Anda di halaman 1dari 7

TUGAS WEEKLY TEORI KOMUNIKASI

“TEORI DISONANSI KOGNITIF”

DISUSUN OLEH

Hari Suqron

1211723016

UNIVERSITAS BAKRIE

FAKULTAS EKONOM DAN ILMU SOSIAL

ILMU KOMUNIKASI

2022
PENDAHULUAN

Sebagai makhluk sosial manusia senantiasa ingin berhubungan dengan manusia


lainnya untuk dapat berinteraksi dengan sesamanya. Ia ingin mengetahui bagaimana keadaan
lingkungan sekitarnya, bahkan juga ingin mengetahui apa yang sedang terjadi didalam diri
pribadinya. Rasa ingin tahu inilah memaksa manusia untuk perlu melakukan Komunikasi dan
Interaksi. Komunikasi yang merupakan sebagai salah satu kegiatan yang dilakukan dalam
keseharian yang dilaksanakan oleh masing - masing individu sangat berhubungan erat dengan
perilaku, watak ataupun karakter individu itu sendiri. Tak jarang pula didalam kesahariannya
seorang Komunikator dan Komunikan yang menjalin Interaksi timbul Perbedaan perilaku
perindividu masing - masing didalam melakukan komunikasi tersebut, atau juga berhubungan
dengan orang lain yang merupakan situasi dimana berkaitan dengan psikologis (psikis /
kejiwaan) individu itu sendiri. Dalam hidup bermasyarakat, orang yang tidak pernah
berkomunikasi dengan orang lain niscaya akan terisolasi dari masyarakatnya. Pengaruh
keterisolasian ini akan menimbulkan depresi mental yang pada akhirnya membawa orang
kehilangan keseimbangan jiwa. Oleh sebab itu menurut Dr.Everett Kleinjan dari East West
Center Hawaii, komunikasi sudah merupakan bagian kekal dari kehidupan manusia seperti
halnya bernafas yang 1 dilakukan dan dibutuhkan oleh semua manusia. Sepanjang manusia
ingin hidup, ia perlu berkomunikasi untuk melangsungkan hidupnya. Banyak pakar meniai
bahwa komunikasi adalah suatu kebutuhan yang sangat fundamental bagi seseorang dalam
hidup bermasyarakat. Profesor Wilbur Schramm menyebutnya bahwa komunikasi dan
masyarakat adalah dua kata kembar yang tidak dapat dipisahkan antara satu sama yang
lainnya. Sebab komunikasi tidak mungkin masyarakat terbentuk, sebaliknya tanpa
masyarakat maka manusia tidak mungkin dapat mengembangkan Komunikasi. Atas dasar
tersebut, maka timbulah beberapa Teori dan statement – statement yang dicetuskan oleh
beberapa para ahli dibidang Komunikasi, maupun yang berasal dari cabang Ilmu lainnya
yang mencakup paham Komunikasi. Seperti Teori Disonansi Kognitif yang salah satu
statementnya dicetuskan oleh Leon Festinger yang merupakan seorang ahli psikologi
(psikolog).

PEMBAHASAN
Teori Disonansi Kognitif pertama kali diperkenalkan oleh Leon Festinger pada tahun
1957 dan berkembang pesat sebagai sebuah pendekatan dalam memahami area umum dalam
Komunikasi dan pengaruh sosial. Ada terdapat beberapa Teori dalam menjelaskan konsistensi
atau keseimbangan, diantarnya adalah Teori Ketidakseimbangan Kognitif (cognitive
imbalance theory) oleh Heider pada tahun 1946, Teori Asimetri (asymetry theory) oleh
Newcomb pada tahun 1953, dan Teori Ketidakselarasan (incongruence) oleh Osgood dan
Tannembaum pada tahun 1952.

Namun Shaw & Contanzo pada tahun 1985 mengatakan bahwa Teori Disonansi
Kognitif memiliki dua perbedaan hal penting yang terdapat didalam proses Teori ini, yaitu :

1. Tujuannya, yang dimaksudkan untuk memahami hubungan tingkah laku (behavior)


dan Kognitif (cognitive) secara umum, tidak hanya merupakan sebuah teori dari tingkah laku
sosial.

2. Pengaruhnya, dalam sebuah penelitian Psikologi yang dilakukan oleh pakar


psikolog, suatu hubungan sosial telah menjadi suatu hal yang sangat besar dibandingkan teori
konsistensi lainnya, jika memiliki perbandingan.

Menurut Festinger (1957) disonansi kognitif adalah ketidaksesuaian yang terjadi


antara dua elemen kognitif yang tidak konsisten yang menyebabkan ketidaknyamanan
Psikologis serta memotivasi orang untuk berbuat sesuatu agar disonansi itu dapat dikurangi.
Istilah disonansi / disonan berkaitan dengan istilah konsonan dimana keduanya mengacu pada
hubungan yang ada antara dua buah elemen.

Elemen - elemen yang dimaksud adalah elemen kognitif yaitu Hubungan antara
elemen kognitif yang konsonan berarti adanya suatu kesesuaian antara elemen kognitif
manusia (Festinger, 1957 dalam Breckler, Olson, & Wiggins, 2006). Sementara hubungan
yang disonan seperti yang juga diungkapkan oleh Festinger (1957) :

“These two elements are in a dissonant relation if, considering these two alone, the
observe of one element would follow from the other”

Kedua elemen yang dimaksud oleh Festinger (1957) ialah :

1. Hubungan tidak relevan (irrelevant), yaitu tidak adanya kaitan antara dua
elemen Kognitif. Misalnya : pengetahuan bahwa merokok buruk bagi
kesehatan dengan pengetahuan bahwa Indonesia tidak pernah turun salju.
Dapat kita lihat, bahwa dua hal ini tidak memiliki kaitan antara satu sama lain.
Yang mana pengetahuan merokok itu buruk ditujukan untuk para perokok, dan
pengetahuan Indonesia tidak pernah turun salju ditujukan untuk siapa saja dan
bersifat umum.
2. Hubungan relevan (relevant), yaitu hubungan yang berkaitan antara satu
dengan yang lain, sehingga salah satu elemen mempunyai dampak terhadap
elemen yang lainnya. Hubungan initerdiri dari dua macam, yaitu :
a. Disonan, jika dari kedua elemen Kognitif, satu elemen diikuti
penyangkalan (observe) dari yang elemen lainnya. Contoh : seseorang
yang mengetahui bahwa bila terkena hujan akan basah mengalami
disonan ketika pada suatu hari ia mendapati dirinya tidak basah saat ia
terkena hujan.
b. Konsonan, terjadi ketika dua elemen bersifat relevan dan tidak
disonan, dimana satu Kognisi diikuti secara selaras. Contoh : seseorang
yang mengetahui bahwa bila terkena hujan akan basah dan memang
selalu basah bila terkena hujan.

Contoh hubungan yang disonan antara elemen kognitif menurut Festinger (1957)
yaitu jika seseorang tahu bahwa ia sedang terlilit hutang dan dia membeli sebuah mobil baru,
maka akan terjadilah sesuatu yang disebut dengan hubungan yang disonan antara kedua
elemen kognitif tersebut, yaitu antara terlilit hutang yang lebih banyak dan adanya hasrat
untuk memiliki mobil baru.

Festinger juga menyatakan bahwa hubungan yang konsonan antara elemen kognitif
menghasilkan perasaan yang menyenangkan, sementara hubungan yang disonan akan
menyebabkan perasaan 9 yang tidak enak atau tidak nyaman pada individu. Perasaan tidak
nyaman yang terbentuk akibat hubungan yang disonan tersebut memotivasi individu untuk
melakukan sesuatu agar disonansi itu dapat dikurangi sehingga mereka akan merasa nyaman
kembali (1957, dalam Breckler, Olson, & Wiggins, 2006).

Setiap hubungan yang disonan tentu saja tidak sama besarnya, dimana Festinger
(dalam Breckler, Olson, & Wiggins, 2006) menyatakan bahwa tingkat kepentingan dari
elemen - elemen Kognitif mempengaruhi besarnya disonansi yang terjadi. Semakin penting
atau semakin bernilainya suatu elemen kognitif akan mempengaruhi besarnya hubungan yang
disonan antara elemen tersebut. Breckler, Olson, & Wiggins (2006) juga menyatakan bahwa
disonansi antara elemen - elemen kognitif yang penting akan menyebabkan perasaan negatif
yang lebih besar dibandingkan disonansi yang terjadi pada elemen - elemen yang kurang
penting.

Sebagai salah satu contoh ilustrasinya yaitu, ketika kita melukai perasaan sahabat,
teman ataupun kekasih akan lebih menimbulkan disonansi yang lebih besar dibanding ketika
melukai perasaan orang asing yang baru kita kenal ataupun yang belum sama sekali kita
ketahui siapa orang tersebut

Komunikasi memang merupakan suatu kebutuhan dasar manusia. Sejak lahir dan
selama Manusia menjalani proses kehidupannya, Manusia akan selalu terlibat dalam tindakan
- tindakan Komunikasi. Tindakan komunikasi dapat terjadi dalam berbagai konteks
kehidupan manusia, mulai dari kegiatan yang bersifat individual, di antara dua orang atau
lebih, kelompok, keluarga, organisasi dalam konteks publik secara lokal, nasional, regional
dan global atau melalui media massa.

Begitu pula dengan Teori Disonansi Kognitif ini, prakata dan statement real yang
dicetuskan para ahli seperti Festinger, dapat terjadi dengan siapa saja yang melakukan
Interaksi dan menjalin Komunikasi, baik itu secara interpersonal maupun intrapersonal.
Tanpa memperhatikan ruang Komunikasi yang ada, hanya perlu memahami sikap, perilaku,
karakter, sifat dan watak diri sendiri ataupun orang lain yang menjadi lawan bicara kita

Karena Teori Disonansi Kognitif menjadi salah satu penjelasan yang paling luas yang
diterima terhadap perubahan tingkah laku dan banyak perilaku sosial lainnya. Teori ini telah
di genralisir pada lebih dari seribu penelitian dan memiliki kemungkinan menjadi bagian
yang terintegrasi dari teori psikologi sosial untuk bertahun – tahun, seperti yang dikatakan
oleh Cooper & Croyle pada tahun 1984 dan dalam Vaughan & Hogg tahun 2005.

KESIMPULAN

Dewasa ini minat seseorang untuk dapat mempelajari dan mendalami Ilmu
Komunikasi semakin luas. Bukan saja dikalangan Mahasiswa tetapi juga dikalangan anggota
masyarakat umum lainnya, apakah itu lewat sebuah seminar, diskusi ataupun pelatihan
khusus mengenai Komunikasi itu sendiri. Dalam kehidupan sehari - hari, komunikasi yang
baik sangat penting untuk berinteraksi antar personal maupun antar masyarakat agar terjadi
keserasian dan mencegah konflik dalam lingkungan masyarakat. Sebaliknya, Miss
Communication (terjadinya kesalahan dalam salah satu proses komunikasi) akan
menyebabkan tidak tercapainya tujuan atau misi yang hendak di capai.

Namun, ketika seorang Komunikator dan Komunikan yang menjalin Komunikasi, tak
jarang pula ditemukannya sebuah rasa ketidaknyamanan diantara keduanya. Hal ini tentunya
mungkin saja terjadi, karena didukung oleh Teori – Teori yang telah ada, seperti Teori
Disonansi Kognitif dan yang dibahas kita didalam Makalah ini.

Teori Disonansi Kognitif pertama kali diperkenalkan oleh Leon Festinger pada tahun
1957 dan berkembang pesat sebagai sebuah pendekatan dalam memahami area umum dalam
44 Komunikasi dan pengaruh sosial. Ada terdapat beberapa Teori dalam menjelaskan
konsistensi atau keseimbangan, diantarnya adalah Teori Ketidakseimbangan Kognitif
(cognitive imbalance theory) oleh Heider pada tahun 1946, Teori Asimetri (asymetry theory)
oleh Newcomb pada tahun 1953, dan Teori Ketidakselarasan (incongruence) oleh Osgood
dan Tannembaum pada tahun 1952.

Menurut Festinger (1957) disonansi kognitif adalah ketidaksesuaian yang terjadi


antara dua elemen kognitif yang tidak konsisten yang menyebabkan ketidaknyamanan
Psikologis serta memotivasi orang untuk berbuat sesuatu agar disonansi itu dapat dikurangi.
Istilah disonansi / disonan berkaitan dengan istilah konsonan dimana keduanya mengacu pada
hubungan yang ada antara dua buah elemen. Kedua elemen yang dimaksud oleh Festinger
adalah (1) hubungan yang Relevant (Relevant), dan (2) hubungan yang tidak Relevant
(Irrelevant).

Komunikasi memang merupakan suatu kebutuhan dasar manusia. Sejak lahir dan
selama Manusia menjalani proses kehidupannya, Manusia akan selalu terlibat dalam tindakan
- tindakan Komunikasi. Tindakan komunikasi dapat terjadi dalam berbagai konteks
kehidupan manusia, mulai dari kegiatan yang bersifat individual, di antara dua orang atau
lebih, kelompok, keluarga, organisasi dalam konteks publik secara lokal, nasional, regional
dan global atau melalui media massa.

Begitu pula dengan Teori Disonansi Kognitif ini, prakata dan statement real yang
dicetuskan para ahli seperti Festinger, dapat terjadi dengan siapa saja yang melakukan
Interaksi dan menjalin Komunikasi, baik itu secara interpersonal maupun intrapersonal.
Tanpa memperhatikan ruang Komunikasi yang ada, hanya perlu memahami sikap, perilaku,
karakter, sifat dan watak diri sendiri ataupun orang lain yang menjadi lawan bicara kita.
Karena Teori Disonansi Kognitif menjadi salah satu penjelasan yang paling luas yang
diterima terhadap perubahan tingkah laku dan banyak perilaku sosial lainnya. Teori ini telah
di genralisir pada lebih dari seribu penelitian dan memiliki kemungkinan menjadi bagian
yang terintegrasi dari teori psikologi sosial untuk bertahun – tahun, seperti yang dikatakan
oleh Cooper & Croyle pada tahun 1984 dan dalam Vaughan & Hogg tahun 2005.

Anda mungkin juga menyukai