Anda di halaman 1dari 7

Ujian Akhir Semester

Mata Kuliah Antropologi Terapan

Muhammad Cavin Bagerry – 1906396806


Sheena Nahm dan Cortney Hughes Rinker, dalam bagian Introduction: What is
Unexpected Anthropology telah menggambarkan secara komperhensif keterampilan inovatif
terbaru dalam antropologi terapan dan praktik. Keduanya mengidentifikasi peran antropologi di
beberapa ruang, topik, dan metode baru yang melibatkan para antropolog sebagai pusat dari apa
yang lihat sebagai "proyek antropologi" yang berusaha untuk memahami sifat manusia dan apa
artinya menjadi manusia secara komparatif dan holistik. Proyek antropologi ini unik dalam ilmu-
ilmu sosial karena antropologi sering berperan sebagai multidisiplin di tempat lain, di mana
antropologi akan menunjukkan peran penting dalam mengatasi beberapa masalah mendesak yang
dihadapi masyarakat saat ini. Para antropolog sering menawarkan contoh-contoh etnografis
terperinci dari penelitian dan pekerjaan mereka sendiri dalam memberi wawasan dan saran yang
berharga melalui kerja lapangan etnografi. Kerja lapangan sendiri merupakan metode umum di
semua bidang antropologi, kerja lapangan sering ditetapkan sebagai penggunaan metode
etnografi, termasuk observasi, partisipasi, observasi partisipan, dan wawancara semi-terstruktur,
semua dilakukan dengan perspektif orang luar untuk mendapatkan akses ke sudut pandang orang
dalam “aktor” yang menciptakan kemungkinan melihat dunia melalui pengertian yang dibuat
orang lain (Geertz, 1973). Kerja lapangan sering menyatukan antropologi, dan sifat kerja
etnografis, seperti yang diterima begitu saja dalam karya-karya koleksi ini, memperjelas cara-
cara di mana terlepas dari latar yang beragam dan tak terduga, pendekatan antropologi mengikat
kerja antropologis bersama-sama.

Namun pertanyaan muncul, apakah sarjana Antropologi seperti saya bisa mencari
pekerjaan dengan gelar sarjana antropologi? Ini adalah pertanyaan umum di kalangan lulusan
yang sudah akrab dengan fakta bahwa bahkan gelar Ph.D. gelar tidak menjamin mereka
pekerjaan di dunia akademis. Sebagaimana dijelaskan dalam bab pengantar Antropologi Terapan,
yang diedit oleh Sheena Nahm dan Cortney Hughes Rinker, pekerjaan akademis menjadi langka
dalam beberapa dekade terakhir. Pada tahun 1970-an, misalnya, tiga perempat antropolog di AS
yang menyelesaikan gelar doktor mereka memperoleh pekerjaan di bidang akademis. Pada 1990-
an, situasinya sangat berbeda. Persentase lulusan yang mengambil pekerjaan akademis turun
menjadi
sedikit lebih dari sepertiga. Pada tahun 2014, Sheena Nahm dan Cortney Hughes Rinker dalam
tulisan ini mempertanyakan jati diri mereka sebagai antropolog, seperti bagaimana disiplin
maupun kajian antropologi dapat memberikan dan mengatasi masalah kontemporer, dan juga
sebagai bentuk kesadaran atas kebingungan dan refleksi penelitian di lapangan dalam kasus yang
“tak terduga” dari antropologi kontemporer. Bagi mereka, saat ini antropologi tidak mengalami
kemunduran. Sebaliknya, proyeksi menunjukkan bahwa pada lapangan kerja bagi para
antropolog akan meningkat sebesar 19 persen, yang, sebagaimana dijelaskan dalam bab
pendahuluan, lebih cepat daripada proyeksi rata-rata pekerjaan lain. Apalagi, sudah banyak
sektor yang mempertimbangkan metode antropologi dalam penyelesaian kontemporer, yang di
sisi lain kolaborasi ilmu antropologi dengan kasus yang ada membantu untuk memperluas
wawasan antropologi di dunia terapan.

Antropologi terapan telah menjelma sebagai suatu tombak perubahan antropologi yang
bergerak dalam sektor kehidupan sehari-hari, yakni sektor pendidikan, perawatan kesehatan,
kurasi museum, pekerjaan sosial, pengembangan internasional, pemerintah, psikologi organisasi,
manajemen nirlaba, pemasaran, penerbitan, dan forensik, mengutip dari Willgen (1991),
menurutnya Antropologi terapan hadir memberikan warna tersendiri mengenai deskripsi kasus
dari fenomena dan masalah yang bersifat praktis, di mana hal tersebut dapat membukakan pintu
ke bidang-bidang di luar akademisi, dan memberikan gambaran yang sangat baik tentang
berbagai peluang, kemungkinan, kegiatan, dan pekerjaan yang tidak terduga di mana para
antropolog dapat menemukan tempat mereka. Sheena Nahm dan Cortney Hughes Rinker berhasil
menyajikan cara berpikir baru dan tak terduga tentang ruang, topik, dan metode dengan
mengeksplorasi ruang- ruang yang tidak biasa di mana para antropolog mungkin secara
tradisional tidak mengharapkan untuk menemukan pekerjaan.

Menarik ketika melihat bahasan mengenai peranan antropologi dan contoh kasusnya di
Indonesia dalam menyajikan cara berpikir baru dan tak terduga tentang ruang, topik, dan metode
dengan mengeksplorasi ruang-ruang yang tidak biasa. Bayu Eka Yulian dalam karyanya yang
berjudul Ekspansi Perkebuan Kelapa Sawit: Perubahan Struktur Agraria dan Sistem Nafkah
Rumah Tangga Pedesaan melakukan penelitian dengan mengangkat isu ekspansi perkebunan
kelapa sawit untuk melihat keterwakilan actor yang diciptakan tidak hanya dari actor manusia
saja. Pada kasus perkebunan kelapa sawit ini terjadi sebuah pergeseran sektor komoditas
agrarian
karena semakin sedikitnya lahan pertanian di Indonesia akibatnya terjadi perubahan besar-
besaran terhadap sumberdaya kelapa sawit, yang tidak hanya dimanfaatkan sebagai komoditas
buahnya saja melainkan ekstrak atau kandungan tanaman ini digunakan untuk kebutuhan bahan
bakar terbarukan. Ekspansi ini selalu berbenturan dengan masalah ekologi, di mana ketika
permintaan terhadap kelapa sawit meningkat maka lahan untuk menanam tumbuhan ini sering
kali harus berhadapan dengan perluasan lahan dengan hutan sebagai tumbalnya.

Seperti yang dijelaskan oleh Bayu Eka, karyanya ini dapat memberikan sumber daya
yang relevan untuk mengumpulkan temuan tentang peran aktor dalam ekspansi lahan yang
bersinggungan langsung mengenai isu atas permasalahan oposisi biner antara ekonomi dan
ekologi. Bayu Eka berpendapat bahwa etnografi sangat penting sebagai alat yang berguna untuk
memperoleh 'perspektif orang dalam dan sudut pandang holistik tentang keterlibatan actor, di
mana studi semacam ini dapat menawarkan banyak peluang di masa depan. Selain itu, Bayu Eka
juga menggunakan metode selain etnografi dalam melihat keterlibatan peran actor yang saling
berkepentingan atas komoditas ini baik dalam taraf lokal maupun global. Bayu menggunakan
Social Network Analysis Framework dalam Actor Network Theory sebagai alat memahami
insturemen relasi kuasa (ekonomi-politik) dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya
kelapa sawit ini. persinggungan antara masalah ekonomi dan ekologi ini lah akan memunculkan
ruang kontestasi bagi actor yang dapat mempengaruhi actor lainnya di luar dari manusia, actor
yang dapat mempengaruhi ini disebut pelaku. Dalam teori ini disebutkan terdapat aktor dan
jaringan. Aktor adalah semua elemen yang terhubung dalam sistem yang nantinya akan
membentuk jaringan secara alamiah.

Aktor yang mampu mengontrol aktor lain disebut sebagai aktan. Aktan memiliki
kemampuan untuk bergerak masuk dan keluar suatu jaringan berdasarkan kemauan dan
kepentingannya. Saat aktan memasuki suatu jaringan, maka jaringan tersebut akan memberi
nama atau julukan, aktifitas, perhatian, serta peranan dalam jaringan tersebut. Dengan kata lain,
aktan inilah elemen utama dan menjadi penggerak dalam jaringan. Pada kasus kelapa sawit ini
Bayu Eka menentukan tokoh sentral atau pelaku (aktan) dalam jejaring ekspansi komoditas
kelapa sawit, beliau memberikan julukan aktan ini dengan istilah “BigMan” yang berafiliasi
terhadap para petani. Aktan ini bergerak dalam jaringan actor melalui The Silent Expansion
(ekspansi senyap) untuk mengelabuhi segala regulasi demi meraup keuntungan banyak dengan
modal yang sedikit,
tidak heran banyak akses lahan hutan yang sering menjadi korban dari ekspansi senyap ini, dan
ini dapat menimbulkan masalah deforestasi. BigMan ini juga bergerak dengan melibatkan
bantuan jaringan actor lain dengan julukan MiddleMan (tengkulak) untuk mendistribusikan
komoditas dengan harga yang ditentukan oleh BigMan, parahnya lagi beberapa CSR juga terlibat
dalam ekspansi senyap tersebut. Bayu Eka telah menghadirkan ruang tak terduga yang berbeda
yang didasarkan pada persepsi bahwa ekspansi kelapa sawit mempengaruhi struktur agraria dan
sistem nafkah rumah tangga pedesaan oleh aktor dibangun secara sosial budaya dan dipengaruhi
lingkungan. Dia mempelajari narasi orang-orang yang bergantung pada kelangkaan lahan ini.

Contoh kasus lain di Indonesia hadir melalui tulisan Prihandoko mengenai perubahan
tenurial di Kampung Laut Segara Anakan. Dalam tulisannya yang berjudul Analisis Jaringan
Sosial Dalam Perebutan Sumberdaya di Kawasan Segara Anakan, Prihandoko menjelaskan
bahwa wilayah perairan Segara Anakan telah mengalami proses sedimentasi intensif yang
merubah kawasan perairan sebagai common fishing ground sebagai "milik bersama" menjadi
daratan (pertanian, pertambakan, permukiman) yang dimanfaatkan secara private dalam sistem
penguasaan tanah. Proses ini selanjutnya menyebabkan terjadinya perubahan tenurial dimana
para aktor (pelaku) memainkan peran penting dalam kontestasi dan negosiasi penguasaan
sumberdaya alam. Sama seperti Bayu Eka atas, di sini Prihandoko tidak hanya menggunakan
metode etnografi saja dalam melakukan proyek antropologinya. Beliau mengadaptasi juga Social
Network Analysis Framework dalam melihat eksistensi dari peran actor yang bermain dalam
mengontrol dan mempertahakan akses terhadap control sumberdaya untuk meraup keuntungan,
ini menjadikan terciptanya akses jejaring dan kuasa yang menguatkan peran mereka pada
terciptanya persoalan sosial dan lingkungan di daerah Segara Anakan,

Social Network Analysis berperan penting pada peran para actor di dalamnya dalam
menciptakan sebuah proses perubahan dari common pool resources ke arah private resource
melalui akses relasi kuasa dalam legitimasi komunal. Penulis menjelaskan bahwa jejararing
sosial berdasarkan pendekatan teori Hardin, yang menyatakan actor berperan penting dalam
akses yang didapatkan pada proses terciptanya tenurial. Tenurial merupakan jaminan atas hak
yang saling tumpah tindih antara dua orang bahkan lebih yang memiliki hak pada resource yang
ada di segara Anakan, cilacap. Ini menunjukan bahwa terdapt suatu jaringan sosial sebagai dasar
kolaborasi antara actor dalam mengelola sumber daya segara Anakan. Perubahan tenurial ini
koheren dengan
peruabahan bentang alam yang didorong oleh faktor keragaman hayati yang dikelola oleh
beberapa actor, dan akhirnya menciptakan iklim perebutan akses sumber daya di Kawasan ini.
mulai dari warga hingga pemangku kebijakan seperti pemerintah mencoba untuk merebutkan
wilayah ini dengan melakukan pembangunan ditingkat lokal, hal ini menimbulkan perubahan
sosial dalam fragmen sosial sehingga para warga menciptakan beberapa aliansi, kelompok, atau
pun afiliasi guna merebutkan resource tersebut.

Selain kedua metode di atas, Prihandoko juga mengimplementasikan metode tambahan


bernama Participatory Rural Apprisal atau disingkat dengan PRA. Metode ini berguna dalam
mewujudkan dan mengimplementasikan pendekatan, ide, dan metode antropologi khususnya
mengenai konsep pembelajaran fleksibel di lapangan, pentingnya observasi- partisipasi,
membangun hubungan baik, pembedaan antara etika (pandangan peneliti) dan emic
(masyarakat). sudut pandang anggota), serta validitas kearifan lokal. Metode PRA ini berfokus
pada pemberdayaan masyarakat lokal melalui pengetahuan lokal mereka sendiri demi
mengidentifikasi komunitas mereka. Menggeser proses pengembangan dari top-down ke bottom-
up. Prihandoko menggunakan participatory planning, implementing, serta monitoring dalam
memahami hasil akhir dari proyek penelitian ini, menurutnya, dalam kasus di Sagara Anakan ini
perlu mengetahui terlebih dahulu asal mula sumberdaya, keseluruhan rancangan dalam proses
pengambilan keputusan termasuk regim property right dan asal mula interaksi antara pengguna
dan regulator dalam keterlibatan akses yang tersedia di lapangan.

Dalam contoh kasus di atas, keduanya dapat memberikan gambaran mengenai bagaimana
seorang antropolog dapat menggunakan pengetahuan dan keterampilannya di luar pengaturan
"tradisional". di mana karya antropologis di bidang terapan ini memberikan panduan bagi lulusan
muda yang harus membangun karir baru dengan membingkai misi mereka sendiri dalam
lembaga non-akademik. Keuntungan utama antropolog di luar akademisi adalah pemikiran
kreatif dan analitis, yang dapat berkontribusi untuk mengembangkan solusi inovatif. Partisipasi
para antropolog di atas dapat berperan dalam lembaga-lembaga tersebut karena kemampuannya
memberikan wawasan yang segar dan mendalam. "angin perubahan" dalam kasus tak terduga
dan tak biasa di atas dapat membawa peran antropologi ke wilayah baru, di mana dapat
bermanfaat dari perspektif profesional dan pribadi. Dalam dua kasus di atas juga menunjukkan
bagaimana proyek antropologis telah membantu memecahkan masalah sosial ekonomi,
pendekatan
antropologis melalui berbagai tools dan metode yang telah dilakukan oleh antropolog di atas
dapat berperan dalam menjembatani kesenjangan antara kelompok-kelompok yang berbeda
dalam sebuah lembaga masyarakat.

Oleh karena itu, pendekatan antropologis yang berfokus pada pemahaman individu dalam
sistem sosio-budaya yang kompleks dapat berguna untuk memberikan solusi khusus budaya dan
berpusat pada orang untuk pertanyaan etis yang penting. Beberapa metode yang dapat digunakan
oleh para antropolog dalam kerangka kerja terapan. Sheena Nahm mengidentifikasi bagaimana
eksplorasi bentuk-bentuk alternatif etnografi dapat muncul dalam praktik untuk menciptakan
cara- cara produktif untuk mengintegrasikan pendekatan antropologis. Dengan demikian, What is
Unexpected Anthropology merefleksikan metode antropologi melalui karir akademis dan
pengalaman non-akademiknya sendiri. Sheena Nahm dan Cortney Hughes Rinker berhasil
menyajikan secara koheren dan inovatif relevansi kontemporer antropologi dalam memperkuat
makna “klasik” dan relevansi sosialnya di luar akademis dan memberikan perspektif baru tentang
nilai metode antropologi di luar akademisi dan lembaga penelitian "tradisional". Ini bisa sangat
berguna bagi mahasiswa dan lulusan yang harus menghadapi kenyataan bahwa institusi
akademik bukan menjadi jalan satu-satunya bagi lulusan antropologi, justru dengan adanya
antropologi para lulusannya dapat mengukir jalan mereka sendiri di berbagai sektor yang tak
terduga sepeti industri, sektor pemerintah, dan Lembaga masyarakat seperti LSM

Upaya dan niat dalam pembahasan yang ditetapkan oleh Nahm dan Hughes Rinker ini
sejatinya menyoroti wilayah baru untuk eksplorasi penerapan antropologis, dalam menemukan
strategi baru untuk mengehasilkan asspek secara keseluruhan melalui cara ataupun metode
antropologis, dan penerapannya di tempat yang berbeda. Sebagaimana dicatat dalam beberapa
kasus di atas, para antropolog dipekerjakan di berbagai posisi sebagian karena mereka dipandang
membawa perspektif dan kreativitas yang berbeda dalam pekerjaan mereka. Dari sudut pandang
antropolog, para antropolog menggunakan metode yang sudah dikenal untuk meneliti dan
merenungkan perspektif orang luar (kadang-kadang terpinggirkan) yang telah digunakan oleh
para antropolog untuk mengidentifikasi asumsi-asumsi yang diambil melalui ruang dan orang-
orang di dalam pekerjaan mereka.

Saya melihat bahwa kajian antropologi yang diusung oleh para antropolog saat ini telah
menaruh satu kaki dalam pekerjaan akademis yang tidak terduga sebagai bagian dari praktik,
baik
memulai di dunia akademis atau sisi terapan. Antropologi memiliki inti metodologis yang
membingkai dan menopang kemungkinan konseptual umum untuk semua pekerjaan di dunia.
Pada dasarnya dan yang terbaik, antropologi sebagai upaya, menunjukkan rasa ingin tahu dan
menghasilkan rasa hormat terhadap cara kehidupan lainnya. Antropolog berusaha untuk
memahami dan bertanggung jawab untuk merumuskan secara cermat pertanyaan-pertanyaan
yang kita ajukan, dan bertanggung jawab atas tindakan etis di semua lingkungan tempat kita
bekerja. Meskipun dan karena landasan empat bidangnya, disiplin memiliki banyak ruang untuk
memilih dan memilih. Semua antropolog perlu mengekskalasi metode yang ada sebagai cara
yang kuat yang untuk masa depan antropologi dan pekerjaan penting yang akan berlanjut. Para
antropolog perlu memperhatikan masa depan pekerjaan antropologi di semua tempat untuk
mengeksplorasi lebih jauh perluasan masalah yang dapat diregulasikan secara kreatif dan
bermakna dalam setiap karya antropologi.

References:

Ervin, Alexander M. 2000. Applied Anthropology: Tools and Perspectives for Contemporary
Practice. Boston: Allyn & Bacon. Bab 6.
Ferraro, Gary & Susan Andrea. 2010. Cultural Anthropology: An Applied Perspective. Eight
Edition. Unites States: Wadsworth. Bab 3. Hlm: 48-67 (70-89). 
Linfield, Kenneth J., & Emil J. Posavac. 2018. Program Evaluation: Methods and Case Studies.
Ninth Edition. London & New York: Routledge. Hlm: 17-32 (bab tentang "Program
Evaluation: An Overview").
Metode Penelitian Terapan: Rapid Rural Appraisal (RRA)/Partcipatory Rural Appraisal (PRA)
dan Participatory Learning Action (PLA)
Podjed, D. (2017). Applied Anthropology: Unexpected Spaces, Topics, and Methods.
Sanjatmiko, Prihandoko. 2016. Analisis Jaringan Sosial Dalam Perebutan Sumberdaya di
Kawasan Segara Anakan. Depok Departemen Antropologi FISIP Universitas Indonesia

Willigen, John v. 2002. Applied Anthropology: An Introduction. Third Edition. London: Bergin
& Garvey. Bab 1. Hlm: 3-18 (23-38).
Yulian, B. E. Ekspansi Perkebuan Kelapa Sawit: Perubahan Struktur Agraria dan Sistem Nafkah
Rumah Tangga Pedesaan (Doctoral dissertation, IPB (Bogor Agricultural University)).

Anda mungkin juga menyukai