PASIEN
1. Peningkatan Mutu dilaksanakan secara berkesinambungan
Peningkatan mutu dilakukan melalui upaya perbaikan
berkesinambungan, upaya keselamatan pasien, upaya
Manajemen risiko dan upaya pencegahan dan pengendalian
infeksi untuk meminimalkan risiko bagi pasien, sasaran UKM,
masyarakat, dan lingkungan. (lihat juga KMP 1.1.1; 1.1.2; dan
1.1.3 )
Audit internal merupakan salah satu mekanisme pengawasan dan pengendalian yang
dilakukan secara sistematis oleh tim audit internal yang dibentuk oleh Ka. Puskesmas
Jika ada permasalahan yang ditemukan dalam audit internal tetapi tidak dapat
diselesaikan sendiri oleh pimpinan dan karyawan Puskesmas, maka permasalahan
tersebut dapat dirujuk ke Dinas Kesehatan daerah Kabupaten/Kota untuk ditindak
lanjuti
1) Kepala Puskesmas membentuk tim audit internal dengan uraian
tugas, wewenang, dan tanggung jawab yang jelas. (R)
2) Disusun rencana program audit internal tahunan dan kerangka
acuan audit sebagai acuan untuk melakukan audit dengan
penjadwalan yang jelas. (R)
3) Kegiatan audit internal dilaksanakan sesuai dengan rencana dan
kerangka acuan yang disusun. (D, W)
4) Ada laporan dan umpan balik hasil audit internal kepada Kepala
Puskesmas, Tim Mutu, pihak yang diaudit dan unit terkait. (D)
5) Tindak lanjut dilakukan terhadap temuan dan rekomendasi dari
hasil audit internal baik oleh kepala Puskesmas, penanggung
jawab maupun pelaksana. (D)
Pelaksanaan perbaikan mutu dan kinerja direncanakan dan
dipantau serta ditindaklanjuti. (lihat juga KMP : 1.1.2)
Kepala Puskesmas dan Penanggung jawab Mutu secara periodik
melakukan pertemuan tinjauan manajemen untuk membahas
umpan balik pelanggan, keluhan pelanggan, hasil audit internal,
hasil penilaian kinerja, perubahan proses penyelenggaraan Upaya
Puskesmas dan kegiatan pelayanan Puskesmas, maupun
perubahan kebijakan mutu jika diperlukan, serta membahas hasil
pertemuan tinjauan manajemen sebelumnya, dan rekomendasi
untuk perbaikan.
Pertemuan tinjauan manajemen dipimpin oleh Penanggung jawab
Mutu.
1) Kepala Puskesmas menetapkan kebijakan dan prosedur
pertemuan tinjauan manajemen. (R)
2) Kepala Puskesmas bersama dengan Tim Mutu merencanakan
pertemuan tinjauan manajemen. (D, W)
3) Dilaksanakan Pertemuan tinjauan manajemen untuk membahas
umpan balik pelanggan, keluhan pelanggan, hasil audit internal,
hasil penilaian kinerja, perubahan proses atau sistem
penyelenggaraan Upaya Puskesmas dan kegiatan pelayanan
Puskesmas, perubahan sistem manajemen, maupun perubahan
kebijakan mutu jika diperlukan, serta membahas hasil pertemuan
tinjauan manajemen sebelumnya, dan rekomendasi untuk
perbaikan (D) ( Lihat juga KMP : 1.2.2)
4) Rekomendasi hasil pertemuan tinjauan manajemen
ditindaklanjuti dan dievaluasi. (D)
Standar 5.2 Program manajemen risiko berkelanjutan
digunakan untuk melakukan identifikasi, analisa dan
penatalaksanaan risiko untuk mengurangi cedera, dan
mengurangi risiko lain terhadap keselamatan pasien,
staf dan sasaran pelayanan UKM serta masyarakat.
Register Risiko dan Identifikasi Proses Berisiko Tinggi harus dibuat sebagai
dasar penyusunan Program Manajemen risiko untuk membantu petugas
Puskesmas mengenal dan mewaspadai kemungkinan risiko dan akibatnya
terhadap sasaran program, pasien, keluarga, masyarakat, petugas, lingkungan,
dan fasilitas.
Hasil analisis risiko dan strategi reduksi dan mitigasi risiko harus
dipertimbangkan dalam proses perencanaan, sehingga upaya pencegahan dan
mitigasi risiko sudah direncanakan sejak awal serta disediakan sumber daya
yang memadai untuk pencegahan dan mitigasi risiko.
Elemen Penilaian :
1) Ditetapkan kebijakan dan prosedur penerapan manajemen risiko. (R)
2) Dilakukan identifikasi dan analisis risiko yang sudah terjadi dalam area
KMP, UKM, dan UKP yang dituangkan dalam register risiko.\
3) Dilakukan identifikasi dan analisis potensi risiko yang belum terjadi dalam
area KMP, UKM, dan UKP yang dituangkan dalam Identifikasi Proses
Berisiko Tinggi (D,W)
4) Dilakukan penatalaksanaan risiko berupa strategi reduksi dan mitigasi
risiko dan monitor perbaikannya terkait kesehatan dan keselamatan
kerja, sarana prasarana, dan infeksi (D,W)
5) Dilakukan pelaporan hasil program manajemen risiko , dan rencana
tindak lanjut risiko yang telah diidentifikasi. (D, W)
6) Hasil register risiko dan identfikasi proses berisiko tinggi dituangkan
dalam program manajemen risiko harus dipertimbangkan dalam proses
perencanaan. (D, W)
Strategi reduksi dan mitigasi dapat berupa kontrol risiko (Risk control)
dan pembiayaan risiko (Risk Financing)
Kontrol risiko terdiri dari : Menghindari risiko (risk avoidance), Mencegah
kerugian (Loss Prevention - Frequency), Mereduksi kerugian / dampak
(Loss Reduction – Severity), Segregasi dan Transfer Kontraktual yang
bukan Asuransi (Contractual non Insurance)
Pembiayaan risiko terdiri dari : Transfer risiko :misal : Asuransi kebakaran
dan Retensi risiko
Satu alat/metode analisa proaktif terhadap proses kritis dan berisiko tinggi
adalah failure mode effect analysis (analisis efek modus kegagalan).
Dipilih minimal satu proses prioritas yang berisiko untuk dilakukan analisis
efek modus kegagalan setiap tahun.
Untuk menggunakan metode / alat ini atau alat-alat lainnya yang
serupa secara efektif, Kepala Puskesmas harus mengetahui dan
mempelajari pendekatan tersebut, menyepakati daftar proses yang
berisiko tinggi dari segi keselamatan pasien dan staf, dan
kemudian menerapkan alat tersebut pada proses prioritas risiko.
Setelah analisis hasil, pimpinan Puskesmas mengambil tindakan
untuk mendesain ulang proses-proses yang ada atau mengambil
tindakan serupa untuk mengurangi risiko dalam proses-proses
yang ada.
Proses pengurangan risiko ini dilaksanakan minimal sekali dalam
setahun dan didokumentasikan pelaksanaannya.
Elemen Penilaian:
Ada bukti Puskesmas telah melakukan failure mode
effect analysis (analisis efek modus kegagalan) setahun
sekali pada proses berisiko tinggi yang diprioritaskan
(D,W)
Puskesmas telah melaksanakan tindak lanjut hasil
analisis modus dampak kegagalan (FMEA) (D, W)