Anda di halaman 1dari 24

BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi Moral, Sosial, dan Emosi


1. Definisi Moral
Moral selalu mengacu pada baik-buruknya manusia sebagai manusia. Pengertian
moral tidak hanya mengacu pada baik buruknya saja, misalnya sebagai dosen,
tukang masak, pemain bulu tangkis atau penceramah, melainkan sebagai manusia
yang bertanggung jawab terhadap profesinya. Bidang moral adalah bidang kehidupan
manusia dilihat dari segi kebaikannya sebagai manusia. Norma-norma moral adalah
tolak ukur untuk menentukan betul salahnya sikap dan tindakan manusia dilihat dari
segi baik-buruknya sebagai manusia dan bukan sebagai pelaku peran tertentu dan
terbatas. Bertenz (2007: 4) menjelaskan definisi arti kata moral berasal dari bahasa
latin mos (jamak: mores) yang berarti: kebiasaan, adat. Dalam bahasa Inggris dan
bahasa lain, termasuk bahasa Indonesia, kata mores masih dipakai dalam arti yang
sama. Secara etimologi kata “etika” sama dengan etimologi kata “moral”, karena
keduanya berasal dari kata yang berarti adat kebiasaan. Hanya bahasa asalnya
berbeda: yang pertama dari bahasa Yunani dan yang kedua berasal dari bahasa Latin.
Tindakan moral yaitu kemampuan untuk melakukan keputusan dan perasaan moral
ke dalam perilaku-perilaku nyata. Tindakan moral ini perlu difasilitasi melalui
lingkungan sosial yang kondusif dan pembinaan moral, agar tercipta perkembangan
moral dalam pergaulan sehari-hari (Budiningsih, 2008: 7). Oleh karena itu,
pembinaan moral merupakan tanggung jawab bersama baik keluarga, lingkungan
yang kondusif maupun lingkungan sekolah.

Secara etimologis kata moral berasal dari bahasa latin yaitu “Mores” yang berasal
dari suku kata “Mos”. Mores berarti adat-istiadat, kelakuan, tabiat, watak, akhlak,
yang kemudian artinya berkembang menjadi sebagai kebiasaan dalam bertingkah
laku yang baik (Darmadi, 2009: 50). Moralita berarti mengenai tentang kesusilaan
(kesopanan, sopan-santun, keadaban) orang yang susila adalah orang yang baik budi
bahasanya. Kesimpulannya moral merupakan semua tindakan baik dan tindakan
buruk pada diri manusia yang terbentuk karena sebuah kebiasan, sedangkan etika
merupakan ilmu pengetahuan mengenai asas-asas atau norma. Jadi kebiasaan baik
dan buruk itulah yang memberntuk moral baik dan moral buruk, oleh sebab itu
sebuah kebiasan akan menjadi mengkristal atau membentuk moral seseorang. Pesan
moral merupakan bagian yang penting untuk kita dapat, agar menambah pengetahuan
tentang nilai kehidupan. Dalam kehidupan ini bukan hanya sekedar mendapatkan
pengethuan tentang intelektula saja, tetapi juga pengetahuan tentang moral, karena
bagaimanapun moral adalah variabel yang harus pertama kita miliki dalam
kehidupan kita. Oleh sebab itu, pengetahuan moral dalam kehidupan manusia
merupakan hal yang saling membutuhkan. Beberapa pesan moral menurut Suseno
(2007: 142-149) meliputi sebagai berikut ini.
1). Jujur
Jujur berarti seia-sekata, apa yang diungkapkan sesuai dengan fakta atau
sesuai dengan kenyataan. Sikap jujur atau fair akan menumbuhkan kepercayaan
orang lain kepada kita sendiri. sikap jujur adalah sikap yang tidak menentang suara
hatinya atau terhadap keyakinannya. Sikap jujur tidak memandang adanya perasaan
minder atau takut untuk bersikap jujur, akan tetapi keyakinan yang mantap tanpa
menutupi sebuah hal yang kurang baik dalam kehidupan kita. Keyakinan hidup untuk
tidak menentang hati nurani pada diri manusia merupakan dasar bahwa manusia
merupakan mahluk yang etis, artinya sejak lahir manusi itu adalah baik, oleh sebab
itu sikap jujur perlu dikembangkan lagi dalam kehidupan sehari-hari.

2). Menjadi diri sendiri


Menjadi diri sendiri yaitu tidak mudah terpengaruh oleh mode yang bisa merugikan
diri kita sendiri, sikap menghayati dan menunjukan diri sesuai dengan keasliannya,
karakter yang kuat dan matang sesuai dengan kebenaran. Sikap menjadi diri sendiri
merupakan keyakinan yang kuat tanpa terpengaruh mode dan perkembangan jaman,
artinya kita mempunya pendirian yang kuat terhadap suatu kebenaran.

3). Bertanggung jawab


Bertanggung jawab berarti kesediaan dalam melakukan apa yang harus dilakukan
dengan sebaik mungkin. Bertanggung jawab dilakukan tanpa adanya beban untuk
menyelesaikannya, demi tugas itu sendiri. Sikap tanggung jawab dalam
pelakasanaannya tanpa adanya rasa malas, takut atau malu untuk melakukan
tanggung jawab yang akan kita lakukan. Sikap tanggung jawab merupakan hal yang
sangat penting dari bagian hidup kita, karena sikap tanggung jawab bukan hanya
melakukan apa yang kita lakukan untuk diri kita, tetapi juga demi semua kalangan
yang berkaitan dengan kita maupun semua pihak yang wajib kita melakukan tangung

jawab dalam segala aspek.

4). Kemandirian
Kemandirian adalah kekuatan batin untuk mengambil sikap moral sendiri dan
bertindak sesuai norma. Kekuatan untuk tidak mau berkongkalikong dalam suatu
urusan atau permainan yang kita sadari tanpa sikap jujur, korup atau melanggar
keadilan. Kemandirian merupakan sikap yang seseorang memiliki pendirian dalam
bertindak, tanpa mengikuti arus angin yang kurang baik. Di kehidupan ini kita
membutuhkan sikap kemandirian, agar kita kedepannya kita bisa hidupa dalam
lingkungan tanpa harus mengerjakan seseuatu dengan bantuan orang lain. Pada
dasarnya sikap mandiri melatih diri kita untuk bisa hidup dalam keadaan lingkungan
seperti apapun, agar keberlangsungan hidup kita menjadi lebih baik dan mandiri
dalam kehidupan sehari-hari.

5). Keberanian moral


Keberanian moral adalah kesetiaan terhadap suara hati, keberanian untuk
mempertahankan sikap yang diyakini sebagai suatu kewajiban tanpa melanggar nilai-
nilai moral walau harus mengambil resiko konflik. Sikap keberanian moral memiliki
keutamaan, yaitu tidak mudah mundur dalam melakukan tanggung jawab tanpa
melanggar norma dalam kehidupan. Sikap keberanian moral pada era sekarang
sangat dibutuhkan untuk memberanikab diri dalam segala tindakan yang tidak adil
dalam kehidupan kita, maupun dalam pemerintah yang sering kita sorot kinerjanya
sebagai contoh masyarakat.

6). Kerendahan hati


Kerendahan hati ialah suatu sikap yang tidak berlebihan atau menyombongkan
diri, melainkan melihat diri sesuai dengan kenyataannya, tetapi bukan berarti
merendahkan diri. Kerendahan hati bukan berarti sikap mengalah, orang yang tidak
berani, dan tidak mampu membela suatu pendirian, akan tetapi sikap kerendahan hati

memberikan pemahaman bahwa kita sebagai manusia mempunyai kekuatan terbatas,


akal yang terbatas, setiap usaha yang kita lakukan bisa gagal dan tidak selalu tercapai

dengan apa yang kita inginkan. Melalui sikap kerendahan hati, kita menjadi tidak
sombong dan membangkakan diri dengan kelebihan yang kita miliki, yang
sebernarnya justru menjadikan kita sombong. Oleh karena itu membutuhkan sikap
kerendahan hati dalam kehidupan kita, agar kita menyadari dan mensyukuri semua
kelebihan kita untuk digukan dalam hal yang positif bukan untuk dipamerkan.

7). Kritis
Sikap kritis yaitu suatu tindakan untuk mengoreksi, memberikan saran baik terhadap
segala kekuatan, kekuasan dan wewenang yang dapat merugikan kehidupan
individual maupun masyarakat. Sikap kritis pada dasarnya memberikan suatu saran
yang bermanfaat pada seseorang maupun untuk diri kita sendiri agar kedepannya
menjadi lebih baik dalam bertindak dikehidupan sehari-hari. Semakin kita kritis
dengan sikap pada diri kita maupun segala hal yang melanggar moral kita juga
berhak memberikan kritik untuk memperbaiki hal yang bisa melanggar norma-norma

kehidupan.

2. Definisi Sosial
Sosial berasal dari bahasa latin yaitu ’socius’ yang berarti segala sesuatu yang lahir,
tumbuh, dan berkembang dalam kehidupan bersama (Salim, 2002). Sudarno (dalam
Salim, 2002) menekankan pengertian sosial pada strukturnya, yaitu suatu tatanan dari
hubungan-hubungan sosial dalam masyarakat yang menempatkan pihak-pihak
tertentu (individu, keluarga, kelompok, kelas) didalam posisi-posisi sosial tertentu
berdasarkan suatu sistem nilai dan norma yang berlaku pada suatu masyarakat pada
waktu tertentu. Winandi (dalam Ibrahim, 2003) mendefenisikan struktur sosial
sebagai seperangkat unsur yang mempunyai ciri tertentu dan seperangkat hubungan
diantara unsur-unsur tertentu. Dapat disimpulkan bahwa sosial adalah segala sesuatu
yang berkenaan dengan masyarakat yang lahir, tumbuh, dan berkembangan dalam
kehidupan bersama.
Secara khusus kata sosial maksudnya adalah hal-hal mengenai berbagai kejadian
dalam masyarakat yaitu persekutuan manusia, dan selanjutnya dengan pengertian itu
untuk dapat berusaha mendatangkan perbaikan dalam kehidupan bersama (Shadily,
1993:1-2). Dengan kata lain menurut Hassan Shadily, sosiologi adalah ilmu
masyarakat atau ilmu kemasyarakatan yang mempelajari manusia sebagai anggota
golongan atau masyarakatnya (tidak sebagai individu yang terlepas dari golongan
atau masyarakatnya), dengan ikatan-ikatan adat, kebiasaan, kepercayaan, atau
agamanya, tingkah laku serta keseniannya atau yang disebut kebudayaan yang
meliputi segala segi kehidupannya (1993:2). Pembentukan struktur sosial, dan
terjadinya proses sosial dan kemudian adanya perubahan-perubahan sosial tidak
lepas dari adanya aktivitas interaksi sosial yang menjadi salah satu ruang lingkup
sosiologi. Interaksi sosial merupakan suatu hubungan dimana terjadi proses saling
pengaruh mempengaruhi antara para individu, antara individu dengan kelompok,
maupun antara kelompok (Soekanto, 2003:423). Menurut Soerjono Soekanto
(Soekanto, 1992:471), sosiologi komunikasi merupakan kekhususan sosiologi dalam
mempelajari interaksi sosial yaitu suatu hubungan atau komunikasi yang
menimbulkan proses saling pengaruh-memengaruhi atara para individu, individu
dengan kelompok maupun antarkelompok. Menurut Soekanto, Sosiologi komunikasi
juga ada kaitannya dengan public speaking, yaitu bagaimana seseorang berbicara
kepada public. Secara komprehensif Sosiologi Komunikasi mempelajari tentang
interaksi sosial dengan segala aspek yang berhubungan dengan interaksi tersebut
seperti bagaimana interaksi (komunikasi) itu dilakukan dengan menggunakan media,
bagaimana efek media sebagai akibat dari interaksi tersebut, sampai dengan
bagaimana perubahan-perubahan sosial di masyarakat yang didorong oleh efek
media berkembang serta konsekuensi sosial macam apa yang ditanggung
masyarakat sebagai akibat dari perubahan yang didorong oleh media massa itu.
Komunikasi massa menurut McQuail (1994:6) adalah komunikasi komunikasi
yang berlangsung pada tingkat masyarakat luas. Pada tingkat ini komunikasi
dilakukan dengan menggunakan media massa. Selanjutnya McQuail mengatakan
ciri-ciri utama komunikasi massa, sumbernya adalah organisasi formal dan
pengirimnya adalah professional, pesannya beragam dan dapat diperkirakan, pesan
diproses dan distandarisasikan, pesan sebagai produk yang memiliki nilai jual dan
makna simbolik, hubungan antara komunikan dan komunikator berlangsung satu
arah bersifat impersonal, non-moral, dan kalkulatif .
Dengan demikian, lingkup komunikasi massa menyangkut sumber pemberitaan,
pesan komunikasi, hubungan omunikan dan komunikator, dan dampak pemberitaan
terhadap masyarakat.

3. Definisi Emosi
Emosi adalah suatu reaksi tubuh menghadapi situasi tertentu. Sifat dan intensitas
emosi biasanya terkait erat dengan aktivitas kognitif (berpikir) manusia sebagai hasil
persepsi terhadap situasi. Sudah lama diketahui bahwa emosi merupakan salah satu
aspek berpengaruh besar terhadap sikap manusia. Bersama dengan dua aspek
lainnya, yakni kognitif (daya pikir) dan konatif (psikomotorik), emosi atau yang
sering disebut aspek afektif, merupakan penentu sikap, salah satu predisposisi
perilaku manusia. Namun tidak banyak yang mempermasalahkan aspek emosi
hingga muncul Daniel Goleman (1997) yang mengangkatnya menjadi topik utama di
bukunya. Kecerdasan emosi memang bukanlah konsep baru dalam dunia psikologi.
Lama sebelum Goleman (1997) di tahun 1920, E.L. Thorndike sudah mengungkap
social intelligence, yaitu kemampuan mengelola hubungan antar pribadi baik pada
pria maupun wanita. Thorndike percaya bahwa kecerdasan sosial merupakan syarat
penting bagi keberhasilan seseorang di berbagai aspek kehidupannya. Salah satu
pengendali kematangan emosi adalah pengetahuan yang mendalam mengenai emosi
itu sendiri. Banyak orang tidak tahu menahu mengenai emosi atau besikap negatif
terhadap emosi karena kurangnya pengetahuan akan aspek ini. Seorang anak yang
terbiasa dididik orang tuanya untuk tidak boleh menangis, tidak boleh terlalu
memakai perasaan akhirnya akan membangun kerangka berpikir bahwa perasaan,
memang sesuatu yang negatif dan oleh karena itu harus dihindari. Akibatnya anak
akan menjadi sangat rasional, sulit untuk memahami perasaan yang dialami orang
lain serta menuntut orang lain agar tidak menggunakan emosi. Salah satu definisi
akurat tentang pengertian emosi diungkap Prezz (1999) seorang EQ organizational
consultant dan pengajar senior di Potchefstroom University, Afrika Selatan, secara
tegas mengatakan emosi adalah suatu reaksi tubuh menghadapi situasi tertentu. Sifat
dan intensitas emosi biasanya terkait erat dengan aktivitas kognitif (berpikir)
manusia sebagai hasil persepsi terhadap situasi. Emosi adalah hasil reaksi kognitif
terhadap situasi spesifik. Emosilah yang seringkali menghambat orang tidak
melakukan perubahan. Ada perasaan takut dengan yang akan terjadi, ada rasa cemas,
ada rasa khwatir, ada pula rasa marah karena adanya perubahan. Hal tersebut itulah
yang seringkali menjelaskan mengapa orang tidak mengubah polanya untuk berani
mengikuti jalur-jalur menapaki jenjang kesuksesan. Hal ini sekaligus pula
menjelaskan pula mengapa banyak orang yang sukses yang akhirnya terlalu puas
dengan kondisinya, selanjutnya takut melangkah. Akhirnya menjadi orang yang
gagal.

Emosi pada prinsipnya menggambarkan perasaan manusia menghadapi berbagai


situasi yang berbeda. Oleh karena emosi merupakan reaksi manusiawi terhadap
berbagai situasi nyata maka sebenarnya tidak ada emosi baik atau emosi buruk.
Berbagai buku psikologi yang membahas masalah emosi seperti yang dibahas
Atkinson (1983) membedakan emosi hanya 2 jenis yakni emosi menyenangkan dan
emosi tidak menyenangkan. Dengan demikian emosi di kantor dapat dikatakan baik
atau buruk hanya tergantung pada akibat yang ditimbulkan baik terhadap individu
maupun orang lain yang berhubungan (Martin, 2003). Tantangan menonjol bagi
pekerja saat ini terutama adalah bertambahnya jam kerja serta keharusan untuk
mengelola hal-hal berpotensi stress dan berfungsi efektif di tengah kompleksitas
bisnis. Selain itu pekerja dituntut mampu menempatkan kedupan kerja dan keluarga
selalu dalam posisi seimbang. Bahkan hanya soal kemampuan logika, saat ini
tantangan pekerjaan juga terletak pada kemampuan berelasi dan berempati. Dalam
berkata, bertindak dan mengambil keputusan, seseorang membutuhkan kecerdasan
emosi yang tinggi, sehingga mampu melihat sesuatu dari sudut pandang orang lain.

Emosi menjadi penting karena ekspresi emosi yang tepat terbukti bisa melenyapkan
stress pekerjaan. Semakin tepat mengkomunikasikan perasaan, semakin nyaman
perasaan tersebut. Ketrampilan manajemen emosi memungkinkan individu menjadi
akrab dan mampu bersahabat, berkomunikasi dengan tulus dan terbuka dengan orang
lain. Berbagai riset tentang emosi umumnya berkesimpulan sederhana bahwa ‘adalah
penting untuk membawa emosi yang menyenangkan ke tempat kerja’.
Emosi yang tadinya sering ditinggal di rumah saat berangkat kerja saat ini justru
semakin perlu dilibatkan di setiap setting bisnis. Naisbitt (1997) pun dalam bukunya
“High Tech, High Touch : Technology and Our Search for Meaning” mendukung
pendapat ini. Dikatakannya pada situasi teknologi mewabah, justru haus akan
sentuhan kemanusiaan. Perkembangan tehnologi yang luar biasa yang kini terjadi
dirasakan tidak diiringi dengan perubahan sosial yang memadai. Naisbitt (1997)
menyebut era saat ini sebagai ‘zona keracunan tehnologi’. Di satu sisi sangat memuja
tehnologi, di sisi lain melihat ada bagian yang hilang dari tehnologi, yaitu sentuhan
kemanusiaan yang kita idamkan

B. Ciri-Ciri Karakteristik Perkembangan Moral, Sosial, dan Emosi


1. Karakteristik Perkembangan Moral
Moral dapat diartikan sebagai tingkah laku yang susila, sesuai hukum atau adat
kebiasaan yang ada pada lingkungan. Menurut Chaplin (1999), morale (moril)
merupakan sikap atau semangat yang ditandai secara khas oleh adanya kepercayaan
diri, motivasi yang kuat untuk meneruskan sesuatu usaha, kegembiraan, dan
organisasi yang baik. Perkembangan moral dianggap sebagi suatu aspek penting
karena sangat menentukan kepribadian individu sebagai maklhuk sosial. Ada dua
teori perkembangan moral yang menjadi acuan para pendidik, yaitu teori dari
Lawrence Kohlberg dan Jean Piaget.

1). Teori Perkembangan Moral Kohlberg


Kohlberg memberi perkembangan moral dalam tiga peringkat yaitu pra-konvensional,
konvensional, dan purna konvensional (Soesilo, 2014). Peringkat prakonvensional
mula-mual ditandai dengan besarnya pengaruh wawasan kepatuhan dan hukuman
terhadap perilaku anak. Penilaian terhadap perilaku didasarkan atas akibat sikap yang
ditimbulkan oleh perilaku itu. Dalam tahap selanjutnya, akan mulai menyesuaikan
dengan harapan lingkungan untuk memperoleh hadiah, yaitu senyum, pujian atau
permen. Peringkat kedua adalah konvensional. Anak terpaksa mengikuti atau
menyesuaikan diri dengan berbagai harapan lingkungan atau ketertiban sosial agar
disebut anak baik atau anak manis. Peringkat terakhir dalam teori moral kohlberg
adala purna konvensional. Anak mulai mengambil keputusan tentang baik-buruk
secara mandiri. Prinsip pribadi mempunyai peranan yang penting. Penyesuaian diri
terhadap segala aturan di sekitarnya lebih didasarkan atas penghargaannya serta rasa
hormatnya terhadap orang lain.

2). Perkembangan Moral Piaget


Menurut Piaget (dalam Soesilo, 2014), moral berkembang dalam dua tahapan yang
berbeda. Tahap pertama disebut tahap realisme moral (stage of moral realism) atau
moralitas. Tahap ini berkembang sampai usai 7 tahun. Anak otomatis menyesuaikan
diri dengan peraturan yang ada tanpa penelaahan rasional. Orangtua dan para dewasa
di sekitarnya dianggap sebagai maklhuk serba bisa. Oleh karena itu patut diikuti tanpa
harus bertanya-tanya. Benar dan salah didasarkan atas konsekuensi dari perilakunya.
Tahap perkembangan moral yang kedua adalah moralitas otonom (stage of
autonomous morality) atau moralitas hasil interaksi seimbang (morality by
cooperation or reciprocity). Dimulai kira-kiara usia 8 tahun sampai dewasa. Pada
masa ini konsep benar dan salah yang dipelajari dari orangtuanya perlahan-lahan
mulai berubah tergantung situasi dan faktor lain. Ketika anak sudah berusia 12 tahun,
maka kemampuan untuk berabstraksi memungkinkan anak mengerti alasan yang ada
di belakang tiap-tiap aturan atau harapan orang lain. Oleh karena itu anak dapat
memperhatikan konsekuensi perilakunya secara lebih rasional.

1. Basic trust vs basic mistrust (0-1 tahun)


Kebutuhan akan rasa aman dan ketidak berdayaannya menyebabkan konflik yang
dialami oleh anak dalam tahap ini adalah Basic Trust vs Basic Mistrust. Bila rasa
aman dipenuhi, maka anak akan mengembangkan dasar-dasar kepercayaan pada
lingkungan. Sebaliknya, bila anak selalu terganggu, tidak pernahn merasakan
kasih saying dan rasa aman, anak akan mengembangkan perasaan tidak percaya
pada lingungan. Ibu memainkan peranan penting.
2. Autonomy vs Shame and Doubt (2-3 tahun)
Organ-organ tubuh sudah lebih masak dan terkoordinasi. Anak dapat melakukan
aktivitas secara meluas dan bervariasi oleh karena itu konflik yang dihadapi anak
dalam tahap ini adalah perasaan mandiri vs perasaan malu dan ragu-ragu.
Pengakuan, pujian, perhatian serta dorongan akan menimbulkan perasaan percaya
diri, memperkuat egonya. Bila sebaliknya yang terjadi, maka akan berkembang
perasaan ragu-ragu. Kedua orangtuan merupakan objek sosial terdekat bagi anak.
3. Initiative vs Guilt (3-6 tahun)
Bila pada tahap sebelumnya anak mengembangkan perasaan percaya diri dan
mandiri, maka ia akan berani mengambil inisiatif, yaitu perasaan bebas untuk
melakukan segala sesuatu atas kehendak sendiri. Tetapi bila pada tahap
sebelumnya ia mengembangkan perasaan ragu-ragu, maka ia akan selalu merasa
bersalah. Ia tidak berani melakukan segala sesuatu atas kehendak sendiri.
4. Industry vs Inferiority (6-11 tahun)
Anak sudah mulai mampu meakukan pemikiran logis dan anak sudah bersekolah.
Oleh karena itu tuntutan dari dalam dirinya sendiri maupun dari luar sudah
semakin luas. Konflik yang dihadapi pada tahap ini adalah perasaan rendah diri.
Bila kemampuan untuk menghadapi tuntutan lingkungan dihargai (misalnya di
sekolah), maka akan berkembang rasa bergairah untuk terus lebih produktif,
sedang bila sebaliknya yang dialami anak, maka timbul perasaan rendah diri.

2. Karakteristik Perkembangan Sosial


Perkembangan sosial berarti perolehan kemampuan berprilaku yang sesuai dengan
tuntutan sosial. Menjadi orang yang mampu bersosialisasi (sozialed), memerlukan
tiga proses. Dimana masing-masing proses tersebut terpisah dan sangat berbeda satu
sama lain, tetapi saling berkaitan, sehingga kegagalan dalam satu proses akan
menurunkan kadar sosialisasi individu. Menurut Hurlock (1996) tiga proses dalam
perkembabangan sosial adalah sbb:
1). Berperilaku  dapat diterima secara sosial Setiap kelompok sosial mempunyai
standar bagi para anggotanya tentang prilaku yang dapat diterima. Untuk dapat
bersosialisasi, seseorang tidak hanya harus mengetahui prilaku yang dapat diterima,
tetapi mereka juga harus menyesuaikan prilakunya sehingga  ia bisa diterima
sebagain dari masyarakat atau lingkungan sosial tersebut.

2). Memainkan peran  di lingkungan sosialnya. Setiap kelompok sosial mempunyai
pola kebiasaan yang telah ditentukan dengan seksama oleh para anggotanya dan
setiap anggota dituntut untuk dapat memenuhi tuntutan yang diberikan kelompoknya.

3). Memiliki Sikap yang positif terhadap kelompok Sosialnya


Untuk dapat bersosialisasi dengan baik, seseorang harus menyukai orang yang
menjadi kelompok  dan aktifitas sosialnya. Jika seseorang disenangi berarti, ia
berhasil dalam penyesuaian sosial  dan diterima sebagai anggota kelompok sosial
tempat mereka menggabungkan diri.

ESENSI SOSIALISASI PADA ANAK


Sikap anak-anak  terhadap orang lain dalam   bergaul  sebagian besar  akan sangat
tergantung pada pengalaman belajarnya selama tahun-tahun awal kehidupan, yang
merupakan masa pembentukan dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan
sosialnya. Maka ada  empat faktor yang mempengaruhinya :
1). kesempatan yang penuh untuk bersosialisasi adalah penting bagi anak-anak,
karena ia tidak dapat belajar hidup bersosialisasi  jika kesempatan  tidak
dioptimalkan.  Tahun demi tahun  mereka semakin membutuhkan ksempatan untuk
bergaul dengan banyak orang, jadi tidak hanya dengan anak yang umur dan tingkat
perkembangannya sama, tetapi juga dengan orang  dewasa  yang umur dan
lingkungannya yang berbeda.
2). dalam keadaan bersama, anak tidak hanya harus mampu berkomunikasi dalam
kata-kata yang dapat dimengerti orang lain, tetapi juga harus mampu  berbicara
tentang topik yang dapat dipahami  dan dapat menceritakannya secara  menarik
kepada orang lain. Perkembangan bicara merupakan hal yang terpenting bagi
perkembangan sosialisasi anak.
3). anak akan belajar bersosialisasi  jika mereka mempunyai motivasi  untuk
melakukannya. Motivasi ini sangat  bergantung pada tingkat kepuasaan yang
diberikan kelompok sosialnya  kepada anak. Jika mereka memperoleh kesenangan
melalui hubungan dengan orang lain, mereka akan mengulangi hubungan tersebut.
4). metode  belajar yang efektif dengan bimbingan yang tepat adalah penting. Dengan
metode coba ralat, anak akan  mempelajari beberapa perilaku yang penting bagi
perilaku sosialnya.

MASA KANAK-KANAK AKHIR


Akhir masa anak-anak (Late childhood) berlangsung pada usia 6 tahun hingga tiba
saatnya individu menjadi matang secara seksual. Pada masa awal dan masa akhir anak-anak
ditandai oleh  kondisi yang sangat mempengaruhi perkembangan sosial anak. Permulaan masa
akhir anak-anak ditandai dengan masuknya anak ke kelas satu Sekolah Dasar. Bagi sebagian
besar anak, hal ini merupakan perubahan besar dalam pola kehidupannya, juga bagi  yang pernah
mengalami situasi Pra Sekolah. Sementara untuk menyesuaikan diri dengan tuntutan dan harapan
bagi sebagian anak terasa sulit, karena kebanyakan anak berada dalam keadaan tidak
seimbang;anak mengalami gangguan emosional, sehingga sulit untuk dapat bekerja sama. Oleh
karena itu, masuk kelas satu merupakan peristiwa penting yang sangat menentukan bagi
perkembangan sosialnya  sehingga dapat mengakibatkan perubahan dalam sikap, prilaku dan
nilai bagi anak.
            Tibanya akhir masa anak-anak sulit untuk  diketahui secara tepat  kapan periode ini
berakhir, karena kematangan seksual  sebagai  kriteria yang digunakan untuk memisahkan masa
anak-anak dan pubertas  timbulnya tidak selalu sama pada setiap anak.  Salah satu penyebabnya
adalah karena perbedaan  kematangan seksual. Biasanya  anak laki-laki  mengalami masa anak-
anak  lebih lama dibandigkan  anak perempuan.  Secara umum  anak perempuan masa akhir
anak-anak berlangsung antara usia 6 – 13 tahun berarti  rentang waktunya sekitar 7 tahun.
Sedangkan  bagi anak laki-laki berlangsung antara 6 – 16 tahun, berarti  rentang waktu sekitar  8
tahun.
 
PERKEMBANGAN SOSIAL AKHIR MASA ANAK-ANAK
A. Sosialisasi Dengan Anggota Keluarga
            Ketika seseorang memasuki usia  akhir masa anak-anak maka biasanya para orang  tua
mulai memberikam waktunya yang lebih sedikit. Menurut suatu investivigasi tentang banyaknya
waktu yang digunakan orang tua bersama anak, maka   waktu yang dihabiskan oleh orang tua
untuk mengasuh,  mengajar, berbicara dan bermain dengan anak-anak yang telah memasuki
masa akhir kurang dari setengah waktu yang dihabiskan ketika anak masih lebih kecil (Hill &
Stafford, 1980). Pada umumnya anak-anak pada masa akhir, lebih diarahkan  dalam mengerjakan
tugas-tugas sederhana secara sendiri. Misalnya pekerjaan-pekerjaan membersihkan kamar,
membersihkan dapur, dll. Selain dengan adanya kegiatan-kegiatan seperti itu menyebabkan
interaksi dengan orang tua menjadi berkurang.
            Perubahan-perubahan pada kehidupan  orang tua seperti, kedua orang tua yang bekerja,
perceraian, single parent, sangat mempengaruhi hakekat interaksi orang tua  dengan anak pada
masa akhir anak-anak. Ketika tuntutan pengasuhan mulai berkurang biasanya  para ibu  akan
lebih memilih kembali  karir atau memulai suatu kegiatan baru. Hal ini menyebabkan  waktu
yang harusnya lebih  diberikan untuk membimbing  dan mengasuh anak malah digunakan untuk
kegiatan  pengembangan karir khususnya  bagi para ibu.
 
B. Sosialisasi Di Sekolah
            Akhir masa anak-anak sering disebut sebagai ”usia berkelompok”, (gang) karena pada
masa ini ditandai dengan adanya minat terhadap aktivitas teman-teman dan meningkatnya
keinginan yang kuat untuk diterima sebagai anggota kelompok di sekolahnya. Ia merasa tidak
puas bila tidak bersama teman-temannya. Anak tidak lagi puas bermain sendiri di rumah atau
dengan saudara kandung atau melakukan kegiatan dengan angota keluarga. Anak ingin bermain
bersama teman-teman sekolahnya dan akan merasa kesepian serta tidak puas bila tidak bersama
teman-temannya tersebut.
            Sosialisasi  anak di sekolah pada umumnya terjadi atas dasar interest dan aktvitas
bersama. Hubungan persahabatan dan hubungan peer group di sekolah bersifat timbal balik dan
biasanya diantara sesama anggota kelompok ada saling pengertian,  saling membantu, saling
percaya dan saling menghargai serta menerima satu sama lain.
 
C. Sosialisasi Dengan Teman Sebaya
Selama masa pertengahan dan akhir,  biasanya anak lebih banyak meluangkan waktunya
dalam berinterkasi dengan teman sebaya. Dalam suatu investivigasi, diketahui bahwa waktu
yang digunakan untuk anak-anak berinteraksi dengan teman sebayanya  sebanyak  40 persen
pertahun (Baker & Wright, 1951). Episode bersama teman sebaya berjumlah 299 hari sekolah.
            Apa yang dilakukan bersama teman-temannya?  dalam suatu penelitian yang dilakukan
untuk mengetahui tentang bagaimana aktivitas anak,  diketahui bahwa umumnya anak-anak masa
akhir melakukan kegiatan olahraga, jalan-jalan,  permainan dan sosialisasi yang merupakan
kegiatan yang paling sering  dilakukan. Pada saat mereka  melakukan kegiatan biasanya anggota
kelompok terdiri dari teman  yang sama jenis kelaminya daripada diantara anak-anak yang
berbeda jenis kelaminnya.
             Pada masa akhir anak-anak mereka telah  menjalin persahabatan dengan teman sebaya
dan mulai memasuki usia gang, yaitu usaha yang pada saat itu  kesadaran sosial berkembang
pesat dan telah  menjadi pribadi  sosial yang merupakan salah salah satu tugas perkembangan
yang utama dalam periode ini.
            Gang pada  masa kanak-kanak merupakan suatu kelompok  yang spontan dan tidak
mempunyai tujuan yang diterima secara sosial. Gang merupakan usaha anak untuk  menciptakan
suatu masyarakat yang sesuai bagi pemenuhan kebutuhan mereka. Gang memberikan
pembebasan dari pengawasan orang dewasa. Dalam hal ini ada beberapa ciri gang pada masa
akhir anak-anak, yaitu:
Gang  merupakan kelompok bermain
Anggota gang terdiri dari jenis kelamin yang sama
Pada mulanya terdiri dari tiga atau empat anggota, tetapi jumlah ini meningkat dengan
bertambah besarnya anak dan bertambahnya minat pada olahraga.
Gang anak laki-laki lebih sering terlibat dalam perilaku sosial buruk daripada anak
perempuan.
Kegiatan gang yang populer meliputi permainan dan olahraga, pergi ke bioskop dan
berkumpul untuk bicara atau makan bersama.
Gang mempunyai pusat tempat pertemuan, biasanya yang jauh dari pengawasan orang-
orang dewasa.
Sebagian besar kelompok mempunyai tanda keanggotaan; misalnya anggota kelompok
memakai pakaian yang sama.
Pemimpin gang mewakili ideal kelompok dan hampir dalam segala hal lebih unggul
daripada anggota-anggota yang lain.
 
D. Efek dari Keanggotaan Kelompok
            Keanggotaan kelompok dapat menimbulkan akibat yang kurang baik pada anak-anak,
diantaranya adalah:
Menjadi anggota geng seringkali menimbulkan pertentangan dengan orang tua dan
penolakan terhadap standar orang tua, sehingga akan memperlemah ikatan emosional
antara kedua pihak.
Permusuhan antara anak laki-laki dan anak perempuan semakin meluas. Hal ini
disebabkan karena  anak perempuan mencapai masa puber lebih cepat dibandingkan
anak laki-laki. Sehingga anak perempuan akan tampil lebih  dewasa dibanding anak
laki-laki.
Kecenderungan anak yang lebih tua untuk mengembangkan prasangka terhadap anak
yang berbeda sehingga sering terjadi prasangka dan diskriminasi berdasarkan pada
perbedaan rasial,  agama dan sosial ekonomi.
Seringkali  bersikap kejam terhadap anak-anak yang tidak dianggap sebagai anggota
geng. Banyaknya rahasia yang ada diantara anggota geng dimaksudkan untuk
menjauhkan anak yang tidak disenangi.
 
REMAJA AWAL
            Masa remaja awal atau masa puber adalah periode yang unik dan khusus yang ditandai
dengan perubahan-perubahan perkembangan yang tidak terjadi dalam tahap-tahap lain dalam
rentang kehidupan. Umumnya  usia remaja awal ini berkisar antara 12 sampai dengan 14 tahun.
Ciri-ciri yang penting pada masa puber adalah sbb:
Masa remaja awal merupakan masa tumpang tindih.
karena mencakup tahun akhir masa kanak-kanak dan tahun-tahun awal masa remaja.
Sehingga perilaku yang ditampilkan agak sukar untuk dibedakan.
Masa remaja awal merupakan periode yang singkat
Dibandingkan dengan banyaknya perubahan yang terjadi di dalam perkembangngan
manusia maka masa puber merupakan periode yang paling singkat, yaitu sekitar dua
sampai empat tahun.
Masa puber merupakan masa pertumbuhan dan perubahan yang   pesat.
 Perubahan-perubahan yang sangat pesat  ini akan  menimbulkan dampak pada anak. 
Misalnya timbul keraguan,  perasaan tidak mampu dan tidak aman dan dalam beberapa
hal memungkinkan timbulnya perilaku negatif.
Masa remaja awal merupakan masa negatif
Pada masa ini  anak  cenderung  mengambil sikap anti terhadap kehidupan atau
kehilangan sifat-sifat baiknya yang sebelumnya sudah berkembang. Kondisi ini
merupakan sesuatu yang wajar. Beberapa ahli psikologi perkembangan menyebut ini
sebagai masa negatifistik kedua.
Pada masa ini terjadi kematangan alat-alat seksual.
Dengan tumbuh dan kembangnya fungsi-fungsi organ maka ciri-ciri seks sekunder
mulai berkembang, seperti mulai tumbuhnya rambut pubis, perubahan suara. Pada anak
perempuan mulai memasuki masa menstruasi dan mulai tumbuhnya buah dada.
 
PERKEMBANGAN  SOSIAL PADA REMAJA
            Perkembangan  sosial pada masa puber dapat dilihat dari dua ciri khas yaitu mulai
terbentuknya kelompok  teman sebaya baik dengan jenis kelamin yang sama atau dengan jenis
kelamin yang berbeda dan mulai memisahkan diri dari orang tua.
 
A. Kelompok Teman Sebaya
            Percepatan  perkembangan pada masa puber berhubungan dengan pemasakan seksual
yang akhirnya mengakibatkan suatu perubahan dalam perkembangan sosial. Sebelum memasuki
masa remaja biasanya anak sudah mampu menjalin  hubungan yang erat  dengan teman sebaya.
Seiring dengan itu juga timbul kelompok anak-anak untuk bermain bersama atau membuat
rencana bersama. Sifat yang khas kelompok anak sebelum pubertas  adalah  bahwa kelompok 
tadi terdiri daripada jenis kelamin yang sama. Persamaan sex ini dapat membantu timbulnya
identitas jenis kelamin dan yang berhubungan dengan perasaan identifikasi yang mempersiapkan
pengalaman identitasnya. Sedangkan pada masa puber anak sudah mulai berani untuk melakukan
kegiatan dengan lawan jenisnya dalam berbagai kegiatan.
Selama tahun pertama masa puber, seorang remaja cenderung memiliki keanggotaan
yang lebih luas. Dengan kata lain, teman-teman atau tetangga seringkali adalah anggota
kelompok remaja. Biasanya kelompoknya lebih heterogen daripada kelompok teman sebaya.
Misalnya  kelompok teman sebaya pada masa remaja cenderung memiliki suatu campuran
individu-individu dari  berbagai kelompok. Interaksi yang semakin intens menyebabkan
kelompok bertambah kohesif. Dalam kelompok dengan kohesi yang kuat maka akan
berkembanglah iklim  dan norma-norma kelompok tertentu. Namun hal ini  berbahaya bagi
pembentukan identitas dirinya. Karena pada masa ini ia lebih mementingkan perannya sebagai
anggota kelompok daripada mengembangkan pola pribadi. Tetapi terkadang adanya paksaan dari
norma kelompok membuatnya sulit untuk membentuk keyakinan diri.
 
B. Melepas dari orang tua
             Tuntutan untuk memisahkan diri dari orang tua dan menuju ke arah teman-teman sebaya
merupakan suatu reaksi terhadap status intern anak muda. Sesudah mulainya pubertas timbul
suatu diskrepansi yang besar antara kedewasaan jasmaniah dengan ikatan sosial  pada milienu
orang tua. Dalam keadaan seperti ini banyak pertentangan-pertentangan antara remaja awal
dengan orang tua, diantaranya:
Perbedaan standar perilaku
Remaja awal sering menganggap bahwa standar perilaku orang tuanya kuno sedangkan
dirinya dianggap modern. Mereka mengharapkan agar orang tuanya mau menyesuaikan
diri dengan perilakunya yang modern.
Merasa menjadi korban
Remaja sering merasa benci kalau status sosial ekonominya tidak memungkinkan
mempunyai simbol status yang sama dengan teman sebayanya.
Seperti pakaian, sepatu, accecoris,dll. Pada usia  ini ia paling tidak suka jika diperintah
mengerjakan pekerjaan di rumah.
Prilaku yang kurang matang
Biasanya orang tua mengembangkan pola menghukum bila para remaja mengabaikan
tugas-tugas sekolah, melalaikan tanggung jawab dan jajan semaunya. Pelarangan dan
menghukum  membuatnya benci kepada orang tua.
Masalah palang pintu
Kehidupan sosial yang aktif menyebabkan ia sering melaggar peraturan. Seperti waktu
pulang dan mengenai dengan siapa dia berhubungan, terutama dengan lawan jenis.
Metode  Disiplin
Jika metode disiplin yang diterapkan orang tua dianggap tidak adil atau kekanak-
kanakan maka remaja akan memberontak. Pemberontakan terbesar dalam keluarga
terjadi jika salah satu orang tua dominan daripada lainnya. Hal ini menyebabkan pola
asuh cenderung otoriter.
 
Di Indonesia perkembangan remaja masih ada keterbatasannya. Di satu sisi walaupun
ingin melepas dari orang tua  namun pada kebanyakan remaja awal masih tinggal bersama orang
tua. Selain itu juga secara ekonomik  masih bergantung kepada orang tua.  Mereka juga belum
bisa kawin, secara budaya hubungan seksual tidak diperkenankan sesuai dengan norma agama
dan sosial, meskipun mereka sudah bisa mengadakan kencan-kencan dengan teman lain jenis.
Mereka  berusaha mencapai kebebasan dalam berpacaran. Mereka mempunyai kecenderungan
yang sama untuk menghayati kebebasan tadi sesuai dengan usia dan jenis kelaminnya. Hal ini
berarti sebagai tanda kedewasaan, mereka mulai mengorbankan sebagian besar hubungan emosi
mereka dengan orang tua mereka dalam usaha menjadi anggota kelompok teman sebaya.
Menurut Maccoby (1984) sistem hubungan orang tua dan anak dalam keluarga berubah
dari hubungan regulasi menjadi hubungan yang coregulasi., dimana dalam hal ini orang tua telah
makin memberikan kebebasan untuk menentukan sendiri pada anak. Hal ini bukan berarti
menghalangi hubungan yang koperatif antara orang tua dan anak-anaknya. Biasanya komunikasi
yang terjalin dengan ibu jauh lebih dekat daripada dengan ayah. Komunikasi dengan ibu meliputi
permasalahan sehari-hari, sedangkan permasalahan dengan ayah perasaan remaja dalam hidup di
masyarakat.
            Pada anak wanita pelepasan ini agak lebih sukar hal ini disebabkan adanya interaksi
antara sifat kewanitaanya dengan nilai-nilai masyarakat di sekelilingnya. Di Indonesia khususnya
dalam masyarakat Jawa anak wanita diharapkan untuk mencintai orang tua dan keluarga dalam
arti yang lebih,misalnya merawat, memelihara dan bertanggung  jawab terhadap rumah dan
keluarga. Namun demikian bukan berarti bahwa anak wanita tidak mempunyai kesempatan yang
sama dalam masyarakat.
            Dalam masa remaja awal ini , keinginan untuk melepaskan diri dari orang tua  dengan
maksud untuk menemukan dirinya sendiri. Menurut Erikson ditinjau dari perkembangnan sosial 
menamakan proses ini sebagai mencari identitas diri, yaitu menuju pembentukan identitas diri ke
arah individualitas yang mantap dimana hal ini merupakan aspek penting dalam perkembangan
diri menuju kemandirian.
            Usaha remaja awal dalam mencapai origininalitas juga sekaligus menunjukkan 
pertentangan  terhadap orang dewasa dan solidaritas terhadap teman sebaya. Prinsip emansipasi
memungkinkan bahwa kedua gerak antara menuju kemandirian dengan ketergantungan dengan
orang tua menimbulkan  jarak antar generasi (generation gap).
            Jarak  antar generasi yang dimaksudkan disini bukan berarti bahwa tidak ada hubungan
baik. Memang pada kenyataannya pada usia anak seperti ini orang tua sering tidak mengerti
melakukan hal-hal yang tidak seperti mereka harapkan. Biasanya pada saat ini mulai muncul
bibit-bibit pertentangan antara anak dan orang tua. Berdasarkan hasil penelitian perbedaan
pendapat antara anak dan orang tua antara lain penampilan, pemilihan teman, jam pulang
sekolah  yang tidak tepat, kurang hormat terhadap orang yang lebih tua, dll. Memang pada saat
ini  remaja lebih progresif dibandingkan orang tuanya.
 
KESIMPULAN
Perkembangan sosial berarti perolehan kemampuan berprilaku yang sesuai dengan
tuntutan sosial dengan berprilaku yang dapat diterima secara sosial, memenuhi tuntutan yang
diberikan oleh kelompok sosial, dan memiliki sikap yang positif terhadap kelompok sosialnya.
Perkembangan sosial akhir masa kanak-kanak ditandai dengan masuknya anak ke kelas
satu SD. Pada masa ini biasanya orang tua akan memberikan hanya sedikit waktunya untuk
berinteraksi dengan anak, sosialisasi di sekolah pada umumnya terjadi atas dasar interest dan
aktvitas bersama, lebih banyak meluangkan waktu untuk teman sebaya dan mulai membentuk
hub. peer group (geng) lebih cenderung dengan teman perempuan.
Perkembangan sosial pada masa remaja (pudertas) merupakan masa yang unik, masa
pencarian identitas diri dan ditandai dengan perkembangan fisik dan psikis anak. Pada masa ini
sosialisasi anak lebih luas dan berkembang, mereka mulai menjalin hubungan dengan teman-
teman laki-lakinya dan mengadakan kencan-kencan (dating). Anak lebih mementingkan teman
dari pada keluarga dan mulai timbul banyak pertentangan dengan orang tua. Mereka umumnya
belum bekerja dan masih belum mampu menafkahi dirinya sendiri.
Karena itu sebaiknya orang tua benar-benar memperhatikan perkembangan anak sampai
ia mampu untuk membedakan dan memilih mana yang baik dan buruk untuk dirinya (dewasa).
Tetapi tidak dengan bersikap otoriter terhadap anak, supaya anak merasa lebih nyaman dan tidak
takut untuk menceritakan konflik-konflik yang terjadi selama masa perkembangannya.

3. Karakteristik Perkembangan Emosi


Perasaan dan emosi adalah bagian dari keseluruhan aspek psikis manusia. Sebagai
fungsi psikis perasaan dan emosi mempunyai pengaruh terhadap fungsi psikis yang
lain seperti pengamat, tanggapan ,pemikiran dan kemauan.Emosi adalah reaksi
terhadap seseorang atau kejadian. Emosi dapat ditunjukkan ketika merasa senang
mengenai sesuatu, marah pada ataupun takut terhadap sesuatu. Emosi terbagi
menjadi dua yaitu, emosi negative dan emosi positif. Emosi tersebut akan terlihat dari
pengalaman, pengamatan, dan tanggapannya. Emosi manusia mengalami
perkembangan yang dimulai sejak lahir hingga dewasa. Dengan bertambahnya usia
anak, reaksi emosinyapun akan semakin beragam.Tak sulit bagi orang tua untuk
menggali berbagai reaksi emosi anak. Tapi yang paling penting adalah menyikapi
emosi anak dengan tepat.Seorang anak dalam perkembangan memiliki banyak
keunikan yang terkadang mengejutkan .keunikan dalam perkembangan tersebut sulit
dimengerti oleh orang dewasa.Sehingga banyak kejadian orang tua bersikap kasar
kepada anaknya ketika anak memunculkan beberapa sifat khasnya.

Masa Kanak – Kanak Awal


Emosi anak-anak prasekolah dapat menjadi bagian integral  dari perkembangan area
lain seperti kognitif dan motorik. Anak-anak mengalami perkembangan emosi dari
senang, marah dan susah menjadi malu, kecewa dan sebagainya. Pada masa ini tidak
hanya perlu belajar bagaimana cara mengekspresikan emosinya, tetapi juga perlu
belajar mengendalikannya. Sering dan kuatnya emosi akan merugikan penyesuaian sosial
anak. Emosi yang nyata seperti takut, amarah, cemburu, iri hati kerap kali disebut sebagi
emosi yang tidak menyenangkan atau “unpleasant emotion”. Sebaliknya perasaan yang
menyenangkan atau “pleasant emotion” seperti kasih sayang, bahagia, rasa ingin tahu, suka
cita, tidak saja membantu perkembangan anak tetapi sesuatu yang sangat penting dan
dibutuhkan bagi perkembangan anak. Anak mulai belajar mengendalikan ungkapan emosi
yang kurang dapat diterima.

Ciri-ciri masa kanak-kanak adalah sebagai berikut.

 Berlangsung relatif singkat.

Disebabkan karena emosi anak menampakkan dirinya di dalam kegiatan atau gerakan yang
nampak, sehingga menghasilkan emosi yang pendek.
 Kuat atau hebat.

Mereka akan tampak marah sekali, takut sekali, tertawa ternbahak-bahak meskipun kemudian
cepat hilang.

 Mudah berubah.

Sering terjadi perubahan, saling berganti-ganti emosi, dari emosi susah ke emosi senang dan
sebalikknya dalam waktu yang singkat.

 Nampak berulang-ulang ; Timbul karena anak ada pada tahap perkembangan menuju
dewasa. Anak harus menyesuaikan diri terhadap situasi luar, dan dilakukan secara
berulang-ulang.

 Respon berbeda-beda; Menunjukkan variasi respon emosi. Secara berangsur-angsur


pengalaman belajar dari lingkungan membentuk tingkah laku dengan perbedaan emosi
secara individual.

 Dapat diketahui atau dideteksi dari gejala tingkah lakunya. Misalnya melamun, gelisah,
sering menangis dan sebagainya.

 Mengalami perubahan dalam kekuatan.


Misalnya seorang anak masih merasa malu di tempat yang asing, namun lama kelamaan
anak akan merasa biasa saja/tidak malu.
 Perubahan dalam ungkapan-ungkapan perasaan.

Memperlihatkan keinginan yang kuat terhadap apa yang mereka inginkan. Bila keinginan tidak
terpenuhi anak akan marah. Sebaliknya jika merasa senang anak akan tersenyun dan tertawa
meskipun orang lain tidak mengetahui apa yang dirasakan.

Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa perkembangan kanak-kanak akhir tidak terlalu
berbeda dengan masa kanak-kanak awal, namun anak sudah mampu mengendalikan luapan
emosi yang tidak dapat diterima. Anak mulai menampakkan rasa malu. Keinginan anak sulit
ditolak. Pada masa perkembangan ini guru atau orang tua harus mampu memberi pengertian
pada anaknya agar lebih terkendali emosi negatifnya.

Remaja

Ketegangan emosi yang khas disebut masa badai topan (strom and stress). Heightened
Emotionality, yaitu masa yang menggambarkan keadaan perasaan remaja yang tidak menentu,
tidak stabil dan meledak-ledak. Meningginya emosi terjadi karena remaja menghadapi kondisi
baru, karena selama masa kanak-kanak mereka kurang mempersiapkan diri menghadapi keadaan
tersebut. Kepekaan emosi sering diwujudkan dalam bentuk, lekas marah, mudah menyendiri dan
adanya kebiasaan nervous, gelisah, cemas dan sentimen, menggigit kuku dan garuk-garuk
kepala.
Perkembangan emosi cinta remaja, meliputi beberapa tahap yaitu:

1. Crush, akhir masa kanak-kanak/awal remaja, mulai memuja orang lain yang lebih tua
dari jenis seks yang sama, cinta bersifat pemujaan
2. Hero worshipping, sama dengan crush, cinta bersifat pemujaan ditunjukkan pada orang
lain yang lebih tua, tapi dari jenis kelamin yang berbeda dan umumnya jarak jauh.
3. Boy crazy & Girl Crazy, rasa cinta ditunjukkan pada teman sebaya, tidak hanya satu
orang tapi pada semua remaja dan lawan jenisnya.
4. Puppy love (cinta monyet), cinta remaja tertuju pada satu orang saja tapi sifatnya masih
berpindah-pindah.
5. Romantic love, remaja menemukan cinta yang tepat, sifat sudah lebih stabil, sering
berakhir dengan perkawinan.

Sesuai dengan teori di atas perkembangan remaja terjadi masa transisi antara masa kanak-kanak
dengan dewasa. Anak sering kali merasa masih dianggap sebagai anak-anak padahal
perkembangan lebih meningkat dibandingkan dengan seorang anak. Anak mulai mengalami
ketertarikan dengan lawan jenis. Kontrol dari orang tua menjadi sangat penting agar anak tidak
terjerumus pada pergaulan bebas karena organ reproduksi anak sudah mulai matang.

Orang Dewasa

Perkembangan sangat berkaitan dengan adanya perubahan minat. Kondisi yang mempengaruhi
perubahan minat pada masa ini adalah perubahan kondisi kesehatan, perubahan status sosial
ekonomi, perubahan dalam pola kehidupan, perubahan dalam nilai, perubahan peran seks,
perubahan status dari belum menikah ke status menikah, menjadi orangtua, perubahan tekanan
budaya dan lingkungan. Kondisi di atas sangat menuntut orag dewasa pada masa ini untuk
melakukan penyesuaian diri dengan baik. Bahwa perkembangan emosi sosial dan moral terdapat
beberapa titik perhatian sebagai berikut

1. Pernikahan dan cinta

Pada masa dewasa madya, fase kehidupan keluarga mempengaruhi ciri khas perkembangan
emosinya pada fase ini berada pada taraf kestabilan dalam berumah tangga.

2. Sindrom sarang kosong

Sindrom sarang kosong ini menyatakan bahwa kepuasan pernikahan akan menurun karena anak-
anak yang akan mulai meninggalkan orangtuanya.

3. Hubungan persaudaraan dan persahabatan

Hubungan dengan saudara akan semakin meningkat. Individu mulai dituntut untuk membimbing
masa-masa sebelumnya.
4. Pengisian waktu luang

Individu pada masa dewasa madya atau tengah, perlu menyiapkan diri untuk masa pensiun, baik
secara keuangan maupun psikologi. Terkadang menyebabkan perasaan cemas.

5. Hubungan antar generasi

Semakin dekan antara anak dengan orang tuanya, biasanya ibu dengan anak perempuannya.
Tingkat perkembangan dewasa adalah pengendalian perasaan yang paling stabil. Orang mulai
dapat mengendalikan perasaan yang dulu ketika remaja masih meledak-ledak. Pada tingkat
dewasa biasanya lebih bisa ngemong generasi berikutnya. Lebih bisa mengalah dan berpikir
dingin. Tanggungjawab sebagai pemimpin, sebagai karyawan dan sebagai orang tua.

C. Faktor Penghambat dan Pendukung


1. Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Moral
Moral merupakan ajaran tentang baik atau buruk perbuatan dan akhlak yang
dimiliki oleh seseorang. Kohlberg menekankan bahwa perkembangan moral
didasarkan terutama pada penalaran moral dan berkembang secara bertahap. Pada
masa perkembangan moral bayi yang baru lahir pasti belum memiliki moral tetapi
lambat laun pasti akan mengerti tentang moral. Seperti apa penerapan nilai moral
itu ? berbuat baik terhadap orangtua, kepada orang lain yang lebih tua, saling
membantu, dan saling menghormati. Orangtua wajib menerapkan moral yang baik
terhadap anak, karena anak juga pasti bersosial dan bermasyarakat terhadap teman
atau terhadap orang yang lebih tua di sekelilingnya. Jadi, anak harus mempunyai
moral yang baik, supaya memeiliki sopan santun dimanapun tempatnya. Jika
orangtua mengajarkan moral kepada anak melalui kebiasaan sehari-harinya. Pasti
dimanapun tempatnya anak secara langsung menerapkan akhlak atau moral yang
baik.

Jika sebalikya , orangtua tidak mengajarkan moral yang baik untuk anak pasti
anak berbuat seenaknya saja, anak tidak sopan santun , anak tidak menghormati
jika ada orang yang lebih tua. Sekarang ini banyak anak yang kurang mempunyai
etika terhadap orang dewasa. Nah, disini sebagai orangtua harus saling
mendampingi anak supaya mempunyai moral yang baik supaya bisa di terima di
masyarakat dan juga baik di masyarakat. Ada juga faktor lain yang mempengaruhi
misal dari pergaulan , anak salah pergaulan, anak sering bergaul dengan anak
yang mempunyai moral yang tidak baik, nah disini anak biasanya juga
terpengaruh oleh temannya tersebut. Jadi, orangtua juga harus mengetahui sang
anak bermain dengan siapa dan mengetahui bagaimana sifat dari anak tersebut.

Pendidikan moral di sekolah juga sangat diperlukan. Pada tahun 1928-1930


Harshorne dan May dalam penelitiannya tersebut ditemukan hal-hal berikut :
 Pendidikan watak atau karakter dan pengajaran agama di kelas tidak
mempengaruhi perbaikan perilaku moral
 Pendidikan etika yang dilakukan dengan cara pengklarifikasian nilai,
yakni pengajaran tentang aturan-aturan berperilaku benar dan baik di
sekolah sedikit berpengaruh terhadap pembentukan moral sebagimana
yang dikehendaki.
Lalu, ada beberapa faktor yang mempengaruhi perkembangan moral pada anak,
yaitu sebagai berikut :
 Kurang tertanamnya jiwa agama pada setiap orang masyarakat
 Keadaan masyarakat yang kurang stabil
 Banyaknya tulisan dan gambar yang tidak mengindahkan dasar moral
 Tidak terlaksananya pendidikan moral yang baik
 Kurangnya kesadaran orangtua akan pentingnya pendidikan moral dasar
sejak dini
 Banyaknya orang melalaikan budi pekerti
 Suasana rumah tangga yang kurang baik
 Kurang adanya bimbingan untuk mengisi waktu luang
Maka dari itu, kita sebagai orangtua supaya lebih menerapkan nilai moral untuk
anak kita supaya anak kita memiliki moral yang baik di masyarakat. Karena
semua perilaku yang ada pada diri anak juga menyangkut kepribadian anak dan
juga faktor bagimana bimbingan dan peran dari orangtua. Jiwa agama itu penting
bagi anak karena agama juga sangat dibutuhkan anak. jika anak mempunyai moral
yang baik dan tidak memiliki ilmu agama seperti kurang lengkap. Jika anak
mempunyai nilai agama yang baik dan mempunyai morl yang tidak baik pastinya
juga tidak akan baik. Maka dari itu tanamkan nilai moral dan nilai agama untuk
anak supaya menjadi seperti yang kita inginkan.

Dari beberapa faktor diatas merupakan faktor yang mempengaruhi


perkembangan moral pada anak, supaya moral anak menjadi baik, kita harus
menanamkan nilai-nilai agama, budi pekerti dan lebih memberikan bimbingan
pada anak jika anak memiliki waktu luang. Di sisi lain suasana rumah tangga dari
ayah dan ibu juga harus baik, jangan sampai ada masalah di dalam rumah tangga
supaya tidak mempengaruhi pada anak. karena memang anak usia dini
membutuhkan bimbingan yang baik untuk dapat menerapkan nilai moral serta
ilmu agama untuk kebaikan anak.

2. Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Sosial

Perkembangan sosial manusia dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu: keluarga,


kematangan anak, status ekonomi keluarga, tingkat pendidikan, dan kemampuan mental
terutama emosi dan inteligensi.

1. Keluarga
Keluarga merupakan lingkungan pertama yang memberikan pengaruh terhadap berbagai
aspek perkembangan anak, termasuk perkembangan sosialnya. Kondisi dan tata cara
kehidupan keluarga merupakan lingkungan yang kondusif bagi sosialisasi anak. Di dalam
keluarga berlaku norma-norma kehidupan keluarga, dan dengan demikian pada dasarnya
keluarga merekayasa perilaku kehidupan budaya anak.
Proses pendidikan yang bertujuan mengembangkan kepribadian anak lebih banyak
ditentukan oleh keluarga. Pola pergaulan dan bagaimana norma dalam menempatkan diri
terhadap lingkungan yang lebih luas ditetapkan dan diarahkan oleh keluarga.
2. Kematangan anak
Bersosialisasi memerlukan kematangan fisik dan psikis. Untuk mampu
mempertimbangan dalam proses sosial, memberi dan menerima pendapat orang lain,
memerlukan kematangan intelektual dan emosional. Di samping itu, kemampuan
berbahasa ikut pula menentukan. Dengan demikian, untuk mampu bersosialisasi dengan
baik diperlukan kematangan fisik sehingga setiap orang fisiknya telah mampu
menjalankan fungsinya dengan baik.
3. Status Sosial Ekonomi
Kehidupan sosial banyak dipengaruhi oleh kondisi atau status kehidupan sosial keluarga
dalam lingkungan masyarakat. Masyarakat akan memandang anak, bukan sebagai anak
yang independen, akan tetapi akan dipandang dalam konteksnya yang utuh dalam
keluarga anak itu. “ia anak siapa”. Secara tidak langsung dalam pergaulan sosial anak,
masyarakat dan kelompoknya dan memperhitungkan norma yang berlaku di dalam
keluarganya. Dari pihak anak itu sendiri, perilakunya akan banyak memperhatikan
kondisi normatif yang telah ditanamkan oleh keluarganya. Sehubungan dengan itu, dalam
kehidupan sosial anak akan senantiasa “menjaga” status sosial dan ekonomi keluarganya.
Dalam hal tertentu, maksud “menjaga status sosial keluarganya” itu mengakibatkan
menempatkan dirinya dalam pergaulan sosial yang tidak tepat. Hal ini dapat berakibat
lebih jauh, yaitu anak menjadi “terisolasi” dari kelompoknya. Akibat lain mereka akan
membentuk kelompok elit dengan normanya sendiri.
4. Pedidikan
Pendidikan merupakan proses sosialisasi anak yang terarah. Hakikat pendidikan sebagai
proses pengoperasian ilmu yang normatif, akan memberikan warna kehidupan sosial anak
di dalam masyarakat dan kehidupan mereka di masa yang akan datang. Pendidikan dalam
arti luas harus diartikan bahwa perkembangan anak dipengaruhi oleh kehidupan keluarga,
masyarakat, dan kelembagaan. Penanaman norma perilaku yang benar secara sengaja
diberikan kepada peserta didik yang belajar di kelembagaan pendidikan (sekolah).
Kepada peserta didik bukan saja dikenalkan kepada norma-norma lingkungan dekat,
tetapi dikenalkan kepada norma kehidupan bangsa(nasional) dan norma kehidupan
antarbangsa. Etik pergaulan membentuk perilaku kehidupan bermasyarakat dan
bernegara.
5. Kapasitas Mental, Emosi, dan Integensi
Kemampuan berpikir banyak mempengaruhi banyak hal, seperti kemampuan belajar,
memecahkan masalah, dan berbahasa. Anak yang berkemampuan intelektual tinggi akan
berkemampuan berbahasa secara baik. Oleh karena itu kemampuan intelektual tinggi,
kemampuan berbahasa baik, dan pengendalian emosional secara seimbang sangat
menentukan keberhasilan dalam perkembangan sosial anak. Sikap saling pengertian dan
kemampuan memahami orang lain merupakan modal utama dalam kehidupan sosial dan
hal ini akan dengan mudah dicapai oleh remaja yang berkemampuan intelektual tinggi.

3. Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Emosi


Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi kematangan emosi seseorang, antara lain:

a. Usia
Semakin bertambah usia individu, diharapkan emosinya akan lebih matang dan individu
akan lebih dapat menguasai dan mengendalikan emosinya. Individu semakin baik dalam
kemampuan memandang suatu masalah, menyalurkan dan mengontrol emosinya secara
lebih stabil dan matang secara emosi

b. Perubahan fisik dan kelenjar


Perubahan fisik dan kelenjar pada diri individu akan menyebabkan terjadinya perubahan
pada kematangan emosi. Sesuai dengan anggapan bahwa remaja adalah periode “badai
dan tekanan,” emosi remaja meningkat akibat perubahan fisik dan kelenjar.

c. Pola Asuh Orangtua


Pengalamannya berinteraksi di dalam keluarga akan menentukan pula pola perilaku anak
tehadap orang lain dalam lingkungannya. Salah satu faktor yang mempengaruhi dalam
keluarga adalah pola asuh orangtua. Cara orangtua memperlakukan anak-anaknya akan
memberikan akibat yang permanen dalam kehidupan anak.

d. Lingkungan
Kebebasan dan kontrol yang mutlak/ketat dapat menjadi penghalang dalam pencapaian
kematangan emosi seseorang. Lingkungan di sekitar kehidupan seseorang yang
mendukung perkembangan fisik dan mental memungkinkan kematangan emosi dapat
tercapai.

e. Jenis Kelamin
Laki-laki dikenal lebih berkuasa jika dibandingkan dengan perempuan, mereka memiliki
pendapat tentang kemaskulinan terhadap dirinya sehingga cenderung kurang mampu
mengekspresikan emosi seperti yang dilakukan oleh perempuan. Hal ini menunjukkan
laki-laki cenderung memiliki ketidakmatangan emosi jika dibandingkan dengan
perempuan.

Pengaplikasian Dalam Kehidupan Sehari-hari


1. Pada Masa Usia Dini
 Orang tua dapat memberi kesempatan pada anak untuk menampilkan berbagai
aksi tanggap kepada orang lain.
 Ketika membacakan buku atau menonton film dengan anak, orang tua dapat
memberikan pandangan mereka tentang hal-hal baik yang dapat dicontoh oleh
anak.
 Orang dewasa dapat mengajak anak untuk bermain permainan berhitung dan
mencocokan.
 Mengajak anak untuk bermain di alam dan memperkenalkan benda-benda
sederhana.
 Mendorong anak untuk membaca dan mengenal frasa atau kata baru.
2. Pada Masa Remaja
 Orang tua dan guru dapat memberi siswa kesempatan untuk berdiskusi dan
bergulat dengan dilema moral yang sesuai dengan usia mereka.
 Guru dan orang tua dapat membantu siswa mengembangkan hubungan
pertemanan yang positif dengan memberi mereka banyak kesempatan untuk
bekerja di kelompok produktif dan dengan memperkuat persahabatan.
 Guru dapat menemukan cara bagi orang tua untuk terlibat dalam sekolah untuk
menghubungkan upaya antara rumah dan sekolah untuk membangun perilaku
sosioemosional yang positif di antara semua anak-anak.
 Guru harus mengawasi intimidasi dan interaksi negatif lainnya di antara siswa dan
campur tangan untuk membangun norma kelas terhadap perilaku ini.
3. Pada Masa Dewasa
 Orang dewasa semakin mampu untuk mengendalikan emosinya.
 Orang yang sudah dewasa biasanya dapat menyesuaikan diri dengan
lingkungannya dengan lebih baik dari sebelumnya.
 Dapat membentuk hubungan yang erat dan cocok dengan kelompok sosialnya.
 Orang yang sudah dewasa dapat menghargai orang lain dengan lebih baik.
 Orang dewasa biasanya sudah dapat bersikap lebih sopan kepada orang lain.
BAB III

KESIMPULAN

3.1 Kesimpulan

Perkembangan sosial adalah proses kemampuan belajar dan tingkah laku yang
berhubungan dengan individu untuk hidup sebagai bagian dari kelompoknya. Di dalam
perkembangan sosial, anak dituntut untuk memiliki kemampuan yang sesuai dengan tuntutan
sosial di mana mereka berada. Tuntutan sosial yang dimaksud adalah anak dapat bersosialisasi
dengan baik sesuai dengan tahap perkembangan dan usianya, dan cenderung menjadi anak yang
mudah bergaul. Emosi pada masa awal kanak-kanak sangat kuat. Pada masa ini merupakan saat
ketidak seimbangan dimana anak mudah terbawa emosi sehingga sulit dibimbing dan
diarahkan.Perkembangan emosional anak tidak selamanya stabil. Banyak faktor yang
mempengaruhi stabilitas emosi dan kesanggupan sosial anak, baik yang berasal dari anak itu
sendiri maupun berasal dari luar dirinya.

Perkembangan sosial yang dirasakan seorang anak merupakan proses penerimaan sosial.
Aspek pencapaiannya ditandai dengan bagaimana dia mampu bergaul, beradaptasi dengan
lingkungannya dan menyesuaikan diri terhadap norma-norma kelompok (Pangestuti, 2013).
Menjelang masuk SD, anak telah mengembangkan kemampuan berpikir dan bertindak dengan
pengaruh sosial yang lebih kompleks dibandingnya waktu masih taman kanakkanak. Sampai
pada masa ini anak yang hanya memusatkan pada dirinya sendiri mulai membuka dirinya ke
dunia luar. Anak SD akan mulai percaya diri walaupun juga sering rendah diri.

Mengembangkan sosial emosional harus dilakukan sejak dini terutama pada usia taman
kanak-kanak. Hal ini disebabkan karena pada masa tersebut anak mulai mengembangkan
pergaulan dengan teman sebaya dilingkungan rumah dan di luar rumah. Bahkan anak-anak yang
berbeda wilayah dengan mereka yang tentunya memiliki ciri khas budaya yang berbeda. Hasil
penelitian Rhoades, et al (2011) menunjukkan bahwa attention selama masa taman kanak-kanak
mampu memediasi hubungan antara pengetahuan emosi, keterampilan atensi dan kompetensi
akademik di kelas pertama dengan memperhitungkan dampak pendidikan ibu, pendapatan
keluarga, usia anak, jenis kelamin. Temuan ini menjadi salah satu strategi untuk meningkatkan
keberhasilan akademis masa depan anak-anak.

Tugas guru dalam mengembangkan sosial emosi pada anak didik hendaknya menguasai
prinsip tindakan: (1) Menjadi contoh atau teladan yang baik, (2) Mengenalkan emosi, (3)
Menganggapi perasaan anak, (4) Melatih pengendalian diri, (5) Melatih mengelola emosi, (6)
Menerapkan disiplin dengan konsep empati, (7) Melatih keterampilan komunikasi, (8)
Mengungkapkan emosi dengan kata-kata, dan (9) Memperbanyak permainan dinamis

 
3.1 Saran
Dengan dibuatnya makalah ini alangkah baiknya kita sebagai para pendidik harus
memahami perkembangan sosial emosi peserta didik, agar kita mampu menilih metode
pembelajaran mana yang akan digunakan. Dan juga mampu mengarahkan peserta didik dengan
perkembangan emosi dan sosialnya ke hal yang positif. Bagi Pembaca Semoga isi makalah ini
dapat menambah ilmu pengetahuan dan membantu memahami lebih dalam tentang
perkembangan intelektual, emosi dan sosial pada anak. Meskipun pemakalah menginginkan
kesempurnaan dalam penyusunan makalah ini tetapi kenyataannya masih banyak kekurangan
dari segi maeri yang kami muat dalam makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA

Azmi, N. (2015). POTENSI EMOSI REMAJA DAN PENGEMBANGANNYA. Jurnal Pendidikan


Sosial, 37-45.

Dahlan, A. (2015, November 4). Eureka Pendidikan. Retrieved October 18, 2021, from Eureka
Pendidikan: https://eurekapendidikan.com/karakteristik-dan-faktor-faktor-yang

Jhon, D. (2021, January 11). Silabus Web. Retrieved October 19, 2021, from Silabus Web:
https://www.silabus.web.id/faktor-faktor-yang-mempengaruhi-kematangan-emosi/

Makplus, O. (2019, August 26). Pengertian Moral serta definisi Moral Menurut Para Ahli. Retrieved
October 18, 2021, from Definisi Pengertian:
http://www.definisi-pengertian.com/2018/07/pengertian-moral-definisi-menurut-ahli.html

Setiawan, S. (2021, September 28). “Emosi” Pengertian Menurut Para Ahli & Bentuk ( Positif –
Negatif ). Retrieved October 17, 2021, from Guru Pendidikan:
https://www.gurupendidikan.co.id/pengertian-emosi/

Wulan, P. (2017, March 13). Faktor yang mempengarungi perkembangan moral anak. Retrieved October
18, 2021, from Kompasiana:
https://www.kompasiana.com/putri-wulan/58c58992ae7e616f0aac0fcc/faktor-yang-dapat-
mempengaruhi-perkembangan-moral-pada-anak

Anda mungkin juga menyukai