Anda di halaman 1dari 72

Bab 5.

1
Peningkatan Mutu
Puskesmas
Kriteria 5.1.1.
Kepala Puskesmas menetapkan Tim dan Program Peningkatan Mutu Puskesmas

•Pokok Pikiran:

 Agar upaya-upaya Peningkatan Mutu, Keselamatan Pasien, Pencegahan dan Pengendalian


Infeksi (PPI), dan Manajemen Risiko (MR) dapat dikelola dengan baik dan konsisten dengan visi,
misi, tujuan dan tata nilai, maka perlu ditetapkan tim atau petugas yang diberi tanggung
jawab terhadap Peningkatan Mutu, Keselamatan Pasien, PPI, dan Manajemen Risiko.
 Jika sumber daya tersedia maka dapat dibentuk Tim Peningkatan Mutu, Tim Manajemen
Risiko, dan Tim Keselamatan Pasien, Tim PPI sesuai ketentuan peraturan perundangan, namun
jika tidak tersedia Sumber daya maka cukup dengan penunjukan penanggung jawab Mutu,
Keselamatan Pasien, PPI, dan Manajemen Risiko
 Penunjukkan dan persyaratan kompetensi ketua tim atau petugas yang diberi tanggung jawab
ditentukan oleh Kepala Puskesmas. Persyaratan kompetensi tersebut antara lain adalah:
Minimal D3 Kesehatan, mempunyai kapasitas terkait pengelolaan mutu, keselamatan pasien,
manajemen risiko, dan PPI, serta mempunyai pengalaman kerja di Puskesmas.
 Para tim atau petugas yang bertanggung jawab tersebut, mempunyai tugas untuk melakukan
fasilitasi, koordinasi, pemantauan, dan membudayakan kegiatan peningkatan mutu,
keselamatan pasien, manajemen risiko, dan pencegahan dan pengendalian infeksi. Para tim
tersebut juga harus menjamin pelaksanaan kegiatan dilakukan secara konsisten dan
berkelanjutan.
Kriteria 5.1.1

 Perlu ditetapkan kebijakan dan prosedur serta pedoman


sebagai acuan Kepala Puskesmas, penanggung jawab upaya
pelayanan Puskesmas dan koordinator dan pelaksana
kegiatan Puskesmas dalam hal 1) peningkatan mutu, 2)
keselamatan pasien, 3) manajemen risiko,
• 4) dan pencegahan dan pengendalian infeksi.
 Kepala Puskesmas perlu memfasilitasi, mengalokasikan, dan
menyediakan sumber daya yang dibutuhkan untuk program
peningkatan mutu, keselamatan pasien, program manajemen
risiko, dan program PPI sesuai dengan ketersediaan
anggaran dan sumber daya yang ada di Puskesmas
 Program peningkatan mutu, keselamatan pasien, program
manajemen risiko, dan program PPI disusun secara
kolaboratif sejak perencanaan, pelaksanaan, pengawasan,
pengendalian, dan penilaian
Kriteria 5.1.1

 Program peningkatan mutu, keselamatan pasien, program manajemen risiko,


dan program PPI sesuai dengan perkembangan kebutuhan dan harapan
masyarakat, perubahan regulasi, perkembangan teknologi dan perubahan
pedoman dalam rangka upaya-upaya perbaikan berkesinambungan untuk
memperbaiki perencanaan maupun pelaksanaan kegiatan pelayanan
 Proses, hasil kegiatan, penilaian dan tindak lanjut program peningkatan
mutu, keselamatan pasien, program manajemen risiko, dan program PPI
didokumentasikan, disosialisasikan, dan dikomunikasikan kepada semua
petugas kesehatan yang memberikan pelayanan.

•Elemen Penilaian:
1. Kepala Puskesmas menetapkan tim atau petugas diberi tanggung jawab
peningkatan mutu, keselamatan pasien, manajemen risiko, dan PPI yang
memenuhi persyaratan kompetensi yang disertai dengan uraian tugasnya.
(R, D, W)
2. Kepala Puskesmas menetapkan kebijakan dan program peningkatan mutu,
keselamatan pasien, manajemen risiko, dan PPI di Puskesmas. (R) (Lihat
juga KMP : 1.4.1; 1.5.7; PMP 5.2.1; 5.4 dan 5.5)
3. Dilakukan pengawasan, pengendalian, penilaian, tindak lanjut, dan upaya
perbaikan berkesinambungan terhadap pelaksanaan program peningkatan
mutu, keselamatan pasien, program manajemen risiko,dan program PPI.
(D,O,W)
Kriteria 5.1.2.
Kepala Puskesmas dan tim atau petugas yang diberi tanggung
jawab mutu dan keselamatan pasien berkomitmen untuk
membudayakan peningkatan mutu secara berkesinambungan
melalui pengelolaan indikator mutu.

•Pokok Pikiran:
 Penetapan prioritas perbaikan mutu dilakukan berdasarkan kebijakan
indikator mutu nasional (IMN), prioritas permasalahan di wilayah kerja
Puskesmas, SKP, dan PPI.
 Untuk mengukur keberhasilan upaya prioritas perbaikan di Puskesmas maka
perlu ditetapkan indikator mutu.
 Pengelolaan indikator mutu dalam rangka upaya perbaikan mutu terdiri dari :
a. Indikator mutu prioritas tingkat Puskesmas (IMPP) Indikator ini dirumuskan
berdasarkan masalah kesehatan yang ada di wilayah kerja (lihat juga KMP
1.1.3)
b. Indikator mutu prioritas Program :
1)Indikator mutu nasional
2)Indikator Sasaran Keselamatan Pasien (SKP) (lihat juga PMP : 5.3)
3)Indikator Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI). (lihat juga PMP : 5.5).
 Pemilihan prioritas didasarkan pada proses yang berimplikasi risiko tinggi
(high risk), melibatkan populasi dalam volume besar (high volume), melibatkan
biaya besar bila tidak dikelola dengan baik (high cost), capaian kinerja rendah
(bad performance), atau cenderung menimbulkan masalah (problem prone).
Kriteria 5.1.2
 Prioritas berdasarkan capaian kinerja, kendala, atau hambatan dalam pelaksanaan
kegiatan, adanya ketidakpuasan sasaran, dan ketidaksesuaian terhadap kerangka
acuan atau jadwal pelayanan yang disusun, dan perubahan kebijakan pemerintah
atau pemerintah daerah terkait dengan penyelenggaraan KMP, pelayanan UKM, dan
pelayanan UKPP Puskesmas
 Indikator mutu yang diprioritaskan berdasarkan permasalahan kesehatan di wilayah
kerja disebut dengan indikator mutu prioritas Puskesmas (IMPP) yang upaya
perbaikannya harus didukung KMP, UKM dan UKPP.
• Contoh: masalah tingkat Puskesmas yang ditetapkan sesuai dengan permasalahan
kesehatan di wilayah kerja adalah tingginya prevalensi
• tuberkulosis, maka dilakukan upaya perbaikan pada kegiatan UKP yang terkait
dengan penyediaan pelayanan klinis untuk mengatasi masalah tuberkulosis,
dilakukan upaya perbaikan kinerja pelayanan
• UKM untuk menurunkan prevalensi tuberkulosis, dan dukungan manajemen untuk
mengatasi masalah tuberkulosis.
 Kepala Puskesmas dan tim atau petugas yang diberi tanggung jawab menyusun
indikator mutu prioritas tingkat Puskesmas (IMPP) yang akan melibatkan banyak jenis
pelayanan, banyak tenaga, membawa dampak besar bagi Puskesmas.
Kriteria 5.1.2
 Indikator Sasaran Keselamatan Pasien (SKP) untuk masing-masing
sasaran yang terdiri atas identifikasi pasien, komunikasi efektif,
pengelolaan obat dengan kewaspadaan tinggi, upaya untuk memastikan
benar pasien, benar prosedur, dan benar sisi pada pasien yang menjalani
tindakan medis, kebersihan tangan, dan proses untuk mengurangi risiko
jatuh. (lihat juga PMP : 5.1. dan 5.3)
 Indikator mutu terkait dengan proses pencegahan dan pengedalian infeksi
dikaitkan dengan penerapan kewaspadaan isolasi meliputi: kajian risiko
pada pelayanan kesehatan perseorangan dan pelayanan klinis, kebersihan
tangan, penggunaan Alat Pelindung Diri (APD), Peralatan perawatan
pasien, pengelolaan linen, pengelolaan limbah infeksius dan benda tajam,
asuhan klinis yang berisiko infeksi, pengelolaan makanan secara higienis,
penyuntikan yang aman, risiko infeksi pada saat pembongkaran,
konstruksi dan renovasi bangunan, penanganan outbreak infeksi, upaya
pengendalian infeksi terkait dengan pelayanan kesehatan, kegiatan
edukasi PPI, serta perbaikan dan penggunaan antimikroba secara bijak.
(lihat juga PMP : 5.1 dan
• 5.5 )
Kriteria 5.1.2
Setiap indikator agar dibuat profilnya atau gambaran singkat tentang indikator tersebut yang antara lain
meliputi:
a.
judul indikator,
b.
dasar pemikiran/alasan pemilihan indikator,
c.dimensi mutu,
d.
tujuan,
e.definisi operasional,
f.tipe indikator,
g.satuan pengukuran,
h.
numerator,
i.denominator,
j.target pencapaian,
k.
kriteria inklusi dan eksklusi,
l.formula pengukuran,
m.desain pengumpulan data,
n.
sumber data,
o.populasi atau sampel,
p.
frekuensi pengumpulan data,
q.
periode waktu pelaporan data,
r.periode analisis data,
s.penyajian data,
t.instrumen pengambilan data
u.
penanggung jawab indikator
Kriteria 5.1.2
Kepala Puskesmas, tim atau petugas yang diberi tanggung jawab mutu dan keselamatan
pasien,petugas yang diberi tanggung jawab indikator, petugas yang diberi tanggung
jawab untuk mengumpulkan data, dan petugas yang diberi tanggung jawab untuk
validasi data, harus bertanggung jawab dan
memerlukanperanserta aktifdalam peningkatan mutu secara berkesinambungan. Dalam
hal keterbatasan tenaga, maka petugas yang diberi tanggung jawab untuk validasi data
dapat dirangkap oleh petugas penanggung jawab indikator. ( Lihat juga KMP : 1.6.11)
•Jika prioritas indikator yang dipilih sama di beberapa unit pelayanan (contoh: indikator
kepatuhan cuci tangan) maka tim atau petugas yang diberi tanggung jawab mutu,
melakukan koordinasi dalam pengumpulan data. Jika prioritas indikator yang dipilih
terkait dibeberapa unit pelayanan (contoh: pengukuran waktu tunggu rawat jalan dan
waktu tunggu rekam medis), maka tim atau petugas yang diberi tanggung jawab mutu
melakukan integrasi dalam pengumpulan data. Koordinasi dan integrasi sistem
pengukuran akan memberikan kesempatan adanya penyelesaian dan perbaikan
terintegrasi.
Kepala Puskesmas, tim atau petugas yang diberi tanggung jawab mutu dan keselamatan
pasien,petugas penanggung jawab indikator, petugas yang diberi tanggung jawab untuk
mengumpulkan data, petugas yang diberi tanggung jawab untuk validasi data,
mendapatkan peningkatan kapasitas pengelolaan data. ( Lihat juga KMP : 1.6.12)
Kriteria 5.1.2
• Peningkatan kapasitas pengolahan data dapat dilakukan melalui
pelatihan, lokakarya, kaji banding, on the job training atau in house
training
• Indikator mutu yang sudah tercapai dan dapat dipertahankan
selama tahun berjalan maka dapat diganti dengan indikator mutu
baru. Indikator mutu yang belum mencapai target dapat tetap
diukur di tahun berikutnya. (Lihat juga KMP : 1.1.1 dan 1.1.3; dan
PMP : 5.1.4 terkait indikator mutu)

• Elemen Penilaian:
1.Ditetapkan indikator mutu prioritas Puskesmas (IMPP), indikator
sasaran keselamatan pasien (SKP), dan indikator upaya Pencegahan
dan Pengendalian Infeksi (PPI) (R) (lihat juga KMP : 1.1.3)
2.Setiap indikator yang dilengkapi dengan profil indikator yang
meliputi huruf (a) sampai huruf (u) seperti disebutkan di pokok
pikiran. (D)
3.Pengumpulan dan analisis data dilakukan oleh petugas yang
diberitanggung jawab untuk mengumpulkan data, petugas yang
diberi tanggung jawab untuk validasi data, dan petugas penanggung
jawab indikator (D, W)
Kriteria 5.1.2
4. Dilakukan pengumpulan data untuk indikator mutu yang sudah
ditetapkan (D,O, W)
5. Puskesmas menyelenggarakan kegiatan peningkatan sistem dan
kapasitas pengelolaan data dengan pelatihan Peningkatan Mutu dan
Keselamatan Pasien bagi tim atau petugas yang diberi tanggung
jawab mutu dan keselamatan pasien, petugas penanggung jawab
indikator, petugas yang diberi tanggung jawab untuk
mengumpulkan data, petugas yang diberi tanggung jawab untuk
validasi data. (D,W)
Kriteria 5.1.3.
Dilakukan validasi terhadap hasil pengukuran indikator mutu untuk
menjamin data yang dikumpulkan valid untuk peningkatan mutu dan
penyampaian informasi kepada masyarakat.

•Pokok Pikiran:
 Untuk menjamin bahwa data dari masing-masing indikator mutu yang
dikumpulkan dapat dimanfaatkan untuk perbaikan mutu dan menyampaikan
informasi tentang mutu pelayanan Puskesmas perlu dilakukan proses validasi
data. Validasi data dilakukan jika:
a) terdapat indikator baru yang diterapkan untuk menilai mutu pelayanan
b) terdapat indikator mutu yang akan ditampilkan kepada masyarakat melalui
media informasi yang ditetapkan
c) terdapat perubahan pada metode pengukuran yang ada, antara lain:
perubahan numerator atau denominator, perubahan metode pengumpulan,
perubahan sumber data, perubahan subjek pengumpulan data, perubahan
definisi operasional dari indikator
 Validasi penting untuk dilakukan agar data indikator mutu akurat untuk
mendukung keputusan yang diambil terkait dengan perubahan kebijakan
maupun upaya perbaikan mutu, dan untuk mendukung kesahihan data yang
disampaikan pada masyarakat. (Lihat juga KMP : 1.1.3; dan PMP : 5.1.2)
 Validasi data dapat dilakukan terhadap sumber data, definisi operasional
numerator dan denominator, membandingkan hasil pengukuran ulang dengan
sumber data yang sama, atau membandingkan hasil pengukuran dengan
menggunakan sumber data yang lain untuk mencocokkan hasil pengukuran yang
telah dilakukan.( Lihat juga KMP : 1.6.11 )
Kriteria 5.1.3.
•Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan petugas atau tim yang bertanggung
jawab untuk melakukan validasi data indikator mutu.
(R)
2. Ditetapkan prosedur dan metode untuk melakukan validasi data
hasil pengukuran indikator mutu. (R)
3. Dilakukan validasi data hasil pengukuran indikator
sebagaimana diminta pada pokok pikiran. (D, W)
4. Hasil validasi data digunakan untuk pengambilan keputusan,
upaya perbaikan mutu, dan untuk penyediaan informasi
tentang capaian mutu kepada masyarakat. (D, O, W)
Kriteria 5.1.4.
Dilakukan analisa data dalam upaya perbaikan dan peningkatan
mutu pelayanan

•Pokok Pikiran
 Dalam rangka mencapai sebuah kesimpulan dan membuat keputusan maka
data harus digabungkan, dianalisis dan diubah menjadi informasi yang
berguna.
 Analissi data melibatkan individu di dalam tim PMP yang memahami
manajemen informasi, mempunyai keterampilan dalam metode pengumpulan
data, dan mengetahui cara menggunakan berbagai alat statistik. Hasil
analisis data harus dilaporkan kepada Kepala Puskesmas yang
bertanggungjawab akan proses atau hasil yang diukur dan yang mampu
menindaklanjuti.
 Teknik statistik dapat berguna dalam proses analisis data, khususnya dalam
menafsirkan variasi dan memutuskan area yang paling membutuhkan
perbaikan. Run charts, diagram kontrol (control charts), histogram, dan
diagram Pareto adalah contoh metode statistik yang sangat berguna untuk
memahami pola dan variasi dalam pelayanan kesehatan
Kriteria 5.1.4.
 Program mutu berpartisipasi dalam menetapkan seberapa sering data harus
dikumpulkan dan dianalisis. Frekuensi proses ini bergantung pada kegiatan
program tersebut dan area yang diukur serta frekuensi pengukuran. Sebagai
contoh, pemeriksaan data mutu dari laboratorium klinis mungkin dianalisis
setiap minggu untuk mematuhi peraturan perundangan-undangan dan data
tentang pasien jatuh mungkin dianalisis setiap bulan apabila jatuhnya pasien
jarang terjadi. Maka, pengumpulan data pada titik-titik waktu tertentu akan
memungkinkan Puskesmas menilai stabilitas proses tertentu atau dapat menilai
prediksi hasil tertentu terkait dengan ekspektasi yang ada.
 Tujuan analisis data adalah dapat membandingkan data-data Puskesmas
melalui kaji banding dalam empat hal:
a) membandingkan data di Puskesmas dari waktu ke waktu data (analisis
trend), misalnya data PISPK dari bulanan ke bulan atau dari tahun ke tahun;
b) membandingkan dengan Puskesmas lain bila mungkin yang sejenis seperti
melalui database eksternal nasional tentang data PISPK;
c) membandingkan dengan standar seperti yang ditentukan oleh peraturan
perundang-undangan, seperti data capaian SPM (PMK nomor 4 tahun 2019);
d) Jika memungkinkan, membandingkan dengan praktik yang diinginkan yang
dalam literatur digolongkan sebagai best practice (praktik terbaik) atau better
practice (praktik yang lebih baik) atau practice guidelines (panduan praktik
klinik).
Kriteria 5.1.4.
•Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan kebijakan dan prosedur analisis data serta tim yang
melakukan analisis data. (R)
2. Dilakukan pengumpulan data, analisis dan hasilnya dalam bentuk
informasi yang berguna untuk mengidentifikasi kebutuhan
perbaikan yang harus dilakukan. (D,W)
3. Analisis data dilakukan dengan menggunakan metode dan teknis
statistik sesuai dengan kebutuhan. (D,W)
4. Analisis data telah dilakukan melalui kaji banding seperti yang
disebutkan dalam pokok pikiran dan hasilnya disampaikan kepada
Kepala Puskesmas D,W) (lihat juga KMP : 1.9.1 tentang kaji banding)
Kriteria 5.1.5
Peningkatan Mutu dicapai dan dipertahankan.

•Pokok Pikiran :

 Informasi dari analisis data digunakan untuk mengidentifikasi potensi perbaikan


dan mengurangi atau mencegah kejadian yang merugikan. Data memberikan
kontribusi untuk pemahaman potensi perbaikan terutama untuk indikator-
indikator mutu prioritas yang sudah ditetapkan oleh Kepala Puskesmas.
 Metode untuk meningkatkan dan mempertahankan mutu dan keselamatan
pasien/masyarakat antara lain dapat menggunakan siklus Plan (merencanakan
perbaikan), Do (uji coba perbaikan), Study (mempelajari/menganalisis hasil uji
coba perbaikan), Action (menindak lanjuti hasil analisis uji coba perbaikan).
 Setelah perbaikan direncanakan, dilakukan uji perubahan dengan mengumpulkan
data lagi selama masa uji yang ditentukan dan dilakukan re-evaluasi untuk
membuktikan bahwa perubahan adalah benar menghasilkan perbaikan.Hal ini
untuk memastikan bahwa ada perbaikan berkelanjutan dan ada pengumpulan
data untuk analisis berkelanjutan
 Perubahan yang efektif dimasukkan antara lain dalam bentuk penetapan
kebijakan, perbaikan standar operasional prosedur, pendidikan staf yang perlu
dilakukan, dan replikasi di unit kerja yang lain. Perbaikan-perbaikan yang dicapai
dan dipertahankan oleh Puskesmas didokumentasikan sebagai bagian dari
manajemen peningkatan mutu dan keselamatan pasien dan program perbaikan.
Kriteria 5.1.5
• Elemen Penilaian:

1. Terdapat bukti Puskesmas telah membuat rencana perbaikan terhadap


mutu dan keselamatan pasien/ sasaran berdasarkan hasil capaian
indikator mutu (D,W)
2. Terdapat bukti Puskesmas telah melakukan uji coba perbaikan terhadap
mutu dan keselamatan pasien/sasaran berdasarkan
• rencana perbaikan (D,W)
3. Terdapat bukti Puskesmas telah melakukan evaluasi dan tindak lanjut
terhadap hasil uji coba perbaikan (D.W)
4. Terdapat bukti Puskesmas telah menerapkan/melaksanakan hasil uji
• coba perbaikan berdasarkan hasil evaluasi perbaikan
5. Keberhasilan-keberhasilan telah didokumentasikan, dikomunikasikan
serta disosialisasikan dan dijadikan laporan PMP (D,W)
Kriteria. 5.2.1
Risiko dalam penyelenggaraan berbagai upaya Puskesmas terhadap pasien, keluarga, masyarakat, petugas, dan
lingkungan diidentifikasi, dianalisis dan di lakukan penatalaksanaannya

•Pokok Pikiran:

 Pelaksanaan setiap kegiatan Puskesmas dapat menimbulkan risiko.


Risiko terhadap pasien, keluarga, masyarakat, petugas, dan
lingkungan perlu dikelola oleh penanggung jawab dan pelaksana
untuk mengupayakan langkah-langkah pencegahan dan/ atau
minimalisasi risiko dan tidak memberi akibat negatif atau merugikan
tersebut
 Manajemen risiko merupakan pendekatan proaktif yang komponen-
komponen pentingnya meliputi:
a. identifikasi risiko,
b. prioritas risiko,
c. pelaporan risiko,
d. manajemen risiko
e. invesigasi terhadap insiden yang terjadi baik pada pasien, petugas
keluarga dan pengunjung
f. manajemen terkait tuntutan (klaim)

 Identifikasi Risiko terhadap kejadian /Insiden yang sudah terjadi


didokumentasikan dalam Register Risiko. Sedangkan risiko yang
belum terjadi dan berpotensi menimbulkan kejadian/ insiden
didokumentasikan pada Identifikasi Proses Berisiko Tinggi
• Kategori risiko di Puskesmas adalah Risiko yang berhubungan dengan
KMP, UKPP, dan UKM.
Kriteria. 5.2.1

• Register Risiko dan Identifikasi Proses Berisiko Tinggi harus dibuat


sebagai dasar penyusunan Program Manajemen risiko untuk
membantu petugas Puskesmas mengenal dan mewaspadai
kemungkinan risiko dan akibatnya terhadap sasaran program, pasien,
keluarga, masyarakat, petugas, lingkungan, dan fasilitas pelayanan
kesehatan

•Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan kebijakan dan prosedur penerapan manajemen risiko. (R)
2. Dilakukan identifikasi dan analisis risiko yang sudah terjadi dalam
area KMP, UKM, dan UKPP yang dituangkan dalam register risiko.
3. Dilakukan identifikasi dan analisis potensi risiko yang belum
terjadi
• dalam area KMP, UKM, dan UKPP yang dituangkan dalam
Identifikasi Proses Berisiko Tinggi (D,W)
Kriteria. 5.2.2
Risiko dalam penyelenggaraan berbagai upaya Puskesmas terhadap
pasien, keluarga, masyarakat, petugas, dan lingkungan yang telah
diidentifikasi dianalisis dan ditindak lanjuti.
•Pokok Pikiran:
Program Manajemen Risiko (MR) yang berisi strategi dan kegiatan untuk mereduksi
atau memitigasi risiko, disusun setiap tahun, terintegrasi dalam perencanaan
puskesmas, berdasarkan identifikasi dan analisis risiko baik yang sudah berakibat
terjadinya kejadian/ insiden maupun yang berpotensi menyebabkan terjadinya
kejadian/ insiden.
•Strategi reduksi dan mitigasi dapat berupa kontrol risiko (Risk control) dan
pembiayaan risiko (Risk Financing)
•Kontrol risiko terdiri dari : Menghindari risiko (risk avoidance), Mencegah kerugian
(Loss Prevention - Frequency), Mereduksi kerugian
•/ dampak (Loss Reduction – Severity), Segregasi dan Transfer
•Kontraktual yang bukan Asuransi (Contractual non Insurance) misalnya dengan
konsinyasi. Pembiayaan risiko (Risk Financing) adalah memindahkan risiko kepada
pihak lain melalui pembiayaan, misalnya : asuransi kebakaran.
Pelaksanaan program manajemen risiko yang terdiri dari proses manajemen risiko
berupa identifikasi, analisa, penatalaksanaaan risiko dan monitor perbaikannya
untuk menentukan Strategi reduksi dan mitigasi risiko.
Kriteria. 5.2.2

 Satu alat/metode analisa proaktif terhadap proses kritis dan berisiko


tinggi adalah failure mode effect analysis (analisis efek modus kegagalan).
Dipilih minimal satu proses prioritas yang berisiko untuk dilakukan
analisis efek modus kegagalan setiap tahun.
 Untuk menggunakan metode / alat ini atau alat-alat lainnya yang serupa
secara efektif, Kepala Puskesmas harus mengetahui dan mempelajari
pendekatan tersebut, menyepakati daftar proses yang berisiko tinggi dari
segi keselamatan pasien dan staf, dan kemudian menerapkan alat
tersebut pada proses prioritas risiko. Setelah analisis hasil, pimpinan
Puskesmas mengambil tindakan untuk mendesain ulang proses-proses
yang ada atau mengambil tindakan serupa untuk mengurangi risiko
dalam proses-proses yang ada.
 Proses pengurangan risiko ini dilaksanakan minimal sekali dalam
setahun dan didokumentasikan pelaksanaannya.
Kriteria. 5.2.2

•Elemen Penilaian:

1. Program manajemen risiko disusun berdasar analisis kejadian


yang sudah terjadi dan hasil identifikasi proses berisiko tinggi
dan menjadi bagian terintegrasi dalam perencanaan Puskesmas
(D, W)
2. Dilakukan penatalaksanaan risiko berupa strategi reduksi dan
mitigasi risiko dan monitor perbaikannya terkait kesehatan dan
keselamatan kerja, sarana prasarana, dan infeksi (D,W)
3. Dilakukan pelaporan hasil program manajemen risiko, dan
rencana tindak lanjut risiko yang telah diidentifikasi. (D, W)
4. Ada bukti Puskesmas telah melakukan failure mode effect
analysis (analisis efek modus kegagalan) setahun sekali pada
proses berisiko tinggi yang diprioritaskan (D,W) Puskesmas
telah melaksanakan tindak lanjut hasil analisis modus dampak
kegagalan (FMEA) (D, W)
Kriteria 5.2.3
Proses Identifikasi pasien dilakukan dengan benar.

•Pokok Pikiran:
 Salah identifikasi pasien dapat terjadi di Puskesmas baik pada proses
pelayanan pasien sebagai akibat dari kondisi kesadaran pasien, perpindahan
ruang rawat, dan kondisi lain yang menyebabkan terjadinya salah identitas.
 Kebijakan dan prosedur identifikasi pasien perlu disusun termasuk
identifikasi pasien pada kondisi tertentu.
 Pada kondisi tertentu, misalnya pasien tidak mempunyai identitas, atau
mempunyai nama sama, pasien dengan penurunan kesadaran, tidak dapat
menyebutkan nama, dan tidak memiliki kartu identitas, dilakukan cara
identifikasi yang tepat supaya tidak terjadi salah pasien.
 Identifikasi harus dilakukan minimal dengan dua cara yang relatif tidak
berubah, antara lain: nama lengkap tanggal lahir,atau nomor rekam medis,
dan tidak boleh menggunakan nomor kamar pasien atau lokasi pasien
dirawat.
 Identifikasi dilakukan setiap akan melakukan prosedur diagnostik, tindakan,
pemberian obat, dan pemberian diit.
Kriteria 5.2.3
•Elemen Penilaian:

1. Ditetapkan kebijakan dan prosedur identifikasi pasien. (R)


2. Dilakukan identifikasi pasien sebelum dilakukan prosedur
diagnostik, tindakan, pemberian obat, dan pemberian diit, sesuai
dengan kebijakan dan prosedur yang ditetapkan. (D,O,W)
3. Dilakukan prosedur tepat identifikasi pada kondisi khusus seperti
disebutkan pada pokok pikiran (D,O,W)
Kriteria 5.3.2
Proses untuk meningkatkan efektifitas komunikasi dalam
pemberian asuhan ditetapkan dan dilaksanakan
•Pokok Pikiran:
Kesalahan pembuatan keputusan klinis, tindakan, dan pengobatan dapat terjadi akibat
komunikasi yang tidak efektif dalam proses asuhan pasien
Komunikasi yang tidak efektif antara lain :
1) terjadi pada saat pemberian perintah secara verbal,
2) pemberian perintah verbal melalui telpon,
3) penyampaian hasil kritis pemeriksaan penunjang diagnosis,
4) serah terima antar shift, dan
5) pemindahan pasien dari unit yang satu ke unit yang lain.

Kebijakan dan prosedur komunikasi efektif perlu disusun dan diterapkan dalam penyampaian
pesan verbal, pesan verbal lewat telpon, penyampaian nilai kritis hasil pemeriksaan penunjang
diagnosis, serah terima pasien pada serah terima jaga maupun serah terima dari unit yang
satu ke unit yang lain, misalnya untuk pemeriksaan penunjang, dan pemindahan pasien ke
unit lain. (Lihat juga UKM : 3.7.3 tentang kebijakan dan prosedur penetapan nilai kritis
laboratorium)

Pelaporan kondisi pasien dalam komunikasi verbal atau lewal telpon antara lain dapat
dilakukan dengan menggunakan tehnik SBAR (Situation, Background, Asessment,
Recommendation)
Kriteria 5.3.2
 Untuk meningkatkan kompetensi dalam melakukan komunikasi efektif maka perlu
dilakukan edukasi kepada karyawan. Edukasi dapat dilakukan dalam bentuk
pelatihan, lokakrya, on the job training atau bentuk lain yang dianggap efektif
tratsfer skill dan pengetahun terhadap peningkatan kompetensi karyawan dalam
melakukan komunikasi efektif

• Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan kebijakan dan prosedur komunikasi efektif dalam pemberian asuhan (R)
2. Dilakukan edukasi komunikasi efektif kepada tenaga kesehatan pemberi asuhan
seperti disebutkan dalam pokok pikiran (D,W)
3. Pesan secara verbal atau lewat telpon ditulis lengkap, dibaca ulang oleh penerima
pesan, dan dikonfirmasi kepada pemberi pesan (D,O,W,S)
4. Penyampaian nilai kritis hasil pemeriksaan laboratorium ditulis lengkap, dibaca
ulang oleh penerima pesan, dan dikonfirmasi oleh pemberi pesan dilakukan sesuai
prosedur, dan dicatat dalam rekam medis (D,O,W,S)
5. Diidentifikasi siapa dan kepada siapa nilai kritis hasil pemeriksaan laboratorium
dilaporkan dan informasi apa yang didokumentasikan dalam rekam medis.(D, O, W,
S)
6. Proses komunikasi serah terima pasien yang memuat hal-hal kritial dilakukan
secara konsisten sesuai dengan prosedur, metoda, dan menggunakan form yang
dibakukan (D,O,W,S)
Komunikasi verbal
KOMUNIKASI VERBAL
DENGAN SBAR • KOMUNIKASI VERBAL DENGAN
TBAK
Kapan dilakukan?
• (Tulis BAca Konfirmasi Kembali)
O Saat Serah Terima Pasien
•Kapan dilakukan ?
O Saat Petugas melaporkan
1 Saat petugas menerima
kondisi pasien kepada DPJP
instruksi verbal per
O Catat Instruksi telpon/lisan dari DPJP
diformulir
2 Saat petugas menerima
terintegrasi
laporan hasil tes kritis / critical
O Beri stempel test /pemeriksaan cito
SBAR
3 Beri stempel TBAK
4 DPJP memberi paraf saat visit
keesokan harinya.

arjaty/ JCI/IPSG/2013
22/10/201
1
9 5
SERAH TERIMA PASIEN DENGAN SBAR
Situasi
O Pasien Tn Gun, 45 thn, dirawat di kamar 605, saat ini
mengalami gangguan pernafasan dengan RR 35 x/mt
Backround :
O Pasien masuk rumah sakit 2 hari yang lalu dengan
riwayat, pneumothorax, O2 saturasi turun dari
95% dalam 2 lmenit menjadi 85% dgn non
rebreathing, pada auskultasi: suara pernafasan
menurun disebelah kanan. Tracheal shift,
peningkatan distress, pasien saat ini diposisikan tidur
semi fowler, dan diberikan Oksigen 4 liter/mt dengan
nasal canule

Assessment :
O Pasien tampaknya mengalami gagal nafas /
gangguan
pertukaran gas

Recommendation:
O Dokter telah dihubungi pertelpon belum terhubung,
mohon dihubungi kembali untuk kemungkinan alih
rawat ICU untuk pemasangan ventilator.
arjaty/ JCI/IPSG/2013 22/10/201 1
9 7
MELAPORKAN KONDISI PASIEN DENGAN SBAR
Situasi :
Tn Ari Gunadi, Tanggal lahir 22 April 197, rawat di lantai IV utara, kamar 411,
mengalami gangguan pernafasan, TD 130/90, N 88, RR 25 x/mt

Backround:
Pasien masuk rumah sakit 2 hari yang lalu dengan riwayat , pneumothorax, O2
saturasi turun dari 95% dalam 2 lmenit menjadi 85% dgn non rebreathing, pada
auskultasi: suara pernafasan menurun disebelah kanan. Tracheal shift, distress
pernafasan, pasien saat ini diposisikan tidur semi fwoler, dan diberikan Oksigen 4
liter/mt dengan nasal kanule

Assessment:
Pasien tampaknya tidak stabil dan cenderung memburuk

Recommendation:
Mohon segera datang, apakah diperlukan tindakan intubasi.

Stempel

arjaty/ JCI/IPSG/2013 22/10/201 1


9 8
LOG BOOK
Kriteria 5.3.3.
Proses untuk meningkatkan keamanan terhadap obat-obat
yang perlu diwaspadai ditetapkan dan dilaksanakan
• Pokok Pikiran:

Pemberian obat pada pasien perlu dikelola dengan baik dalam upaya keselamatan pasien.
Kesalahan penggunaan obat-obat yang perlu diwaspadai dapat menimbulkan cedera
pada pasien.
Obat yang perlu diwaspadai (high alert) adalah obat-obat yang dalam penggunaannya
sering menyebabkan kesalahan dan / atau kejadian sentinel, berisiko tinggi untuk
penyalahgunaan, antara lain: obat- obatan dengan rentang terapi yang sempit, insulin,
antikoagulan, kemoterapi, obat-obatan psikoterapi, narkotika, dan obat-obatan dengan
nama dan rupa mirip
Kesalahan pemberian obat dapat juga terjadi akibat adanya obat dengan nama dan rupa
obat mirip (look alike sound alike)
Perlu ditetapkan dan dilaksanakan kebijakan dan prosedur pengelolaan obat yang perlu
diwaspadai dan obat dengan nama dan rupa mirip, meliputi: penyimpanan, penataan,
peresepan, pelabelan, penyiapan, penggunaan, evaluasi penggunaan obat-obat yang
perlu diwaspadai termasuk obat psikotropika, narkotika, dan obat dengan nama atau
rupa mirip
KEAMANAN OBAT YANG PERLU DIWASPADAI

Obat LASA

Obat HIGH ALERT

Tanda kadaluarsa
Kriteria 5.3.3.
•Elemen Penilaian:

1. Ditetapkan kebijakan dan prosedur tentang penulisan


resep obat dan pengelolaan obat yang perlu diwaspadai
dan obat dengan nama atau rupa mirip seperti
disebutkan pada pokok pikiran. (R)
2. Disusun daftar obat yang perlu diwaspadai dan obat
dengan nama atau rupa mirip (D)
3. Dilakukan pelabelan obat yang perlu diwaspadai dan
obat dengan nama atau rupa mirip sesuai dengan
kebijakan dan prosedur yang disusun (D,O,W)
4. Dilakukan pengawasan dan pengendalian penggunaan
obat-obatan psikotropika/narkotika dan obat-obatan
lain yang perlu diwaspadai (high alert). (D, W)
Kriteria 5.3.4.
Proses untuk memastikan tepat pasien, tepat prosedur, tepat sisi pada
pasien yang menjalani operasi/tindakan medis ditetapkan dan
dilaksanakan.

• Pokok Pikiran:
 Terjadinya cedera dan kejadian tidak diharapkan dapat diakibatkan oleh salah pasien,
salah prosedur, salah sisi pada pemberian tindakan invasif atau bedah minor pada
pasien.
 Puskesmas harus menetapkan tindakan invasif dan prosedurnya, yang meliputi
semua tindakan yang meliputi sayatan / insisi atau tusukan, termasuk, tetapi tidak
terbatas pada, pencabutan gigi, biopsi, dan artrosentesis, dan mengidentifikasi area di
mana prosedur invasif dilakukan.
 Puskesmas harus mengembangkan suatu sistim untuk memastikan pasien yang
benar, prosedur yang benar, dan sisi yang benar yang dilakukan tindakan dengan
menerapkan Protokol Umum (Universal Protocol), yang meliputi:
a) Proses verifikasi sebelum dilakukan tindakan;
b) Penandaan sisi yang akan dilakukan tindakan / prosedur; dan
c) Time out yang dilakukan segera sebelum dimulainya prosedur.
 Proses verifikasi sebelum dilakukan tindakan bertujuan untuk verifikasi benar pasien,
benar prosedur, benar sisi, memastikan semua dokumen, persetujuan tindakan
medis, rekam medis, hasil pemeriksaan penunjang tersedia dan diberi label,
memastikan obat- obatan, cairan intravena, jika ada ada produk darah yang
diperlukan, peralatan medis atau implant tersedia dan siap digunakan
Kriteria 5.3.4

 Penandaan sisi yang akan dilakukan tindakan / prosedur melibatkan


pasien jika memungkinkan dan dilakukan dengan tanda yang
langsung dapat dikenali dan tidak membingungkan. Tanda harus
dilakukan secara seragam dan konsisten. Penandaan dilakukan pada
semua organ yang mempunyai lateralitas (kanan lawan kiri, seperti
salah satu dari dua anggota badan, satu dari sepasang organ),
beberapa struktur (seperti jari, jari kaki, lesi), atau beberapa tingkat
(tulang belakang). Untuk tindakan di poli gigi, seperti pencabutan gigi,
penandaannya bila perlu, menggunakan hasil rontgen gigi atau
odontogram. Penandaaan harus dilakukan oleh operator/orang yang
akan melakukan tindakan yang akan melakukan seluruh prosedur
dan tetap bersama pasien selama prosedur berlangsung

 Penandaan sisi dapat dilakukan kapan saja sebelum prosedur dimulai


selama pasien terlibat secara aktif dalam penandaan sisi dan tanda.
Adakalanya pasien tidak memungkinkan untuk berpartisipasi,
misalnya: pasien anak-anak, atau ketika pasien tidak kompeten
membuat keputusan tentang perawatan kesehatan.
Kriteria 5.3.4

•Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan kebijakan dan prosedur verifikasi sebelum operasi/tindakan
medis dilakukan dan penandaan sisi operasi/tindakan medis sesuai
dengan yang diminta dalam pokok pikiran. (R)
2. Dilakukan penandaan sisi operasi/ tindakan medis secara konsisten oleh
pemberi pelayanan yang akan melakukan tindakan sesuai kebijakan dan
prosedur yang ditetapkan. (O,W)
3. Dilakukan time-out sebelum operasi/ tindakan medis, untuk memastikan
benar identifikasi pasien, benar prosedur, benar sisi,persetujuan tindakan
medis, dan konfirmasi bahwa proses verifikasi sudah lengkap dilakukan
dengan mencatat waktunya. (D,O,W)
Kriteria 5.3.5.
Kebersihan tangan diterapkan untuk menurunkan risiko infeksi yang
didapat di fasilitas kesehatan.

• Pokok Pikiran:
 Puskesmas harus menerapkan kebersihan tangan yang terbukti
menurunkan risiko infeksi yang terjadi pada fasilitas kesehatan.
 Prosedur kebersihan tangan perlu disusun dan disosialisasikan, serta
ditempel pada tempat yang mudah dibaca. Tenaga medis, tenaga
kesehatan, dan karyawan Puskesmas perlu diedukasi tentang
kebersihan tangan. Sosialisasi kebersihan tangan perlu juga
dilakukan untuk pasien, dan keluarga pasien.
 Kebersihan tangan merupakan kunci efektif pencegahan dan
pengendalian infeksi sehingga Puskesmas harus menetapkan
kebijakan dan prosedur mengenai kebersihan tangan. (lihat juga PMP:
5.5.3 )
 Setiap karyawan Puskesmas harus memahami 6 (enam) langkah dan
5 (lima) kesempatan melakukan kebersihan tangan dengan benar.
Kriteria 5.3.5.

 Puskesmas wajib menyediakan perlengkapan dan peralatan


untuk melakukan kebersihan tangan antara lain:
(1) fasilitas cuci tangan meliputi air mengalir, sabun, tisu
pengering tangan/handuk sekali pakai; dan/atau
(2) hand rubs berbasis alcohol yang ketersediaannya harus
terjamin di Puskesmas

• Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan kebijakan dan prosedur kebersihan tangan (R)
2. Kebersihan tangan dilaksanakan sesuai dengan
prosedur yang disusun. (D,O,W)
Kriteria 5.3.6
Proses untuk mengurangi risiko pasien jatuh disusun
dan dilaksanakan

•Pokok Pikiran:

 Cedera pada pasien dapat terjadi karena jatuh di fasilitas kesehatan.


Risiko jatuh pada pasien termasuk adanya riwayat jatuh, penggunaan
obat, minum minuman beralkohol, gangguan keseimbangan, gangguan
visus, gangguan mental, dan sebab yang lain.
 Kebijakan dan prosedur penapisan (screening) risiko jatuh harus
ditetapkan. Penapisan secara umum dapat dilakukan dengan Pertanyaan
sederhana dengan jawaban ya/tidak atau observasi dengan skor yang
diberikan berdasarkan respons pasien, misalnya apakah pasien pernah
jatuh dalam kurun waktu 6 (enam) bulan terakhir, apakah pasien
mengalami vertigo, apakah pasien mengkonsumsi obat yang mengganggu
keseimbangan, apakah pasien perlu bantuan ketika berdiri/berjalan.
 Penapisan dilakukan sesuai dengan kebijakan dan prosedur yang disusun
untuk meminimalkan terjadinya risiko jatuh pasien rawat jalan di
Puskesmas.
Kriteria 5.3.6
 Penapisan risiko jatuh dilakukan pada pasien di rawat jalan dengan
mempertimbangkan :
1) kondisi pasien, contoh :
a. pasien geriatri,
b. dizziness,
c. vertigo,
d. gangguan keseimbangan,
e. gangguan penglihatan,
f. penggunaan obat,sedasi,
g. status kesadaran dan
h. atau kejiwaan, konsumsi

2) diagnosis, contoh pasien dengan diagnosis penyakit Parkinson


3) situasi : Pasien yang mendapatkan sedasi atau pasien dengan riwayat tirah
baring lama yang akan dipindahkan untuk pemeriksaan penunjang dari
ambulans, perubahan posisi akan meningkatkan risiko jatuh
4) lokasi : hasil identifikasi area-area di Puskesmas yang berisiko terjadi
pasien jatuh, antara lain lokasi yang dengan kendala penerangan atau
mempunyai barrier/penghalang yang lain, misalnya tempat pelayanan
fisioterapi, tangga.
Kriteria 5.3.6
 Puskesmas harus melakukan penapisan kemungkinan terjadinya
risiko jatuh pada pasien. Kriteria untuk melakukan penapisan
kemungkinan terjadinya risiko jatuh harus ditetapkan baik untuk
pasien rawat inap maupun rawat jalan, dan dilakukan upaya untuk
mencegah atau meminimalkan kejadian jatuh di fasilitas kesehatan.
Contoh alat untuk melakukan penapisana pada pasien rawat inap
adalah skala Morse untuk pasien dewasa, dan skala Humpty
Dumpty untuk pasien anak, sedangkan untuk pasien rawat jalan
dengan menggunakan get up and go test , atau dengan menanyakan
tiga pertanyaan:
a. apakah dalam enam bulan terakhir pernah jatuh
b. apakah menggunakan obat yang mengganggu keseimbangan
c. apakah jika berdiri dan/atau berjalan membutuhkan bantuan
orang lain. Jika satu dari pertanyaan tersebut mendapat jawaban
ya, maka pasien tersebut dikategorikan berisiko jatuh
Kriteria 5.3.6
•Elemen Penilaian:

1. Ditetapkan kebijakan dan prosedur penapisan pasien dengan


risiko jatuh berdasarkan kondisi, diagnosis, situasi dan lokasi
(R)
2. Dilakukan penapisan pasien dengan risiko jatuh sesuai dengan
kebijakan dan prosedur (D,O,W)
3. Dilakukan upaya mengurangi risiko jatuh pada pasien dari hasil
penapisan yang dapat mengakibatkan pasien jatuh (O,W,S)
4. Dilakukan evaluasi dan tindak lanjut untuk mengurangi risiko
terhadap situasi dan lokasi yang diidentifikasi berisiko terjadi
pasien jatuh (D, O, W).
Kriteria 5.4.1
Dilakukan pelaporan, dokumentasi,analisis, dan penyusunan
rencana penyelesaian masalah, upaya perbaikan dan
pencegahan insiden keselamatan pasien

•Pokok Pikiran:
 Insiden keselamatan pasien adalah setiap kejadian yang tidak disengaja dan
kondisi yang mengakibatkan atau berpotensi mengakibatkan cedera yang
dapat dicegah pada pasien. Insiden keselamatan pasien terdiri atas :
1) Kejadian tidak diharapkan (KTD),
2) Kejadian nyaris cedera (KNC),
3) Kejadian tidak cedera,
4) kondisi potensial cedera (KPC), dan
5) Kejadian sentinel (KS)
 Cedera adalah perubahan yang terjadi dapat bersifat fisik, motorik, sensorik,
psikologis dan intelektual.
 Contoh yang dapat menimbulkan insiden keselamatan pasien seperti
kesalahan obat (medication errors), kesalahan identifikasi pasien, kesalahan
asuhan klinis dan faktor lingkungan.
Kriteria 5.4.1
 Upaya keselamatan pasien dilakukan untuk mencegah terjadinya insiden.
Jenis Insiden terdiri dari :
1) Kejadian Tidak Diharapkan (KTD), yaitu insiden yang
mengakibatkan cedera pada pasien . Misalnya pasien jatuh dari
tempat tidur dan menimbulkan luka pada pergelangan kaki.
2) Kejadian tidak cedera (KTC) adalah insiden yang sudah mengenai /terpapar
pada pasien tapi tidak terjadi cedera.
Misalnya Perawat salah memberikan obat pada pasien, obat telah
diminum tapi pasien tidak mengalami cedera.
3) Kondisi Potensial Cedera (KPC) adalah semua situasi atau kondisi terkait
perawatan pasien yang sangat berpotensi cedera pada pasien. Misalnya:
Alat Inkubator rusak yang diletakan di ruang
bayi/neonatus .
4) Kejadian Nyaris Cedera (KNC) adalah insiden yang terjadi tapi belum
mengenai / terpapar pada pasien karena dapat dicegah. Misalnya: perawat
mau memberikan obat kepada pasien, ketika di cek ternyata obat yang
diberikan oleh farmasi milik pasien yang lain yang namanya mirip,
sehingga obat tersebut tidak
Kriteria 5.4.1
5) Sentinel suatu kejadian yang tidak diinginkan (unexpected
• occurrence yang mengakibatkan kematian atau cedera yang serius. Kejadian
sentinel dapat berupa:
a) Kematian yang tidak diduga, termasuk dan tidak terbatas hanya pada:
- kematian yang tidak berhubungan dengan perjalanan penyakit
pasien atau kondisi pasien (contoh, kematian akibat proses transfer yang
terlambat)
- kematian bayi aterm
- bunuh diri
b) Kehilangan permanen fungsi yang tidak terkait penyakit pasien atau kondisi
pasien
c) Tindakan salah tempat, salah prosedur, salah pasien
d) Penculikan anak termasuk bayi atau anak termasuk bayi dikirim ke rumah
bukan rumah orang tuanya
e) Perkosaan, kekejaman di tempat kerja seperti penyerangan
(berakibat kematian atau kehilangan fungsi secara permanen) atau
pembunuhan (yang disengaja) atas pasien, anggota staf, dokter, pengunjung
atau vendor/pihak ketiga ketika berada dalam lingkungan Puskesmas
 Pelaporan insiden keselamatan pasien yang selanjutnya disebut pelaporan
insiden adalah suatu sistem untuk mendokumentasikan
Kriteria 5.4.1
• laporan insiden keselamatan pasien. Pelaporan insiden terdiri dari
Laporan Insiden Internal dan Laporan Insiden Eksternal
 Sistem pelaporan diharapkan dapat mendorong individu di dalam
Puskesmas untuk peduli akan bahaya atau potensi bahaya yang
dapat terjadi pada pasien. Pelaporan juga penting digunakan untuk
memantau upaya pencegahan terjadinya kesalahan (error) sehingga
dapat mendorong dilakukan investigasi. Di sisi lain pelaporan akan
menjadi awal proses pembelajaran untuk mencegah kejadian yang
sama terulang kembali.
 Puskesmas perlu melakukan analisa Matriks grading risiko yang
akan menentukan jenis investigasi insiden yang dilakukan setelah
Laporan insiden internal. Investigasi terdiri dari Investigasi
sederhana (Simple RCA) dan Investigasi Komprehensif
(Comprehensive RCA /Root Cause Analysis)
Kriteria 5.4.1
 Puskesmas perlu menetapkan sistem pelaporan insiden yang meliputi: kebijakan,
alur pelaporan, formulir pelaporan, prosedur pelaporan, insiden yang harus
dilaporkan internal yaitu semua jenis insiden termasuk kejadian sentinel, kejadian
tidak diharapkan, kejadian nyaris cedera maupun kejadian sangat potensial
cedera. Sedangkan laporan eksternal yang dilaporkan adalah Sentinel, KTD.
Ditentukan juga siapa saja yang membuat laporan, batas waktu pelaporan,
investigasi dan tindak lanjutnya
 Pelaporan insiden keselamatan pasien dilaporkan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.

• Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan kebijakan dan prosedur pelaporan insiden. (R)
2. Dilakukan pelaporan jika terjadi insiden sesuai kebijakan dan
prosedur yang ditetapkan ke Tim keselamatan pasien. (D)
3. Dilakukan analisa risiko dan investigasi insiden, serta tindaklanjut terhadap
insiden (D,W)
4. Dilakukan pelaporan ke Komite Nasional Keselamatan Pasien (KNKP) terhadap
insiden, analisis, dan tindak lanjut sesuai kerangka waktu yang ditetapkan (D)
Kriteria 5.4.2
Tenaga kesehatan pemberi asuhan berperan penting dalam memperbaiki
perilaku dalam pemberian pelayanan yang mencerminkan budaya mutu
dan budaya keselamatan

• Pokok Pikiran:
 Upaya peningkatan mutu layanan klinis, dan keselamatan pasien
menjadi tanggung jawab seluruh tenaga kesehatan yang
memberikan asuhan pasien.
 Tenaga kesehatan adalah tenaga medis, perawat, bidan, dan tenaga
kesehatan lain yang diberi wewenang dan bertanggung jawab
melaksanakan asuhan pasien.
 Perilaku terkait budaya keselamatan berupa:
a) penyediaan layanan yang baik, termasuk pengambilan keputusan
bersama;
b) bekerja dengan pasien atau klien
c) bekerja dengan tenaga kesehatan lain
d) bekerja di dalam sistem layanan kesehatan
e) meminimalisir risiko
f) mempertahankan kinerja profesional
g) perilaku profesional dan beretika
h) memastikan pelaksanaan proses pelayanan yang terstandar
i) upaya peningkatan mutu dan keselamatan termasuk keterlibatan
dalam pelaporan dan tindak lanjut insiden
Kriteria 5.4.2
 Perilaku yang tidak mendukung budaya keselamatan seperti:
a) Perilaku yang tidak layak (Inappropriate), seperti kata-kata atau
bahasa tubuh yang merendahkan atau menyinggung perasaan
sesama staf, misalnya mengumpat, memaki;
b) Perilaku yang mengganggu (disruptive) antara lain perilaku tidak
layak yang dilakukan secara berulang, bentuk tindakan verbal atau
non verbal yang membahayakan atau mengintimidasi staf lain,
adalah komentar sembrono didepan pasien yang berdampak
menurunkan kredibilitas staf klinis lain, contoh mengomentari
negatif hasil tindakan atau pengobatan staf lain didepan pasien,
misalnya “obatnya ini salah, tamatan mana dia...?”, melarang
perawat untuk membuat laporan insiden, memarahi staf klinis
lainnya didepan pasien, kemarahan yang ditunjukkan dengan
melempar membuang rekam medis diruang rawat;
c) perilaku yang melecehkan (harassment) terkait dengan ras, agama,
suku termasuk gender;
d) pelecehan seksual.
Kriteria 5.4.2
 Puskesmas perlu melakukan pengukuran (survei) dan evaluasi
budaya keselamatan. Budaya keselamatan juga merupakan hasil
dari nilai-nilai, sikap, persepsi, kompetensi, dan pola perilaku dari
individu maupun kelompok, yang menentukan komitmen terhadap
keselamatan, serta kemampuan manajemen Puskesmas, dicirikan
dengan komunikasi yang berdasarkan rasa saling percaya, dengan
persepsi yang sama tentang pentingnya keselamatan, dan dengan
keyakinan akan manfaat langkah- langkah pencegahan.

 Mutu layanan klinis tidak hanya ditentukan oleh sistem pelayanan


yang ada, tetapi juga perilaku dalam pemberian pelayanan. Tenaga
kesehatan perlu melakukan evaluasi terhadap perilaku dalam
pemberian pelayanan dan melakukan upaya perbaikan baik pada
sistem pelayanan maupun perilaku pelayanan yang mencerminkan
budaya keselamatan, dan budaya perbaikan pelayanan klinis yang
berkelanjutan.
Kriteria 5.4.2
•Elemen Penilaian:

1. Ditetapkan kebijakan dan prosedur penerapan budaya mutu dan


keselamatan pasien (R)
2. Dilakukan identifikasi dan pelaporan perilaku yang tidak
mendukung budaya keselamatan / "tidak dapat diterima" dan upaya
perbaikannya (D,O,W)
3. Dilakukan edukasi tentang mutu klinis dan keselamatan pasien
pada semua tenaga kesehatan pemberi asuhan. (D,W)
Kriteria 5.5.1
Regulasi dan program pencegahan dan pengendalian infeksi dilaksanakan oleh seluruh karyawan Puskesmas secara komprehensif untuk mencegah dan meminimalkan risiko terjadinya infeksi yang terkait dengan
pelayanan kesehatan.

•Pokok Pikiran:
 Pencegahan dan pengendalian infeksi yang selanjutnya disingkat PPI
adalah upaya untuk mencegah dan meminimalkan terjadinya infeksi
pada pasien, petugas, pengunjung, dan masyarakat sekitar fasilitas
kesehatan.
 Tujuan PPI adalah mengidentifikasi dan menurunkan risiko infeksi
yang didapat dan ditularkan diantara pasien, staf, tenaga professional
kesehatan, tenaga kontrak, tenaga sukarelawan mahasiswa dan
pengunjung.
 Agar pencegahan dan pengendalian infeksi dapat dilaksanakan dengan
optimal perlu diidentifikasi staf yang terlatih dan ditetapkan oleh
pimpinan puskesmas berdasarkan kebijakan dan pedoman yang
mengacu pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
Kriteria 5.5.1
 Puskesmas perlu menyusun program PPI (lihat 5.1.1) yang meliputi
implementasi kewaspadaan isolasi yang terdiri dari kewaspadaan
standar dan kewaspadaan berdasar transmisi, Pendidikan dan
pelatihan (dapat berupa pelatihan atau workshop) PPI baik bagi
petugas maupun pasien dan keluarga, serta masyarakat,
penyusunan dan penerapan bundles Hais, surveilans serta
penggunaan antimikroba secara bijak.
 Kegiatan yang tercantum dalam program PPI tergantung pada
kompleksitas kegiatan klinis dan pelayanan Puskesmas, besar
kecilnya area Puskesmas, tingkat risiko dan cakupan populasi yang
dilayani, geografis, jumlah pasien, dan jumlah pegawai dan
merupakan bagian terintegrasi dengan Program Peningkatan Mutu.
 Untuk memantau dan menilai pelaksanaan program PPI disusun
indikator-indikator sebagai bukti dilaksanakannya kegiatan-kegiatan
yang direncanakan.
Kriteria 5.5.1
•Elemen Penilaian:

1. Ditetapkan kebijakan, pedoman dan prosedur PPI


dalam penyelenggaraan pelayanan Puskesmas. (R)
2. Puskesmas merancang dan mengimplementasikan program PPI
secara komprehensif yang melibatkan semua staf. (lihat PMP 5.1.1)
3. Dilakukan pemantauan, evaluasi dan tindak lanjut terhadap
pelaksanaan program PPI dengan menggunakan indikator yang
ditetapkan. (D, W)
Kriteria 5.5.2
Dilakukan identifikasi prosedur dan pelaksanaan yang terkait dengan risiko infeksi dengan menerapkan strategi untuk
mengurangi risiko infeksi.

•Pokok Pikiran:
 Puskesmas melakukan identifikasi dan kajian pemberian asuhan yang
memiliki risiko infeksi terhadap pasien, pengunjung, dan petugas termasuk
penunjang layanan. Pelaksanaan identifikasi dan kajian pemberian asuhan
harus sesuai prinsip-prinsip PPI dengan memastikan :

a. ketersediaan Alat Pelindung Diri (APD) : sarung tangan, kacamata


pelindung, masker, sepatu dan gaun pelindung
b. ketersediaan linen yang benar
c. ketersediaan alat medis sesuai ketentuan
d. terlaksananya penyuntikan yang aman
e. penyimpanan dan penanganan produk makanan dan nutrisi yang tepat, jika
tersedia dan digunakan di pusat;
f. pengelolaan limbah melalui penempatan yang aman dan
pembuangan limbah klinis dan limbah yang berpotensi menular yang
memerlukan pembuangan khusus seperti benda tajam / jarum dan
peralatan sekali pakai lainnya yang mungkin bersentuhan dengan tubuh
cairan; (Juga lihat FMS.4)
g. proses untuk mengelola penggunaan kembali perangkat sekali pakai; dan
Kriteria 5.5.2
Renovasi bangunan di area Puskesmas dapat merupakan sumber infeksi.
Pemaparan debu dan kotoran konstruksi, kebisingan, getaran, kotoran dan
bahaya lain dapat merupakan bahaya potensial terhadap fungsi paru dan
keamanan karyawan dan pengunjung. Oleh karena itu Puskesmas harus
menetapkan kriteria risiko untuk menangani dampak tersebut yang
dituangkan dalam bentuk regulasi tentang penilaian risiko dan pengendalian
infeksi (infection control risk assessment/ICRA). (Lihat MFK 1.4.)

•Elemen Penilaian:
1.
Dilakukan identifikasi dan kajian risiko infeksi terkait dengan pelayanan
pasien, pengunjung, dan petugas termasuk penunjang layanan. (O,W)
2.
Dilakukan upaya strategi untuk meminimalkan risiko infeksi terkait dengan
pelayanan pasien, pengunjung, dan petugas termasuk penunjang layanan
dengan memastikan setidaknya a) sampai g) di dalam pokok pikiran. (D,W)
3.
Terdapat bukti strategi ICRA dalam pelaksanaan program PPI pada renovasi
bangunan. (D,W)
.
Kriteria 5.5.3
Kebersihan tangan diterapkan untuk menurunkan risiko infeksi yang didapat di fasilitas
kesehatan.

• Pokok Pikiran:

 Puskesmas harus menerapkan kebersihan tangan yang terbukti menurunkan


risiko infeksi yang terjadi pada fasilitas kesehatan.
 Prosedur kebersihan tangan perlu disusun dan disosialisasikan, serta ditempel
pada tempat yang mudah dibaca. Tenaga medis, tenaga kesehatan, dan karyawan
Puskesmas perlu diedukasi tentang kebersihan tangan. Sosialisasi kebersihan
tangan perlu juga dilakukan untuk pasien, dan keluarga pasien.
 Kebersihan tangan merupakan kunci efektif pencegahan dan pengendalian infeksi
sehingga Puskesmas harus menetapkan kebijakan dan prosedur mengenai
kebersihan tangan. (lihat juga PMP: 5.3.5 )
 Setiap karyawan Puskesmas harus memahami 6 (enam) langkah dan 5 (lima)
kesempatan melakukan kebersihan tangan dengan benar.
 Puskesmas wajib menyediakan perlengkapan dan peralatan untuk melakukan
kebersihan tangan antara lain:
(1) fasilitas cuci tangan meliputi air mengalir, sabun, tisu pengering tangan/handuk
sekali pakai; dan/atau
(2) hand rubs berbasis alcohol yang ketersediaannya harus terjamin di Puskesmas
Kriteria 5.5.3
•Elemen Penilaian:
1. Dilakukan edukasi kebersihan tangan pada tenaga medis,
tenaga kesehatan, seluruh karyawan Puskesmas, pasien dan
keluarga pasien. (D,W)
2. Perlengkapan dan peralatan untuk kebersihan tangan tersedia di
tempat pelayanan. (D,O)
3. Dilakukan evaluasi dan tindak lanjut terhadap pelaksanaan
kebersihan tangan. (D, W)
Kriteria 5.5.4.
Puskesmas mengurangi risiko infeksi yang terkait dengan pelayanan kesehatan perlu
melaksanakan dan mengimplementasikan program PPI, untuk mengurangi risiko infeksi
baik bagi pasien, petugas, keluarga pasien, masyarakat, dan lingkungan.

• Pokok Pikiran:
 Program pencegahan dan pengendalian infeksi di Puskesmas adalah untuk
mengidentifikasi dan mengurangi risiko tertular dan menularkan infeksi di
antara pasien, petugas, keluarga dan masyarakat dan lingkungan melalui
kewaspadaan standar yang benar sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

a.Alat Pelindung Diri (APD)


• Alat Pelindung Diri (APD) digunakan dengan benar untuk mencegah dan
mengendalikan infeksi Alat Pelindung Diri (APD) digunakan dengan benar
untuk mencegah dan mengendalikan infeksi Alat Pelindung Diri (APD)
digunakan dengan benar untuk mencegah dan mengendalikan infeksi, APD
yang dimaksud meliputi tutup kepala (topi), masker, google (perisai wajah),
sarung tangan, gaun pelindung, sepatu pelindung digunakan secara tepat
dan benar oleh petugas Puskesmas, dan digunakan sesuai dengan indikasi
dalam pemberian asuhan pasien
Kriteria 5.5.4
b. Penyuntikan yang aman
• Tindakan penyuntikan yang aman perlu memperhatikan kesterilan alat
yang digunakan dan prosedur penyuntikannya. Pemakaian spuit dan jarum
suntik steril harus sekali pakai, dan berlaku juga pada penggunaan vial
multi dosis untuk mencegah timbulnya kontaminasi mikroba saat obat
dipakai pada pasien.
• Penyuntikan yang aman berdasarkan prinsip PPI meliputi
(1) menerapkan tehnik aseptik untuk mencegah kontaminasi alat injeksi.
(2) semua alat suntik yang dipergunakan harus sekali pakai untuk satu
pasien dan satu prosedur walaupun jarum suntiknya berbeda.
(3) gunakan single dose untuk obat injeksi dan cairan pelarut/flushing.
(4) proses pencampuran obat dilaksanakan sesuai peraturan perundang
undangan yang berlaku.
(5) pengelolaan limbah tajam bekas pakai perlu dikelola dengan benar
sesuai perundangan yang berlaku
Kriteria 5.5.4
c. Dekontaminasi
• Menurunkan risiko infeksi melalui kegiatan dekontaminasi melalui
proses pembersihan awal (pre cleanning), pembersihan, disinfeksi
dan /atau sterilisasi dengan mengacu pada kategori Spaulding.
meliputi :
(1) kritikal berkaitan dengan alat kesehatan yang digunakan pada
jaringan steril atau sistim pembuluh darah dengan
menggunakan Tehnik Sterilisasi, seperti instrumen bedah,
partus set
(2) Semi kritikal, peralatan yang digunakan pada selaput mukosa
dan area kecil dikulit yang lecet dengan menggunakan
Disinfeksi Tingkat Tinggi (DTT ), seperti oropharyngeal airway
(OPA )/Guedel, penekan lidah, kaca gigi
(3) Non kritikal peralatan yang dipergunakan pada permukaan
tubuh yang berhubungan dengan kulit yang utuh dilakukan
Disinfeksi Tingkat Rendah, seperti tensimeter atau termometer
Kriteria 5.5.4
• Proses dekontaminasi tersebut meliputi:
 pembersihan awal dilakukan oleh petugas di tempat kerja dengan
menggunakan APD dengan cara membersihkan dari semua kotoran,
darah dan cairan tubuh dengan air mengalir, untuk kemudian
dilakukan transportasi ke tempat pembersihan, disinfeksi dan
sterilisasi.
 pembersihan merupakan proses secara fisik membuang semua
kotoran, darah, atau cairan tubuh lainnya dari permukaan
peralatan secara manual atau mekanis dengan mencuci bersih
dengan detergen (golongan disinfenktan dan klorin dengan
komposisi sesuai dengan standar yang berlaku) atau larutan
enzymatic, dan ditiriskan sebelum dilakukan disinfeksi atau
sterilisasi.
 disinfeksi tingkat tinggi dilakukan untuk peralatan semi kritikal
untuk menghilangkan semua mikroorganisme kecuali beberapa
endospore bacterial dengan cara merebus, menguapkan atau
menggunakan disinfektan kimiawi.
Kriteria 5.5.4
 sterilisasi merupakan proses menghilangakan semua mikroorganisme
termasuk endospore menggunakan upa bertekanan tinggi (autoklave), panas
kering (oven), sterilisasi kimiawi, atau cara sterilisasi yang lain.
Dekontaminasi lingkungan yaitu pembersihan permukaan
lingkungan yang berada di sekitar pasien dari kemungkinan kontaminasi
darah, produk darah atau cairan tubuh. Pembersihan dilakukan dengan
menggunakan cairan desinfektan seperti klorin 0,05% untuk permukaan
lingkungan dan 0,5% pada lingkungan yang terkontaminasi darah dan produk
darah. Selain klorin dapat digunakan desinfektan lain sesuai ketentuan.

d. Linen
• Pengelolan linen yang baik dan benar adalah salah satu upaya untuk
menurunkan resiko infeksi. Linen terbagi menjadi linen kotor non infeksius
dan linen kotor infeksius. Linen kotor infeksius adalah linen yang terkena
darah atau cairan tubuh lainnya. Penatalaksanaan linen yang sudah
digunakan harus dilakukan dengan hati-hati. Kehati-hatian ini mencakup
penggunaan APD petugas yang mengelola linen, dan kebersihan tangan sesuai
prinsip PPI terutama pada linen infeksius. Fasilitas kesehatan harus membuat
regulasi pengelolaan. Penatalaksanaan linen meliputi penatalaksanaan linen di
ruangan, transportasi linen ke ruang cuci/laundry, dan penatalaksanaan linen
di ruang cuci/laundry. Prinsip yang harus diperhatikan dalam
penatalaksanaan linen adalah selalu memisahkan antara linen bersih, linen
kotor dan steril atau dengan kata lain setiap kelompok linen tersebut harus
ditempatkan pada tempat yang terpisah
Kriteria 5.5.4
e.Limbah
• Puskesmas setiap harinya menghasilkan limbah, terutama limbah infeksius,
benda tajam dan jarum yang apabila pengelolaan pembuangan dilakukan dengan
tidak benar dapat menimbulkan risiko infeksi. Pengelolaan limbah infeksius
meliputi pengelolaan limbah cairan tubuh infeksius, darah, sampel
laboratorium, benda tajam (seperti jarum) dalam safety box (penyimpanan
khusus), dan limbah B3. Proses edukasi kepada karyawan mengenai pengelolaan
yang aman, ketersediaan tempat penyimpanan khusus dan pelaporan pajanan
limbah infeksius atau tertusuk jarum dan benda tajam.
• Pengelolaan limbah meliputi :
(1) limbah infeksius adalah limbah yang terkontaminasi darah dan cairan tubuh,
sample laboratorium, produk darah dan lain-lain, yang dimasukan kedalam
kantong plastik berwarna kuning dan dilakukan proses sesuai ketentuan
peraturan perundangan
(2) limbah benda tajam adalah semua limbah yang memiliki permukaan tajam
yang dimasukan kedalam safety box
(penyimpanan khusus tahan tusukan dan tahan air).
Penyimpanan tidak boleh melebihi ¾ isi safety box.
(3) limbah cair infeksius segera dibuang ketempat pembuangan limbah cair (spoel
hoek)
Kriteria 5.5.4
4.pengelolaan limbah dimaksud meliputi identifikasi, penampungan,pengangkutan, tempat penampungan
sementara, pengolahan akhir limbah.
• Pembuangan benda tajam (seperti jarum) yang tidak benar merupakan salah satu
penyebab bahaya luka tusuk jarum yang berisiko pada penularan penyakit infeksi
melalui darah sehingga diperlukan pengelolaan risiko pasca pajanan.
• Penerapan kewaspadaan standar perlu dipantau oleh tim PPI atau
• petugas yang diberi tanggung jawab agar dilaksanakan secara periodik dalam
penyelenggaraan kegiatan pelayanan Puskesmas

• Elemen Penilaian:
1.Ditetapkan kebijakan dan prosedur sesuai pokok pikiran huruf a sampai dengan huruf e.
(R)
2.Terdapat bukti diterapkannya prinsip prinsip pengelolaan sesuai pokok pikiran huruf a
sampai dengan huruf e sesuai prosedur yang
• ditetapkan. (D,O,W)
3.Dilakukan pemantauan terhadap pelaksanaan sesuai pokok pikiran huruf a sampai
dengan huruf e dalam kegiatan pelayanan di puskesmas. (D,W) dan dilakukan
penanganan serta pelaporan jika terjadi pajanan. (D,W)
4.Bila ada pengelolaan pada pokok pikiran huruf a sampai dengan huruf e yang
dilaksanakan oleh pihak ketiga, puskesmas harus memastikan standar mutu pada pihak
ketiga sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. (D,W)
Kriteria 5.5.5.
Dilakukan upaya pencegahan penularan infeksi pada proses pelayanan dan transfer pasien dengan
penyakit yang dapat ditularkan melalui transmisi air borne

•Pokok Pikiran:
 Program PPI dalam kewaspadaan isolasi terdiri dari kewaspadaan standar dan
kewaspadaan berdasarkan transmisi. Kewaspadaan transmisi terdiri dari kontak,
droplet dan air borne. Penularan penyakit air borne disease salah satunya risiko yang
paling banyak di Puskesmas
 Untuk mengurangi risiko penularan air borne disease diantaranya dengan menggunakan
APD, penataan ruang periksa, penempatan pasien, maupun transfer pasien dilakukan
sesuai dengan prinsip PPI. Upaya pencegahan juga perlu ditujukan untuk memberikan
perlindungan kepada staf, pengunjung serta lingkungan pasien. Pembersihan kamar
dengan benar setiap hari selama pasien tinggal di puskesmas dan pembersihan kembali
setelah pasien pulang harus
 dilakukan sesuai standar atau pedoman pengendalian infeksi.
 Untuk mencegah penularan airborne disease perlu melakukan identifikasi pasien yang
berisiko dengan memberikan masker, menempatkan pasien di tempat tersendiri atau
kohorting dan mengajarkan etika batuk.
 Untuk pencegahan penularan transmisi airborne ditetapkan alur dan SOP pengelolaan
pasien sesuai ketentuan
Kriteria 5.5.5

•Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan kebijakan dan prosedur pencegahan penularan
infeksi melalui transmisi airborne. (R)
2. Dilakukan identifikasi penyakit infeksi yang ditularkan melalui
transmisi airborne yang dilayani di Puskesmas. (D,W)
3. Dilaksanakan pencegahan penularan infeksi melalui transmisi
airborne dengan pemakaian APD, penataan ruang periksa,
penempatan pasien, maupun transfer pasien, sesuai dengan
regulasi yang disusun. (D,O,W)
4. Dilakukan evaluasi dan tindak lanjut terhadap hasil
pemantauan terhadap pelaksanaan penataaan ruang periksa,
penggunaan APD, penempatan pasien, transfer pasien untuk
mencegah transmisi infeksi (D.O.W)
Kriteria 5.5.6.
Ditetapkan dan dilakukan proses untuk menangani outbreak infeksi baik di Puskesmas atau di wilayah kerja
Puskesmas

•Pokok Pikiran:
 Puskesmas menetapkan kebijakan tentang outbreak bagaimana
penanggulangan sesuai dengan wewenangnya, untuk menjamin
perlindungan kepada petugas, pengunjung dan lingkungan pasien.
 Kriteria outbreak infeksi terkait pelayanan kesehatan di Puskesmas
adalah:
(1) terdapat kejadian infeksi yang sebelumnya tidak ada atau sejak
lama tidak pernah muncul yang diakibatkan oleh kegiatan
pelayanan kesehatan yang berdampak risiko infeksi baik di
Puskesmas atau di wilayah kerja Puskesmas.
(2) peningkatan kejadian 2 kali lipat atau lebih dibanding periode
sebelumnya.
(3) kejadian dapat meningkat secara luas dalam kurun waktu yang
sama
Kriteria 5.5.6

• Elemen Penilaian:

1.Ditetapkan kebijakan dan prosedur penanganan outbreak


infeksi baik yang terjadi akibat kegiatan pelayanan di
Puskesmas atau di wilayah kerja Puskesmas. (R)
2.Dilakukan identifikasi kemungkinan terjadinya outbreak
infeksi baik yang terjadi di Puskesmas atau di wilayah kerja
Puskesmas. (D,W)
3.Jika terjadi outbreak infeksi, dilakukan penanggulangan
sesuai dengan kebijakan dan prosedur yang disusun. (D,W)
4.Dilakukan evaluasi dan tindak lanjut tentang
penanggulangan sesuai dengan kebijakan dan prosedur
yang disusun (D.W)
Kriteria 5.5.7
Dilakukan upaya penggunaan antimikroba secara bijak untuk mengendalikan resistensi
antimikroba.

• Pokok Pikiran:
 Resistensi terhadap antimikroba (antimicrobial resistance/AMR) telah
menjadi masalah kesehatan yang mendunia, dengan berbagai dampak
merugikan yang dapat menurunkan mutu dan meningkatkan risiko
pelayanan kesehatan khususnya biaya dan keselamatan pasien
 Meningkatnya masalah resistensi antimikroba terjadi akibat penggunaan
antimikroba yang tidak bijak dan bertanggung jawab.
 Salah satu upaya untuk menurunkan resistensi terhadap antimikroba yaitu
dengan menetapkan kebijakan dan panduan penggunaan antrimikroba di
Puskesmas dan melakukan perbaikan pola penggunaan antimikroba untuk
menilai kesesuaian terhadap panduan yang disusun.

• Elemen Penilaian:
1.Ditetapkan kebijakan dan panduan penggunaan antimikroba di Puskesmas. (R)
2.Dilakukan edukasi penggunaan antimikroba secara bijak pada tenaga kesehatan yang bekerja
di Puskesmas. (D,W)

Anda mungkin juga menyukai