Disusun Oleh :
Muhammad Hafist Harahap (0205201043)
Rina Anggraini (0205201028)
1
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur penyusun panjatkan atas kehadirat Allah SWT,sholawat dan salam marilah
kita hanturkan kepada junjungan kita Nabi besar Muhammad SAW,kepada keluarga,para
sahabatnya tabiin dan tabiat hingga sampai kepada kita sebagai umatnya.
Alhamdulillah pada kesempatan ini penyusun telah menyelesaikan tugas makalah yang
berjudul “PELAKSANAAN HUKUM PIDANA ISLAM (FIQH AL-JINAYAH) DI
MESIR”.Sebagai salah satu tugas kelompok mata kuliah Hukum Pidana Islam.Pada
kesempatan ini penyusun mengucapkan terima kasih kepada Dosen mata kuliah Hukum Pidana
Islam,yang telah memberikan arahan sehingga tugas ini terselesaikan dengan baik.Tidak lupa
kepada teman- teman mahasiswa yang telah memberikan dorongan semangat dan motivasi
kepada penyusun.
Penyusun menyadari bahwa tugas ini masih banyak kekurangan dan jauh dari kata
sempurna.Semoga dengan adanya makalah ini bisa dijadikan sebagai bahan kajian dan
informasi kepada pihak-pihak yang akan mengembangkan lebih jauh untuk kesempurnaan
makalah ini.
Penyusun
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR……………………………………………………………2
DAFTAR ISI……………………………………………………………………...3
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang…………………………………………………………….4
B. Rumusan Masalah…………………………………………………………5
C. Tujuan……………………………………………………………………...5
BAB II PEMBAHASAN
A. Posisi Agama Dalam Negara………………………………………………6
B. Sistem Peradilan Mesir…………………………………………………….7
C. Sumber Hukum Pidana Mesir……………………………………………..10
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………..14
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Antara Indonesia dan Mesir terdapat beberapa kemiripan dalam sejarah
hukum.Pertama,sebelum datangnya penjajahan barat,dalam bidang peradilan,Pengadilan
Agama atau Mahkamah Syar’iyyah adalah lembaga peradilan yang dominan dikedua
Negara.Kedua,Indonesia dan Mesir sama-sama merasakan dualisme pendidikan hukum dan
peradilan.Di satu pihak terdapat pendidikan hukum untuk hukum warisan colonial yang
bermuara ke Pengadilan Umum dan di lain pihak terdapat pendidikan syari’ah untuk hukum
islam yang bermuara ke pengadilan agama.
Ketiga,kedua Negara sama-sama berbasis tradisi civil law dimana asal hukum materiil dan
acara berasal dari Prancis,Mesir dan Indonesia mengambilnya melalui Code Napoleon dan
perundang-undangan Prancis modern ,dan Indonesia mengambilnya melalui Belanda karena
Belanda dijajah Prancis.1Keempat,kedua Negara berusaha untuk menyatukan kedua sistem
hukum dan peradilan dalam kerangka hukum nasional masing-masing.Di Mesir,hukum private
islam sudah menyatu dengan hukum private umum dan Peradilan Agama sudah menyatu
dengan Peradilan Umum.
Mesir,yang terletak didalam dua benua ; Asia dan Afrika adalah sebuah Negara yang penuh
dengan legenda.Kehidupan penduduknya sangat bergantung kepada sungai Nil.Karena
ketergantungannya itu,Derek Hopwood mengatakan bahwa bangsa Mesir adalah tawanan
sungai Nil. 2 Mesir merupakan sebuah Negara yang terkenal dengan sejarah peradabannya,yang
telah
ada semenjak 4000 tahun SM.Ia merupakan Negara para nabi karena itu ia dikenal dengan
sebutan Ardh al- Anbiya.
1
Anshoruddin ; Makalah Peradilan Satu Atap dan Positivasi Hukum Islam
4
2
Derek Hopwood,EGYPT,Politics and Society 1945-1984 (London; Billing&Sons 1985)
5
Jika ditinjau dari letak wilayahnya dalam atlas dunia,Mesir berada di wilayah benua
Afrika,tetapi jika ditinjau dari segi perjalanan sejarah dan perkembangan
kebudayaannya,Mesir tidak dapat lepas dari kesatuan wilayah Asia Barat.
Islam memasuki negeri ini pada tahun 639 M(dimasa ‘Umar bin Al-Khattab sebagai khalifah
II dalam sejarah islam),dibawah pimpinan ‘Amru bin ‘Ash.Pemerintahan yang berkuasa di
Mesir pada sat itu adalah Dinasti Byzantium yang bemarkas di Alexandaria,dan agama bangsa
Mesir pada saat itu adalah Kristen Koptik. 3 Semenjak kedatangan islam ke negeri itu,kaum
koptik menjadi kaum minoritas,karena islam sangat digemari oleh bangsa Mesir.Mereka
beranggapan bahwa islam lah yang bisa membebaskan merea dari tekanan penguasa.
B. Rumusan Masalah :
1. Bagaimana bentuk dan sistem peradilan di Negara Republik Arab Mesir ?
2. Apa sisi perbedaan dan persamaannya dengan bentuk dan sistem peradilan Indonesia?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui bentuk dan sistem peradilan di Negeri Republik Arab Mesir
2. Untuk mengetahui sisi perbedaan dan persamaan dengan bentuk sistem Peradilan
Indonesia
6
BAB II
PEMBAHASAN
7
rakyat dan dewan yang ditunjuk oleh dewan eksekutif.Walaupun dewan-dewan ini
menjalankan kekuasaan legislatif yang luas, tetapi keduanya dikontrol oleh pemerintah
pusat.
Mesir dibagi kepada 26 muhafazhah. Lima kota, yaitu Kairo, Alexandria, Ismailia, Port
Said dan Suez mempunyai status muhafazhah. Gubernur ditunjuk dan dapat diberhentikan
oleh presiden. Gubernur memegang kekuasaan eksekutif tertinggi di muhafazah. Ia
mempunyai kekuasaan administratif terhadap seluruh personil pemerintahan, kecuali para
hakim, dalam muhafazahnya dan bertanggung jawab untuk menjalankan kebijakan.
Mayoritas dewan Muhafazhah terdiri dari anggota yang dipilih. Menurut peraturan, paling
tidak setengan dari anggota Dewan Muhafazah terdiri dari para petani dan pekerja, tetapi tidak
jalan dalam praktek. Dewan kota atau Dewan Distrik dan Dewan Desa dibangun berdasarkan
prinsip-prinsip yang sama seperti pada Dewan Muhafazhah.
Dewan-dewan daerah melakukan fungsi-fungsi yang beragam dalam pendidikan, kesehatan,
sarana umum, perumahan, pertanian dan komunikasi. Dewan-dewan ini juga bertanggungjawab
mempromosikan gerakan koperasi dan melaksanakan bagian dari perencanaan nasional. Dewan
daerah mendapatkan dana dari pendapatan nasional, pajak tanah dan bangunan di muhafazhah,
berbagai macam pajak daerah, keuntungan dari fasilitas umum, perusahaan-perusahaan dagang
dan subsidi nasional, bantuan dan pinjaman.4
8
4
Disarikan dari CD-ROOM Encyclopedia Britannica 2002, Artikel “Egypt: Government and Social
Conditions”.
9
Kemudian pada masa pemerintahan dinasti Mamalik, terbentuk empat macam peradilan.
Pada masa pemerintahan Muhammad ‘Ali, terbuka pengaruh sistem peradilan Eropah modern
yang ditandai dengan pendirian Dewan Wali pada tahun 1735. Dengan masuknya pendatang
asing ke Mesir didirikan peradilan campuran (al-Mahkamah al-Mukhtalathah) sehingga
peradilan dibagi menjadi dua macam yakni, al-Mahkamah al-Ahliyah (al-Qawmiyyah) dan al-
Mahkamah asy- Syar’iyyah (tentang hukum keluarga). Selanjutnya berdiri peradilan Milliyyah
bagi non Muslim di bidang hukum keluarga. Sistem ini kemudian dihapus dengan Montrel Act
tahun 1937, sehingga peradilan Qaumiyyah dan peradilan Syar’iyyah mempunyai kewenangan
mutlak.
Tingkatan-tingkatan Peradilan
a. Peradilan Bagian (Al-Mahkamah Al-Juz’iyyah)
b. Peradilan Pertama (Al-Mahkamah Al-Ibtida’iyyah)
c. Peradilan Banding (Al-Mahkamah Al-
Isti’nafiyyah) d. Peradilan Kasasi (Mahkama an-
Naqdh)
1
a. Peradilan Bagian (al-Mahkamah Al-
Juz’iyyah)
Persidangan dilakukan dengan siding majelis yang beranggotakan 3 orang kanselir (al
Mustasyar). Peradilan ini juga mengadili perkara pidana yang tempat kejadian perkara
dalam wilayah hukumnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
1
Berbeda dengan peradilan tingkat banding, yang berwenang menangani perkara ulangan,
maka peradilan kasasi urgensinya adalah pengawasan terhadap keabsahan dalam penerapan
hukum terhadap perkara yang dimohonkan kasasi, dengan tujuan:
1. Meluruskan cacat yang terdapat dalam penerapan
hukum.
1
2. Untuk mencapai manfaat yang lebih, yaitu menemukan unsure kemaslahatan bagi
para pihak yang bermuara pada kepentingan (maslahah) umum
- Syarat-syarat permohonan kasasi adalah :
1. Adanya kesalahan dalam penerapan hukum.
2. Permohonan berdasarkan ketidaksesuaian hukum dengan
keputusankeputusan final pada semua tingkat peradilan.
3.Diajukan oleh jaksa (an-Naib al-‘Am)
- Permohonan kasasi dibidang pidana dapat diajukan karena alasan-alasan sebagai berikut:
1. Karena kekeliruan / bertentangan dengan hukum.
2. Bila terdapat cacat dalam putusan.
3. Terdapat kesalahan dalam penerapan hukum acara yang berakibat
cacat hukum.
1
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan :
Sebelum revolusi tahun 1952, Mesir adalah sebuah kerajaan berkonstitusi, yaitu konstitusi
tahun 1923 yang menyatakan bahwa Mesir adalah sebuah negara Islam independen yang
berdaulat dengan bahasa Arab sebagai bahasa resmi dan mempunyai dewan perwakilan
rakyat. Konstitusi tahun 1923 ini dihapuskan, lalu partai-partai politik dibubarkan pada
tahun
1953, dan sebuah konstitusi baru diumumkan pada tahun 1956 yang diikuti
dengan proklamasi Republik Mesir.
Secara historis, sistem peradilan Republik Arab Mesir telah dikenal sejak zaman
kuno, yakni kurang lebih 3000 SM, yang telah meletakkan asas-asas peradilan modern
seperti pemeringkatan peradilan, karakteristik peradilan, sistem peradilan, sengketa
administrasi, asas-asas peradilan serta indepedensi hakim seperti kemandirian dan
kehati-hatian hakim.
Adapun tingkatan-tingkatan Peradilan di Mesir,yaitu :
a. Peradilan Bagian (Al-Mahkamah Al-Juz’iyyah)
b. Peradilan Pertama (Al-Mahkamah Al-Ibtida’iyyah)
c. Peradilan Banding (Al-Mahkamah Al-
Isti’nafiyyah) d. Peradilan Kasasi (Mahkama an-
Naqdh)
1
DAFTAR PUSTAKA