Anda di halaman 1dari 30

BAB 5.

Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien (PMKP)


Standar
5.1. Peningkatan Mutu dilaksanakan secara berkesinambungan
Peningkatan mutu dilakukan melalui upaya perbaikan
berkesinambungan, upaya keselamatan pasien, dan upaya
pencegahan dan pengendalian infeksi untuk meminimalkan risiko bagi
pasien, sasaran UKM, masyarakat, dan lingkungan. (lihat juga MP
1.1.1; 1.1.2; dan 1.1.3 )

Kriteria
5.1.1. Kepala Puskesmas menetapkan tim atau petugas yang diberi tanggung
jawab mutu, keselamatan pasien, manajemen risiko, tim atau petugas
yang diberi tanggung jawab pencegahan dan pengendalian infeksi, tim
atau petugas yang diberi tanggung jawab manajemen fasilitas dan
keselamatan, yang harus bertanggung jawab untuk membudayakan,
mengkoordinasikan, serta memonitor kegiatan peningkatan mutu,
keselamatan pasien, manajemen risiko, pencegahan dan pengendalian
infeksi, manajemen fasilitas dan keselamatan.

Pokok Pikiran:
Agar upaya-upaya peningkatan mutu, keselamatan pasien,
manajemen risiko, pencegahan dan pengendalian infeksi, serta
manajemen fasilitas dan keselamatan, dapat dikelola dengan baik,
konsisten dengan visi, misi, tujuan dan tata nilai, maka perlu
-101-

ditetapkan tim atau petugas yang diberi tanggung jawab mutu,


keselamatan pasien, manajemen risiko, tim atau petugas yang diberi
tanggung jawab pencegahan dan pengendalian infeksi, tim atau
petugas yang diberi tanggung jawab dalam manajemen fasilitas dan
keselamatan.
Penunjukkan dan persyaratan kompetensi ketua tim atau petugas
yang diberi tanggung jawab ditentukan oleh Kepala Puskesmas.
Persyaratan kompetensi tersebut antara lain adalah: sarjana
kesehatan, mempunyai kapasitas terkait pengelolaan mutu,
keselamatan pasien;manajemen risiko; pencegahan dan pengendalian
infeksi;manajemen fasilitas dan keselamatan; mempunyai
pengalaman kerja di Puskesmas.
Para tim atau petugas yang bertanggung jawab tersebut, mempunyai
tugas untuk melakukan fasilitasi, koordinasi, pemantauan, dan
membudayakan kegiatan peningkatan mutu, keselamatan pasien,
manajemen risiko, pencegahan dan pengendalian infeksi, serta
manajemen fasilitas dan keselamatan, untuk menjamin pelaksanaan
kegiatan dilakukan secara konsisten dan berkelanjutan.
Perlu ditetapkan regulasi tentang peningkatan mutu, keselamatan
pasien, manajemen risiko, pencegahan dan pengendalian infeksi,
serta manajemen fasilitas dan keselamatan, yang menjadi acuan bagi
Kepala Puskesmas, penanggung jawab upaya pelayanan Puskesmas
dan koordinator dan pelaksana kegiatan Puskesmas.

Elemen Penilaian:
Kepala Puskesmas menetapkan tim atau petugas yang diberi tanggung
jawab mutu, keselamatan pasien, manajemen risiko, yang memenuhi
persyaratan kompetensi beserta uraian tugasnya. (R, D, W)
Kepala Puskesmas menetapkan tim atau petugas yang diberi tanggung
jawab pencegahan dan pengendalian infeksi, yang memenuhi
persyaratan kompetensi beserta uraian tugasnya. (R, D, W)
Kepala Puskesmas menetapkan tim atau petugas yang diberi
tanggung jawab manajemen fasilitas dan keselamatan, memenuhi
persyaratan kompetensi beserta uraian tugasnya. (R, D, W)
Kepala Puskesmas menetapkan regulasi peningkatan mutu,
keselamatan pasien, manajemen risiko, pencegahan dan pengendalian
infeksi, serta manajemen fasilitas dan keselamatandi Puskesmas. (R)

Kriteria
5.1.2. Program peningkatan mutu dan keselamatan pasien, program
manajemen risiko, program pencegahan dan pengendalian infeksi,
serta program manajemen fasilitas dan keselamatandisusun,
dilaksanakan, diawasi, dikendalikan, dan dinilai secara kolaboratif

Pokok Pikiran:
Kepala Puskesmas perlu memfasilitasi, mengalokasikan, dan
menyediakan sumber daya yang dibutuhkan untuk program
peningkatan mutu dan keselamatan pasien, manajemen risiko,
pencegahan dan pengendalian infeksi, serta manajemen fasilitas dan
keselamatan sesuai dengan ketersediaan anggaran dan sumber daya
yang ada di Puskesmas
Program peningkatan mutu dan keselamatan pasien, program
manajemen risiko, program pencegahan dan pengendalian infeksi,
serta programmanajemen fasilitas dan keselamatan disusun secara
-102-

kolaboratif sejak perencanaan, pelaksanaan, pengawasan,


pengendalian, dan penilaian
Program peningkatan mutu dan keselamatan pasien, program
manajemen risiko, program pencegahan dan pengendalian infeksi,
serta program manajemen fasilitas dan keselamatan sesuai dengan
perkembangan kebutuhan dan harapan masyarakat, perubahan
regulasi, perkembangan teknologi dan perubahan panduandalam
rangka upaya-upaya perbaikan berkesinambungan untuk
memperbaiki perencanaan maupun pelaksanaan kegiatan pelayanan
Proses, hasil kegiatan, penilaian dan tindak lanjut program
peningkatan mutu dan keselamatan pasien, program manajemen
risiko, program pencegahan dan pengendalian infeksi, serta program
manajemen fasilitas dan keselamatan, didokumentasikan,
disosialisasikan, dan dikomunikasikan kepada semua petugas
kesehatan yang memberikan pelayanan.
-103-

Elemen Penilaian:
Disusun program peningkatan mutu dan keselamatan pasien,
program manajemen risiko, program pencegahan dan pengendalian
infeksi, serta program manajemen fasilitas dan keselamatan. (R)
Kegiatan peningkatan mutu dan keselamatan pasien, manajemen
risiko, pencegahan dan pengendalian infeksi, serta manajemen
fasilitas dan keselamatan, dilaksanakan sesuai dengan program yang
disusun. (D, W)
Dilakukan pengawasan, pengendalian, penilaian, tindak lanjut, dan
upaya perbaikan berkesinambungan terhadap pelaksanaan program
peningkatan mutu dan keselamatan pasien, program manajemen
risiko, program pencegahan dan pengendalian infeksi, serta
programmanajemen fasilitas dan keselamatan. (D,O,W)

Kriteria
5.1.3. Kepala Puskesmas dan tim atau petugas yang diberi tanggung jawab
mutu dan keselamatan pasien berkomitmen untuk membudayakan
peningkatan mutu secara berkesinambungan melalui pengelolaan
indikator mutu

Pokok Pikiran:
Kepala Puskesmas, tim atau petugas yang diberi tanggung jawab mutu
dan keselamatan pasien,petugas yang diberi tanggung jawab indikator,
petugas yang diberi tanggung jawab untuk mengumpulkan data, dan
petugas yang diberi tanggung jawab untuk validasi data, harus
bertanggung jawab dan memerlukan peran serta aktif dalam
peningkatan mutu secara berkesinambungan. Dalam hal keterbatasan
tenaga, maka petugas yang diberi tanggung jawab untuk validasi data
dapat dirangkap oleh petugas penanggung jawab indicator. ( Lihat juga
MP : 1.6.15 tentang manajemen data dan informasi)
Pemilihan indikator berdasarkan prioritasnya dapat meliputi
indicator mutu prioritas Puskesmas (IMPP) yang menjadi tanggung
jawab Kepala Puskesmas dan indikator mutu prioritas jenis
pelayanan (IMPPel) yang menjadi tanggung jawab penanggung jawab
pelayanan. (lihat juga MP :1.1.1 dan 1.1.3)
Pemilihan prioritas didasarkan pada proses yang berimplikasi risiko
tinggi (high risk), melibatkan populasi dalam volume besar (high
volume), melibatkan biaya besar bila tidak dikelola dengan baik (high
cost), capaian kinerja rendah (bad performance), atau cenderung
menimbulkan masalah (problem prone).
Prioritas berdasarkan capaian kinerja, kendala, atau hambatan
dalam pelaksanaan kegiatan, adanya ketidakpuasan sasaran, dan
ketidaksesuaian terhadap kerangka acuan atau jadwal pelayanan
yang disusun, dan perubahan kebijakan pemerintah atau
pemerintah daerah terkait dengan penyelenggaraan Admen,
pelayanan UKM, dan pelayanan UKP Puskesmas
Setiap indikator agar dibuat profilnya atau gambaran singkat tentang
indikator tersebut yang antara lain meliputi:
judul indikator,
dasar pemikiran/alasan pemilihan indikator,
dimensi mutu,
tujuan,
definisi operasional,
tipe indikator,
satuan pengukuran,
-104-

numerator,
denominator,
target pencapaian,
kriteria inklusi dan eksklusi,
formula pengukuran,
desain pengumpulan data,
sumber data,
populasi atau sampel,
frekuensi pengumpulan data,
periode waktu pelaporan data,
periode analisis data,
penyajian data,
instrumen pengambilan data
penanggung jawab indikator
Indikator mutu yang sudah tercapai dan dapat dipertahankan
selama tahun berjalan maka dapat diganti dengan indikator mutu
prioritas baru. Indikator mutu yang belum mencapai target dapat
tetap diukur di tahun berikutnya. (Lihat juga MP pada kriteria 1.1.1
dan 1.1.3; dan PMKP pada kriteria 5.1.4 terkait indikator mutu)
Jika prioritas indikator yang dipilih sama di beberapa unit pelayanan
(contoh: indikator kepatuhan cuci tangan) maka tim atau petugas yang
diberi tanggung jawab mutu melakukan koordinasi dalam pengumpulan
data. Jika prioritas indikator yang dipilih terkait di beberapa unit
pelayanan (contoh: pengukuran waktu tunggu rawat jalan dan waktu
tunggu rekam medis), maka tim atau petugas yang diberi tanggung
jawab mutu melakukan integrasi dalam pengumpulan data. Koordinasi
dan integrasi sistem pengukuran akan memberikan kesempatan adanya
penyelesaian dan perbaikan terintegrasi.
Kepala Puskesmas, tim atau petugas yang diberi tanggung jawab
mutu dan keselamatan pasien,petugas penanggung jawab indikator,
petugas yang diberi tanggung jawab untuk mengumpulkan data,
petugas yang diberi tanggung jawab untuk validasi data,
mendapatkan peningkatan kapasitas pengelolaan data. ( Lihat juga
MP : 1.6.15 tentang manajemen data dan informasi)

Elemen Penilaian:
Ditetapkan indikator mutu prioritas Puskesmas (IMPP) dan indikator
mutu prioritas pelayanan (IMPPel). (R)
Setiap indikator yang dilengkapi dengan profil indikator yang
meliputi a) sampai u) di pokok pikiran. (D)
Pengumpulan dan analisis data dilakukan oleh petugas yang diberi
tanggung jawab untuk mengumpulkan data, petugas yang diberi
tanggung jawab untuk validasi data, dan petugas penanggung jawab
indikator (D, W)
Puskesmas menyelenggarakan kegiatan peningkatan kapasitas
pengelolaan data bagi tim atau petugas yang diberi tanggung jawab
mutu dan keselamatan pasien,petugas penanggung jawab indikator,
petugas yang diberi tanggung jawab untuk mengumpulkan data,
petugas yang diberi tanggung jawab untuk validasi data. (D,W)

Kriteria
5.1.4. Dilakukan validasi terhadap hasil pengukuran indikator mutu untuk
menjamin data yang dikumpulkan valid untuk peningkatan mutu
dan penyampaian informasi kepada masyarakat.
-105-

Pokok Pikiran:
Untuk menjamin bahwa data dari masing-masing indikator mutu
yang dikumpulkan dapat dimanfaatkan untuk perbaikan mutu dan
menyampaikan informasi tentang mutu pelayanan puskesmas perlu
dilakukan proses validasi data. Validasi data dilakukan jika:
terdapat indikator baru yang diterapkan untuk menilai mutu
pelayanan
terdapat indikator mutu yang akan ditampilkan kepada
masyarakat melalui media informasi yang ditetapkan
terdapat perubahan pada metode pengukuran yang ada, antara
lain: perubahan numerator atau denominator, perubahan metode
pengumpulan, perubahan sumber data, perubahan subjek
pengumpulan data, perubahan definisi operasional dari indikator.
Validasi penting untuk dilakukan agar data indikator mutu akurat
untuk mendukung keputusan yang diambil terkait dengan
perubahan kebijakan maupun upaya perbaikan mutu, dan untuk
mendukung kesahihan data yang disampaikan pada masyarakat.
(Lihat juga MP pada kriteria 1.1.3; kriteria ; dan PMKP pada kriteria
5.1.3 terkait indikator mutu)
Validasi data dapat dilakukan terhadap sumber data, definisi
operasional numerator dan denominator, membandingkan hasil
pengukuran ulang dengan sumber data yang sama, atau
membandingkan hasil pengukuran dengan menggunakan sumber
data yang lain untuk mencocokkan hasil pengukuran yang telah
dilakukan. ( Lihat juga MP : 1.6.15 tentang manajemen data dan
informasi)

Elemen Penilaian:
Ditetapkan petugas atau tim yang bertanggung jawab untuk
melakukan validasi data indikator mutu. (R)
Ditetapkan prosedur dan metode untuk melakukan validasi data
hasil pengukuran indikator mutu. (R)
Dilakukan validasi data hasil pengukuran indikator sebagaimana
diminta pada pokok pikiran. (D, W)
Hasil validasi data digunakan untuk pengambilan keputusan, upaya
perbaikan mutu, dan untuk penyediaan informasi tentang capaian
mutu kepada masyarakat. (D, O, W)

Kriteria
5.1.5. Peningkatan mutu dan keselamatan pasien dicapai dan dipertahankan.

Pokok Pikiran:
Informasi dari analisis data digunakan untuk mengidentifikasi
potensi perbaikan dan mengurangi atau mencegah kejadian yang
merugikan. Data memberikan kontribusi untuk pemahaman potensi
perbaikan terutama untuk indikator-indikator mutu prioritas yang
sudah ditetapkan oleh Kepala Puskesmas.
Metode untuk meningkatkan dan mempertahankan mutu dan
keselamatan pasien antara lain dapat menggunakan siklus Plan
(merencanakan perbaikan), Do (uji coba perbaikan), Study
(mempelajari/menganalisis hasil uji coba perbaikan), Action
(menindak lanjuti hasil analisis uji coba perbaikan).
Setelah perbaikan direncanakan, dilakukan uji perubahan dengan
mengumpulkan data lagi selama masa uji yang ditentukan dan
dilakukan re-evaluasi untuk membuktikan bahwa perubahan adalah
-106-

benar menghasilkan perbaikan.Hal ini untuk memastikan bahwa ada


perbaikan berkelanjutan dan ada pengumpulan data untuk analisis
berkelanjutan
Perubahan yang efektif dimasukkan antara lain dalam bentuk
penetapan kebijakan, perbaikan standar prosedur operasional,
pendidikan staf yang perlu dilakukan, dan replikasi di unit kerja
yang lain. Perbaikan-perbaikan yang dicapai dan dipertahankan oleh
Puskesmas didokumentasikan sebagai bagian dari manajemen
peningkatan mutu dan keselamatan pasien dan program perbaikan.

Elemen Penilaian:
Puskesmas telah membuat rencana perbaikan terhadap mutu dan
keselamatan berdasarkan hasil capaian indikator mutu (D,W)
Puskesmas telah melakukan uji coba rencana perbaikan terhadap
mutu dan keselamatan pasien (D,W)
Puskesmas telah menerapkan/melaksanakan rencana perbaikan
terhadap mutu dan keselamatan pasien (D,W)
Tersedia data yang menunjukkan bahwa perbaikan bersifat efektif
dan berkesinambungan (D,W)
Ada bukti perubahan-perubahan regulasi yang diperlukan dalam
membuat rencana, melaksanakan dan mempertahankan perbaikan
(D,W)
Keberhasilan-keberhasilan telah didokumentasikan dan dijadikan
laporan PMKP (D,W)

Kriteria
5.1.6. Dilakukan kegiatan kaji banding (benchmarking) dengan Puskesmas
lain tentang indikator Puskesmas.

Pokok Pikiran:
Dilakukan kegiatan kaji banding pengelolaan dan pelaksanaan
pelayanan Puskesmas dengan Puskesmas lain.
Kegiatan kaji banding merupakan kesempatan untuk belajar dari
pengelolaan dan pelaksanaan pelayanan di Puskesmas lain, dan
akan memberi manfaat bagi kedua belah pihak untuk perbaikan
pelaksanaan pelayanan Puskesmas.
Kaji banding kinerja tidak harus dilakukan dengan cara visitasi ke
puskesmas mitra kaji banding, tetapi dapat memanfaatkan tehnologi
informasi.
Kajibanding dapat difasilitasi oleh Dinas Kesehatan daerah
Kabupaten/Kota melalui pertemuan kajibanding antar Puskesmas,
atau dapat dilakukan atas insiatif beberapa Puskesmas untuk
bersama-sama melakukan kajibanding.
Instrumen kajibanding yang disusun berisi hal-hal atau informasi
penting terkait yang ingin diketahui dan dipelajari, proses
pelaksanaan kegiatan (best practices), dan kesuksesan kinerja
program tertentu dari Puskesmas sasaran kaji banding.

Elemen Penilaian:
Kepala Puskesmas bersama dengan Penanggung jawab Pelayanan
Puskesmas menyusun rencana kaji banding dan instrumen kaji
banding. (R,D)
Kegiatan kaji banding dilakukan sesuai dengan rencana kaji
banding. (D, W)
-107-

Hasil kaji banding dianalisis untuk mengidentifikasi peluang


perbaikan. (D, W)
Dilakukan tindak lanjut sesuai peluang perbaikan yang
diidentifikasi. (D,W)
Dilakukan penilaian terhadap tindak lanjutperbaikan yang dilakukan.
(D)

Kriteria
5.1.7. Kepala Puskesmas dan penanggung jawab melakukan pengawasan,
pengendalian kinerja, dan kegiatan perbaikan kinerja melalui audit
internal yang terencana sesuai dengan masalah kesehatan prioritas,
masalah kinerja, risiko, maupun rencana pengembangan pelayanan

Pokok Pikiran:
Kinerja Puskesmas dan upaya perbaikan mutu yang dilakukan perlu
dimonitor apakah mencapai target yang ditetapkan.
Audit internal merupakan salah satu mekanisme pengawasan dan
pengendalian yang dilakukan secara sistematis oleh tim audit
internal yang dibentuk oleh Kepala Puskesmas
Hasil temuan audit internal disampaikan kepada Kepala Puskesmas,
Penanggung jawab atau Tim Mutu, Penanggung jawab atau Tim
Keselamatan Pasien, dan Penanggung jawab atau Tim PPI,
Penanggung jawab Upaya Puskesmas, dan pelaksana kegiatan
sebagai dasar untuk melakukan perbaikan.
Jika ada permasalahan yang ditemukan dalam audit internal tetapi
tidak dapat diselesaikan sendiri oleh pimpinan dan karyawan
Puskesmas, maka permasalahan tersebut dapat dirujuk ke Dinas
Kesehatan daerah Kabupaten/Kota untuk ditindak lanjuti.

Elemen Penilaian:
Kepala Puskesmas membentuk tim audit internal dengan uraian
tugas, wewenang, dan tanggung jawab yang jelas. (R)
Disusun rencana program audit internal tahunan dan kerangka
acuan audit sebagai acuan untuk melakukan audit dengan
penjadwalan yang jelas. (R)
Kegiatan audit internal dilaksanakan sesuai dengan rencana dan
kerangka acuan yang disusun. (D, W)
Ada laporan dan umpan balik hasil audit internal kepada Kepala
Puskesmas, Tim Mutu, pihak yang diaudit dan unit terkait. (D)
Tindak lanjut dilakukan terhadap temuan dan rekomendasi dari hasil
audit internal baik oleh penanggung jawab maupun pelaksana. (D)

Kriteria
5.1.8. Dilakukan tinjauan manajemen secara periodik yang bertujuan
untuk meninjau dan menilai efektivitas sistem manajemen untuk
ditindaklanjuti dengan perbaikan.

Pokok Pikiran:
Pelaksanaan perbaikan mutu dan kinerja direncanakan dan
dimonitor serta ditindaklanjuti. (lihat juga 1.1.2)
Kepala Puskesmas dan Penanggung jawab Mutu secara periodik
melakukan pertemuan tinjauan manajemen untuk membahas
umpan balik pelanggan, keluhan pelanggan, hasil audit internal,
hasil penilaian kinerja, perubahan proses penyelenggaraan Upaya
-108-

Puskesmas dan kegiatan pelayanan Puskesmas, maupun perubahan


kebijakan mutu jika diperlukan, serta membahas hasil pertemuan
tinjauan manajemen sebelumnya, dan rekomendasi untuk perbaikan.
Pertemuan tinjauan manajemen dipimpin oleh Penanggung jawab
Mutu.

Elemen Penilaian:
Kepala Puskesmas menetapkan kebijakan dan prosedur pertemuan
tinjauan manajemen. (R)
Kepala Puskesmas bersama dengan Tim Mutu merencanakan
pertemuan tinjauan manajemen. (D, W)
Dilaksanakan Pertemuan tinjauan manajemen untuk membahas umpan
balik pelanggan, keluhan pelanggan, hasil audit internal, hasil penilaian
kinerja, perubahan proses atau sistem penyelenggaraan Upaya
Puskesmas dan kegiatan pelayanan Puskesmas, perubahan sistem
manajemen, maupun perubahan kebijakan mutu jika diperlukan, serta
membahas hasil pertemuan tinjauan manajemen sebelumnya, dan
rekomendasi untuk perbaikan (D)
Rekomendasi hasil pertemuan tinjauan manajemen ditindaklanjuti
dan dievaluasi. (D)

Kriteria
5.1.9. Dilakukan audit klinis secara periodik untuk mengevaluasi
kesesuaian penyelenggaraan asuhan dengan panduan dan prosedur
praktik klinis

Pokok Pikiran
Audit klinis merupakan suatu upaya evaluasi secara profesional
terhadap mutu pelayanan klinis yang diberikan kepada pasien
dengan menggunakan rekam medis pasien yang dilaksanakan oleh
profesi pemberi layanan klinis.
Profesi pemberi layanan klinis adalah tenaga kesehatan yang
memberikan asuhan kepada pasien terdiri dari dokter, dokter gigi,
perawat, bidan, apoteker, nutrisionis dan tenaga kesehatan lain.
Untuk memantau mutu pelayanan klinis yang dilaksanakan di
Puskesmas, tim audit klinis melakukan audit klinis minimal 1 tahun
sekali dengan mengacu panduan dan prosedur praktik klinis yang
telah ditetapkan

Elemen Penilaian:
Ditetapkan kebijakan, panduan, dan, prosedur audit klinis. (R)
Disusun tim audit klinis. (R)
Disusun kerangka acuan dan instrumen audit klinis. (R)
Audit klinis dilaksanakan sesuai dengan kerangka acuan yang
disusun. (D)
Dilakukan analisis dan tindak lanjut terhadap hasil audit untuk
perbaikan proses asuhan klinis. (D)

Standar
5.2. Program manajemen risiko berkelanjutan digunakan untuk
melakukan identifikasi, mengurangi cedera, dan mengurangi
risiko lain terhadap keselamatan pasien dan staf.
-109-

Upaya manajemen risiko dilaksanakan melalui sebuah sistem yang


meliputi proses identifikasi, penetapan risk grading, dan pemanfaatan
berbagai model manajemen risiko. (lihat juga MP : 1.4; PMKP : 5.1.2)

Kriteria
5.2.1 Risiko dalam penyelenggaraan berbagai upaya Puskesmas terhadap
pasien, keluarga, masyarakat, petugas, dan lingkungan diidentifikasi
dan dianalisis

Pokok Pikiran:
Pelaksanaan setiap kegiatan Puskesmas dapat menimbulkan risiko.
Risiko terhadap pasien, keluarga, masyarakat, petugas, dan
lingkungan perlu dikelola oleh penanggung jawab dan pelaksana
untuk mengupayakan langkah-langkah pencegahan dan/atau
minimalisasi risiko dan tidak memberi akibat negatif atau
merugikantersebut
Manajemen risiko merupakan pendekatan proaktif yang komponen-
komponen pentingnya meliputi:
identifikasi risiko,
prioritas risiko,
pelaporan risiko,
manajemen risiko
invesigasi kejadian nyaris cedera (KNC) dan kejadian tidak
diharapkan (KTD)
manajemen terkait tuntutan (klaim)
Pelaksanaan identifikasi risiko sampai dengan terbentuknya rencana
pencegahan risiko dilaksanakan terintegrasi dan dikaji untuk menilai
sejauh mana, probabilitas risiko kerugian atau akibat negatif
mungkin terjadi, dan seberapa besar kemampuan untuk melakukan
upaya pencegahan dan mitigasi
Register risiko harus disusun untuk membantu petugas Puskesmas
untuk mengenal dan mewaspadai kemungkinan risiko dan akibatnya
terhadap sasaran program, pasien, keluarga, masyarakat, petugas,
lingkungan, dan fasilitas
Kategori risiko akan berhubungan dengan admen, UKP, dan UKM.
Kategori-kategori risiko antara lain dan tidak terbatas berikut ini:
strategis (terkait dengan pencapaian visi, misi, nilai, tujuan
organisasi);
operasional (rencana pengembangan dan berbagai upaya pelayanan
untuk mencapai tujuan organisasi, seperti sasaran keselamatan
pasien, manajemen pengobatan, pengendalian infeksi, gizi, risiko
sebagai akibat kondisi yang sudah lama berlangsung)
finansial (ketersediaan, kecukupan, dan keberfungsian sumber
daya);
kepatuhan (kepatuhan terhadap regulasi, standar, prosedur);
reputasi (pandangan, stigma, kepuasan, perilaku kolektif
menolak layanan yang dirasakan oleh pasien, keluarga,
masyarakat, dan para pemangku kepentingan)
lingkungan meliputi gangguan kondisi fisik, lingkungan, dan
faktor-faktor lain seperti kebisingan, suhu, kelembaban,
pencahayaan, pencemaran bahan beracun/berbahaya, limbah
medis, sampah infeksius, atau cuaca
risiko lainnya
Hasil analisis risiko harus dipertimbangkan dalam proses perencanaan,
sehingga upaya pencegahan dan mitigasi risiko sudah direncanakan
-110-

sejak awal serta disediakan sumber daya yang memadai untuk


pencegahan dan mitigasi risiko.

Elemen Penilaian:
Ditetapkan kebijakan dan prosedur penerapan manajemen risiko. (R)
Dilakukan identifikasi dan analisis risiko yang mungkin terjadi
dalam area admen, UKM, dan UKP yang dituangkan dalam register
risiko.(D,W)
Dilakukan identifikasi dan analisis risiko yang mungkin terjadi
terkait kesehatan dan keselamatan kerja, sarana prasarana, dan
infeksi yang dituangkan dalam register risiko.(D,W)
Dilakukan identifikasi dan analisis risiko yang mungkin terjadi
sesuai dengan jenis-jenis pelayanan yang dituangkan dalam register
risiko.(D,W)
Dilakukan pelaporan, analisis sesuai dengan derajat risiko, dan
rencana tindak lanjut risiko yang telah diidentifikasi. (D, W)
Hasil analisis risiko dan program manajemen harus dipertimbangkan
dalam proses perencanaan. (D, W)

Kriteria
5.2.3. Risiko dalam penyelenggaraan berbagai upaya Puskesmas terhadap
pasien, keluarga, masyarakat, petugas, dan lingkungan yang telah
diidentifikasi dan dianalisis selanjutnya ditindak lanjuti

Pokok Pikiran:
Manajemen risiko dapat berupa satu atau lebih sikap terhadap risiko
seperti menghindari, menerima, mitigasi (berupaya untuk
menurunkan risiko, dan transfer risiko (memindahkan tanggung
jawab manajemen risiko pada pihak lain).
Satu alat/metode mitigasi yang dapat menyediakan analisis proaktif
terhadap proses kritis dan berisiko tinggi adalah failure mode effect
analysis (analisis efek modus kegagalan). Dipilih minimal satu proses
prioritas yang berisiko untuk dilakukan analisis efek modus
kegagalan setiap tahun.
Untuk menggunakan alat ini atau alat-alat lainnya yang serupa
secara efektif, Kepala Puskesmas harus mengetahui dan mempelajari
pendekatan tersebut, menyepakati daftar proses yang berisiko tinggi
dari segi keselamatan pasien dan staf, dan kemudian menerapkan
alat tersebut pada proses prioritas risiko. Setelah analisis hasil,
pimpinan Puskesmas mengambil tindakan untuk mendesain ulang
proses-proses yang ada atau mengambil tindakan serupa untuk
mengurangi risiko dalam proses-proses yang ada.
Proses pengurangan risiko ini dilaksanakan minimal sekali dalam
setahun dan didokumentasikan pelaksanaannya.

Elemen Penilaian:
Ada bukti Puskesmas telah melakukan failure mode effect analysis
(analisis efek modus kegagalan) setahun sekali pada proses berisiko
tinggi yang diprioritaskan (D,W)
Puskesmas telah melaksanakan tindak lanjut hasil analisis modus
dampak kegagalan (FMEA) (D, W)

5.3. Sasaran Keselamatan Pasien diterapkan dalam Upaya


Keselamatan Pasien
-111-

Puskesmas mengembangkan dan menerapkan sasaran keselamatan


pasien sebagai suatu upaya untuk meningkatkan mutu
pelayanan.(lihat juga MP : 1.1.3; LKBP 3.1.1., dan PMKP : 5.2.1)

Kriteria
5.3.1 Proses Identifikasi pasien dilakukan dengan benar.

Pokok Pikiran:
Kebijakan dan prosedur identifikasi pasien perlu disusun termasuk
identifikasi pasien pada kondisi tertentu.
Salah identifikasi pasien dapat terjadi di Puskesmas baik pada
proses pelayanan pasien sebagai akibat dari kondisi kesadaran
pasien, perpindahan ruang rawat, dan kondisi lain yang
menyebabkan terjadinya salah identitas.
Pada kondisi tertentu, misalnya pasien tidak mempunyai identitas,
atau mempunyai nama sama, pasien dengan penurunan kesadaran,
tidak dapat menyebutkan nama, dan tidak memiliki kartu identitas,
dilakukan cara identifikasi yang tepat supaya tidak terjadi salah
pasien.
Identifikasi harus dilakukan minimal dengan dua cara yang relatif
tidak berubah, antara lain: nama pasien, nama lengkap tanggal
lahir,atau nomor rekam medis, dan tidak boleh menggunakan nomor
kamar pasien atau lokasi pasien dirawat.
Identifikasi dilakukan setiap akan melakukan prosedur diagnostik,
tindakan, pemberian obat, dan pemberian diit.

Elemen Penilaian:
Ditetapkan kebijakan dan prosedur identifikasi pasien. (R)
Dilakukan identifikasi pasien sebelum dilakukan prosedur
diagnostik, tindakan, pemberian obat, dan pemberian diit, sesuai
dengan kebijakan dan prosedur yang ditetapkan. (D,O,W)
Dilakukan prosedur tepat identifikasi pada kondisi khusus antara
lain pada pasien yang tidak mempunyai identitas, atau mempunyai
nama sama.(D,O,W)

Kriteria
5.3.2 Proses untuk meningkatkan efektifitas komunikasi dalam pemberian
asuhan ditetapkan dan dilaksanakan

Pokok Pikiran:
Kesalahan pembuatan keputusan klinis, tindakan, dan pengobatan
dapat terjadi akibat komunikasi yang tidak efektif dalam proses
asuhan pasien
Komunikasi yang tidak efektif antara lain terjadi pada saat
pemberian perintah secara verbal, pemberian perintah verbal melalui
telpon, penyampaian hasil kritis pemeriksaan penunjang diagnosis,
serah terima antar shift, dan pemindahan pasien dari unit yang satu
ke unit yang lain.
Kebijakan dan prosedur komunikasi efektif perlu disusun dan
diterapkan dalam penyampaian pesan verbal, pesan verbal lewat
telpon, penyampaian nilai kritis hasil pemeriksaan penunjang
diagnosis, serah terima pasien pada serah terima jaga maupun serah
terima dari unit yang satu ke unit yang lain, misalnya untuk
pemeriksaan penunjang, dan pemindahan pasien ke unit lain.
-112-

Pelaporan kondisi pasien dalam komunikasi verbal atau lewal telpon


antara lain dapat dilakukan dengan menggunakan tehnik SBAR
(Situation, Background, Asessment, Recommendation)
Pelaksanaan komunikasi efektif verbal atau lewat telpon ditulis
lengkap, dibaca ulang oleh penerima pesan, dan dikonfirmasi kepada
pemberi pesan.
Nilai kritis hasil pemeriksaan penunjang yang berada di luar rentang
angka normal secara mencolok yang menunjukkan keadaan berisiko
tinggi atau mengancam jiwa harus ditetapkan dan segera dilaporkan
oleh tenaga klinis yang bertanggung jawab dalam pelayanan
penunjang kepada dokter penanggung jawab pasien sesuai dengan
ketentuan waktu yang ditetapkan oleh Puskesmas, termasuk
pemeriksaan yang dilakukan oleh perawat atau bidan langsung di
tempat perawatan pasien (point of care testing), misalnya
pemeriksaan gula darat sewaktu yang dilakukan oleh perawat di
tempat perawatan pasien.
Pelaksanaan serah terima pasien dilakukan dengan tehnik SBAR,
memperhatikan kesempatan untuk bertanya dan memberi
penjelasan (readback, repeat back), menggunakan formulir yang
baku, dan berisi informasi kritikal yang harus disampaikan antara
lain: tentang status/kondisi pasien, pengobatan, rencana asuhan,
tindak lanjut yang harus dilakukan, adanya perubahan
status/kondisi pasien yang signifikan, dan keterbatasan maupun
risiko yang mungkin dialami oleh pasien.

Elemen Penilaian:
Ditetapkan kebijakan dan prosedur komunikasi efektif dalam
pemberian asuhan (R)
Ditetapkan kebijakan nilai kritis untuk pemeriksaan penunjang
diagnostik (R)
Dilakukan pelatihan komunikasiefektif kepada tenaga klinis pemberi
asuhan (D,W)
Pesan secara verbal atau lewat telpon ditulis lengkap, dibaca ulang
oleh penerima pesan, dan dikonfirmasi kepada pemberi pesan
(D,O,W,S)
Penyampaian nilai kritis hasil pemeriksaan penunjang diagnostik
ditulis lengkap, dibaca ulang oleh penerima pesan, dan dikonfirmasi
oleh pemberi pesan dilakukan sesuai prosedur, dan dicatat dalam
rekam medis (D,O,W,S)
Diidentifikasi siapa dan kepada siapa hasil kritis tes diagnostik
dilaporkan dan informasi apa yang didokumentasikan dalam rekam
medis.(D, O, W, S)
Proses komunikasi serah terima pasien yang memuat hal-hal kritial
dilakukan secara konsisten sesuai dengan prosedur, metoda, dan
menggunakan form yang dibakukan (D,O,W,S)

Kriteria
5.3.3. Proses untuk meningkatkan keamanan terhadap obat-obat yang
perlu diwaspadai ditetapkan dan dilaksanakan

Pokok Pikiran:
Pemberian obat pada pasien perlu dikelola dengan baik dalam upaya
keselamatan pasien. Kesalahan penggunaan obat-obat yang perlu
diwaspadai dapat menimbulkan cedera pada pasien.
-113-

Obat yang perlu diwaspadai adalah obat-obat yang dalam


penggunaannya sering menyebabkan kesalahan dan / atau kejadian
sentinel, berisiko tinggi untuk penyalahgunaan, antara lain: obat-
obatan dengan rentang terapi yang sempit, insulin, antikoagulan,
kemoterapi, obat-obatan psikoterapi, dan obat-obatan dengan nama
dan rupa mirip
Kesalahan pemberian obat dapat juga terjadi akibat adanya obat
dengan nama dan rupa obat mirip (look alike sound alike)
Perlu ditetapkan dan dilaksanakan kebijakan dan prosedur
pengelolaan obat yang perlu diwaspadai dan obat dengan nama dan
rupa mirip, meliputi: penyimpanan, penataan, peresepan, pelabelan,
penyiapan, penggunaan, evaluasipenggunaan obat-obat yang perlu
diwaspadai termasuk obat psikotropika, narkotika, dan obat dengan
nama atau rupa mirip
Yang dimaksud dengan seragam adalah melakukan penilaian secara
berurutan dan sekuen. Jika penilaian urutan pertama nilai nya nol
(0), maka nilai berikutnya pasti juga nol. Contoh: EP pada 6.4.3

Elemen Penilaian:
Ditetapkan kebijakan dan prosedur pengelolaan obat yang perlu
diwaspadai dan obat dengan nama atau rupa mirip. (R)
Disusun daftar obat yang perlu diwaspadai dan obat dengan nama
atau rupa mirip (D)
Dilakukan pelabelan obat yang perlu diwaspadai dan obat dengan
nama atau rupa mirip sesuai dengan kebijakan dan prosedur yang
disusun (D,O,W)
Dilakukan pengelolaan obat yang perlu diwaspadai dan obat dengan
nama atau rupa mirip secara seragam meliputi penyimpanan,
penataan, peresepan, pelabelan, penyiapan, penggunaan sesuai
dengan kebijakan dan prosedur yang disusun (D,O,W)

Kriteria
5.3.4. Proses untuk memastikan tepat pasien, tepat prosedur, tepat sisi
pada pasien yang menjalani operasi/tindakan medis ditetapkan dan
dilaksanakan.

Pokok Pikiran:
Terjadinya cedera dan kejadian tidak diharapkan dapat diakibatkan
oleh salah pasien, salah prosedur, salah sisi pada pemberian
tindakan invasif atau bedah minor pada pasien.
Puskesmas harus menetapkan tindakan invasif dan prosedurnya,
yang meliputi semua tindakan yang meliputi sayatan / insisi atau
tusukan, termasuk, tetapi tidak terbatas pada, pencabutan gigi,
biopsi, dan artrosentesis, dan mengidentifikasi area di mana prosedur
invasif dilakukan.
Puskesmas harus mengembangkan suatu sistim untuk memastikan
pasien yang benar, prosedur yang benar, dan sisi yang benar yang
dilakukan tindakan dengan menerapkan Protokol Umum (Universal
Protocol), yang meliputi:
Proses verifikasi sebelum dilakukan tindakan;
Penandaan sisi yang akan dilakukan tindakan / prosedur; dan
Time out yang dilakukan segera sebelum dimulainya prosedur.
Proses verifikasi sebelum dilakukan tindakan bertujuan untuk verifikasi
benar pasien, benar prosedur, benar sisi, memastikan semua
-114-

dokumen, persetujuan tindakan medis, rekam medis, hasil


pemeriksaan penunjang tersedia dan diberi label, memastikan obat-
obatan, cairan intravena, jika ada ada produk darah yang diperlukan,
peralatan medis atau implant tersedia dan siap digunakan.
Penandaan sisi yang akan dilakukan tindakan / prosedur melibatkan
pasien jika memungkinkan dan dilakukan dengan tanda yang
langsung dapat dikenali dan tidak membingungkan. Tanda harus
dilakukan secara seragam dan konsisten. Penandaan dilakukanpada
semua organ yang mempunyai lateralitas (kanan lawan kiri, seperti
salah satu dari dua anggota badan, satu dari sepasang organ),
beberapa struktur (seperti jari, jari kaki, lesi), atau beberapa tingkat
(tulang belakang). Untuk tindakan di poli gigi, seperti pencabutan
gigi, penandaannya bila perlu, menggunakan hasil rontgen gigi atau
diagram gigi. Penandaaan harus dilakukan oleh operator/orang yang
akan melakukan tindakan yang akan melakukan seluruh prosedur
dan tetap bersama pasien selama prosedur berlangsung
Penandaan sisi dapat dilakukan kapan saja sebelum prosedur
dimulai selama pasien terlibat secara aktif dalam penandaan sisi dan
tanda tersebut terlihat setelah pasien disiapkan dan dipasang doek
steril. Adakalanya pasien tidak memungkinkan untuk berpartisipasi,
misalnya: pasien anak-anak, atau ketika pasien tidak kompeten
membuat keputusan tentang perawatan kesehatan.
Time-out dilaksanakan secara aktif segera sebelum dimulai prosedur
invasif, di tempat tindakan invasif dilakukan dengan tim lengkap
yang akan melakukan tindakan invasif, memastikan benar pasien,
benar prosedur, dan benar sisi tindakan, dan didokumentasikan.

Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan kebijakan dan prosedur verifikasi sebelum
operasi/tindakan medis dilakukan dan penandaan sisi
operasi/tindakan medis sesuai dengan yang diminta dalam pokok
pikiran. (R)
Dilakukan penandaan sisi operasi/tindakan medis secara konsisten
oleh pemberi pelayanan yang akan melakukan tindakan sesuai
kebijakan dan prosedur yang ditetapkan. (O,W)
Dilakukan time-out oleh tim lengkap sebelum operasi/tindakan
medis, untuk memastikan benar identifikasi pasien, benar prosedur,
benar sisi, persetujuan tindakan medis, dan konfirmasi bahwa
proses verifikasi sudah lengkap dilakukan dengan mencatat
waktunya. (D,O,W)
Proses yang seragam dilakukan untuk tindakan invasif di Puskesmas
untuk memastikan benar pasien, benar prosedur, dan benar sisi (D,
O, W).

Kriteria
5.3.5. Kebersihan tangan diterapkan untuk menurunkan risiko infeksi yang
didapat di fasilitas kesehatan.

Pokok Pikiran:
Puskesmas harus menerapkan kebersihan tangan yang terbukti
menurunkan risiko infeksi yang terjadi pada fasilitas kesehatan.
Prosedur kebersihan tangan perlu disusun dan disosialisasikan, serta
ditempel pada tempat yang mudah dibaca. Tenaga medis, tenaga
-115-

kesehatan, dan karyawan puskesmas perlu diedukasi tentang


kebersihan tangan. Sosialisasi kebersihan tangan perlu juga
dilakukan untuk pasien, keluarga pasien, anak sekolah, dan
masyarakat.

Elemen Penilaian:
Ditetapkan kebijakan dan prosedur kebersihan tangan (R)
Dilakukan edukasi kebersihan tangan pada tenaga medis, tenaga
kesehatan, seluruh karyawan puskesmas, pasien dan keluarga
pasien (D,W)
Prosedur mencuci tangan dan desinfeksi tangan diterapkan sesuai
dengan kebijakan kebersihan tangan (O,S)

Kriteria
5.3.6. Proses untuk mengurangi risiko pasien jatuh disusun dan
dilaksanakan

Pokok Pikiran:
Cedera pada pasien dapat terjadi karena jatuh di fasilitas kesehatan.
Risiko jatuh pada pasien termasuk adanya riwayat jatuh, penggunaan
obat, minum minuman beralkohol, gangguan keseimbangan, gangguan
visus, gangguan mental, dan sebab yang lain
Kebijakan dan prosedur penapisan (screening) risiko jatuh harus
ditetapkan, Penapisan secara umum dapat dilakukan dengan
Pertanyaan sederhana dengan jawaban ya/tidak atau observasi
dengan skor yang diberikan berdasarkan respons pasien, misalnya
apakah pasien pernah jatuh dalam kurun waktu 6 (enam) bulan
terakhir, apakah pasien mengalami vertigo, apakah pasien
mengkonsumsi obat yang mengganggu keseimbangan, apakah pasien
perlu bantuan ketika berdiri/berjalan,
Penapisan dilakukan sesuai dengan kebijakan dan prosedur yang
disusun untuk meminimalkan terjadinya risiko jatuh di Puskesmas.
Penapisan risiko jatuh dilakukan pada pasien di rawat jalan dengan
mempertimbangkan :
kondisi pasien, contoh : pasien geriatri, dizziness, vertigo,
gangguan keseimbangan, gangguan penglihatan, penggunaan
obat, sedasi, status kesadsran dan atau kejiwaan, konsumsi
alkohol
diagnosis, contoh pasien dengan diagnosis penyakit Parkinson
situasi : Pasien yang mendapatkan sedasi atau pasien dengan
riwayat tirah baring lama yang akan dipindahkan untuk
pemeriksaan penunjang dari ambulans, perubahan posisi akan
meningkatkan risiko jatuh
lokasi : hasil identifikasi area-area di puskesmas yang berisiko
terjadi pasien jatuh, antara lain lokasi yang dengan kendala
penerangan atau mempunyai barrier/penghalang yang lain,
misalnya tempat pelayanan fisioterapi, tangga.
Puskesmas harus melakukan penapisan kemungkinan terjadinya
risiko jatuh pada pasien. Kriteria untuk melakukan penapisan
kemungkinan terjadinya risiko jatuh harus ditetapkan, dan
dilakukan upaya untuk mencegah atau meminimalkan kejadian
jatuh di fasilitas kesehatan.

Elemen Penilaian:
-116-

Ditetapkan kebijakan dan prosedur penapisan pasien dengan risiko


jatuh berdasarkan kondisi, diagnosis, situasi dan lokasi (R)
Dilakukan penapisan pasien dengan risiko jatuh sesuai dengan
kebijakan dan prosedur (D,O,W)
Dilakukan upaya mengurangi risiko jatuh pada pasien dari hasil
penapisan yang dapat mengakibatkan pasien jatuh (O,W,S)
Dilakukan analisis dan tindak lanjut untuk mengurangi risiko
terhadap situasi dan lokasi yang diidentifikasi berisiko terjadi pasien
jatuh (D, O, W).

Standar
5.4. Puskesmas menetapkan sistem pelaporan insiden keselamatan
pasien dan pengembangan budaya keselamatan
Pelaporan insiden keselamatan pasien berhubungan dengan budaya
keselamatan di Puskesmas dan diperlukan untuk mencegah insiden
lebih lanjut atau berulang di masa mendatang yang akan membawa
dampak merugikan yang lebih besar bagi Puskesmas

Kriteria
5.4.1 Dilakukan pelaporan, dokumentasi, analisis, dan penyusunan rencana
penyelesaian masalah, upaya perbaikan, dan pencegahan insiden
keselamatan pasien

Pokok Pikiran:
Insiden keselamatan pasien adalah setiap kejadian yang tidak
disengaja dan kondisi yang mengakibatkan atau berpotensi
mengakibatkan cedera yang dapat dicegah pada pasien. Insiden
keselamatan pasien terdiri atas kejadian tidak diharapkan, kejadian
nyaris cedera, kejadian tidak cedera, kondisi potensial cedera, dan
kejadian sentinel
Upaya keselamatan pasien dilakukan untuk mencegah terjadinya
Kejadian Tidak Diharapkan (KTD), yaitu cedera atau hasil yang tidak
sesuai dengan harapan, yang terjadi bukan karena kondisi pasien tetapi
oleh karena penanganan klinis (clinical management). Penanganan klinis
yang tidak sesuai kadang tidak menimbulkan cedera, maka kejadian ini
disebut dengan Kejadian Tidak Cedera (KTC).
Kondisi Potensial Cedera (KPC) adalah semua situasi atau kondisi
terkait perawatan pasien yang berisiko pada keselamatan pasien
Kejadian Nyaris Cedera (KNC) terjadi jika hampir saja dilakukan
kesalahan dalam manajemen klinis, tetapi kesalahan tersebut tidak
jadi dilakukan.Keadaan-keadaan tertentu dalam pelayanan klinis,
misalnya obat di pelayanan farmasi tidak alfabetical, tidak ada LASA,
tidak ada HIGH ALERT, tidak ada tanda kedaluwarsa, selang yang
sudah digunakan masih terpasang di tabung oksigen, tabung oksigen
yang tidak difiksasi. Keadaan ini disebut kondisi berpotensi
menyebabkan cedera (KPC)
Sentinel suatu KTD yang mengakibatkan kematian atau cedera yang
serius. Kejadian sentinel dapat berupa:
Kematian yang tidak diduga, termasuk dan tidak terbatas hanya
pada:
kematian yang tidak berhubungan dengan perjalanan
penyakit pasien atau kondisi pasien (contoh, kematian
akibat proses transfer yang terlambat)
kematian bayi aterm
-117-

-bunuh diri
Kehilangan permanen fungsi yang tidak terkait penyakit pasien
atau kondisi pasien
Tindakan salah tempat, salah prosedur, salah pasien
Penculikan anak termasuk bayi atau anak termasuk bayi
dikirim ke rumah bukan rumah orang tuanya
Perkosaan, kekejaman di tempat kerja seperti penyerangan
(berakibat kematian atau kehilangan fungsi secara permanen)
atau pembunuhan (yang disengaja) atas pasien, anggota staf,
dokter, pengunjung atau vendor/pihak ketiga ketika berada
dalam lingkungan Puskesmas
Insiden terkait dengan admen di antaranya insiden yang
berhubungan dengan sarana-prasarana (seperti: kegagalan fungsi
alat medik, obat rusak, kekosongan obat, pencahayaan kurang),
sumber daya manusia (seperti: serah terima pasien tidak dilakukan
dengan baik, kompetensi tidak memadai), dan lain-lain
Insiden terkait dengan UKM adalah insiden yang terjadi saat
penyelenggaraan layanan dengan sasaran kegiatannya adalah
masyarakat
Insiden terkait dengan UKP adalah insiden yang terjadi akibat
prosedur atau pelayanan klinis (seperti: salah mencabut gigi sehat,
efek samping tindakan anestesi), pengelolaan obat (seperti: penulisan
resep tidak lengkap, pelabelan salah, memberikan obat dengan dosis
yang tidak sesuai, efek samping obat berat), tertular penyakit infeksi
lain, dan lain-lain.
Pelaporan insiden keselamatan pasien yang selanjutnya disebut
pelaporan insiden adalah suatu sistem untuk mendokumentasikan
laporan insiden keselamatan pasien, analisis dan solusi untuk
pembelajaran.
Sistem pelaporan diharapkan dapat mendorong individu di dalam
Puskesmas untuk peduli akan bahaya atau potensi bahaya yang
dapat terjadi pada pasien. Pelaporan juga penting digunakan untuk
memonitor upaya pencegahan terjadinya kesalahan (error) sehingga
dapat mendorong dilakukan investigasi. Di sisi lain pelaporan akan
menjadi awal proses pembelajaran untuk mencegah kejadian yang
sama terulang kembali.
Puskesmas perlu menetapkan sistem pelaporan insiden yang
meliputi: kebijakan, alur pelaporan, formulir pelaporan, prosedur
pelaporan, insiden yang harus dilaporkan yaitu kejadian yang sudah
terjadi, potensial terjadi ataupun yang nyaris terjadi, siapa saja yang
membuat laporan, batas waktu pelaporan
Setiap terjadi insiden harus dilaporkan paling lambat 2 x 24 jam ke
Tim keselamatan pasien dan sesuai dengan ketentuan waktu yang
berlaku kepada Dinas Kesehatan daerah kabupaten/kota.
Dilakukan penilaian derajat risiko (Risk Grading) dari tiap insiden
yang terjadi, untuk kemudian dilakukan investigasi sederhana atau
Root Cause Analysis (RCA), serta tindak lanjut sesuai dengan derajat
risiko dari insiden yang terjadi.

Ditetapkan kebijakan dan prosedur pelaporan insiden. (R)


Dilakukan pelaporan jika terjadi insiden sesuai prosedur yang
ditetapkan. (D)
Dilakukan tindak lanjut terhadap setiap insiden. (D,W)
-118-

Dilakukan pelaporan ke Dinas Kesehatan daerah Kabupaten/Kota


terhadap insiden, analisis, dan tindak lanjut sesuai kerangka waktu
yang ditetapkan (D)

Kriteria
5.4.2 Tenaga klinis pemberi asuhan berperan penting dalam memperbaiki
perilaku dalam pemberian pelayanan yang mencerminkan budaya
mutu dan budaya keselamatan.

Pokok Pikiran:
Upaya peningkatan mutu layanan klinis, dan keselamatan pasien
menjadi tanggung jawab seluruh tenaga klinis yang memberikan
asuhan pasien.
Tenaga klinis adalah tenaga medis, perawat, bidan, dan tenaga
kesehatan lain yang bertanggung jawab melaksanakan asuhan pasien.
Perilaku terkait budaya keselamatan berupa:
penyediaan layanan yang baik, termasuk pengambilan keputusan
bersama;
bekerja dengan pasien atau klien
bekerja dengan tenaga kesehatan lain
bekerja di dalam sistem layanan kesehatan
meminimalisir risiko
mempertahankan kinerja profesional
perilaku profesional dan beretika
memastikan pelaksanaan proses pelayanan yang terstandar
upaya peningkatan mutu dan keselamatan termasuk keterlibatan
dalam pelaporan dan tindak lanjut insiden
Mutu layanan klinis tidak hanya ditentukan oleh sistem pelayanan
yang ada, tetapi juga perilaku dalam pemberian pelayanan. Tenaga
klinis perlu melakukan evaluasi terhadap perilaku dalam pemberian
pelayanan dan melakukan upaya perbaikan baik pada sistem
pelayanan maupun perilaku pelayanan yang mencerminkan budaya
keselamatan, dan budaya perbaikan pelayanan klinis yang
berkelanjutan.
Indikator digunakan untuk mengukur keberhasilan kinerja seseorang
atau kelompok atau organisasi. Indikator adalah variabel ukuran
atau tolok ukur untuk mengetahui adanya
perubahan/penyimpangan yang dikaitkan dengan
target/standar/nilai yang telah ditentukan. Indikator harus Spesific,
Measurable, Achievable, Realistic,dan Timely (SMART).

Elemen Penilaian:
Adanya peran aktif tenaga klinis dalam merencanakan dan
mengevaluasi mutu layanan klinis dan upaya peningkatan
keselamatan pasien. (D,O,W)
Dilakukan edukasi tentang mutu klinis dan keselamatan pasien pada
semua tenaga klinis pemberi asuhan. (D,W)
Setiap tenaga klinis memahami peran dalam meningkatkan mutu
layanan dan memperbaiki perilaku dalam pemberian layanan.(W)
Ditetapkan indikator-indikator untuk melakukan penilaian kinerja
tenaga klinis pemberi asuhan yang mencerminkan budaya
keselamatan pasien dan budaya perbaikan berkelanjutan. (R)
Indikator disusun bersama dengan tenaga klinis pemberi asuhan
sebagai dasar dalam melakukan evaluasi kinerja tenaga klinis. (D,W)
-119-

Dilakukan evaluasi kinerja tenaga klinis dan perbaikan perilaku


dalam layanan klinis sebagai tindak lanjut terhadap hasil evaluasi
kinerja. (D,W)

Standar
5.5. Program pencegahan dan pengendalian infeksi direncanakan dan
dilaksanakan untuk mencegah dan meminimalkan terjadinya
infeksi terkait dengan pelayanan kesehatan
Pencegahan dan pengendalian infeksi yang selanjutnya disingkat PPI
adalah upaya untuk mencegah dan meminimalkan terjadinya infeksi
pada pasien, petugas, pengunjung, dan masyarakat sekitar fasilitas
pelayanan kesehatan. ( lihat juga MP : 1.1 dan 1.6.15)

Kriteria
5.5.1 Program pencegahan dan pengendalian infeksi direncanakan dan
dilaksanakan oleh seluruh karyawan Puskesmas secara
komprehensif untuk mencegah dan meminimalkan risiko terjadinya
infeksi yang terkait dengan pelayanan kesehatan

Pokok Pikiran:
Pencegahan dan pengendalian infeksi yang selanjutnya disingkat PPI
adalah upaya untuk mencegah dan meminimalkan terjadinya infeksi
pada pasien, petugas, pengunjung, dan masyarakat sekitar fasilitas
pelayanan kesehatan (lihat Permenkes 27 tahun 2017 tentang
PanduanPPI di Fasyankes)
Tujuan PPI adalah mengidentifikasi dan menurunkan risiko infkesi
yang didapat dan ditularkan diantara pasien, staf, tenaga
professional kesehatan, tenaga kontrak, tenaga sukarelam
mahasiswa dan pengunjunga.
Tujuan PPI adalah mengidentifikasi dan menurunkan risiko infeksi yang
didapat dan ditularkan diantara pasien, staf, tenaga kesehatan, tenaga
kontrak, tenaga sukarela, mahasiswa dan pengunjung.
Puskesmas menetapkan petugas atau tim yang diberi tanggung jawab
untuk mengelola program pencegahan dan pengendalian infeksi.
Kegiatan yang tercantum dalam program PPI tergantung pada
kompleksitas kegiatan klinis dan pelayanan Puskesmas, besar
kecilnya area Puskesmas, tingkat risiko dan cakupan populasi yang
dilayani, geografis, jumlah pasien, dan jumlah pegawai.
Kegiatan yang disusun dalam program PPI merupakan bagian
terintegrasi dengan Program Peningkatan Mutu
PPI dilaksanakan melalui penerapan:
prinsip kewaspadaan isolasi yang terdiri dari
kewaspadaan standar dan berdasarkan transmisi;
penggunaan antimikroba secara bijak; dan
bundles
Dalam pelaksanaan PPI Fasilitas Pelayanan Kesehatan harus
melakukan perbaikan , pendidikan, dan pelatihan PPI
Disamping itu, dilakukan perbaikan melalui Infection Control Risk
Assesment (ICRA), audit dan cara perbaikan yang lain secara berkala.

Elemen Penilaian:
-120-

Disusun Program PPI sesuai dengan peraturan perundangan,


perkembangan ilmu terkini, dan pertimbangan ketersediaan sumber
daya (R)
Ditetapkan indikator kinerja program PPI untuk tiap kegiatan yang
direncanakan (R)
Setiap karyawan mendapatkan edukasi tentang program PPI yang
direncanakan (W)
Dilakukan perbaikan, evaluasi, dan tindak lanjut terhadap
pelaksanaan dan capaian kinerja Program PPI (D,W)

Kriteria
5.5.2 Dilakukan kajian risiko infeksi pada upaya kesehatan perseorangan
dan penunjang pelayanan klinis untuk meminimalkan terjadinya
risiko infeksi yang terkait dengan pelayanan kesehatan.

Pokok Pikiran:
Puskesmas dalam melakukan asesmen dan pemberian asuhan
memiliki risiko infeksi terhadap pasien, pengunjung, dan staf. Dalam
hal ini, sangat penting mengukur dan mengkaji proses tersebut
untuk menurunkan infeksi. Asesmen risiko terhadap kegiatan
penunjang juga harus dilakukan sesuai prinsip PPI.
ICRA merupakan pengkajian risiko infeksi yang dilakukan secara
kualitatif dan kuantitatif terhadap risiko infeksi terkait aktifitas
pengendalian infeksi di fasilitas pelayanan kesehatan serta mengenali
ancaman/bahaya dari aktifitas tersebut

Elemen Penilaian:
Dilakukan identifikasi risiko infeksi terkait dengan pelayanan pasien
dan penunjang pelayanan klinis (D,W)
Dilakukan upaya untuk meminimalkan risiko infeksi terkait dengan
pelayanan pasien dan penunjang pelayanan klinis (D,W)

Kriteria
5.5.3. Kebersihan tangan menggunakan sabun dan antiseptik diterapkan
untuk mencegah dan mengendalikan infeksi

Pokok Pikiran:
Kebersihan tangan merupakan kunci efektif pencegahan dan
pengendalian infeksi sehingga Puskesmas harus menetapkan
kebijakan dan prosedur mengenai kebersihan tangan.
Setiap karyawan Puskesmas harus memahami 6 (enam) langkah dan
5 (lima) kesempatan melakukan kebersihan tangan dengan benar.
Puskesmas wajib menyediakan perlengkapan dan peralatan untuk
melakukan kebersihan tangan antara lain:
Fasilitas cuci tangan meliputi air mengalir, sabun, tisu pengering
tangan/handuk sekali pakai; dan/atau
Hand rubs berbasis alcohol yang ketersediaannya harus terjamin
di Puskesmas,

Elemen Penilaian:
Ditetapkan kebijakan dan prosedur tentang kebersihan tangan (R)
Perlengkapan dan peralatan untuk kebersihan tangan tersedia di
tempat pelayanan (D,O)
-121-

Dilakukan edukasi kepada seluruh karyawan tentang kebersihan


tangan (D,W)
Kebersihan tangan dilaksanakan sesuai dengan prosedur yang
disusun (D,O,W)

Kriteria
5.5.4. Alat Pelindung Diri (APD) digunakan dengan benar untuk mencegah
dan mengendalikan infeksi

Pokok Pikiran:
Sarana yang efektif untuk mencegah dan mengendalikan infeksi
adalah alat pelindung diri (APD). Oleh karena itu APD harus tersedia
di setiap tempat asuhan pasien yang membutuhkan.
Agar penggunaan APD maksimal maka perlu diberikan
edukasitentang cara memasang dan melepas alat pelindung diri.
APD yang dimaksud meliputi tutup kepala (topi), masker, google
(perisai wajah), sarung tangan, gaun pelindung, sepatu pelindung
digunakan secara tepat dan benar oleh petugas puskesmas, dan
digunakan sesuai dengan indikasi dalam pemberian asuhan pasien

Elemen Penilaian:
Ditetapkan kebijakan dan prosedur penggunaan APD dan tempat
yang harus disediakan APD. (R)
APD disediakan sesuai dengan kebutuhan dan indikasi pemakaian
(O, W)
Dilakukan edukasi penggunaan APD (D,W)
Karyawan menggunakan APD sesuai prosedur, kebutuhan, dan
indikasi pemakaian untuk meminimalkan terjadinya risiko infeksi
(D,O,W)

Kriteria
5.5.5. Peralatan perawatan pasien dibersihkan, didisinfeksi, dan
disterilisasi dengan benar untuk mengurangi risiko infeksi

Pokok Pikiran:
Menurunkan risiko infeksi melalui kegiatan dekontaminasi melalui
proses pembersihan awal(pre cleanning), pembersihan, disinfeksi dan
/atau sterilisasi dengan mengacu pada kategori Spaulding meliputi :
Kritikal berkaitan dengan alat kesehatan yang digunakan pada
jaringan steril atau sistim pembuluh darah dengan menggunakan
tehnik sterilisasi, seperti instrumen bedah, partus set
Semi kritikal, peralatan yang digunakan pada selaput mukosa
dan area kecil dikulit yang lecet dengan menggunakan Disinfeksi
Tingkat Tinggi (DTT) seperti oropharyngeal airway (OPA)/Guedel,
penekan lidah, kaca gigi,
Non Kritikal peralatan yang dipergunakan pada permukaan
tubuh yang berhubungan dengan kulit yang utuh dilakukan
disinfeksi tingkat rendah seperti tensimeter atau termometer
Pembersihan awal dilakukan oleh petugas di tempat kerja dengan
menggunakan APD dengan cara membersihkan dari semua kotoran,
darah dan cairan tubuh dengan air mengalir, untuk kemudian
dilakukan transportasi ke tempat pembersihan, disinfeksi dan
sterilisasi.
-122-

Pembersihan merupakan proses secara fisik membuang semua


kotoran, darah, atau cairan tubuh lainnya dari permukaan peralatan
secara manual atau mekanis dengan mencuci bersih dengan detergen
atau laruatan enzymatic, dan ditiriskan sebelum dilakukan disinfeksi
atau sterilisasi.
Disinfeksi tingkat tinggi dilakukan untuk peralatan semi kritiakl
untuk menghilangkan semua mikroorganisme kecuali beberapa
endospore bacterial dengan cara merebus, menguapkan atau
menggunakan disinfektan kimiawi
Sterilisasi merupakan proses menghilangakan semua mikroorganisme
termasuk endospore menggunakan upa bertekanan tinggi (otoklaf),
panas kering (oven), sterilisasi kimiawi, atau cara sterilisasi yang lain.

Elemen Penilaian:
Ditetapkan kebijakan, prosedur dan alur dekontaminasi, pre-cleaning,
cleaning, disinfeksi dan sterilisasi peralatan perawatan pasien (R)
Peralatan perawatan pasien dilakukan sesuai dengan regulasi yang
ditetapkan dan kategori kritikal, semikritikal, dan non kritikal.
(D,O,W,S)
3. Dilakukan perbaikan terhadap pelaksanaan dekontaminasi,
precleaning, cleaning, disinfeksi dan sterilisasi peralatan perawatan
pasien (D,W)

Kriteria
5.5.6. Pengelolaan linen dilakukan dengan benar untuk mengurangi risiko
infeksi

Pokok Pikiran:
Pengelolan linen yang baik dan benar adalah salah satu upaya untuk
menurunkan resiko infeksi.
Linen terbagi menjadi linen kotor non infeksius dan linen kotor
infeksius. Linen kotor infeksius adalah linen yang terkena darah atau
cairan tubuh lainnya.
Penatalaksanaan linen yang sudah digunakan harus dilakukan
dengan hati-hati. Kehati-hatian ini mencakup penggunaan APD
petugas yang mengelola linen, dan kebersihan tangan sesuai prinsip
PPI terutama pada linen infeksius. Fasilitas pelayanan kesehatan
harus membuat regulasi pengelolaan.
Penatalaksanaan linen meliputi penatalaksanaan linen di ruangan,
transportasi linen ke ruang cuci/laundry, dan penatalaksanaan linen
di ruang cuci/laundry.
Prinsip yang harus diperhatikan dalam penatalaksanaan linen
adalah selalu memisahkan antara linen bersih, linen kotor dan steril
atau dengan kata lain setiap kelompok linen tersebut harus
ditempatkan pada tempat yang terpisah

Elemen Penilaian:
Ditetapkan kebijakan dan prosedur penatalaksanaan linen sesuai
dengan prinsip-prinsip pencegahan dan pengendalian infeksi (R)
Dilakukan pengelolaan linen sesuai dengan regulasi yang ditetapkan,
mulai dari pemilahan, transportasi, pencucian, pengeringan,
penyimpanan, dan distribusi (R)
Diterapkan penggunaan APD pada waktu pengelolaan linen sesuai
dengan prinsip pencegahan dan pengendalian infeksi (D,O,W)
-123-

Dilakukan perbaikan pelaksanaan pengelolaan linen sesuai prinsip-


prinsip pencegahan dan pengendalian infeksi (D,W)
Bila pengelolaan linen dilaksanakan oleh pihak diluar puskesmas
harus memenuhi standar mutu sesuai peraturan perundangan
(D,O,W)

Kriteria
5.5.7. Pengelolaan limbah infeksius dan limbah benda tajam dilakukan
dengan benar untuk mengurangi risiko infeksi

Pokok Pikiran:
Puskesmas setiap harinya menghasilkan limbah, terutama limbah
infeksius, benda tajam dan jarum yang apabila pengelolaan
pembuangan dilakukan dengan tidak benar dapat menimbulkan risiko
infeksi. Pengelolaan limbah infeksius meliputi pengelolaan limbah
cairan tubuh infeksius, darah, dan sampel laboratorium, serta benda
tajam dan jarum dalam safety box (penyimpanan khusus), proses
edukasi kepada karyawan mengenai pengelolaan yang aman,
ketersediaan tempat penyimpanan khusus dan pelaporan pajanan
limbah infeksius atau tertusuk jarum dan benda tajam
Pengelolaan limbah meliputi :
Limbah infeksius adalah limbah yang terkontaminasi darah dan
cairan tubuh, sample laboratorium, produk darah dan lain-lain,
yang dimasukan kedalam kantong plastik berwarna kuning dan
dilakukan proses sesuai ketentuan peraturan perundangan
Limbah benda tajam adalah semua limbah yang memiliki
permukaan tajam yang dimasukan kedalam safety box
(penyimpanan khusus tahan tusukan dan tahan air)
Limbah cair infeksius segera dibuang ketempat pembuangan
limbah cair (spoel hoek)
d) Pengelolaan limbah dimaksud meliputi identifikasi,
penampungan, pengangkutan, tempat penampungan sementara,
pengolahan akhir limbah ). (lihat juga kriteria 1.4.3; kriteria
1.4.4.; kriteria 1.4.5; kriteria 1.8.1; kriteria 5.2.1; kriteria 5.5.10;
dan kriteria 5.5.14 terkait limbah)
Pembuagan jarum yang tidak terpakai, pisau bedah, dan benda
tajam lainya yang tidak benar merupakan salah satu penyebab
bahaya luka tusuk jarum bekas pakai yang menyebabkan penularan
penyakit infeksi melalui darah.

Elemen Penilaian:
Ditetapkan kebijakan dan prosedur pengelolaan limbah infeksius,
limbah benda tajam, dan jarum sesuai dengan prinsip-prinsip PPI. (R)
Ditetapkan kebijakan, panduan, dan prosedur pelaporan dan
penanganan pajanan. (R)
Pengelolaan limbah infeksius, limbah benda tajam, dan jarum
dilakukan sesuai dengan regulasi yang disusun. (D,O,W)
Jika terjadi pajanan dilakukan pelaporan dan penanganan sesuai
dengan regulasi yang disusun. (D,W)
Dilakukan perbaikan terhadap pelaksanaan pengelolaan limbah
infeksius, limbah benda tajam, dan jarum. (D,W)

Kriteria
-124-

5.5.8. Prosedur dan tindakan asuhan klinis yang berisiko infeksi


diidentifikasi dan dilakukan upaya (bundles) untuk meminimalkan
risiko infeksi

Pokok Pikiran:
Ilmu pengetahuan yang terhubung dengan pengendalian infeksi
melalui panduanpraktik klinik, program pengawasan antibiotik,
program menurunkan infeksi terkait Puskesmas, langkah untuk
membatasi penggunaan peralatan invasif yang tidak perlu, dapat
menurunkan tingkat infeksi secara signifikan. Pencegahan dan
pengendalian infeksi dirancang untuk menurunkan risiko terkena
infeksi pada pasien, karyawan, dan lainnya.Untuk mencapai sasaran
ini, Puskesmas harus proaktif menelusuri risiko, tingkatan, dan
kecenderungan dari infeksi terkait layanan kesehatan
Bundles adalah kumpulan intervensi konsep ilmiah yang dapat
dipercaya secara implementatif untuk mencegah infeksi yang didapat di
fasilitas kesehatan (Healthcare Associated Infections - HAI’s), dan
merupakan rekomendasi utama untuk praktik pencegahan infeksi.
Bundles yang dikenal di fasilitas kesehatan adalah bundles infeksi
saluran kencing pada pemasangan kateter, infeksi daerah operasi pada
pembedahan minor, infeksi aliran darah perifer akibat pemberian cairan
atau pengobatan intravena. disusun dan dilaksanakan oleh tenaga
kesehatan di Puskesmas dengan menyesuaikan kemampuan dan
pelayanan yang tersedia di Puskesmas.

Elemen Penilaian:
Dilakukan identifikasi prosedur dan tindakan asuhan klinis yang
berisiko infeksi. (D,W)
Disusun dan dilaksanakan bundles untuk meminimalkan risiko
infeksi terhadap prosedur dan tindakan asuhan klinis yang berisiko
infeksi. (D,W)
3. Dilakukan perbaikan pelaksanaan bundles dalam upaya
meminimalkan risiko infeksi terhadap prosedur yang tindakan
asuhan klinis yang berisiko infeksi. (D,W)

Kriteria
5.5.9. Penyelenggaraan pengelolaan makanan dilakukan secara higienis
untuk mengurangi risiko infeksi

Pokok Pikiran:
Puskesmas dalam memberikan makanan dan produk nutrisi harus
terjamin keamanannya dengan memperhatikan penyimpanan dan
penyiapan makanan pada suhu tertentu yang dapat mencegah
berkembangnya bakteri.
Kontaminasi silang dari makanan mentah ke makanan yang sudah
dimasak, tangan yang terkontaminasi,permukaan meja, papan alas
pemotong makanan, kain yang digunakan untuk mengelap permukaan
meja atau mengeringkan piring, permukaan tempat menyiapkan
makanan, alat makan, perlengkapan masak, panci, dan wajan yang
digunakan untuk menyiapkan makanan; dan juga nampan, piring, serta
peralatan makan yang digunakan untuk menyajikan makanan
merupakan salah satu sumber infeksi makanan.
-125-

Pelayanan makanan di Puskesmas mulai dari pengelolaan,


pengadaan, penyimpanan, pengolahan, pemorsian, dan
pendistribusian harus sesuai prinsip PPI, baik yang dikelola sendiri,
atau yang diserahkan pada pihak ketiga.

Elemen Penilaian:
Ditetapkan kebijakan dan prosedur pengelolaan makanan mulai dari
penyimpanan bahan makanan, pengolahan, pemorsian,
pendistribusian sesuai dengan prinsip-prinsip PPI. (R)
Pengelolaan makanan dilakukan sesuai dengan regulasi yang
disusun. (D,O,W)
Dilakukan perbaikan terhadap pelaksanaan pengelolaan makanan.
(D,W)

Kriteria
5.5.10. Dilakukan prosedur penyuntikan yang aman untuk mencegah resiko
penularan penyakit infeksi.

Pokok pikiran
Tindakan penyuntikan perlu memperhatikan kesterilan alat yang
digunakan dan prosedur penyuntikannya. Pemakaian spuit dan
jarum suntik steril harus sekali pakai, dan berlaku juga pada
penggunaan vial multi dosis untuk mencegah timbulnya kontaminasi
mikroba saat obat dipakai pada pasien.
Penyuntikan yang aman berdasarkan prinsip PPI meliputi
menerapkan tehnik aseptik untuk mencegah kontaminasi alat
injeksi
tidak menggunakan spuit yang sama untuk penyuntikan pasien
yang berbeda walaupun jarum suntiknya diganti
semua alat suntik yang dipergunakan harus sekali pakai untuk
satu pasien dan satu prosedur
gunakan single dose untuk obat injeksi dan cairan
pelarut/flushing
proses pencampuran obat dilaksanakan sesuai peraturan
perundang undangan yang berlaku
pengelolaan limbah tajam bekas pakai perlu dikelola dengan
benar sesuai perundangan yang berlaku

Elemen penilaian
Ditetapkan kebijakan dan prosedur tentang penyuntikan yang aman
sesuai standar yang berlaku. (R)
Tersedia perlengkapan dan alat kesehatan yang dipergunakan untuk
penyuntikan yang aman. (O,W)
Terdapat bukti perbaikan dan tindaklanjut terhadap kepatuhan
petugas pada prinsip prinsip PPI (a sampai f )dilaksanakan pada
penyuntikan yang aman. (D,O,W)

Kriteria
5.5.11. Dilakukan pengkajian dan upaya meminimalkan risiko infeksi pada
saat pembongkaran, konstruksi, dan renovasi bangunan

Pokok Pikiran:
-126-

Pembongkaran, konstruksi, renovasi gedung di area mana saja di


Puskesmas dapat merupakan sumber infeksi. Pemaparan debu dan
kotoran konstruksi, kebisingan, getaran, kotoran dan bahaya lain
dapat merupakan bahaya potensial terhadap fungsi paru dan
keamanan karyawan dan pengunjung. Puskesmas menetapkan
kriteria risiko untuk menangani dampak tersebut. Untuk
menurunkan risiko infeksi maka Puskesmas perlu memiliki regulasi
tentang penilaian risiko dan pengendalian infeksi (infection control
risk assessment/ICRA) untuk pembongkaran, konstruksi, renovasi di
area puskesmas.

Elemen Penilaian:
Ditetapkan kebijakan dan prosedur penilaian risiko pengendalian
infeksi bila ada renovasi, konstruksi, pembongkaran bangunan. (R)
Dilakukan penilaian risiko pengendalian infeksi bila ada renovasi,
konstruksi, pembongkaran bangunan sesuai dengan regulasi yang
disusun. (D,O,W)
Dilakukan tindak lanjut dan perbaikan pelaksanaan tindak lanjut
terhadap pencegahan dan pengendalian infeksi sesuai dengan hasil
penilaian risiko pengendalian infeksi bila ada renovasi, konstruksi,
dan pembongkaran bangunan. (D,O,W)

Kriteria
5.5.12. Dilakukan upaya pencegahan penularan infeksi pada proses
pelayanan dan transfer pasien dengan penyakit yang dapat
ditularkan melalui transmisi air-borne

Pokok Pikiran:
Kewaspadaan terhadap udara penting untuk mencegah penularan
mikroba infeksius yang dapat bertahan lama di udara. Pasien dengan
infeksi “airborne” sebaiknya ditempatkan di ruang bertekanan negatif
(negative pressure room). Jika struktur bangunan tidak
memungkinkan membangun ruangan dengan tekanan negatif,
puskesmas dapat mengalirkan udara lewat sistem ventilasi mekanik
dan alamiah. Pemakaian APD, penataan ruang periksa, penempatan
pasien, maupun transfer pasien dilakukan sesuai dengan prinsip PPI.
Upaya pencegahan juga perlu ditujukan untuk memberikan
perlindungan kepada staf, pengunjung serta lingkungan pasien.
Pembersihan kamar dengan benar setiap hari selama pasien tinggal
di puskesmas dan pembersihan kembali setelah pasien pulang harus
dilakukan sesuai standar atau panduanpengendalian infeksi.

Elemen Penilaian:
Ditetapkan kebijakan dan prosedur pencegahan penularan infeksi
melalui transmisi airborne baik dalam penataan ruang periksa,
penempatan, maupun transfer pasien. (R)
Dilakukan identifikasi dan upaya pencegahan penyakit infeksi yang
ditularkan melalui transmisi airborne yang dilayani di Puskesmas
sesuai dengan kebijakan dan prosedur yang telah ditetapkan.. (D,W)
Dilaksanakan pencegahan penularan infeksi melalui transmisi
airborne dengan pemakaian APD, penataan ruang periksa,
penempatan pasien, maupun transfer pasien, sesuai dengan regulasi
yang disusun. (D,O,W)
-127-

Dilakukan perbaikan pelaksanaan pencegahan penularan infeksi


melalui transmisi air-borne melalui penataan ruang periksa,
penempatan pasien, maupun transfer pasien. (D,W)
Kriteria
5.5.13. Ditetapkan dan dilakukan proses untuk menangani outbreak infeksi
baik di Puskesmas atau di wilayah kerja Puskesmas

Pokok Pikiran:
Apabila terjadi outbreak, Puskesmas menetapkan regulasi tentang
isolasi, pemberian penghalang pengaman, serta penyediaan
fasilitasnya. Regulasi ditetapkan berdasarkan bagaimana penyakit
menular dan cara menangani pasien infeksius. Regulasi isolasi juga
memberikan perlindungan kepada karyawan dan pengunjung serta
lingkungan pasien.
Kriteria outbreak adalah:
terdapat penyakit menular yang sebelumnya tidak ada atau
sejak lama tidak pernah muncul
kejadian meningkat terus selama 3 kurun waktu
peningkatan kejadian 2 kali lipat dibanding periode sebelumnya

Elemen Penilaian:
Ditetapkan kebijakan dan prosedur penanganan outbreak infeksi
baik yang terjadi di Puskesmas atau di wilayah kerja Puskesmas. (R)
Dilakukan identifikasi kemungkinan terjadinya outbreak infeksi baik
yang terjadi di Puskesmas atau di wilayah kerja Puskesmas. (D,W)
Dilakukan edukasi kepada karyawan tentang panduan dan prosedur
penanganan outbreak infeksi yang terjadi di Puskesmas atau di
wilayah kerja Puskesmas. (D,W)
Jika terjadi outbreak infeksi, dilakukan penanggulangan sesuai
dengan regulasi yang disusun. (D,W)

Kriteria
5.5.14. Dilakukan perbaikan pelaksanaan upaya pengendalian infeksi yang
terkait dengan pelayanan kesehatan

Pokok Pikiran:
Puskesmas perlu mengumpulkan, menganalisis, dan menindak
lanjuti hasil perbaikan pelaksanaan kebersihan tangan dan
penggunaan APD, proses pembersihan peralatan perawatan pasien,
penempatan pasien, praktik penyuntikan yang aman, pengendalian
lingkungan, pengelolaan limbah, tata laksana linen, tata laksana
pajanan, etika batuk sebagai upaya untuk mencegah terjadinya
infeksi yang terkait dengan pelayanan kesehatan. (lihat juga kriteria
1.4.3; kriteria 1.4.4.; kriteria 1.4.5; kriteria 1.8.1; kriteria 5.2.1;
kriteria 5.5.7; dan kriteria 5.5.10 terkait limbah)
Perbaikan dilakukan untuk memastikan kepatuhan petugas dalam
melakukan pencegahan terjadinya infeksi yang terkait dengan
pelayanan kesehatan, dan menindak lanjuti dengan upaya perbaikan.

Elemen Penilaian:
Ditetapkan kebijakan dan prosedur untuk memonitor kebersihan
tangan, penggunaan APD dan penerapan kewaspadaan isolasi yang
lain. (R)
-128-

2. Dilakukan perbaikan dan tindak lanjut terhadap kepatuhan


kebersihan tangan dan penggunaan APD untuk mengurangi terjadinya
infeksi. (D,W)
3. Dilakukan perbaikan dan tindak lanjut terhadap kepatuhan
penerapan kewaspadaan isolasi yang lain untuk mengurangi
terjadinya infeksi. (D,W)

Kriteria
5.5.15. Dilakukan edukasi PPI pada karyawan, serta penyuluhan PPI kepada
pasien, keluarga, dan pengunjung

Pokok Pikiran:
Edukasi PPI dapat dilakukan melalui pelatihan atau workshop PPI yang
diikuti oleh semua karyawan agar karyawan dapat melaksanakan
kewaspadaan isolasi, dan terlibat dalam pelaksanaan program PPI.
Edukasi PPI juga diberikan sebagai bagian dari orientasi kepada
semua karyawan baru dan dilakukan pelatihan kembali secara
berkala, atau paling sedikit jika ada perubahan dari kebijakan,
prosedur, praktik yang menjadi panduan program PPI.
Penyuluhan PPI dilakukan secara berkala kepada pasien, keluarga,
dan pengunjung. Penyuluhan PPI meliputi antara lain: kebersihan
tangan, penggunaan APD bila diperlukan, pencegahan infeksi sesuai
dengan jenis penyakit, dan etika batuk.
Pasien dan keluarga didorong untuk berpartisipasi dalam
implementasi program PPI.

Elemen Penilaian:
Ditetapkan kebijakan dan prosedur pelatihan karyawan dan
penyuluhan PPI kepada pasien, keluarga, dan pengunjung. (R)
Karyawan baru mendapat kegiatan orientasi karyawan baru dan
pelatihan PPI yang terintegrasi. (D,W)
Dilakukan edukasi PPI bagi semua karyawan, pasien, keluarga dan
pengunjung. (D,W)

Kriteria
5.5.16. Dilakukan upaya perbaikan dan penggunaan antimikroba secara
bijak untuk mengendalikan resistensi antimikroba

Pokok Pikiran:
Resistensi terhadap antimikroba (antimicrobial resistance/AMR) telah
menjadi masalah kesehatan yang mendunia, dengan berbagai dampak
merugikan yang dapat menurunkan mutu dan meningkatkan risiko
pelayanan kesehatan khususnya biaya dan keselamatan pasien.
Meningkatnya masalah resistensi antimikroba terjadi akibat
penggunaan antimikroba yang tidak bijak dan bertanggung
jawab,serta penyebaran mikroba resisten dari pasien ke
lingkungannya karena tidak dilaksanakannya praktik pengendalian
dan pencegahan infeksi dengan baik.
Salah satu upaya untuk menurunkan resistensi terhadap
Antimikroba, maka perlu ditetapkan panduan penggunaan
antrimikroba di Puskesmas, dan dilakukan perbaikan pola
penggunaan antimikroba, untuk menilai kesesuaian terhadap
panduan yang disusun.
-129-

Elemen Penilaian:
Ditetapkan kebijakan dan prosedur penggunaan antimikroba di
Puskesmas. (R)
Dilakukan edukasi penggunaan antimikroba secara bijak pada
tenaga medis yang bekerja di Puskesmas. (D,W)
Dilakukan perbaikan pola penggunaan antimikroba di Puskesmas.
(D,W)
Dilakukan tindak lanjut terhadap hasil perbaikan pola penggunaan
antimikroba di Puskesmas. (D,W)

Anda mungkin juga menyukai