Anda di halaman 1dari 77

MATERI LENGKAP GTSL

PENGANTAR GIGI TIRUAN


SEBAGIAN LEPASAN UNTUK
PROFESI DOKTER GIGI BIDANG
PROSTODONSIA

Dsusun oleh :
Bimo Rintoko, drg., Sp.Pros.

Universitas YARSI 2
BAB I
Gigi Tiruan Sebagian Lepasan (GTSL)

2.1 Gigi Tiruan Sebagian Lepasan (GTSL)


2.1.1 Definisi
Yang dikemukakan oleh para ahli.5
1. Mc.Cracken (1973):
Gigi tiruan sebagian adalah suatu restorasi prostetik yang
menggantikan gigi asli yang hilang dan bagian lain dari rahang yang
tak bergigi sebagian, mendapat dukungan terutama darijaringan
dibawahnya dan sebagian dari gigi asli yang tertinggal dipakai sebagai
gigi pegangan / abutment.
2. Glossary of Prosthodontics (1999):
Gigi tiruan sebagian merupakan bagian prostodonsia yang
menggantikan satu atau beberapa gigi yang hilang dengan gigi tiruan
dan didukung oleh gigi, mukosa atau kombinasi gigi - mukosa yang
dipasang dan dilepas oleh pasien.
Terminologi umum yang digunakan gigi tiruan sebagian lepasan.6
1. Gigi tiruan sebagian : sebuah protesa yang menggantikan satu atau
lebih gigi tetapi tidak gigi asli dan mendukung jaringan pendukung
sekitar. Jaringan pendukung oleh gigi dan mukosa. Seperti ; (bridge)
2. Gigi tiruan sebagian lepasan (RPD) : gigi tiruan sebagian lepasan
adalah yang dapat dipasang dan dilepas oleh pasien.
3. Gigi tiruan sebagian lepasan sementara yang digunakan untuk
interval waktu yang singkat.

Diklasifikasikan ada 3 jenis :


 Interim partial denture
 Trasnsitional partial denture
 Treatment partial denture

Universitas YARSI 3
Berfungsi sebagai
 Estetik, mastikasi, dukungan oklusal dan kenyamanan.
 Pengkondisian pasien untuk menerima protesa akhir.
4. Retensi yaitu resistensi terhadap jaringan atau gigi
5. Stabilitas resistensi terhadap gerakan horizontal (antero-posterior atau
medio-lateral)
6. Jaringan pendukung adalah perlawanan gerakan menuju jaringan
atau gigi
7. Abutment adalah sebuah gigi yang mendukung protesa sebagian atau
gigi penyangga
8. Retainer adalah sebuah komponen dari gigi tiruan sebagian yang
menyediakan retensi dan dukungan untuk gigi tiruan tersebut.
9. Relasi sentrik posisi posterior mandibula terhadap maxilla pada relasi
vertikal tertentu.
10. Relasi eksentrik hubungan mandibular terhadap maxilla selain
hubungan sentris dalam bidang horizontal
11. Oklusi sentrik posisi kontak gigi saat mandibular dalam keadaan
sentrik, yaitu kedua kondilus berada dalam posisi bilateral simetris di
dalam fossanya. Disebut juga intercuspation position (ICP), Bite of
convenience or habitual bite. Memungkinkan terjadinya kontak
maksimum ketika gigi beroklusi.

2.2.2 Faktor kehilangan gigi.5


Kehilangan gigi tanpa ada penggantian dapat menyebabkan:
1. Migrasi dan rotasi
2. Erupsi berlebih
3. Penurunan efesiensi kunyah
4. Gangguan pada TMJ
5. Beban berlebih pada jaringan pendukung
6. Kelainan bicara
7. Penampilan buruk

Universitas YARSI 4
8. Terganggunya kebersihan mulut
9. Atrisi
10. Efek terhadap Jaringan Lunak

2.2.3 Fungsi geligi gigi tiruan sebagian lepasan.5


Pemulihan Fungsi Estetik
Peningkatan Fungsi Bicara
Perbaikan dan Peningkatan Fungsi Pengunyahan
Membantu Mempertahankan Gigi-gigi yang Masih Tinggal
Pada kasus gigi hilang, maka gigi yang masih tinggal akan mengalami
gerak tilting / bodily ke arah ruangan gigi yang hilang ekstruded /modot
kearah gigi antagonisnya.
Memperbaiki Oklusi
Pada pasien dengan kehilangan gigi, terutama free end unilateral akan
terjadi perubahan posisi pada oklusinya. Ini akan mengakibatkan
kelainan pada TMJ. Selain itu juga akan timbul masalah lain yaitu :
1. Pengunyahan tidak sempurna
2. Kehilangan keseimbangan oklusi
3. Kondisi gingival yang abnormal karena tekanan gigitan yang
berlebihan

Meningkatkan Distribusi Beban Kunyah


Gaya fungsional disalurkan oleh GTS ke jaringan yang berkontak dan
berada dibawahnya. Pada GTS hubungan gigi gaya ini diteruskan ke
tulang alveolar melalui ligamen periodontal oleh karena itu distribusi
dapat merata.

2.2.4 Kentungan menggunakan gigi tiruan sebagian lepasan.5


1. Gigi yang diganti tidak terbatas
2. Mudah dibersihkan
3. Mudah direstorasi

Universitas YARSI 5
2.2.5 Syarat gigi tiruan sebagian lepasan.5
Namun demikian pada pembuatan gigi tiruan juga harus memenuhi
beberapa syarat dibawah ini,
1. Tidak toksik
2. Tidak mengiritasi
3. Tidak menyebabkan alergi pada pasien
4. Memiliki kualitas mekanik yang baik
5. Awet
6. Punya konstruksi dan desain yang bagus
7. Mempunyai estetik yang bagus
8. Mempersamakan tekanan (keseimbangan kiri dan kanan)
9. Distribusi tekanan kunyah yang luas
10. Phisiologic basing (tekanan fisiologis pada mukosa dibawah basis)

2.2 Macam-macam gigi tiruan sebagian lepasan (GTSL).7


1. Berdasarkan bahan yang dipakai untuk membuat:
Vulcanite denture : dibuat dari vulkanit

Acrylic denture : dibuat dari akrilik

Frame denture : dibuat dari logam

2. Dilepas atau tidak dapat dilepas:


Removable partial denture / GTS Lepasan

Universitas YARSI 6
Fixed denture / bridge / GTC
3. Saat pemasangan:
Convensional : dipasang setelah gigi hilang
Immediate : dipasang segera setelah gigi hilang/dicabut
4. Jaringan pendukung:
Tooth borne : dukung oleh gigi
Mucosa / tissue borne : didukung oleh mukosa
Mucosa and tooth : didukung oleh mukosa dan gigi
5. Letak daerah tak bergigi / sadel:
Anterior tooth suported case
All tooth suported case
Free end suported case
6. Memakai wing bagian bukal / labial atau tidak
Open face : GTSL yang dibuat tanpa gusi tiruan labial
Gigi tiruan sebagian tersebut dibuat apabila:
a. Keadaan prosessus alveolaris masih baik
b. Biasa pada gigi anterior
c. Pasien mempunyai lebar mulut terlalu lebar
Close face : GTS yang dibuat gusi tiruan dibagian labial
Gigi tiruan sebagian tersebut dibuat apabila:
a. Alveolaris telah mengalami absorbsi
b. Perbaikan profil

2.3 Klasifikasi gigi tiruan sebagian lepasan (GTSL).8


1. Klasifikasi Cummer.
GTSL dapat diklasifikasikan menjadi empat jenis berdasarkan posisi
retainer:
a. Diagonal: Terdapat dua retainer dengan posisi yang berlawanan.

Universitas YARSI 7
Gambar 2.4. Diagonal – Klasifikasi Cummer
Sumber: Nallasway, D. Textbook of prosthodontics. New Delhi: Jaypee
brothers medical publisher; 2003

b. Diametri: terdapat dua retainer secara diametris berlawanan satu


sama lain.

Gambar 2.5 Diametri – Klasifikasi Cummer


Sumber: Nallasway, D. Textbook of prosthodontics. New Delhi: Jaypee
brothers medical publisher; 2003

c. Unilateral: Terdapat dua atau lebih retainer pada sisi yang sama.

Gambar 2.6 Unilateral – Klasifikasi Cummer

Universitas YARSI 8
Sumber: Nallasway, D. Textbook of prosthodontics. New Delhi: Jaypee
brothers medical publisher; 2003

d. Multilateral: Terdapat tiga (jarang empat) retainer dalam segitiga


(jarang segi empat) hubungan.

Gambar 2.7 a. segitiga. b. segiempat – Klasifikasi Cummer


Sumber: Nallasway, D. Textbook of prosthodontics. New Delhi: Jaypee
brothers medical publisher; 2003

2. Klasifikasi Kennedy.9
a. Kelas I: Bilateral posterior edentulous area / Bilateral Free End
Daerah tidak bergigi terletak dibagian posterior dari gigi yang masih
ada dan berada pada kedua sisi rahang.

Gambar 2.8 Kelas I – Kennedy


Sumber: Nallasway, D. Textbook of prosthodontics. New Delhi: Jaypee
brothers medical publisher; 2003

b. Kelas II: Unilateral posterior edentulous area/ unilateral free end.


Daerah yang tidak bergigi terletak dibagian posterior gigi yang ada,
pada 1 sisi rahang.

Universitas YARSI 9
Gambar 2.9 Kelas II – Kennedy
Sumber: Nallasway, D. Textbook of prosthodontics. New Delhi: Jaypee
brothers medical publisher; 2003

c. Kelas III: Daerah yang tidak bergigi terletak diantara gigi yang
masih ada dibagian anterior dan posterior.

Gambar 2.10 Kelas III – Kennedy


Sumber: Nallasway, D. Textbook of prosthodontics. New Delhi: Jaypee
brothers medical publisher; 2003

d. Kelas IV: Daerah yang tidak bergigi terletak dibagian anterior dan
melewati garis tengah rahang/garis median.

Gambar 2.11 Kelas IV – Kennedy


Sumber: Nallasway, D. Textbook of prosthodontics. New Delhi: Jaypee
brothers medical publisher; 2003

Universitas YARSI 10
3. Klasifikasi Kennedy-Applegate.10
a. Kelas I : Daerah yang tidak bergigi sama dengan kelas I Kennedy.
Daerah tidak bergigi terletak dibagian posterior dari gigi yang
masih ada dan berada pada kedua sisi rahang.

Gambar 2.12 Kelas I . Kennedy-Applegate


Sumber: Nallasway, D. Textbook of prosthodontics. New Delhi: Jaypee
brothers medical publisher; 2003

b. Kelas II : Daerah tidak bergigi sama dengan kelas II Kennedy.


Daerah yang tidak bergigi terletak dibagian posterior gigi yang ada,
pada 1 sisi rahang.

Gambar 2.13 Kelas II . Kennedy-Applegate


Sumber: Nallasway, D. Textbook of prosthodontics. New Delhi: Jaypee
brothers medical publisher; 2003

c. Kelas III: Daerah tidak bergigi sama dengan kelas III Kennedy.
Daerah yang tidak bergigi terletak diantara gigi yang masih ada
dibagian anterior dan posterior.

Universitas YARSI 11
Gambar 2.14 Kelas III . Kennedy-Applegate
Sumber: Nallasway, D. Textbook of prosthodontics. New Delhi: Jaypee
brothers medical publisher; 2003

d. Kelas IV : Daerah tidak bergigi sama dengan kelas IV Kennedy.


Daerah yang tidak bergigi terletak dibagian anterior dan melewati
garis tengah rahang/garis median.

Gambar 2.15 Kelas IV . Kennedy-Applegate


Sumber: Nallasway, D. Textbook of prosthodontics. New Delhi: Jaypee
brothers medical publisher; 2003

e. Kelas V : Daerah tak bergigi paradental, dimana gigi asli anterior


tidak dapat dipakai sebagai gigi penahan atau tak mampu menahan
daya kunyah.

Universitas YARSI 12
Gambar 2.16 Kelas V . Kennedy-Applegate
Sumber: Nallasway, D. Textbook of prosthodontics. New Delhi: Jaypee
brothers medical publisher; 2003

f. Kelas VI : Daerah tidak bergigi paradental dengan kedua gigi


tetangga gigi asli dapat dipakai sebagai gigi penyangga.2,3

Gambar 2.17 Kelas VI . Kennedy-Applegate


Sumber: Nallasway, D. Textbook of prosthodontics. New Delhi:
Jaypee brothers medical publisher; 2003

4. Klasifikasi Baylin.11
 A: kehilangan gigi anterior
 P: Kehilangan gigi posterior
Sub-klasifikasi.
 Kelas 1: Bounded saddle (saddle tertutup), kehilangan gigi tidak
lebih dari tiga gigi.
 Kelas 2: Free end saddle (saddle bebas), tidak ada gigi abutmen di
bagian distal.
 Kelas 3: Bounded saddle(Saddle tertutup), kehilangan gigi lebih
dari tiga.

Universitas YARSI 13
Gambar 2.18 P1 – Baylin Gambar 16. P2 – Baylin
Sumber: Nallasway, D. Textbook of prosthodontics. New Delhi: Jaypee
brothers medical publisher; 2003

Gambar 2.19 P3 – Baylin Gambar 18. A3 – Baylin


Sumber: Nallasway, D. Textbook of prosthodontics. New Delhi: Jaypee
brothers medical publisher; 2003

Gambar 2.20 A1P2 – Baylin Gambar 20. P1P2 – BaylinSumber:


Nallasway, D. Textbook of prosthodontics. New Delhi: Jaypee brothers
medical publisher; 2003
5. Klasifikasi Mauk.11
Didasarkan pada jumlah, panjang dan posisi ruang edentulous dan
jumlah serta posisi gigi yang tersisa. Menurut klasifikasi ini:
a. Kelas I: Kehilangan gigi bilateral tanpa adanya gigi asli di
belakangnya.

Universitas YARSI 14
Gambar 2.21. Kelas I – Mauk
Sumber: Nallasway, D. Textbook of prosthodontics. New Delhi: Jaypee
brothers medical publisher; 2003

b. Kelas II: Kehilangan gigi bilateral dengan gigi asli di belakangnya


hanya pada satu sisi saja.

Gambar 2.22 Kelas II – Mauk


Sumber: Nallasway, D. Textbook of prosthodontics. New Delhi: Jaypee
brothers medical publisher; 2003

c. Kelas III: Kehilangan gigi bilateral dengan gigi asli di belakangnya


pada kedua sisi saja.

Gambar 2.23 Kelas III – Mauk


Sumber: Nallasway, D. Textbook of prosthodontics. New Delhi: Jaypee
brothers medical publisher; 2003

Universitas YARSI 15
d. Kelas IV: Kehilangan gigi unilateral tanpa gigi asli di belakangnya.

Gambar 2.24 Kelas IV – Mauk


Sumber: Nallasway, D. Textbook of prosthodontics. New Delhi: Jaypee
brothers medical publisher; 2003

e. Kelas V: Kehilangan gigi anterior.

Gambar 2.25 Kelas V – Mauk


Sumber: Nallasway, D. Textbook of prosthodontics. New Delhi: Jaypee
brothers medical publisher; 2003

f. Kelas VI: Ruang tidak teratur di sekitar lengkungan. Gigi yang


tersisa tunggal atau dalam kelompok kecil.

Gambar 2.26 Kelas VI – Mauk


Sumber: Nallasway, D. Textbook of prosthodontics. New Delhi: Jaypee
brothers medical publisher; 2003

Universitas YARSI 16
6. Klasfikasi Swenson.12
a. Kelas I: Unilateral free end.

Gambar 2.27 Kelas I – Swenson


Sumber: Nallasway, D. Textbook of prosthodontics. New Delhi: Jaypee
brothers medical publisher; 2003

b. Kelas II: Bilateral free end.

Gambar 2.28 Kelas II – Swenson


Sumber: Nallasway, D. Textbook of prosthodontics. New Delhi: Jaypee
brothers medical publisher; 2003

c. Kelas III: Bounded sadle.

Gambar 2.29 Kelas III – Swenson


Sumber: Nallasway, D. Textbook of prosthodontics. New Delhi: Jaypee
brothers medical publisher; 2003

Universitas YARSI 17
d. Kelas IV: Anterior teeth supported.

Gambar 2.30 Kelas IV – Swenson


Sumber: Nallasway, D. Textbook of prosthodontics. New Delhi: Jaypee
brothers medical publisher; 2003

7. Klasifikasi Austin & Lidge (berdasarkan lokasi gigi yang hilang).


12

a. Kelas A: Kehilangan gigi anterior


 A1: Kehilangan anterior di satu sisi.

Gambar 2.31 Kelas A1 – Austin & Lidge


Sumber: Nallasway, D. Textbook of prosthodontics. New Delhi: Jaypee
brothers medical publisher; 2003

 A 2: kehilangan anterior di kedua sisi.

Gambar 2.32 Kelas A2 – Austin & Lidge


Sumber: Nallasway, D. Textbook of prosthodontics. New Delhi: Jaypee
brothers medical publisher; 2003

Universitas YARSI 18
b. Kelas P: Kehilangan gigi posterior
 P 1: Kehilangan posterior di satu sisi.

Gambar 2.33 Kelas P1 – Austin & Lidge


Sumber: Nallasway, D. Textbook of prosthodontics. New Delhi: Jaypee
brothers medical publisher; 2003

 P 2: Kehilangan posterior di kedua sisi.

Gambar 2.34 Kelas P2 – Austin & Lidge


Sumber: Nallasway, D. Textbook of prosthodontics. New Delhi: Jaypee
brothers medical publisher; 2003

c. Kelas AP: Kehilangan gigi anterior dan posterior


 AP1: Kehilangan anterior dan posterior di satu sisi.

Gambar 2.35 Kelas AP1 – Austin & Lidge


Sumber: Nallasway, D. Textbook of prosthodontics. New Delhi: Jaypee
brothers medical publisher; 2003

 AP2: Kehilangan anterior dan posterior di kedua sisi.

Universitas YARSI 19
Gambar 2.36 Kelas AP2 – Austin & Lidge
Sumber: Nallasway, D. Textbook of prosthodontics. New Delhi: Jaypee
brothers medical publisher; 2003

A. Indikasi dan Kontraindikasi.13


a) Indikasi gigi tiruan sebagian lepasan adalah :
 Hilangnya satu atau lebih sebagian gigi.
 Gigi yang tertinggal dalam keadaan baik dan memenuhi syarat
sebagai gigi peyangga
 Keadaan processus alveolaris masih baik.
 Kesehatan umum dan kebersihan mulut pasien baik.
 Pasien mau dibuatkan gigi tiruan sebagian lepasan.
 Bila tidak memenuhi syarat untuk suatu gigi tiruan cekat
 Usia :Usia pasien masih muda, ruang pulpa masih besar, panjang
mahkota klinis masih kurang. Pasien usia lanjut dengan kesehatan
umum yang buruk, karena perawatannya memerlukan waktu yang
lama.
 Panjang daerah edentulous tidak memenuhi syarat Hukum Ante.
 Kehilangan ruang yang banyak pada daerah edentulous
 Tidak ada abutment gigi posterior pada ruang edentulous (free end
saddle).
 Bila dukungan sisa gigi asli kurang sehat.
 Bila dibutuhkan stabilisasi dari lengkung yang berseberangan.
 Bila membutuhkan estetik yang lebih baik
 Bila dibutuhkan gigi segera setelah dicabut

Universitas YARSI 20
b) Kontraindikasi gigi tiruan sebagian lepasan adalah:
 Penderita yang tidak kooperatif, sifat tidak menghargai perawatan
gigi tiruan.
 Umur lanjut, mempertimbangkan sifat dan kondisi penderita
sebaiknya dibuatkan GTC
 Penyakit sistemik (epilepsy, DM tidak terkontrol), serta OH jelek

Universitas YARSI 21
BAB II

Pemeriksaan, Diagnosis dan Rencana Perawatan Gigi Tiruan Sebagian Lepasan

Diagnosis dan rencana perawatan merupakan parameter paling penting berkaitan


dengan keberhasilan penatalaksanaan pasien. Diagnosis dan rencana perawatan
yang tidak adekuat adalah alasan utama kegagalan gigi tiruan lengkap.
Faktor-faktor berikut ini harus dievaluasi untuk mencapai diagnosis dan rencana
perawatan yang tepat.14
3. 1 Pemeriksaan dan diagnosis.14
Data diagnostik penting yang diperoleh dari wawancara pasien, pemeriksaan mulut
definitif, konsultasi dengan spesialis medis dan gigi, radiografi, diagnostic cast yang
dipasang dan disurvei harus dievaluasi dengan hati-hati selama rencana perawatan.
 Evaluasi pasien.14
Evaluasi pasien adalah langkah pertama yang harus dilakukan untuk mendapat
gambaran yang jelas terkait dengan jenis pengobatan yang penting untuk pasien.
Dokter gigi harus mulai mengevaluasi pasien segera setelah masuk klinik.
 Cara berjalan
Dokter gigi harus memperhatikan cara berjalan pasien saat memasuki
klinik. Orang dengan gangguan neuromuskular menunjukkan cara jalan
yang berbeda. Pasien dengan gangguan neuromuskular nantinya akan
mengalami kesulitan dalam beradaptasi dengan gigi tiruan.
 Usia pasien
Dekade usia pasien saat itu merupakan hal penting untuk memprediksi
hasil perawatan. Misalnya pasien yang berada di dekade keempat kehidupan
(usia 40 tahun) akan memiliki kemampuan penyembuhan yang baik,
sementara pasien di atas usia 60 tahun memiliki kesulitan untuk sembuh.
 Jenis kelamin
Pasien laki-laki umumnya adalah orang sibuk yang cederung tidak
mengacuhkan perawatan. Mereka hanya peduli tentang kenyamanan. Di sisi
lain, pasien wanita lebih kritis soal estetika dan wanita biasanya memberi
aturan yang berlebihan pada dokter gigi dalam rencana perawatan.
 Warna kulit dan personality

Universitas YARSI 22
Mengevaluasi warna kulit membantu untuk menentukan warna gigi.
Pada eksekutif memerlukan gigi yang lebih kecil.
Indeks cosmetic
Pada dasarnya berbicara tentang harapan estetika pasien. Berdasarkan
indeks kosmetik, pasien dapat diklasifikasikan menjadi:
 Kelas I: Indeks kosmetik tinggi. Mereka lebih peduli tentang
perawatan dan bertanya-tanya apakah harapan mereka dapat
terpenuhi.
 Kelas II: Pasien kosmetik sedang. Mereka adalah pasien dengan
harapan nominal.
 Kelas III: Indeks kosmetik rendah. Pasien-pasien ini tidak peduli
tentang perawatan dan estetika. Sehingga sangat sulit bagi dokter gigi
untuk mengetahui apakah pasien puas atau tidak dengan pengobatan.
 Sikap mental pasien
De Van menyatakan, "temui pikiran pasien sebelum bertemu mulut
pasien". Sikap dan pendapat pasien dapat memengaruhi hasil pengobatan.
Seorang dokter harus mengevaluasi warna rambut, tinggi badan, berat
badan, gaya berjalan, perilaku, status sosial ekonomi pasien, dll tepat dari
saat pasien masuk ke klinik. Dengan percakapan singkat akan
mengungkapkan sikap mentalnya. Sebenarnya evaluasi pasien dilakukan
bersama dengan anamnesis, tetapi biasanya dimulai sebelum anamnesis.
Berdasarkan sikap mental mereka, pasien dapat dikelompokkan dalam
dua klasifikasi. Dr. MM House mengusulkan pertama kali pada tahun 1950
dan klasifikasi House digunakan secara luas.
Seiring dengan menganalisa sikap mental pasien, dokter gigi harus
mengumpulkan informasi mengenai kebiasaan, makanan, riwayat gigi
sebelumnya, karakteristik fisik serta hal lain dari pasien. Harapan dan
ekspektasi pasien harus dipertimbangkan untuk mencapai kepuasan pasien.
Klasifikasi House
Dr. .MM House pada tahun 1950 telah mengklasifikasikan psikologi
pasien menjadi empat jenis:14
 Kelas I: Filosofis

Universitas YARSI 23
a. Pasien yang telah ada sebelum ekstraksi gigi, tidak memiliki
pengalaman dalam memakai gigi tiruan, dan tidak merasakan
kesulitan khusus apapun dalam hal itu.
b. Pasien yang telah menggunakan gigi tiruan yang memuaskan,
pasien dengan kesehatan yang baik, tipe pasien yang tenang,
dan membutuhkan layanan gigi tiruan lebih lanjut.
Umumnya pasien kelas I ini merupakan pasien yang menyenangkan,
kongenital, secara mental menyesuaikan diri dengan baik, kooperatif
dan yakin pada dokter gigi. Pasien-pasien ini memiliki prognosis yang
sangat baik.
 Kelas II: Exacting/rewel
a. Pasien yang sakit, sangat serius memerhatikan tampilan dan
efisiensi gigi tiruan. Pasien ini enggan menerima saran dari
dokter dan dokter gigi, serta tidak mau patuh untuk melepas
gigi tiruan mereka.
b. Pasien pemakai gigi tiruan yang penampilan dan kegunaannya
tidak memuaskan, serta pasien yang meragukan kemampuan
dokter gigi untuk memberikan perawatan yang memuaskan,
dan mereka yang menuntut jaminan tertulis atau mengharapkan
dokter gigi agar membuat berulang kali untuk menyenangkan
dirinya.
Pasien kelas II ini adalah pasien yang teliti, kecerdasan di atas rata-
rata, sangat memerhatikan pakaian dan penampilan mereka, biasanya
tidak puas dengan perawatan mereka sebelumnya, tidak memiliki
keyakinan pada dokter gigi. Oleh karena itu akan sangat sulit untuk
memuaskan mereka. Tapi sekali mereka puas, mereka akan menjadi
pendukung terbesar si dokter gigi.

 Kelas III: Histeris


a. Pasien dengan kesehatan yang buruk dan dengan kondisi mulut
patologis yang lama diabaikan, serta berpikiran bahwa mereka
tidak pernah bisa memakai gigi tiruan. Emosi mereka tidak
stabil dan cenderung mengeluh tanpa alasan.

Universitas YARSI 24
b. Pasien yang telah berusaha untuk menggunakan gigi tiruan
tetapi gagal. Mereka benar-benar putus asa. Pasien ini histeris,
gugup, temperamen yang sangat rewel dan akan menuntut
efisiensi dan tampilan gigi tiruan yang sempurna dan dengan
gigi asli. Perawatan akan sulit berhasil kecuali jika sikap mental
pasien ini diubah.
Pasien-pasien ini tidak menginginkan perawatan apapun. Mereka
datang karena paksaan kerabat dan teman-temannya. Mereka
memiliki sikap yang sangat negatif terhadap dokter gigi dan
perawatan. Mereka memiliki harapan yang tidak realistis dan ingin
gigi tiruan bahkan lebih baik daripada gigi asli mereka. Mereka
merupakan pasien yang paling sulit untuk di atur. Mereka
menunjukkan prognosis yang buruk.
 Kelas IV: Indifferent/Acuh tak acuh
Pasien yang tidak peduli dengan penampilan mereka dan merasa
sangat sedikit atau bahkan tidak perlunya gigi untuk fungsi
pengunyahan. Karena itu mereka tidak kooperatif dan tidak akan
mencoba untuk terbiasa dengan gigi tiruan. Mereka tidak akan
merawat gigi tiruan dengan benar dan tidak menghargai usaha serta
keterampilan dokter gigi.

Klasifikasi II
Sikap mental pasien juga dapat diklasifikasikan dalam kategori berikut:14
 Kooperatif
Pasien-pasien ini merupakan kelompok yang optimal. Mereka
mungkin menyadari atau mungkin juga tidak menyadari kebutuhan
akan gigi tiruan, tetapi mereka berpikiran terbuka dan menyetujui
saran-saran dokter gigi. Prosedur dapat dijelaskan dengan usaha yang
sangat sedikit dan mereka akan sangat kooperatif.
 Gelisah
Meskipun pasien ini menyadari perlunya gigi tiruan, mereka memiliki
beberapa masalah irasional yang tidak dapat diatasi dengan penjelasan
biasa. Pendekatan untuk semua pasien tipe ini yaitu berbicara dengan

Universitas YARSI 25
mereka dan membuat mereka mengatakan pemikiran mereka tentang
gigi tiruan. Pasien yang gelisah dibagi menjadi beberapa tipe:
a. Cemas. Pasien-pasien ini cemas dan kesal karena ragu terhadap
pemakaian gigi tiruan. Mereka sering menempatkan diri
mereka ke dalam keadaan neurotik. Dalam kasus ekstrim dan
langka mereka mungkin adalah seorang psikotik.
b. Ketakutan. Beberapa pasien takut dengan perkembangan
kanker; atau memiliki ketakutan lain bahwa mereka tidak dapat
menggunakan gigi tiruan; yang lain takut bahwa gigi tidak akan
terlihat dengan baik. Pada kasus ekstrim pasien ini harus
dirujuk ke psikiater.
c. Obsesif atau exacting/rewel. Orang-orang ini secara alami
bersifat menuntut dan terbiasa mengarahkan orang lain. Mereka
menyatakan keinginan mereka dan cenderung untuk
memberitahu dokter gigi bagaimana prosedurnya. Jenis pasien
ini harus ditangani dengan tegas. Mereka harus diberitahu
dengan bijaksana sejak awal bahwa mereka tidak diizinkan
untuk mengarahkan pembuatan gigi tiruan.
d. Pengeluh kronis. Mereka adalah sekelompok orang yang
terbiasa mencari kesalahan dan tidak puas. Menghargai kerja
sama mereka dan menggabungkan banyak ide-ide sebisa
mungkin terhadap pembuatan gigi tiruan yang baik adalah cara
terbaik untuk menangani mereka. Pahami pasien tersebut
sebelum memulai pekerjaan. Dengan cara ini membuat mereka
berbagi tanggung jawab pada hasilnya.
e. Self-conscious/Sadar diri. Ketakutan di sini berpusat terutama
pada penampilan. Bijaksana untuk memberikan jaminan yang
jelas kepada pasien yang sadar diri dan mengajak pasien
berpartisipasi dalam rekonstruksi sejauh mungkin dalam
rangka membangun tanggung jawab pada hasilnya.
f. Tidak kooperatif. Pasien-pasien biasanya datang setelah
didesak oleh kerabat atau teman-temannya. Mereka tidak
merasa membutuhkan gigi tiruan, padahal sebenarnya ada
kebutuhan. Sikap umum mereka negatif. Potensi mereka dalam

Universitas YARSI 26
menggunakan gigi tiruan sangat sulit dan menguji batas
kesabaran dokter gigi. Dalam banyak kasus, upaya untuk
membuat gigi tiruan untuk orang-orang ini adalah pekerjaan
yang hanya membuang waktu.
 Anamnesis pasien/riwayat klinis pasien.14
Anamnesis merupakan prosedur pengumpulan data/rincian pasien yang
sistematis untuk melakukan rencana perawatan yang tepat. Data pribadi dan medis
dikumpulkan untuk mengetahui dan mengatasi penyakit umum dan menentukan
perawatan terbaik untuk pasien tersebut.
 Nama
 Usia
 Jenis kelamin
 Pekerjaan
 Ras
 Lokasi
 Agama dan komunitas
 Riwayat Medis
 Penyakit/kelainan debilitasi (kelemahan)
Pasien gigi tiruan lengkap yang kebanyakan adalah para geriatri
biasanya menderita kelainan debilitasi seperti diabetes, diskrasia
darah dan tuberkulosis. Pasien-pasien ini memerlukan instruksi
khusus pada perawatan gigi tiruan atau jaringan. Mereka juga
membutuhkan follow-up khusus untuk mengamati respon dari
jaringan lunak terhadap gigi tiruan.
Pasien diabetes menunjukkan tingkat resorpsi tulang yang berlebih,
maka gigi tiruan akan sering memerlukan relining.
 Kelainan sendi
Penyakit yang paling umum dari sendi di usia tua adalah
osteoarthritis. Pasien gigi tiruan lengkap dengan osteoarthritis yang
mempengaruhi sendi jari mungkin akan merasa sulit untuk memasang
dan membersihkan gigi tiruan.
Jika osteoarthritis memengaruhi TMJ, osteoarthritis akan berperan
penting dalam pembuatan gigi tiruan lengkap. Dengan adanya

Universitas YARSI 27
keterbatasan pasien membuka mulut dan rasa sakit yang dirasakan
saat menggerakan rahang, maka perlu digunakan sendok cetak
khusus. Mungkin penentuan relasi rahang juga perlu diulang dan
membuat penyesuaian oklusal pasca insersi diakibatkan perubahan
pada sendi.
 Penyakit kardiovaskular
Pasien dengan penyakit kardiovaskular dianjurkan untuk
berkonsultasi pada spesialis jantung pasien sebelum perawatan
dimulai. Pasien jantung akan membutuhkan kunjungan yang lebih
singkat.
 Penyakit kulit
Penyakit kulit seperti Pemphigus memiliki manifestasi oral yang
bervariasi mulai dari ulser hingga bulla. Kondisi menyakitkan seperti
itu membuat gigi tiruan tidak mungkin digunakan tanpa perawatan
medis. Menggunakan protesa terus-menerus akan mengecilkan hati
pasien ini.
 Gangguan neurologis
Penyakit seperti Bell’s palsy dan penyakit Parkinson dapat
mempengaruhi retensi gigi tiruan dan catatan relasi rahang. Pasien
harus memahami kesulitan pada pembuatan dan penggunaan gigi
tiruan.
 Keganasan pada rongga mulut
Beberapa pasien gigi tiruan dengan keganasan mulut akan
memerlukan terapi radiasi sebelum perawatan prostetik. Waiting
period ini berada diantara akhir terapi radiasi dan awal konstruksi gigi
tiruan. Hanya spesialis radioterapi yang bias menentukan periode
tunggu ini. Jaringan yang akan berubah warna menjadi merah tua
(bronze) dan hilangnya ketonusan jaringan tidak cocok sebagai
pendukung gigi tiruan. Setelah gigi tiruan dibuat, jaringan harus
sering diperiksa untuk kemungkinan radionekrosis.
 Kondisi klimakterik/penting/berbahaya
Kondisi klimakterik seperti menopause dapat menyebabkan
perubahan kelenjar, osteoporosis dan perubahan kejiwaan pada

Universitas YARSI 28
pasien. Kondisi ni dapat mempengaruhi rencana perawatan dan
efisiensi gigi tiruan lengkap.
 Riwayat gigi pasien
Meskipun bagian lain pada riwayat itu penting, riwayat gigi merupakan
hal yang paling penting dari semuanya.14
Keluhan utama
 Harapan (expectation)
 Periode edentulousness
Data ini memberikan informasi tentang jumlah dan pola resorpsi
tulang. Penyebab hilangnya gigi harus ditanyakan (karies,
periodontitis, dll).
 Catatan pra-perawatan
Catatan pra-perawatan adalah informasi yang sangat berharga.
Catatan pra-perawatan termasuk informasi mengenai gigi tiruan
sebelumnya, gigi tiruan saat ini, catatan pra-ekstraksi dan model
diagnostik.
a. Gigi tiruan sebelumnya
Merupakan gigi tiruan lama yang dipakai sebelum gigi tiruan
yang sedang dipakai sekarang. Alasan kegagalan protesa harus
ditanyakan pada pasien. Pasien yang terus mengganti gigi
tiruannya dalam periode waktu yang singkat mencirikan bahwa
pasien tersebut sulit untuk puas menerima gigi tiruan.
b. Gigi tiruan sekarang
Merupakan gigi tiruan yang dipakai oleh pasien saat ini. Gigi
tiruan ini harus diperiksa secara keseluruhan. Alasan kenapa
pasien menginginkan gigi tiruannya diganti harus dievaluasi.
Gigi tiruan ini memberikan informasi bagi dokter gigi
mengenai pengalaman memakai gigi tiruan, perawatan
terhadap gigi tiruan, pengetahuan dental dan kebiasaan
parafungsional pasien.
Faktor yang harus dicatat pada protesa yang sekarang dipakai:
 Periode/lamanya pasien menggunakan gigi tiruan tersebut.
Jumlah resorbsi ridge harus diperiksa untuk menentukan

Universitas YARSI 29
jumlah resorbsi ridge yang diperkirakan setelah
pemasangan protesa baru.
 Warna, cetakan/acuan, dan bahan yang digunakan untuk
gigi anterior dan posterior.
 Oklusi sentrik dan profil pasien saat relasi sentrik. (oklusi
sentrik adalah posisi kontak tengah permukaan oklusal
dari gigi-geligi mandibula terhadap permukaan oklusal
gigi maksila). Harus ditandai sebagai acceptable atau
unaccaptable.
 Dimensi vertikal oklusi. Harus ditandai sebagai
acceptable atau unacceptable.
 Bidang orientasi dari bidang oklusal. Bidang orientasi
yang tidak tepat akan menyebabkan pengaturan gigi
berada pada garis senyum yang terbalik. (Gb 1.1).

Gambar 3.1 (a) garis senyum


normal (b) garis senyum
berlawanan (Nallaswamy) 2003).
 Permukaan jaringan dan permukaan yang dipoles atau
kameo dari palatum harus diperiksa. Adanya rugae harus
dicatat.
 Pola bicara pasien harus dicatat adanya suara sengau dari
katup hidung.
 Perluasan posterior gigi tiruan maksila harus dicatat.
 Posterior palatal seal harus dinilai. Ditandai dengan
acceptable atau unacceptable.
 Pelapis dan adaptasi basal seat harus dicatat. Ditandai
sebagai acceptable atau unacceptable.
 Midline gigi tiruan harus diperiksa. Setidaknya gigi tiruan
maksila harus sama dengan midline fasial. Jika terdapat
deviasi, jarak harus dicatat. Ditandai dengan acceptable

Universitas YARSI 30
(deviasi kurang dari 2mm) atau unacceptable (deviasi
lebih dari 2 mm).

Gambar 3.2

 Besarnya jarak vestibulum bukal harus dinilai. Ditandai


dengan acceptable atau unacceptable.
 Adanya gigitan silang harus diperiksa. Dicatat sebagai
tidak ada, unilateral dan bilateral.
 Karakteristik staining yang disengaja pada gigi tiruan
untuk kepentingan estetik harus dicatat.
 Kenyamanan pasien harus di enquired. Ditandai sebagai
acceptable atau unacceptable.
 Perawatan gigi tiruan harus dievaluasi. Diklasifikasikan
sebagai: baik, sedang, dan buruk.
 Keausan atau kerusakan. Mengindikasikan bruksism.
Keausan gigi tiruan diklasifikasikan sebagai: minimal,
sedang dan berat.
 Retensi dan stabilitas gigi tiruan harus dinilai.
 Perlekatan dan komponen lain pada pasien overdenture
harus dinilai.
c. Catatan pra-ekstraksi
Meliputi radiografi, fotografi, cor model diagnostic, dll.
Semuanya dapat digunakan untuk menciptakan estetika
anterior, dan dapat juga digunakan sebagai memandu relasi
rahang.
d. Model diagnostik (diagnostic casts)
Kadang-kadang, pemeriksaan intraoral mungkin tidak akurat
karena pasien terus menggerakkan rahangnya dan merubah

Universitas YARSI 31
hubungan ridge. Dalam beberapa kasus penting untuk
mempreparasi model diagnostik dan memasangkan model
tersebut ke artikulator dalam relasi rahang tentatif. Dengan
dipasangkan pada artikulator, klinisi dapat memeriksa jarak
antar ridge, bentuk ridge dan ketajaman ridge.
e. Kesuksesan/keberhasilan gigi tiruan
Pasien harus ditanyakan mengenai estetika dan fungsi gigi
tiruan yang telah ada. Berdasarkan komentar pasien,
kesuksesan gigi tiruan harus diklasifikasikan sebagai
favourable dan unfavourable.
 Pemeriksaan Klinis Pasien.14
Pemeriksaan ekstraoral:
Pemeriksaan wajah
Pemeriksaan wajah meliputi evaluasi tampilan wajah, bentuk wajah,
profil wajah dan tinggi wajah bagian bawah.
 Tampilan wajah (tampilan perioral)
a. Panjang bibir.
b. Ketebalan bibir.
c. Dukungan bibir.
d. Filtrum.
e. Nasolabial fold.
f. Sulkus mentolabial atau groove labiomental.
g. Komisura dan modiolus labial.
h. Lebar vermillion border, yang memengaruhi derajat tooth
display.
i. Ukuran buka mulut. Ukuran ini juga memengaruhi derajat tooth
display.
j. Tekstur kulit: (kasar atau lembut dan warna terang). Kulit
dengan tekstur kasar dipasangkan gigi yang kasar. Keriput di
pipi menunjukkan dimensi vertikal yang berkurang. Semua
faktor yang disebutkan diatas berguna untuk menentukan
warna, bentuk dan pengaturan gigi

Universitas YARSI 32
Gambar 3.3

 Bentuk wajah
House dan Loop, Frush dan Fisher dan Williams mengklasifikasikan
bentuk wajah berdasarkan pada outline wajah, yaitu persegi, tapering,
square tapering dan ovoid. Penilaian bentuk wajah membantu
pemilihan gigi (Gb 3.4 sampai 3.7).

Gambar 3.4 Bentuk wajah persegi. 3.5 Bentuk wajah


tapering/melancip.

Gambar 3.6 Bentuk wajah square tapering. 3.7 Bentuk


wajah oval.
(Nallaswamy 2003).

 Profil wajah
Penilaian profil wajah sangat penting karena profil wajah menentukan
relasi rahang dan oklusi. Angle mengklasifikasikan profil wajah

Universitas YARSI 33
sebagai berikut:
a. Kelas I: Profil normal atau lurus (Gb. 3.8).
b. Kelas II: Profil Retrognati (Gb. 3.9).
c. Kelas III: Profil Prognati (Gb. 3.10).

Gambar 3.8 Profil lurus. 3.9 Profil retrognati. 3.10


Profil prognati.

 Tinggi wajah bagian bawah


Penentuan tinggi wajah bawah penting untuk menentukan relasi
rahang vertikal. Untuk pasien yang telah menggunakan gigi tiruan
lengkap, tinggi wajah bawah dinilai saat oklusi. Jika wajah tampak
kolaps (turun), mengindikasikan hilangnya dimensi vertikal (DV).
Penurunan DV menghasilkan keriput disekitar mulut. DV yang terlalu
tinggu akan menyebabkan jaringan wajah tampak tertarik (Gb. 3.11
sampai 3.13).

Universitas YARSI 34
Gambar 3.11 Tinggi wajah bawah normal. 3.12 Penurunan tinggi
wajah bawah. 3.13 Peningkatan tinggi wajah bawah.

 Sifat ketonusan otot


Ketonusan otot dapat memengaruhi stabilitas gigi tiruan. Hous
mengklasifikasikan ketonusan otot sebagai berikut:
 Kelas I
Tekanan, tonus dan tampat otot mastikasi dan otot ekspresi wajah
normal. Tidak ada degenerasi. Biasanya terdapat pada pasien gigi
tiruan langsung karena semua pasien lain umumnya menunjukkan
degenerasi.
 Kelas II
Fungsi otot normal tetapi tonus otot sedikit menurun.
 Kelas III
Penurunan ketonusan dan fungsi otot. Biasanya disertai dengan ill-
fitting dentures, penurunan dimensi vertikal, penurunan gaya gigit,
keriput pada pipi dan komisura yang terluka.
 Perkembangan Otot
Orang dengan perkembangan otot yang berlebihan memiliki gaya gigi
yang lebih. House mengklasifikasikan perkembangan otot menjadi:
 Kelas I: Berat.

Universitas YARSI 35
 Kelas II: Sedang.
 Kelas III: Ringan.
 Kompleksi
Warna mata, rambut, kulit dapat dijadikan panduan untuk pemilihan
gigi-geligi tiruan. Warna kulit yang pucat adalah mengindikasikan anemia
dan membutuhkan perawatan.
 Pemeriksaan bibir
 Dukungan bibir. Berdasarkan besarnya dukungan bibir dapat
diklasifikasikan menjadi dukungan bibir yang adekuat atau tidak
adekuat.
 Mobilitas atau pergerakan bibir. Berdasarkan pada mobilitasnya, bibir
diklasifikasikan menjadi normal (kelas I), mobilitas yang berkurang
(kelas 2) dan paralisis (kelas 3).
 Ketebalan bibir. Bibir tebal membutuhkan dukungan yang lebih
sedikit dari gigi-geligi tiruan dan flange labial. Jadi, operator bebas
menempatkan gigi sesuai keinginannya. Di sisi lain, bibir tipis sangat
bergantung pada posisi labio-lingual gigi yang tepat, untuk kepenuhan
dan dukungannya.
 Panjang bibir. Panjang bibir merupakan faktor penting dalam
pemilihan gigi anterior. Bibir yang pendek akan cenderung reveal
lebih struktur gigi dan juga basis gigi tiruan. Berdasarkan panjangnya,
bibir diklasifikasikan menjadi bibir panjang, normal atau sedang dan
pendek.
 Kesehatan bibir. Bibir diperiksa apakah ada fisura, crack atau ulserasi
pada sudut mulut. Jika ada mengindikasikan defisiensi vitamin B,
kandidiasis, atau overclosure mulut berkepanjangan diakibatkan
penurunan DV.
 Pemeriksaan TMJ
TMJ memainkan peran utama dalam pembuatan GTL. Yang harus
diperiksa dari sendi adalah rentang pergerakan sendi, nyeri pada sendi, otot
mastikasi, bunyi sendi selama gerak membuka dan menutup. Nyeri hebat
pada TMJ mengindikasikan peningkatan atau penurunan DV.
 Pemeriksaan Neuromuskular

Universitas YARSI 36
Pemeriksaan neuro-muskular meliputi penilaian bicara dan koordinasi
otot:
 Berbicara
a. Tipe 1: Normal.
Pasien dengan artikulasi bicara dengan baik dan jelas dengan
gigi tiruan yang telah ada dapat dengan mudah berakomodasi
dengan gigi tiruan baru.
b. Tipe 2: Terpengaruh/affected.
Pasien dengan kegagalan artikulasi atau koordinasi
berbicara dengan gigi tiruan telah ada sekarang
membutuhkan perhatian khusus selama penyusunan gigi
anterior (penempatan/pengaturan).
Pasien dengan perubahan bicara akibat desain gigi tiruan
yang buruk membutuhkan lebih banyak waktu untuk
beradaptasi untuk artikulasi bicara yang benar pada gigi
tiruan yang baru. Pasien ini juga termasuk tipe 2 (affected
speech).

 Koordinasi neuromuskular
Pasien diobservasi dari saat pasien masuk ke klinik. Cara berjalan
pasien, koordinasi gerak, kemudahan dalam bergerak dan saat pasien
diam merupakan poin penting untuk dipertimbangkan. Berbagai
deviasi dari normal akan mengindikasikan bahwa pasien terkena
penyakt neuromuskular seperti penyakit Parkinson, hemiplegia,
penyakit cerebellar atau bahkan penggunaan obat psikotropik.
Kondisi ini juga bermanifestasi pada wajah mereka. Gerak wajah juga
dicatat sebanyak gerak bodily. Gerak wajah abnormal seperti lip
smacking, tremor lidah, gerak mengunyah yang tidak terkontrol dapat
memengaruhi performa gigi tiruan lengkap dan juga menyebabkan
kegagalanan prostetik. Pasien dengan koordinasi neuromuskular baik
dapat dengan mudah belajar memanipulasi gigi tiruan. Koordinasi
gigi tiruan pasien dapat diklasifikasikan menjadi:
Kelas I yaitu baik. Kelas II adalah sedang. Kelas III adalah buruk.

Universitas YARSI 37
Pemeriksaan intraoral: 14
Evaluasi klinis gigi yang masih ada
Evaluasi gigi yang masih ada penting untuk keberhasilan gigi tiruan
sebagian. Gigi yang tersisa merupakan struktur pendukung untuk
kebanyakan gigi tiruan sebagian lepasan.
Evaluasi gigi yang masih ada berada pada tahap pemeriksaan klinis
local dalam diagnosis. Faktor berikut harus dievaluasi pada gigi asli yang
masih ada:
 Kesehatan periodontal
Tanda klinis kesehatan periodontal seperti inflamasi gingiva, bleeding
on probing, kerusakan periodontal, mobilitas gigi, dll, harus di
evaluasi (Gb. 3.14).

Gambar 3.14 Status periodontal dapat dievaluasi secara klinis


menggunakan probe periodontal.

Oral hygiene dievaluasi menggunakan indeks OH, inflamasi dan


perdarahan gingiva menggunakan indeks gingiva. Kerusakan
periodontal dan kegoyangan gigi dievaluasi menggunakan indeks
Russel. Mobilitas gigi dapat dinilai menggunakan instrumen seperti
forcemeter dan periodontometer. Indeks OH digunakan untuk menila
banyaknya debrir yang terakumulasi pada mahkota klinis,
berdasarkan indeks ini nantinya dapat diprediksi prognosis
prostodontik.
Kesehatan periodontal juga bias dinilai melalui foto radiografi.
Jumlah kehilangan tulang horizontal ataupun vertikal dinilai
menggunakan radiografi (Gb. 3.15). Tanda radiologi kerusakan
periodontal juga termasuk dalam indeks Russel.

Universitas YARSI 38
Gambar 3.15 (a) Kehilangan tulang vertikal. (b) Kehilangan tulang
horizontal (Nallaswamy 2003).

Setelah mengevaluasi kesehatan periodontal, klinisi harus


memutuskan apakah gigi dengan periodontal yang lemah
dipertahankan atau di ekstraksi. Berdasarkan hasil evaluasi ini, terapi
periodontal atau ekstraksi gigi dilakukan selama tahap pra-prostetikl
dari perawatan.
 Oklusi gigi yang ada (Gb 3.16 a-c)
Gigi yang ada harus diperiksa oklusinya. gigi harus memiliki
hubungan cusp to fossa. Kontak oklusal harus dikoreksi selama fase
preparasi mulut pre-prostetik.
beberapa gigi yang miring dan/atau keluar dari lengkung gigi tidak
pas untuk mendukung protesa. Gigi seperti itu dapat diekstrasi jika
menghasilkan interferensi yang parah bagi protesa atau dapat juga re-
aligned sehingga dapat digunakan untuk memberikan dukungan bagi
protesa.

Gambar 3.16. (a) Kunci molar idela oklusi dimana cusp mesiobukal
gigi M1 maksila bertemu dengan groove mesiobukal gigi M1
mandibula. (b) Gigi molar yang miring yang memberikan interferensi
oklusal harus di realigned atau dikurangi atau diestraksi.

Universitas YARSI 39
Gambar 3.16 (c) Bentuk tulang diakibatkan trauma oklusi).

Satu faktor lain yang harus diperiksa pada oklusi adalah trauma
oklusi. Trauma dikarenakan gaya oklusal yang berlebihan dicirikan
dengan adanya kontak prematur (titik tinggi), mobilitas gigi, bentuk
tulang yang buttressing, aspek gigi yang aus, dll.
 Status konservatif dan endodontik gigi yang ada
Gigi yang masih ada harus diperiksa untuk menyingkirkan adanya lesi
karies pit dan fissure, karies dalam, kerusakan gigi yang kasar dll.
Kedalaman lesi dan vitalitas pulpa harus dicek (Gb 3.17. 4).
Perawatan yang benar harus dilakukan selama tahap preparasi mulut
preprostetik.
Gigi harus diperiksa apakah ada retakan, sudut yang chipping dan
fraktur. jika pulpa tidak vital, terapi endodontik dilengkapi selama
tahap preparasi mulut pre-prostetik.
Sisa akar diekstraksi kecuali kalau diputuskan untuk dipreparasi pasak
dan inti. Pasak dan inti dapat didesain untuk menerima beban oklusal
dari gigi tiruan sebagian.
 Pemeriksaan radiologi gigi yang masih ada
Kehilangan tulang periodontal harus dievaluasi. Struktur tulang
basal pada denture bearing area harus dievaluasi. Adanya
kehilangan tulang periapikal dan keterlibatan furkasi harus dinilai.
Gigi impasi dan sisa akar harus di verivikasi.
 Mukosa
 Warna mukosa
Mukosa harusnya memiliki warna merah muda yang sehat. Bila
kemerakan mengindikasikan perubahan inflamasi. Hal ini mungkin
diakibatkan oleh ill-fitting denture, merokok, infeksi atau penyakit
sistemik. Jaringan yang inflamasi menghasilkan hasil catatan yang

Universitas YARSI 40
salah saat mencetak. Perubahan warna lain seperti bercak putih harus
dicatat, karena mungkin mengindikasikan area keratosis friksional.
 Kondisi mukosa
House mengklasifikasi kondisi mukosa menjadi:
a. Kelas I: mukosa sehat.
b. Kelas II: mukosa iritasi.
c. Kelas III: mukosa patologis.
 Ketebalan mukosa
Kualitas mukoperiosteum mungkin bervariasi pada bagian lengkung
yang berbeda. Variasi ketebalan mukosa menimbulkan kesulitan yang
cukup besar untuk menyamakan tekanan dibawah gigi tiruan dan
menghindari nyeri/sakit. House mengklasifikasikan ketebalan
mukosa yaitu:
a. Kelas I: densitas lapisan jaringan mukosa yang normal (tebal
rata-rata 1 mm). Membran kuat tetapi tidak tegang dan
membentuk bantalan dudukan yang ideal bagi dudukan gigi
tiruan (Gb. 1.17).

Gambar 3.17 Ketebalan mukosa kelas I

b. Kelas II: (Gb 3.18). Dapat dibagi menjadi 2 tipe:


 Jaringan lunak memiliki membran tipis dan sangat rentan
terhadap iritasi dibawah tekanan.
 Jaringan lunak memiliki membran mukosa dengan tebal
dua kali lipat dari ketebalan normal.

Universitas YARSI 41
Gambar 3.18 Mukosa kelas II. Dengan ketebalan dua kali lipat

c. Kelas III: Jaringan lunak memiliki membran dengan ketebalan


yang berlebihan, terisi dengan jaringan yang berlebihan.
Mukosa ini membutuhkan perawatan jaringan (Gb. 3.19).

Gambar 3.19 Kelas III, mukosa dengan tebal yang berlebihan


dimana membutuhkan perawatan bedah.

 Saliva
Semua orifis kelenjar saliva mayor harus diperiksa. Viskositas saliva
harus ditentukan. Saliva diklasifikasikan menjadi:
a. Kelas I: Kualitas dan kuantitas saliva normal. Sifat kohesif dan
adesif ideal.
b. Kelas II: saliva berlebihan. Mengandung banyak mukus.
c. Kelas III: xerostomia. Saliva yang tersisa berupa mucinous.
Saliva yang kental dan tebal mengubah dudukan gigi tiruan karena
kemungkinannya berakumulasi diantara jaringan dan gigi tiruan.
Saliva serosa tipis tidak menghasilkan efek seperti itu.
Pasien xerostomia menyebabkan retensi gigi tiruan buruk dan iritasi
jaringan yang luas, sementara saliva berlebihan merepotkan prosedur
klinis.
 Residual alveolar ridge (alveolar ridge yang tersisa)
a. Ukuran lengkung
Lengkung harus diobservasi untuk dua alasan utama yaitu:
 Denture bearing area meningkat jika ukuran lengkung
lebih besar, dan berarti meningkatkan retensi.
 Diskrepansi antara ukuran lengkung maksila dan
mandibula dapat menyababkan kesulitan penyusunan gigi-

Universitas YARSI 42
geligi anasir dan mengurangi stabilitas denture resting
pada satu lengkung yang lebih kecil.
Klasifikasi ukuran lengkung:
 Kelas I: Besar (retensi dan stabilitas ideal) (Gb. 3.20).

Gambar 3.20 Lengkung


besar.

 Kelas II: Sedang (retensi dan stabilitas baik) (Gb. 1.21).

Gambar 3.21 Lengkung


sedang .

 Kelas III: Kecil (sulit untuk mendapatkan retensi dan


stabilitas yang baik) (Gb. 3.22)

Gambar 3.22 Lengkung kecil.

b. Bentuk lengkung
Bentuk lengkung berperan dalam mendukung gigi tiruan dan
pemilihan gigi. Bentuk lengkung diantaranya square, ovoid dan

Universitas YARSI 43
tapered. Diskrepansi antara bentuk lengkung maksila dan
mandibula dapat menciptakan masalah selama pengaturan gigi.
House menklasifikasi bentuk lengkung sebagai:
 Kelas I: Kotak (Gb. 3.23)

Gambar 3.23 Bentuk


lengkung kotak
(Nallaswamy 2003).

 Kelas II: Tapering atau meruncing (Gb. 3.24)

Gambar 3.24
Bentuk lengkung
tapering
(Nallaswamy 2003).

 Kelas III: Oval (Gb. 3.25).

Gambar 3.25 Bentuk


lengkung oval.

c. Kontur ridge

Universitas YARSI 44
Ridges harus diinspeksi dan dipalpasi. Ridge harus teraba
untuk spikula tulang yang menghasilkan nyeri saat
dipalpasi. Ridges dapat diklasifikasikan berdasarkan
kontur sebagai berikut:
 Ridge tinggi dengan puncak datar dan sisi paralel
(paling ideal) (Gb. 3.26)

Gambar 3.26 Ridge


yang tinggi

 Ridge datar (Gb. 3.27).

Gambar 3.27 Ridge yang


rata.

Universitas YARSI 45
 Ridge Knife-edged (Gb. 3.28).

Gambar 3.28 Ridge yang


bertepi tajam

Terdapat klasifikasi lain untuk kontur ridge. Ridge pada


maksila dan mandibula diklasifikasikan secara terpisah.
Klasifikasi kontur ridge rahang atas:
 Kelas I: Kotak hingga sedikit membulat.
 Kelas II: Runcing atau membentuk V.
 Kelas III: Datar.
Klasifikasi bentuk kontur mandibula:
 Kelas I: Seperti bentuk U terbalik (Dinding parallel,
lingir sedang hingga tinggi dengan broad ridge crest)
(Gb. 1.29)

Gambar 3.29 Kontur ridge


yang persegi membulat

Universitas YARSI 46
 Kelas II: Seperti bentuk U terbalik (pendek dengan puncak
datar) (Gb. 3.30).

Gambar 3.30 Kontur


ridge berbentuk inverted
U.

 Kelas III: Tidak menguntungkan.


Inverted ‘W’ (Gb. 3.31).

Gambar 3.31 Kontur


ridge berbentuk inverted
W.

Inverted ‘V’ pendek (Gb. 3.32).

Gambar 3.32 Kontur ridge


berbentuk inverted V yang
pendek.

Universitas YARSI 47
Inverted ‘V’ tinggi dan tipis (Gb. 3.33).

Gambar 3.33 Kontur ridge


berbentuk inverted

Undercut (hasil dari adanya labioversi atau lingoversi


pada gigi) (Gb. 3.34).

Gambar 3.34 Kontur


ridge undercut

d. Hubungan/relasi ridge
Relasi ridge adalah hubungan posisional dari ridge mandibula
ke ridge maksila. Selama memeriksa hubungan ridge, pola
resorpsi lengkung maksila dan mandibula harus diingat
(maksila resorpsi ke atas dan ke dalam saat mandibula resorpsi
ke bawah dan ke luar). Relasi ridge mengacu pada hubungan
posterior anterior antara ridge.
Angle menklasifikasikan hubungan ridge menjadi:
 Kelas I: Normal (Gb 3.35).

Universitas YARSI 48
Gambar 3.35 Relasi
ridge normal

 Kelas II: Retrognati (Gb. 3.36).

Gambar 3.36 Relasi


ridge retrognati

 Kelas III: Prognati (Gb. 3.37).

Gambar 3.37 Relasi


ridge prognati

e. Kesejajaran ridge
Kesejajaran ridge mengacu pada paralelisme relatif antara
bidang dari ridge. Ridge dapat paralel atau non-paralel.
Pengaturan gigi mudah dalam ridge yang sejajar
Kesejajaran ridge dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
 Kelas I: Kedua ridge yang sejajar dengan bidang
oklusal (Gb. 3.38).

Gambar 3.38 Ridge


parallel yang normal

Universitas YARSI 49
 Kelas II: Ridge mandibula ridge membelok dari
bidang oklusal anterior (Gb. 3.39).

Gambar 3.39 Deviasi


anterior pada mandibula

 Kelas III: Ridge maksila membelok dari bidang


oklusal secara abterior atau kedua ridge membelok
dari bidang oklusal secra anterior (Gb. 3.40).

Gambar 3.40
Deviasi anterior pada
maksila

f. Ruang antar rahang


Jumlah spasi antar lengkung harus diukur dan dicatat.
Peningkatan spasi antar lengkung akan terjadi karena sisa
ridge resorpsi berlebihan. Pasien-pasien ini akan
mengalami penurunan retensi dan stabilitas gigi tiruan
mereka.
Penurunan dalam spasi antar lengkung akan membuat
pengaturan gigi akan sulit. Namun, stabilitas gigi tiruan
meningkat pada pasien ini karena penurunan gaya tuas
yang bekerja pada gigi tiruan. Spasi antar lengkung dapat
diklasifikasikan sebagai berikut:
 Kelas I: Spasi antar lengkung yang deal untuk
mengakomodasi gigi tiruan (Gb. 3.41)

Universitas YARSI 50
Gambar 3.41 Klas I spasi
antar lengkung (inter-
arch)

 Kelas II: Spasi antar lengkung yang berlebihan (Gb.


3.42).

Gambar 3.42 Klas II spasi


antar lengkung

 Kelas III: Spasi antar lengkung yang tidak memadai


untuk mengakomodasi gigi geligi tiruan (Gb. 1.43).

Universitas YARSI 51
Gambar 3.43 Klas III
spasi antar lengkung
(inter-arch)

 Kerusakan ridge
Defek ridge terdiri dari exostosis dan pivots yang dapat menimbulkan
masalah saat fabrikasi gigi tiruan lengkap.
 Jaringan yang berlebih
Flabby tissue umum ditemukan menutupi puncak residual ridge.
Jaringan-jaringan bergerak cenderung menyebabkan pergerakan gigi
tiruan ketika diberikan gaya. Hal ini menyebabkan hilangnya retensi.
 Jaringan hiperplastik
Lesi hiperplastik paling umum adalah fissuratum epulis, hiperplasia
papiler mukosa dan lipatan hiperplastik. Pengobatan untuk lesi ini
meliputi istirahat, penyejuk jaringan dan penyesuaian gigi tiruan.
Pembedahan dipertimbangkan jika pengobatan yang disebutkan di
atas gagal.
 Palatum durum
 Bentuk palatum durum mulut harus diperiksa. Bentuk palatum durum
dapat diklasifikasikan menjadi:
a. U-shaped: Ideal untuk retensi and stabilitas (Gb. 3.44).

Gambar 3.44 Palatum


berbentuk U

Universitas YARSI 52
b. V-shaped: Retensi sedikit, sebagai peripheral seal mudah
untuk hancur (Gb. 3.45).

Gambar 3.45
Palatum berbentuk V

c. Flat: Mengurangi resistensi gaya lateral dan rotasi


(Gb. 3.46).

Gambar 3.46 Palatum yang


rata

 Palatum mole dan bentuk palatal throat


Selama memeriksa palatum mole penting untuk mengamati hubungan
palatum mole ke palatu durum. Hubungan antara palatum mole dan
palatum durum disebut bentuk palatal throat . Atas dasar ini, palatum
mole dapat diklasifikasikan menjadi:
a. Kelas I: Horizontal dan menunjukkan gerakan otot kecil.
Dalam hal ini cakupan jaringan yang lebih mungkin untuk
posterior palatal seal (Gb. 3.47).

Gambar 3.47 Kelas


I palatum mole (10º)

b. Kelas II: Palatum mole membuat sudut 45° ke palatum


durum. Jaringan tertutup untuk posterior palatal seal
(Gb. 3.48).

Universitas YARSI 53
Gambar 3.48
Kelas II palatum
mole (45º)

c. Kelas III: Palatm mole membuat sudut 70° ke palatum


durum. Jaringan tertutup untuk posterior palatal seal
minimum (Gb. 3.49).

Gambar 3.49 Kelas III


palatum mole (70º)

Perlu diperhatikan di sini bahwa palatum mole kelas III


umumnya terkait dengan bentuk kubah palatal V dan kelas I atau
kelas II-palatum mole berhubungan dengan bentuk kubah
palatal datar.
Klasifikasi bentuk palatal throat:
Klasifikasi House pada hubungan antara palatum mole dan
palatum durum disebut klasifikasi bentuk palatal throat. House
menklasifikasikan bentuk palatal throat sebagai berikut:
a. Kelas I: Bentuk besar dan normal, relatif dengan band
bergerak pada jaringan 5 sampai 12 mm dari garis distal
yang ditarik di tepi distal tuberositas (Gb. 3.50).

Universitas YARSI 54
Gambar 3.50
Kelas I bentuk palatal
tenggorokan

b. Kelas II: Ukuran sedang dan bentuk normal, dengan band


bergerak pada jaringan 3 sampai 5 mm dari garis distal
hingga ke haris yang digambarkan disebrang distal edge
tuberositas (Gb. 3.51).

Gambar 3.51 Kelas II


bentuk palatal tenggorokan

c. Kelas III: Biasanya menyertai maksila yang kecil. Tirai


jaringan lunak ternyata turun tiba-tiba 3 sampai 5 mm
dianterior untuk garis yang ditarik di seluruh palatum di
tepi distal tuberositas (Gbr. 3.52).

Universitas YARSI 55
Gambar 3.52 Kelas III
bentuk palatal
tenggorokan

 Bentuk tenggotokan lateral


Neil menklasifikasikan bentuk daerah tenggorokan lateral
(retromylohyoid fossa) sebagai Klas-I (Gb. 1.53), Kelas-II (Gb. 1.54)
dan Kelas III (Gbr. 1.55).

Gambar 3.53
Kelas I bentuk tenggorokan
lateral dalam

Gambar 3.54
Kelas II bentuk tenggorokan
lateral sedang

Universitas YARSI 56
Gambar 3.55
Klas III bentuk tenggorokan
lateral dangkal

 Reflek muntah
Beberapa pasien mungkin memiliki refleks muntah berlebihan,
penyebabnya dapat disebabkan oleh gangguan sistemik, psikologis,
ekstraoral, intraoral atau faktor iatrogenik. Pengelolaan pasien
tersebut adalah melalui klinis, psikologis dan farmakologis berarti.
Jika pasien tidak memiliki kemajuan maka harus dirujuk ke konsultan
khusus.
House diklasifikasikan sensitivitas palatal sebagai:
a. Kelas I: Normal
b. Kelas II: Subnormal (Hiposensitif)
c. Kelas III: Supernormal (Hipersensitif)
 Undercut tulang
Undercut tulang tidak membantu dalam retensi, tetapi mempengaruhi
peripheral seal. Undercut tulang terlihat baik di maksila dan
mandibula. Dalam lengkung maksila ditemukan di daerah anterior dan
lateral di wilayah tuberositas. Dan dalam lengkungan mandibula, area
di bawah ridge milohioid (Gb. 3.56).

Gambar 3.56 Undercut


tulang di maksila dan
mandibular.

Universitas YARSI 57
Pada maksila pembedahan untuk undercut tidak perlu dilakkan, tetapi
pada ridge milohioid di mandibula dapat dilakukan. Dan undercut
bilateral harus dihilangkan.
 Tori
Tori adalah tonjolan tulang yang abnormal ditemukan di midline
kubah palatal dan di sisi lingual mandibula di daerah premolar. Tidak
perlu melakukan pembedahan untuk menghilangkan tori maksila
kecuali sangat besar. Untuk mencegah terjadinya luka pada mukosa
tipis yang menutupi tori, pemulihan yang dibutuhkan selama fabrikasi
gigi tiruan lengkap. Goyang dari gigi tiruan sekitar tori akan terjadi
dalam kasus-kasus dengan sisa ridge resorpsi berlebihan.

Lingual tori adalah kendala dalam menyelesaikan pembuatan


gigitiruan dan harus diangkat melalui pembedahan. Maksila dan
mandibula tori dapat diklasifikasikan sebagai:

a. Kelas I: tidak ada atau ukuran yang minimal. Tori yang ada
tidak mengganggu konstruksi gigi tiruan (Gb. 3.57).

Gambar 3.57 Tori


kelas I

b. Kelas II: Pemeriksaan klinis menunjukkan tori ukuran sedang.


Tori pada kelas ini meberikan tingkat kontruksi gigi tiruan yang
ringan. Tidak perlu dilakukan pembedahan (Gb. 3.58).

Gambar 3.58 Tori


kelas II

Universitas YARSI 58
c. Kelas III: Ukuran yang besar. Tori ini membahayakan fungsi
dan fabrikasi gigi tiruan. Tori seperti ini membutuhkan
tindakan pembedahan (Gb. 3.59).

Gambar 3.59
Tori kelasIII (Nallaswamy
2003).

 Perlekatan otot dan frenulum


Otot dan frenulum harus diperiksa untuk posisi dalam hubungannya
dengan puncak ridge. Dalam kasus dengan sisa ridge resorpsi, yaitu
untuk melihat frenulum labial dan lingual maksila yang dekat dengan
puncak ridge. Sesuatu yang abnormal yang dapat menghasilkan
perpindahan gigi tiruan. Otot dan frenulum harus dilakukan
pembedahan secara relokasi (Nallaswamy, 2003).

House mengklasifikasikan frenulum berdasarkan batas/tepi dan


perlekatan frenulum.

Klasifikasi berdasarkan:

a. Tepi frenulum
 Kelas I: Komponen diletakan jauh dari puncak ridge. Ada
setidaknya 0,5 inci jarak antara attachment dan puncak
ridge (Gb. 3.60).
 Kelas II: Jarak antara puncak ridge dan perlekatan sekitar
0,25-0,5 inci (Gb. 3.61).
 Kelas III: Jarak antara puncak ridge dan perlekatan kurang
dari 0,25 inci (Gb. 3.62).

Universitas YARSI 59
Gambar 3.60 Tepi frenulum kelas I; Gambar 3.61 kelas II;
Gambar 3.62 kelas III.

b. Perlekatan frenulum
 Kelas I: Frenum terletak jauh dari puncak ridge (Gb.
3.63).
 Kelas II: Frenum terletak dekat ke puncak ridge (Gb.
3.64).

Gambar 3.63
Perlekatan frenulum
kelas I

Universitas YARSI 60
Gambar 3.64
Perlekatan frenulum
kelas II

 Kelas III: melewati puncak ridge dan dapat mengganggu


seal gigi tiruan. Dapat melakukan tidakan pembedahan
(Gb. 3.65).

Gambar 3.65
Perlekatan frenulum kelas
III

 Lidah
Pemeriksaan pada lidah sebagai berikut:

a. Ukuran: lidah yang cukup besar menurunkan stabilitas gigi


tiruan dan juga merupakan halangan untuk membuat impresi.
Menggigit lidah setelah insersi gigi tiruan. Lidah yang kecil
tidak memberikan seal perifer lingual yang cukup.
b. Pergerakan dan koordinasi: pergerakan lidah dan koordinasi
yang penting untuk mendapatkan tracing perifer yang baik.
Dan diperlukan dalam mempertahankan gigi tiruan di dalam

Universitas YARSI 61
mulut selama aktivitas fungsional seperti bicara, penelanan,
pengunyahan, dll.
Klasifikasi ukuran lidah menurut House:

a. Kelas I: Normal, pengembangan dan fungsi. Gigi yang cukup


untuk mempertahankan bentuk normal dan fungsi (Gb. 3.66).
b. Kelas II: Tidak ada gigi cukup lama untuk memungkinkan
perubahan bentuk dan fungsi lidah (Gb 3.67).

Gambar 3.66 Ukuran


lidah kelas I

Gambar 3.67 Ukuran


lidah kelas II

c. Kelas III: Lidah lebih besar. Semua gigi tidak ada untuk jangka
waktu yang lama, memungkinkan untuk perkembangan
abnormal dari ukuran lidah. Gigi tiruan kadang-kadang dapat
menyebabkan perkembangan kelas II (Gb. 3.68).

Gambar 3.68
Ukuran lidah kelas III

Klasifikasi Wright berdasarkan posisi lidah (Nallaswamy, 2003).


a. Kelas I: Lidah terletak pada dasar mulut dengan ujung pada
bibir dan sedikit di bawah tepi insisal gigi anterior mandibula
(Gb. 3.69).

Universitas YARSI 62
Gambar 3.69
Posisi lidah kelas I

b. Kelas II: Lidah rata dan meluas, tetapi ujungnya dalam posisi
normal (Gb. 3.70).

Gambar 3.70
Posisi lidah kelas II

c. Kelas III: Lidah yang retraksi ke dasar mulut, dengan ujung


melengkung ke atas, ke bawah atau berasimilasi masuk ke
dalam badan lidah (Gb. 3.71).

Gambar 3.71
Posisi lidah kelas III

Posisi kelas I adalah posisi ideal, karena dalam kasus seperti itu dasar
mulut adalah pada ketinggian yang cukup, maka flange lingual kontak
gigi tiruan dan mempertahankan seal perifer gigi tiruan.
Hal ini tidak terjadi di kelas II dan kelas III khususnya. Dalam kasus
kelas II dan kelas III dasar mulut yang terlalu rendah, oleh karena itu,
dokter gigi cenderung overextend flange pada gigi tiruan. Hal ini
menyebabkan hilangnya retensi, bukannya mendapatkan seal perifer
karena flange gigitiruan impinges pada jaringan dan akan berpindah
selama aktivasi dasar mulut .

Universitas YARSI 63
 Dasar mulut
Hubungan antara dasar mulut ke puncak ridge sangat penting dalam
menentukan prognosis dari gigi tiruan lengkap yang lebih rendah.

Dalam beberapa kasus, dasar mulut yang ditemukan di dekat puncak


ridge, terutama di sublingual dan daerah milohioid. Hal ini
mengurangi stabilitas dan retensi gigi tiruan. Dasar mulut dapat
diukur dengan probe William. Pasien harus menyentuh bibir atasnya
dengan lidah untuk mengaktifkan otot-otot dasar mulut (Gb. 3.72).

Gambar 3.72
Pemeriksaan dasar mulut

 Pemeriksaan radiografi.14
Radiografi untuk pemeriksaan pasien gigi tiruan adalah radiografi panoramik
karena dapat memperlihatkan seluruh maksila dan mandibular.

Pertimbangan selama pemeriksaan radiografi

Melakukan skrining pada rahang untuk melihat fragmen sisa akar, gigi yang tidak
erupsi, penghalusan, sklerosis, kista, tumor dan gangguan TMJ.

1. Jumlah ridge resorpsi harus dinilai. Wical dan Swoope menemukan


metode untuk mengukur ridge resorpsi. Menurut mereka, jarak antara
batas bawah mandibula dan batas bawah foramen mental yang
dikalikan dengan tiga akan memberikan asli alveolar ridge tinggi
puncak. Tepi bawah foramen mental yang membagi mandibula ke atas
dua pertiga dan bawah sepertiga.
2. Kuantitas dan kualitas tulang harus dinilai.
 Penilaian resorpsi tulang dalam radiografi
Jumlah resorpsi dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

Universitas YARSI 64
Kelas I: (resorpsi ringan) kehilangan upto sepertiga tinggi vertikal.

 Kelas II: (resorpsi sedang) kehilangan hingga dua-pertiga tinggi


vertikal.
 Kelas III: (resorpsi berat) kehilangan lebih dari dua-pertiga tinggi
vertikal.
 Penilaian radiografi terhadap kualitas dan kuantitas tulang
Branemark dkk mengklasifikasikan kuantitas tulang radiografi sebagai
Kelas A, B, C, D dan E (Gb. 3.73). Klasifikasikan kualitas tulang radiografi
sebagai Kelas 1,2,3 dan 4 (Gb. 3.74).

Gambar 3.73 Penilaian radiologi kuantitas tulang (Nallaswamy 2003).

Gambar 3.74 Penilaian radiologi kualitas tulang .

 Pemeriksaan protesa yang ada


Sudah termasuk dalam riwayat dental

Universitas YARSI 65
3. 2 Pasca diagnosis klinis (DERIVED DIAGNOSIS)14

Derived diagnosis (diagnosis yang diperoleh) merupakan hasil dari analisis data
diagnosis yang didapatkan dari pasien. Umumnya, diagnosis radiografi dipertimbangkan
sebagai derived diagnosis. Namun, jika radiografi digunakan untuk membandingkan
dengan status klinis, radiografi dipertimbangkan sebagai sebagai tambahan untuk diagnosis
klinis Derived diagnosis untuk gigi tiruan sebagian lepasan meliputi evaluasi data diagnosis
seperti model diagnostik. Model diagnostik juga membantu untuk membuat outline rencana
perawatan. Untuk memperoleh diagnosis menggunakan model diagnosis harus dibuat
cetakan diagnostik terlebih dahulu.

Setelah cetakan diagnostik dibuat, persiapkan model diagnostik. Persiapan dimulai


dari penuangan model diagnostik. Lalu melakukan trimming pada model diagnostik,
mengevaluasi model diagnostik, melakukan survey model diagnostic. Data diagnostik lain
selain model diagnostik yang juga harus dipertimbangkan untuk digunakan agar diperoleh
diagnosis adalah radiografi pra-ekstraksi dan fotografi yang memberikan gambaran
mengenai kondisi pasien sebelumnya. Menggunakan catatan ini, abnormalias seperti
maloklusi dapat di diagnosis.

3. 3 Rencana perawatan14
Setelah evaluasi klinis dan derived diagnosis, ditentukan tipe perawatan yang paling
cocok untuk pasien. Outline dari perawatan disusun sebelum memulai perawatan.
Sebelum merumuskan rencana perawatan, dokter gigi harus memutuskan dan dan
mengurutkan semua prosedur yang dokter gigi tersebut inginkan untuk dilakukan selama
fase perawatan.
Sebagai contoh, beberapa pasien tidak membutuhkan preparasi mulut pra-prostetik.
Dalam beberapa kasus, fase II dihilangkan dan fase sisanya dilakukan. Rencana/outline
perawatan yang dibuat oleh dokter gigi harus dijelaskan ke pasien. Hal ini dilakukan untuk
memberikan pasien gambaran mengenai prosedur yang akan dilengkapi sebagai bagian dari
perawatan.
Keuntungan rencana perawatan
 Meningkatkan kerjasama dan motivasi pasien.
 Membantu komunikasi antara dua orang klinisi.
 Catatan dari dokter gigi sebelumnya memberkan gagasan mengenai status
terbaru pasien dan hasil perawatan.

Universitas YARSI 66
 Mempersiapkan koordinasi perawatan antara kunjungan recall.
 Berperan sebagai pengingat untuk melengkapi seluruh prosedur yang
disusun untuk perawatan.
Perawatan prostodonti untuk pasien edentulous sebagian dapat dibagi menjadi enam
fase atau tahap terpisah
Fase I
 Mengumpulkan dan mengevaluasi data diagnostik (seperti cetakan
diagnostik).
 Perawatan kondisi emergensi.
 Mengurangi nyeri dan infeksi.
Kondisi nyeri dan infeksi adalah perawatan yang langsung dilakukan
untuk menghindari progresi penyakit. Kondisi tersebut diantaranya:
a. Kondisi emergensi potensial seperti nyeri akut, abses dll.
b. Gigi karies disertai sakit dan rasa tidak nyaman.
c. Gigi asimtomatik dengan karies dalam diekskavasi dan diisi
dengan material restorasi.
d. Penyakit gingiva seperti ANUG, abses gingiva, dll.
e. Akumulasi plak dan kalkulus harus dibersihkan dan program
kebersihan mulut dan gigi prefentif diinisiasi dan dimonitor.
 Menentukan tipe protesa yang akan dibuat.
 Motivasi pasien.
 Fase II
 Preparasi mulut preprostetik.
Dilakukan untuk memodifikasi kondisi oral yang ada pada pasien untuk
memfasilitasi penempatan dan fungsi protesa yang baik. Preparasi mulut
preprostetik meliputi preparasi kavitas oral untuk menghilangkan berbagai
gangguan bagi perawatan prostodonti (seperti: frenektomi, eksisi tori dll).
 Menghilangkan nyeri, infeksi serta plak dan kalkulus (Fase I).
 Prosedur bedah mulut
a. Dilakukan setidaknya enam minggu sebelum pembuatan
cetakan primer.

Universitas YARSI 67
b. Meliputi ekstraksi gigi dengan prognosis yang buruk,
membuang sisa akar, ekstraksi gigi impaksi dan malposisi yang
parah, dll.
c. Radiografi harus diambil untuk mendeteksi kista, tumor,
eksostosis, tori, hyperplasia, dll
d. Perlekatan otot dan frenulum diperiksa.
e. Palpasi ridge untuk menentukan apakah ada ridge yang tajam
yang harus dibulatkan atau dihilangkan.
f. Jaringan lunak diperiksa untuk melihat adanya lesi patologis.
g. Deformitas dento-fasial seperti celah bibir dll yang harus
dikoreksi dirawat pada fase ini.
h. Augmentasi ridge dan prosedur ekstensi vestibulum dilakukan
jika perlu.
 Mengkondisikan jaringan yang iritasi atau rusak
Jaringan yang iritasi atau rusak dirawat sebelum pencetakan primer
karena kontur jaringan mungkin berubah akibat penyembuhan
jaringan. Pasien dirawat untuk gejala berikut:
a. Inflamasi dan iritasi jaringan lunak pada denture bearing
area.
b. Distorsi struktur antomi normal seperti papilla insisivus,
rugae dan retromolar pad.
c. Sensasi terbakar pada residual ridge, lidak, bukal dan bibir.
Ill-fitting denture, defisiensi nutrisi, diabetes, diskrasia darah, dll, bisa
menyebabkan gejala diatas. jika gejala diakibatkan ill-fitting denture,
pasien harus disarankan untuk berhenti memakai gigi tiruan hingga
jaringan sembuh. Tissue conditioner diberikan.
Program home-care seperti obat kumur saline tiga kali sehari, memijat
jaringan lunak, tablet multivitamin mengandung protein tinggi, diet
rendah karbohidrat harus dilakukan.
 Terapi periodontal
Biasanya dilakukan dengan prosedur bedah mulut. Dilakukan
sebelum pembuatan cetakan primer. Dilakukan untuk mencapai status
mulut yang sehat sehingga protesa berhasil berfungsi. Tujuan terapi
periodontal adalah untuk memperoleh dan memelihara kesehatan

Universitas YARSI 68
periodonsium gigi yang ada. Kriteria yang harus dipenuhi untuk terapi
periodontal yang memuaskan adalah:
a. Menghilangkan faktor etiologi penyebab penyakit periodontal.
Termasuk profilakti oral dimana kalkulus disekitar gigi
dihilangkan. Prosedur lain seperti penghalusan akar dan
kuretase dilakukan untuk meningkatkan kesehatan gingiva.
Iritan lokal seperti restorasi overhanging, impaksi makanan
harus dihilangkan.
b. Eliminasi poket periodontal dan inflamasi gingiva
menggunakan bedah flap.
c. Membuat bentuk alveolar yang normal. Dilakukan dengan
reseksi tulang atau rekonstruksi.
d. Membenuk oklusi fungsional dengan bantuan koronoplasti.
e. Instruksi oral hygiene dan pemeliharaan perawatan.
 Koreksi bidang oklusal
Bidang oklusal pada pasien edentulous sebagian biasanya tidak rata.
Dikarenakan gigi lawan dari spasi edentulous yang supra-erupsi,
migrasi mesial dan miring. Metode koreksi bidang oklusal bisa
dengan enameloplasti, onlay, crown, perawatan endodontik diikuti
mahkota atau coping, ekstraksi, bedah reposisi rahang, serta koreksi
gigi malalignment (dengan realignment ortodontik, enameloplasti,
mahkota).
 Menyediakan dukungan untuk gigi yang lemah.
Dapat diperoleh dengan splinting lepasan, splinting cekat dan
overdenture abutment.

 Membuat cetakan primer.


Setelah melengkapi seluruh prosedur pra-prostetik, GTSL didesain.
Model primer dibutuhkan untuk mendesain GTSL. Jika pasien tidak
membutuhkan prosedur pra-prostetik apapun, model diagnostik langsung
digunakan sebagai model primer untuk mendesain GTSL.
Model primer dituang dari cetakan primer. cetakan primer dibuat
menggunakan alginate dan model primer dituang menggunakan plaster.
cetakan primer harus dibuat setidaknya enam minggu setelah menyelesaikan

Universitas YARSI 69
prosedur pra-prostetik bedah apapun. Periode waktu ini untuk memastikan
kesembuhan sempurna dari luka bedah.
 Motivasi pasien.
 Fase III
 Mendesain gigi tiruan sebagian lepasan.
 Fase IV
 Preparasi mulut prostetik.
Preparasi mulut prostetik dilakukan untuk memfasilitasi perawatan
prostetik. Terdiri dari:
 Preparasi undercut retentif.
Metode preparasi undercur retentif yang biasa dibuat adalah mahkota,
restorasi cor, dimpling/enameloplasti dan memiringkan model untuk
merubah path of insertion.
 Preparasi guide plane (enameloplasti).
 Preparasi rest seat.
Preparasi rest seat dilakukan dilakukan bersama dengan prosedur
preparasi mulut lain sebelum membuat cetakan master. Posisi dan
perpanjangan lokal rest seat ditentukan menggunakan surveyor pada
model diagnostik. Prosedur preprasu rest seat dibedakan pada email
(strukutur gigi asli) dan untuk restorasi.
a. Pada email (Gb. 3.75).

Gambar 3.75 Rest seat oklusal


pada email.

b. Pada restorasi emas baru.


c. Pada restorasi emas yang telah ada.
d. Pada restorasi amalgam.
e. Pada clasp embrasure.
f. Preparasi rest seat cingular:
 Preparasi rest seat cingulum pada restorasi model. Rest
seat di cingulum dapat digunakan pada seluruh gigi
anterior maksila dan mandibula.

Universitas YARSI 70
 Preparasi rest seat lingual pada email (Gb. 3.76).

Gambar 3.76 Rest seat


cingulum harus dari gingiva ke
titik kontak (garis putus-putus)

 Preparasi rest seat insisal.


Dipreparasi pada sudut distoinsisal ketika klamer Aker
digunakan, atau di sudut mesio-insisal (ketika klamer
proyeksi digunakan (Gb. 3.77).

Gambar 3.77 Rest seat insisal


dipreparasi dengan kedalaman 1,5-2
mm, berjarak 2-3 mm dari sudut
proksimo-insisal.

 Membuat cetakan akhir (sekunder).


 Motivasi pasien.
 Fase V
 Pembuatan gigi tiruan sebagian lepasan.
 Fase IV
 Insersi.
 Penanganan pasca-insersi.
 Recall dan peninjauan berkala.

Universitas YARSI 71
BAB III
Desain Gigi Tiruan Sebagian Lepasan

4.1 Surveying.15
Prosedur diagnostik untuk menganalisa hubungan dimensi antara jaringan
keras dan jaringan lunak rongga mulut.
Fungsi :
1. Menentukan arah pasang dan lepas
2. Menentukan permukaan proksimal yang sejajar untuk proksimal plate
(guilding surface)
3. Menentukan undercut untuk retensi
4. Identifikasi undercut yang tidak menggantungkan dan harus di blod
5. Menentukan garis survey
6. Menentukan desain GTSL/GTSKL dan persiapan rongga mulut
Menentukan arah insersi/ dislodgement
1. Potensial guiding surface
2. Undercut untuk retensi
3. Hambatan dari jaringan lunak dan jaringan keras
4. Pertimbangan estetis
Urutan surveying :
1. mengidentifikasi permukaan-permukaan gigi proksimal yang bisa dibuat
paralel untuk bidang pandu
2. mengidentifikasi dan menentukan apakah gigi dan area bertulang
interferensi perlu dimodifikasi atau dihilangkan
3. menempatkan dan mengukur area-area gigi yang bisa digunakan untuk
retensi
4. menentukan sebuah posisi “dasar” dengan survei visual, dengan kast di
table, sesuaikan table sampai semua undercut dan bidang pandu separalel
mungkin.
5. dengan batang penganalisis, pastikan keparalelan posisi ini dan lakukan
penyesuaian jika perlu

Universitas YARSI 72
6. mengukur retensi gigi penopang
7. mengukur undercut jaringan
8. tripod-mark tiga tiga titik dalam bidang yang sama

Blocking out
Pengertian : Cara menutup undercut area baik pada gigi maupun jaringan
lunak yang menghalangi pemasangan dan pelepasan gigi tiruan.
Daerah yang akan diblock :
Seluruh daerah gerong (undercut) pada gigi dan jaringan lunak yang akan
menghalangi pemasangan dan pelepasan gigi tiruan yaitu di bawah garis
survei/lingkaran terbesar.
Cara blocking out :
1. Model masih berada pada meja peninjau

2. Daerah yang akan diblock ditutup dengan gips putih, sesuai


dengan batas yang telah ditentukan

3. Kelebihan gips putih dbuang dengan surveior dan trimmer

Arah pasang GTSL


Arah pasang gigi tiruan didapat setelah pensurveyan model gigi
Adapun faktor yang mempengaruhi arah pasang adalah:
• Retentive maksimal
• Guiding plane maksimal → Pada survey didapat 3 guiding plane
• Interference minimal → terdapat 2 undercut
• Estetik baik

• Jika dilakukan tilting posterior lateral kiri, maka arah pasang dimulai dari
anteriordengan memiringkan gigi tiruan ke kanan. Arah lepas gigi
tiruan berkebalikan denganarah pasang.
• Jika dilakukan tilting posterior lateral kanan, maka arah pasang dimulai dari
anteriordengan memiringkan gigi tiruan ke kiri. Arah lepas gigi tiruan
berkebalikan dengan arah pasang.

Universitas YARSI 73
4.2 Desain GTSL.16
4.2.1 Retainer
Lubang
Intracoronal Precision pada gigi
Retainer Attachment abutment

Tonjolan
Ekstracoronal Clasp/Klammer/
pada GT
Retainer Cengkram

4.2.2 Bagian-bagian
 Basis  menutupi mukosa palatum dan sayap
 Sadel  menutupi mukosa diatas prosesus alveolaris dan
mendukung
 Elemen GT
a. Resin akrilik : Ikatan dengan basis  kimia
b. Porselen : Ikatan dengan basis  mekanis
c. Metal : Untuk posterior dengan ruang
protesa sempit
 Cengkram : fungsi  retensi, stabilisasi, dan meneruskan
beban kunyah

Syarat gigi penjangkaran :


1. Bentuk,ukuran,posisi baik
2. Kalau ada kerusakan harus direstorasi
3. Bentuk akar, rasio mahkota akar (2 : 3, jaringan perio dan
periapikal normal
4. Tidak goyang, maksimal goyang 10 atau harus digandeng gigi
tetangga
5. Tidak goyang, maksimal goyang 10 atau harus digandeng gigi
tetangga

Universitas YARSI 74
 Cengkram kawat
a. Bagian
1. Lengan melingkari bukal/ lingual (jari+ bahu)
2. Jari  dibawah lingkar terbesar gigi ; lentur (sebagai retensi)
3. Bahu  diatas lingkar terbesar gigi
 Kaku untuk stabilisasi (menahan gaya buko-lingual)
4. Badan/ body  diatas titik kontak, proksimal
 Kaku untuk stabilisasi (menahan gaya antero-posterior )
5. Oklusal rest dibagian oklusal, panjang 1/3 lebar mesio-distal
6. Retensi dalam akrilik  tertanam dalam basis
b. Syarat
1. Kontak garis
2. Pasif (tidak menekan)
3. Ujung jari tidak boleh menyinggung gigi tetangga dan tidak tajam
(harus dibulatkan)
4. Tidak ada lekukan bekas tang pada lengan cengkram
5. Jarak jari ke servikal gigi
 Paradental : ½-1 mm
 Gingival : 1 ½- 2 mm
6. Tidak mengganggu oklusi dan artikulasi
7. Retensi dalam akrilik harus dibengkokkan

c. Desain
 Cengkram paradental
1. 3 jari
2. Jackson (full jackson)
3. Half jackson paradental
4. Rush anker/ ball retainer
5. Roach
6. Cengkram S
7. Kippmeider

Universitas YARSI 75
 Cengkram gingival
1. 2 jari
2. 2 jari panjang
3. Half jackson gingival (gillet)  C,P,M
4. Vestibular finger
 Pencetakan
1. Sendok cetak
- Stock tray
- Custom tray
4.2.3 Prinsip dasar desain GTSL.16
a. GTS paradental
- Gigi penjangkaran kuat
- Gigi hilang sedikit  sadel pendek, beban kunyah kecil
- Kesehatan umum baik

b. GTS paradental-gingival
- Gigi penjangkaran kurang kuat di satu sisi rahang,
sedangkan sisi lainnya cukup kuat
- Gigi hilang satu sisi rahang/ free end saddle, satu sisi
lainnya bounded sadel/sedikit
- Kesehatan umum baik

c. GTS Ginggival
- Gigi penjangkaran kurang kuat : akar tunggal, goyang 10
atau 2o
- Kehilangan gigi banyak / bilateral free end saddle
- Kesehatan umum baik atau kurang baik
- Gigi penjangkaran sedekat mungkin dengan diastema
- Pada satu sisi tidak boleh ada cengkram paradental dan
ginggival

Universitas YARSI 76
- Tebal basis : 1-2 mm
- Estetis hindari cengkram di kaninus
4.2.4 Pertimbangan Biomekanik
2. Tekanan diterima gigi penjangkaran tidak boleh melebihi
batas toleransi karena meyebabkan gigi goyang
3. Desain GTS gingival  butuh perluasaan basis tekanan yang
diterima mukosa dan tulang alveolar tidak melewati batas
toleransi mencegah resorpsi tulang alveolar.
4. Gaya
5. Reaksi tulang
1. Kompresi : resorpsi
2. Tensi : aposisi
6. Garis Fulcrum : garis imajiner melalui 2 penjangkaran yang
merupakan sumbu berputarnya gigi tiruan.

Universitas YARSI 77
BAB IV
KESIMPULAN

No GTSL/GTSKL
1  Pemeriksaan subjektif
(Anamnesa)
 Objektif
2 DHE + OP
3 Konsul IPD
4 Scalling + kontrol plak
5 Cetak Anatomis
6 Dv tentative  Pindahkan ke articulator untuk rencana perawatan
7 Surveying
8 Penentuan desain GTSL/GTSKL
9 Persiapan rongga mulut (pre prostetik)
10 Cetak model kerja
11 Penyusunan gigi
12 Instruksi dan kirim lab
12 Try in GTSL
13 DV definitive
15 Percobaan protesan malam dan gum cuff
16 Flasking
17 Insersi dan instruksi pasien

Universitas YARSI 78

Anda mungkin juga menyukai