Anda di halaman 1dari 10

PENGARUH MINIMNYA INTERAKSI SOSIAL TERHADAP

PERUBAHAN SIKAP INTERAKSI SOSIAL

Disusun dan Ditujukan untuk Memenuhi Nilai UTS pada Mata Kuliah Teori
Komunikasi 1

Disusun oleh:

Bela Sandora 1211713038

Universitas Bakrie

Jakarta

2022
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pada pertengahan Desember tahun 2019 dunia telah dihebohkan oleh


adanya virus baru dari Kota Wuhan, Tiongkok, yang menjadi tempat klaster
pertama infeksi virus SARS-CoV-2 tercatat. Menurut Nugroho (2020) WHO
mengungkapkan bahwa Covid-19 adalah nama resmi yang baru untuk virus
SARS-CoV-2. Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus telah
mengesahkan pemberian nama resmi yang baru dan memberikan penjelasan
atas asal-usul nama tersebut kepada para wartawan di Jenewa, Swiss, bahwa 
co  berarti corona, vi berarti virus dan d berarti disease (penyakit).

Saat ini sudah memasuki tahun kedua sejak pertama kali kasus Covid-
19 terjadi di Indonesia. Pandemi Covid-19 di Indonesia berdampak besar
terhadap seluruh kehidupan sosial. Kondisi ini menuntut masyarakat untuk
menaati pembatasan sosial, bekerja dari rumah dan terpaksa hidup
berdampingan dengan ancaman kesehatan. Di samping itu, menjalani
kehidupan di masa pandemi Covid-19 yang sudah berlangsung cukup lama
ini mengubah segenap mobilitas yang terbiasa bebas menjadi terbatas,
timbulnya diskriminasi hingga berpengaruh pada kesehatan fisik maupun
mental seseorang. Dilihat dari berbagai permasalahan yang terjadi di
lingkungan sosial, pandemi Covid-19 ini dinilai menjadi sumber  distress
baru bagi masyarakat. Bertahan pada kondisi seperti ini, diyakini akan
memiliki dampak yang cukup serius pada kejiwaan dan kesehatan mental,
karena hilangnya kebebasan atau pengendalian terhadap kehidupan sendiri.
Meningkatnya rasa kesepian dan minimnya interaksi sosial bisa menjadi
pengaruh yang cukup signifikan terhadap hubungan emosional, pola pikir dan
sikap dalam interaksi sosialnya.
Setiap individu perlu melakukan bentuk dari proses sosial, yaitu
interaksi sosial. Interaksi sosial adalah hubungan yang bersifat dinamis,
berkaitan dengan hubungan antar individu dengan individu, hubungan antar
kelompok dengan kelompok, maupun individu dengan kelompok untuk
saling terhubung. Suatu interaksi sosial tidak akan mungkin terjadi apabila
tidak memenuhi dua syarat, yaitu adanya kontak sosial dan komunikasi.
Namun sayangnya dalam 2 tahun terakhir, semua orang harus dihadapkan
oleh keterbatasan dalam proses sosialnya. Pemerintah menghimbau untuk
terbiasa berkomunikasi secara virtual saja, membuat seseorang tidak dapat
merasakan emosi dan komunikasi verbal maupun non verbal dari lawan
bicara secara efektif.
Pandemi ini ternyata bisa mendorong perubahan sikap interaksi sosial
seseorang dalam proses komunikasi. Adanya pengurangan interaksi sosial
secara tatap muka dalam jangka waktu yang tidak sebentar, seseorang akan
mengalami penurunan rasa percaya diri, cemas, gugup, hingga rasa takut
yang selalu muncul saat ingin berinteraksi sosial dengan orang lain. Dimana
mereka tidak berada pada kondisi batin dalam keadaan tentram dan tenang.
Menurut Weaver, kehilangan interaksi kontak langsung berarti kehilangan
faktor utama dalam umpan balik, penyampaian emosi juga menjadi hilang.
Oleh karena itu, penulis tertarik untuk menganalisis perubahan sikap
interaksi sosial akibat pandemi Covid-19. Sehingga dalam penyusunan
paper ini, penulis memilih judul “ Pengaruh Minimnya Interaksi Sosial
Terhadap Perubahan Sikap Interaksi Sosial”.
PEMBAHASAN

Bila sebelumnya sempat terpikirkan bahwa minimnya interaksi sosial bisa


memengaruhi perubahan sikap terutama dalam proses komunikasi secara
langsung. Maka disaat waktunya bertemu secara langsung justru merasa kurang
percaya diri, cemas, gugup, hingga takut saat mulai berbicara. Ternyata tidak
sedikit orang yang memiliki persoalan dengan dirinya sendiri dan juga cara
bersikapnya dengan lawan bicara. Seorang individu akan merasa jika perubahan
yang terjadi di dalam dirinya disebabkan oleh jarangnya berkomunikasi dengan
orang lain secara tatap muka, selain keluarganya sendiri. Hal tersebut pernah
dirasakan langsung oleh seorang wanita yang merupakan kerabat dari penulis.
Pandemi ini tidak hanya mengubah sikap dan perasaan seseorang, akan
tetapi mengubah perilaku kehidupan sosial secara luas. Seseorang menjadi tidak
bisa menerima simbol-simbol yang diciptakan, meliputi gerak tubuh dan gerak
fisik. Bahkan cara seseorang berkomunikasi secara langsung dengan virtual bisa
berubah. Simbol-simbol dihasilkan ini mengandung makna yang bisa dimengerti
oleh orang lain. Makna yang ada akan ditanggapi oleh orang lain dan
dipantulkan lagi, sehingga terjadilah interaksi.

Perubahan yang dialami seorang individu menjadikannya sering merasa


bingung untuk membangun suasana komunikasi yang nyaman. Pada setiap
pertemuan akan selalu terasa canggung, kemudian malu untuk memulai
percakapan. Akhirnya, merasa gagal menciptakan kehangatan dalam menjalin
kontak sosial. Seperti halnya pada teori interaksioninsme simbolik yang diusung
oleh George Herbert Mead. Teori tersebut membahas mengenai cara seorang
individu dalam berperilaku dan membuat keputusan berdasarkan lingkungan
yang ditempati. Dasar dari toeri interaksionisme simbolik adalah memusatkan
diri sendiri pada interaksi alami yang terjadi antara individu dalam masyarakat
dan sebaliknya. Interaksi yang muncul berkembang lewat simbol-simbol yang
diciptakan, meliputi gerak tubuh, suara, gerak fisik, ekspresi hingga dilakukan
dengan sadar. Seseorang akan berkomunikasi pada tingkat interpersonal yang
berbeda tergantung pada siapa mereka terlibat dalam komunikasi. Sebagai
contoh, jika seseorang berkomunikasi dengan anggota keluarga, cara
berkomunikasinya mungkin akan berbeda dari jenis komunikasi yang digunakan
ketika terlibat dalam tindakan komunikasi dengan teman.
Ketika mulai berkurangnya interaksi sosial secara langsung, secara
perlahan juga membentuk seseorang kehilangan hubungan emosionalnya dengan
orang lain untuk waktu yang lumayan lama. Inilah yang menjadi penyebab
seorang individu sering merasa kurang percaya diri, cemas, gugup, hingga rasa
takut memulia percakapan. Dampak pandemi Covid-19 ini dinilai menghambat
individu untuk saling mengenal dan memahami kepribadian individu lainnya
dalam proses komunikasi. Perubahan sikap akibat pembatasan sosial ini erat
kaitannya dengan komunikasi non verbal, dimana gestur tubuh maupun ekspresi
wajah bisa menunjukkan sebuah makna tingkat hubungan.

Pernyataan tersebut dapat didukung oleh teori penetrasi sosial yang


menjelaskan tahapan memasuki interaksi. Ada beberapa tahapan dalam
pendekatan sosial, hingga bisa menjadi dekat. Hal ini sama seperti struktur kulit
bawang, akan ada pengenalan diri dahulu, kemudian mulai membuka diri,
timbullah keluasan diantara kedua belah pihak, ketika sudah saling dekat dan
mengenal maka komunikasinya akan dibangun lebih dalam dan lebih intim (bisa
jauh lebih luwes dan apa adanya, tanpa merasa canggung lagi). Menurut Teori
Pertukaran Sosial, teori ini melihat antara perilaku dengan lingkungan terdapat
hubungan yang saling mempengaruhi. Individu lebih kuat apabila membangun
relasi pada individu yang lain jika kepribadiannya menyenangkan dan terbuka
pada lawan bicara (Joseph A. De Vito, 1997: 238-241). Seseorang akan
merubah sikap interaksi sosialnya yang awalnya kurang percaya diri, cemas,
gugup, hingga rasa takut, menjadi lebih aktif dalam membangun komunikasi
yang efektif dan menciptakan interaksi sosial yang erat dengan orang lain jika
keduanya sudah nyaman dan saling terbuka.
PENUTUP

Kesimpulan

Saat ini sudah memasuki tahun kedua sejak pertama kali kasus Covid-
19 terjadi di Indonesia. Pandemi Covid-19 di Indonesia berdampak besar
terhadap seluruh kehidupan sosial secara luas dan menjadi sumber  distress
baru bagi masyarakat. Setiap individu perlu memenuhi kebutuhan sosialnya,
apabila terjadi minimnya interaksi sosial bisa memengaruhi hubungan
emosional, pola pikir dan sikap dalam interaksi sosialnya. Tidak hanya itu,
seseorang juga akan mengalami penurunan rasa percaya diri, cemas, gugup,
hingga rasa takut yang selalu muncul saat ingin memulai berinteraksi sosial
dengan orang lain.

Adanya perubahan sikap dalam interaksi sosial salah satu


penyebabnya adalah jarangnya berkomunikasi dengan orang lain secara
langsung. Seseorang menjadi tidak bisa menerima simbol-simbol yang
diciptakan, padahal simbol-simbol yang dihasilkan itu mengandung makna
yang bisa dimengerti oleh orang lain, meliputi gerak tubuh, suara, gerak fisik,
ekspresi hingga dilakukan dengan sadar.. Persoalan diatas berkaitan dengan
teori interaksionisme simbolik, membahas mengenai cara seorang individu
dalam berperilaku dan membuat keputusan berdasarkan lingkungan yang
ditempati. Sebagai contoh, jika seseorang berkomunikasi dengan anggota
keluarga, cara berkomunikasinya mungkin akan berbeda dari jenis
komunikasi yang digunakan ketika terlibat dalam tindakan komunikasi
dengan teman.

Dampak pandemi Covid-19 ini dinilai menghambat individu untuk


saling mengenal dan memahami kepribadian individu lainnya dalam proses
komunikasi. Hal ini juga yang menjadi seseorang mulai kehilangan hubungan
emosionalnya. Pernyataan tersebut dapat didukung oleh teori penetrasi sosial
yang menjelaskan tahapan memasuki interaksi. Tahapan berawal dari
seseorang yang memulai mengenalkan diri, kemudian berani membuka diri,
hingga merasa ada keluasan dalam pertukaran hal yang lebih pribadi, lalu
akan menjadi lebih dalam dan intim. Jika seseorang masih sulit dalam
membuka diri dengan orang lain, maka dipastikan kasus tersebut tidak sejalan
dengan teori ini. ). Menurut Teori Pertukaran Sosial, teori ini melihat antara
perilaku dengan lingkungan terdapat hubungan yang saling mempengaruhi.
Individu lebih kuat apabila membangun relasi pada individu yang lain jika
kepribadiannya menyenangkan dan terbuka pada lawan bicara. Sikap setiap
individu dalam memberikan feedback berbeda-berbeda. Dalam artian, apabila
seseorang hanya merasa perubahan sikap interaksi sosial hanya pada orang
dan lingkungan tertentu. Maka hal tersebut sejalan dengan teori pertukaran
sosial.

Referensi
Aesthetika, Nur Maghfirah. 2018. Buku Ajar Komunikasi Interpersonal, 1-
106. Umsida Press.

De Vito, Joseph A. 1997. Komunikasi Antarmanusia, Terjemahan Agus Maulana.


Jakarta: Profesional Books.

Ginintasasi, Rahayu. Interaksi Sosial.


http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PSIKOLOGI/195009011981032-
RAHAYU_GININTASASI/INTERAKSI_SOSIAL.pdf

Irwanto. 2002. Psikologi Umum. Jakarta: Prenhallindo.

Mulyadi, Yonathan Yoel., & Franky Liauw. (April 2020). Wadah Interaksi Sosial,Vol.
2, No. 1, 37-44.
https://sg.docworkspace.com/d/slLC_9rc29tWTjwY (diakses pada 8
Mei 2020)
Purwaningsih, Tutik. (12 Juni 2019). Memanfaatkan Kedahsyatan
Komunikasi Interpersonal Dalam Proses Pembelajaran.
https://bkpsdm.bulelengkab.go.id/informasi/detail/artikel/memanfaatka n-kedahsyatan-
komunikasi-interpersonal-dalam-proses-pembelajaran- 28
Rahayu, Indah Sri. (2018). Hubungan Interaksi Sosial dengan Komunikasi
Interpersonal Siswa Di SMP Negeri 22 Kabupaten Tebo.
https://repository.unja.ac.id/3900/1/ARTIKEL%20ILMIAH%20indah.p df

Wahyuningsih, Sri. (2007). Sikap Interaksi Sosial dan Individu dalam Kehidupan
Sehari-hari, 417.
https://www.neliti.com/publications/168507/sikap-interaksi-sosial-dan- individu-dalam-
kehidupan-sehari-hari

Wood, Julia T. (2014). Communication Mosaics, An Introduction To The Field of


Communication (7th ed.). Canada: Monica Eckman.

Wulandari, Rustini., & Rahmi, Amelia. (2018). Relasi Interpersonal dalam Psikologi
Komunikasi, 3(1): 56.
https://www.researchgate.net/publication/330959397_RELASI_INTER
PERSONAL_DALAM_PSIKOLOGI_KOMUNIKASI

Xiao, Angeline. (9 Agustus 2018). Konsep Interaksi


Sosial dalam Komunikasi, Teknologi, dan Masyarakat.
https://jurnal.kominfo.go.id

Anda mungkin juga menyukai