan titik tolak ukur dalam penilaian hasil belajar siswa. Adapun penjelasan rinci
mengenai hasil belajar siswa berdasarkan pencapaian aspek penialaian pada kurikulum 2013
dipaparkan pada urian di bawah ini.

a. Aspek Sikap
Penilaian hasil belajar berdasarkan aspek sikap lebih mencerminkan kepada dampak yang
dihasilkan dari proses pembelajaran yang dilakukan oleh siswa di dalam bentuk sikap kehidupan,
yang mengacu kepada nilai agama dan sosial yang berlaku di masyarakat. Hal ini diperkuat
kajian dari Kemendikbud (2014: 20) yang menjelaskan bahwa

Dimensi sikap memiliki kompetensi lulusan diantaranya memiliki perilaku yang mencerminkan
sikap orang beriman, berakhlak mulia, percaya diri dan bertanggung jawab dalam berinteraksi
secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam di rumah, sekolah dan tempat bermain.

Mengacu kepada kajian tersebut maka hasil belajar yang dinginkan pada aspek sikap
adalah tingkat kemampuan siswa untuk menerapkan nilai agama dan nilai sosial di dalam
kehidupan sehari-hari. Penilaian sikap yang digunakan pada penelitian ini ditujukan kepada
nilai sikap santun, kerja sama, percaya diri dan semangat siswa dalam proses pembelajaran.

b. Aspek Pengetahuan
Penilaian aspek pengetahuan berhubungan langsung dengan pencapaian tujuan
pembelajaran yang ditentukan berdasarkan uraian indikator pada materi pembelajaran. Menurut
kajian dari Kemendikbud (2014: 21) menjelaskan bahwa

Dimensi pengetahuan memiliki kompetensi lulusan pada aspek memiliki pengetahuan faktual
dan konseptual dalam ilmu pengetahuan, teknologi, seni dan budaya dengan awawasan
kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan dan peradaban terkait fenomena dan kejadian di
lingkungan rumah, sekolah dan tempat bermain.
Berdasarkan kajian diatas maka dalam hal ini tujuan dari aspek pengetahuan secara umum
mengacu kepada penguasaan siswa terhadap fakta dan konsep yang terdapat di dalam materi
pembelajaran. Pada proses penelitian ini pencapaian aspek pengetahuan ditentukan berdasarkan
tingkat pemahaman siswa dalam menentukan sifat benda cair melalui penerapan Active learning.

c. Aspek Keterampilan
Aspek keterampilan merupakan tindaka lanjut adari adanya pemahaman siswa terhadapa
materi pembelajaran, hal ini dikarenakan adanya kemampuan berpikir yang diaplikasikan dalam
bentuk tindakan dan kreatifitas yang efektif dan efisien berdasarkan materi pembelajaran. Hal ini
didukung kajian Kemendikbud (2014: 21) bahwa “

dimensi keterampilan memiliki kompetensi yang memiliki kemampuan pikir dan tindak yang
efektif dan kreatif dalam ranah abstrak dan konkret sesuai dengan yang ditugaskan kepadanya”.
Mengacu kepada kajian tersebut maka dapat disimpulkan bahwa aspek keterampilan merupakan
tindakan yang dilakukan berdasarkan pemahaman berpikir.
Dalam proses penelitian ini, aspek keterampilan yang ditentukan sebagai bentuk penilaian
adalah persiapan dalam proses demonstrasi, proses pelaksanaan demonstrasi dan penentuan
kesimpulan akhir dari proses demoinstrasi.

Anda mungkin juga menyukai