Anda di halaman 1dari 72

Pertemuan Kedua

MINGGU KEMAMPUAN BAHAN METODE WAKTU PENGALAMAN KRITERIA BOBOT


KE AKHIR YANG KAJIAN PEMBE (mnt) BELAJAR PENILAIAN NILAI
DIHARAPKAN (materi ajar) LAJARAN MAHASISWA

Mahasiswa Mahasiswa
memahami mampu
Tes Kognitif
pengertian menjelaskan
dengan
filsafat hukum, pengertian
Pengertian Lisan dan
Mahasiswa filsafat hukum.
Filsafat Tulisan Tes
mampu Mahasiswa
Hukum, Ceramah, Afektif dan
memahami 100 menjelaskan
II hakikat tanya Psikomotor 7,5%
hakikat dan jawab menit hakikat
Hukum, dengan
karakteristik Hukum,
karakteristik pengamata
Sistem hukum di Mahasiswa
hukum n dan
Indonesia menjelaskan
pengalama
karakteristik
n
Sistem hukum
▪ Filsafat hukum adalah cabang dari filsafat yaitu
filsafat etika atau tingkah laku yang mempelajari
hakikat hukum. Filsafat hukum memiliki objek
yaitu hukum yang dibahas dan dikaji secara
mendalam sampai pada inti atau hakikatnya. ...
Atas dasar yang demikian itu, filsafat hukum bisa
dihadapkan kepada ilmu hukum positif.
▪ Filsafat hukum adalah cabang filsafat yang
membicarakan apa hakikat hukum itu, apa
tujuannya, mengapa dia ada dan mengapa orang
harus tunduk kepada hukum. Di samping
menjawab pertanyaan masalah umum abstrak
tersebut, filsafat hukum juga membahas soal
konkret mengenai hubungan antara hukum dan
moral (etika) dan masalah keabsahan berbagai
macam lembaga hukum.
▪ Filsafat (dari bahasa Yunani
philosophia, secara harfiah
bermakna "pecinta
kebijaksanaan") adalah
kajian masalah umum dan
mendasar tentang
persoalan seperti
eksistensi, pengetahuan,
nilai, akal, pikiran, dan
bahasa.
▪ Berdasar asal katanya, kata Filsafat berasal dari
bahasa Yunani PHILOSOPHYA. Kata ini merupakan
gabungan dari dua kelompok akar kata.
▪ Kelompok akar kata pertama adalah kata Philein dan
sophos. Philein berarti cinta dan sophos berarti
kebijaksanaan.
▪ Cinta bukan sbg noun, bukan sbg adjective, tetapi
cinta = verb
▪ Verbs? kerja manusia untuk mengerjasamakan
ketiga unsur dlm jiwanya, bijaksana
▪ Kelompok akar kata kedua adalah kata phylo dan
sophya. Phylo = sahabat, dan sophya =
kebijaksanaan. Maksud : Manusia harus dapat
berperan sbg sahabat kebijaksanaan dalam kondisi
apapun juga.
ARTI FILSAFAT SECARA HISTORIS
▪ Filsafat sebagai mother of scientiaum. (Perlu
diingat sejarah awal lahirnya filsafat sampai
berkembangnya faham Positivisme)
▪ Filsafat sebagai interdisipliner ilmu. Perlu
diingat berbagai fenomena dalam
perkembangan ilmu (arogansi ilmiah,vak
idiot,persoalan humanistik).
▪ CIRI-CIRI BERFIKIR FILOSOFIS
▪ Radikal mendasar, mendalam
▪ Integral kesatuan unsur intrinsik
▪ Komphrehensif, kesatuan dg unsur lain yg
relevan menyeluruh
▪ Sistematik bertahap & bertanggung jawab
MENURUT VON SAVIGNY
▪ Hukum tidak dibuat, tetapi hukum ada / lahir dan
lenyap bersama-sama masyarakat. Pengertian ini hanya
dapat diberlakukan untuk hukum kebiasaan / hukum
tidak tertulis lahir pengertian hukum tidak tertulis
MENURUT ROSCOE POUND
▪ Hukum is a tool for social engineering. Hukum hanya
dapat diaplikasikan / berfungsi apabila masyarakat
tidak berlangsung seperti yang diidealkan. Pengertian
ini biasanya berupa hukum tertulis / hukum formal.
PENGERTIAN HUKUM SECARA UMUM
▪ Hukum adalah himpunan peraturan yg mengatur
keseluruhan kegiatan manusia yang disertai dengan
sanksi dan bersifat imperatif.
MENURUT VAN APELDOORN
▪ Filsafat Hukum adalah ilmu yang menjawab pertanyaan apakah
hukum itu? Ilmu hukum tidak dapat memberi jawaban yang
memuaskan, karena jawabannya sebatas ada fenomenanya, gejala,
sehingga melahirkan hukum yang bersifat formalistik belaka.
MENURUT UTRECHT
▪ Filsafat hukum merupakan ilmu yang menjawab pertanyaan
apakah hukum itu? Apa sebab orang menaati hukum? Keadilan
manakah yang dapat dijadikan sebagai ukuran baik-buruknya
hukum?
SECARA UMUM
▪ Filsafat hukum adalah ilmu yang mempelajari asas/pendirian yang
paling mendasar tentang hukum. Ilmu yang mempelajari hakikat
terdalam dari hukum. Ilmu yang mencari/menemukan “ruh”-nya
hukum.
▪ Menjelaskan nilai dan dasar hukum
sampai pada dasar filosofisnya ditemukan
hakikat, esensi, substansi, ruh-nya hukum
sehingga hukum mampu hidup dalam
masyarakat,
(kejujuran,kemanusiaan,keadilan,equity)
▪ Menumbuhkan kesadaran akan
pentingnya hukum dalam hidup
bersama
▪ Menumbuhkan ketaatan pada hukum
▪ Menemukan ruhnya hukum
▪ Menghidupkan hukum dalam
masyarakat
▪ Memacu penemuan hukum baru.
▪ Hukum Indonesia merupakan suatu sistem hukum
yang spesifik, dalam arti ada beberapa hal yang
membedakan hukum Indonesia dari sistem
hukum negara lain. Untuk bisa mengetahuinya,
maka pemahaman mengenai pengertian dan
tujuan hukum Indonesia serta aliran hukum yang
telah memberi warna pada praktek hukum
Indonesia sangatlah diperlukan. Pluralisme
hukum perdata juga merupakan kespesifikan
hukum Indonesia, mengingat pada era hukum
modern ini unifikasi dan hukum tertulis seolah
menjadi kemutlakan. Sehingga bagaimana hukum
Indonesia tetap menghargai keanekaragaman
hukum dan menerima kehadiran hukum adat di
samping hukum tertulis, merupakan keunikan
yang layak dipelajari
▪ Hukum Positif Indonesia adalah keseluruhan
asas dan kaidah yang mengatur manusia
dalam hidup bermasyarakat, yang berlaku
saat ini di Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
▪ Hukum positif disebut juga dengan Ius
Constitutum, sedangkan lawannya adalah Ius
constitendum yaitu hukum yang belum
berlaku, yang masih ada dalam cita-cita
hukum bangsa Indonesia atau yang masih ada
dalam kesadaran hukum bangsa Indonesia,
yaitu kesadaran tentang isi atau substansi dari
hukum dan bagaimana seharusnya hukum itu
dibentuk.
1. Wilayah teritorial Indonesia, batas pantai atau perairan negara Indonesia.
Sebelah barat batasnya adalah pulau “We” dengan kotanya Sabang, sebelah
timur Pulau Irian dengan kotanya Merauke, sebelah selatan batasnya pulau
Timor Barat, berbatasan dengan negara Timor Timur dan negara Australia,
sebelah utara Kepulauan Sangir dan Talaud berbatasan dengan negara Filipina.
2. Di atas kapal berbendera yang berbendera Indonesia, tanpa membicarakan
siapa pemilik kapalnya, sesuai dengan asas hukum internasional, bahwa kapal
dianggap sebagai pulau yang terapung. Jadi apabila di atas sebuah kapal
berkibar bendera nasional suatu negara, maka di pulau tersebut berlaku hukum
nasional dan bendera nasioanl tersebut.
3. Di tempat bekerja dan tempat tinggal perwakilan Indonesia di luar negeri.
Berdasarkan asas ex teritorial dari hukum internasional, bahwa tempat bekerja
dan tempat tinggal perwakilan asing dianggap berada di luar wilayah hukum
dari negara di mana ia ditempatkan.
▪ Yang merupakan subjek hukum Indonesia
bisa merupakan naturlijk persoon (manusia)
bisa juga rechtpersoon (badan hukum).
▪ Yang menjadi subjek hukum Indonesia adalah
setiap warga negara Indonesia dan warga
negara asing yang berdomisili di Indonesia,
serta badan hukum yang dibentuk
berdasarkan hukum Indonesia, misalnya
koperasi, yayasan dan perusahaan yang
berbentuk PT.
▪ Adapun objek hukum Indonesia adalah setiap
benda yang berada di wilayah Indonesia,
baik yang bergerak maupun tidak bergerak,
dan benda yang berwujud ataupun yang
tidak berwujud.
▪ Fungsi dan tujuan hukum Indonesia
sebenarnya sudah terkandung pada
batasan pengertian hukum itu sendiri.
Seperti dikemukakan bahwa hukum adalah
perangkat kaidah dan asas berdasarkan
keadilan yang mengatur kehidupan
manusia dalam masyarakat. Dengan
berpedoman pada batasan hukum tersebut,
dapatlah dikemukakan bahwa fungsi hukum
adalah untuk mencapai ketertiban dan
keteraturan, sedangkan tujuan dari hukum
adalah mencapai keadilan. (Mochtar
Kusumaatmaja, 2000:49)
▪ Hukum Indonesia bukanlah sekadar kumpulan atau
penjumlahan peraturan yang masing-masing berdiri
sendiri, melainkan makna keberadaan dari suatu
peraturan hukum ialah karena hubungannya yang
sistematis dengan peraturan hukum yang lain.
▪ Sebagai suatu sistem, hukum Indonesia merupakan
suatu tatanan, merupakan suatu kesatuan yang utuh
yang terdiri atas bagian-bagian atau unsur-unsur yang
saling berkaitan erat satu sama lain untuk mencapai
tujuan. Masing-masing unsur harus dilihat dalam
kaitannya dengan unsur lainnya dan dengan
keseluruhannya.
1. Suatu sistem hukum harus mengandung
peraturan. Yang dimaksud di sini adalah
ia tidak boleh mengandung sekadar
keputusan yang bersifat ad hoc.
2. Peraturanyang telah dibuat itu harus
diumumkan.
3. Tidak boleh ada peraturan yang berlaku
surut. Memberikan peraturan yang
berlaku surut berarti merusak integritas
pengaturan yang ditujukan untuk berlaku
bagi waktu yang akan datang.
4. Peraturan harus disusun dalam
rumusan yang dapat dimengerti.
5. Suatu sistem tidak boleh
mengandung peraturan yang
bertentangan satu sama lain.
6. Peraturantidak boleh mengandung
tuntutan yang melebihi apa yang
dapat dilakukan.
7. Tidak boleh ada kebiasaan untuk
sering mengubah peraturan sehingga
menyebabkan orang akan kehilangan
orientasi.
8. Harus ada kecocokan antara
peraturan yang diundangkan dengan
pelaksanaannya sehari-hari.
▪ Sebuah sistem hukum (termasuk
juga sistem hukum Indonesia)
setidaknya mencakup sub sistem
atau unsur sebagai berikut:
▪ (1) Substansi hukum,
▪ (2) Struktur hukum dan
▪ (3) Kultur hukum.
(Friedman dalam Satjipto
Rahardjo, 1996: 154)
▪ Substansi hukum adalah peraturan yang dipakai oleh para pelaku
dan penegak hukum pada waktu melakukan perbuatan hukum dan
hubungan hukum. Substansi hukum tersebut terdapat atau dapat
ditemukan dalam sumber hukum formil.
▪ Sumber hukum formil di Indonesia terdiri atas: undang-undang atau
perundang-undangan, hukum kebiasaan, keputusan pengadilan,
perjanjian atau traktat dan doktrin.
▪ Sebagai contoh, misalnya: sebuah Bank yang mengabulkan
permintaan kredit dari seorang debitur, harus mendasarkan
hubungan hukum tersebut pada peraturan di bidang perbankan dan
perkreditan. Peraturan inilah yang disebut sebagai substansi hukum.
▪ Struktur hukum adalah pola yang
memperlihatkan tentang
bagaimana hukum itu dijalankan
menurut ketentuan formalnya.
▪ Fokus perhatiannya adalah pada
bagaimana penegak hukum
pengadilan, pembuat hukum serta
proses hukum itu berjalan dan
dijalankan, apakah sudah sesuai
atau justru menyimpang dari
mekanisme dan prosedur yang
sudah diatur oleh ketentuan
formalnya.
▪ Kultur hukum diartikan oleh Friedman
sebagai tuntutan atau permintaan dari
rakyat atau pemakai jasa hukum.
▪ Tuntutan atau permintaan tersebut
lazimnya didorong oleh kepentingan,
pengetahuan, pengalaman, ide, sikap,
keyakinan, harapan dan pendapat
(penilaian) mengenai hukum dan
institusi penegaknya.
▪ Sebagai contoh, misalnya: dua orang
tetangga yang bersengketa karena
suatu hal. Apabila jalan damai dan
musyawarah diantara mereka tidak
mampu menyelesaikan permasalahan
yang ada, sebagai kelanjutannya
keduanya bisa menempuh bermacam-
macam cara, misalnya datang kepada
lembaga arbitrage atau pengadilan.
Moeldoko Ingatkan Gatot:

Jangan Ganggu
Stabilitas
Politik
Pernyataan keras Kepala Staf Presiden (KSP) Jenderal TNI (Purn) Moeldoko yang
memperingatkan Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) agar tidak menggangu
stabilitas politik nasional terus menuai reaksi beragam dari berbagai kalangan sebagian.
Ketua DPP PKS, Mardani Ali Sera merasa sedih dan prihatin dengan ucapan dari pembantu
Presiden tersebut. Sebab, demokrasi akan selalu bising karena kebebasan berpendapat
berkumpul berserikat dijamin konstitusi.
▪ Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) menolak keras penggunaan uang rakyat
lewat Penyertaan Modal Negara melalui BUMN untuk menutupi kerugian perampokan PT
Asuransi Jiwasraya.
▪ Demikian disampaikan Koordinator Sosial Ekonomi KAMI, M. Said Didu dalam Pernyataan
Sikap KAMI No. 020/KSE-KAMI/B/X/2020, Sabtu (3/10).
▪ Sikap KAMI tersebut didasarkan berapa alasan. Diketahui dari hasil pemeriksaan BPK
bahwa kerugian negara yang terjadi pada kasus Jiwasraya sebesar Rp 16,8 triliun yang
disebabkan oleh terjadinya "perampokan" di PT. Jiwasraya yang puncaknya terjadi saat
mendekati Pilpres 2019.
Dan untuk mengetahui ke mana saja aliran dana tersebut, PPATK sudah menyampaikan
analisis terkait aliran dana di PT. Jiwasraya sebesar Rp. 100 triliun dan masih bisa
bertambah.
Selanjutnya terang M. Said Didu, dalam proses persidangan terhadap kasus PT. Jiwasraya
yang sedang berlangsung saat ini, terungkap bahwa telah terjadi "perampokan" di PT.
Jiwasraya, secara terang-terangan, atas kerjasama antara pejabat PT. Jiwasraya dengan
pihak lain melalui transaksi saham dan reksadana serta bentuk investasi lain.
Dari fakta tersebut, KAMI berkeyakinan bahwa kerugian puluhan triliun rupian di PT.
Jiwasraya adalah perampokan yang berlangsung secara terencana dan sistimatis,
dengan melibatkan banyak pihak.
Menurut M. Said Didu, proses perampokan PT. Jiwasraya yang terjadi saat mendekati
Pilpres 2019, menyerupai proses perampokan Bank Century yang terjadi pada saat
mendekati Pilpres 2009 yang dibailout oleh negara sebesar Rp. 6,7 triliun.
"Dengan modus yang sama, kali ini pemerintah dan DPR menyepakati memberikan dana
APBN sebesar Rp. 22 triliun kepada PT. Bahan sebagai BUMN induk perusahaan asuransi
yang antara lain digunakan untuk menyehatkan PT. Jiwasraya yang sakit karena dirampok,"
imbuhnya.
Alasan terakhir, saat negara kekurangan dana untuk menangani dampak Covid-19,
kesulitan fiskal, dan makin bertambahnya utang, tindakan dan keputusan pemerintah dan
DPR sangat tidak rasional dan tidak adil, karena telah menggunakan uang rakyat untuk
menutupi kerugian PT. Jiwasraya setelah selesai dirampok.
Dengan demikian, lanjut M. Said Didu, KAMI menyampaikan lima sikap.
▪ Pertama, menolak secara tegas penggunaan uang rakyat untuk menutupi kerugian PT.
Jiwasraya karena perampokan. KAMI meminta agar dana tersebut dialihkan untuk
pembiayaan penanganan Covid-19 dan untuk membantu rakyat miskin dari dampak
Covid-19.
▪ Kedua, meminta kepada penegak hukum agar membongkar secara tuntas semua pihak
yang terlibat dalam perampokan PT. Jiwasraya, termasuk "tokoh" intelektualnya.
▪ Ketiga, meminta PPATK membuka semua aliran dana PT. Jiwasraya, terutama transaksi
dan aliran dana yang mencurigakan dan tidak wajar.
▪ Keempat, meminta penegak hukum agar menggunakan UU Pencucian Uang terhadap
tersangka danpihak terkait, untuk mengembalikan uang hasil rampokan tersebut, agar
dapat digunakan menutupi kerugian dan membayar nasabah, bukan mengunakan
uang rakyat lewat APBN.
Kelima, meminta kepada semua pihak, khususnya kepada para penegak hukum, agar
bersama-sama untuk menjaga kasus perampokan semacam Century dan Jiwasraya, yang
keduanya terjadi mendekati pilpres, tidak terulang kembali di masa yang akan datang,
dengan memberikan hukuman yang seberat-beratnya kepada pihak yang
melakukanperampokan.
Baleg DPR RI dan
Pemerintah
Sepakat,
Pengesahan RUU
Cipta Kerja
Tinggal Tunggu
Rapat Paripurna
Pemerintah bersama Badan Legislasi dalam rapat kerja yang dilaksanakan pada Sabtu 3
Oktober 2020, menemui kata sepakat terkait Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja.
Kedua pihak menyetujui RUU Cipta Kerja bisa segera disahkan sebagai Undang-Undang (UU)
pada Rapat Paripurna DPR RI selanjutnya.
Kabar ini disampaikan oleh Ketua Baleg DPR RI Supratman Andi Atgas kala memimpin rapat
kerja pengambilan keputusan tingkat I dengan pemerintah di Jakarta.
"RUU Cipta Kerja disetujui untuk pengambilan keputusan di tingkat selanjutnya," kata
Supratman, dikutip dari Antara.
Pada rapat tersebut, sebanyak tujuh fraksi yang menyepakati telah selesainya RUU Cipta
Kerja tersebut.
Mereka adalah Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Golkar, Gerindra, Nasdem,
Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Amanat Nasional (PAN) dan Partai Persatuan
Pembangunan (PPP).
Sedangkan dua fraksi lainnya, Partai Keadilan Sejahtera dan Partai Demokrat, memilih untuk
menolak RUU Cipta Kerja untuk disahkan.
"Tujuh fraksi menerima dan dua menolak, tapi pintu komunikasi tetap dibuka hingga Rapat
Paripurna," lanjut Supratman.
Di sisi lain, Menko Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengapresiasi atas
ditemukannya kata mufakat terkait pembahasan RUU Cipta Kerja di tingkat Baleg.
"Pemerintah mengapresiasi segala keterbukaan dalam proses pembahasan serta mendapatkan
tanggapan dari masyarakat dengan kerja yang tidak mengingat waktu," ungkap Airlangga.
Airlangga mengklaim, RUU Cipta Kerja dapat mempermudah izin berusaha untuk masyarakat,
terutama koperasi hingga UMKM.
"UKM mendapatkan kemudahan, termasuk perusahaan terbuka perorangan, yaitu dengan cukup
pendaftaran dan biaya kecil. Koperasi juga dipermudah, sertifikat halal dipermudah melalui
perguruan tinggi dan ormas Islam dengan fatwa MUI," tutupnya.
PKS Anggap RUU Ciptaker
Mudahkan Asing,
Kedaulatan Terancam
Jakarta, CNN Indonesia -- Anggota Fraksi Partai
Keadilan Sejahtera (PKS) Ledia Hanifa
mengatakan pihaknya menolak ikut menetapkan
RUU Omnibus Law Cipta Kerja di DPR karena
ada aturan yang berpotensi mengancam
kedaulatan negara.
Terutama mengenai kemudahan bagi pihak
asing untuk berinvestasi di Indonesia.
Menurutnya, hal itu berkenaan dengan
kedaulatan negara.
"Ancaman terhadap kedaulatan negara melalui
pemberian kemudahan kepada pihak asing,"
kata Ledia lewat siaran pers, Sabtu (3/10).
Hal lain yang disoroti Fraksi PKS yakni RUU
Omnibus Law Cipta Kerja berpotensi
merugikan kalangan pekerja. Cenderung
lebih menguntungkan pengusaha.
Dia mengatakan bahwa RUU Omnibus Law
Cipta Kerja mengatur pesangon didasarkan
atas analisa kurang komprehensif. Khususnya
mengenai pemberian pesangon kepada
pekerja yang di PHK karena hanya sekedar
melihat kepentingan pihak pengusaha.
"Terutama pada pengaturan tentang kontrak
kerja, upah dan pesangon," ungkapnya.
Skema baru pembayaran pesangon untuk pekerja yang di-PHK
menjadi 25 kali upah. Sebagian ditanggung pemberi kerja atau
pengusaha dan sebagian kecil pemerintah.
Padahal sebelumnya sudah disepakati sebanyak 32 kali upah
dengan rincian 23 kali upah ditanggung pemberi kerja dan 9
kali ditanggung melalui program Jaminan Kehilangan
Pekerjaan (JKP).
RUU Cipta Kerja, lanjut Ledia, memuat peraturan yang
berpotensi menimbulkan kerusakan terhadap kelestarian
lingkungan hidup. Dalam pasal 37 RUU Cipta Kerja terkait
perubahan UU Kehutanan, ketentuan penyediaan luas
minimum 30 persen untuk fungsi kawasan hutan dari Daerah
Aliran Sungai (DAS) dihapus.
"RUU Cipta Kerja memberikan kewenangan yang sangat besar
bagi Pemerintah namun kewenangan tersebut tidak diimbangi
dengan menciptakan sistem pangawasan dan pengendalian
terhadap penegakan hukum administratifnya," kata Ledia.
Oleh: Moh. Mahfud MD
▪ Tulisan ini merupakan
catatan Prof. Moh Mahfud
MD, Ketua Asosiasi
Pengajar Hukum Tata
Negara dan Hukum
Administrasi Negara
(APHTN-HAN) dan Ketua
MK (2008-2013).
▪ Tulisan ini telah lebih
dahulu viral di lini massa fb
dengan tajuk Cerita Prof.
Moh. Mahfudz MD
sepulang dari aktivitasnya
di Jepang beberapa waktu
lalu.
▪ Saya terperangah dan takjub ketika pada Selasa, 16 Januari 2018, kemarin
seorang advokat di Nagoya (Jepang) menjawab pertanyaan saya sambil
terheran-heran. Saat itu saya bersama Zainal Arifin Mochtar (Uceng) dari
Fakultas Hukum UGM diundang makan siang oleh pimpinan ASEAN
Nagoya Club (ANC) di sebuah restoran di Nagoya.
▪ Dengan maksud mengobrol masalah yang ringan-ringan saja, saya
bertanya kepada Junya Haruna, “Seberapa banyak kasus penyuapan
terhadap hakim yang terjadi di Jepang?” Haruna terperanjat dan tampak
heran atas pertanyaan itu. Dia mengatakan, sepanjang kariernya dia tidak
pernah mendengar ada hakim dicurigai menerima suap di Jepang.
“Terpikir pun tidak pernah.”
▪ Di Jepang, kata Haruna, masyarakat percaya bahwa hakim tidak mau
disuap. Di sana hakim sangat dihormati dan dimuliakan karena
integritasnya. “Apakah Anda percaya pada semua putusan hakim yang
juga mengalahkan Anda dalam menangani perkara?” tanya saya. Haruna
menjawab, semua putusan hakim diterima dan dipercaya sebagai putusan
yang dikeluarkan sesuai dengan kebenaran posisi hukum yang diyakini
oleh hakim.
▪ “Di sini tidak pernah ada kecurigaan hakim disuap. Seumpama pun kami
kalah dan tidak sependapat dengan putusan hakim, paling jauh kami
hanya mengira hakim kurang menguasai dalam satu kasus yang spesifik
dan rumit atau kamilah yang kurang bisa meyakinkan hakim dalam
berargumen dan mengajukan bukti di pengadilan. Tak pernah terpikir,
hakim kok memutus karena disuap,” tambah Haruna.
▪ Ketika Haruna mau bertanya balik tentang Indonesia, saya segera
membelokkan pembicaraan. Saya bilang restoran tempat kita makan
siang sangat indah dikelilingi oleh kebun bunga yang memancing selera
makan, termasuk bunga sakura dan pohon-pohon yang seperti dibonsai
dengan begitu harmonis. Lalu saya mengajak berfoto.
▪ Saya lihat Uceng segera berpatut-patut mengangkat kameranya yang
canggih dan mengomando kami agar ambil posisi untuk foto bersama.
Uceng membantu saya dengan gaya seperti pemotret profesional.
Pembelokan pokok pembicaraan pun berhasil digiring oleh Uceng.
▪ Sengaja saya belokkan pembicaraan tentang “penyuapan hakim” itu
karena saya takut ditanya balik dan harus bercerita jujur tentang hukum,
hakim, pengacara, dan penegakan hukum di Indonesia. Tak mungkin bisa
keluar dari mulut saya cerita tentang betapa buruknya penegakan hukum
di Indonesia. Apalagi saat itu saya baru berusaha meyakinkan pimpinan
ANC bahwa aturan hukum di Indonesia sangat kondusif untuk
berinvestasi.
▪ Saya memang berbicara, aturan hukum (legal substance) di Indonesia
sudah cukup bagus untuk investasi. Tetapi saya tidak berani berbicara
penegakan hukum oleh aparat (legal structure) dan budaya hukum (legal
culture).
▪ Bisa malu kalau saya harus berbicara keadaan Indonesia tentang itu.
Bayangkanlah, saya harus bercerita, hakim-hakim di Indonesia bukan
hanya dicurigai tetapi benar-benar banyak yang digelandang ke penjara
karena penyuapan.
▪ Saya akan malu juga, misalnya, kalau harus bercerita bahwa di Indonesia
banyak pengacara tersandung kasus karena menyuap atau berusaha
menyuap hakim. Tak mungkin saya bercerita bahwa banyak pengacara di
Indonesia yang tidak mengandalkan kompetensi dalam profesi hukum,
tetapi hanya melatih dirinya untuk melobi aparat penegak hukum atau
menggunakan posisi politik agar perkaranya dimenangkan dengan
imbalan uang.
▪ Belum lagi ada cerita-cerita bahwa calon pengacara yang magang (latihan
mencari pengalaman) kepada pengacara senior justru tugas pertamanya
adalah disuruh mengantar uang kepada hakim, jaksa, atau polisi dan yang
bersangkutan harus memastikan penyerahan suap itu aman adanya.
▪ Begitu juga takkan bisa keluar jawaban dari mulut saya kalau ditanya
apakah di Indonesia ada jaksa atau polisi yang dihukum karena
penyuapan dan rekayasa perkara? Akan malu saya sebagai anak bangsa
jika menjawab itu dengan jujur, tetapi akan berdosa saya sebagai muslim
jika saya menjawab dengan berbohong. Kita memang mempunyai budaya
sendiri sebagai bangsa, tetapi tidak salahkah kalau dalam soal berhukum
kita meniru Jepang.
▪ Awal 2014, selepas menjadi ketua MK, saya diundang menjadi tamu oleh
Kementerian Luar Negeri Jepang di Tokyo. Saat saya tiba di sana, sedang
gencar berita dan kampanye untuk pemilihan gubernur Tokyo.
▪ Apa ada penggantian gubernur? Ya, tetapi bukan berdasar jadwal normal,
melainkan karena Gubernur Inosi, pejabat yang definitif, mengundurkan
diri.
▪ Mengapa mengundurkan diri? Karena sang gubernur diberitakan
meminjam uang tanpa jaminan ke sebuah rumah sakit besar dan oleh pers
itu dicurigai untuk mendanai kampanye politiknya. Karena pinjaman itu
tanpa jaminan, pers menduga Inosi nanti akan memberikan imbalan
dalam bentuk, mungkin, korupsi politik.
▪ Jadi, sang gubernur mengundurkan diri karena malu saat dicurigai akan
(baru dicurigai: akan) menggunakan jabatannya untuk melakukan korupsi
politik. Eloknya lagi, sekitar seminggu setelah saya pulang dari Jepang
awal 2014 itu seorang pegawai dari Kedutaan Besar Jepang di Jakarta
datang kepada saya mengantarkan uang Rp120.000 (seratus dua puluh
ribu rupiah). Untuk apa?
▪ “Waktu check in untuk kembali ke Indonesia kemarin, di bandara, Bapak
membayar airport tax sendiri. Bapak tamu pemerintah, jadi harus kami
yang menanggung semua,” jawab pegawai dari Kedubes Jepang itu.
▪ Wuih, saya sudah diundang ke Jepang dengan fasilitas mewah, soal uang
seratus dua puluh ribu rupiah pun masih diantarkan kepada saya. “Duh,
kok repot-repot ngantar uang Rp120.000 ke sini? Kalau naik taksi pulang-
pergi dari kantor Anda ke sini sudah lebih dari Rp. 200.000,“ kata saya.
Apa jawab petugas itu? “Itu peraturan di kantor kami. Kami harus
mematuhi semua peraturan tanpa menambah atau mengurangi,”
jawabnya.
▪ Jepang adalah anggota Kelompok Negara G-7, salah satu dari tujuh negara
termaju di dunia. Budaya hukumnya sangat indah, peraturan sesederhana
apa pun ditaati. Inilah rasanya yang lebih pas menjadi budaya Pancasila.
▪ “Berapa puluh tahun lagi kita bisa berhukum seperti itu, Prof?” kata Uceng
saat kami keluar dari jamuan makan siang Selasa lalu itu. “Nanti
diskusikan di Jakarta saja,” jawab saya.

Anda mungkin juga menyukai