Anda di halaman 1dari 17

PELAKSANAAN HUKUM PIDANA

ISLAM ( FIQH AL-JINAYAH ) DI MESIR

Disusun Guna Memenuhi Tugas


Mata Kuliah : Hukum Pidana Islam II Dosen
Pengampu : H.M.Amin Nasution,MA

Disusun Oleh :
Muhammad Hafist Harahap (0205201043)
Rina Anggraini (0205201028)

PROGRAM STUDI HUKUM PIDANA ISLAM


FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM UNIVERSITAS
ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA MEDAN
2022

1
KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur penyusun panjatkan atas kehadirat Allah SWT,sholawat dan salam marilah
kita hanturkan kepada junjungan kita Nabi besar Muhammad SAW,kepada keluarga,para
sahabatnya tabiin dan tabiat hingga sampai kepada kita sebagai umatnya.

Alhamdulillah pada kesempatan ini penyusun telah menyelesaikan tugas makalah yang
berjudul “PELAKSANAAN HUKUM PIDANA ISLAM (FIQH AL-JINAYAH) DI
MESIR”.Sebagai salah satu tugas kelompok mata kuliah Hukum Pidana Islam.Pada
kesempatan ini penyusun mengucapkan terima kasih kepada Dosen mata kuliah Hukum Pidana
Islam,yang telah memberikan arahan sehingga tugas ini terselesaikan dengan baik.Tidak lupa
kepada teman- teman mahasiswa yang telah memberikan dorongan semangat dan motivasi
kepada penyusun.

Penyusun menyadari bahwa tugas ini masih banyak kekurangan dan jauh dari kata
sempurna.Semoga dengan adanya makalah ini bisa dijadikan sebagai bahan kajian dan
informasi kepada pihak-pihak yang akan mengembangkan lebih jauh untuk kesempurnaan
makalah ini.

Medan,02 April 2022

Penyusun

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……………………………………………………………2
DAFTAR ISI……………………………………………………………………...3

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang…………………………………………………………….4
B. Rumusan Masalah…………………………………………………………5
C. Tujuan……………………………………………………………………...5

BAB II PEMBAHASAN
A. Posisi Agama Dalam Negara………………………………………………6
B. Sistem Peradilan Mesir…………………………………………………….7
C. Sumber Hukum Pidana Mesir……………………………………………..10

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan………………………………………………………………..13
B. Saran……………………………………………………………………….13

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………..14

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Antara Indonesia dan Mesir terdapat beberapa kemiripan dalam sejarah
hukum.Pertama,sebelum datangnya penjajahan barat,dalam bidang peradilan,Pengadilan
Agama atau Mahkamah Syar’iyyah adalah lembaga peradilan yang dominan dikedua
Negara.Kedua,Indonesia dan Mesir sama-sama merasakan dualisme pendidikan hukum dan
peradilan.Di satu pihak terdapat pendidikan hukum untuk hukum warisan colonial yang
bermuara ke Pengadilan Umum dan di lain pihak terdapat pendidikan syari’ah untuk hukum
islam yang bermuara ke pengadilan agama.
Ketiga,kedua Negara sama-sama berbasis tradisi civil law dimana asal hukum materiil dan
acara berasal dari Prancis,Mesir dan Indonesia mengambilnya melalui Code Napoleon dan
perundang-undangan Prancis modern ,dan Indonesia mengambilnya melalui Belanda karena
Belanda dijajah Prancis.1Keempat,kedua Negara berusaha untuk menyatukan kedua sistem
hukum dan peradilan dalam kerangka hukum nasional masing-masing.Di Mesir,hukum private
islam sudah menyatu dengan hukum private umum dan Peradilan Agama sudah menyatu
dengan Peradilan Umum.
Mesir,yang terletak didalam dua benua ; Asia dan Afrika adalah sebuah Negara yang penuh
dengan legenda.Kehidupan penduduknya sangat bergantung kepada sungai Nil.Karena
ketergantungannya itu,Derek Hopwood mengatakan bahwa bangsa Mesir adalah tawanan
sungai Nil. 2 Mesir merupakan sebuah Negara yang terkenal dengan sejarah peradabannya,yang
telah
ada semenjak 4000 tahun SM.Ia merupakan Negara para nabi karena itu ia dikenal dengan
sebutan Ardh al- Anbiya.

1
Anshoruddin ; Makalah Peradilan Satu Atap dan Positivasi Hukum Islam

4
2
Derek Hopwood,EGYPT,Politics and Society 1945-1984 (London; Billing&Sons 1985)

5
Jika ditinjau dari letak wilayahnya dalam atlas dunia,Mesir berada di wilayah benua
Afrika,tetapi jika ditinjau dari segi perjalanan sejarah dan perkembangan
kebudayaannya,Mesir tidak dapat lepas dari kesatuan wilayah Asia Barat.
Islam memasuki negeri ini pada tahun 639 M(dimasa ‘Umar bin Al-Khattab sebagai khalifah
II dalam sejarah islam),dibawah pimpinan ‘Amru bin ‘Ash.Pemerintahan yang berkuasa di
Mesir pada sat itu adalah Dinasti Byzantium yang bemarkas di Alexandaria,dan agama bangsa
Mesir pada saat itu adalah Kristen Koptik. 3 Semenjak kedatangan islam ke negeri itu,kaum
koptik menjadi kaum minoritas,karena islam sangat digemari oleh bangsa Mesir.Mereka
beranggapan bahwa islam lah yang bisa membebaskan merea dari tekanan penguasa.

B. Rumusan Masalah :
1. Bagaimana bentuk dan sistem peradilan di Negara Republik Arab Mesir ?
2. Apa sisi perbedaan dan persamaannya dengan bentuk dan sistem peradilan Indonesia?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui bentuk dan sistem peradilan di Negeri Republik Arab Mesir
2. Untuk mengetahui sisi perbedaan dan persamaan dengan bentuk sistem Peradilan
Indonesia

6
BAB II
PEMBAHASAN

A. Posisi Agama Dalam Negara


Sebelum revolusi tahun 1952, Mesir adalah sebuah kerajaan berkonstitusi, yaitu konstitusi
tahun 1923 yang menyatakan bahwa Mesir adalah sebuah negara Islam independen yang
berdaulat dengan bahasa Arab sebagai bahasa resmi dan mempunyai dewan perwakilan rakyat.
Konstitusi tahun 1923 ini dihapuskan, lalu partai-partai politik dibubarkan pada tahun 1953,
dan sebuah konstitusi baru diumumkan pada tahun 1956 yang diikuti dengan proklamasi
Republik Mesir. Antara tahun 1958 dan 1961, Mesir dan Syria melebur diri menjadi satu
Negara, disebut Republik Persatuan Arab. Setelah Syria menarik diri pada tahun 1961, Nama
Republik Persatuan Arab masih tetap dipakai oleh Mesir. Persatuan Nasional didirikan pada
tahun 1957 menggantikan partai-partai politik yang dihapuskan pada tahun 1953 dan menjadi
Persatuan Sosialis Arab pada tahun 1962.
Pada tanggal 11 September 1971, sebuah konstitusi baru Mesir dikukuhkan melalui
referendum. Dalam proklamasinya dinyatakan bahwa Republik Arab Mesir adalah
sebuah Republik Sosials Demokratis dengan Islam sebagai agama Negara dan bahasa
Arab sebagai bahasa nasional. Juga dinyatakan bahwa Syari’at Islam adalah sumber
perundang-undangan negara. Konstitusi mengakui tiga bentuk kepemilikan, yaitu
kepemilikan
umum, koperasi dan pribadi. Konstitusi juga menjamin persamaan setiap warga di depan
hukum dan memberikan perlindungan terhadap mereka dari intervensi sewenang-wenang dalam
proses hukum. Konstitusi juga menegaskan tentang hak untuk berkumpul secara damai, hak
pendidikan, hak kesehatan dan hak keamanan sosial serta hak untuk mendirikan organisasi atau
perhimpunan dan juga hak untuk memilih dan dipilih.

Undang-Undang Pemerintahan Daerah Tahun 1960 menetapkan tiga tingkatan


administrasi daerah, yaitu muhafazhah (propinsi), markaz (distrik atau kabupaten), dan
qaryah (desa). Struktur ini mengkombinasikan ciri-ciri antara pemerintah daerah dan
pemerintah otonomi daerah. Pada setiap tingkat administratif terdapat dua dewan, yaitu
dewan yang dipilih oleh

7
rakyat dan dewan yang ditunjuk oleh dewan eksekutif.Walaupun dewan-dewan ini
menjalankan kekuasaan legislatif yang luas, tetapi keduanya dikontrol oleh pemerintah
pusat.
Mesir dibagi kepada 26 muhafazhah. Lima kota, yaitu Kairo, Alexandria, Ismailia, Port
Said dan Suez mempunyai status muhafazhah. Gubernur ditunjuk dan dapat diberhentikan
oleh presiden. Gubernur memegang kekuasaan eksekutif tertinggi di muhafazah. Ia
mempunyai kekuasaan administratif terhadap seluruh personil pemerintahan, kecuali para
hakim, dalam muhafazahnya dan bertanggung jawab untuk menjalankan kebijakan.
Mayoritas dewan Muhafazhah terdiri dari anggota yang dipilih. Menurut peraturan, paling
tidak setengan dari anggota Dewan Muhafazah terdiri dari para petani dan pekerja, tetapi tidak
jalan dalam praktek. Dewan kota atau Dewan Distrik dan Dewan Desa dibangun berdasarkan
prinsip-prinsip yang sama seperti pada Dewan Muhafazhah.
Dewan-dewan daerah melakukan fungsi-fungsi yang beragam dalam pendidikan, kesehatan,
sarana umum, perumahan, pertanian dan komunikasi. Dewan-dewan ini juga bertanggungjawab
mempromosikan gerakan koperasi dan melaksanakan bagian dari perencanaan nasional. Dewan
daerah mendapatkan dana dari pendapatan nasional, pajak tanah dan bangunan di muhafazhah,
berbagai macam pajak daerah, keuntungan dari fasilitas umum, perusahaan-perusahaan dagang
dan subsidi nasional, bantuan dan pinjaman.4

B. Sitem Peradilan di Mesir


 Sejarah Peradilan di Mesir
Secara historis, sistem peradilan Republik Arab Mesir telah dikenal sejak zaman kuno, yakni
kurang lebih 3000 SM, yang telah meletakkan asas-asas peradilan modern seperti
pemeringkatan peradilan, karakteristik peradilan, sistem peradilan, sengketa administrasi, asas-
asas peradilan serta indepedensi hakim seperti kemandirian dan kehati-hatian hakim. Pada
waktu itu penguasa
di setiap wilayah secara ex officio menjabat sebagai hakim. Sistem peradilan pada zaman Islam,
dimulai pada masa pemerintahan ‘Amar bin ‘Ash ketika menjabat sebagai Gubernur Mesir.

8
4
Disarikan dari CD-ROOM Encyclopedia Britannica 2002, Artikel “Egypt: Government and Social
Conditions”.

9
Kemudian pada masa pemerintahan dinasti Mamalik, terbentuk empat macam peradilan.
Pada masa pemerintahan Muhammad ‘Ali, terbuka pengaruh sistem peradilan Eropah modern
yang ditandai dengan pendirian Dewan Wali pada tahun 1735. Dengan masuknya pendatang
asing ke Mesir didirikan peradilan campuran (al-Mahkamah al-Mukhtalathah) sehingga
peradilan dibagi menjadi dua macam yakni, al-Mahkamah al-Ahliyah (al-Qawmiyyah) dan al-
Mahkamah asy- Syar’iyyah (tentang hukum keluarga). Selanjutnya berdiri peradilan Milliyyah
bagi non Muslim di bidang hukum keluarga. Sistem ini kemudian dihapus dengan Montrel Act
tahun 1937, sehingga peradilan Qaumiyyah dan peradilan Syar’iyyah mempunyai kewenangan
mutlak.

 Lembaga-lembaga Peradilan Mesir


Sistem peradilan Mesir mempunyai 5 (lima) bentuk lembaga peradilan :
1. Al-Mahkamah ad-Dusturiyah al-‘Ulya (Mahkam Agung
Konstitusi)
2. Majlis ad-Dawalah (Dewan Negara),yang meliputi
:
- Mahakim al-Qadha’ al-‘Idary (Peradilan Tata Usaha Negara)
- Qismu al-Fatawa (Komisi Fatwa)
- Qismu at-Tasyri’ (Komisi Perundang-undangan).
3. As-Sulthah Al-Qadha’iyyah / Al-Qadha’ al-‘Adiyah (Kekuasaan
Yudikatif/Peradilan
Biasa), yang meliputi:
- Peradilan (Mahkamah)
- Kejaksaan (Niyabah
- Hai’ah Qadhaya ad-Daulah (Lembaga Kasus-Kasus Negara);
- An-Niyabah al-Idariyyah (Kejaksaan Administrasif).

 Tingkatan-tingkatan Peradilan
a. Peradilan Bagian (Al-Mahkamah Al-Juz’iyyah)
b. Peradilan Pertama (Al-Mahkamah Al-Ibtida’iyyah)
c. Peradilan Banding (Al-Mahkamah Al-
Isti’nafiyyah) d. Peradilan Kasasi (Mahkama an-
Naqdh)

1
a. Peradilan Bagian (al-Mahkamah Al-
Juz’iyyah)

Peradilan Juz’iyyah diketuai oleh hakim tunggal, yang berkewenangan memeriksa


perkara pidana dan perdata sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku, antara lain
menangani kasus pelanggaran delik pers. Di bidang perdata, peradilan Juz’iyyah memeriksa
dan mengadili perkara-perkara antara
lain:
1. Gugatan tentang penggunaan
air.
2. Gugatan tentang pemanfaatan lahan dan
bangunan.
3. Gugatan tentang upah dan
gaji.
4. Gugatan tentang hukum keluarga seperti tentang nafkah istri dan anak,mahar dan
peralatan rumah tangga di bawah L.E. 1000 (seribu pound Mesir),- hadhanah, nafkah
saudara-saudara, kewarisan yang lebih dari L.E. 2.000 (dua ribu pound Mesir), perwalian
atas pribadi dan harta penetapan testamenters (washi).

b. Peradilan Tingkat Pertama (al-Mahkamah al-


Ibtida’iyyah)

Peradilan tingkat pertama (al-Mahkamah al-Ibtidai’yyah) juga merupakan peradilan ulang


bagi al-mahkamah al-juz’iyyah yang mempunyai kewenangan mengadili perkara pidana
dengan tuntutan selain denda atau tuntutan yang diajukan oleh jaksa penuntut umum.

c. Peradilan Banding (al-Mahkamah al-


Isti’nafiyyah)

Persidangan dilakukan dengan siding majelis yang beranggotakan 3 orang kanselir (al
Mustasyar). Peradilan ini juga mengadili perkara pidana yang tempat kejadian perkara
dalam wilayah hukumnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

d. Peradilan Kasasi (Mahkamah al-


Naqdh)

1
Berbeda dengan peradilan tingkat banding, yang berwenang menangani perkara ulangan,
maka peradilan kasasi urgensinya adalah pengawasan terhadap keabsahan dalam penerapan
hukum terhadap perkara yang dimohonkan kasasi, dengan tujuan:
1. Meluruskan cacat yang terdapat dalam penerapan
hukum.

1
2. Untuk mencapai manfaat yang lebih, yaitu menemukan unsure kemaslahatan bagi
para pihak yang bermuara pada kepentingan (maslahah) umum
- Syarat-syarat permohonan kasasi adalah :
1. Adanya kesalahan dalam penerapan hukum.
2. Permohonan berdasarkan ketidaksesuaian hukum dengan
keputusankeputusan final pada semua tingkat peradilan.
3.Diajukan oleh jaksa (an-Naib al-‘Am)

- Permohonan kasasi dibidang pidana dapat diajukan karena alasan-alasan sebagai berikut:
1. Karena kekeliruan / bertentangan dengan hukum.
2. Bila terdapat cacat dalam putusan.
3. Terdapat kesalahan dalam penerapan hukum acara yang berakibat
cacat hukum.

C. Sumber Hukum Pidana Mesir


Menurut Undang-Undang Dasar Mesir, sumber hukum utama Mesir adalah syari’at Islam,
akan tetapi terhadap jarimah (kejahatan) al-hudud syari’at Islam sulit untuk dapat diterapkan.
Hal ini disebabkan oleh berbagai faktor. Misalnya tentang zina yang sulit sekali dalam acara
pembuktiannya. Karena peristiwa tersebut harus dilihat langsung di tempat kejadian perkara
serta disaksikan oleh 4 (empat orang) saksi. Karena itu terhadap tindak pidana perzinahan,
kadang
kala Mesir memberlakukan hukum at-ta’zir, meskipundalam memberi putusan hukuman at
ta’zir tersebut, kadangkala sampai kepada hukuman pidana mati. Demikian juga hukum al-
hudud terhadap tindak pidana pencurian yang hanya dapat dilaksanakan apabila pelaku
mempunyai tingkat ekonomi yang memadai, akan tetapi tidak berlaku terhadap rakyat yang
dibawah garis kemiskinan, yang melakukan tindak pidana pencurian karena alasan terpaksa.
Meskipun Mesir menganut asas legalitas substantif, akan tetapi apabila negara dalam
keadaan darurat, kewenangan legislasi peraturan perundang-undangan hanya ada ditangan
Presiden.
Mesir menganut pembagian kekuasaan sesuai teori Trias Politika, yaitu kewenangan
membuat peraturan perundang-undangan ada ditangan Dewan Perwakilan Rakyat (Majlis
asy-Sya’ab). Sedangkan pemerintah,
1
selain berwenang melakukan peraturan perundang-undangan, juga mempunyai kewenangan
melaksanakan undang-undang. Sedangkan pengawasan terhadap pelaksanaan undang-undang
ada ditangan lembaga yudikatif. Dalam melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan
undang- undang,pemerintah tidak boleh melakukan intervensi dalam bentuk apapun. Dengan
Undang-
Undang Nomor 25 Tahun 1966, semua golongan dan lapisan masyarakat hanya tunduk pada
peradilan biasa (al-Mahkamah al-‘Adiyah). Akan tetapi sejak terbitnya undang-undang tersebut
dibentuk badan peradilan militer (al-Mahkamah al-Askariyyah), yang mempunyai pompetensi:
- Pertama,mengadili anggota militer.
- Kedua, mengadili masyarakat sipil dalam perkara-perkara tertentu yang
berhubungan dengan keamanan negara.
# Proses Penuntutan:

1. Tahap pengumpulan bukti atau penyelidikan (Jam’u al-Istidlal).


2. Tahap penyidikan (at-Tahqiq).
3. Tahap persidangan.
Pada tahap pengumpulan bukti atau penyelidikan dilakukan oleh petugas yang berwenang
sebagaimana disebutkan dalam pasal 21 Hukum Acara Pidana Mesir, yaitu “al-Ma’mur bi
Dhabt al-Qadha’ (Pejabat Penertib Peradilan). Adapun tugas al-Ma’mur bi Dhabt al-Qadha’ ini
adalah:
- Pertama, mengumpulkan bukti-bukti yang diperlukan.
- Kedua, mencari pelaku tindak pidana (tersangka).
Al-ma’mur bi Dhabt al-Qadha’ ini tunduk dibawah kejaksaan yang wewenagnya diatur dalam
pasal 23 Hukum Acara Pidana Mesir, yaitu ada yang berwenang menyelidiki dalam wilayah
hukumnya saja (pasal 23 Ayat (1)) dan ada yang berwenang menyelidiki di seluruh wilayah
Mesir (pasal 23 ayat (2) ). Temasuk juga dalam kategori al-Ma’mur bi Dhabt al-Qadha’
adalah:
1. Para anggota kejaksaan dan stafnya.
2. Anggota kepolisian da stafnya.
3. Kepala polisi ditingkat kecamatan
4. Para lurah dan camat.
5. Para kepala stasiun kereta api.
6. Pejabat bea cukai.
1
Menurut Pasal 30 Hukum Acara Pidana Mesir, seorang dianggap tertangkap tangan jika:
1. Pada saat terjadi tindak pidana itu, ia dalam waktu yang berdekatan.
2. Ada korban dan disaksikan halayak ramai.
3. Korban berteriak di tempat kejadian perkara.
4. Tersangka membawa senjata, berkas-berkas, tanda-tanda atau barang lain yang dapat
dijadikan alat bukti.
Apabila tersangka tidak ada ditempat, apa yang harus dilakukan oleh al- Ma’mur bi Dhabt
al- Qadha? Dalam keadaan semacam ini, ia dapat mencari informasi tentang keberadaan
tersangka. Jika tersangka telah dapat diidentifikasikan, maka ia dapat melaporkan kepada pihak
kejaksaan untuk dilakukan penagkapan.Tersangka tidak dapat ditangkap di rumah
kediamannya, kecuali atas izin pihak yang berwenang.

1
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan :
Sebelum revolusi tahun 1952, Mesir adalah sebuah kerajaan berkonstitusi, yaitu konstitusi
tahun 1923 yang menyatakan bahwa Mesir adalah sebuah negara Islam independen yang
berdaulat dengan bahasa Arab sebagai bahasa resmi dan mempunyai dewan perwakilan
rakyat. Konstitusi tahun 1923 ini dihapuskan, lalu partai-partai politik dibubarkan pada
tahun
1953, dan sebuah konstitusi baru diumumkan pada tahun 1956 yang diikuti
dengan proklamasi Republik Mesir.
Secara historis, sistem peradilan Republik Arab Mesir telah dikenal sejak zaman
kuno, yakni kurang lebih 3000 SM, yang telah meletakkan asas-asas peradilan modern
seperti pemeringkatan peradilan, karakteristik peradilan, sistem peradilan, sengketa
administrasi, asas-asas peradilan serta indepedensi hakim seperti kemandirian dan
kehati-hatian hakim.
 Adapun tingkatan-tingkatan Peradilan di Mesir,yaitu :
a. Peradilan Bagian (Al-Mahkamah Al-Juz’iyyah)
b. Peradilan Pertama (Al-Mahkamah Al-Ibtida’iyyah)
c. Peradilan Banding (Al-Mahkamah Al-
Isti’nafiyyah) d. Peradilan Kasasi (Mahkama an-
Naqdh)

B. Kritik dan Saran


Syukur Alhamdulillah,makalah ini dapat diselesaikan,kami menyadari bahwa makalah
ini masih terdapat banyak kekurangan baik dari segi penulisan maupun materi yang
dipaparkan.Tentunya penulis akan terus memperbaiki makalah-makalah selanjutnya dengan
mengacu pada sumber yang dapat dipertanggung jawabkan.Oleh karena itu segala kritik
dan saran yang bersifat membangun sangat kami harapkan untuk terus mengimprove karya-
karya ilmiah lainnya.

1
DAFTAR PUSTAKA

 Anwar Al-‘Amri wasyyi, Ushulu Al-Muroofa’ati Asyar ‘iiyyati fii Masaaili


Al- Ahwaali Asyyakhshiyyati, cetakan ke tujuh, Iskandariya, Mesir, 1989.
 Disarikan dari CD-Room Encyclopedia Britannica, Artikel “Eqypt: Government and
Social Conditions.
 https://pta-pontianak.ac.id,PERADILAN DI REPUBLIK ARAB MESIR
 https://jurnal.hukumonline.com.penerapan syari’at islam di Mesir
 https://digilib.uinsby.ac.id.Penerapan Hukum Pidana Islam di Mesir

Anda mungkin juga menyukai