Anda di halaman 1dari 70

INSTRUMEN KEGIATAN PENINGKATAN DAN PENILAIAN MUTU PUSKESMAS

Kepemimpinan dan Manajemen Puskesmas (KMP)

NO STANDAR Pokok Pikiran KRITERIA ELEMEN PENILAIAN

1.1 Perencanaan Pusat • Puskesmas sebagai UPTD bidang kesehatan yang bersifat fungsional dan unit layanan 1.1.1 Puskesmas wajib 1. Ditetapkan visi, misi, tujuan, dan tata nilai Puskesmas yang menjadi acuan dalam
Kesehatan Masyarakat yang bekerja profesional harus memiliki Visi, Misi, Tujuan dan Tata Nilai yang sejalan menyediakan jenis-jenis penyelenggaraan Puskesmas mulai dari perencanaan, pelaksanaan kegiatan hingga
(Puskesmas) dilakukan secara dengan visi, misi Presiden dan Pemerintah Daerah . pelayanan yang ditetapkan evaluasi kinerja Puskesmas. (R)
terpadu yang berbasis wilayah • Puskesmas wajib menyediakan pelayanan sesuai dengan visi, misi, tujuan dan tata nilai, berdasarkan visi, misi, 2. Ditetapkan jenis-jenis pelayanan yang disediakan berdasarkan hasil identifikasi dan
kerja Puskesmas bersama hasil analisis kebutuhan dan harapan masyarakat, hasil analisis peluang pengembangan tujuan, dan tata nilai, analisis analisis sesuai dengan yang diminta dalam pokok pikiran pada paragraf terakhir. (R,D,W)
dengan lintas program dan pelayanan, hasil analisis risiko pelayanan dan peraturan perundang-undangan kebutuhan dan harapan, 3. Rencana Lima Tahunan disusun dengan melibatkan lintas program dan lintas sektor
lintas sektor sesuai dengan • Untuk mendapatkan hasil analisis kebutuhan masyarakat perlu dilakukan analisis analisis peluang serta berdasarkan rencana strategis Dinas Kesehatan Daerah Kabupaten/ Kota. ( R, D,W)
ketentuan peraturan situasi data kinerja Puskesmas, data status kesehatan masyarakat di wilayah kerja pengembangan pelayanan, 4. Rencana Usulan Kegiatan (RUK) disusun dengan melibatkan lintas program dan lintas
perundang-undangan serta termasuk hasil pelaksanaan PIS-PK yang disusun secara terpadu yang berbasis wilayah analisis risiko pelayanan, dan sektor, berdasarkan rencana strategis Dinas Kesehatan Daerah Kabupaten/ Kota,
dalam pelaksanaan kegiatan kerja Puskesmas. (UKM : 2.1.1 dan 2.8.3) ketentuan peraturan Rencana Lima Tahunan Puskesmas dan hasil penilaian kinerja. (R, D, W).
harus memperhatikan • Jenis data kinerja Puskesmas dan status kesehatan masyarakat di wilayah kerja serta perundang-undangan yang 5. Rencana Pelaksanaan Kegiatan (RPK) Puskesmas disusun bersama lintas program
kemudahan akses pengguna tahapan analisis dilakukan merujuk pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang dituangkan dalam sesuai dengan alokasi anggaran yang ditetapkan oleh Dinas Kesehatan Daerah
layanan mengatur tentang Manajemen Puskesmas dan Sistem Informasi Puskesmas. perencanaan. (lihat juga PMP Kabupaten/ Kota. (R,D,W)
1
• Kebutuhan masyarakat akan pelayanan kesehatan tidak sama antara daerah yang satu 5.1; dan PMP 5.2 ) 6. Rencana Pelaksanaan Kegiatan Bulanan disusun sesuai dengan Rencana Pelaksanaan
dengan daerah yang lain, prioritas masalah kesehatan dapat berbeda antar daerah, oleh Kegiatan Tahunan serta hasil pemantauan dan capaian kinerja bulanan. (R, D, W)
karena itu perlu dilakukan identifikasi dan analisis peluang pengembangan upaya dan 7. Apabila ada perubahan kebijakan Pemerintah dan Pemerintah Daerah dilakukan revisi
kegiatan Puskesmas, serta perbaikan mutu dan kinerja. perencanaan sesuai kebijakan yang ditetapkan. (D, W).
• Dalam penyelenggaraan pelayanan baik UKM, UKP, Kefarmasian dan Laboratorium,
risiko yang pernah terjadi maupun berpotensi terjadi perlu diidentifikasi, dianalisis dan
dikelola agar pelayanan yang disediakan aman bagi masyarakat, petugas, dan lingkungan.
NO STANDAR Pokok Pikiran KRITERIA ELEMEN PENILAIAN

• Hasil analisis risiko harus dipertimbangkan dalam proses perencanaan, sehingga upaya
pencegahan dan mitigasi risiko sudah direncanakan sejak awal serta disediakan sumber
daya yang memadai untuk pencegahan dan mitigasi risiko.
• Hasil identifikasi dan analisis untuk menetapkan jenis pelayanan dan penyusunan
perencanaan Puskesmas terdiri dari : a) kebutuhan dan harapan masyarakat, b) hasil
identifikasi dan analisis peluang pengembangan pelayanan pada area prioritas, dan c) hasil
identifikasi dan analisis risiko penyelenggaraan pada unit-unit pelayanan baik dari sisi
KMP, UKM, maupun UKP, Kefarmasian dan Laboratorium, termasuk risiko terkait
bangunan, prasarana, peralatan Puskesmas.
• Agar Puskesmas dapat mengelola upaya kesehatan dengan baik dan berkesinambungan
dalam mencapai tujuannya, maka Puskesmas harus menyusun rencana kegiatan untuk
periode 5 (lima) tahunan yang selanjutnya akan dirinci lagi ke dalam rencana tahunan
Puskesmas berupa Rencana Usulan Kegiatan (RUK) dan Rencana Pelaksanaan Kegiatan
(RPK) sesuai siklus perencanaan anggaran daerah.
• Perencanaan Puskesmas dilakukan secara terpadu baik KMP, upaya kesehatan
masyarakat (UKM), Upaya Kesehatan Perseorangan (UKP), Kefarmasian, dan Laboratorium
dan disusun bersama dengan sektor terkait dan masyarakat.
• Rencana Usulan Kegiatan (RUK) disusun secara terintegrasi melalui penetapan Tim
Manajemen Puskesmas, yang akan dibahas dalam Musrenbang Desa dan Musrenbang
Kecamatan untuk kemudian diusulkan ke Dinas Kesehatan Daerah Kabupaten/ Kota.

• Penyusunan rencana pelaksanaan kegiatan (RPK) dilakukan berdasarkan : 1) Alokasi


anggaran sesuai Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) yang disetujui oleh Dinkes
Kabupaten/Kota; 2) Membandingkan alokasi kegiatan yang disetujui dengan RUK yang
diusulkan dan situasi pada saat penyusunan RPK tahunan
• RPK dirinci menjadi RPK Bulanan bersama target pencapaiannya dan direncanakan
kegiatan pengawasan dan pengendaliannya. (Lihat juga UKM 2.1.3)
• Penyusunan rencana pelaksanaan kegiatan bulanan dilakukan berdasar hasil perbaikan
proses pelaksanaan kegiatan dan hasil-hasil pencapaian terhadap indikator kinerja yang
ditetapkan.
• Perencanaan baik Rencana Lima Tahunan dan RPK dimungkinkan untuk
dirubah/disesuaikan dengan kebutuhan saat itu apabila dalam hasil analisis pengawasan
dan pengendalian kegiatan dijumpai kondisi tertentu termasuk perubahan kebijakan
sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
• Revisi terhadap rencana harus dilakukan dengan alasan yang tepat sebagai upaya
pencapaian yang optimal dari kinerja Puskesmas.
• Untuk Puskesmas Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) penyusunan rencana lima
tahunan dan rencana tahunan sesuai dengan ketentuan perundangan terkait BLUD.
NO STANDAR Pokok Pikiran KRITERIA ELEMEN PENILAIAN

• Puskesmas sebagai Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) wajib menyediakan 1.1.2 Masyarakat sebagai 1. Ditetapkan kebijakan tentang hak dan kewajiban pasien, dan jenis-jenis pelayanan
pelayanan kesehatan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dengan penerima manfaat layanan, serta kegiatan yang disediakan oleh Puskesmas. (R)
memperhatikan kebutuhan dan harapan masyarakat. lintas program dan lintas 2. Dilakukan sosialisasi tentang hak dan kewajiban pasien, jenis-jenis pelayanan serta
• Sebagai upaya untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, baik informasi, sektor mendapatkan kegiatan yang disediakan oleh Puskesmas. (D,W)
pelaksana, dan pelayanan harus mudah diakses oleh masyarakat ketika masyarakat kemudahan akses informasi 3. Dilakukan evaluasi dan tindak lanjut terhadap penyampaian informasi terkait hak dan
membutuhkan baik untuk pelayanan preventif, promotif, kuratif maupun rehabilitatif tentang hak dan kewajiban kewajiban pasien, jenis-jenis pelayanan dan kegiatan-kegiatan Puskesmas terhadap
sesuai dengan kemampuan Puskesmas. pasien, jenis-jenis pelayanan, pengguna layanan, lintas program maupun lintas sektor serta pemanfaatan pelayanan dan
• Puskesmas harus menyampaikan informasi tentang hak dan kewajiban pasien, jenis-jenis dan kegiatan-kegiatan kesesuaian pelaksanaan kegiatan dengan jadwal yang disusun. (D, W)
pelayanan dan kegiatan yang dilengkapi dengan jadwal pelaksanaannya. Puskesmas serta akses 4. Dilakukan upaya untuk memperoleh umpan balik dari masyarakat serta dilakukan
• Pelayanan yang disediakan oleh Puskesmas termasuk jaringannya perlu diketahui oleh terhadap pelayanan dan evaluasi dan tindak lanjut terhadap umpan balik. (D, O, W)
masyarakat sebagai pengguna layanan oleh lintas program, dan sektor terkait untuk penyampaian umpan balik
meningkatkan kerjasama, saling memberi dukungan dalam penyelenggaraan upaya (Lihat juga UKM : 2.2.1;
kesehatan dan upaya lain yang terkait dengan kesehatan untuk mengupayakan 2.2.2;)
pembangunan berwawasan kesehatan.

• Berbagai strategi komunikasi untuk memudahkan akses masyarakat terhadap pelayanan


Puskesmas dapat dikembangkan, antara lain melalui papan pengumuman, pemberian arah
tanda yang jelas, media cetak, telepon, short message service (sms), media elektronik,
ataupun internet.
• Mekanisme untuk menerima umpan balik terkait kemudahan akses, keluhan dan usulan
perbaikan terhadap pelayanan dari pengguna pelayanan diperlukan untuk perbaikan
sistem pelayanan dan penyelenggaraan Upaya Puskesmas
• Mekanisme umpan balik yang dimaksud berupa pengelolaan keluhan, masukan terhadap
pelayanan dan penyampaian umpan balik.

1.2 Tata kelola organisasi • Agar dapat menjalankan tugas pokok dan fungsi organisasi, perlu disusun struktur 1.2.1 Struktur organisasi 1. Ada struktur organisasi Puskesmas yang ditetapkan oleh Dinas Kesehatan Daerah
Puskesmas dilaksanakan organisasi Puskesmas yang ditetapkan oleh Kepala Dinas Kesehatan daerah ditetapkan dengan kejelasan Kabupaten/ Kota dengan kejelasan uraian jabatan yang ada dalam struktur organisasi
sesuai dengan ketentuan Kabupaten/Kota sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. tugas, wewenang, tanggung yang memuat uraian tugas, tanggung jawab, wewenang, dan persyaratan jabatan. (R)
Peraturan Perundang- • Untuk tiap jabatan yang ada dalam struktur organisasi yang telah ditetapkan oleh Kepala jawab, dan tata hubungan 2. Kepala Puskesmas menetapkan Penanggung jawab dan Koordinator pelayanan
undangan Dinas Kesehatan Daerah Kabupaten/Kota, perlu ada kejelasan tugas, wewenang, kerja serta persyaratan Puskesmas. (R)
Tata kelola organisasi tanggungjawab dan persyaratan jabatan jabatan 3. Terdapat kebijakan dan prosedur yang jelas dalam pendelegasian wewenang dari Kepala
2 Puskesmas meliputi struktur • Perlu dilakukan pengaturan terhadap tata hubungan kerja di dalam struktur organisasi Puskesmas kepada Penanggung jawab upaya, dari Penanggung jawab upaya kepada
organisasi, pengendalian yang ditetapkan oleh Dinas Kesehatan Daerah Kabupaten/ Kota. koordinator pelayanan, dan dari koordinator pelayanan kepada pelaksana pelayanan
dokumen, pengelolaan • Pengisian jabatan dalam struktur organisasi tersebut dilaksanakan berdasarkan kegiatan apabila meninggalkan tugas atau terdapat kekosongan pengisian jabatan. (R
jaringan dan jejaring, serta persyaratan jabatan oleh Kepala Puskesmas dengan menetapkan penanggungjawab
manajemen data dan masing-masing upaya.
informasi.

• Efektivitas struktur dan pengisian jabatan perlu dikaji ulang secara periodik oleh
Puskesmas untuk menyempurnakan struktur yang ada dan efektivitas organisasi agar
sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan.
• Sebagai wujud akuntabilitas dalam penyelenggaraan pelayanan di Puskesmas, perlu
ditetapkan kebijakan dan prosedur pendelegasian wewenang dari pimpinan dan/atau
penanggung jawab upaya Puskesmas kepada pelaksana pelayanan apabila meninggalkan
tugas atau terdapat kekosongan pengisian jabatan yang ditetapkan oleh Kepala Puskesmas
sesuai dengan peraturan perundang–undangan (pendelegasian wewenang yang dimaksud
adalah pendelegasian manajerial).
NO STANDAR Pokok Pikiran KRITERIA ELEMEN PENILAIAN

1.2.2 Kebijakan, 1. Ditetapkan pedoman tata naskah Puskesmas sebagaimana diminta dalam pokok pikiran
pedoman/panduan, prosedur, mulai dari huruf a sampai huruf g. (R)
dan kerangka acuan terkait 2. Ditetapkan kebijakan, pedoman/panduan, prosedur dan kerangka acuan untuk KMP,
pelaksanaan kegiatan, penyelenggaraan UKM serta penyelenggaraan UKP, Kefarmasian dan Laboratorium. (R)
disusun, didokumentasikan,
• Untuk menyusun, mengendalikan dan mendokumentasikan seluruh dokumen yang ada dan dikendalikan, termasuk
di Puskesmas perlu disusun Pedoman tata naskah Puskesmas. pengendalian dokumen bukti
• Pedoman tata naskah sebagai acuan dalam penyusunan dokumen regulasi yang meliputi pelaksanaan kegiatan
kebijakan, pedoman, panduan, kerangka acuan, dan prosedur, maupun dalam
pengendalian dokumen eksternal dan dokumen bukti rekaman pelaksanaan kegiatan.
• Pedoman tata naskah mengatur antara lain:
a. penyusunan, tinjauan dan pengesahan dokumen regulasi internal (kebijakan, pedoman,
panduan, kerangka acuan, dan prosedur) disetujui oleh yang berwenang
b. proses tinjauan dokumen regulasi internal dilakukan secara berkala dan selanjutnya
dilakukan pengesahan oleh Kepala Puskesmas
c. pengendalian dokumen dilakukan untuk memastikan dokumen regulasi internal
termuktahir tersedia di unit-unit pelayanan
d. perubahan dokumen harus diidentifikasi, salah satunya melalui riwayat perubahan
dalam dokumen regulasi internal
e. pemeliharaan dokumen meliputi penataan dan penyimpanan sesuai dengan pengkodean
dalam peraturan perundangan untuk memastikan identitas dan keterbacaan dokumen
f. pengelolaan dokumen eksternal meliputi pencatatan, penataan dan penyimpanan sesuai
dengan pengkodean dalam peraturan perundangan
g. masa penyimpanan (retensi) dokumen yang kadaluwarsa sesuai dengan perundang-
undangan yang berlaku, dengan tetap menjamin agar dokumen tersebut tidak
disalahgunakan.

h. tersedia alur penyusunan dan pendistribusian dokumen sesuai dengan ketentuan


peraturan perundang-undangan)
• Penyusunan Pedoman tata naskah Puskesmas dapat merujuk pada kebijakan masing-
masing daerah dan atau sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan terkait tata
naskah dinas.
• Untuk memastikan bahwa penyelenggaraan kegiatan terlaksana secara konsisten,
reliabel dan efektif alam mencapai tujuan yang diharapkan harus dipandu dengan
kebijakan, pedoman/ panduan/ kerangka acuan dan prosedur yang jelas untuk
pelaksanaan kegiatan baik KMP, UKM, UKP, Kefarmasian dan Laboratorium.
• Penyusunan kebijakan, pedoman/ panduan/ kerangka acuan dan prosedur masing-
masing pelayanan mengacu pada ketentuan perundang-undangan dan atau pedoman yang
dikeluarkan oleh organisasi profesi terkait.
• Masing-masing pelayanan kesehatan perseorangan harus menyusun prosedur pelayanan
kesehatan perseorangan mengacu pada Pedoman Pelayanan Kedokteran dan Panduan
Praktik Klinis.
NO STANDAR Pokok Pikiran KRITERIA ELEMEN PENILAIAN

1.1.1           Jaringan pelayanan 1. Dilakukan identifikasi jaringan pelayanan Puskesmas dan jejaring Puskesmas di
Puskesmas dan jejaring wilayah kerja Puskesmas untuk optimalisasi koordinasi dan atau rujukan di bidang upaya
Puskesmas di wilayah kerja kesehatan. (D)
Puskesmas dikelola dan 2. Disusun dan dilaksanakan program pembinaan terhadap jaringan pelayanan dan
dioptimalkan untuk jejaring Puskesmas dengan jadwal dan penanggung jawab yang jelas serta terdapat bukti
• Puskesmas perlu mengidentifikasi jaringan dan jejaring yang ada di wilayah kerja meningkatkan akses dan dilakukan pembinaan sebagaimana diminta dalam pokok pikiran. (R, D, W)
Puskesmas untuk optimalisasi koordinasi dan atau rujukan di bidang upaya kesehatan mutu pelayanan kepada 3. Dilakukan evaluasi dan tindak lanjut terhadap rencana dan jadwal pelaksanaan
• Kepala Puskesmas dan Penanggung jawab Upaya Puskesmas mempunyai kewajiban masyarakat. program pembinaan jaringan dan jejaring. (D)
untuk melakukan pembinaan terhadap jaringan pelayanan Puskesmas dan jejaring
Puskesmas yang ada di wilayah kerja Puskesmas. Agar jaringan dan jejaring tersebut dapat
memberikan kontribusi terhadap penyelenggaraan UKM, UKP, Kefarmasian dan
Laboratorium yang mudah diakses oleh masyarakat.
• Jaringan pelayanan Puskesmas meliputi: Puskesmas pembantu, Puskesmas keliling, dan
praktik bidan desa, atau sesuai dengan ketentuan yang berlaku
• Jejaring Puskesmas meliputi UKBM, UKS, klinik, rumah sakit, apotek, laboratorium,
praktik mandiri tenaga kesehatan, dan Fasilitas kesehatan lainnya.
• Puskesmas selain melakukan pembinaan terhadap jaringan Puskesmas dan UKBM, juga
melakukan pembinaan terhadap jejaring fasilitas kesehatan tingkat pertama
• Program pembinaan meliputi aspek KMP, UKM, UKP, Kefarmasian dan Laboratorium,
termasuk pembinaan ketenagaan, sarana prasarana, dan pembiayaan dalam upaya
pemberian pelayanan yang bermutu

1.2.4 Puskesmas menjamin 1. Dilaksanakan pengumpulan, penyimpanan, analisis data dan pelaporan serta distribusi
ketersediaan data dan informasi sesuai dengan ketentuan perundang-undangan terkait Sistem Informasi
• Dalam upaya meningkatkan status kesehatan di wilayah kerjanya, Puskesmas informasi melalui Puskesmas (R, D, W).
menyediakan data dan informasi yang dimanfaatkan sebagai bahan pertimbangan penyelenggaraan Sistem 2. Dilakukan evaluasi dan tindak lanjut terhadap penyelenggaraan Sistem informasi
pengambilan keputusan sesuai dengan kebutuhan masyarakat, maupun pengambilan Informasi Puskesmas Puskesmas secara periodik. (D, W)
keputusan pada tingkat kebijakan di Dinas Kesehatan daerah kabupaten/kota termasuk
penyampaian informasi kepada masyarakat dan pihak terkait
• Ketersediaan data dan informasi akan memudahkan Tim Peningkatan Mutu, para
penanggung jawab upaya pelayanan, dan masing-masing pelaksana pelayanan baik UKM
maupun UKP, Kefarmasian dan Laboratorium dalam merencanakan, melaksanakan,
memantau, dan mengevaluasi keberhasilan upaya kegiatan peningkatan mutu dan
keselamatan pengguna layanan
• Penyelenggaraan Sistem Informasi Puskesmas sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan
• Data dan informasi tersebut meliputi minimal data dasar dan data program serta data
dan informasi lain yang ditetapkan oleh Dinas Kesehatan daerah kabupaten/kota, Dinas
Kesehatan Provinsi, dan Kementerian Kesehatan.
• Data dasar terdiri dari identitas Puskesmas, wilayah kerja Puskesmas, sumber daya
Puskesmas dan sasaran program. Sedangkan data program meliputi data UKM Esensial,
UKM Pengembangan, UKP, dan program lainnya yakni manajemen Puskesmas, pelayanan
kefarmasian, pelayanan keperawatan kesehatan masyarakat, pelayanan laboratorium, dan
kunjungan keluarga (PIS-PK).

• Pengumpulan, penyimpanan, analisis data dan pelaporan data yang masuk ke dalam
sistem informasi dilakukan sesuai dengan periodesasi yang telah ditentukan.
• Distribusi informasi baik secara internal maupun eksternal dilakukan sesuai dengan
ketentuan, termasuk akses data dan informasi harus mepertimbangkan aspek kerahasiaan
informasi dan kepentingan bagi pengguna data sesuai dengan ketentuan perundang-
undangan.
• Sistem Informasi Puskesmas dapat diselenggarakan secara elektronik dan/atau secara
non elektronik, serta perlu dilakukan pengawasan/pemantauan dan evaluasi secara
periodik.
NO STANDAR Pokok Pikiran KRITERIA ELEMEN PENILAIAN

1.3                 Manajemen Sumber • Untuk memenuhi kebutuhan SDM di Puskesmas berdasarkan jumlah, jenis dan Tersedia Sumber Daya 1. Dilakukan analisis jabatan dan analisis beban kerja sesuai kebutuhan pelayanan dan
Daya Manusia Puskesmas kompetensi maka perlu dilakukan analisis jabatan dan analisis beban kerja Manusia (SDM) dengan jenis, ketentuan peraturan perundang-undangan. (R)
dilakukan sesuai dengan • Penyusunan analisis jabatan dan analisis beban kerja mengikuti ketentuan peraturan jumlah dan kompetensi 2. Disusun peta jabatan, uraian jabatan dan kebutuhan tenaga berdasar analisis jabatan
ketentuan peraturan perundang-undangan. sesuai kebutuhan pelayanan dan analisis beban kerja. (R, D, W)
perundang-undangan • Analisis Jabatan yang dimaksud di Puskesmas merujuk pada jabatan sesuai dengan dan ketentuan peraturan 3. Dilakukan upaya untuk pemenuhan kebutuhan tenaga baik dari jenis, jumlah dan
3 struktur organisasi Puskesmas, jabatan fungsional tenaga Puskesmas, dan jabatan perundang-undangan kompetensi sesuai dengan peta jabatan dan hasil analisis beban kerja, (D, W)
pelaksana di Puskesmas.
• Pemenuhan SDM tersebut dimaksudkan untuk memberikan pelayanan sesuai kebutuhan
dan harapan pengguna layanan dan masyarakat

1.3.2 Setiap pegawai 1. Ada penetapan uraian tugas yang berisi tugas pokok dan tugas tambahan untuk setiap
Puskesmas mempunyai pegawai. (R)
uraian tugas yang menjadi 2. Ditetapkan indikator penilaian kinerja pegawai sebagaimana diminta dalam pokok
dasar dalam pelaksanaan pikiran. (R)
• Kepala Puskesmas menetapkan uraian tugas setiap pegawai sebagai acuan dalam
maupun penilaian kinerja 3. Dilakukan penilaian kinerja pegawai minimal setahun sekali dan tindak lanjut terhadap
melaksanakan kegiatan pelayanan. Setiap pegawai wajib memahami uraian tugas masing-
pegawai hasil penilaian kinerja pegawai untuk upaya perbaikan. (D, W)
masing agar dapat menjalankan pekerjaan sesuai dengan tugas, tanggung jawab dan
kewenangan yang diemban.
• Uraian tugas pegawai berisi tugas pokok dan tugas tambahan serta kewenangan dan
tanggung jawab yang ditetapkan oleh Kepala Puskesmas. Kecuali uraian tugas Kepala
Puskesmas dan Kepala Sub Bagian Tata Usaha ditetapkan oleh Kepala Dinas Kesehatan
Kabupatan/Kota sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
• Kepala Puskesmas dalam menetapkan tugas pokok memperhatikan :
- Jenis-jenis pelayanan yang disediakan di Puskesmas
- Jenis-jenis kegiatan yang menjadi tanggung jawabnya di Puskesmas.
- Surat Keputusan pengangkatan sebagai jabatan fungsional sesuai tingkatannya yang
dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang
• Bagi pegawai non ASN, tugas pokok adalah tugas yang sesuai dengan surat keputusan
pengangkatan sebagai tenaga kesehatan di Puskesmas berdasarkan standar kompetensi
lulusan
• Tugas tambahan adalah tugas yang diberikan kepada pegawai untuk mendukung
kelancaran pelaksanaan program dan kegiatan.
• Penilaian kinerja pegawai dilakukan untuk melihat capaian sasaran kerja baik ASN
maupun non ASN, mengurangi variasi pelayanan, dan meningkatkan kepuasan pengguna
layanan.

• Indikator penilaian kinerja setiap pegawai Puskesmas disusun dan ditetapkan


berdasarkan:
a. uraian tugas yang menjadi tanggung jawabnya baik uraian tugas pokok dan tugas
tambahan
b. tata nilai yang disepakati
• Perlu ditetapkan kebijakan, prosedur dan indikator penilaian kinerja yang berdasarkan
uraian tugas dan tata nilai yang disepakati serta mengacu pada ketentuan peraturan
perundang-undangan.
• Indikator penilaian kinerja untuk uraian tugas pokok bagi pegawai ASN dan non ASN
dapat menggunakan Sasaran Kinerja Pegawai (SKP).
• Hasil penilaian kinerja ditindaklanjuti untuk perbaikan kinerja masing-masing pegawai.
NO STANDAR Pokok Pikiran KRITERIA ELEMEN PENILAIAN

Setiap pegawai mempunyai 1. Ditetapkan dan tersedia kelengkapan isi file kepegawaian untuk tiap pegawai yang
dokumen (file) kepegawaian bekerja di Pukesmas yang terpelihara sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan. (R, D,
yang lengkap dan mutakhir. O, W)
2. Dilakukan evaluasi dan tindak lanjut secara periodik terhadap kelengkapan dan
• Puskesmas wajib menyediakan file kepegawaian untuk tiap pegawai yang bekerja di pemutakhiran data kepegawaian. (D, W)
Puskesmas sebagai bukti bahwa pegawai yang bekerja memenuhi persyaratan yang
ditetapkan dan dilakukan upaya pengembangan untuk memenuhi persyaratan tersebut.
• Tenaga Kesehatan yang bekerja di Puskesmas harus mempunyai Surat Tanda Registrasi
(STR), dan atau Surat Izin Praktik (SIP) sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
• File kepegawaian tiap pegawai berisi antara lain:
- bukti pendidikan (ijazah) dan verifikasinya
- bukti surat tanda registrasi (STR) dan verifikasinya secara periodik
- bukti surat izin praktik (SIP) dan verifikasinya secara periodik
- uraian tugas pegawai dan/atau rincian wewenang klinis tenaga kesehatan
- bukti sertifikat pelatihan
- bukti pengalaman kerja jika dipersyaratkan
- hasil penilaian kinerja pegawai
- bukti kebutuhan pengembangan/pelatihan
- bukti evaluasi penerapan hasil pelatihan
- bukti pelaksaanaan orientasi.

1.3.4 Pegawai baru dan alih 1. Kegiatan orientasi dilaksanakan sesuai kerangka acuan yang disusun. (D, W)
tugas wajib mengikuti 2. Dilakukan evaluasi dan tindak lanjut terhadap pelaksanaan orientasi (D.W)
orientasi agar memahami dan
• Setiap pegawai baru dan alih tugas baik yang diposisikan sebagai Pimpinan Puskesmas, mampu melaksanakan tugas
Penanggung jawab Upaya Puskesmas, koordinator pelayanan, maupun pelaksana kegiatan pokok dan tanggung jawab
harus mengikuti orientasi. yang diberikan kepadanya.
• Khusus Puskesmas yang menerima mahasiswa dengan tujuan magang maka
pelaksanaan orientasi dilaksanakan sesuai dengan kebijakan Puskesmas dan kurikulum
dari Institusi Pendidikan.
• Orientasi dilakukan agar pegawai baru dan alih tugas memahami tugas, peran, dan
tanggung jawab yang akan diemban.
• Puskesmas menyusun kerangka acuan pelaksanaan orientasi sebagai dasar dalam
melakukan kegiatan orientasi yang dari orientasi umum dan orientasi khusus.
• Kegiatan orientasi umum dilaksanakan untuk mengenal secara garis besar visi, misi, tata
nilai, tugas pokok dan fungsi serta struktur organisasi Puskesmas, program mutu
Puskesmas dan keselamatan pengguna layanan, serta program pengendalian infeksi.
• Kegiatan orientasi khusus difokuskan pada orientasi di tempat tugas yang menjadi
tanggung jawab dari pegawai yang bersangkutan dan tanggung jawab spesifik sesuai
dengan penugasan pegawai tersebut.
• Pada kegiatan orientasi khusus ini pegawai baru diberi/dijelaskan terkait apa yang boleh
dan tidak boleh dilakukan, bagaimana melakukan dengan aman sesuai dengan Panduan
Praktik Klinis, panduan asuhan lainnya dan pedoman program lainnya.
NO STANDAR Pokok Pikiran KRITERIA ELEMEN PENILAIAN

Puskesmas 1. Program K3 bagi pegawai disusun, ditetapkan, dilaksanakan, dan dievaluasi. (R, D, W)
menyelenggarakan pelayanan 2. Dilakukan pemeriksaan kesehatan berkala terhadap pegawai untuk menjaga kesehatan
Keselamatan dan Kesehatan pegawai sesuai dengan program yang telah ditetapkan oleh Kepala Puskesmas. (D, W)
Kerja (K3). 3. Ada program dan pelaksanaan imunisasi bagi pegawai sesuai dengan tingkat risiko
dalam pelayanan. (D, W)
• Pegawai yang bekerja di Puskesmas mempunyai risiko terpapar infeksi yang dapat 4. Dilakukan konseling dan tindak lanjut terhadap pegawai yang terpapar penyakit infeksi,
menimbulkan penyakit akibat kerja, terjadinya kecelakaan kerja terkait dengan kekerasan, atau cedera akibat kerja. (D, W)
pekerjaan yang dilakukan dalam pelayanan baik langsung maupun tidak langsung, oleh
karena itu pegawai mempunyai hak untuk mendapatkan pelayanan kesehatan dan
perlindungan terhadap kesehatannya.
• Program pemeriksaan kesehatan secara berkala perlu dilakukan sesuai ketentuan yang
ditetapkan oleh Kepala Puskesmas, demikian juga pemberian imunisasi bagi pegawai
sesuai dengan hasil identifikasi risiko epidemiologi penyakit infeksi, serta program
perlindungan pegawai terhadap penularan penyakit infeksi proses pelaporan jika terjadi
paparan, tindak lanjut pelayanan kesehatan, dan konseling perlu disusun dan diterapkan.
• Pegawai juga berhak untuk mendapat perlindungan dari kekerasan yang dilakukan oleh
pengguna layanan, keluarga pengguna layanan, maupun oleh sesama pegawai. Program
perlindungan pegawai terhadap kekerasan fisik termasuk proses pelaporan, tindak lanjut
pelayanan kesehatan, dan konseling, perlu disusun dan diterapkan. (lihat juga KMP 1.4.2)
• Dalam Program kesehatan dan keselamatan kerja pegawai, semua staf harus memahami
bagaimana cara mereka melaporkan, cara mereka dirawat, dan cara mereka menerima
konseling dan tindak lanjut akibat cedera seperti tertusuk jarum (suntik), paparan
terhadap penyakit menular, memahami identifikasi risiko dan kondisi yang berbahaya
dalam fasilitas serta masalah-masalah kesehatan dan keselamatan lainnya. Program
tersebut juga dapat menyediakan pemeriksaan kesehatan pada awal bekerja, imunisasi
dan pemeriksaan preventif secara berkala, pengobatan untuk kondisi-kondisi umum yang
berhubungan dengan pekerjaan, seperti cedera punggung, atau cedera yang lebih
mendesak.

• Puskesmas melakukan evaluasi dan tindak lanjut terhadap hasil pelaporan program K3
bagi pegawai. Pelaksanaan tindak lanjut K3 dapat terintegrasi dengan kegiatan pelayanan
kesehatan lainnya yang saling berkaitan.

1.4 Manajemen sarana • Puskesmas sebagai Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama yang memberikan pelayanan 1.4.1 Disusun dan diterapkan 1. Terdapat petugas yang bertanggung jawab dalam MFK serta tersedia program MFK
(bangunan), prasarana, kepada masyarakat mempunyai kewajiban untuk mematuhi ketentuan peraturan program Manajemen Fasilitas yang ditetapkan setiap tahun berdasarkan identifikasi risiko. (R)
peralatan, keselamatan dan perundang-undangan yang terkait dengan bangunan, prasarana, peralatan dan dan Keselamatan (MFK) yang 2. Dilakukan identifikasi terhadap area-area berisiko yang meliputi huruf a sampai huruf f
keamanan lingkungan menyediakan lingkungan yang aman bagi pengunjung, petugas, dan masyarakat. meliputi manajemen pada pokok pikiran. (D,W)
Puskesmas dilaksanakan • Puskesmas perlu menyusun dan menerapkan program Manajemen Fasilitas dan keselamatan dan keamanan 3. Dilakukan evaluasi dan tindak lanjut per tri wulan terhadap pelaksanaan program MFK
sesuai ketentuan peraturan Keselamatan (MFK) untuk menyediakan lingkungan yang aman bagi pengguna layanan, fasilitas, manajemen Bahan meliputi huruf a sampai huruf f pada pokok pikiran. (D)
perundang-undangan pengunjung, petugas dan masyarakat. Berbahaya Beracun (B3) dan
• Program MFK perlu disusun setiap tahun dan diterapkan, yang meliputi: Limbah B3, manajemen
a) Keselamatan dan keamanan. keadaan darurat dan
4
Keselamatan adalah suatu keadaan tertentu dimana bangunan, halaman, prasarana, bencana, manajemen
peralatan tidak menimbulkan bahaya atau risiko bagi pengguna layanan, pengunjung, pengamanan kebakaran,
petugas dan masyarakat manajemen alat kesehatan
Keamanan adalah perlindungan terhadap kehilangan, pengrusakan dan kerusakan, atau dan manajemen sistem
penggunaan akses oleh mereka yang tidak berwenang. utilitas.
NO STANDAR Pokok Pikiran KRITERIA ELEMEN PENILAIAN

b) Manajemen Bahan Berbahaya Beracun (B3) dan Limbah B3 yang meliputi: penanganan,
penyimpanan dan penggunaan bahan berbahaya. Bahan berbahaya harus dikendalikan,
dan limbah bahan berbahaya dibuang secara aman.
Program B3 meliputi:
1) penetapan jenis dan area/lokasi penyimpanan B3 sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan
2) pengelolaan, penyimpanan dan penggunaan B3 sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan
3) sistem pelabelan B3 sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan
4) sistem pendokumentasian dan perizinan B3 sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan
5) penanganan tumpahan dan paparan B3 sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan
6) sistem pelaporan dan investigasi jika terjadi tumpahan dan atau paparan sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan
7) Pembuangan limbah B3 yang memadai sesuai peraturan perundang-undangan
8) penggunaan APD sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan
c) Manajemen Kedaruratan dan Bencana yaitu tanggap terhadap wabah, bencana dan
keadaan kegawatdaruratan akibat bencana. Manajemen kedaruratan dan bencana
direncanakan dan efektif.
Program manajemen kedaruratan dan bencana perlu disusun dalam upaya menanggapi
bila terjadi bencana internal dan/ atau eksternal yang meliputi:
1) identifikasi jenis, kemungkinan, dan akibat dari bencana yang mungkin terjadi (HVA),
2) menentukan peran Puskesmas dalam kejadian bencana
3) strategi komunikasi jika terjadi bencana,
4) manajemen sumber daya,
5) penyediaan pelayanan dan alternatifnya,
6) identifikasi peran dan tanggung jawab tiap pegawai serta manajemen konflik yang
mungkin terjadi pada saat bencana,
7) peran Puskesmas dalam tim terkoordinasi dengan sumber daya masyarakat yang
tersedia.
4) manajemen sumber daya,
5) penyediaan pelayanan dan alternatifnya,
6) identifikasi peran dan tanggung jawab tiap pegawai serta manajemen konflik yang
mungkin terjadi pada saat bencana,
7) peran Puskesmas dalam tim terkoordinasi dengan sumber daya masyarakat yang
tersedia.
Puskesmas juga perlu merencanakan dan menerapkan suatu program kesiapan
menghadapi bencana yang disimulasikan setiap tahun yang meliputi 2) sampai dengan 6)
dari program manajemen bencana.
d) Manajemen Pengamanan Kebakaran: Puskesmas wajib melindungi properti dan
penghuni dari kebakaran dan asap.
Program pencegahan dan penanggulangan kebakaran secara umum meliputi pencegahan
terjadinya kebakaran dengan melakukan identifikasi area berisiko bahaya kebakaran dan
ledakan, penyimpanan dan pengelolaan bahan-bahan yang mudah terbakar, penyediaan
proteksi kebakaran aktif dan pasif. Secara khusus, program pengamanan kebakaran akan
berisi:
1) frekuensi inspeksi, pengujian, dan pemeliharaan sistem proteksi dan penanggulangan
kebakaran secara periodic sesuai peraturan yang
2) jalur evakuasi yang aman dari api, asap dan bebas hambatan.
3) proses pengujian sistem proteksi dan penanggulangan kebakaran dilakukan selama
kurun waktu 12 bulan
4) edukasi pada staf terkait sistem proteksi dan cara evakuasi pengguna layanan yang
efektif pada situasi bencana
NO STANDAR Pokok Pikiran KRITERIA ELEMEN PENILAIAN

e) Manajemen Alat kesehatan


Untuk mengurangi risiko, alat kesehatan dipilih, dipelihara dan digunakan sesuai dengan
ketentuan. Kegiatan tersebut ditujukan untuk:
1) memastikan bahwa semua alat kesehatan tersedia dan berfungsi dengan baik
2) memastikan bahwa individu yang melakukan pengelolaan alat kesehatan memiliki
kualifikasi yang sesuai dan kompeten
f) Manajemen Sistem utilitas meliputi sistem listrik, sistem air, sistem gas medis dan
sistem pendukung lainnya seperti generator (Genset), serta perpipaan air. Sistem utilitas
dipelihara untuk meminimalkan risiko kegagalan pengoperasian, dan harus dipastikan
tersedia 7 (tujuh) hari 24 jam
g) Pendidikan (edukasi) petugas tentang Manajemen MFK.
• Untuk menyediakan lingkungan yang aman bagi pengguna layanan, pengunjung, petugas
dan masyarakat dilakukan identifikasi dan pembuatan peta terhadap area berisiko yang
meliputi poin a sampai dengan f.
• Rencana tersebut dikaji, diperbaharui dan didokumentasikan yang merefleksikan
keadaan-keadaan terkini dalam lingkungan Puskesmas.
• Untuk menjalankan program MFK maka diperlukan tim dan atau penanggung jawab
yang ditunjuk oleh Kepala Puskesmas.
• Program MFK perlu dievaluasi minimal per tri wulan untuk memastikan bahwa
Puskesmas telah melakukan upaya penyediaan lingkungan yang aman bagi pengguna
layanan, pengunjung, petugas, dan masyarakat sesuai dengan rencana.

1.4.2 Puskesmas 1. Dilakukan identifikasi terhadap pengunjung, petugas dan petugas alih daya
merencanakan dan (outsourcing) (D,O,W)
melaksanakan program 2. Dilakukan inspeksi fasilitas secara berkala meliputi bangunan, prasarana dan peralatan
keselamatan dan keamanan. (D,O,W)
• Program keselamatan dan keamanan dirancang untuk mencegah terjadinya cedera pada 3. Dilakukan simulasi terhadap kode darurat secara berkala. (D, O,W).
pengguna layanan, pengunjung, petugas dan masyarakat seperti tertusuk jarum, tertimpa 4. Dilakukan pemantauan terhadap pekerjaan konstruksi terkait keamanan dan
bangunan, gedung roboh dan tersengat listrik pencegahan penyebaran infeksi. (D,O,W)
• Program untuk keamanan dengan menyediakan lingkungan fisik yang aman bagi pasien,
petugas, dan pengunjung, perlu direncanakan untuk mencegah terjadinya kejadian
kekerasan fisik maupun cedera akibat lingkungan fisik yang tidak aman seperti penculikan
bayi, pencurian, dan kekerasan pada petugas.
• Agar dapat berjalan dengan baik, maka program tersebut juga didukung dengan
penyediaan anggaran, penyediaan fasilitas untuk mendukung keamanan dan fasilitas
seperti penyediaan Closed Circuit Television (CCTV), alarm, APAR, jalur evakuasi, titik
kumpul, rambu-rambu mengenai keselamatan dan tanda- tanda pintu darurat.
• Area yang berisiko keamanan dan kekerasan fisik perlu diindentifikasi dan dibuatkan
peta untuk pemantauan dan meminimalkan terjadinya insiden dan kekerasan fisik pada
pengguna layanan, pengunjung, petugas dan mesyarakat.
• Program keamanan perlu direncanakan untuk mencegah terjadinya penculikan bayi,
pencurian dan kekerasan pada petugas.
• Pemberian tanda pengenal untuk pasien, pengunjung dan petugas serta pekerja alih daya
merupakan upaya untuk menyediakan lingkungan yang aman.
• Kode – kode darurat yang diperlukan ditetapkan dan diterapkan, seperti:
a) kode merah atau alarm untuk pemberitahuan darurat kebakaran
b) kode biru untuk pemberitahuan telah terjadi kegawatdaruratan medik
• Dilakukan inspeksi fasilitas untuk menjamin keamanan dan keselamatan.
• Apabila terdapat renovasi maka dipastikan tidak mengganggu pelayanan dan mencegah
penyebaran infeksi.
NO STANDAR Pokok Pikiran KRITERIA ELEMEN PENILAIAN

1.4.3 Inventarisasi, 1. Dilaksanakan program pengelolaan B3 dan limbahnya sesuai angka satu sampai tujuh
pengelolaan, penyimpanan huruf b pada kriteria 1.5.1.(R)
dan penggunaan bahan 2. Pengolahan limbah B3 sesuai standar (penggunaan dan pemilahan, pewadahan dan
• Bahan berbahaya beracun (B3) dan limbah B3 perlu diidentifikasi dan dikendalikan berbahaya beracun (B3) serta penyimpanan/TPS B3 serta pengolahan akhir)
secara aman. pengendalian dan 3. Tersedia IPAL sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (D, O)
• WHO telah mengidentifikasi bahan berbahaya dan beracun serta limbahnya dengan pembuangan limbah B3 4. Ada laporan, analisis, dan tindak lanjut penanganan tumpahan, paparan/pajanan B3
katagori sebagai berikut: infeksius; patologis dan anatomi; farmasi; bahan kimia; logam dilakukan berdasarkan dan atau limbah B3. (D,W)
berat; kontainer bertekanan; benda tajam; genotoksik/sitotoksik; radioaktif. perencanaan yang memadai
• Puskesmas perlu menginventarisasi B3 meliputi lokasi, jenis, dan jumlah B3 serta dan ketentuan perundang-
limbahnya yang disimpan. Daftar inventaris ini selalu dimutahirkan sesuai dengan undangan.
perubahan yang terjadi di tempat penyimpanan.
• Pengolahan limbah B3 sesuai standar (penggunaan dan pemilahan, pewadahan dan
penyimpanan/TPS B3 serta pengolahan akhir)
• Tersedia IPAL sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan

1.4.4 Puskesmas menyusun, 1. Dilakukan identifikasi risiko terjadinya bencana internal dan eksternal sesuai dengan
memelihara, melaksanakan, letak geografis Puskesmas dan akibatnya terhadap pelayanan. (D)
dan mengevaluasi program 2. Dilaksanakannya program manajemen bencana meliputi angka satu sampai dengan
• Potensi terjadinya bencana di daerah berbeda antara daerah yang satu dan yang lain. tanggap darurat bencana angka tujuh huruf c pada kriteria 1.5.1. (D, W).
• Puskesmas sebagai fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP) ikut berperan aktif dalam internal dan eksternal 3. Dilakukan simulasi dan evaluasi tahunan meliputi angka dua sampai dengan angka
upaya mitigasi dan penanggulangan bila terjadi bencana baik internal maupun eksternal. enam huruf c pada kriteria 1.5.1. terhadap program kesiapan menghadapi bencana yang
• Strategi untuk menghadapi bencana perlu disusun sesuai dengan potensi bencana yang telah disusun, dan dilanjutkan dengan debriefing setiap selesai simulasi. (D, W)
mungkin terjadi berdasarkan hasil penilaian kerentanan bahaya (Hazard Vulnerability 4. Dilakukan perbaikan terhadap program kesiapan menghadapi bencana sesuai hasil
Assesment). simulai dan evaluasi tahunan. (D)
• Program kesiapan menghadapi bencana disusun dan disimulasikan (setiap tahun secara
internal atau melibatkan komunitas secara luas, terutama ditujukan untuk menilai
kesiapan sistem 2) sampai dengan 6) yang telah diuraikan di bagian c kriteria 1.5.1.
• Setiap pegawai wajib mengikuti pelatihan/ lokakarya dan simulasi pelaksanaan program
tanggap darurat yang diselenggarakan minimal setahun sekali agar siap jika sewaktu-
waktu terjadi bencana
• Debriefing adalah sebuah review yang dilakukan setelah simulasi bersama peserta
simulasi dan observer yang bertujuan untuk menindaklanjuti hasil dari simulasi.
• Hasil dari kegiatan debriefing didokumentasikan.

1.4.5 Puskesmas menyusun, 1. Dilakukan program pencegahan dan penanggulangan kebakaran angka satu sampai
• Setiap fasilitas kesehatan termasuk Puskesmas mempunyai risiko terhadap terjadinya memelihara, melaksanakan, angka empat huruf d pada kriteria 1.5.1. (D, O, W)
kebakaran. Program pencegahan dan penanggulangan kebakaran perlu disusun sebagai dan melakukan evaluasi 2. Dilakukan inspeksi, pengujian dan pemeliharaan terhadap alat deteksi dini, alarm, jalur
wujud kesiagaan Puskesmas terhadap terjadinya kebakaran. Jika terjadi kebakaran, program pencegahan dan evakuasi, serta keberfungsian alat pemadam api. (D, O, W)
pengguna layanan, petugas, dan pengunjung harus dievakuasi dan dijaga keselamatannya. penanggulangan bahaya 3. Dilakukan simulasi dan evaluasi tahunan terhadap program pengamanan kebakaran.
kebakaran termasuk sarana (D, W)
• Yang dimaksud dengan sistem proteksi adalah penyediaan proteksi kebakaran baik aktif evakuasi. 4. Ditetapkan kebijakan larangan merokok bagi petugas, pengguna layanan, dan
mau pasif. Proteksi kebakaran aktif, contohnya APAR, sprinkler, detektor panas, dan pengunjung di area Puskesmas. (R)
detektor asap, sedangkan proteksi kebakaran secara pasif, contohnya: jalur evakuasi,
pintu darurat, tangga darurat, tempat titik kumpul aman.
• Merokok berdampak negatif terhadap kesehatan, dan dapat menjadi sumber terjadinya
kebakaran. Puskesmas harus menetapkan larangan merokok di lingkungan Puskesmas
baik bagi petugas, pengguna layanan, dan pengunjung. Larangan merokok wajib dipatuhi
oleh petugas, pengguna layanan dan pengunjung, dan dilakukan pemantauan terhadap
pelaksanaannya.
NO STANDAR Pokok Pikiran KRITERIA ELEMEN PENILAIAN

1.4.6 Puskesmas menyusun 1. Dilakukan inventarisasi alat kesehatan sesuai dengan ASPAK. (R)
program untuk menjamin 2. Dilakukan inspeksi dan pengujian terhadap alat kesehatan secara periodik (D, 0, W)
• Penggunaan Aplikasi Sarana, Prasarana, dan Alat Kesehatan (ASPAK) oleh Puskesmas ketersediaan alat kesehatan 3. Dilakukan pemeliharaan dan kalibrasi terhadap alat kesehatan secara periodik (D,O,W)
dilakukan untuk memastikan pemenuhan terhadap standar sarana, prasarana, dan alat yang dapat digunakan setiap
kesehatan. saat.
• Data sarana, prasarana, dan alat kesehatan di Puskesmas harus diinput dalam ASPAK
dan divalidasi untuk menjamin kebenarannya
• Agar tidak terjadi keterlambatan atau gangguan dalam pelayanan, alat kesehatan harus
tersedia, berfungsi dengan baik, dan siap digunakan saat diperlukan. Program yang
dimaksud meliputi kegiatan pemeriksaan dan kalibrasi secara berkala, sesuai dengan
panduan produk tiap alat kesehatan.
• Pemeriksaan alat kesehatan yang dilakukan petugas meliputi : kondisi alat, ada tidaknya
kerusakan, kebersihan, status kalibrasi, dan fungsi alat.

1.4.7 Puskesmas menyusun 1. Dilaksanakan program pengelolaan sistem utilitas dan sistem penunjang lainnya sesuai
dan melaksanakan program huruf f pada kriteria 1.5.1. (R)
untuk memastikan semu 2. Sumber air, listrik dan gas medik tersedia selama 7 hari 24 jam untuk pelayanan di
sistem utilitas berfungsi dan Puskesmas. (D,O)
• Sistem utilitas meliputi air, listrik, gas medis dan sistem penunjang lainnya seperti mencegah terjadinya
genset, panel listrik, perpipaan air dan lainnya. ketidaktersediaan, kegagalan,
• Dalam memberikan pelayanan kesehatan pada pengguna layanan, dibutuhkan atau kontaminasi.
ketersediaan listrik, air dan gas medis, serta prasarana lain, seperti Genset, panel listrik,
perpipaan air, ventilasi, sistem jaringan dan teknologi informasi, sistem deteksi dini
kebakaran yang sesuai dengan kebutuhan Puskesmas. Program pengelolaan sistem utilitas
perlu disusun untuk menjamin ketersediaan dan keamanan dalam menunjang kegiatan
pelayanan Puskesmas.
• Sumber air adalah sumber air bersih dan air minum.
• Sumber air dan listrik cadangan perlu disediakan untuk pengganti jika terjadi kegagalan
air dan/ atau listrik.
• Penggunaan gas medik dan vakum medik di fasiltas pelayanan kesehatan dilakukan
melalui :
a. Sistem instalasi gas medik dan vakum medik
b. Tabung gas medik
c. Oksigen konsetrator portable
d. Alat vakum medik portable
• Puskesmas harus menyediakan cadangan sumber air, listrik dan gas medis selama 7 hari
24 jam sesuai kebutuhan.
• Prasarana air, listrik, dan prasarana penting lainnya, seperti genset, perpipaan air, panel
listrik, perlu diperiksa dan dipelihara untuk menjaga ketersediaannya dalam mendukung
kegiatan pelayanan \.
• prasarana air bersih perlu dilakukan pemeriksaan seperti, uji kualitas air secara periodik
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

1.4.8 Puskesmas menyusun 1. Ada rencana program pendidikan Manajemen Fasilitas dan Keselamatan bagi petugas.
dan melaksanakan (R)
• Dalam rangka meningkatkan pemahaman, kemampuan, dan keterampilan dalam
pendidikan Manajemen 2. Dilaksanakan program pendidikan Manajemen Fasilitas dan Keselamatan bagi petugas
pelaksanaan Manajemen Fasilitas Dan Keselamatan (MFK) perlu dilakukan pendidikan
Fasilitas dan Keselamatan sesuai rencana. (D,W)
petugas agar dapat menjalankan peran mereka dalam menyediakan lingkungan yang aman
(MFK)bagi petugas 3. Dilakukan evaluasi dan tindak lanjut perbaikan dalam pelaksanaan program
bagi pasien, petugas, dan masyarakat.
Manajemen Fasilitas dan Keselamatan bagi petugas. (D,W)
• Pendidikan petugas dapat berupa edukasi, pelatihan, dan in house
training/workshop/lokakarya.
• Pendidikan petugas sebagaimana dimaksud tertuang dalam rencana program pendidikan
manajamen fasilitas dan keselamatan.
NO STANDAR Pokok Pikiran KRITERIA ELEMEN PENILAIAN

1.5 Pengawasan, pengendalian • Pengawasan, pengendalian dan penilaian terhadap kinerja dilakukan dengan 1.5.1 Dilakukan pengawasan, 1. Ditetapkan indikator kinerja Puskesmas sesuai dengan jenis-jenis pelayanan yang
dan penilaian kinerja menggunakan indikator kinerja yang jelas untuk memudahkan melakukan perbaikan pengendalian, dan penilaian disediakan dan kebijakan pemerintah Pusat dan Daerah (R)
dilakukan secara periodik. penyelenggaraan pelayanan dan perencanaan pada periode berikutnya kinerja dengan menggunakan 2. Dilakukan pengawasan, pengendalian dan penilaian kinerja secara periodik sesuai
• Pengawasan, pengendalian dan penilaian kinerja puskesmas dapat berupa pemantauan indikator kinerja yang dengan kebijakan dan prosedur yang ditetapkan, dan hasilnya diumpanbalikkan pada
dan evaluasi, supervisi, lokakarya mini, audit internal, dan rapat tinjauan manajemen. ditetapkan sesuai dengan lintas program dan lintas sektor (R, D, W)
• Indikator kinerja adalah indikator untuk menilai cakupan kegiatan dan manajemen jenis pelayanan yang 3. Dilakukan evaluasi dan tindak lanjut terhadap hasil pengawasan, pengendalian dan
Puskesmas disediakan dan kebijakan penilaian kinerja terhadap target yang ditetapkan dan hasil kaji banding dengan
• Indikator kinerja untuk tiap jenis pelayanan dan kegiatan perlu disusun, dipantau dan pemerintah Puskesmas lain (D)
dianalisis secara periodik sebagai bahan untuk perbaikan kinerja dan perencanaan periode 4. Dilakukan analisis terhadap hasil pengawasan, pengendalian dan penilaian kinerja
berikutnya untuk digunakan dalam perencanaan kegiatan masing-masing upaya Puskesmas, dan
• Indikator-indikator kinerja tersebut meliputi: untuk perencanaan Puskesmas (D)
a) Indikator kinerja Manajemen Puskesmas 5. Hasil pengawasan, pengendalian dalam bentuk perbaikan kinerja disediakan dan
b) Indikator kinerja cakupan pelayanan UKM yang mengacu pada indikator nasional digunakan sebagai dasar untuk memperbaiki kinerja pelaksanaan kegiatan Puskesmas
seperti Program Prioritas Nasional, indikator yang ditetapkan oleh Dinas Kesehatan Daerah dan revisi perencanaan kegiatan bulanan (D, W)
5 Propinsi dan Indikator yang ditetapkan oleh Dinas Kesehatan Daerah kabupaten/Kota 6. Hasil pengawasan, pengendalian dan penilaian kinerja dalam bentuk Laporan Penilaian
c) Indikator kinerja cakupan pelayanan UKP, Kefarmasian, dan Laboratorium Kinerja Puskesmas (PKP), serta upaya perbaikan kinerja dilaporkan kepada Dinas
• Dalam menyusun indikator-indikator tersebut harus mengacu pada Standar Pelayanan Kesehatan Daerah Kabupaten/ Kota (D)
Minimal Kabupaten, Kebijakan/Pedoman dari Kementerian Kesehatan,
Kebijakan/Pedoman dari Dinas Kesehatan Provinsi dan Kebijakan/Pedoman dari dinas
kesehatan daerah kabupaten/kota
• Hasil pengawasan, pengendalian dan penilaian terhadap kinerja Puskesmas diumpan
balikkan pada lintas program dan lintas sektor untuk mendapatkan masukan/asupan
dalam perbaikan kinerja penyelenggaraan pelayanan dan perencanaan tahunan dan
perencanaan lima tahunan.

1.5.2 Lokakarya mini lintas 1. Dilakukan lokakarya mini bulanan dan tribulanan secara konsisten dan periodik untuk
program dan lokakarya mini mengkomunikasikan, mengkoordinasikan dan mengintegrasikan upaya – upaya
lintas sektor dilakukan sesuai Puskesmas (D,W)
dengan kebijakan dan 2. Dilakukan pembahasan permasalahan, hambatan dalam pelaksanaan kegiatan dan
• Proses maupun hasil pelaksanaan upaya Puskesmas perlu dikomunikasikan oleh Kepala prosedur. rekomendasi tindak lanjut dalam lokakarya mini (D,W)
Puskesmas, Penanggung jawab Upaya baik KMP, UKM, dan UKPP kepada serta lintas 3. Dilakukan tindak lanjut terhadap rekomendasi lokakarya mini bulanan dan triwulan
program dan lintas sektor terkait agar ada kesamaan persepsi untuk efektivitas dalam bentuk perbaikan pelaksanaan kegiatan. (D,W)
pelaksanaan upaya Puskesmas.
• Komunikasi dan koordinasi Puskesmas melalui Lokakarya mini bulanan lintas program
dan Lokakarya mini triwulan lintas sektor dilaksanakan sesuai dengan jadwal yang telah
ditetapkan.
• Lokakarya mini bulanan digunakan untuk : menyusun secara lebih terinci kegiatan-
kegiatan yang akan dilaksanakan selama 1 (satu) bulan mendatang, khususnya dalam
waktu, tempat, sasaran, pelaksana kegiatan, dukungan (lintas program dan sektor) yang
diperlukan, serta metode dan teknologi yang digunakan; menggalang kerjasama dan
keterpaduan serta meningkatkan motivasi petugas.
• Lokakarya mini triwulan digunakan untuk : menetapkan secara konkrit dukungan lintas
sektor yang akan dilakukan selama 3 (tiga) bulan mendatang, melalui
sinkronisasi/harmonisasi RPK antar-sektor (antar-instansi) dan kesatupaduan tujuan;
menggalang kerjasama, komitmen, dan koordinasi lintas sektor dalam pelaksanaan
kegiatan-kegiatan pembangunan di tingkat kecamatan; meningkatkan motivasi dan rasa
kebersamaan dalam melaksanakan pembangunan masyarakat kecamatan
NO STANDAR Pokok Pikiran KRITERIA ELEMEN PENILAIAN

1.5.3 Kepala Puskesmas dan 1. Kepala Puskesmas membentuk tim audit internal dengan uraian tugas, wewenang, dan
penanggung jawab tanggung jawab yang jelas. (R)
melakukan pengawasan, 2. Disusun rencana program audit internal tahunan yang dilengkapi kerangka acuan audit
pengendalian kinerja, dan dan dilakukan kegiatan audit sesuai dengan rencana yang telah disusun. (R)
• Kinerja Puskesmas yang dilakukan perlu dipantau apakah mencapai target yang kegiatan perbaikan kinerja 3. Ada laporan dan umpan balik hasil audit internal kepada Kepala Puskesmas, Tim Mutu,
ditetapkan. melalui audit internal dan pihak yang diaudit dan unit terkait. (D)
• Audit internal merupakan salah satu mekanisme pengawasan dan pengendalian yang rapat tinjauan manajemen 4. Tindak lanjut dilakukan terhadap temuan dan rekomendasi dari hasil audit internal
dilakukan secara sistematis oleh tim audit internal yang dibentuk oleh Kepala Puskesmas yang terencana sesuai dengan baik oleh kepala Puskesmas, penanggung jawab maupun pelaksana. (D)
• Hasil temuan audit internal disampaikan kepada Kepala Puskesmas, Penanggung jawab masalah kesehatan prioritas, 5. Kepala Puskesmas bersama dengan Tim Mutu merencanakan pertemuan tinjauan
atau Tim Mutu, Penanggung jawab atau Tim Keselamatan Pengguna layanan, dan masalah kinerja, risiko, manajemen dan pelaksanaan pertemuan tinjauan manajemen dilakukan dengan agenda
Penanggung jawab atau Tim PPI, Penanggung jawab Upaya Puskesmas, dan pelaksana maupun rencana sebagaimana pokok pikiran. (D, W)
kegiatan sebagai dasar untuk melakukan perbaikan. pengembangan pelayanan 6. Rekomendasi hasil pertemuan tinjauan manajemen ditindaklanjuti dan dievaluasi. (D)
• Jika ada permasalahan yang ditemukan dalam audit internal tetapi tidak dapat
diselesaikan sendiri oleh pimpinan dan pegawai Puskesmas, maka permasalahan tersebut
dapat dirujuk ke Dinas Kesehatan daerah Kabupaten/Kota untuk ditindak lanjuti.
• Pelaksanaan kinerja direncanakan dan dipantau serta ditindaklanjuti.
• Kepala Puskesmas dan Penanggung jawab Mutu secara periodik melakukan pertemuan
tinjauan manajemen untuk membahas umpan balik pelanggan, keluhan pelanggan, hasil
audit internal, hasil penilaian kinerja, perubahan proses penyelenggaraan Upaya
Puskesmas dan kegiatan pelayanan Puskesmas, maupun perubahan kebijakan mutu jika
diperlukan, serta membahas hasil pertemuan tinjauan manajemen sebelumnya, dan
rekomendasi untuk perbaikan.
• Pertemuan tinjauan manajemen dipimpin oleh Penanggung jawab Mutu.

1.6 Peran Dinas Kesehatan • Dinas Kesehatan Daerah Kabupaten/ Kota melakukan pembinaan kepada Puskesmas 1.6.1 Dinas Kesehatan 1. Dinas Kesehatan Daerah Kabupaten/ Kota menetapkan struktur organisasi Puskesmas
Daerah Kabupaten/Kota sebagai unit pelaksana teknis yang memiliki otonomi dalam rangka sinkronisasi dan Daerah Kabupaten/ Kota sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (R)
dalam upaya peningkatan harmonisasi pencapaian tujuan pembangunan kesehatan daerah. melaksanakan pembinaan 2. Dinas Kesehatan Daerah Kabupaten/Kota menetapkan kebijakan pembinaan
mutu pelayanan kesehatan • Pencapaian tujuan pembangunan kesehatan daerah merupakan bagian dari tugas, fungsi dan pengawasan terhadap Puskesmas secara periodik yang dituangkan dalam program kerja yang jelas dan terukur
Puskesmas melalui Akreditasi dan tanggung jawab Dinas Kesehatan Daerah Kabupaten/ Kota. Puskesmas sebagai Unit (R, D)
• Dalam rangka menjalankan tugas, fungsi dan tanggung jawab, Dinas Kesehatan Daerah Pelaksana Teknis Daerah 3. Ada bukti Dinas Kesehatan Daerah Kabupaten/ Kota melaksanakan pembinaan secara
Kabupaten/Kota melakukan bimbingan teknis dan supervisi, pemantauan evaluasi, dan (UPTD) Dinas Kesehatan terpadu termasuk pembinaan oleh tim TPMDK sesuai ketentuan kepada Puskesmas secara
pelaporan serta peningkatan mutu pelayanan kesehatan. Daerah Kabupaten/ Kota periodik dengan menggunakan indikator pembinaan program dan menyampaikan hasil
• Pembinaan yang dilakukan Dinas Kesehatan Daerah Kabupaten/ Kota dalam hal dalam rangka perbaikan pembinaan kepada Puskesmas. (D,W)
penyelenggaraan Puskesmas mulai dari perencanaan, pelaksanaan kegiatan hingga kinerja Puskesmas 4. Ada bukti Dinas Kesehatan Daerah Kabupaten/ Kota melakukan pendampingan
evaluasi kinerja Puskesmas. penyusunan Rencana Usulan Kegiatan Puskesmas dan Rencana Pelaksanaan Kegiatan. (D,
• Pembinaan tersebut dilaksanakan secara periodik termasuk pembinaan dalam rangka W)
pencapaian target PIS PK, target Standar Pelayanan Minimal (SPM), dan Program Prioritas 5. Ada bukti Dinas Kesehatan Daerah Kabupaten/ Kota menindaklanjuti pelaksanaan
Nasional (PPN), serta pemenuhan standar akreditasi lokakarya mini Puskesmas yang menjadi wewenang dalam rangka membantu
6 • Tugas dari dinas kesehatan sebagai tim Peningkatan dan Penilaian Mutu Dinas menyelesaikan masalah kesehatan yang tidak bisa diselesaikan di tingkat Puskesmas. (D,
Kesehatan (TPMDK) adalah W)
a. Melakukan pendampingan persiapan penilaian mutu ekternal (survei akreditasi) 6. Ada bukti Dinas Kesehatan Daerah Kabupaten/ Kota melakukan verifikasi dan
termasuk pelaksanaan pra penilaian sebelum pelaksanaan Penilaian Mutu Eksternal. memberikan umpan balik evaluasi kinerja Puskesmas. (D, W)
b. Melakukan pendampingan pada puskesmas pasca survei akreditasi yang berdasarkan 7. Puskesmas melakukan tindak lanjut terhadap hasil pembinaan Dinas Kesehatan
hasil pemantauan belum menunjukkan perbaikan/peningkatan secara significant. Daerah Kabupaten/ Kota. (D, W
c. Melakukan pembinaan mutu pasca penilaian mutu eksternal (pasca survei akreditasi)
antara lain meliputi pendampingan penyusunan perencanaan perbaikan strategik (PPS),
pemantauan pengukuran Indikator Nasional Mutu (INM) dan pelaporan insiden
Keselamatan Pasien (KP).
d. Monitoring dan evaluasi pelaksanaan peningkatan mutu Puskesmas.
INSTRUMEN KEGIATAN PENINGKATAN DAN PENILAIAN MUTU PUSKESMAS

Penyelenggaraan Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) yang berorientasi pada upaya promotif dan preventif

NO STANDAR Pokok Pikiran KRITERIA ELEMEN PENILAIAN

2.1. Perencanaan pelayanan UKM • Identifikasi kebutuhan dan harapan masyarakat terhadap kegiatan UKM dilakukan 2.1.1. Perencanaan pelayanan 1. Dilakukan identifikasi kebutuhan dan harapan masyarakat, kelompok masyarakat,
dilaksanakan secara terpadu. dengan Survei Mawas Diri dan Musyawarah Masyarakat Desa maupun melalui UKM Puskesmas disusun keluarga dan individu yang merupakan sasaran pelayanan UKM sesuai dengan
pertemuan pertemuan konsultatif lainnya dengan masyarakat seperti jajak pendapat, secara terpadu berbasis kebijakan dan prosedur yang telah ditetapkan. (R,D, W))
temu muka, survei mawas diri, survei kepuasan masyarakat dan media lainnya. wilayah kerja Puskesmas 2. Hasil identifikasi kebutuhan dan harapan masyarakat dianalisis bersama dengan
• Pelaksanaan identifikasi kebutuhan dan harapan masyarakat mengacu pada dengan melibatkan lintas lintas program dan lintas sektor sebagai bahan untuk pembahasan dalam menyusun
kebijakan dan prosedur yang berlaku. program dan lintas sektor rencana kegiatan UKM. (D,W)
• Hasil identifikasi kebutuhan dan harapan masyarakat yang telah dianalisis dan sesuai dengan analisis 3. Data capaian kinerja pelayanan UKM Puskesmas dianalisis bersama lintas
dibahas bersama lintas program dan lintas sektor (Musyawarah Masyarakat kebutuhan dan harapan program dan lintas sektor dengan memperhatikan hasil pelaksanaan PIS PK sebagai
Desa/Kelurahan, Lokakarya Mini (Bulanan dan Tri Wulan), selanjutnya dijadikan masyarakat, data hasil bahan untuk pembahasan dalam menyusun rencana kegiatan yang berbasis wilayah
sebagai dasar dalam penyusunan rencana usulan kegiatan UKM. penilaian kinerja Puskesmas kerja. (D,W)
• Data capaian kinerja pelayanan UKM dianalisis dengan memperhatikan hasil termasuk memperhatikan 4. Tersedia Rencana Usulan Kegiatan (RUK) UKM yang disusun secara terpadu
pelaksanaan PIS PK dan capaian target SPM yang berbasis wilayah kerja Puskesmas. hasil pelaksanaan Program berbasis wilayah kerja Puskesmas berdasarkan hasil analisis kebutuhan dan
Hasil analisis tersebut dibahas secara terpadu bersama lintas program dan lintas Indonesia Sehat dengan harapan masyarakat, hasil pembahasan analisis data capaian kinerja pelayanan
sektor sebagai dasar dalam penyusunan Rencana Usulan Kegiatan (RUK) UKM. Pendekatan Keluarga (PIS PK) UKM dengan memperhatikan hasil pelaksanaan kegiatan PIS PK (D,W)
• Kegiatan-kegiatan dalam setiap pelayanan UKM di Puskesmas disusun oleh pelaksana dan capaian target Standar
dan koordinator pelayanan UKM mengacu pada hasil analisis data kinerja dengan Pelayanan Minimal (SPM)
memperhatikan data PIS PK, analisis capaian SPM daerah Kabupaten/Kota, pedoman daerah Kabupaten/Kota
atau acuan yang sudah ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan, Dinas Kesehatan
Provinsi, maupun Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota, dengan mengutamakan program
prioritas nasional (antara lain penurunan Stunting, peningkatan cakupan Imunisasi,
Penanggulangan TB, pengendalian Penyakit Tidak Menular, penurunan Angka Kematian
Ibu/ AKI dan Angka Kematian Neonatus/ AKN), serta memperhatikan hasil analisis
kebutuhan dan harapan masyarakat
• Dalam standar ini, kata “pelayanan” digunakan untuk menggantikan kata “program”,
contoh: Program Promkes menjadi Pelayanan Promkes.
• Dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan di wilayah kerja, setiap pelaksana 2.1.2. Perencanaan pelayanan 1. Terdapat kegiatan fasilitasi pemberdayaan masyarakat yang dituangkan dalam
kegiatan, koordinator pelayanan, dan penanggung jawab UKM Puskesmas wajib UKM Puskesmas memuat RUK dan RPK Puskesmas dan sudah disepakati bersama masyarakat sesuai dengan
memfasilitasi kegiatan yang berwawasan kesehatan melalui pemberdayaan masyarakat. kegiatan pemberdayaan kebijakan dan prosedur yang telah ditetapkan. (D, W)
• Pemberdayaan Masyarakat Bidang Kesehatan yang selanjutnya disebut Pemberdayaan masyarakat untuk mengatasi 2. Terdapat bukti keterlibatan masyarakat dalam kegiatan pemberdayaan masyarakat
masyarakat adalah proses untuk meningkatkan pengetahuan, kesadaran dan permasalahan kesehatan dan mulai dari perencanaan, pelaksanaan, perbaikan dan evaluasi untuk mengatasi
kemampuan individu, keluarga serta masyarakat untuk berperan aktif dalam upaya meningkatkan perilaku hidup masalah kesehatan di wilayahnya. (D.W)
kesehatan yang dilaksanakan dengan cara fasilitasi proses pemecahan masalah melalui bersih dan sehat, dimana 3. Terdapat kegiatan pemberdayaan masyarakat dalam pelaksanaan pelayanan UKM
pendekatan edukatif dan partisipatif serta memperhatikan kebutuhan potensi dan sosial proses kegiatan Puskesmas yang bersumber dari swadaya masyarakat dan atau kontribusi swasta
budaya setempat Pemberdayaan Masyarakat yang tertuang dalam rencana kegiatan pelayanan UKM. (D,W)
• Strategi Pemberdayaan Masyarakat meliputi : dilakukan oleh masyarakat 4. Dilakukan evaluasi dan tindak lanjut terhadap kegiatan pemberdayaan
a. peningkatan pengetahuan dan kemampuan masyarakat dalam mengenali dan sendiri dengan difasilitasi oleh masyarakat. (D)
mengatasi permasalahan kesehatan yang dihadapi; Puskesmas.
b. peningkatan kesadaran masyarakat melalui penggerakan masyarakat;
c. pengembangan dan pengorganisasian masyarakat;
d. penguatan dan peningkatan advokasi kepada pemangku kepentingan;
e. peningkatan kemitraan dan partisipasi lintas sektor, lembaga kemasyarakatan,
organisasi kemasyarakatan,dan swasta;
f. peningkatan pemanfaatan potensi dan sumber daya berbasis kearifan lokal; dan

Penyelenggaraan Pemberdayaan Masyarakat dilakukan dengan tahapan :


a. pengenalan kondisi desa/kelurahan;
b. survei mawas diri;
c. musyawarah di desa/kelurahan;
d. perencanaan partisipatif;
e. pelaksanaan kegiatan; dan
f. pembinaan kelestarian.
g. pengintegrasian program, kegiatan, dan/atau kelembagaan Pemberdayaan
Masyarakat yang sudah ada sesuai dengan kebutuhan dan kesepakatan masyaraka
• Perencanaan pemberdayaan masyarakat terintegrasi dengan Profil Kesehatan Keluarga
(Prokesga) melalui pelaksanaan Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga
(PIS PK).
• Pengembangan/pengorganisasian masyarakat (community organization) dalam
pemberdayaan dilakukan dengan mengupayakan peran dan fungsi organisasi
masyarakat dalam pembangunan kesehatan. Membangun kesadaran masyarakat
merupakan awal dari kegiatan pengorganisasian masyarakat yang dilakukan dengan
membahas bersama tentang kebutuhan dan harapan mereka, berdasarkan prioritas
masalah kesehatan sesuai dengan sumber daya yang dimiliki.
• Bentuk pelaksanaan kegiatan pemberdayaan masyarakat dapat dilakukan melalui
kegiatan Upaya Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat (UKBM) seperti Posyandu,
Posbindu PTM, Posyandu Lansia, Komunitas Peduli Kesehatan Remaja, Komunitas
Peduli HIV/AIDS, Peduli TB, Komunitas peduli kesehatan ibu dan anak, dan seterusnya
dan/atau melalui kegiatan di tatanan-tatanan seperti sekolah, pesantren, pasar, tempat
ibadah dan lain-lain.
• Kegiatan fasilitasi berupa:
a. melaksanakan advokasi dan sosialisasi kepada masyarakat, pemangku kepentingan
dan mitra terkait untuk mendukung pelaksanaan pemberdayaan masyarakat
b. melakukan pendampingan dan pembinaan teknis dalam tahapan penyelenggaraan
pemberdayaan masyarakat
c. melakukan koordinasi dengan lintas sektor dan pemangku kepentingan di wilayah
kerja Puskesmas dalam pelaksanaan Pemberdayaan Masyarakat;
d. membangun kemitraan dengan organisasi kemasyarakatan dan swasta di wilayah
kerja Puskesmas dalam pelaksanaan Pemberdayaan Masyarakat
e. mengembangkan media komunikasi, informasi, dan edukasi kesehatan terkait
Pemberdayaan Masyarakat dengan memanfaatkan potensi dan sumber daya berbasis
kearifan lokal;
f. melakukan peningkatan kapasitas Tenaga Pendamping Pemberdayaan Masyarakat
dan Kader;
g. melakukan dan memfasilitasi edukasi kesehatan kepada masyarakat;
h. menggerakkan masyarakat untuk berpartisipasi dalam kegiatan Pemberdayaan
Masyarakat;

i. melakukan pencatatan dan pelaporan pelaksanaan Pemberdayaan Masyarakat di


tingkat kecamatan dan kabupaten/kota secara berkala; dan
j. melakukan pemantauan dan evaluasi pelaksanaan Pemberdayaan Masyarakat di
wilayah kerja Puskesmas secara berkala • Kegiatan fasilitasi yang dimaksud dimulai
dari perencanaan, pelaksanaan, perbaikan dan evaluasi terhadap kegiatan
pemberdayaan masyarakat tersebut.
• Pemberdayaan Masyarakat dalam bidang kesehatan tergambar dalam Rencana Usulan
Kegiatan dan Rencana Pelaksanaan Kegiatan (RPK) setiap Koordinator pelayanan dan
pelaksana kegiatan UKM puskesmas.

• Perencanaan pelayanan UKM Puskesmas disusun secara terintegrasi lintas program 2.1.3. Rencana Pelaksanaan 1. Tersedia Rencana Pelaksanaan Kegiatan (RPK) tahunan UKM yang terintegrasi
agar efektif dan efisien serta melalui tahapan perencanaan Puskesmas. Kegiatan (RPK) Pelayanan dalam Rencana Pelaksanaan Kegiatan (RPK) tahunan Puskesmas sesuai dengan
• Penyusunan RPK harus mengacu pada RUK. Jika sebagian kegiatan yang UKM terintegrasi lintas ketentuan yang berlaku. (R)
direncanakan dalam RUK tidak dapat dilaksanakan karena keterbatasan sumber daya, program dan mengacu pada 2. Tersedia RPK bulanan untuk masing-masing pelayanan UKM yang disusun setiap
maka dimungkinkan sebagian kegiatan yang tercantum dalam RUK tidak dituangkan Rencana Usulan Kegiatan bulan dengan kejelasan pelaksana tiap kegiatan. (R)
dalam RPK (RUK) Puskesmas. 3. Tersedia Kerangka Acuan Kegiatan (KAK) untuk tiap kegiatan dari masing-masing
• RPK pelayanan UKM menggambarkan kegiatan yang akan dilaksanakan oleh Pelayanan UKM sesuai dengan RPK yang disusun (R)
Puskesmas dalam kurun waktu satu tahun dan dijabarkan dalam rencana pelaksanaan 4. Dilakukan evaluasi terhadap rencana pelaksanaan pelayanan UKM berdasarkan
kegiatan setiap bulan. hasil pemantauan (D.W)
• RPK pelayanan UKM dimungkinkan untuk diubah/ disesuaikan dengan kebutuhan 5. Jika terjadi perubahan rencana pelaksanaan pelayanan UKM berdasarkan hasil
berdasarkan hasil pemantauan, kebijakan dan kondisi – kondisi sesuai peraturan pemantauan, kebijakan atau kondisi tertentu maka dilakukan penyesuaian rencana
perundangan-undangan. pelaksanaan kegiatan (D)
• RPK pelayanan UKM dirinci dalam RPK untuk masing-masing pelayanan UKM dan
disusun Kerangka Acuan Kegiatan (KAK) untuk tiap kegiatan dari masing-masing
pelayanan UKM.
2.2. Penanggung jawab UKM, • Jadwal pelaksanaan kegiatan disusun berdasarkan masukan dari sasaran, 2.2.1. Penjadwalan 1. Tersedia jadwal pelaksanaan kegiatan UKM yang disusun berdasarkan hasil
koordinator pelayanan dan masyarakat, kelompok masyarakat, lintas program dan lintas sektor terkait dan pelaksanaan pelayanan UKM kesepakatan dengan sasaran, masyarakat, kelompok masyarakat, lintas program dan
pelaksana kegiatan UKM disepakati bersama. Jadwal tersebut memuat waktu, tempat dan sasaran kegiatan. Puskesmas disepakati lintas sektor terkait. (D,W)
memastikan kemudahan akses • Agar sasaran, masyarakat, lintas program dan lintas sektor berperan aktif dalam bersama dengan 2. Jadwal pelaksanaan kegiatan UKM diinformasikan kepada sasaran, masyarakat,
sasaran dan masyarakat terhadap kegiatan, maka jadwal pelaksanaan kegiatan UKM harus disampaikan kepada sasaran, memperhatikan masukan kelompok masyarakat, lintas program, dan lintas sektor melalui media komunikasi
pelaksanaan pelayanan UKM masyarakat, kelompok masyarakat, lintas program dan lintas sektor terkait dengan sasaran, masyarakat, yang sudah ditetapkan (D, W).
memanfaatkan media komunikasi yang sudah ditetapkan. kelompok masyarakat, lintas 3. Tersedia bukti penyampaian informasi perubahan jadwal jika terjadi perubahan
• Bilamana dilakukan perubahan jadwal, informasi tentang waktu dan tempat program dan lintas sektor jadwal pelaksanaan kegiatan (D,W)
pelaksanaan kegiatan UKM harus disepakati dan diinformasikan dengan jelas dan yang dilaksanakan tepat 4. Hasil penyampaian informasi jadwal pelaksanaan kegiatan UKM dievaluasi dan
tempat kegiatan mudah diakses oleh sasaran kegiatan UKM, masyarakat dan kelompok waktu sesuai dengan rencana. ditindaklanjuti (D.W)
masyarakat.

• Informasi tentang kegiatan UKM Puskesmas, tujuan, pentahapan, dan jadwal 2.2.2. Penanggung jawab 1. Dilakukan penyampaian informasi tentang kegiatan UKM Puskesmas, mulai dari
kegiatan, perlu disampaikan pada lintas program dan lintas sektor terkait agar mereka UKM, koordinator pelayanan tujuan, pentahapan, dan jadwal kegiatan pada kelompok masyarakat, masyarakat,
dapat optimal berkontribusi dalam pencapaian tujuan kegiatan UKM. dan pelaksana kegiatan UKM sasaran, lintas program dan lintas sektor terkait. (D,W)
• Masyarakat, kelompok masyarakat, dan individu yang menjadi sasaran perlu memastikan akses sasaran 2. Pelaksanaan kegiatan dilakukan dengan metode dan teknologi yang dikenal oleh
mendapatkan informasi tentang kegiatan-kegiatan yang akan dilaksanakan, tujuan, dan masyarakat terhadap masyarakat atau sasaran. (D,W)
tahapan dan jadwal pelaksanaan, sehingga dapat menyesuaikan dengan kebutuhan dan informasi, kegiatan UKM, dan 3. Umpan balik/keluhan dari masyarakat, kelompok masyarakat, dan sasaran
harapan mereka, dan menjamin pelaksanaan kegiatan tepat sasaran dan tepat waktu. akses untuk menyampaikan diidentifikasi dan ditindaklanjuti. (D,W)
• Kejelasan informasi yang disampaikan perlu dievaluasi, yaitu evaluasi terhadap umpan balik dan keluhan
penerimaan informasi oleh sasaran dan pemberian informasi yang dilaksanakan
Puskesmas.
• Keberhasilan pelaksanaan kegiatan UKM Puskesmas tergantung pada peran aktif
masyarakat, kelompok masyarakat, keluarga, dan individu yang menjadi sasaran.
• Agar sasaran berperan aktif dalam kegiatan UKM, maka pelaksanaan kegiatan UKM
perlu mempertimbangkan kondisi sosial, tata nilai budaya masyarakat sebagai dasar
untuk menetapkan metode dan teknologi yang digunakan dalam pelaksanaan kegiatan
UKM.
• Akses sasaran terhadap kegiatan perlu dievaluasi dan ditindaklanjuti untuk perbaikan
dalam mempermudah akses dan penyediaan kegiatan UKM.
• Kemudahan akses bagi sasaran adalah kejelasan prosedur/tahapan dan tidak
berbelit-belit dalam pelaksanaan kegiatan UKM.
• Metode adalah cara yang digunakan dalam pelaksanaan kegiatan. Contoh: Ceramah,
diskusi, pembinaan, kunjungan rumah dan lain sebagainya. Teknologi adalah
media/audio visual aid yang digunakan dalam pelaksanaan kegiatan. Contoh: Lembar
balik, model, LCD, film dan lain sebagainya.
• Untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dan sasaran kegiatan diperlukan
umpan balik dan keluhan dari masyarakat dan sasaran kegiatan untuk melakukan
penyesuaian dan perbaikan-perbaikan dalam pelaksanaan kegiatan UKM Puskesmas.
• Umpan balik adalah tanggapan yang diperoleh dari hasil pelayanan yang diberikan
untuk perbaikan dalam tindak lanjut. Umpan balik dapat diperoleh secara langsung
maupun tidak langsung dari masyarakat, kelompok masyarakat, dan sasaran kegiatan
UKM. Masyarakat, kelompok masyarakat, dan sasaran program dapat menyampaikan
keluhan secara langsung maupun tidak langsung kepada Penanggung jawab UKM,
koordinator pelayanan dan pelaksana kegiatan UKM.
• Umpan balik dan keluhan ditindak lanjuti dengan pembahasan atau pertemuan
konsultatif dengan tokoh masyarakat, kelompok masyarakat, masyarakat atau individu
yang merupakan sasaran melalui forum-forum yang ada di masyarakat.
• Kepala Puskesmas, penanggung jawab UKM, koordinator pelayanan dan pelaksana
kegiatan UKM membahas umpan balik dan keluhan sebagai bahan untuk melakukan
perbaikan dalam perencanaan dan pelaksanaan kegiatan UKM.

2.3. Penggerakan dan Pelaksanaan • Keberhasilan pelaksanaan pelayanan UKM hanya dapat dicapai jika dilakukan 2.3.1. Dilakukan komunikasi 1. Penanggung jawab UKM, koordinator pelayanan dan pelaksana kegiatan UKM
Pelayanan UKM dilakukan dan komunikasi dan koordinasi baik lintas program maupun lintas sektor terkait mulai dari dan koordinasi dalam Puskesmas melakukan komunikasi dan koordinasi kepada lintas program dan lintas
dikoordinasikan dengan proses perencanaan, pelaksanaan, perbaikan dan evaluasi pelaksanaan kegiatan UKM. penyelenggaraan pelayanan sektor terkait sesuai kebijakan, panduan dan prosedur yang ditetapkan. (D,W)
melibatkan lintas program dan • Berbagai mekanisme komunikasi dan koordinasi dapat dilakukan antara lain melalui UKM Puskesmas. 2. Dilakukan evaluasi dan tindak lanjut terhadap pelaksanaan komunikasi dan
lintas sektor terkait. pertemuan-pertemuan, lokakarya mini, dan penggunaan media/tekhnologi informasi. koordinasi yang sudah dilaksanakan (D.W).
• Kebijakan, dan prosedur komunikasi dan koordinasi dalam penyelenggaraan
pelayanan UKM perlu ditetapkan dan dijadikan acuan dalam pelaksanaan kegiatan
UKM.
• Evaluasi dan tindak lanjut terhadap pelaksanaan komunikasi dan koordinasi
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan

2.4. Pelayanan UKM dilaksanakan • Penanggung jawab UKM, koordinator pelayanan kegiatan UKM Puskesmas mempunyai 2.4.1. Penanggung jawab 1. Penanggung jawab UKM melakukan pembinaan kepada koordinator pelayanan dan
dengan metode pembinaan secara kewajiban untuk memberikan arahan dan dukungan bagi pelaksana kegiatan dalam UKM, koordinator pelayanan pelaksana kegiatan UKM secara periodik sesuai dengan jadwal yang disepakati.(D,W)
berjenjang agar efisien dan efektif melaksanakan tugas dan tanggung jawab. Arahan dapat dilakukan dalam bentuk dan pelaksana kegiatan UKM 2. Penanggung jawab UKM, koordinator pelayanan dan pelaksana kegiatan UKM
dalam mencapai tujuan yang pembinaan, pendampingan, pertemuan-pertemuan, maupun konsultasi dalam Puskesmas bertanggung Puskesmas mengidentifikasi dan menganalisis permasalahan dan hambatan dalam
ditetapkan. pelaksanaan kegiatan UKM. jawab terhadap pencapaian pelaksanaan kegiatan UKM, (D,W)
• Pembinaan penanggung jawab UKM Puskesmas kepada koordinator pelayanan dan tujuan, pencapaian kinerja, 3. Penanggung jawab UKM, koordinator pelayanan dan pelaksana kegiatan UKM
pelaksana kegiatan UKM meliputi pemahaman pelaksanaan kegiatan, termasuk pelaksanaan kegiatan UKM, melaksanakan tindak lanjut untuk mengatasi masalah dan hambatan dalam
pembinaan terhadap masalah dan hambatan yang ditemui dalam pelaksanaan kegiatan dan penggunaan sumber pelaksanaan kegiatan UKM.(D,W)
UKM mulai dari identifikasi, analisis sampai dengan upaya penyelesaian masalah daya, 4. Penanggung jawab UKM, koordinator pelayanan dan pelaksana kegiatan UKM
dalam pelaksanaan kegiatan UKM. melakukan evaluasi dan tindaklanjut terhadap hasil pelaksanaan pada elemen
• Penanggung jawab UKM, koordinator dan pelaksana pelayanan UKM melakukan penilaian 3 (tiga). (D,W)
tindak lanjut dan evaluasi terhadap hasil analisis masalah dan hambatan dalam
pelaksanaan pelayanan UKM.
2.5. Pelaksanaan pelayanan UKM • Kegiatan Kunjungan Keluarga yang dilaksanakan oleh Tim Pembina Keluarga 2.5.1. Penanggung jawab 1. Dibentuk Tim Pembina Keluarga, tenaga administrasi dan surveior dengan uraian
diperkuat dengan PIS PK digunakan untuk menyampaikan Komunikasi Informasi dan Edukasi kepada keluarga UKM, koordinator pelayanan tugas yang jelas. (R)
sebagai intervensi awal dan didokumentasikan. dan pelaksana kegiatan UKM 2. Tim Pembina Keluarga melakukan kunjungan keluarga dan intervensi awal yang
• Dokumentasi hasil kunjungan keluarga dilakukan dengan dientry pada aplikasi bersama dengan Tim Pembina telah direncanakan melalui proses persiapan, dan didokumentasikan. (D,W)
keluarga sehat dan atau pada profil keluarga sehat (Prokesga). Keluarga melaksanakan 3. Tim Pembina Keluarga melakukan penghitungan Indeks Keluarga Sehat (IKS) pada
• Dokumentasi hasil kunjungan dapat berupa hasil intervensi awal dan hasil intervensi pemetaan dan intervensi tingkat keluarga, RT, RW, desa/kelurahan, dan Puskesmas secara manual atau
lanjut. kesehatan berdasarkan secara elektronik (dengan Aplikasi Keluarga Sehat). (D)
• Dokumentasi hasil kunjungan awal dan hasil intervensi (pemutakhiran/update) permasalahan keluarga 4. Tim Pembina Keluarga menyampaikan informasi masalah kesehatan kepada
dokumentasi dilakukan oleh tim data Puskesmas (admin dan surveior). sesuai dengan jadwal yang Kepala Puskesmas, Penanggung jawab UKM, koordinator pelayanan dan pelaksana
• Tim pembina keluarga menyampaikan informasi dan laporan hasil kunjungan sudah disepakati kegiatan UKM untuk bersama-sama melakukan analisis hasil kunjungan keluarga.
keluarga serta berkoordinasi dengan penanggung jawab UKM dan koordinator (D,W)
pelayanan dan pelaksana kegiatan UKM agar dapat dilakukan analisis dan intervensi 5. Tim Pembina Keluarga bersama Penanggung jawab UKM, koordinator pelayanan
lanjut dan pelaksana kegiatan UKM menyusun intervensi lanjut kepada keluarga sesuai
• Tim Pembina keluarga adalah tenaga kesehatan Puskesmas yang dibentuk oleh Kepala permasalahan kesehatan pada tingkat keluarga.(D,W)
Puskesmas melalui Surat Keputusan Kepala Puskesmas. 6. Penanggung jawab UKM mengkoordinir pelaksanaan intervensi lanjut. (D,W)
• Kegiatan UKM melalui PIS PK sebagai bentuk intervensi dilaksanakan sesuai dengan
jadwal yang disepakati dengan masyarakat yang menjadi sasaran.

• Untuk melaksanakan intervensi lanjut tingkat wilayah diperlukan penyusunan 2.5.2. Intervensi lanjut 1. Tim pembina keluarga bersama dengan penanggung jawab UKM melakukan
rencana berdasarkan pemetaan wilayah kerja Puskesmas, baik yang spesifik terhadap ditujukan pada wilayah kerja analisis IKS awal dan pemetaan masalah di tiap tingkatan wilayah, sebagai dasar
RT, RW, desa/kelurahan ataupun yang secara wilayah kerja Puskesmas. Puskesmas berdasarkan dalam menyusun rencana intervensi lanjut secara terintegrasi lintas program dan
• Penyusunan rencana intervensi lanjut terintegrasi dengan lintas program dan dapat permasalahan yang sudah dapat melibatkan lintas sektor terkait (D, W)
melibatkan lintas sektor terkait, didasarkan pada analisis IKS awal. dipetakan dan dilaksanakan 2. Rencana intervensi lanjut dikomunikasikan dan dikoordinasikan dalam lokakarya
• Intervensi sesuai dengan hasil analisis dan pemetaan antara lain dilakukan melalui terintegrasi dengan mini bulanan dan lokakarya triwulan Puskesmas.(D,W)
kegiatan UKM (termasuk yang bersifat inovatif), pengorganisasian masyarakat dalam pelayanan UKM Puskesmas. 3. Dilaksanakan intervensi lanjutan sesuai dengan rencana yang disusun (D,W)
bentuk UKBM dan tatanan-tananan (sekolah, pesantren, pasar tempat ibadah dan lain- 4. Penanggung jawab UKM Puskesmas berkoordinasi dengan Penanggung jawab
lain). UKPP, Penanggung jawab Jaringan dan Jejaring Pelayanan Puskesmas melakukan
• Perlu dilakukan perbaikan dan evaluasi pelaksanaan intervensi lanjutan oleh perbaikan pelaksanaan intervensi lanjutan yang dilakukan (D,W)
Penanggung jawab UKM, koordinator pelayanan dan pelaksana kegiatan UKM agar 5. Dilakukan evaluasi dan tindak lanjut perbaikan pada setiap tahapan PIS PK antara
permasalahan yang terjadi dalam pelaksanaan PIS PK dapat segera ditindaklanjuti. lain melalui supervisi, laporan, lokakarya mini dan pertemuan-pertemuan penilaian
• Tindak lanjut dilaksanakan sebagai bagian terintegrasi dalam kegiatan pelayanan kinerja.(D,W)
UKM Puskesmas. 6. Koordinator pelayanan dan pelaksana kegiatan UKM melaksanakan intervensi
• Perbaikan dan evaluasi PIS PK di tingkat Puskesmas dilaksanakan mulai dari tahap lanjut dan melaporkan hasil yang telah dilaksanakan kepada tim pembina keluarga
persiapan pelaksanaan, pelaksanaan kunjungan keluarga dan intervensi awal, dan selanjutnya dilakukan pemuktahiran/update dokumentasi. (D, W)
pelaksanaan analisis Indeks Keluarga Sehat (IKS) awal, pelaksanaan intervensi lanjut
dan analisis perubahan IKS.
• Rencana intervensi lanjut terintegrasi dengan rencana pelaksanaan kegiatan masing-
masing pelayanan UKM Puskesmas.
• Dalam perbaikan dan evaluasi dilaksanakan proses verifikasi yang bertujuan untuk
menjamin kebenaran serta keakuratan pelaksanaan PIS PK sesuai dengan hasil
pelatihan serta informasi kondisi kesehatan setiap keluarga yang ada pada prokesga
atau aplikasi dapat dipertanggungjawabkan.
• Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (Germas) adalah suatu tindakan sistematis dan 2.5.3. Pelaksanaan Gerakan 1. Ditetapkannya sasaran Germas dalam pelaksanaan kegiatan UKM Puskesmas
terencana yang dilakukan secara bersama-sama oleh seluruh komponen bangsa dengan Masyarakat Hidup Sehat oleh Kepala Puskesmas. (R)
kesadaran, kemauan, dan kemampuan berperilaku sehat untuk meningkatkan kualitas (Germas) sebagai bagian dari 2. Dilaksanakan perencanaan pembinaan Germas secara terintegrasi dalam kegiatan
hidup. intervensi lanjut dalam UKM Puskesmas. (D,O,W)
• Kegiatan Germas merupakan bagian terintegrasi dari intervensi lanjut terhadap bentuk peran serta 3. Dilakukan upaya pelaksanaan pembinaan Germas yang melibatkan lintas program
masalah-masalah kesehatan yang diidentifikasi dalam mewujudkan perilaku hidup masyarakat terhadap dan lintas sektor terkait untuk mewujudkan perubahan perilaku sasaran Germas.
bersih dan sehat yang dapat dilihat dari perubahan IKS tingkat keluarga dan wilayah masalah-masalah kesehatan (D,W)
yang semakin membaik. 4. Dilakukan pemberdayaan masyarakat, keluarga dan individu dalam mewujudkan
• Germas bertujuan agar masyarakat terjaga kesehatan, tetap produktif, hidup dalam gerakan masyarakat hidup sehat yang ditandai dengan semakin membaiknya IKS
lingkungan yang bersih, ditandai dengan kegiatan-kegiatan sebagai berikut : tingkat keluarga dan wilayah dan terbentuknya UKBM. (D,W)
peningkatan edukasi hidup sehat, peningkatan kualitas lingkungan, peningkatan 5. Dilakukan evaluasi dan tindak lanjut terhadap pelaksanaan pembinaan gerakan
pencegahan dan deteksi dini penyakit, penyediaan pangan sehat dan percepatan masyarakat hidup sehat. (D,W)
perbaikan gizi, peningkatan perilaku hidup sehat dan peningkatan aktivitas fisik.
• Sasaran Germas adalah sasaran untuk masing-masing kegiatan Germas, yaitu
seluruh lapisan masyarakat, termasuk individu, keluarga dan masyarakat untuk
mempraktikkan pola hidup sehat sehari-hari.
• Puskesmas berperan dalam mensukseskan Germas antara lain melalui kegiatan
pemberdayaan individu dan keluarga yang diukur melalui Indeks individu dan keluarga
sehat, pemberdayaan masyarakat yang diukur dengan terbentuknya UKBM dan
pembangunan wilayah berwawasan kesehatan yang diukur dengan Indeks Masyarakat
Sehat dan Indeks Tatanan Sehat.
• Kegiatan-kegiatan tersebut direncanakan dengan kejelasan jenis kegiatan, indikator
untuk tiap kegiatan, dan terintegrasi dalam kegiatan UKM Puskesmas.

2.6. Penyelenggaraan UKM • Cakupan UKM Esensial Promosi Kesehatan diukur dengan 3 (tiga) indikator utama 2.6.1. Cakupan dan 1. Tercapainya indikator kinerja pelayanan UKM esensial Promosi Kesehatan sesuai
Esensial yaitu: pelaksanaan UKM Esensial dengan yang diminta dalam pokok pikiran. (R,D).
a. presentasi posyandu aktif, Promosi Kesehatan 2. Dilaksanakan upaya-upaya promotif dan preventif untuk mencapai kinerja
b. terbentuknya tatanan sehat sesuai dengan pedoman pelayanan UKM esensial Promosi Kesehatan sebagaimana pokok pikiran, yang sudah
c. melakukan proses pemberdayaan masyarakat. tercantum di dalam RPK sesuai dengan kebijakan, prosedur dan kerangka acuan
• Persentase Posyandu Aktif adalah posyandu yang mampu melaksanakan kegiatan kegiatan yang telah ditetapkan (D.W.O)
utamanya secara rutin setiap bulan (KIA: ibu hamil, ibu nifas, bayi, balita, KB, 3. Dilakukan pemantauan dan penilaian serta tindak lanjut secara periodik dan
imunisasi, gizi, pencegahan dan penanggulangan diare) dengan cakupan masing-masing berkesinambungan terhadap capaian indikator dan upaya yang telah dilakukan
minimal 50% dan melakukan kegiatan tambahan. (D.W.O)
• Terbentuknya Tatanan Sehat sesuai dengan pedoman adalah upaya yang dilakukan 4. Disusun rencana tindak lanjut berdasarkan hasil pemantauan dan penilaian yang
petugas Puskesmas dalam membentuk tatanan/tempat yang mengupayakan kesehatan terintegrasi ke dalam RUK. (D,W)
dengan melakukan proses untuk memberdayakan masyarakat melalui kegiatan 5. Dilaksanakan pencatatan dan pelaporan sesuai dengan prosedur yang telah
menginformasikan, mempengaruhi dan membantu masyarakat agar berperan aktif ditetapkan. (D.W.O)
untuk mendukung perubahan perilaku dan lingkungan sehat serta menjaga dan
meningkatkan kesehatan masyarakat. Contoh : rumah tangga sehat, sekolah sehat, dan
lain-lain
• Melakukan Proses Pemberdayaan Masyarakat adalah memfasilitasi proses
pemberdayaan masyarakat dengan tahapan :
a. pengenalan kondisi desa/kelurahan;
b. survei mawas diri;
c. musyawarah di desa/kelurahan;
d. perencanaan partisipatif;
e. pelaksanaan kegiatan; dan
f. pembinaan kelestarian
• Untuk mencapai kinerja UKM Esensial Promosi Kesehatan dilakukan upaya-upaya
promotif dan preventif sebagai berikut:
a. melaksanakan advokasi dan sosialisasi kepada pemangku kepentingan dan
masyarakat;
b. pendampingan dan pembinaan teknis dalam tahapan pemberdayaan masyarakat;
c. melakukan koordinasi dengan lintas sektor dan pemangku kepentingan di wilayah
kerja puskesmas;
d. membangun kemitraan dengan ormas dan swasta di wilayah kerja puskesmas,
mengembangkan media KIE,
e. melakukan peningkatan kapasitas; memfasilitasi edukasi kesehatan kepada
masyarakat; dan
f. penggerakan masyarakat.
g. upaya-upaya promotif dan preventif sesuai dengan indikator tambahan yang
ditetapkan oleh Puskesmas yang mengacu pada pedoman/panduan dan atau ketentuan
yang berlaku.
• Dilakukan pemantauan dan analisis serta tindaklanjut terhadap capaian indikator
kinerja pelayanan UKM esensial dan upaya pencapaian kinerja pelayanan UKM esensial
Promosi Kesehatan yang telah dilakukan .

• Cakupan UKM Esensial Kesehatan Lingkungan diukur dengan 3 (tiga) indikator 2.6.2. Cakupan dan 1. Tercapainya indikator kinerja pelayanan UKM esensial Kesehatan Lingkungan
utama, yaitu: pelaksanaan UKM Esensial (R.D)
a. jumlah desa Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) Kesehatan Lingkungan 2. Dilaksanakan upaya-upaya promotif dan preventif untuk mencapai kinerja
b. Persentasi Fasilitas Umum (TFU) yang memenuhi syarat kesehatan dan; pelayanan UKM esensial Kesehatan Lingkungan sebagaimana pokok pikiran, yang
c. Persentasi Tempat Pengolahan Pangan (TPP) yang memenuhi syarat kesehatan. sudah tercantum di dalam RPK sesuai dengan kebijakan, prosedur dan kerangka
• Untuk mencapai kinerja UKM Esensial Kesehatan Lingkungan dilakukan upaya-upaya acuan kegiatan yang telah ditetapkan (D.W.O)
promotif dan preventif sebagai berikut: 3. Dilakukan pemantauan dan penilaian serta tindak lanjut secara periodik dan
- pemicuan, pendampingan verifikasi desa STBM serta update data, dan lain-lain berkesinambungan terhadap capaian indikator dan upaya yang telah dilakukan
- melakukan inspeksi kesehatan lingkungan TFU dan TPP, pembinaan, update data dan (D.W.O)
lain-lain 4. Disusun rencana tindak lanjut berdasarkan hasil pemantauan dan penilaian yang
- upaya-upaya promotive dan preventif sesuai dengan indikator tambahan yang terintegrasi ke dalam RUK (D.W.O)
ditetapkan oleh Puskesmas yang mengacu pada pedoman/panduan dan atau ketentuan 5. Dilaksanakan pencatatan dan pelaporan sesuai dengan prosedur yang telah
yang berlaku. ditetapkan (D.W.O)
• Dilakukan pemantauan dan analisis serta tindak lanjut terhadap capaian indikator
kinerja pelayanan UKM esensial dan upaya pencapaian kinerja pelayanan UKM esensial
Kesehatan Lingkungan yang telah dilakukan .
• Cakupan UKM Esensial Kesehatan Keluarga diukur dengan 5 (tiga) indikator utama, 2.6.3. Cakupan dan 1. Tercapainya indikator kinerja pelayanan UKM Esensial Kesehatan Keluarga (R.D)
yaitu: pelaksanaan UKM Esensial 2. Dilaksanakan upaya-upaya promotif dan preventif untuk mencapai kinerja
a. presentasi ibu hamil mendapatkan pelayanan antenatal terpadu Kesehatan Keluarga pelayanan UKM esensial Kesehatan Keluarga sebagaimana pokok pikiran, yang sudah
b. presentasi balita yang mendapatkan pelayanan kesehatan sesuai standar pelayanan tercantum di dalam RPK sesuai dengan kebijakan, prosedur dan kerangka acuan
minimal kegiatan yang telah ditetapkan (D.W.O)
c. presentasi remaja yang mendapatkan pelayanan kesehatan peduli remaja 3. Dilakukan pemantauan dan penilaian serta tindak lanjut secara periodik dan
d. presentasi calon pengantin yang mendapatkan pelayanan kesehatan berkesinambungan terhadap capaian indikator dan upaya yang telah dilakukan.
e. presentasi lanjut usia yang mendapatkan pelayanan. (D.W.O)
• Pelayanan Antenatal terpadu adalah pelayanan antenatal komprehensif dan 4. Disusun rencana tindak lanjut berdasarkan hasil pemantauan dan penilaian yang
berkualitas yang diberikan kepada semua ibu hamil serta terpadu dengan program lain terintegrasi ke dalam RUK
yang memerlukan intervensi selama kehamilannya. 5. Dilaksanakan pencatatan dan pelaporan sesuai dengan prosedur yang telah
• Sasaran pelayanan antenatal adalah seluruh ibu hamil yang ada di wilayah kerja ditetapkan. (D.W.O)
Puskesmas.
• Pelayanan Kesehatan Balita sebagaimana dalam standar pelayanan minimal:
a. penimbangan berat badan
b. pengukuran panjang badan/tinggi badan
c. pemantauan perkembangan
d. imunisasi
e. pemberian vitamin A
f. pelayanan balita sakit

• Sasaran pelayanan balita sehat adalah seluruh balita yang ada di wilayah kerja
Puskesmas
• Kriteria Puskesmas mampu laksana Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR) jika
memenuhi kriteria:
a. ada tenaga terlatih/terorientasi PKPR
b. ada pedoman PKPR
c. menyediakan layanan konseling bagi remaja
• Layanan untuk remaja di Puskesmas PKPR melalui pelayanan dalam dan luar
Gedung, meliputi layanan medis termasuk pemeriksaan penunjang dan rujukannya,
konseling, pemberian KIE dan Pendidikan Keterampilan Hidup Sehat (PKHS),
Pemberdayaan kader remaja baik di sekolah maupun di masyarakat melalui posyandu
remaja.
• Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR) Puskesmas PKPR mengikuti prinsip-
prinsip menjamin privasi dan kerahasiaan, mempromosikan kemandirian remaja tanpa
mensyaratkan izin orang tua, kebebasan berkunjung, biaya terjangkau/gratis,
memperhatikan keadilan dan kesetaraan gender.
• Pelayanan kesehatan reproduksi Calon Pengantin (Catin) minimal meliputi:
a. anamnesa
b. pemeriksaan fisik
c. pemeriksaan status gizi
d. pemeriksaan darah (hb, golongan darah)
e. skrining imunisasi TT
f. KIE Kesprocatin
• Pelayanan kesehatan lanjut usia meliputi: skrining kesehatan (pemeriksaan tekanan
darah, pengkajian paripurna pengguna layanan Geriatri, pemeriksaan lab sederhana:
gula darah, kolesterol, asam urat), Anamnesa perilaku berisiko, pemeriksaan fisik, IMT,
pengobatan, rujukan dan pemberian Buku Kesehatan Lansia)
• Untuk mencapai kinerja UKM Esensial KIA dilakukan upaya-upaya promotif dan
preventif berikut:
a. Pelaksanaan kelas ibu hamil dan kelas ibu balita, minimal 50% desa sudah
mempunyai kelas ibu hamil dan kelas ibu balita
b. Puskesmas sudah melakukan orientasi P4K
c. Puskesmas melaksanakan penyeliaan fasilitatif minimal 2 kali dalam setahun
d. Peningkatan peran masyarakat dalam pemanfaatan buku KIA melalui pelaksanaan
kelas ibu balita, sosialisasi/orientasi kader kesehatan, guru PAUD/KB/TK/RA dan
kelompok BKB
e. Puskesmas PKPR menjangkau sasaran remaja di luar Gedung melalui UKS baik di
sekolah umum maupun SLB, pesantren, posyandu remaja, pramuka, pelayanan ke
panti/LKSA dan rutan anak/LPKA
f. Puskesmas melakukan kerja sama dengan KUA, Lembaga agama lin dan LS, terkait
lainnya dalam mendorong catin untuk mendapatkan pelayanan kesehatan reproduksi.
g. Puskesmas melakukan pelayanan kesehatan reproduksi bagi catin yang berkualitas
dengan penyediaan SDM dan sarana prasarana untuk melakukan KIE dan skrining
kesehatan
h. Pemanfaatan kohort usia reproduksi dalam memantau pelayanan bagi catin dan
pelayanan KB

i. Pelayanan Lansia di Puskesmas yang santun lansia mengkuti prinsip-prinsip:


- memberikan pelayanan yang baik dan berkualitas
- memberikan prioritas pelayanan kepada lansia dan penyediaan sarana yang aman dan
mudah diakses
- memberikan dukungan/bimbingan pada lansia dan keluarga secara
berkesinambungan dalam memelihara dan meningkatkan kesehatannya
- melakukan pelayanan secara proaktif melalui kegiatan pelayanan di luar gedung
- melakukan koordinasi dengan lintas program dengan pendekatan siklus hidup
- dan melakukan kerjasama dengan lintas sektor, organisasi kemasyarakatan maupun
dunia usaha dalam rangka meningkatkan kualitas hidup lansia.
• Adanya dokumentasi hasil upaya-upaya pelaksanaan 5 indikator utama (pelayanan
antenatal terpadu, pelayanan kesehatan balita pelayanan kesehatan peduli remaja,
pelayanan kesehatan balita, pelayanan kesehatan peduli remaja, pelayanan kesehatan
reproduksi calon pengantin yang pelayanan kesehatan lanjut usia) beserta laporan
kegiatan.
• Adanya hasil evaluasi dari permasalahan kesehatan pelaksanaan UKM Esensial
Kesehatan Keluarga yang dituangkan atau ditindaklanjuti melalui RUK Puskesmas.
• Dilakukan pemantauan dan analisis serta tindaklanjut terhadap capaian indikator
kinerja pelayanan UKM esensial dan upaya pencapaian kinerja pelayanan UKM esensial
KIA yang telah dilakukan.
• Cakupan UKM Esensial Pencegahan dan Pengendalian Penyakit diukur dengan 3 2.6.4. Cakupan dan 1. Tercapainya indikator kinerja pelayanan UKM esensial Gizi. (R.D)
(tiga) indikator utama berdasarkan prioritas masalah di Puskesmas yang ditetapkan pelaksanaan UKM Esensial 2. Dilaksanakan upaya-upaya promotif dan preventif untuk mencapai kinerja
oleh Kepala Puskesmas. Gizi. pelayanan UKM esensial Gizi sebagaimana pokok pikiran, yang sudah tercantum di
• Untuk mencapai kinerja UKM Esensial Pencegahan dan Pengendalian Penyakit dalam RPK sesuai dengan kebijakan, prosedur dan kerangka acuan kegiatan yang
dilakukan upaya-upaya promotif dan preventif sesuai dengan kebijakan, pedoman dan telah ditetapkan (D.W.O)
panduan yang berlaku. 3. Dilakukan pemantauan dan penilaian serta tindak lanjut secara periodik dan
• Dilakukan pemantauan dan analisis serta tindaklanjut terhadap capaian indikator berkesinambungan terhadap capaian indikator dan upaya yang telah dilakukan
kinerja pelayanan UKM esensial dan upaya pencapaian kinerja pelayanan UKM esensial (D.W.O)
Pencegahan dan Pengendalian Penyakit yang telah dilakukan . 4. Disusun rencana tindak lanjut berdasarkan hasil pemantauan dan penilaian yang
• Ibu hamil KEK apabila tidak ditangani akan berisiko melahirkan bayi Berat Bayi Lahir terintegrasi ke dalam RUK (D.W.O)
Rendah (BBLR) yang menjadi salah satu penyumbang masalah stunting. 5. Dilaksanakan pencatatan dan pelaporan sesuai dengan prosedur yang telah
• ASI Eksklusif merupakan salah satu standar emas Pemberian Makan Bayi dan Anak ditetapkan. (D.W.O)
yang akan berkontribusi berkurangnya kejadian Gizi Kurang dan stunting.
• Surveilan gizi berupaya memantau secara terus menerus masalah-masalah yang
terjadi agar bila ada masalah cepat tertangani dan menjadi dasar untuk perencanaan
yang baik
• Cakupan UKM Esensial Gizi diukur dengan 3 (tiga) indikator utama :
a. Puskesmas melaksanakan Surveilans Gizi
b. presentasi bayi usia kurang dari 6 bulan yang mendapatkan ASI Eksklusif.
c. pelaksanaan Tata Laksana Gizi Buruk pada Balita.
• Untuk mencapai kinerja pelayanan UKM Esensial Gizi dilakukan upaya-upaya
promotif dan preventif sebagai berikut:

a. Melaksanakan Surveilans Gizi, melalui:


• pengumpulan data dalam EPPGBM (elektronik pencatatan dan pelaporan gizi berbasis
masyarakat)
• pengolahan dan analisis data EPPGBM
• diseminasi pemanfaatan data EPPGBM
• pemberian PMT kepada ibu hamil KEK
• pemberian TTD kepada ibu hamil
• pemberian TTD pada remaja putri
b. Pemberian ASI Eksklusif pada bayi usia kurang dari 6 bulan melalui:
• Pelaksanaan KIE ASI Eksklusif kepada ibu hamil dan ibu balita
• Pelaksanaan 10 Langkah Keberhasilan Menyusui
• Pelaksanaan kegiatan Kelompok pendukung Ibu Menyusui dan ibu balita
c. Pelaksanaan Tata Laksana Gizi Buruk pada balita, melalui:
• Tersedianya Tim Asuhan Gizi yang kompeten dalam pencegahan dan Tata Laksana
Gizi Buruk pada balita
• Puskesmas mempunyai Pedoman/NSPK/SOP dalam Tata Laksana Gizi Buruk pada
balita
• Tersedianya pelayanan Tata Laksana Gizi Buruk (rawat jalan/rawat inap)
• Dilakukan pemantauan dan analisis serta tindak lanjut terhadap capaian indikator
kinerja pelayanan UKM esensial dan upaya pencapaian kinerja pelayanan UKM esensial
Gizi yang telah dilakukan meliputi:
a. Pelaksanaan EPPGBM yang memuat:
1) data sasaran serta pemberian pmt bumil kek
2) pemberian TTD pada ibu hamil
3) pemberian TTD pada remaja putri
b. Analisa dan diseminasi hasil EPPGBM
c. Adanya Tim Asuhan Gizi dalam penanganan dan Tata Laksana Gizi Buruk, adanya
pelaporan Gizi buruk yang telah ditindak lanjuti
d. Pelaksanaan KIE ASI Eksklusif pada ibu hamil dan ibu balita
e. Pelaksanaan konseling Pemberian Makan Bayi dan Anak

• Cakupan UKM Esensial Pencegahan dan Pengendalian Penyakit diukur dengan 3 2.6.5. Cakupan dan 1. Tercapainya indikator kinerja pelayanan UKM esensial Pencegahan dan
(tiga) indikator utama berdasarkan prioritas masalah di Puskesmas yang ditetapkan pelaksanaan UKM Esensial Pengendalian Penyakit. (R.D)
oleh Kepala Puskesmas. Pencegahan dan Pengendalian 2. Dilaksanakan upaya-upaya promotif dan preventif untuk mencapai kinerja
• Untuk mencapai kinerja UKM Esensial Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Penyakit pelayanan UKM esensial Pencegahan dan Pengendalian Penyakit sebagaimana pokok
dilakukan upaya-upaya promotif dan preventif sesuai dengan kebijakan, pedoman dan pikiran, yang sudah tercantum di dalam RPK sesuai dengan kebijakan, prosedur dan
panduan yang berlaku. kerangka acuan kegiatan yang telah ditetapkan (D.W.O)
• Dilakukan pemantauan dan analisis serta tindaklanjut terhadap capaian indikator 3. Dilakukan pemantauan dan penilaian serta tindak lanjut secara periodik dan
kinerja pelayanan UKM esensial dan upaya pencapaian kinerja pelayanan UKM esensial berkesinambungan terhadap capaian indikator dan upaya yang telah dilakukan.
Pencegahan dan Pengendalian Penyakit yang telah dilakukan . (D.W.O)
4. Disusun rencana tindak lanjut berdasarkan hasil pemantauan dan penilaian yang
terintegrasi ke dalam RUK (D.W.O)
5. Dilaksanakan pencatatan dan pelaporan sesuai dengan prosedur yang telah
ditetapkan. (D.W.O)

2.7. Upaya Kesehatan Masyarakat • Puskesmas melaksanakan upaya kesehatan masyarakat pengembangan berdasarkan 2.7.1. Cakupan dan 1. Ditetapkan jenis - jenis pelayanan UKM Pengembangan sesuai dengan hasil
(UKM) Pengembangan permasalahan yang ada di wilayah kerja. pelaksanaan UKM analisa. (R)
• Cakupan UKM Pengembangan diukur dengan 3 indikator utama Pengembangan yang Pengembangan 2. Tercapainya indikator kinerja pelayanan UKM Pengembangan. (R,D) (lihat juga
ditetapkan oleh Puskesmas. KMP 1.8.1, UKM 2.9.5)
• Untuk mencapai kinerja UKM Pengembangan dilakukan upaya-upaya promotif dan 3. Dilaksanakan upaya-upaya promotif dan preventif untuk mencapai kinerja
preventif sesuai dengan pedoman yang berlaku. pelayanan UKM Pengembangan sebagaimana pokok pikiran (D.W.O)
• Dilakukan pemantauan dan analisis serta tindak lanjut terhadap capaian indikator 4. Dilakukan pemantauan dan penilaian serta tindak lanjut secara periodik dan
kinerja pelayanan UKM Pengembangan dan upaya pencapaian kinerja yang telah berkesinambungan terhadap capaian indikator dan upaya yang telah dilakukan.
dilakukan . (D.W.O)
5. Dilaksanakan pencatatan dan pelaporan sesuai dengan prosedur yang telah
ditetapkan. (D.W.O)
2.8. Pengawasan, Pengendalian • Perbaikan terhadap pelaksanaan pelayanan UKM Puskesmas perlu dilakukan melalui 2.8.1. Kepala Puskesmas dan 1. Penanggung Jawab UKM menyusun kerangka acuan dan jadwal supervisi
dan Penilaian Kinerja pelayanan pelaksanaan supervisi yang disusun secara periodik dengan ja. dwal yang jelas. Penanggung jawab UKM pelaksanaan pelayanan UKM Puskesmas. (R,D)
UKM Puskesmas dilakukan dengan • Rencana dan jadwal kegiatan supervisi perlu diinformasikan kepada koordinator Puskesmas melakukan 2. Kerangka acuan dan jadwal supervisi pelaksanaan pelayanan UKM Puskesmas
menggunakan indikator kinerja pelayanan dan pelaksana kegiatan UKM Puskesmas, sehingga pelaksana dapat supervisi untuk diinformasikan kepada koordinator pelayanan dan pelaksana kegiatan UKM . (D.W)
pelayanan UKM mempersiapkan diri. mengendalikan pelaksanaan 3. Koordinator pelayanan dan pelaksana kegiatan UKM Puskesmas melaksanakan
• Kepala Puskesmas dan Penanggungjawab UKM Puskesmas melaksanakan kegiatan pelayanan UKM Puskesmas analisis mandiri terhadap proses pelaksanaan kegiatan UKM Puskesmas sebelum
supervisi dan bersama Koordinator Pelayanan dan pelaksana kegiatan UKM Puskesmas secara periodik supervisi dilakukan. (D,W)
merencanakan tindak lanjut perbaikan dalam pengelolaan dan pelaksanaan kegiatan 4. Kepala Puskesmas dan Penanggung jawab UKM Puskesmas melakukan supervisi
UKM Puskesmas. sesuai dengan kerangka acuan kegiatan supervisi dan jadwal yang disusun. (D,W)
• Kepala Puskesmas dan Penanggung Jawab (PJ) UKM memberitahukan kepada 5. Kepala Puskesmas dan Penanggung jawab UKM Puskesmas menyampaikan hasil
Koordinator Pelayanan terhadap rencana pelaksanaan kegiatan pengawasan dan supervisi kepada Koordinator pelayanan dan pelaksanan kegiatan (D,W)
pengendalian 6. Koordinator pelayanan dan pelaksana kegiatan UKM menindaklanjuti hasil
• Supervisi adalah pengawasan terhadap proses, kegiatan dan pelaksana kegiatan yang supervisi dengan tindakan perbaikan sesuai dengan permasalahan yang ditemukan.
sedang melaksanakan kegiatan. (D,W)
• Tahapan pelaksanaan supervisi sebagai berikut:
a) Penyusunan jadwal kegiatan supervisi diinformasikan kepada koordinator dan
pelaksana kegiatan UKM Puskesmas agar dapat menyiapkan bahan yang diperlukan.
b) Bahan persiapan adalah analisis secara mandiri terhadap tugas yang akan
disupervisi meliputi jadwal, KAK, dan SOP kegiatan.
c) Supervisi dilakukan oleh Kepala Puskesmas bersama Penanggung Jawab UKM yang
dilaksanakan secara langsung di tempat kegiatan.
d) Jika ditemukan ketidaksesuaian atau hambatan dalam pelaksanaan kegiatan
pelayanan UKM, maka dilakukan pembahasan dan tindak lanjut perbaikan

• Permasalahan atau ketidaksesuaian yang dihadapi dalam pelaksanaan kegiatan UKM 2.8.2. Penanggung jawab 1. Dilakukan pemantauan kesesuaian pelaksanaan kegiatan terhadap kerangka
terkait dengan waktu, tempat, akses sasaran, pelaksana dan metode serta teknologi UKM wajib melakukan acuan dan jadwal kegiatan pelayanan UKM. (D, W)
yang digunakan dalam pelaksanaan kegiatan dapat menyebabkan terjadinya perubahan pemantauan dalam upaya 2. Dilakukan pembahasan terhadap hasil pemantauan dan hasil capaian kegiatan
jadwal pelaksanaan kegiatan UKM. pelaksanaan kegiatan UKM pelayanan UKM oleh Kepala Puskesmas, Penanggung jawab UKM Puskesmas,
• Pemantauan terhadap pelaksanaan kegiatan UKM sesuai jadwal yang disusun pada sesuai dengan jadwal yang koordinator pelayanan dan pelaksana kegiatan UKM dalam lokakarya mini bulanan
bulan sebelumnya digunakan untuk menuntaskan penyelenggaraan pelayanan UKM sudah disusun agar dapat dan lokakarya mini triwulan. (D,W)
Puskesmas sesuai dengan rencana pelaksanaan kegiatan yang disusun. mengambil langkah tindak 3. Penanggung jawab UKM Puskesmas, koordinator pelayanan dan pelaksana
• Pelaksanaan pembahasan kesesuaian dilaksanakan dalam Lokakarya Mini bulanan lanjut untuk perbaikan melakukan tindak lanjut perbaikan berdasarkan hasil pemantauan. (D,W)
untuk menghasilkan jadwal pelaksanaan kegiatan pada bulan berikutnya, dan dalam 4. Kepala Puskesmas dan Penanggung jawab UKM bersama Lintas Program dan
lokakarya mini triwulan untuk memantau peran lintas sektor terkait dalam Lintas Sektor terkait melakukan penyesuaian rencana kegiatan berdasarkan hasil
pelaksanaan pelayanan UKM. perbaikan dan dengan tetap mempertimbangkan kebutuhan dan harapan
• Rencana pelaksanaan kegiatan yang sedang dilaksanakan dapat direvisi bila perlu, masyarakat atau sasaran.(D,W)
sesuai dengan perubahan kebijakan pemerintah dan/atau perubahan kebutuhan 5. Penanggung jawab UKM Puskesmas menginformasikan penyesuaian rencana
masyarakat atau sasaran, serta usulan-usulan perbaikan yang rasional. kegiatan kepada koordinator pelayanan, pelaksanan kegiatan, sasaran kegiatan,
• Perbaikan terhadap jadwal pelaksanaan kegiatan dilakukan setiap bulan dan menjadi lintas program dan lintas sektor terkait. (D,W)
bagian dari pembahasan dalam lokakarya mini bulanan Puskesmas.
• Pergeseran jadwal bisa terjadi antar bulan atau dengan melaksanakan perbaikan
terhadap komponen jadwal seperti tempat, waktu, sasaran kegiatan, pelaksana, serta
metode dan teknologi.
• Perubahan rencana pelaksanaan kegiatan dimungkinkan apabila terjadi perubahan
kebijakan pemerintah dan/atau perubahan kebutuhan masyarakat dan sasaran,
maupun hasil perbaikan dan pencapaian kinerja. Perubahan rencana kegiatan
memperhatikan usulan-usulan dari pelaksana, lintas program, dan lintas sektor terkait.
• Perubahan terhadap rencana tahunan harus dilakukan dengan alasan yang tepat
sebagai upaya pencapaian yang optimal dari kinerja.

• Adanya ketetapan tentang indikator capaian kinerja pelayanan UKM yang disusun 2.8.3. Kepala Puskesmas dan 1. Ditetapkan indikator kinerja pelayanan UKM. (R)
berdasar Standar Pelayanan Minimal, Kebijakan/Pedoman dari Kementerian Kesehatan, Penanggung jawab UKM 2. Koordinator pelayanan dan pelaksana kegiatan UKM melakukan pengumpulan
Kebijakan/ Pedoman dari Dinas Kesehatan Provinsi, dan Kebijakan/Pedoman dari melakukan upaya perbaikan data capaian indikator kinerja pelayanan UKM sesuai dengan periodisasi
Dinas Kesehatan Daerah Kabupaten/Kota dan kebijakan Puskesmas untuk masing- terhadap hasil penilaian pengumpulan yang telah ditetapkan. (D,W)
masing kegiatan UKM. capaian kinerja pelayanan 3. Penanggung Jawab UKM dan Koordinator pelayanan serta pelaksana kegiatan
• Kegiatan pengumpulan hasil data capaian kinerja pelayanan UKM yang tercantum UKM melakukan pembahasan terhadap capaian kinerja bersama dengan lintas program.
dalam laporan pelaksanaan pelayanan UKM disampaikan kepada penanggungjawab (D,W)
UKM setiap bulan dengan tetap memperhatikan periodisasi pembuatan dan 4. Disusun rencana tindaklanjut berdasarkan hasil pembahasan capaian kinerja
pengumpulan laporan. pelayanan UKM. (D,W)
• Penanggung jawab UKM dan koordinator pelayanan dan pelaksana kegiatan UKM 5. Dilakukan pelaporan data capaian kinerja beserta kegiatan UKM kepada Dinas
melakukan analisis terhadap capaian kinerja berdasarkan indikator kinerja pelayanan Kesehatan Daerah Kabupaten/Kota. (D)
UKM dan indikator mutu pelayanan UKM yang telah dikumpulkan untuk melihat 6. Ada bukti umpan balik (feedback) dari Dinas Kesehatan Daerah Kabupaten/kota
pencapaian kinerja sesuai dengan target yang telah ditetapkan. terhadap laporan upaya perbaikan capaian kinerja pelayanan UKM Puskesmas secara
periodik. (D)
7. Dilakukan tindak lanjut terhadap umpan balik dari Dinas Kesehatan Daerah
Kabupaten/Kota. (D)

• Kepala Puskesmas, Penanggung jawab UKM, koordinator pelayanan dan pelaksana 2.8.4. Penilaian kinerja 1. Kepala Puskesmas, Penanggung Jawab UKM , Koordinator pelayanan dan
kegiatan UKM bertanggung jawab dalam membudayakan perbaikan kinerja secara terhadap penyelenggaraan pelaksana kegiatan UKM melakukan pembahasan penilaian kinerja paling sedikit dua
berkesinambungan, konsisten dengan visi, misi dan tujuan Puskesmas. pelayanan UKM dilaksanakan kali setahun (D,W)
• Kepala Puskesmas bersama Penanggung Jawab UKM, koordinator pelayanan dan secara periodik untuk 2. Disusun rencana tindak lanjut terhadap hasil pembahasan penilaian kinerja
pelaksana kegiatan UKM menetapkan kebijakan dan prosedur penilaian kinerja menunjukan akuntabilitas pelayanan UKM (D,W).
pelayanan UKM dalam pengelolaan pelayanan 3. Hasil penilaian kinerja dilaporkan kepada dinas kesehatan daerah kabupaten/kota
• Kepala Puskesmas bersama Penanggung jawab UKM perlu melakukan penilaian UKM. (D)
terhadap kinerja pelayanan UKM secara periodik. 4. Ada bukti umpan balik (feedback) dari Dinas Kesehatan Daerah Kabupaten/kota
• Penilaian kinerja dimaksudkan untuk menunjukkan akuntabilitas dalam pengelolaan terhadap laporan hasil penilaian kinerja pelayanan UKM (D)
dan pelaksanaan UKM Puskesmas dan melakukan perbaikan jika hasil penilaian kinerja 5. Hasil umpan balik (feedback) dari dinas kesehatan daerah kabupaten/kota
tidak mencapai target yang diharapkan. ditindaklanjuti. (D)
• Penilaian tersebut dilakukan dalam rapat Kepala Puskesmas bersama dengan
Penanggung jawab UKM Puskesmas, koordinator pelayanan dan pelaksana kegiatan
UKM.
INSTRUMEN KEGIATAN PENINGKATAN DAN PENILAIAN MUTU PUSKESMAS

Penyelenggaraan Upaya Kesehatan Perseorangan (UKP), Loratorium dan Kaframsian

NO STANDAR Pokok Pikiran KRITERIA ELEMEN PENILAIAN

3.1. Penyelenggaraan pelayanan • Penerimaan pasien meliputi: pendaftaran pasien rawat jalan, pendaftaran pasien 3.1.1. Penyelenggaraan pelayanan 1. Pendaftaran dilakukan sesuai dengan kebijakan, pedoman dan prosedur
klinis mulai dari proses rawat inap, dan menahan pasien untuk observasi atau stabilitasi. klinis mulai dari penerimaan yang ditetapkan dengan menginformasikan hak dan kewajiban serta
penerimaan pasien sampai dengan • Di tempat pendaftaran, pasien dan masyarakat dapat memperoleh informasi dilaksanakan dengan efektif dan memperhatikan keselamatan pasien (R, O, W, S)
pemulangan dilaksanakan dengan tentang sarana pelayanan, antara lain: tarif, jenis pelayanan, alur dan proses efisien sesuai dengan kebutuhan 2. Pasien/keluarga pasien memperoleh informasi mengenai tindakan
memperhatikan kebutuhan mutu pendaftaran, alur dan proses pelayanan, rujukan, dan ketersediaan tempat tidur pasien, serta mempertimbangkan medis/pengobatan tertentu yang berisiko yang akan dilakukan sebelum
pelayanan untuk Puskesmas perawatan/rawat inap. Informasi di tempat pendaftaran harus hak dan kewajiban pasien dan memberikan persetujuan atau penolakan (informed consent) termasuk
tersedia dengan jelas, mudah diakses, dan dipahami oleh pasien dan masyarakat. keluarga konsekuensi dari keputusan penolakan tersebut. (D)
• Untuk melindungi secara efektif dan mengedepankan hak pasien, Kepala
Puskesmas dan penanggung jawab pelayanan klinis bekerja sama dan berusaha
memahami tanggung jawab mereka dalam hubungannya dengan komunitas yang
dilayani.
• Keselamatan pasien dan petugas sudah harus diperhatikan sejak pertama pasien
mendaftarkan diri ke puskesmas kontak dengan Puskesmas,terutama dalam hal
identifikasi pasien minimal dengan 2 identitas yang relatif tidak berubah: nama
lengkap, tanggal lahir, atau nomor rekam medis, dan tidak boleh menggunakan
nomor kamar pasien atau lokasi pasien dirawat.
• Informasi tentang rujukan harus tersedia di pendaftaran termasuk ketersediaan
Perjanjian Kerja Sama (PKS) dengan FKRTL yang memuat jenis pelayanan yang
disediakan.

• Salah satu cara melibatkan pasien dalam pengambilan keputusan tentang


pelayanan yang diterimanya adalah dengan cara memberikan informed consent.
lnformed consent dapat diperoleh pada berbagai titik waktu dalam proses
pelayanan. Misalnya, informed consent diperoleh ketika pasien masuk rawat inap
dan sebelum suatu tindakan atau pengobatan tertentu yang berisiko. Informasi
dan penjelasan tentang infomed consent di berikan oleh dokter yang bertanggung
jawab yang akan melakukan tindakan atau dokter lain apabila dokter yang
bersangkutan berhalangan namun tetap dengan sepengetahuan dokter yang
bertangjawab tersebut
• Penjelasan tentang tindakan kedokteran minimal mencakup:
a) Tentang tujuan dan prospek keberhasilan tindakan medis yang akan dilakukan.
b) Tentang tatacara tindak medis yang akan dilakukan.
c) Tentang risiko
d) Tentang risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi.
e) Tentang alternative tindakan medis lain yang tersedia dan risiko-risikonya
f) Tentang prognosis penyakit, bila tindakan dilakukan.
g) Diagnosis
• Pasien dan keluarga dijelaskan oleh petugas yang berwenang memberikan
penjelasan: tentang tes/tindakan, prosedur, dan pengobatan mana yang
memerlukan persetujuan dan bagaimana mereka dapat memberikan persetujuan
(misalnya, diberikan secara lisan, dengan menandatangani formulir persetujuan,
atau dengan cara lain). Pasien dan keluarga memahami isi penjelasan dan siapa
yang berhak untuk memberikan persetujuan selain pasien.
• Pasien atau mereka yang membuat keputusan atas nama pasien, dapat
memutuskan untuk tidak melanjutkan pelayanan atau pengobatan yang
direncanakan atau meneruskan pelayanan atau pengobatan setelah kegiatan
dimulai, termasuk menolak untuk dirujuk ke fasilitas kesehatan yang lebih
memadai.
• Pemberi pelayanan wajib memberitahukan pasien dan keluarganya tentang hak
mereka untuk membuat keputusan, potensi hasil dari keputusan tersebut dan
tanggung jawab mereka berkenaan dengan keputusan tersebut.
• Jika pasien atau keluarga menolak, maka pasien atau keluarga diberitahu
tentang alternatif pelayanan dan pengobatan, yaitu alternatif tindakan pelayanan
atau pengobatan, misalnya pasien diare menolak diinfus maka pasien diedukasi
agar minum air dan oralit sesuai kondisi tubuh pasien.
• Puskesmas melayani berbagai populasi masyarakat, termasuk diantaranya
pasien dengan kendala dan/ atau berkebutuhan khusus, antara lain: balita, ibu
hamil, disabilitas, lanjut usia, kendala bahasa, budaya, atau kendala lain yang
dapat berakibat terjadinya hambatan atau tidak optimalnya proses asesmen
maupun pemberian asuhan klinis.

3.2. Pengkajian, Rencana Asuhan, • Proses kajian pasien merupakan proses yang berkesinambungan dan dinamis, 3.2.1. Proses kajian awal dilakukan 1. Dilakukan pengkajian awal secara paripurna oleh tenaga yang kompeten
dan Pemberian Asuhan baik untuk pasien rawat jalan maupun pasien rawat inap. Proses kajian pasien secara paripurna dan mencakup untuk mengidentifikasi kebutuhan pelayanan sesuai panduan praktik klinis,
dilaksanakan secara paripurna menentukan efektivitas asuhan yang akan dilakukan. berbagai kebutuhan dan harapan termasuk penangan nyeri dan dicatat dalam rekam medik (R, D, O, W)
• Kajian pasien meliputi: pasien/keluarga 2. Dalam keadaan tertentu jika tidak tersedia tenaga medis, dapat dilakukan
a. Mengumpulkan data dan informasi tentang kondisi fisik, psikologis, status pelimpahan wewenang tertulis kepada perawat dan/ atau bidan yang telah
sosial, dan riwayat penyakit. Untuk mendapatkan data dan informasi tersebut mengikuti pelatihan, untuk melakukan kajian awal medis dan pemberian
dilakukan anamnesis (data Subjektif = S), pemeriksaan fisik dan pemeriksaan asuhan medis sesuai kewenangan delegatif yang diberikan. (R,D)
penunjang (data Objektif = O). 3. Dilakukan asuhan pasien termasuk jika diperlukan asuhan secara
b. Analisis data dan informasi yang diperoleh yang menghasilkan masalah, kolaboratif sesuai rencana asuhan dan panduan praktik klinis dan/atau
kondisi, dan diagnosis untuk mengidentifikasi kebutuhan pasien (asesmen atau prosedur-prosedur asuhan klinis, agar tidak terjadi pengulangan yang tidak
analisis = A) perlu dan tercatat di rekam medis. (D, W)
c. Membuat rencana asuhan (Perencanaan asuhan = P), yaitu menyusun solusi 4. Dilakukan penyuluhan/pendidikan kesehatan dan evaluasi serta
untuk mengatasi masalah atau memenuhi kebutuhan pasien. tindaklanjut bagi pasien dan keluarga dengan metode yang dapat dipahami
• Pada saat pasien pertama kali diterima dilakukan kajian awal, untuk selanjutnya oleh pasien dan keluarga. (D,O)
dilakukan kajian ulang secara berkesinambungan baik pada pasien rawat jalan
maupun pasien rawat inap sesuai dengan perkembangan kondisi kesehatannya.
• Kajian awal dilakukan oleh tenaga medis, keperawatan/kebidanan, dan disiplin
yang lain meliputi: status fisis/neurologis/mental, psikososiospiritual, ekonomi,
riwayat kesehatan, riwayat alergi, asesmen nyeri, asesmen risiko jatuh, asesmen
fungsional (gangguan fungsi tubuh), asesmen risiko gizi, , kebutuhan edukasi, dan
rencana pemulangan.
• Pada saat kajian awal perlu diperhatikan juga apakah pasien mengalami
kesakitan atau nyeri. Nyeri adalah bentuk pengalaman sensorik dan emosional
yang tidak menyenangkan yang berhubungan dengan adanya kerusakan jaringan
atau cenderung akan terjadi kerusakan jaringan atau suatu keadaan yang
menunjukkan kerusakan jaringan.

• Kajian pasien dan penetapan diagnosis hanya boleh dilakukan oleh tenaga
professional yang kompeten. tenaga profesional yang kompeten adalah tenaga yang
dalam melaksanakan tugas profesinya dipandu oleh standar dan kode etik profesi,
dan mempunyai kompetensi sesuai dengan pendidikan dan pelatihan yang
dimiliki, dan dapat dibuktikan dengan adanya sertifikat kompetensi.
• Proses kajian tersebut dapat dilakukan secara individual atau jika diperlukan
oleh tim kesehatan antar profesi yang terdiri dari dokter, dokter gigi, perawat,
bidan, dan tenaga kesehatan pemberi asuhan yang lain sesuai dengan kebutuhan
pasien. Jika dalam pemberian asuhan diperlukan tim kesehatan, maka harus
dilakukan koordinasi dalam penyusunan rencana asuhan terpadu.
• Pasien mempunyai hak untuk mengambil keputusan terhadap asuhan yang
akan diperoleh.

• Pasien/keluarga diberi peluang untuk bekerjasama dalam menyusun rencana


asuhan klinis yang akan dilakukan.
• Rencana asuhan disusun berdasarkan hasil kajian yang dinyatakan dalam
bentuk diagnosis dan asuhan yang akan diberikan, dengan memperhatikan
kebutuhan biologis, psikologis, sosial, spiritual, serta memperhatikan nilai-nilai
budaya yang dimiliki oleh pasien, dan mencakup komunikasi, informasi dan
edukasi pada pasien dan keluarga
• Tenaga medis dapat memberikan pelimpahan wewenang untuk melakukan
tindakan kedokteran atau kedokteran gigi tertentu kepada perawat, bidan atau
tenaga kesehatan pemberi asuhan yang lain secara tertulis. Pelimpahan wewenang
tersebut hanya dapat dilakukan dalam keadaan tenaga medis tidak berada
ditempat, dan/atau karena keterbasatan ketersediaan tenaga medis.
• Pelimpahan wewenang untuk melakukan tindakan medis tersebut dilakukan
dengan ketentuan:
1) Tindakan yang dilimpahkan termasuk dalam kemampuan dan keterampilan
yang telah dimiliki oleh penerima pelimpahan
2) Pelaksanaan tindakan yang dilimpahkan tetap di bawah pengawasan pemberi
pelimpahan
3) Pemberi pelimpahan tetap bertanggung jawab atas tindakan yang dilimpahkan
sepanjang pelaksanaan tindakan sesuai dengan pelimpahan yang diberikan
4) Tindakan yang dilimpahkan tidak termasuk mengambil keputusan klinis
sebagai dasar pelaksanaan tindakan
5) Tindakan yang dilimpahkan tidak bersifat terus menerus.
• Asuhan Pasien diberikan oleh tenaga sesuai kompetensi lulusan dengan
kejelasan rincian wewenang menurut peraturan perundangan-undangan.
• Pada kondisi tertentu misalnya kasus penyakit tuberculosis dengan malnutrisi
maka perlu penanganan secara terpadu dari dokter, nutrisionis dan penanggung
jawab program TB, pasien memerlukan asuhan terpadu yang meliputi asuhan
medis, asuhan keperawatan, asuhan gizi, dan asuhan kesehatan yang lain, sesuai
dengan kebutuhan pasien.
• Untuk meningkatkan luaran klinis yang optimal perlu ada kerjasama antara
petugas kesehatan dan pasien/keluarga. Pasien/keluarga perlu mendapatkan
penyuluhan kesehatan dan edukasi yang terkait dengan penyakit dan kebutuhan
klinis pasien, dengan pendekatan komunikasi interpersonal antara pasien dan
petugas kesehatan, dan menggunakan bahasa yang mudah dipahami, agar
mereka dapat berperan aktif dalam proses asuhan dan memahami konsekuensi
asuhan yang diberikan.

3.3. Pelayanan gawat darurat • Pasien gawat darurat diidentifikasi dengan proses triase mengacu pada pedoman 3.3.1. Pasien gawat darurat 1. Pasien diprioritaskan atas dasar kegawatdaruratan sebagai tahap triase
dilaksanakan dengan segera tata laksana triase sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. diberikan prioritas untuk asesmen sesuai dengan kebijakan, pedoman dan prosedur yang ditetapkan. (W,O,S)
sebagai prioritas pelayanan. • Prinsip triase dalam memberlakukan sistem prioritas dengan penentuan atau dan pelayanan sesegera mungkin 2. Pasien gawat darurat yang perlu dirujuk ke FKRTL, diperiksa dan dilakukan
penyeleksian pasien yang harus didahulukan untuk mendapatkan penanganan, sebagai bentuk pelaksanaan triase. stabilisasi terlebih dahulu sesuai kemampuan Puskesmas dan dipastikan
yang mengacu pada tingkat ancaman jiwa yang timbul berdasarkan: Prosedur penanganan pasien gawat dapat diterima di FKRTL sesuai dengan kebijakan, pedoman dan prosedur
a) ancaman jiwa yang dapat mematikan dalam hitungan menit darurat disusun berdasar panduan yang ditetapkan. (D,O)
b) dapat meninggal dalam hitungan jam praktik klinis untuk penanganan
c) trauma ringan pasien gawat darurat dengan
d) sudah meninggal referensi yang dapat
Pasien-pasien tersebut didahulukan diperiksa dokter sebelum pasien yang lain, dipertanggungjawabkan
mendapat pelayanan diagnostik sesegera mungkin dan diberikan perawatan sesuai
dengan kebutuhan.
• Pasien harus distabilkan terlebih dahulu sebelum dirujuk yaitu bila tidak
tersedia pelayanan di Puskesmas untuk memenuhi kebutuhan pasien dengan
kondisi emergensi dan pasien memerlukan rujukan ke fasilitas kesehatan yang
mempunyai kemampuan lebih tinggi.
• Dalam penanganan pasien dengan kebutuhan darurat, mendesak, atau segera,
termasuk melakukan deteksi dini tanda tanda dan gejala penyakit menular
misalnya infeksi melalui udara/airborne.
3.4. Pelayanan anastesi lokal dan • Dalam pelayanan rawat jalan maupun rawat inap di Puskesmas terutama 3.4.1. Pelayanan anestesi lokal di 1. Pelayanan anestesi lokal dilakukan oleh tenaga kesehatan yang kompeten
tindakan di Puskesmas pelayanan gawat darurat, pelayanan gigi, dan keluarga berencana kadang-kadang Puskesmas dilaksanakan sesuai sesuai dengan kebijakan dan prosedur . (D, O, W)
dilaksanakan sesuai standar memerlukan tindakan tindakan yang membutuhkan lokal anestesi. Pelaksanaan standar dan peraturan perundang- 2. Jenis, dosis dan teknik anestesi lokal dan pemantauan status fisiologi
anestesi lokal tersebut harus memenuhi standar dan peraturan perundang- undangan yang berlaku. pasien selama pemberian anestesi lokal oleh petugas dan dicatat dalam rekam
undangan yang berlaku, serta kebijakan dan prosedur yang berlaku di Puskesmas. medis pasien (D)
• Kebijakan dan prosedur memuat:
a) penyusunan rencana termasuk identifikasi perbedaan antara dewasa, geriatri
dan anak atau pertimbangan khusus
b) dokumentasi yang diperlukan untuk dapat bekerja dan berkomunikasi efektif
c) persyaratan persetujuan khusus
d) kualifikasi, kompetensi, dan keterampilan petugas pelaksana
e) ketersediaan dan penggunaan peralatan anestesi
f) teknik melakukan anestesi lokal
g) frekuensi dan jenis bantuan resusitasi jika diperlukan
h) tata laksana pemberian bantuan resusitasi yang tepat
i) tata laksana terhadap komplikasi
j) bantuan hidup dasar

3.5. Terapi gizi dilakukan sesuai • Terapi gizi adalah adalah pelayanan gizi yang diberikan kepada pasien (klien) 3.5.1. Pemberian terapi makanan 1. Disusun rencana asuhan gizi berdasar kajian kebutuhan gizi pada pasien
dengan kebutuhan pasien dan berdasarkan pengkajian gizi, yang meliputi terapi diit, konseling gizi dan dan terapi gizi sesuai dengan sesuai dengan kondisi kesehatan dan kebutuhan pasien. (D)
ketentuan peraturan perundang- pemberian makanan khusus dalam rangka penyembuhan pasien. status gizi pasien dan konsisten 2. Distribusi dan pemberian makanan dilakukan sesuai jadwal dan pemesanan
undangan • Kondisi kesehatan dan proses pemulihan pasien membutuhkan asupan dengan asuhan klinis tersedia dan didokumentasikan. (D, W)
makanan dan gizi yang memadai, oleh karena itu makanan perlu disediakan secara reguler. 3. Pasien dan/ atau keluarga diberi edukasi tentang pembatasan diit pasien
secara regular, sesuai dengan rencana asuhan, umur, budaya, dan bila dan keamanan/kebersihan makanan, bila keluarga ikut menyediakan
dimungkinkan pilihan menu makanan. Pasien berperan serta dalam perencanaan makanan bagi pasien. (D)
dan seleksi makanan. 4. Proses kolaboratif digunakan untuk merencanakan, memberikan dan
• Pemesanan dan pemberian makanan dilakukan sesuai dengan status gizi dan memantau terapi gizi. (D,W)
kebutuhan pasien. 5. Respons pasien terhadap terapi gizi dipantau dan dicatat dalam rekam
• Setiap pasien harus mengonsumsi makanan sesuai dengan standar angka medisnya. (D)
kecukupan gizi
• Angka Kecukupan Gizi adalah suatu nilai acuan kecukupan rata-rata zat gizi
setiap hari bagi semua orang menurut golongan umur, jenis kelamin, ukuran
tubuh, aktivitas fisik untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal
• Terapi Gizi kepada pasien dengan resiko gangguan gizi di Puskesmas diberikan
secara reguler sesuai dengan rencana asuhan berdasarkan hasil penilaian status
gizi dan kebutuhan pasien sesuai Proses Asuhan Gizi Terstandar (PAGT) yang
tercantum di dalam Pedoman Pelayanan Gizi di Puskesmas.

• Terapi Gizi kepada pasien rawat inap harus dicatat dan didokumentasikan
didalam Rekam Medis dengan baik.
• Keluarga pasien dapat berpartisipasi dalam menyediakan makanan bila sesuai
dan konsisten dengan kajian kebutuhan pasien dan rencana asuhan dengan
sepengetahuan dari petugas kesehatan yang berkompeten dan disimpan dalam
kondisi yang baik untuk mencegah kontaminasi
3.6. Pemulangan dan tindak • Untuk menjamin kesinambungan pelayanan, maka perlu ditetapkan kebijakan 3.6.1 Pemulangan dan tindak lanjut 1. Dokter/dokter gigi, perawat/bidan, dan pemberi asuhan yang lain
lanjut pasien dilakukan sesuai dan prosedur pemulangan pasien dan tindak lanjut. pasien yang bertujuan untuk melaksanakan pemulangan, rujukan dan asuhan tindak lanjut sesuai dengan
dengan prosedur yang ditetapkan • Dokter/dokter gigi bersama dengan tenaga kesehatan yang lain menyusun kelangsungan layanan dipandu oleh rencana yang disusun dan kriteria pemulangan. (D)
rencana pemulangan yang berisi instruksi dan/ atau dukungan yang perlu prosedur yang baku 2. Resume medis diberikan kepada pasien dan pihak yang bekepentingan saat
diberikan baik oleh Puskesmas maupun keluarga pasien pada saat pemulangan pemulangan atau rujukan. (D, O, W)
maupun tindak lanjut di rumah, sesuai dengan hasil kajian yang dilakukan.
• Pemulangan pasien dilakukan berdasar kriteria yang ditetapkan oleh
dokter/dokter gigi yang bertanggung jawab terhadap pasien untuk memastikan
bahwa kondisi pasien layak untuk dipulangkan dan akan memperoleh tindak
lanjut pelayanan sesudah dipulangkan, misalnya pasien rawat jalan yang tidak
memerlukan perawatan rawat inap, pasien rawat inap tidak lagi memerlukan
perawatan rawat inap di Puskesmas, pasien yang karena kondisinya memerlukan
rujukan ke FKRTL, pasien yang karena kondisinya dapat dirawat di rumah atau
rumah perawatan, pasien yang menolak untuk perawatan rawat inap, pasien/
keluarga yang meminta pulang atas permintaan sendiri.
• Resume pasien pulang memberikan gambaran tentang pasien selama rawat inap.
Resume ini berisikan :
a) Riwayat kesehatan, hasil pemeriksaan fisik, pemeriksaan diagnostic
b) Indikasi pasien rawat inap, diagnosis dan kormobiditas lain

c) Prosedur tindakan dan terapi yang telah diberikan


d) Obat yang sudah diberikan dan obat untuk pulang
e) Kondisi kesehatan pasien
f) Instruksi tindak lanjut dan dijelaskan kepada pasien, termasuk nomor kontak
yang dapat dihubungi dalam situasi darurat
• Informasi tentang resume pasien pulang yang diberikan kepada pasien/ keluarga
pada saat pemulangan atau rujukan ke fasilitas kesehatan yang lain diperlukan
agar pasien/keluarga memahami tindak lanjut yang perlu dilakukan untuk
mencapai hasil pelayanan yang optimal.
• Resume Medis pasien paling sedikit terdiri dari :
a) Identitas Pasien
b) Diagnosis Masuk dan indikasi pasien dirawat
c) Ringkasan hasil pemeriksaan fisik dan penunjang, diagnosis akhir, pengobatan
dan rencana tindaklanjut pelayanan kesehatan
d) Nama dan tanda tangan Dokter atau Dokter gigi yang memberikan pelayanan
kesehatan
• Resume Medis yang diberikan kepada pasien saat pulang dari rawat inap terdiri
dari :
a) Data umum pasien
b) Anamnesis (riwayat penyakit dan pengobatan)
c) Pemeriksaan
d) Terapi, tindakan dan atau anjuran
3.7 Rujukan • Jika kebutuhan pasien akan pelayanan tidak dapat dipenuhi oleh Puskesmas, 3.7.1 Pelaksanaan rujukan 1. Pasien/keluarga pasien memperoleh informasi rujukan dan memberi
maka pasien harus dirujuk ke fasilitas kesehatan yang mampu menyediakan dilakukan sesuai dengan ketentuan persetujuan untuk dilakukan rujukan berdasarkan kebutuhan pasien dan
pelayanan berdasarkan kebutuhan pasien. kebijakan dan prosedur yang telah kriteria rujukan untuk menjamin kelangsungan layanan ke fasilitas kesehatan
• Untuk memastikan kontinuitas pelayanan, informasi tentang kondisi pasien ditetapkan dan mengacu pada yang lain (D, W)
dituangkan dalam surat pengantar rujukan, yang meliputi: kondisi klinis pasien, ketentuan peraturan perundang- 2. Dilakukan komunikasi dengan fasilitas kesehatan yang menjadi tujuan
prosedur, dan pemeriksaan yang telah dilakukan dan kebutuhan pasien lebih undangan. rujukan dan tindakan stabilisasi pasien sebelum dirujuk sesuai kondisi
lanjut. pasien, indikasi medis dan kemampuan dan wewenang yang dimiliki agar
• Proses rujukan harus diatur dengan kebijakan dan prosedur termasuk alternatif keselamatan pasien selama pelaksanaan rujukan dapat terjamin. (D,W)
rujukan sehingga pasien dijamin memperoleh pelayanan yang dibutuhkan di 3. Dilakukan serah terima pasien yang disertai dengan informasi yang lengkap
tempat rujukan pada saat yang tepat. (SBAR) kepada petugas.
• Komunikasi dengan fasilitas kesehatan yang lebih mampu dilakukan untuk
memastikan kemampuan dan ketersediaan pelayanan di FKRTL.
• Pasien yang akan dirujuk dilakukan stabilisasi sesuai dengan standar rujukan
• Pasien/keluarga pasien mempunyai hak untuk memperoleh informasi tentang
rencana rujukan, meliputi: alasan rujukan, fasilitas kesehatan yang dituju,
termasuk pilihan fasilitas kesehatan lainnya, jika ada, sehingga pasien/keluarga
dapat memutuskan fasilitas yang mana yang dipilih, serta kapan rujukan harus
dilakukan.

• Jika pasien perlu dirujuk ke fasilitas kesehatan yang lain, wajib diupayakan
proses rujukan berjalan sesuai dengan kebutuhan dan pilihan pasien agar pasien
memperoleh kepastian mendapat pelayanan sesuai dengan kebutuhan dan pilihan
tersebut dengan konsekuensinya.
• Dilakukan identifikasi kebutuhan dan pilihan pasien (misalnya kebutuhan
transportasi, petugas kompeten yang mendampingi, sarana medis dan keluarga
yang menemani termasuk pilihan fasilitas kesehatan rujukan) selama proses
rujukan.
• Selama proses rujukan pasien secara langsung, pemberi asuhan yang kompeten
terus memantau kondisi pasien, dan fasilitas kesehatan penerima rujukan diberi
resume tertulis mengenai kondisi klinis pasien dan tindakan yang telah dilakukan.
• Pada saat serah terima di tempat rujukan, petugas yang mendampingi pasien
memberikan informasi secara lengkap (SBAR) tentang kondisi pasien kepada
petugas penerima transfer pasien.

• Untuk menjamin kesinambungan pelayanan, pasien yang dirujuk balik dari 3.7.2 Dilakukan tindak lanjut 1. Dokter/dokter gigi penangggung jawab pelayanan melakukan kajian ulang
FKRTL dilaksanakan tindak lanjut sesuai dengan umpan balik rujukan dan terhadap rujukan balik dari FKRTL kondisi medis sebelum menindaklanjuti umpan balik dari FKRTL sesuai
dicatat dalam rekam medis. dengan kebijakan dan prosedur yang ditetapkan. (D,O)
• Jika Puskesmas menerima umpan balik rujukan pasien dari fasilitas kesehatan 2. Dokter/dokter gigi penanggung jawab pelayanan melakukan tindak lanjut
rujukan tingkat lanjut atau fasilitas kesehatan lain, maka tindak lanjut dilakukan terhadap rekomendasi umpan balik rujukan sesuai dengan kebijakan dan
sesuai prosedur yang berlaku melalui proses kajian dengan memperhatikan prosedur yang ditetapkan. (D,O,W)
rekomendasi umpan balik rujukan. 3. Monitoring dalam proses rujukan balik harus di catat dalam form
• Dalam pelaksanaan rujuk balik harus dilakukan monitoring dan dokumentasi monitoring. (D)
proses pelaksanaan rujuk balik.
3.8 Penyelenggaraan Rekam Medis • Rekam medis merupakan sumber informasi utama mengenai proses asuhan dan 3.8.1 Tata kelola penyelenggaraan 1. Penyelenggaraan rekam medis yang meliputi a sampai dengan i termasuk
perkembangan pasien, sehingga menjadi media komunikasi yang penting. Agar rekam medis dilakukan sesuai riwayat alergi obat, dilakukan sesuai dengan kebijakan dan prosedur yang
informasi ini berguna dan mendukung asuhan pasien secara berkelanjutan, maka dengan ketentuan peraturan ditetapkan. (D, O, W)
rekam medis harus tersedia selama asuhan pasien dan setiap saat dibutuhkan, perundang-undangan. 2. Rekam Medis diisi secara lengkap dan dengan tulisan yang terbaca serta
serta dijaga untuk selalu mencatat perkembangan terkini dari kondisi pasien. harus dibubuhi nama, waktu dan tanda tangan Dokter, Dokter Gigi dan atau
• Rekam medis dapat berbentuk manual maupun elektronik. Rekam medis Tenaga Kesehatan yang melaksanakan pelayanan kesehatan perseorangan,
elektronik adalah rekam medis yang dibuat dan disimpan dalam bentuk digital. serta apabila ada kesalahan dalam melakukan pencatatan di rekam medis
• Perlu dilakukan standarisasi kode diagnosa, kode prosedur/tindakan, simbol dilakukan koreksi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. (D, O, W)
dan singkatan yang digunakan dan tidak boleh digunakan, serta dimonitor
pelaksanaannya untuk mencegah kesalahan komunikasi dan pemberian asuhan
pasien serta dapat mendukung pengumpulan dan analisis data. Standarisasi
tersebut harus konsisten dengan standar lokal dan nasional.
• Dokter, perawat, bidan, dan petugas pemberi asuhan yang lain bersama-sama
menyepakati isi rekam medis sesuai dengan kebutuhan informasi yang perlu ada
dalam pelaksanaan asuhan pasien.
• Penyelenggaraan Rekam Medis dilakukan secara berurutan dari sejak pasien
masuk sampai pasien pulang, dirujuk atau meninggal, meliputi kegiatan :
a. Registrasi pasien
b. Pendistribusian rekam medis
c. Isi rekam medis dan pengisian informasi klinis

d. Pengolahan data dan pengkodean


e. Klaim pembiayaan
f. Penyimpanan rekam medis
g. Penjaminan mutu
h. Pelepasan informasi kesehatan
i. Pemusnahan rekam medis
• Efek obat, efek samping obat, dan kejadian alergi didokumentasikan dalam
rekam medis.
• Jika dijumpai adanya riwayat alergi obat, maka riwayat alergi tersebut harus
didokumentasikan sebagai informasi klinis dalam rekam medis.
• Rekam medis diisi oleh setiap Dokter, Dokter gigi, dan/atau Tenaga Kesehatan
yang melaksanakan pelayanan kesehatan perseorangan
• Apabila terdapat lebih dari satu tenaga Dokter, Dokter gigi dan/atau Tenaga
Kesehatan dalam satu fasilitas kesehatan, maka rekam medis dibuat secara
terintegrasi.
• Setiap catatan dalam rekam medis harus lengkap dan jelas mencantumkan
nama, waktu dan tanda tangan Dokter, Dokter gigi dan/atau Tenaga Kesehatan
yang memberikan pelayanan secara berurutan sesuai waktu pelayanan
• Dalam hal terjadi kesalahan dalam pencatatan Rekam Medis, Dokter, Dokter
gigi, dan/atau Tenaga Kesehatan lain dapat melakukan koreksi dengan cara
mencoret 1 (satu) garis tanpa menghilangkan catatan yang dibetulkan, diparaf dan
diberi tanggal, dalam hal diperlukan penambahan kata atau kalimat diperlukan
paraf dan tanggal
• Isi rekam medis rawat jalan, paling sedikit meliputi:
 Identitas pasien
 Tanggal dan waktu
 Hasil anamnesis, mencakup sekurang-kurangnya keluhan dan riwayat penyakit
 penyakit.
 Hasil pemeriksaan fisik dan penunjang medik
 Diagnosis
 Rencana penatalaksanaan
 Pengobatan dan/ atau tindakan
 Pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien
 Persetujuan dan penolakan tindakan jika diperlukan
 Untuk pasien kasus gigi dilengkapi dengan odontogram klinik
 Nama dan tanda tangan Dokter, Dokter gigi dan atau Tenaga Kesehatan yang
memberikan pelayanan kesehatan
• Isi rekam medis pasien rawat inap sekurang-kurangnya memuat:
 Identitas pasien
 Tanggal dan waktu
 Hasil anamnesis, mencakup sekurang-kurangnya keluhan dan riwayat penyakit.
 Hasil pemeriksaan fisik dan penunjang medik
 Diagnosis

 Rencana penatalaksanaan
 Pengobatan dan/ atau tindakan
 Persetujuan tindakan jika diperlukan
• Catatan observasi klinis dan hasil pengobatan
• Ringkasan pulang (discharge summary)
 Nama dan tanda tangan Dokter, Dokter gigi dan atau Tenaga Kesehatan yang
memberikan pelayanan kesehatan
 Pelayanan lain yang telah dilakukan oleh tenaga kesehatan tertentu
 Untuk pasien kasus gigi dilengkapi dengan odontogram klinik
 Nama dan tanda tangan dokter. Dokter gigi , atau tenaga kesehatan tertentu
yang memberikan pelayana kesehatan.
• Rekam Medis untuk pasien gawat darurat, ditambahkan :
 Identitas pasien
 Kondisi saat pasien tiba di sarana pelayanan kesehatan
 Identitas pengantar pasien
 Tanggal dan waktu
 Hasil anamnesis, mencakup sekurang-kurangnya keluhan dan riwayat penyakit.
 Hasil pemeriksaan fisik dan penunjang medik
 Diagnosis
 Rencana penatalaksanaan
 Pengobatan dan/ atau tindakan
 Ringkasan kondisi pasien sebelum meninggalkan pelayanan di unit gawat
darurat dan rencana tindak lanjut
 Nama dan tanda tangan Dokter, Dokter gigi dan atau Tenaga Kesehatan yang
memberikan pelayanan kesehatan
 Sarana transportasi yang digunakan bagi pasien yang akan dipindahkan ke
sarana pelayanan kesehatan lain
 Pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien
• Puskesmas menetapkan dan melaksanakan kebijakan penyimpanan berkas
rekam medis dan data serta informasi lainnya. Jangka waktu penyimpanan rekam
medis, data dan informasi lainnya terkait pasien sesuai peraturan perundang-
undangan yang berlaku guna mendukung asuhan pasien, manajemen,
dokumentasi yang sah secara hukum, pendidikan dan penelitian.
• Kebijakan tentang penyimpanan (retensi) rekam medis konsisten dengan
kerahasiaan dan keamanan informasi tersebut. Berkas rekam medis, data dan
informasi dapat dimusnahkan setelah melampui periode waktu penyimpanan
sesuai peraturan perundangan, kecuali ringkasan pulang dan persetujuan
tindakan medik

3.9 Penyelenggaraan Pelayanan • Puskesmas menetapkan jenis-jenis pelayanan laboratorium yang tersedia di 3.9.1 Pelayanan laboratorium 1. Kepala Puskesmas menetapkan nilai normal, rentang nilai rujukan untuk
laboratorium dilaksanakan sesuai Puskesmas. dikelola sesuai dengan kebijakan setiap jenis pemeriksaan yang disediakan, dan nilai kritis pemeriksaan
dengan ketentuan peraturan • Agar pelaksanaan pelayanan laboratorium dapat menghasilkan hasil dan prosedur yang ditetapkan laboratorium. (R)
perundang-undangan. pemeriksaan yang tepat, maka perlu ditetapkan kebijakan dan prosedur pelayanan 2. Reagensia esensial dan bahan lain tersedia sesuai dengan jenis pelayanan
laboratorium mulai dari permintaan, penerimaaan, pengambilan dan yang ditetapkan, pelabelan dan penyimpanannya, termasuk proses untuk
penyimpanan spesimen, pengelolaan reagen pelaksanaan pemeriksaan, dan menyatakan jika reagen tidak tersedia. (D, W)
penyampaian hasil pemeriksaan kepada pihak yang membutuhkan, serta 3. Penyelenggaraan pelayanan laboratorium yang meliputi a sampai dengan i,
pengelolaan limbah medis dan bahan berbahaya dan beracun (B3). dilaksanakan sesuai dengan kebijakan dan prosedur yang ditetapkan. (D, O,
• Pemeriksaan berisiko tinggi adalah pemeriksaan terhadap spesimen yang W)
berisiko infeksi pada petugas, misalnya spesimen sputum dengan kecurigaan 4. Dilakukan pemantapan mutu internal dan pemantapan mutu eksternal
tuberculosis, darah dari pasien dengan kecurigaan hepatitis B, HIV/AIDS. terhadap pelayanan laboratorium sesuai ketentuan peraturan perundang-
• Regulasi pelayanan laboratorium perlu disusun sebagai acuan, yang meliputi undangan dan dilakukan perbaikan jika terjadi penyimpangan (D,O,W)
kebijakan dan pedoman, serta prosedur-prosedur pelayanan laboratorium yang 5. Dilakukan evaluasi dan tindak lanjut waktu pelaporan hasil pemeriksaan
mengatur tentang: laboratorium. (D,W)
a) jenis-jenis pelayanan laboratorium yang disediakan sesuai dengan kebutuhan
masyarakat dan kemampuan Puskesmas
b) waktu penyerahan hasil pemeriksaan laboratorium
c) pemeriksaan laboratorium yang berisiko tinggi
d) proses permintaan pemeriksaan, penerimaan specimen, pengambilan, dan
penyimpanan specimen
e) pelayanan pemeriksaan di luar jam kerja pada Puskesmas rawat inap atau
puskesmas yang menyediakan pelayanan di luar jam kerja
f) proses pemeriksaan laboratorium
g) kesehatan dan keselamatan kerja dalam pelayanan laboratorium
h) penggunaan alat pelindung diri
i) pengelolaan reagen
• Untuk menjamin mutu pelayanan laboratorium maka perlu dilakukan upaya
pemantapan mutu internal maupun eksternal di Puskesmas. Pemantapan mutu
dilakukan sesuai dengan jenis dan ketersediaan peralatan laboratorium yang
digunakan dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
• Puskesmas wajib mengikuti Pemantapan Mutu Eskternal (PME) secara periodik
yang diselenggarakan oleh institusi yang ditetapkan oleh pemerintah
• Uji silang adalah kegiatan untuk menilai mutu dan kesesuaian hasil
pemeriksaan secara periodik dan berkesinambungan dengan mengirimkan sampel
yang sama ke laboratorium lain/ rujukan.
• Jika pemeriksaan laboratorium tidak bisa dilakukan oleh Puskesmas karena
keterbatasan kemampuan, maka dapat dilakukan rujukan pemeriksaan
laboratorium yang dipandu dengan prosedur yang jelas
• Pimpinan Puskesmas perlu menetapkan jangka waktu yang dibutuhkan untuk
melaporkan hasil tes laboratorium. Hasil dilaporkan dalam kerangka waktu
berdasarkan kebutuhan pasien, pelayanan yang ditawarkan, dan kebutuhan
petugas pemberi pelayanan klinis. Pemeriksaan pada gawat darurat dan di luar
jam kerja serta pada akhir minggu termasuk dalam ketentuan ini.

• Hasil pemeriksaan yang segera (urgent), seperti dari unit gawat darurat diberikan
perhatian khusus. Sebagai tambahan, bila pelayanan laboratorium dilakukan
bekerja sama dengan pihak luar, laporan hasil pemeriksaan juga harus tepat
waktu sesuai dengan kebijakan yang ditetapkan atau yang tercantum dalam
kontrak.
• Reagensia dan bahan-bahan lain yang selalu harus ada untuk pelayanan
laboratorium bagi pasien harus diidentifikasi dan ditetapkan.
• . Evaluasi periodik dilakukan terhadap ketersediaan dan penyimpanan semua
reagensia untuk memastikan akurasi dan presisi hasil pemeriksaan.
• Ditetapkan kebijakan dan prosedur untuk memastikan pemberian label yang
lengkap dan akurat untuk reagensia dan larutan yang digunakan merujuk pada
ketentuan peraturan perundang-undangan.
• Sesuai dengan peralatan dan prosedur yang dilaksanakan di laboratorium, perlu
ditetapkan rentang nilai normal dan rentang nilai rujukan untuk setiap
pemeriksaan yang dilaksanakan.
• Nilai normal dan rentang nilai rujukan harus tercantum dalam catatan klinis,
sebagai bagian dari laporan atau dalam dokumen terpisah
• Jika pemeriksaan dilaksanakan oleh laboratorium luar, laporan hasil
pemeriksaan harus dilengkapi dengan rentang nilai. Jika terjadi perubahan
metoda atau peralatan yang digunakan untuk melakukan pemeriksaan, atau
perubahan terkait perkembangan ilmu dan tehnologi, harus dilakukan evaluasi
dan revisi bila perlu terhadap ketentuan tentang rentang nilai pemeriksaan
laboratorium.
• Ada prosedur rujukan spesimen dan pasien, jika pemeriksaan laboratorium tidak
dapat dilakukan di Puskesmas

3.10 Penyelenggaraan Pelayanan • Pelayanan kefarmasian harus tersedia di Puskesmas, oleh karena itu jenis dan 3.10.1 Pelayanan kefarmasian 1. Tersedia daftar formularium obat puskesmas. (D)
kefarmasian dilaksanakan sesuai jumlah obat, serta bahan medis habis pakai harus tersedia sesuai dengan dikelola sesuai dengan kebijakan 2. Dilakukan pengelolaan sediaan farmasi dan bahan medis habis pakai oleh
dengan ketentuan peraturan kebutuhan pelayanan. dan prosedur yang ditetapkan. tenaga kefarmasian sesuai dengan pedoman dan prosedur yang telah
perundang-undangan. • Pengelolaan sediaan farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai (BMHP) terdiri dari: ditetapkan. (D,O,W)
1. Perencanaan kebutuhan 3. Dilakukan rekonsiliasi obat, dan pelayanan farmasi klinik oleh tenaga
2. Permintaan kefarmasian sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan. (D,O,W)
3. Penerimaan 4. Dilakukan kajian resep dan pemberian obat dengan benar pada setiap
4. Penyimpanan pelayanan pemberian obat (D, O, W)
5. Pendistribusian 5. Dilakukan edukasi pada setiap pasien tentang indikasi dan cara
6. Pengendalian penggunaan obat. (D,O,W)
7. Pencatatan, pelaporan dan pengarsiapan 6. Obat emergensi tersedia pada unit-unit dimana diperlukan, dan dapat
8. Pemantauan dan evaluasi pengelolaan diakses untuk memenuhi kebutuhan yang bersifat emergensi, dipantau dan
• Pelayanan farmasi di Puskesmas terdiri dari: diganti tepat waktu setelah digunakan atau bila kadaluarsa. (O, D, W)
1. Pengkajian resep dan penyerahan obat 7. Dilakukan evaluasi dan tindak lanjut ketersediaan obat, kesesuaian
2. Pemberian informasi obat (PIO) peresepan dengan formularium. (D,W)
3. Konseling
4. Visite pasien (khusus Puskesmas rawat inap)
5. Rekonsiliasi obat
6. Pemantauan terapi obat (PTO)
7. Evaluasi penggunaan obat
• Obat kadaluarsa/rusak/out of date /substitusi, ditarik dari peredaran dikelola
sesuai kebijakan dan prosedur
• Formularium obat yang merupakan daftar obat terpilih yang dibutuhkan dan
harus tersedia di Puskesmas perlu disusun sebagai acuan dalam pemberian
pelayanan pada pasien, mengacu pada formularium nasional dan pemilihan jenis
obat melalui proses kolaboratif antar pemberi asuhan, dengan mempertimbangkan
kebutuhan pasien, keamanan, dan efisiensi.
• Jika terjadi kehabisan obat karena terlambatnya pengiriman, kurangnya stok
nasional atau sebab lain yang tidak dapat diantisipasi dalam pengendalian
inventaris yang normal, perlu diatur suatu proses untuk mengingatkan para
dokter/dokter gigi tentang kekurangan obat tersebut dan saran untuk
penggantinya.
• Obat yang disediakan harus dapat dijamin keaslian dan keamanan, oleh karena
itu perlu dilakukan pengelolaan rantai pengadaan obat. Pengelolaan rantai
pengadaan obat adalah suatu rangkaian kegiatan yang meliputi proses
perencanaan dan pemilihan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan,
pendistribusian, dan penggunaan obat.
• Peresepan dilakukan oleh tenaga medis. Dalam pelayanan resep petugas farmasi
wajib melakukan pengkajian/telaah resep yang meliputi pemenuhan persyaratan
administratif, persyaratan farmasetik, dan persyaratan klinis sesuai peraturan
perundang-undangan, antara lain: a) ketepatan identitas pasien, obat, dosis,
frekuensi, aturan minum/makan obat, dan waktu pemberian; b) duplikasi
pengobatan; c) potensi alergi atau sensitivitas; d) interaksi antara obat dan obat
lain atau dengan makanan; e) variasi kriteria penggunaan; f) berat badan pasien
dan atau informasi fisiologik lainnya; dan g) kontra indikasi.

• Dalam pemberian obat harus juga dilakukan kajian benar, meliputi: ketepatan
identitas pasien, ketepatan obat, ketepatan dosis, keterpatan rute pemberian, dan
ketepatan waktu pemberian.
• Untuk Puskesmas rawat inap penggunaan obat oleh pasien/pengobatan sendiri,
baik yang dibawa ke Puskesmas atau yang diresepkan atau dipesan di Puskesmas,
diketahui dan dicatat dalam rekam medis. Harus dilaksanakan pengawasan
penggunaan obat, terutama obat-obat psikotropika sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan

• Obat yang perlu diwaspadai adalah obat yang mengandung risiko yang
meningkat bila kita salah menggunakan dan dapat menimbulkan kerugian besar
pada pasien.
• Obat yang perlu diwaspadai (high alert) terdiri atas :
- obat risiko tinggi, yaitu obat yang bila terjadi kesalahan (error) dapat
menimbulkan kematian atau kecacatan seperti, insulin, heparin, atau
kemoterapeutik;
- obat yang nama, kemasan, label, penggunaan klinik tampak/kelihatan sama
(look alike), bunyi ucapan sama (sound alike), seperti Xanax dan Zantac atau
hydralazine dan hydroxyzine atau disebut juga nama obat rupa ucapan mirip
(NORUM);
• Agar obat layak dikonsumsi oleh pasien, maka kebersihan dan keamanan
terhadap obat yang tersedia harus dilakukan mulai dari proses pengadaan,
penyimpanan, pendistribusian, dan penyampaian obat kepada pasien serta
penatalaksanaan obat kedaluwarsa dan/atau rusak/out of date/substitusi.
• Puskesmas menetapkan kebijakan dan prosedur dalam penyampaian obat
kepada pasien agar pasien memahami indikasi, dosis, cara penggunaan obat, dan
efek samping yang mungkin terjadi.
• Pasien, dokternya, perawat dan petugas kesehatan yang lain bekerja bersama
untuk memantau pasien yang mendapat obat. Tujuan pemantauan adalah untuk
mengevaluasi efek pengobatan terhadap gejala pasien atau penyakitnya dan untuk
mengevaluasi pasien terhadap kejadian efek samping obat.
• Berdasarkan pemantauan, dosis atau jenis obat bila perlu dapat disesuaikan
dengan memperhatikan pemberian obat secara rasional. Pemantauan
dimaksudkan untuk mengidentifikasi respons terapetik yang diantisipasi maupun
reaksi alergik, interaksi obat yang tidak diantisipasi, untuk mencegah risiko bagi
pasien. Memantau efek obat termasuk mengobservasi dan mendokumentasikan
setiap kejadian salah obat (medication error).
• Bila terjadi kegawatdaruratan pasien, akses cepat terhadap obat emergensi yang
tepat adalah sangat penting. Perlu ditetapkan lokasi penyimpanan obat emergensi
di tempat pelayanan dan obat-obat emergensi yang harus disuplai ke lokasi
tersebut.
• Untuk memastikan akses ke obat emergensi bilamana diperlukan, perlu tersedia
prosedur untuk mencegah penyalahgunaan, pencurian atau kehilangan terhadap
obat dimaksud.

Prosedur ini memastikan bahwa obat diganti bilamana digunakan, rusak atau
kedaluarsa. Keseimbangan antara akses, kesiapan, dan keamanan dari tempat
penyimpanan obat emergensi perlu dipenuhi.
• Rekonsiliasi Obat merupakan proses membandingkan instruksi pengobatan
dengan Obat yang telah didapat pasien. Rekonsiliasi dilakukan untuk
mencegah terjadinya kesalahan pelayanan obat (medication error) seperti obat
tidak diberikan, duplikasi, kesalahan dosis atau interaksi obat.
• Tujuan dilakukannya rekonsiliasi obat adalah:
a. Memastikan informasi yang akurat tentang Obat yang digunakan pasien.
b. Mengidentifikasi ketidaksesuaian akibat tidak terdokumentasinya instruksi
dokter.
c. Mengidentifikasi ketidaksesuaian akibat tidak terbacanya instruksi dokter.
• Tahap proses rekonsiliasi Obat yaitu:
a. Pengumpulan data Mencatat data dan memverifikasi Obat yang sedang dan
akan digunakan pasien, meliputi nama Obat, dosis, frekuensi, rute, Obat mulai
diberikan, diganti, dilanjutkan dan dihentikan, riwayat alergi pasien serta efek
samping Obat yang pernah terjadi. Khusus untuk data alergi dan efek samping
Obat, dicatat tanggal kejadian, Obat yang menyebabkan terjadinya reaksi alergi
dan efek samping, efek yang terjadi, dan tingkat keparahan. Data riwayat
penggunaan Obat didapatkan dari pasien, keluarga pasien, daftar Obat pasien,
Obat yang ada pada pasien, dan rekam medik/medication chart. Data Obat yang
dapat digunakan tidak lebih dari 3 (tiga) bulan sebelumnya.
Semua Obat yang digunakan oleh pasien baik Resep maupun Obat bebas
termasuk herbal harus dilakukan proses rekonsiliasi.
b. Komparasi, Petugas kesehatan membandingkan data Obat yang pernah, sedang
dan akan digunakan. Discrepancy atau ketidakcocokan adalah bilamana
ditemukan ketidakcocokan/perbedaan di antara data-data tersebut.
Ketidakcocokan dapat pula terjadi bila ada Obat yang hilang, berbeda,
ditambahkan atau diganti tanpa ada penjelasan yang didokumentasikan pada
rekam medik pasien. Ketidakcocokan ini dapat bersifat disengaja (intentional) oleh
dokter pada saat penulisan Resep maupun tidak disengaja (unintentional) di mana
dokter tidak tahu adanya perbedaan pada saat menuliskan Resep.a. Melakukan
konfirmasi kepada dokter jika menemukan ketidaksesuaian dokumentasi. Bila ada
ketidak sesuaian , maka dokter harus dihubungi kurang dari 24 jam. Hal lain
yang harus dilakukan oleh Apoteker adalah:
1. menentukan bahwa adanya perbedaan tersebut disengaja atau tidak disengaja.
2. mendokumentasikan alasan penghentian, penundaan, atau pengganti.
3. memberikan tanda tangan, tanggal, dan waktu dilakukannya rekonsilliasi Obat.
b. Komunikasi, melakukan komunikasi dengan pasien dan/atau keluarga pasien
atau perawat mengenai perubahan terapi yang terjadi. Apoteker bertanggung
jawab terhadap informasi Obat yang diberikan.
INSTRUMEN KEGIATAN PENINGKATAN DAN PENILAIAN MUTU PUSKESMAS

Program Prioritas Nasional (PPN)

NO STANDAR Pokok Pikiran KRITERIA ELEMEN PENILAIAN

4.1. Pencegahan dan • Pencegahan dan penurunan stunting merupakan salah satu fokus program Pemerintah 4.1.1. Pencegahan dan 1. Ditetapkannya indikator dan target kinerja stunting disertai analisis capaiannya
Penurunan Stunting yang bertujuan agar anak-anak Indonesia tumbuh dan berkembang secara optimal dan penurunan stunting (R,D,W)
maksimal disertai kemampuan emosional, sosial, dan fisik yang siap untuk belajar serta direncanakan, dilaksanakan, 2. Ditetapkan program pencegahan dan penurunan stunting. (R)
berinovasi dan berkompetisi di tingkat global. dipantau dan dievaluasi dengan 3. Kegiatan pencegahan dan penurunan stunting dalam bentuk intervensi gizi spesifik
• Upaya pencegahan dan penurunan stunting tidak dapat dilakukan oleh sektor kesehatan melibatkan lintas program, lintas dan sensitif dikoordinasikan dan dilaksanakan sesuai dengan rencana yang disusun
saja, tetapi perlu dilakukan dengan pemberdayaan lintas sektor dan masyarakat melalui sektor dan pemberdayaan bersama lintas program dan lintas sektor sesuai dengan kebijakan,
perbaikan pola makan, pola asuh, dan sanitasi serta akses terhadap air bersih. masyarakat pedoman/panduan, prosedur dan kerangka acuan yang telah ditetapkan. (D, O, W)
• Integrasi dengan lintas sektor dalam upaya pencegahan dan penurunan stunting antara 4. Dilakukan pemantauan, evaluasi dan tindak lanjut terhadap pelaksanaan program
lain dalam bentuk advokasi, sosialisasi, kepada tokoh masyarakat, keluarga, masyarakat pencegahan dan penurunan stunting (D, W).
serta sasaran program serta intervensi lainnya. 5. Dilakukan pencatatan dan pelaporan sesuai prosedur yang telah ditetapkan. (R,D)
• Upaya pencegahan dan penurunan stunting dilakukan terintegrasi baik lintas program
antara lain dalam pelayanan pemeriksaan kehamilan, imunisasi, kegiatan promosi dan
konseling (menyusui dan gizi), pemberian suplemen dan kegiatan internvesi lainnya.
• Dalam pencegahan dan penurunan stunting dilakukan upaya-upaya promotif dan
preventif untuk meningkatkan layanan dan cakupan intervensi gizi sensitif (lintas sektor)
dan intervensi gizi spesifik (lintas program) sesuai dengan pedoman yang berlaku.

• Intervensi gizi sensitif antara lain meliputi:


a) perlindungan sosial
b) penguatan pertanian
c) perbaikan air dan sanitasi lingkungan
d) keluarga berencana
e) perkembangan anak usia dini
f) kesehatan mental ibu
g) perlindungan anak
h) pendidikan dalam kelas
• Intervensi gizi spesifik meliputi:
1) pemberian Tablet Tambah Darah (TTD) pada remaja puteri
2) pemberian Tablet Tambah Darah (TTD) pada ibu hamil
3) pemberian makanan tambahan pada ibu hamil Kurang Energi Kronik (KEK)
4) promosi/konseling IMD, ASI Eksklusif dan Makanan Pendamping ASI yang tepat/PMBA
(Pemberian Makanan Bayi dan Anak)
5) pemantauan pertumbuhan dan perkembangan balita
6) tata laksana balita gizi buruk
7) pemberian vitamin A bayi dan balita
8) pemberian makanan tambahan untuk balita kurus
9) penganekaragaman makanan
10) perilaku pemberian makanan dan situasi
11) suplementasi/fortifikasi gizi mikro
12) manajemen dan pencegahan penyakit
13) intervensi gizi dalam kedaruratan
• Dalam pencegahan dan penurunan stunting harus dapat menjamin terlaksananya
pencatatan dan pelaporan yang akurat dan sesuai prosedur terutama pengukuran tinggi
badan menurut umur (TB/U) dan perkembangan balita. Pencatatan dan pelaporan
program stunting dilaksanakan secara akurat dan sesuai prosedur.
• Puskesmas melakukan pengukuran terhadap indikator kinerja yang telah ditetapkan dan
disertai dengan analisa capaian. Analisa capaian indikator dilakukan dengan metode
analisa sesuai dengan pedoman, panduan yang berlaku, misal dengan merujuk pada
metode analisa situasi yang terdapat di dalam buku pedoman manajemen Puskesmas.
• Rencana program pencegahan dan penurunan stunting disusun dengan mengutamakan
upaya promotif dan preventif berdasarkan hasil analisis masalah gizi di wilayah kerja
Puskesmas dengan melibatkan lintas program, yang terintegrasi dengan RUK dan RPK
pelayanan UKM dan UKPP.

4.2. Penurunan angka • Pelayanan kesehatan ibu hamil adalah setiap kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan 4.2.1. Puskesmas melaksanakan 1. Ditetapkannya indikator dan target kinerja pelayanan kesehatan ibu, bayi dan
kematian ibu (AKI) dan yang dilakukan sejak terjadinya masa konsepsi hingga melahirkan. pelayanan kesehatan ibu hamil, balita yang disertai capaian dan analisisnya. (R,D)
angka kematian Bayi (AKB). • Pelayanan kesehatan pada ibu hamil, persalinan, masa sesudah melahirkan, dan bayi pelayanan kesehatan ibu 2. Ditetapkan program penurunan AKI dan AKB. (R, D, W)
baru lahir dilakukan sesuai dengan standar dalam pedoman yang berlaku. bersalin, pelayanan kesehatan 3. Tersedia alat, obat, bahan habis pakai dan prasarana pendukung pelayanan
• Upaya pelayanan kesehatan pada ibu hamil dilaksanakan terintegrasi dengan lintas masa sesudah melahirkan dan kesehatan ibu dan bayi baru lahir termasuk standar alat kegawatdaruratan maternal
program dalam rangka penurunan stunting. pelayanan kesehatan bayi baru dan neonatal sesuai dengan standar dan dikelola sesuai dengan prosedur. (R,D, O, W)
• Pelayanan pada masa kehamilan meliputi pelayanan sesuai standar kuantitas dan lahir. 4. Dilakukan pelayanan kesehatan pada masa hamil, masa persalinan, masa sesudah
standar kualitas. melahirkan dan bayi baru lahir sesuai dengan prosedur yang ditetapkan termasuk
1) Standar kuantitas adalah Kunjungan 4 kali selama periode kehamilan (K4) dengan kewajiban penggunaan partograph pada saat pertolongan persalinan dan upaya
ketentuan: stabilisasi pra rujukan pada kasus komplikasi sesuai dengan kebijakan,
a) Satu kali pada trimester pertama. pedoman/panduan, prosedur dan kerangka acuan yang telah ditetapkan. (R, D, W)
b) Satu kali pada trimester kedua. 5. Dilakukan pelayanan persalinan sesuai dengan kebijakan, pedoman/panduan,
c) Dua kali pada trimester ketiga prosedur dan kerangka acuan yang telah ditetapkan. (R,D, O, W)
2) Standar Kualitas yaitu pelayanan antenatal yang memenuhi 10 T, meliputi: 6. Kegiatan penurunan AKI dan AKN dikoordinasikan dan dilaksanakan sesuai
a) Pengukuran berat badan dan tinggi badan. dengan rencana kegiatan yang disusun bersama lintas program dan lintas sektor. (D,
b) Pengukuran tekanan darah. W)
c) Pengukuran Lingkar Lengan Atas (LILA). 7. Dilakukan pemantauan, evaluasi, dan tindak lanjut terhadap pelaksanaan program
d) Pengukuran tinggi puncak rahim (fundus uteri). penurunan AKI dan AKN termasuk pelayanan kesehatan pada masa hamil, persalinan
e) Penentuan Presentasi Janin dan Denyut Jantung Janin (DJJ) dan bayi baru lahir di Puskesmas. (D, W)
f) Pemberian imunisasi sesuai dengan status imunisasi. 8. Dilakukan pencatatan dan pelaporan sesuai prosedur yang telah ditetapkan. (R,D)
g) Pemberian tablet tambah darah minimal 90 tablet.
h) Tes Laboratorium.
i) Tatalaksana/penanganan kasus.
j) Temu wicara (konseling)
• Pelayanan Kesehatan ibu bersalin, yang selanjutnya disebut persalinan adalah
setiap kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan yang ditujukan pada ibu sejak
dimulainya persalinan hingga 6 (enam) jam sesudah melahirkan.
• Adapun Pelayanan pada masa persalinan sesuai standar meliputi:
1) Persalinan normal.
2) Persalinan dengan komplikasi
• Standar persalinan normal adalah Acuan Persalinan Normal (APN) sesuai standar.
1) Dilakukan di fasilitas kesehatan.
2) Tenaga penolong minimal 2 orang, terdiri dari:
a) Dokter dan bidan, atau
b) 2 (dua) orang bidan, atau
c) Bidan dan perawat.
• Standar persalinan dengan komplikasi mengacu pada Buku Saku Pelayanan Kesehatan
Ibu di FKTP dan FKRTL.
• Pelayanan kesehatan masa sesudah melahirkan adalah setiap kegiatan dan/atau
serangkaian yang dilakukan ditujukan pada ibu selama nifas (6 jam – 42 hari sesudah
melahirkan).
• Pelayanan Kesehatan Masa Sesudah Melahirkan dilakukan minimal 4 kali:
a) Pelayanan pertama dilakukan pada waktu 6-48 jam setelah persalinan
b) Pelayanan kedua dilakukan pada waktu 3-7 hari setelah persalinan
c) Pelayanan ketiga dilakukan pada waktu 8-28 hari setelah persalinan
d) Pelayanan keempat dilakukan pada waktu 29-42 hari setelah persalinan.

Dengan ruang lingkup meliputi:


a) pemeriksaan status mental ibu
b) pemeriksaan tekanan darah, nadi, respirasi dan suhu
c) pemeriksaan tinggi fundus uteri
d) pemeriksanaan lochia dan perdarahan
e) pemeriksanaan jalan lahir
f) pemeriksaan payudara dan anjuran pemberian ASI Eksklusif
g) pemberian kapsul vitamin A
h) pelayanan kontrasepsi pasca persalinan
i) konseling
j) identifikasi risiko dan komplikasi
k) penanganan risiko tinggi dan komplikasi pada nifas
• Pelayanan kesehatan bayi baru lahir dilakukan melalui pelayanan kesehatan neonatal
esensial sesuai standar. Pelayanan kesehatan neonatal esensial dilakukan pada umur 0-28
hari.
• Pelayanan bayi baru lahir meliputi pelayanan sesuai standar kuantitas dan standar
kualitas.
1) Pelayanan standar kuantitas adalah kunjungan minimal 3 kali selama periode neonatal,
dengan ketentuan:
a) Kunjungan Neonatal 1 (KN1) 6 - 48 jam
b) Kunjungan Neonatal 2 (KN2) 3 - 7 hari
c) Kunjungan Neonatal 3 (KN3) 8 - 28 hari
2) Standar kualitas:
a) Pelayanan Neonatal Esensial saat lahir (0-6 jam).
Perawatan neonatal esensial saat lahir meliputi:
(1) perawatan neontarus pada 30 detik pertama
(2) menjaga bayi tetap hangat
(3) pemotongan dan perawatan tali pusat.
(4) inisiasi Menyusu Dini (IMD).
(5) Pemberian identitas
(6) injeksi vitamin K1.
(7) pemberian salep/tetes mata antibiotik.
(8) Pemeriksaan fisik bayi baru lahir
(9) Penentuan usia gestasi
(10) pemberian imunisasi (injeksi vaksin Hepatitis B0).
(11) Pemantauan tanda bahaya
(12) Merujuk kasus yang tidak dapat ditangani dalam kondisi stabil, tepat waktu ke
fasilitas kesehatan yang lebih mampu
b) Pelayanan Neonatal Esensial setelah lahir (6 jam – 28 hari).
Perawatan neonatal esensial setelah lahir meliputi
(1) menjaga bayi tetap hangat
(2) konseling perawatan bayi baru lahir dan ASI eksklusif.
(3) memeriksa kesehatan dengan menggunakan standar Manajemen Terpadu Balita Sakit
(MTBS) dan buku KIA).

(4) pemberian vitamin K1 bagi yang lahir tidak di fasilitas kesehatan atau belum
mendapatkan injeksi vitamin K1.
(5) imunisasi Hepatitis B injeksi untuk bayi usia < 24 jam yang lahir tidak ditolong tenaga
kesehatan.
(6) Perawatan metode kanguru bagi Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR)
(7) penanganan dan rujukan kasus neonatal komplikasi

• Bagi Puskesmas yang memberikan pelayanan persalinan harus melakukan pelayanan


dan penyediaan alat, obat dan prasarana pelayanan kesehatan ibu dan bayi baru lahir
termasuk standar alat kegawatdaruratan maternal sesuai dengan kewenangannya
berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan
• Untuk menjamin kesuksesan pelaksanaan program penuruan angka kematian ibu dan
angka kematian neonatus dilakukan upaya-upaya promotif dan preventif dengan
melibatkan Lintas Program dan Lintas Sektor dan memberdayakan masyarakat. Bentuk
keterlibatan dalam kegiatan ini bisa berupa terbentuknya koordinasi dalam tim yang
bertujuan untuk menurukan AKI dan AKN di tingkat kecamatan, Desa Siaga dengan
pendekatan P4K, Suami Siaga dan kegiatan pemberdayaan lainnya.
• Puskesmas melakukan pengukuran terhadap indikator kinerja yang telah ditetapkan dan
dilakukan analisis capaian. Analisis capaian indikator dilakukan dengan metode analisis
sesuai dengan pedoman/panduan yang berlaku, misal dengan merujuk pada metode
analisis situasi yang terdapat di dalam buku pedoman manajemen Puskesmas.
• Pencatatan dan pelaporan pelayanan kesehatan ibu hamil, ibu bersalin, masa sesudah
melahirkan, dan bayi baru lahir dilaksanakan secara akurat dan sesuai prosedur meliputi
cakupan program kesehatan keluarga, pencatatan kohor, pelaporan kematian ibu, bayi
lahir mati dan kematian neonatal serta pengisian dan pemanfaatan buku KIA.
• Rencana program penurunan AKI dan AKB disusun dengan mengutamakan upaya
promotif dan preventif berdasarkan hasil analisis masalah imunisasi di wilayah kerja
Puskesmas dengan melibatkan lintas program, yang terintegrasi dengan RUK dan RPK
pelayanan UKM dan UKPP.

4.3. Peningkatan cakupan • Sebagai upaya untuk melindungi masyarakat dari penyakit menular yang dapat dicegah 4.3.1. Program imunisasi 1. Ditetapkannya indikator dan target kinerja imunisasi yang disertai capaian dan
dan mutu imunisasi melalui imunisasi, Puskesmas wajib melaksanakan kegiatan imunisasi sebagai bagian dari direncanakan, dilaksanakan, analisisnya. (R,D)
program prioritas nasional. dipantau dan dievaluasi dalam 2. Ditetapkan program Imunisasi. (R, D, W)
• Pelaksanaan program imunisasi di Puskesmas perlu direncanakan, dilaksanakan, upaya peningkatan capaian 3. Tersedia vaksin dan logistik sesuai dengan kebutuhan program imunisai. (D,O,W)
dipantau dan dievaluasi agar dapat mencapai cakupan imunisasi secara optimal. cakupan dan mutu imunisasi 4. Dilakukan pengelolaan vaksin untuk memastikan rantai vaksin dikelola sesuai
• Perencanaan yang detail (micro planning) meliputi pemetaan wilayah, identifikasi dan dengan prosedur. (R,D, O, W)
penentuan jumlah sasaran, kebutuhan SDM, penentuan kebutuhan, jadwal pelaksanaan 5. Kegiatan Peningkatan cakupan dan mutu imunisasi dikoordinasikan dan
imunisasi serta jadwal dan mekanisme distribusi logistik, dan biaya operasional disusun dilaksanakan sesuai dengan rencana dan prosedur yang telah ditetapkan bersama
untuk memastikan pelaksanaan program imunisasi berjalan dengan baik. Micro planning lintas program dan lintas sektor sesuai dengan kebijakan, pedoman/panduan dan
disusun dengan melibatkan lintas program terkait kerangka acuan yang telah ditetapkan. (R,D, W)
• Tindak lanjut perbaikan program imunisasi berdasarkan hasil pemantauan dan evaluasi 6. Dilakukan pemantauan, dan evaluasi serta tindaklanjut upaya perbaikan program
dilaksanakan meliputi upaya-upaya promotif dan preventif dalam rangka penjangkauan imunisasi. (D, W)
sasaran dan meningkatkan cakupan imunisasi melalui: 7. Dilakukan pencatatan dan pelaporan sesuai prosedur yang telah ditetapkan. (R,D)
1) kegiatan sweeping, drop out follow up (DOFU), kegiatan SOS (Sustainable Outreach
Services) untuk daerah geografis sulit, defaulter tracking, Backlog Fighting, Crash Program
dan Catch Up Campaign;

2) upaya peningkatan kualitas imunisasi melalui pengelolaan vaksin yang sesuai prosedur,
pemberian imunisasi yang aman dan sesuai prosedur, kegiatan validasi data sasaran, Data
Quality Self¬ assessment (DQS), Rapid Convenience Assessment (RCA) untuk melakukan
validasi terhadap hasil cakupan imunisasi dan supervisi berkala; serta
3) upaya penggerakkan masyarakat melalui kegiatan penyuluhan sosialisasi melalui
berbagai media komunikasi, peningkatan keterlibatan lintas program dan lintas sektor
terkait dan pembentukan forum komunikasi masyarakat peduli imunisasi.
• Puskesmas melakukan pengelolaan rantai dingin vaksin (cold chain vaccines) sesuai
dengan prosedur yang telah ditetapkan.
• Puskesmas melakukan pengukuran terhadap indikator kinerja yang telah ditetapkan dan
disertai dengan analisa capaian. Analisa capaian indikator dilakukan dengan metode
analisa sesuai dengan pedoman/panduan yang berlaku, misal dengan merujuk pada
metode Analisis situasi yang terdapat di dalam buku pedoman manajemen Puskesmas.
• Pencatatan dan pelaporan program imunisasi dilaksanakan secara akurat dan sesuai
prosedur dan format laporan yang telah ditetapkan meliputi cakupan indikator kinerja
imunisasi, stok dan pemakaian vaksin dan logistik lainnya, kondisi peralatan rantai vaksin
dan KIPI.
• Pemantauan dan evaluasi dilaksanakan secara berkala, berkesinambungan, berjenjang
dan dilakukan analisa serta rencana tindak lanjut perbaikan program imunisasi.
• Rencana program peningkatan dan cakupan mutu imunisasi disusun dengan
mengutamakan upaya promotif dan preventif berdasarkan hasil analisis masalah imunisasi
di wilayah kerja Puskesmas dengan melibatkan lintas program, yang terintegrasi dengan
RUK dan RPK pelayanan UKM dan UKPP.

4.4. Program • Penanggulangan Tuberkulosis adalah segala upaya kesehatan yang mengutamakan aspek 4.4.1. Puskesmas melaksanakan 1. Ditetapkannya indikator dan target kinerja pengendalian tuberkulosis yang disertai
Penanggulangan promotif dan preventif, tanpa mengabaikan aspek kuratif dan rehabilitatif yang ditujukan pelayanan kepada pengguna capaian dan analisisnya. (R,D)
Tuberkulosis untuk melindungi kesehatan masyarakat, menurunkan angka kesakitan, kecacatan atau layanan TB mulai dari penemuan 2. Ditetapkan rencana program penanggulangan tuberkulosis. (R)
kematian, memutuskan penularan, mencegah resistensi obat dan mengurangi dampak kasus TB kepada orang yang 3. Ditetapkan tim TB DOTS di Puskesmas yang terdiri dari dokter, perawat, analis
negatif yang ditimbulkan akibat Tuberkulosis. terduga TB, penegakan diagnosis, laboratorium dan petugas pencatatan pelaporan terlatih (R)
• Tuberkulosis merupakan permasalahan penyakit menular baik global maupun nasional. penetapan klasifikasi dan tipe 4. Logistik baik OAT maupun non OAT disediakan sesuai dengan kebutuhan program
Upaya untuk penanggulangan penularan tuberkulosis merupakan salah satu program pengguna layanan TB, tata serta dikelola sesuai dengan prosedur (R,D, O, W)
prioritas nasional bidang kesehatan laksana kasus terdiri dari 5. Dilakukan tata laksana kasus tuberkulosis mulai dari diagnosis, pengobatan,
• Program penanggulangan tuberkulosis direncanakan, dilaksanakan, dipantau dan pengobatan pengguna layanan pemantauan, evaluasi, dan tindak lanjut sesuai dengan, kebijakan,
ditindak lanjuti dalam upaya eliminasi tuberkulosis. beserta pemantauan dan pedoman/panduan dan prosedur yang telah ditetapkan. ( R,D, O, W).
evaluasinya. 6. Program penanggulangan tuberkulosis dikoordinasikan dan dilaksanakan sesuai
• Pelayanan pengguna layanan TB dilaksanakan melalui: dengan rencana yang disusun bersama lintas program dan lintas sektor. (D, W)
a) pelayanan kasus TB Sensitif Obat (SO), terdiri dari: 7. Dilakukan pencatatan dan pelaporan sesuai prosedur yang telah ditetapkan. (R,D)
1. penemuan kasus TB secara aktif dan pasif
2. diagnosis dilakukan sesuai standar dengan pemeriksaan tes cepat molekuler,
mikroskopis, dan biakan
3. pengobatan TB sesuai standar
4. perbaikan pengguna layanan TB dilakukan melalui pemeriksaan mikroskopis di akhir
bulan 2 (dua), akhir bulan 5 (lima) dan akhir pengobatan.

b) pelayanan kasus TB Resisten Obat (RO) dilakukan dengan:


1. penemuan kasus TB secara aktif dan pasif
2. Puskesmas mampu melakukan penjaringan kasus TB RO dan merujuk terduga untuk
melakukan diagnosis jika diperlukan
3. Puskesmas mampu melanjutkan pengobatan pengguna layanan TB RO
4. Puskesmas mampu melakukan rujukan pemeriksaan laboratorium, follow up bagi
pengguna layanan TB RO.
c) pemberian pengobatan pencegahan TB pada anak dan ODHA
d) pemberian edukasi tentang penularan, pencegahan penyakit TB dan etika batuk kepada
pengguna layanan dan keluarga.
e) Puskesmas memberikan pelayanan pengawasan menelan obat (PMO) bagi pengguna
layanan TBC SO dan TBC RO.
f) kewajiban melaporkan kasus TBC kepada Program Nasional Penanggulangan TBC.
g) mengikuti pemantapan mutu laboratorium mikroskopis TBC sesuai ketentuan Program
TBC.
• Dilakukan upaya-upaya promotif dan preventif dalam rangka penanggulangan program
TB sesuai dengan pedoman yang telah ditetapkan.
• Program pengendalian tuberkulosis perlu disusun dan dikoordinasikan baik dalam upaya
preventif maupun upaya kuratif di Puskesmas melalui strategi DOTS (Directly Observed
Treatment, Short-course) atau strategi pengawasan langsung pengobatan jangka pendek.
Untuk menjalankan strategi ini, Puskesmas membentuk tim DOTS.
• Untuk tercapainya target program Penanggulangan TB Nasional, Pemerintah Daerah
provinsi dan kabupaten/kota harus menetapkan target indikator kinerja Penanggulangan
TB tingkat daerah berdasarkan target nasional dan memperhatikan strategi nasional, yang
selanjutnya dijadikan dasar bagi Puskesmas dalam menetapkan sasaran serta indikator
kinerja yang dipantau setiap tahunnya.
• Puskesmas melakukan pengukuran terhadap indikator kinerja yang telah ditetapkan dan
disertai dengan analisa capaian. Analisa capaian indikator dilakukan dengan metode
analisa sesuai dengan pedoman/panduan yang berlaku, misal dengan merujuk pada
metode analisis situasi yang terdapat di dalam buku pedoman manajemen Puskesmas.
• Rencana program penanggulangan tuberkulosis disusun dengan mengutamakan upaya
promotif dan preventif berdasarkan hasil analisis masalah pengendalian tuberkulosis di
wilayah kerja Puskesmas dengan melibatkan lintas program, yang terintegrasi dengan RUK
dan RPK pelayanan UKM dan UKPP.

4.5. Pengendalian penyakit • Meningkatnya faktor risiko dan penyakit tidak menular berdampak pada terjadinya 4.5.1. Program pencegahan dan 1. Ditetapkan indikator kinerja Pengendalian Penyakit Tidak Menular yang disertai
tidak menular dan faktor peningkatan angka morbiditas, mortalitas dan disablilitas, namun juga berdampak pengendalian penyakit tidak capaian dan analisisnya. (R,D,W)
risikonya kehilangan produktivitas yang berdampak pada beban ekonomi baik tingkat individu, menular serta faktor resikonya 2. Ditetapkan program pengendalian Penyakit Tidak Menular termasuk rencana
keluarga, dan masyarakat direncanakan, dilaksanakan, peningkatan kapasitas tenaga terkait P2PTM. (R, D, W)
• Upaya pengendalian penyakit tidak menular dilakukan melalui berbagai kegiatan dipantau dan ditindaklanjuti. 3. Kegiatan pengendalian penyakit tidak menular dikoordinasikan dan dilaksanakan
promotif dan preventif tanpa mengesampingkan tindakan kuratif dan rehabilitatif. sesuai dengan rencana yang telah disusun bersama Lintas program dan Lintas Sektor
• Deteksi dini atau penapisan (screening) perlu dilakukan untuk mencegah terhadinya sesuai dengan kebijakan, pedoman/panduan dan kerangka acuan yang telah
peningkatan kasus PTM. ditetapkan. (D, O, W)
• Dalam upaya pengendalian faktor risiko penyakit tidak menular, antara lain: pola makan 4. Diselenggarakan tahapan kegiatan dan pemeriksaan PTM di Posbindu sesuai
tidak sehat, kurang aktivitas fisik, merokok, dan faktor risiko yang lain, dilakukan secara dengan ketentuan yang berlaku. (R, D, O, W)
terintegrasi melalui pendekatan keluarga dengan PIS-PK dan Germas 5. Dilakukan tata laksana Penyakit Tidak Menular secara terpadu mulai dari
• Kegiatan promotif dan preventif dilakukan melalui upaya: diagnosis, pengobatan, pemantauan, evaluasi, dan tindak lanjut sesuai dengan
a) Promotif panduan praktik klinis dan algoritma pelayanan PTM oleh tenaga kesehatan yang
memberikan informasi dan edukasi seluas-luasnya kepada masyarakat agar tumbuh berkompeten. ( R,D, O, W)
kesadaran untuk ikut bertanggung jawab terhadap kesehatan diri dan lingkungannya, 6. Dilakukan pemantauan, evaluasi, dan tindak lanjut terhadap pelaksanaan program
antara lain: pengendalian penyakit tidak menular. (D, W)
1) Melaksanakan promosi kesehatan/KIE tentang pencegahan dan pengendalian penyakit 7. Dilakukan pencatatan dan pelaporan sesuai prosedur yang telah ditetapkan. (D)
tidak menular kepada masyarakat minimal sebulan sekali, antara lain pola konsumsi
makanan sehat dan gizi seimbang, obesitas, merokok, aktifitas fisik, faktor risiko kanker
leher rahim dan kanker payudara, faktor risiko PTM lainnya, pemanfaatan teknologo
infomrasi dan komunikasi dan materi PTM lainnya
2) Menyediakan media KIE PTM dalam bentuk cetakan, tautan yang bsia diunduh atau
dalam bentuk media lainnya
b) Preventif
1) Penyelenggaraan UKBM melalui Pos Pembinaan Terpadu (Posbindu) PTM
1.1 Penyelenggaraan posbindu PTM dilakukan secara tertib 1 kali/bulan dengan kader
terlatih yang melakukan deteksi dini faktor risiko PTM
1.1.1. ukur Tekanan Darah (TD)
1.1.2. Gula Darah Sewaktu (GDs)
1.1.3. Indeks Masa Tubuh (IMT) dan Lingkar Perut (LP) dan
1.1.4. memberikan edukasi sesuai indikasi
1.1.5. menyelenggarakan konseling upaya berhenti merokok (UBM) dengan tenaga terlatih
1.1.6. menerapkan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) di lingkungan Puskesmas. bekerjasama
dengan Dinas Kesehatan daerah Kabupaten/Kota dan instansi terkait mendorong dan
mengawasi penerapatan KTR di 7 tatanan (fasyankes, sekolah, tempat kerja, tempat
ibadah, angkutan umum, fasilitas umum, dan tempat bermain anak)
1.2 Tahapan kegiatan posyandu terdiri atas 5 tahap:
(1) Pendaftaran Peserta
(2) Wawancaran FR
(3) Pengukuran FR, terdiri dari pengukuran berat badan, pengukuran tinggi badan,
pengukuran lingkar perut, penghitungan IMT.
(4) Pemeriksaan FR PTM, terdiri dari pengukuran Tekanan Darah dan pemeriksaan Kadar
Gula Darah,
(5) Identifikasi FR PTM, Edukasi dan Tindaklanjut Dini

1.3 Melakukan pemeriksaan gangguan indera yaitu skrining tajam penglihatan dan tajam
pendengaran menggunakan E-tumbling atau hitung jari dan tes suara
1.4 Melaksanakan pemeliharaan sarana pendukung Posbindu PTM dengan kalibrasi
terhadap alat ukur tekanan darah (tensimeter), alat ukur gula darah (glukometer) dan
timbangan Berat Badan.
2) Preventif di FKTP dilakukan melalui deteksi dini kanker payudara dan kanker leher
rahim dengan Pemeriksaan Payudara Klinis (SADANIS) dan Inspeksi Visual Asam Asetat
(IVA) pada perempuan usia 30-50 tahun.
• Kegiatan kuratif dan rehabilitatif dilakukan antara lain melalui upaya:
a) menguatkan akses Pelayanan terpadu PTM di Puskesmas dengan menguatkan
keterampilan petugas kesehatan dalam penanganan PTM dan faktor risiko PTM sesuai
wewenang dan kompetensi di FKTP.
b) menguatkan sistem rujukan dari UKBM ke FKTP
c) menindaklanjuti Program Rujuk Balik (PRB) PTM
d) menindaklanjuti pelayanan paliatif berbasis komunitas sesuai standar
e) penyelenggaraan pelayanan sesuai dengan panduan praktik klinis bagi dokter di
Puskesmas dan algoritma penyakit PTM antara lain pelayanan hipertensi, DM, deteksi Dini
Kanker Leher Rahim dan Kanker Payudara
• Penyelenggaraan PTM oleh Puskesmas dilakukan melalui kegiatan:
1) Memanfaatkan charta obesitas di Puskesmas dan di luar Puskesmas
2) Puskesmas melakukan pembinaan kepada Posbindu PTM minimal 2 kali per tahun.
3) Menyediakan charta prediksi Faktor Risiko PTM bagi Puskesmsa yang sudah
melaksanakan Pandu PTM
4) Penguatan keterampilan penanganan kasus PTM terutama pada dokter dan tenaga
kesehatan, dilakukan untuk mencegah terjadinya komplikasi melalui
pelatihan/workshop/peningkatan kemampuan tekhnis penanganan kasus PTM
• Puskesmas melakukan pengukuran dan analisis terhadap indikator kinerja yang telah
ditetapkan. Analisa capaian indikator dilakukan dengan metode analisa sesuai dengan
pedoman, panduan yang berlaku, misal dengan merujuk pada metode analisis situasi yang
terdapat di dalam buku pedoman manajemen Puskesmas
• Dalam upaya pengendalian penyakit tidak menular harus dapat menjamin terlaksananya
pencatatan dan pelaporan yang akurat dan terpadu sesuai ketentuan
• Pelaksanaan pemantauan, evaluasi dan tindaklanjut dilakukan secara terintegrasi lintas
program dan lintas sektor.
• Rencana program penanggulangan penyakit tidak menular dan faktor risikonya disusun
dengan mengutamakan upaya promotif dan preventif berdasarkan hasil analisis masalah
penyakit tidak menular di wilayah kerja Puskesmas dengan melibatkan lintas program,
yang terintegrasi dengan RUK dan RPK pelayanan UKM dan UKPP.
INSTRUMEN KEGIATAN PENINGKATAN DAN PENILAIAN MUTU PUSKESMAS

Peningkatan Mutu Puskesmas (PMP)

NO STANDAR Pokok Pikiran KRITERIA ELEMEN PENILAIAN

5.1 Peningkatan Mutu • Penyelenggaraan pelayanan baik pelayanan manajemen, pelayanan upaya kesehatan 5.1.1. Kepala Puskesmas 1. Kepala Puskesmas menetapkan program peningkatan mutu dan tim atau petugas
dilaksanakan secara masyarakat, maupun upaya kesehatan perseorangan harus dapat menjamin mutu dan menetapkan Tim dan Program diberi tanggung jawab akan peningkatan mutu, keselamatan pasien, manajemen
berkesinambungan keselamatan pasien, keluarga, masyarakat, dan lingkungan. Yang dimaksud dengan Peningkatan Mutu Puskesmas risiko, dan PPI yang memenuhi persyaratan kompetensi yang disertai dengan uraian
pasien adalah individu yang menerima manfaat layanan baik layanan kesehatan tugasnya. (R, D, W)
perseorangan maupun layanan kesehatan masyarakat. 2. Dilakukan pengawasan, pengendalian, penilaian, tindak lanjut, dan upaya
• Agar upaya-upaya Peningkatan Mutu, Keselamatan penerima manfaat pelayanan perbaikan berkesinambungan terhadap pelaksanaan program peningkatan mutu,
Puskesmas, Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI), dan Manajemen Risiko (MR) keselamatan pasien, program manajemen risiko, dan program PPI. (D,O,W)
dapat dikelola dengan baik dan konsisten dengan visi, misi, tujuan dan tata nilai, maka
perlu ditetapkan tim atau petugas yang diberi tanggung jawab terhadap Peningkatan
Mutu, Keselamatan Pasien, PPI, dan Manajemen Risiko.
• Jika sumber daya tersedia maka dapat dibentuk Tim Peningkatan Mutu, Tim
Manajemen Risiko, dan Tim Keselamatan Pasien, Tim PPI sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan, namun jika tidak tersedia sumber daya maka cukup dengan
penunjukkan penanggung jawab Mutu, Keselamatan Pasien, PPI, dan Manajemen Risiko
• Penunjukkan dan persyaratan kompetensi ketua tim atau petugas yang diberi
tanggung jawab ditentukan oleh Kepala Puskesmas. Persyaratan kompetensi tersebut
antara lain adalah: Minimal D3 Kesehatan, mempunyai kapasitas terkait pengelolaan
mutu, keselamatan pasien, manajemen risiko, dan PPI, serta mempunyai pengalaman
kerja di Puskesmas. Para tim atau petugas yang bertanggung jawab tersebut,
mempunyai tugas untuk melakukan fasilitasi, koordinasi, pemantauan, dan
membudayakan kegiatan peningkatan mutu, keselamatan pasien, manajemen risiko,
dan pencegahan dan pengendalian infeksi.
• Para tim tersebut juga harus menjamin pelaksanaan kegiatan dilakukan secara
konsisten dan berkelanjutan.
• Perlu ditetapkan kebijakan dan prosedur serta pedoman sebagai acuan Kepala
Puskesmas, penanggung jawab upaya pelayanan Puskesmas dan koordinator dan
pelaksana kegiatan Puskesmas dalam hal 1) peningkatan mutu, 2) keselamatan pasien,
3) manajemen risiko, 4) dan pencegahan dan pengendalian infeksi.
• Kepala Puskesmas perlu memfasilitasi, mengalokasikan, dan menyediakan sumber
daya yang dibutuhkan untuk program peningkatan mutu, keselamatan pasien, program
manajemen risiko, dan program PPI sesuai dengan ketersediaan anggaran dan sumber
daya yang ada di Puskesmas
• Program peningkatan mutu, keselamatan pasien, program manajemen risiko, dan
program PPI disusun secara kolaboratif sejak perencanaan, pelaksanaan, pengawasan,
pengendalian, dan penilaian
• Program peningkatan mutu, keselamatan pasien, program manajemen risiko, dan
program PPI sesuai dengan perkembangan kebutuhan dan harapan masyarakat,
ketentuan perundang-undangan, perkembangan teknologi dan perubahan pedoman
dalam rangka upaya-upaya perbaikan berkesinambungan untuk memperbaiki
perencanaan maupun pelaksanaan kegiatan pelayanan
• Proses, hasil kegiatan, penilaian dan tindak lanjut program peningkatan mutu,
keselamatan pasien, program manajemen risiko, dan program PPI didokumentasikan,
disosialisasikan, dan dikomunikasikan kepada semua petugas kesehatan yang
memberikan pelayanan.

• Kepala Puskesmas bertanggung jawab menetapkan prioritas program dan kegiatan 5.1.2. Kepala Puskesmas dan 1. Terdapat kebijakan tentang prioritas perbaikan mutu, dalam upaya peningkatan
yang perlu diperbaiki, dengan mempertimbangkan proses-proses yang berimplikasi tim atau petugas yang diberi mutu pelayanan, pencapaian sasaran keselamatan pasien, dan PPI. (R)
risiko tinggi (high risk), melibatkan populasi dalam volume besar (high volume), tanggung jawab perencanaan 2. Dilakukan pengumpulan dan analisis capaian Indikator Mutu. (D,W)
melibatkan biaya besar bila tidak dikelola dengan baik (high cost), capaian kinerja dan penerapan perbaikan mutu 3. Dilakukan evaluasi efektivitas upaya perbaikan mutu Puskesmas berdasarkan
rendah (bad performance), atau cenderung menimbulkan masalah (problem prone) dan keselamatan pasien hasil analisis capaian Indikator Mutu Puskesmas. (D,W)
• Berdasarkan masalah kesehatan yang ada di wilayah kerja sebagai hasil analisis berkomitmen untuk 4. Terdapat rencana peningkatan kapasitas staf yang terlibat dalam perncanaan dan
kebutuhan dan harapan masyarakat setiap tahun, maka ditetapkan area prioritas membudayakan peningkatan perbaikan mutu sesuai dengan peran masing-masing. (D,W)
perbaikan untuk tingkat Puskesmas yang menjadi fokus untuk melakukan inovasi. mutu secara berkesinambungan
Upaya tersebut harus didukung semua bagian mulai dari Kepemimpinan dan melalui pengelolaan indikator
Manajemen Puskesmas (KMP), Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) dan Upaya mutu.
Kesehatan Perseorangan (UKP), Kefarmasian, dan Laboratorium.
• Area prioritas menjadi dasar penetapan indikator mutu prioritas Puskesmas untuk
mengukur keberhasilan upaya prioritas perbaikan di Puskesmas.
• Dalam rangka upaya perbaikan mutu yang berkesinambungan, Kepala Puskesmas
memberlakukan Indikator Mutu terdiri dari:
a. Indikator Mutu Prioritas Tingkat Puskesmas (IMPP)
Indikator ini dirumuskan berdasarkan prioritas masalah kesehatan yang ada di wilayah
kerja yang akan dilakukan perbaikan
b. Indikator mutu prioritas Program :
1) Indikator Mutu Nasional
2) Indikator Mutu Prioritas Pelayanan Puskesmas
3) Indikator Sasaran Keselamatan pasien (SKP)
4) Indikator Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI).
• Penetapan prioritas kegiatan yang akan diperbaiki disusun dengan melihat kondisi
seperti:
- capaian kinerja
- kendala atau hambatan dalam pelaksanaan kegiatan,
- adanya ketidakpuasan sasaran
- ketidaksesuaian terhadap kerangka acuan atau jadwal pelayanan yang disusun, dan
- perubahan kebijakan pemerintah atau pemerintah daerah terkait dengan
penyelenggaraan KMP, pelayanan UKM, dan pelayanan UKPP Puskesmas
• Indikator mutu yang diprioritaskan berdasarkan permasalahan kesehatan di wilayah
kerja disebut dengan Indikator Mutu Prioritas Puskesmas (IMPP) yang upaya
perbaikannya harus didukung KMP, UKM dan UKPP.
Contoh: masalah tingkat Puskesmas yang ditetapkan sesuai dengan permasalahan
kesehatan di wilayah kerja adalah tingginya prevalensi tuberkulosis, maka dilakukan
upaya perbaikan pada kegiatan UKP yang terkait dengan penyediaan pelayanan klinis
untuk mengatasi masalah tuberkulosis, dilakukan upaya perbaikan kinerja pelayanan
UKM untuk menurunkan prevalensi tuberkulosis, dan dukungan manajemen untuk
mengatasi masalah tuberkulosis.

• Indikator Sasaran Keselamatan pasien (SKP) untuk masing-masing sasaran yang


terdiri atas identifikasi pasien, komunikasi efektif, pengelolaan obat dengan
kewaspadaan tinggi, upaya untuk memastikan benar pasien, benar prosedur, dan benar
sisi pada pasien yang menjalani tindakan medis, kebersihan tangan, dan proses untuk
mengurangi risiko jatuh. .
• Indikator mutu terkait dengan proses pencegahan dan pengendalian infeksi dikaitkan
dengan penerapan kewaspadaan isolasi meliputi: kajian risiko pada pelayanan
kesehatan perseorangan dan pelayanan klinis, kebersihan tangan, penggunaan Alat
Pelindung Diri (APD), Peralatan perawatan pasien, pengelolaan linen, pengelolaan
limbah infeksius dan benda tajam, asuhan klinis yang berisiko infeksi, pengelolaan
makanan secara higienis, penyuntikkan yang aman, risiko infeksi pada saat
pembongkaran, konstruksi dan renovasi bangunan, penanganan outbreak infeksi,
upaya pengendalian infeksi terkait dengan pelayanan kesehatan, kegiatan edukasi PPI,
serta perbaikan dan penggunaan anti mikroba secara bijak.
• Unit Pelayanan menerapkan program perbaikan mutu Puskesmas dan keselamatan
pasien di Unit Pelayanan. Pemilihan tingkat ukuran yang akan diterapkan oleh Unit
Pelayanan dipengaruhi oleh:
a) prioritas Puskesmas dalam pengukuran dan perbaikan yang terkait Unit Pelayanan
yang bersangkutan;
b) hasil evaluasi terhadap layanan, yang berasal dari berbagai sumber, termasuk survei
dan keluhan pasien;
c) sejauh manakah layanan yang diberikan itu sudah efisien dan efektif dari segi
pembiayaan, dll
• Dalam pemilihan indikator perlu memperhatikan:
- Jika indikator yang dipilih sama di beberapa unit pelayanan (contoh: indikator
kepatuhan cuci tangan) maka tim atau petugas yang diberi tanggung jawab mutu,
melakukan koordinasi dalam pengumpulan data.
- Jika prioritas indikator yang dipilih terkait di beberapa unit pelayanan (contoh:
pengukuran waktu tunggu rawat jalan dan waktu tunggu rekam medis), maka tim atau
petugas yang diberi tanggung jawab mutu melakukan integrasi dalam pengumpulan
data.
Koordinasi dan integrasi sistem pengukuran akan memberikan kesempatan adanya
penyelesaian dan perbaikan terintegrasi.
• Kepala Puskesmas dan Staf yang diberi tanggung jawab dalam perencanaan dan
penerapan perbaikan mutu mendapatkan pelatihan untuk meningkatkan pengetahuan
dan ketrampilan sesuai dengan peran masing masing melalui pelatihan, lokakarya, kaji
banding, on the job training atau in house training
• Indikator mutu yang sudah tercapai dan dapat dipertahankan selama tahun berjalan
maka dapat diganti dengan indikator mutu baru. Indikator mutu yang belum mencapai
target dapat tetap diukur di tahun berikutnya.

• Manfaat dan keberhasilan program perbaikan mutu hanya bisa ditunjukkan jika Dilakukan analisis hasil 1. Dilakukan pengumpulan data hasil pengukuran indikator mutu sesuai dengan
didukung oleh ketersediaan data yang sahih. Oleh sebab itu sangat penting untuk pengumpulan data indikator menggunakan metode dan teknik statistik sesuai kebutuhan (D,W)
melakukan pengukuran yang sahih (valid) terhadap indikator-indikator yang mutu yang sudah divalidasi 2. Dilakukan validasi data hasil pengumpulan pengukuran indikator sebagaimana
ditetapkan. yang selanjutnya dijadikan diminta pada pokok pikiran. (D, O, W)
• Untuk menjamin bahwa data dari masing-masing indikator mutu yang dikumpulkan informasi sebagai bahan 3. Terdapat analisis data yang dilakukan melalui kaji banding seperti yang
sahih agar dapat dimanfaatkan untuk perbaikan mutu dan menyampaikan informasi pertimbangan dalam disebutkan dalam pokok pikiran dan hasilnya disampaikan kepada Kepala
tentang mutu pelayanan Puskesmas maka perlu dilakukan validasi data. pengambilan keputusan dalam Puskesmas untuk tindak lanjut perbaikan. (D,W)
• Validasi data dilakukan ketika : rangka perbaikan dan
o ada indikator baru yang digunakan; peningkatan mutu di
o data akan ditampilkan kepada publik lewat situs Web atau cara lain; Puskesmas
o ada perubahan profil indikator, misalnya: perubahan alat pengumpulan data,
perubahan numerator atau denominator, perubahan metode pengumpulan, perubahan
sumber data, perubahan subjek pengumpulan data, perubahan definisi operasional dari
indikator
o ada perubahan data pengukuran yang tidak diketahui sebabnya;
o sumber data berubah, misalnya jika ada bagian dari catatan pasien yang diubah ke
format elektronik sehingga sumber datanya menjadi elektronik dan kertas; atau subjek
pengumpulan data berubah, misalnya perubahan dalam umur pasien rata-rata,
penerapan pedoman praktik baru, atau pemakaian teknologi dan metodologi perawatan
baru.
• Pelaksanaan validasi data hasil pengukuran indikator mutu dilakukan oleh petugas
yang diberikan tanggungjawab untuk melakukan validasi. Akan tetapi dalam hal
keterbatasan tenaga, maka petugas yang diberi tanggung jawab untuk validasi data
dapat dirangkap oleh petugas penanggung jawab indikator.
• Dalam rangka mencapai sebuah kesimpulan dan membuat keputusan maka data
harus digabungkan, dianalisis dan diubah menjadi informasi yang berguna.
• Analisis data melibatkan individu di dalam tim PMP yang memahami manajemen
informasi, mempunyai keterampilan dalam metode pengumpulan data, dan mengetahui
cara menggunakan berbagai alat statistik. Hasil analisis data harus dilaporkan kepada
Kepala Puskesmas yang bertanggung jawab akan proses atau hasil yang diukur dan
yang mampu menindaklanjuti.
• Teknik statistik dapat berguna dalam proses analisis data, khususnya dalam
menafsirkan variasi dan memutuskan area yang paling membutuhkan perbaikan. Run
charts, diagram kontrol (control charts), histogram, dan diagram Pareto adalah contoh
metode statistik yang sangat berguna untuk memahami pola dan variasi dalam
pelayanan kesehatan
• Dalam menetapkan frekuensi pengumpulan data dan analisisnya harus
mempertimbangkan kebutuhan untuk perbaikan mutu kegiatan pelayanan, sebagai
contoh pengumpulan dan analisis data indikator mutu pelayanan laboratorium cukup
dilakukan mingguan, sedangkan kepatuhan melakukan asesmen pasien jatuh perlu
dilakukan tiap hari, dan dianalisis tiap minggu. Ketepatan waktu pengumpulan dan
analisis data akan dapat digunakan untuk mengukur konsistensi pelaksanaan kegiatan
pelayanan dan dapat digunakan untuk memprediksi kecenderungan pada waktu
mendatang.

• Analisis data dapat dilakukan membandingkan data-data Puskesmas melalui kaji


banding dalam empat hal:
a) membandingkan data di Puskesmas dari waktu ke waktu data untuk melihat
kecenderungan (trend) misalnya data PIS PK dari bulan ke bulan atau dari tahun ke
tahun;
b) membandingkan dengan Puskesmas lain bila mungkin yang sejenis seperti melalui
database eksternal nasional tentang data PIS PK;
c) membandingkan dengan standar seperti yang ditentukan oleh peraturan perundang-
undangan.
d) Jika memungkinkan, membandingkan dengan praktik yang diinginkan yang dalam
literatur digolongkan sebagai best practice (praktik terbaik) atau better practice (praktik
yang lebih baik) atau practice guidelines (panduan praktik klinik).
• Informasi dari analisis data digunakan untuk mengidentifikasi potensi perbaikan dan Peningkatan Mutu dicapai dan 1. Terdapat bukti Puskesmas telah membuat rencana perbaikan terhadap mutu dan
mengurangi atau mencegah kejadian yang merugikan. Informasi tersebut menjadi dasar dipertahankan. keselamatan pasien dan telah diuji cobakan berdasarkan hasil capaian indikator
dalam mengenal masalah dan potensi-perbaikan, terutama untuk indikator-indikator mutu. (D,W)
mutu prioritas yang sudah ditetapkan oleh Kepala Puskesmas. 2. Terdapat bukti Puskesmas telah melakukan evaluasi dan tindak lanjut terhadap
• Metode untuk meningkatkan dan mempertahankan mutu dan keselamatan hasil uji coba perbaikan. (D.W)
pasien/masyarakat antara lain dapat menggunakan siklus Plan (merencanakan 3. Keberhasilan-keberhasilan telah didokumentasikan, dikomunikasikan serta
perbaikan), Do (uji coba perbaikan), Study (mempelajari/menganalisis hasil uji coba disosialisasikan dan dijadikan laporan PMP. (D,W)
perbaikan), Action (menindak lanjuti hasil analisis uji coba perbaikan).
• Setelah perbaikan direncanakan, dilakukan uji coba perubahan dan dipelajari
hasilnya dengan mengumpulkan data selama kegiatan uji coba, dan dilakukan
penilaian kembali untuk membuktikan bahwa perubahan yang dilakukan benar-benar
menghasilkan perbaikan. Dengan demikian dapat dipastikan bahwa dilakukan proses
perbaikan berkelanjutan berdasarkan pengumpulan dan analisis data secara
berkesinambungkan.
• Perubahan yang efektif yang dapat dilakukan antara lain adalah: perbaikan kebijakan,
perbaikan alur pelayanan, perbaikan standar operasional prosedur, pendidikan staf,
ketepatan waktu ketersediaan peralatan, dan berbagai bentuk perubahan yang lain.
Jika perubahan tersebut dinilai efektif, maka dapat dilakukanreplikasi ke unit kerja
yang lain.
• Perbaikan-perbaikan tersebut baik yang bersifat mempertahankan capaian, maupun
upaya peningkatan didokumentasikan sebagai bagian dari manajemen peningkatan
mutu dan keselamatan pasien dan program perbaikan.

5.2 Program manajemen • Pelaksanaan setiap kegiatan Puskesmas dapat menimbulkan risiko. Risiko terhadap 5.2.1 Risiko dalam 1. Dilakukan identifikasi dan analisis risiko yang sudah terjadi dalam area KMP,
risiko berkelanjutan pengguna layanan, keluarga, masyarakat, petugas, dan lingkungan perlu dikelola oleh penyelenggaraan berbagai upaya UKM, dan UKPP yang dituangkan dalam register risiko.
digunakan untuk melakukan penanggung jawab dan pelaksana untuk mengupayakan langkah-langkah pencegahan Puskesmas terhadap pengguna 2. Dilakukan identifikasi dan analisis potensi risiko yang belum terjadi dalam area
identifikasi, analisa dan dan/ atau minimalisasi risiko dan tidak memberi akibat negatif atau merugikan layanan, keluarga, masyarakat, KMP, UKM, dan UKPP yang dituangkan dalam Identifikasi Daftar Potensi Risiko.
penatalaksanaan risiko tersebut petugas, dan lingkungan (D,W)
untuk mengurangi cedera, • Manajemen risiko merupakan pendekatan proaktif yang komponen-komponen diidentifikasi, dianalisis dan
dan mengurangi risiko lain pentingnya meliputi: dilakukan penatalaksanaannya
terhadap keselamatan a. identifikasi risiko,
pasien, staf dan sasaran b. prioritas risiko,
pelayanan UKM serta c. pelaporan risiko,
masyarakat. d. manajemen risiko
e. investigasi terhadap insiden yang terjadi baik pada pengguna layanan, petugas
keluarga dan pengunjung
f. manajemen terkait tuntutan (klaim)
• Identifikasi Risiko terhadap kejadian /Insiden yang sudah terjadi didokumentasikan
dalam Register Risiko. Sedangkan risiko yang belum terjadi dan berpotensi
menimbulkan kejadian/ insiden didokumentasikan pada Identifikasi Daftar Potensi
Risiko
• Kategori risiko di Puskesmas adalah Risiko yang berhubungan dengan KMP, UKPP,
dan UKM.
• Register Risiko dan Identifikasi Daftar Potensi Risiko harus dibuat sebagai dasar
penyusunan Program Manajemen risiko untuk membantu petugas Puskesmas mengenal
dan mewaspadai kemungkinan risiko dan akibatnya terhadap sasaran program,
pengguna layanan, keluarga, masyarakat, petugas, lingkungan, dan fasilitas pelayanan
kesehatan.
• Program Manajemen Risiko (MR) yang berisi strategi dan kegiatan untuk mereduksi 5.2.2 Risiko dalam 1. Program manajemen risiko disusun berdasar analisis kejadian yang sudah terjadi
atau memitigasi risiko, disusun setiap tahun, terintegrasi dalam perencanaan penyelenggaraan berbagai upaya dan hasil identifikasi proses berisiko tinggi dan menjadi bagian terintegrasi dalam
Puskesmas, berdasarkan identifikasi dan analisis risiko baik yang sudah berakibat Puskesmas terhadap pengguna perencanaan Puskesmas (D, W)
terjadinya kejadian/ insiden maupun yang berpotensi menyebabkan terjadinya layanan, keluarga, masyarakat, 2. Dilakukan penatalaksanaan risiko berupa strategi reduksi dan mitigasi risiko dan
kejadian/ insiden. petugas, dan lingkungan yang pemantauan pelaksanaan tata laksana terkait kesehatan dan keselamatan kerja,
• Strategi reduksi dan mitigasi dapat berupa kontrol risiko (Risk control) dan telah diidentifikasi dianalisis sarana prasarana, dan infeksi (D,W)
pembiayaan risiko (Risk Financing) dan ditindak lanjuti. 3. Dilakukan pelaporan hasil program manajemen risiko, dan rencana tindak lanjut
Kontrol risiko terdiri dari : Menghindari risiko (risk avoidance), Mencegah kerugian (Loss risiko yang telah diidentifikasi. (D, W)
Prevention - Frequency), Mereduksi kerugian /dampak (Loss Reduction – Severity), 4. Ada bukti Puskesmas telah melakukan failure mode effect analysis (analisis efek
Segregasi dan Transfer Kontraktual yang bukan Asuransi (Contractual non Insurance) modus kegagalan) setahun sekali pada proses berisiko tinggi yang diprioritaskan
misalnya dengan konsinyasi. Pembiayaan risiko (Risk Financing) adalah memindahkan (D,W)
risiko kepada pihak lain melalui pembiayaan, misalnya : asuransi kebakaran.
• Pelaksanaan program manajemen risiko yang terdiri dari proses manajemen risiko
berupa identifikasi, analisis, penatalaksanaaan risiko dan monitor perbaikannya untuk
menentukan Strategi reduksi dan mitigasi risiko.
• Satu alat/metode analisis proaktif terhadap proses kritis dan berisiko tinggi adalah
failure mode effect analysis (analisis efek modus kegagalan). Dipilih minimal satu proses
prioritas yang berisiko untuk dilakukan analisis efek modus kegagalan setiap tahun.

• Untuk menggunakan metode/ alat ini atau alat-alat lainnya yang serupa secara
efektif, Kepala Puskesmas harus mengetahui dan mempelajari pendekatan tersebut,
menyepakati daftar proses yang berisiko tinggi dari segi keselamatan pasien dan staf,
dan kemudian menerapkan alat tersebut pada proses prioritas risiko. Setelah analisis
hasil, pimpinan Puskesmas mengambil tindakan untuk mendesain ulang proses-proses
yang ada atau mengambil tindakan serupa untuk mengurangi risiko dalam proses-
proses yang ada.
• Proses pengurangan risiko ini dilaksanakan minimal sekali dalam setahun dan
didokumentasikan pelaksanaannya.

5.3 Sasaran Keselamatan • Salah identifikasi pasien dapat terjadi di Puskesmas baik pada proses pelayanan 5.3.1 Proses Identifikasi pasien 1. Dilakukan identifikasi pasien sebelum dilakukan prosedur diagnostik, tindakan,
pasien diterapkan dalam sebagai akibat dari kelalaian petugas, kondisi kesadaran pasien, perpindahan tempat dilakukan dengan benar. pemberian obat, pemberian imunisasi, dan pemberian diit, sesuai dengan kebijakan
Upaya Keselamatan pasien tidur, dan kondisi lain yang menyebabkan terjadinya salah identitas. dan prosedur yang ditetapkan. (D,O,W)
• Kebijakan dan prosedur identifikasi pasien perlu disusun termasuk identifikasi pasien 2. Dilakukan prosedur tepat identifikasi pada kondisi khusus seperti disebutkan
pada kondisi tertentu, misalnya pasien tidak dapat menyebutkan identitas, penurunan pada pokok pikiran (D,O,W)
kesadaran, koma, gangguan jiwa, datang tanpa identitas yang jelas, dua atau lebih
pasien mempunyai nama yang sama atau mirip.
• Identifikasi harus dilakukan minimal dengan dua cara yang relatif tidak berubah,
antara lain: nama lengkap tanggal lahir, nomor rekam medis, dan nomor induk
kependudukan, dan tidak boleh menggunakan nomor kamar atau lokasi pasien dirawat.
• Proses identifikasi dengan benar harus dilakukan mulai dari skrining, pada saat
pendaftaran. setiap akan melakukan prosedur diagnostik, prosedur tindakan,
pemberian obat, dan pemberian diit.
• Kesalahan pembuatan keputusan klinis, tindakan, dan pengobatan dapat terjadi 5.3.2 Proses untuk 1. Pemberian perintah secara verbal ditulis lengkap dan dibaca ulang oleh penerima
akibat komunikasi yang tidak efektif dalam proses asuhan pasien meningkatkan efektifitas perintah serta dikonfirmasi oleh pemberi perintah. (D,W)
• Komunikasi yang efektif, tepat waktu, akurat, lengkap, jelas, dan dapat dipahami komunikasi dalam pemberian 2. Penyampaian nilai kritis hasil pemeriksaan laboratorium ditulis lengkap, dibaca
penerima, mengurangi kesalahan dan menghasilkan perbaikan keselamatan pasien asuhan ditetapkan dan ulang oleh penerima pesan, dan dikonfirmasi oleh pemberi pesan dilakukan sesuai
• Komunikasi yang rentan terjadi kesalahan antara lain : 1) terjadi pada saat pemberian dilaksanakan prosedur, dan dicatat dalam rekam medis termasuk identifikasi kepada siapa nilai
perintah secara verbal, 2) pemberian perintah verbal melalui telpon, 3) penyampaian kritis hasil pemeriksaan laboratorium dilaporkan serta informasi-informasi yang
hasil kritis pemeriksaan penunjang diagnosis, 4) serah terima antar shift, dan 5) disampaikan didokumentasikan dalam rekam medis. (D,O,W,S)
pemindahan pasien dari unit yang satu ke unit yang lain. 3. Proses komunikasi serah terima pasien yang memuat hal-hal kritial dilakukan
• Kebijakan dan prosedur komunikasi efektif perlu disusun dan diterapkan dalam secara konsisten sesuai dengan prosedur, metoda, dan menggunakan form yang
penyampaian pesan verbal, pesan verbal lewat telpon, penyampaian nilai kritis hasil dibakukan (D,O,W,S)
pemeriksaan penunjang diagnosis, serah terima pasien pada serah terima jaga maupun
serah terima dari unit yang satu ke unit yang lain, misalnya untuk pemeriksaan
penunjang, dan pemindahan pasien ke unit lain.
• Pelaporan kondisi pasien dalam komunikasi verbal atau lewal telpon antara lain dapat
dilakukan dengan menggunakan tehnik SBAR (Situation, Background, Asessment,
Recommendation)
• Pelaksanaan serah terima pasien dilakukan dengan teknik SBAR, memperhatikan
kesempatan untuk bertanya dan memberi penjelasan (readback, repeat back),
menggunakan formulir yang baku, dan berisi informasi kritikal yang harus disampaikan
antara lain: tentang status/kondisi pasien, pengobatan, rencana asuhan, tindak lanjut
yang harus dilakukan, adanya perubahan status/kondisi pasien yang signifikan, dan
keterbatasan maupun risiko yang mungkin dialami oleh pasien.
• Pelaksanaan komunikasi efektif verbal atau lewat telpon ditulis lengkap (T), dibaca
ulang oleh penerima perintah (B), dan dikonfirmasi kepada pemberi perintah(K).

• Nilai kritis hasil pemeriksaan penunjang yang berada di luar rentang angka normal
secara mencolok harus ditetapkan dan segera dilaporkan oleh tenaga kesehatan yang
bertanggung jawab dalam pelayanan penunjang kepada dokter penanggung jawab
pasien sesuai dengan ketentuan waktu yang ditetapkan oleh Puskesmas.
• Untuk meningkatkan kompetensi dalam melakukan komunikasi efektif maka perlu
dilakukan edukasi kepada karyawan. Edukasi dapat dilakukan dalam bentuk pelatihan,
lokakarya, on the job training atau bentuk lain yang dianggap efektif transfer skill dan
pengetahuan terhadap peningkatan kompetensi karyawan dalam melakukan
komunikasi efektif
• Pemberian obat pada pasien perlu dikelola dengan baik dalam upaya keselamatan 5.3.3 Proses untuk 1. Disusun daftar obat yang perlu diwaspadai dan obat dengan nama atau rupa mirip
pasien. Kesalahan penggunaan obat-obat yang perlu diwaspadai dapat menimbulkan meningkatkan keamanan serta dilakukan pelabelan obat yang perlu diwaspadai dan obat dengan nama atau
cedera pada pasien. terhadap obat-obat yang perlu rupa mirip sesuai dengan kebijakan dan prosedur yang disusun.(D,O,W)
• Obat yang perlu diwaspadai (high alert) adalah obat-obat yang dalam penggunaannya diwaspadai ditetapkan dan 2. Dilakukan pengawasan dan pengendalian penggunaan obat-obatan
sering menyebabkan kesalahan dan/ atau kejadian sentinel, berisiko tinggi untuk dilaksanakan psikotropika/narkotika dan obat-obatan lain yang perlu diwaspadai (high alert). (D,
penyalahgunaan, antara lain: obat-obatan dengan rentang terapi yang sempit, insulin, W)
anti koagulan, kemoterapi, obat-obatan psikoterapi, narkotika, dan obat-obatan dengan
nama dan rupa mirip
• Kesalahan pemberian obat dapat juga terjadi akibat adanya obat dengan nama dan
rupa obat mirip (look alike sound alike)
• Perlu ditetapkan dan dilaksanakan kebijakan dan prosedur pengelolaan obat yang
perlu diwaspadai dan obat dengan nama dan rupa mirip, meliputi: penyimpanan,
penataan, peresepan, pelabelan, penyiapan, penggunaan, evaluasi penggunaan obat-
obat yang perlu diwaspadai termasuk obat psikotropika, narkotika, dan obat dengan
nama atau rupa mirip

• Terjadinya cedera dan kejadian tidak diharapkan dapat diakibatkan oleh salah orang, 5.3.4 Proses untuk memastikan 1. Dilakukan penandaan sisi operasi/ tindakan medis secara konsisten oleh pemberi
salah prosedur, salah sisi pada pemberian tindakan invasif atau tindakan pada pasien. tepat pasien, tepat prosedur, pelayanan yang akan melakukan tindakan sesuai kebijakan dan prosedur yang
• Puskesmas harus menetapkan tindakan operatif, tindakan invasif dan prosedurnya, tepat sisi pada pasien yang ditetapkan. (O,W)
yang meliputi semua tindakan yang meliputi sayatan/ insisi atau tusukan, pengambilan menjalani operasi/tindakan 2. Dilakukan verifikasi sebelum operasi/tindakan medis untuk memastikan prosedur
jaringan, pencabutan gigi, pemasangan implan, dan tindakan atau prosedur invasif medis ditetapkan dan telah dilakukan dengan benar. (D, O, W)
yang lain yang menjadi kewenangan puskesmas sebagai fasilitas pelayanan kesehatan dilaksanakan 3. Dilakukan time-out sebelum operasi/ tindakan medis, untuk memastikan semua
tingkat pertama. pertanyaan sudah terjawab atau meluruskan kerancuan. (D, W)
• Puskesmas harus mengembangkan suatu sistim untuk memastikan benar pasien,
benar prosedur, benar sisi jika melakukan tindakan dengan menerapkan Protokol
Umum (Universal Protocol), yang meliputi:
a) Proses verifikasi sebelum dilakukan tindakan;
b) Penandaan sisi yang akan dilakukan tindakan / prosedur; dan
c) Time out yang dilakukan segera sebelum dimulainya prosedur.
• Proses verifikasi sebelum dilakukan tindakan bertujuan untuk verifikasi benar orang,
benar prosedur, benar sisi, memastikan semua dokumen, persetujuan tindakan medis,
rekam medis, hasil pemeriksaan penunjang tersedia dan diberi label, memastikan obat-
obatan, cairan intravena, jika ada ada produk darah yang diperlukan, peralatan medis
atau implant tersedia dan siap digunakan.
• Penandaan sisi yang akan dilakukan tindakan/ prosedur melibatkan pasien jika
memungkinkan dan dilakukan dengan tanda yang langsung dapat dikenali dan tidak
membingungkan. Tanda harus dilakukan secara seragam dan konsisten. Penandaan
dilakukan pada semua organ yang mempunyai lateralitas (kanan lawan kiri, seperti
salah satu dari dua anggota badan, satu dari sepasang organ), beberapa struktur
(seperti jari, jari kaki, lesi), atau beberapa tingkat (tulang belakang). Untuk tindakan di
poli gigi, seperti pencabutan gigi, penandaannya bila perlu, menggunakan hasil rontgen
gigi atau odontogram. Penandaaan harus dilakukan oleh operator/orang yang akan
melakukan tindakan yang akan melakukan seluruh prosedur dan tetap bersama pasien
selama prosedur berlangsung
• Penandaan sisi dapat dilakukan kapan saja sebelum prosedur dimulai selama pasien
terlibat secara aktif dalam penandaan sisi dan tanda. Adakalanya pasien tidak
memungkinkan untuk berpartisipasi, misalnya: pasien anak, atau ketika pasien tidak
kompeten membuat keputusan tentang perawatan kesehatan.
• Jeda / Time Out merupakan peluang untuk menjawab semua pertanyaan yang belum
terjawab atau meluruskan kerancuan. Jeda dilakukan di lokasi tempat prosedur akan
dilakukan, tepat sebelum memulai prosedur, dan melibatkan seluruh tim yang akan
melakukan tindakan operasi atau invasif.

• Cedera pada pasien dapat terjadi karena jatuh di fasilitas kesehatan. Risiko jatuh 5.3.5 Proses untuk mengurangi 1. Dilakukan penapisan pasien dengan risiko jatuh sesuai dengan kebijakan dan
dapat terjadi pada pasien dengan riwayat jatuh, penggunaan obat, minum minuman risiko pasien jatuh disusun dan prosedur serta dilakukan upaya untuk mengurangi risiko (O,W,S)
beralkohol, gangguan keseimbangan, gangguan visus, gangguan mental, dan sebab dilaksanakan 2. Dilakukan evaluasi dan tindak lanjut untuk mengurangi risiko terhadap situasi
yang lain. dan lokasi yang diidentifikasi berisiko terjadi pasien jatuh (D, O, W).
• Penapisan dilakukan sesuai dengan kebijakan dan prosedur yang disusun untuk
meminimalkan terjadinya risiko jatuh pada pasien rawat jalan dan rawat inap di
Puskesmas.
• Penapisan risiko jatuh dilakukan pada pasien di rawat jalan dengan
mempertimbangkan :
1) kondisi pasien, contoh : pasien geriatri, dizziness, vertigo, gangguan keseimbangan,
gangguan penglihatan, penggunaan obat, sedasi, status kesadaran dan atau kejiwaan,
konsumsi alkohol
2) diagnosis, contoh pasien dengan diagnosis penyakit Parkinson
3) situasi : Pasien yang mendapatkan sedasi atau pasien dengan riwayat tirah baring
lama yang akan dipindahkan untuk pemeriksaan penunjang dari ambulans, perubahan
posisi akan meningkatkan risiko jatuh
4) lokasi : hasil identifikasi area-area di Puskesmas yang berisiko terjadi pasien jatuh,
antara lain lokasi yang dengan kendala penerangan atau mempunyai
barrier/penghalang yang lain, misalnya tempat pelayanan fisioterapi, tangga.
• Kriteria untuk melakukan penapisan kemungkinan terjadinya risiko jatuh harus
ditetapkan baik untuk pasien rawat inap maupun rawat jalan, dan dilakukan upaya
untuk mencegah atau meminimalkan kejadian jatuh di fasilitas kesehatan.
• Contoh alat untuk melakukan penapisan pada pasien rawat inap adalah skala Morse
untuk pasien dewasa, dan skala Humpty Dumpty untuk anak, sedangkan untuk rawat
jalan dengan menggunakan get up and go test, atau dengan menanyakan tiga
pertanyaan:
a. apakah dalam enam bulan terakhir pernah jatuh
b. apakah menggunakan obat yang mengganggu keseimbangan
c. apakah jika berdiri dan/atau berjalan membutuhkan bantuan orang lain. Jika satu
dari pertanyaan tersebut mendapat jawaban ya, maka pasien tersebut dikategorikan
berisiko jatuh

5.4 Puskesmas menetapkan • Insiden keselamatan pasien adalah setiap kejadian yang tidak disengaja dan kondisi 5.4.1 Dilakukan pelaporan, 1. Dilakukan pelaporan jika terjadi insiden sesuai kebijakan dan prosedur yang
sistem pelaporan insiden yang mengakibatkan atau berpotensi mengakibatkan cedera yang dapat dicegah pada dokumentasi, analisis, dan ditetapkan kepada tim keselamatan pasien yang disertai dengan analisis, investigasi
keselamatan pasien dan pasien. Insiden keselamatan pasien terdiri atas : 1) Kejadian tidak diharapkan (KTD), 2) penyusunan rencana insiden, dan tindak lanjut terhadap insiden. (D,W)
pengembangan budaya Kejadian nyaris cedera (KNC), 3) Kejadian tidak cedera, 4) kondisi potensial cedera penyelesaian masalah, upaya 2. Dilakukan pelaporan ke Komite Nasional Keselamatan pasien (KNKP) terhadap
keselamatan (KPC), dan 5) Kejadian sentinel (KS) perbaikan, dan pencegahan insiden, analisis, dan tindak lanjut sesuai kerangka waktu yang ditetapkan. (D)
• Insiden keselamatan pasien terdiri atas : 1) Kondisi Potensial Cedera (KPC), 2) Kejadian insiden keselamatan pasien.
Nyaris Cedera (KNC); 3) Kejadian Tidak Cedera (KTC); 4) Kejadian Tidak Diharapkan
(KTD) dan 5) Kejadian Sentinel (KS)
• Upaya keselamatan pasien dilakukan untuk mencegah terjadinya insiden. Jenis
Insiden terdiri dari :
1) Kejadian Tidak Diharapkan (KTD), yaitu insiden yang mengakibatkan cedera pada
pasien. Misalnya pasien jatuh dari tempat tidur dan menimbulkan luka pada
pergelangan kaki.
2) Kejadian tidak cedera (KTC) adalah insiden yang sudah mengenai / terpapar pada
pasien tapi tidak terjadi cedera.
Misalnya Perawat salah memberikan obat pada pasien, obat telah diminum tapi pasien
tidak mengalami cedera.
3) KondisiPotensialCedera (KPC) adalah semua situasi atau kondisi terkait perawatan
pasien yang sangat berpotensi cedera pada pasien. Misalnya alat pengukur tekanan
darah rusak di letakkan di ruang pemeriksaan, timbangan bayi yang rusak dan
diletakkan di ruang gizi
4) Kejadian Nyaris Cedera (KNC) adalah insiden yang terjadi tapi belum mengenai /
terpapar pada pasien karena dapat dicegah. Misalnya: perawat mau memberikan obat
kepada pasien, ketika di cek ternyata obat yang diberikan oleh farmasi milik pasien
yang lain yang namanya mirip, sehingga obat tersebut tidak jadi diberikan.
5.4.2 Tenaga kesehatan pemberi 1. Dilakukan identifikasi dan pelaporan perilaku yang tidak mendukung budaya
5) Sentinel suatu kejadian yang tidak diinginkan (unexpected occurrence) yang asuhan berperan penting dalam keselamatan/ "tidak dapat diterima" dan upaya perbaikannya (D,O,W)
mengakibatkan kematian atau cedera yang serius. Kejadian sentinel dapat berupa: memperbaiki perilaku dalam 2. Dilakukan edukasi tentang mutu klinis dan keselamatan pasien pada semua
a) Kematian yang tidak diduga, termasuk dan tidak terbatas hanya pada: pemberian pelayanan yang tenaga kesehatan pemberi asuhan. (D,W)
- kematian yang tidak berhubungan dengan perjalanan penyakit atau kondisi pasien mencerminkan budaya mutu
(contoh: kematian akibat proses transfer yang terlambat) dan budaya keselamatan.
- kematian bayi aterm
- bunuh diri
b) Kehilangan permanen fungsi yang tidak terkait penyakit atau kondisi pasien
c) Tindakan salah tempat, salah prosedur, salah pasien
d) Penculikan anak termasuk bayi atau anak termasuk bayi dikirim ke rumah bukan
rumah orang tuanya
e) Perkosaan, kekejaman di tempat kerja seperti penyerangan (berakibat kematian atau
kehilangan fungsi secara permanen) atau pembunuhan (yang disengaja) atas pasien,
anggota keluarga, staf, dokter, pengunjung atau vendor/pihak ketiga ketika berada
dalam lingkungan Puskesmas
• Pelaporan insiden keselamatan pasien yang selanjutnya disebut pelaporan insiden
adalah suatu sistem untuk mendokumentasikan laporan insiden keselamatan pasien.
Pelaporan insiden terdiri dari Laporan Insiden Internal dan Laporan Insiden Eksternal.
• Sistem pelaporan diharapkan dapat mendorong individu di dalam Puskesmas untuk
peduli akan bahaya atau potensi bahaya yang dapat terjadi pada pasien. Pelaporan juga
penting digunakan untuk memantau upaya pencegahan terjadinya kesalahan (error)
sehingga dapat mendorong dilakukan investigasi. Di sisi lain pelaporan akan menjadi
awal proses pembelajaran untuk mencegah kejadian yang sama terulang kembali.

• Puskesmas perlu melakukan analisis dengan menggunakan matriks grading risiko


yang akan menentukan jenis investigasi insiden yang dilakukan setelah Laporan insiden
internal. Investigasi terdiri dari Investigasi sederhana Root Cause Analysis (RCA)
• Puskesmas perlu menetapkan sistem pelaporan insiden yang meliputi: kebijakan, alur
pelaporan, formulir pelaporan, prosedur pelaporan, insiden yang harus dilaporkan
internal yaitu semua jenis insiden termasuk kejadian sentinel, kejadian tidak
diharapkan, kejadian nyaris cedera maupun kejadian sangat potensial cedera.
Sedangkan laporan eksternal yang dilaporkan adalah IKP yang menunjukkan grading
kuning dan merah berdasarkan hasil analisis. Ditentukan juga siapa saja yang
membuat laporan, batas waktu pelaporan, investigasi dan tindak lanjutnya
• Pelaporan insiden keselamatan pasien dilaporkan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
5.5 Program pencegahan dan • Upaya peningkatan mutu layanan klinis, dan keselamatan pasien menjadi tanggung 5.5.1 Regulasi dan program 1. Puskesmas menyusun rencana dan melaksanakan program PPI secara
pengendalian infeksi jawab seluruh tenaga kesehatan yang memberikan asuhan pasien. pencegahan dan pengendalian komprehensif dalam penyelenggaraan pelayanan di puskesmas. (R, D, O)
dilaksanakan untuk • Tenaga kesehatan adalah tenaga medis, perawat, bidan, dan tenaga kesehatan lain infeksi dilaksanakan oleh 2. Dilakukan pemantauan, evaluasi dan tindak lanjut terhadap pelaksanaan program
mencegah dan yang diberi wewenang dan bertanggung jawab melaksanakan asuhan pasien. seluruh karyawan Puskesmas PPI dengan menggunakan indikator yang ditetapkan. (D, W
meminimalkan terjadinya • Perilaku terkait budaya keselamatan berupa: secara komprehensif untuk
infeksi terkait dengan a) penyediaan layanan yang baik, termasuk pengambilan keputusan bersama; mencegah dan meminimalkan
pelayanan kesehatan b) bekerjasama dengan pasien atau klien risiko terjadinya infeksi yang
c) bekerjasama dengan tenaga kesehatan lain terkait dengan pelayanan
d) bekerjasama dalam sistem layanan kesehatan kesehatan
e) meminimalisir risiko
f) mempertahankan kinerja profesional
g) perilaku profesional dan beretika
h) memastikan pelaksanaan proses pelayanan yang terstandar
i) upaya peningkatan mutu dan keselamatan termasuk keterlibatan dalam pelaporan
dan tindak lanjut insiden
• Perilaku yang tidak mendukung budaya keselamatan seperti:
a) Perilaku yang tidak layak (Inappropriate), seperti kata-kata atau bahasa tubuh yang
merendahkan atau menyinggung perasaan sesama staf, misalnya mengumpat, memaki;

b) Perilaku yang mengganggu (disruptive) antara lain perilaku tidak layak yang
dilakukan secara berulang, bentuk tindakan verbal atau non verbal yang
membahayakan atau mengintimidasi staf lain, adalah komentar sembrono di depan
pasien yang berdampak menurunkan kredibilitas staf klinis lain, contoh mengomentari
negatif hasil tindakan atau pengobatan staf lain di depan pasien, misalnya “obatnya ini
salah, tamatan mana dia...?”, melarang perawat untuk membuat laporan insiden,
memarahi staf klinis lainnya di depan pasien, kemarahan yang ditunjukkan dengan
melempar membuang rekam medis di ruang rawat;
c) perilaku yang melecehkan (harassment) terkait dengan ras, agama, suku termasuk
gender;
d) pelecehan seksual.
• Mutu layanan klinis tidak hanya ditentukan oleh sistem pelayanan yang ada, tetapi
juga perilaku dalam pemberian pelayanan. Tenaga kesehatan perlu melakukan evaluasi
terhadap perilaku dalam pemberian pelayanan dan melakukan upaya perbaikan baik
pada sistem pelayanan maupun perilaku pelayanan yang mencerminkan budaya
keselamatan, dan budaya perbaikan pelayanan klinis yang berkelanjutan.
5.5.2 Dilakukan identifikasi 1. Dilakukan identifikasi dan kajian risiko infeksi terkait dengan penyelenggaraan
• Puskesmas melakukan identifikasi dan kajian risiko infeksi baik dalam risiko-risiko infeksi dalam pelayanan di Puskesmas. (O,W)
penyelenggaraan pelayanan upaya kesehatan perseorangan maupun upaya kesehatan penyelenggaraan pelayanan 2. Disusun dan dilaksanakan strategi untuk meminimalkan risiko infeksi terkait
masyarakat yang mungkin atau pernah terjadi terhadap pasien, pengunjung, petugas, sebagai dasar untuk menyusun dengan penyelenggaraan pelayanan di Puskesmas dan dipastikan ketersediaan a)
keluarga, dan masyarakat. Pelaksanaan identifikasi dan kajian pemberian asuhan dan menerapkan strategi untuk sampai g) di dalam pokok pikiran. (D,W)
harus sesuai prinsip-prinsip PPI. mengurangi risiko-risiko
• Berdasarkan hasil kajian tersebut disusun strategi dalam pencegahan dan tersebut.
pengendalian infeksi melalui kewaspadaan isolasi yang terdiri dari dua lapis yaitu
kewaspadaan standar dan kewaspadaan berdasar transmisi, penggunaan antimikroba
secara bijak, dan pelaksanaan bundles infeksi terkait pelayanan kesehatan, antara lain
infeksi aliran darah primer, infeksi daerah operasi, infeksi saluran kemih akibat
pemasangan kateter, dan infeksi-infeksi lain yang mungkin terjadi akibat pelayanan
kesehatan.
• Untuk penerapan kewaspadaan isolasi perlu dipastikan :
a. ketersediaan Alat Pelindung Diri (APD) : sarung tangan, kacamata pelindung, masker,
sepatu dan gaun pelindung;
b. ketersediaan linen yang benar;
c. ketersediaan alat medis sesuai ketentuan;
d. ketersediaan peralatan penyuntikan yang aman;
e. penyimpanan dan penanganan produk makanan dan nutrisi yang sesuai standar.
f. pengelolaan limbah melalui penempatan yang aman dan pembuangan limbah klinis
dan limbah yang berpotensi menular yang memerlukan pembuangan khusus seperti
benda tajam / jarum dan peralatan sekali pakai lainnya yang mungkin bersentuhan
dengan tubuh cairan;

• Renovasi bangunan di area Puskesmas dapat merupakan sumber infeksi. Pemaparan


debu dan kotoran konstruksi, kebisingan, getaran, kotoran dan bahaya lain dapat
merupakan bahaya potensial terhadap fungsi paru dan keamanan karyawan dan
pengunjung. Oleh karena itu Puskesmas harus menetapkan kriteria risiko untuk
menangani dampak tersebut yang dituangkan dalam bentuk regulasi tentang penilaian
risiko dan pengendalian infeksi (infection control risk assessment/ICRA).
5.5.3 Puskesmas mengurangi 1. Terdapat bukti penerapan dan pemantauan prinsip-prinsip kewaspadaan standar
• Program pencegahan dan pengendalian infeksi di Puskesmas adalah untuk risiko infeksi yang terkait sesuai pokok pikiran huruf a sampai dengan huruf i sesuai prosedur yang ditetapkan
mengidentifikasi dan mengurangi risiko tertular dan menularkan infeksi di antara dengan pelayanan kesehatan . (D,O,W)
pasien, petugas, keluarga dan masyarakat dan lingkungan melalui penerapan perlu melaksanakan dan 2. Bila ada pengelolaan pada pokok pikiran huruf f sampai dengan huruf h yang
kewaspadaan isolasi yang terdiri dari kewaspadaan standar dan kewaspadaan berdasar mengimplementasikan program dilaksanakan oleh pihak ketiga, Puskesmas harus memastikan standar mutu
transmisi, penggunaan antimikroba secara bijak, dan bundles untuk infeksi terkait PPI, untuk mengurangi risiko diterapkan oleh pihak ketiga sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. (D,W)
pelayanan kesehatan. infeksi baik bagi pasien,
• Pelaksanaan program tersebut perlu dipantau secara terus menerus untuk menjamin petugas, keluarga pasien,
penerapan yang konsisten. masyarakat, dan lingkungan.
• Kewaspadaan standar dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan, melalui
a. Kebersihan tangan:
Kebersihan tangan merupakan salah satu cara yang sangat efektif dalam pencegahan
infeksi yang wajib dilakukan baik oleh petugas kesehatan, pasien, pengunjung, dan
masyarakat luas. Penerapan dan edukasi tentang kebersihan tangan perlu dilakukan
secara terus menerus agar dapat dilaksanakan secara konsisten
b. Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) secara benar dan sesuai indikasi
Alat Pelindung Diri (APD) digunakan dengan benar untuk mencegah dan
mengendalikan infeksi Alat Pelindung Diri (APD) digunakan dengan benar untuk
mencegah dan mengendalikan infeksi Alat Pelindung Diri (APD) digunakan dengan
benar untuk mencegah dan mengendalikan infeksi, APD yang dimaksud meliputi tutup
kepala (topi), masker, google (perisai wajah), sarung tangan, gaun pelindung, sepatu
pelindung digunakan secara tepat dan benar oleh petugas Puskesmas, dan digunakan
sesuai dengan indikasi dalam pemberian asuhan pasien

c. Etika batuk dan bersin


Etika batuk dan bersin diterapkan untuk semua orang untuk kasus infeksi dengan
transmisi droplet atau airborne. Ketika batuk atau bersin tutup hidung dan mulut
dengan menggunakan tisu atau lengan dalam baju, segera buang tisu yang sudah
dipakai ke dalam tempat sampah, kemudian cuci tangan dengan menggunakan air
bersih dan sabun atau pencuci tangan berbasis alkohol, dan wajib menggunakan
masker.
d. Penempatan pasien dengan benar
Pasien dengan penyakit infeksi harus ditempatkan terpisah dengan pasien bukan
penyakti infeksi. Penempatan pasien harus disesuaikan dengan pola transmisi infeksi
dan sebaiknya ditempatkan di ruangan tersendiri. Bila tidak tersedia ruangan tersendiri
dapat dilakukan kohorting. Jarak antara tempat tidur pasien yang satu dengan yang
lain minimal satu meter.
e. Penyuntikan yang aman
Tindakan penyuntikan yang aman perlu memperhatikan kesterilan alat yang digunakan
dan prosedur penyuntikannya. Pemakaian spuit dan jarum suntik steril harus sekali
pakai, dan berlaku juga pada penggunaan vial multi dosis untuk mencegah timbulnya
kontaminasi mikroba saat obat dipakai pada pasien. Penyuntikan yang aman
berdasarkan prinsip PPI meliputi
(1) menerapkan teknik aseptik untuk mencegah kontaminasi alat injeksi.
(2) semua alat suntik yang dipergunakan harus sekali pakai untuk satu pasien dan satu
prosedur walaupun jarum suntiknya berbeda.
(3) gunakan single dose untuk obat injeksi dan cairan pelarut/ flushing.
(4) proses pencampuran obat dilaksanakan sesuai peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
(5) pengelolaan limbah tajam bekas pakai perlu dikelola dengan benar sesuai
perundang-undangan yang berlaku.

f. Dekontaminasi peralatan perawatan pasien dengan benar.


Menurunkan risiko infeksi melalui kegiatan dekontaminasi melalui proses pembersihan
awal (pre cleanning), pembersihan, disinfeksi dan /atau sterilisasi dengan mengacu
pada kategori Spaulding. meliputi :
(1) kritikal berkaitan dengan alat kesehatan yang digunakan pada jaringan steril atau
sistim pembuluh darah dengan menggunakan Tehnik Sterilisasi, seperti instrumen
bedah, partus set.
(2) semi kritikal, peralatan yang digunakan pada selaput mukosa dan area kecil dikulit
yang lecet dengan menggunakan Disinfeksi Tingkat Tinggi (DTT), seperti oropharyngeal
airway (OPA)/Guedel, penekan lidah, kaca gigi.
(3) non kritikal peralatan yang digunakan pada permukaan tubuh yang berhubungan
dengan kulit yang utuh dilakukan Disinfeksi Tingkat Rendah, seperti tensimeter atau
termometer.
Proses dekontaminasi tersebut meliputi:
• pembersihan awal dilakukan oleh petugas di tempat kerja dengan menggunakan APD
dengan cara membersihkan dari semua kotoran, darah dan cairan tubuh dengan air
mengalir, untuk kemudian dilakukan transportasi ke tempat pembersihan, disinfeksi
dan sterilisasi.

• pembersihan merupakan proses secara fisik membuang semua kotoran, darah, atau
cairan tubuh lainnya dari permukaan peralatan secara manual atau mekanis dengan
mencuci bersih dengan detergen (golongan disinfenktan dan klorin dengan komposisi
sesuai dengan standar yang berlaku) atau larutan enzymatic, dan ditiriskan sebelum
dilakukan disinfeksi atau sterilisasi.
• disinfeksi tingkat tinggi dilakukan untuk peralatan semi kritikal untuk menghilangkan
semua mikroorganisme kecuali beberapa endospore bacterial dengan cara merebus,
menguapkan atau menggunakan disinfektan kimiawi.
• sterilisasi merupakan proses menghilangkan semua mikroorganisme termasuk
endospore menggunakan uap bertekanan tinggi (autoclave), panas kering (oven),
sterilisasi kimiawi, atau cara sterilisasi yang lain.
Dekontaminasi lingkungan yaitu pembersihan permukaan lingkungan yang berada di
sekitar pasien dari kemungkinan kontaminasi darah, produk darah atau cairan tubuh.
Pembersihan dilakukan dengan menggunakan cairan desinfektan seperti klorin 0,05%
untuk permukaan lingkungan dan 0,5% pada lingkungan yang terkontaminasi darah
dan produk darah. Selain klorin dapat digunakan desinfektan lain sesuai ketentuan.
g. Pengelolaan linen dengan benar
Pengelolan linen yang baik dan benar adalah salah satu upaya untuk menurunkan
resiko infeksi. Linen terbagi menjadi linen kotor non infeksius dan linen kotor infeksius.
Linen kotor infeksius adalah linen yang terkena darah atau cairan tubuh lainnya.
Penatalaksanaan linen yang sudah digunakan harus dilakukan dengan hati-hati.
Kehati-hatian ini mencakup penggunaan APD petugas yang mengelola linen, dan
kebersihan tangan sesuai prinsip PPI terutama pada linen infeksius. Fasilitas kesehatan
harus membuat regulasi pengelolaan. Penatalaksanaan linen meliputi penatalaksanaan
linen di ruangan, transportasi linen ke ruang cuci/laundry, dan penatalaksanaan linen
di ruang cuci/laundry. Prinsip yang harus diperhatikan dalam penatalaksanaan linen
adalah selalu memisahkan antara linen bersih, linen kotor dan steril atau dengan kata
lain setiap kelompok linen tersebut harus ditempatkan pada tempat yang terpisah
h. Pengelolaan limbah dengan benar dan sesuai peraturan perundangan.
Puskesmas setiap harinya menghasilkan limbah, terutama limbah infeksius, benda
tajam dan jarum yang apabila pengelolaan pembuangan dilakukan dengan tidak benar
dapat menimbulkan risiko infeksi. Pengelolaan limbah infeksius meliputi pengelolaan
limbah cairan tubuh infeksius, darah, sampel laboratorium, benda tajam (seperti jarum)
dalam safety box (penyimpanan khusus), dan limbah B3. Proses edukasi kepada
karyawan mengenai pengelolaan yang aman, ketersediaan tempat penyimpanan khusus
dan pelaporan pajanan limbah infeksius atau tertusuk jarum dan benda tajam.
Pengelolaan limbah meliputi :
(1) limbah infeksius adalah limbah yang terkontaminasi darah dan cairan tubuh,
sample laboratorium, produk darah dan lain-lain, yang dimasukan kedalam kantong
plastik berwarna kuning dan dilakukan proses sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan.

(2) limbah benda tajam adalah semua limbah yang memiliki permukaan tajam yang
dimasukkan ke dalam safety box (penyimpanan khusus tahan tusukan dan tahan air).
Penyimpanan tidak boleh melebihi ¾ isi safety box.

(3) limbah cair infeksius segera dibuang ketempat pembuangan limbah cair (spoel hoek)
(4) pengelolaan limbah dimaksud meliputi identifikasi, penampungan, pengangkutan,
tempat penampungan sementara, pengolahan akhir limbah
Pembuangan benda tajam (seperti jarum) yang tidak benar merupakan salah satu
penyebab bahaya luka tusuk jarum yang berisiko pada penularan penyakit infeksi
melalui darah sehingga diperlukan pengelolaan risiko pasca pajanan.

i. Perlindung petugas terhadap infeksi.


Petugas kesehatan dalam menjalankan tugas pelayanan perlu dilindungi terhadap
terpapar infeksi. Perlindungan petugas dilakukan melalu pemeriksaan berkala,
pemberian vaksinasi, dan perlindungan serta tindak lanjut jika terjadi pajanan.
• Penerapan kewaspadaan standar perlu dipantau oleh tim PPI atau petugas yang
diberi tanggung jawab agar dilaksanakan secara periodik dalam penyelenggaraan
kegiatan pelayanan Puskesmas.
• Puskesmas harus menerapkan kebersihan tangan yang terbukti menurunkan risiko 5.5.4 Kebersihan tangan 1. Dilakukan edukasi kebersihan tangan pada tenaga medis, tenaga kesehatan,
infeksi yang terjadi pada fasilitas kesehatan. diterapkan untuk menurunkan seluruh karyawan Puskesmas, pasien dan keluarga pasien. (D,W)
• Prosedur kebersihan tangan perlu disusun dan disosialisasikan, serta ditempel pada risiko infeksi yang terkait 2. Perlengkapan dan peralatan untuk kebersihan tangan tersedia di tempat
tempat yang mudah dibaca. Tenaga medis, tenaga kesehatan, dan karyawan Puskesmas dengan pelayanan kesehatan. pelayanan. (D,O)
perlu diedukasi tentang kebersihan tangan. Sosialisasi kebersihan tangan perlu juga 3. Dilakukan evaluasi dan tindak lanjut terhadap pelaksanaan kebersihan tangan.
dilakukan untuk pasien, dan keluarga pasien. (D, W)
• Kebersihan tangan merupakan kunci efektif pencegahan dan pengendalian infeksi
sehingga Puskesmas harus menetapkan kebijakan dan prosedur mengenai kebersihan
tangan.
• Setiap karyawan Puskesmas harus memahami 6 (enam) langkah dan 5 (lima)
kesempatan melakukan kebersihan tangan dengan benar.
• Puskesmas wajib menyediakan perlengkapan dan peralatan untuk melakukan
kebersihan tangan antara lain:
(1) fasilitas cuci tangan meliputi air mengalir, sabun, tisu pengering tangan/handuk
sekali pakai; dan/atau
(2) hand rubs berbasis alkohol yang ketersediaannya harus terjamin di Puskesmas

5.5.5 Dilakukan upaya 1. Dilakukan identifikasi penyakit infeksi yang ditularkan melalui transmisi airborne
pencegahan penularan infeksi yang dilayani di Puskesmas serta upaya pencegahan penularan infeksi melalui
dengan penerapan kewaspadaan transmisi airborne dengan pemakaian APD, penataan ruang periksa, penempatan
berdasar transmisi dalam proses pasien, maupun transfer pasien, sesuai dengan regulasi yang disusun. (D,O,W)
• Program PPI dalam kewaspadaan isolasi terdiri dari kewaspadaan standar dan penyelenggaraan pelayanan 2. Dilakukan evaluasi dan tindak lanjut terhadap hasil pemantauan terhadap
kewaspadaan berdasarkan transmisi. Kewaspadaan berdasar transmisi meliputi pasien yang dapat ditularkan pelaksanaan penataaan ruang periksa, penggunaan APD, penempatan pasien,
kewaspadaan terhadap penularan melalui kontak, droplet dan air borne. melalui transmisi air borne. transfer pasien untuk mencegah transmisi infeksi (D.O.W)
• Penularan penyakit air borne disease salah satunya risiko yang perlu diwaspadai dan
mendapat perhatian khusus di Puskesmas.
• Untuk mengurangi risiko penularan air borne disease diantaranya dengan
menggunakan APD, penataan ruang periksa, penempatan pasien, maupun transfer
pasien dilakukan sesuai dengan prinsip PPI. Upaya pencegahan juga perlu ditujukan
untuk memberikan perlindungan kepada staf, pengunjung serta lingkungan pasien.
Pembersihan kamar dengan benar setiap hari selama pasien tinggal di puskesmas dan
pembersihan kembali setelah pasien pulang harus dilakukan sesuai standar atau
pedoman pengendalian infeksi.
• Untuk mencegah penularan airborne disease perlu melakukan identifikasi pasien yang
berisiko dengan memberikan masker, menempatkan pasien di tempat tersendiri atau
kohorting dan mengajarkan etika batuk.
• Untuk pencegahan penularan transmisi airborne ditetapkan alur dan SOP pengelolaan
pasien sesuai ketentuan.

5.5.6 Ditetapkan dan dilakukan 1. Dilakukan identifikasi kemungkinan terjadinya outbreak infeksi baik yang terjadi
proses untuk menangani di Puskesmas atau di wilayah kerja Puskesmas. (D,W)
• Puskesmas menetapkan kebijakan tentang outbreak bagaimana penanggulangan outbreak infeksi baik di 2. Jika terjadi outbreak infeksi, dilakukan penanggulangan sesuai dengan kebijakan,
sesuai dengan wewenangnya, untuk menjamin perlindungan kepada petugas, Puskesmas atau di wilayah protokol, dan prosedur yang disusun serta dilakukan evaluasi dan tindak lanjut
pengunjung dan lingkungan pasien. kerja Puskesmas tentang penanggulangan sesuai dengan kebijakan dan prosedur yang disusun (D.W)
• Kriteria outbreak infeksi terkait pelayanan kesehatan di Puskesmas adalah:
(1) terdapat kejadian infeksi yang sebelumnya tidak ada atau sejak lama tidak pernah
muncul yang diakibatkan oleh kegiatan pelayanan kesehatan yang berdampak risiko
infeksi baik di Puskesmas atau di wilayah kerja Puskesmas.
(2) peningkatan kejadian 2 kali lipat atau lebih dibanding periode sebelumnya.
(3) kejadian dapat meningkat secara luas dalam kurun waktu yang sama
(4) kejadian infeksi yang ditetapkan sebagai outbreak oleh pemerintah.

Anda mungkin juga menyukai