:Sosiologi Lingkungan
Pengarang
Penerbit
Tempat Terbit
:Jakarta, Indonesia
Tahun Terbit
:Februari, 2012
Cetakan
:III
Ukuran
:135 x 190 cm
Jumlah Halaman
Nama
:Abu Rizal
Nim
:I73214026
menjelaskan
fenomena
kerusakan
lingkungan.
Sosiologi
lingkungan
biologi, geografi, geologi, dan ilmu-ilmu relevan lainnya. Dengan kondisi sosiologi
lingkungan demikian, maka dirasa cukup menjadi perangkat dalam ilmu sosiologi untuk
menjelaskan apa, mengapa, bagaimana, dan seabrek pertanyaan lainnya yang tergabung
dalam aspek ontologis, epistemologi, hingga aksiologi, atas fenomena sosial yang erat
kaitannya dengan lingkungan. Rachmad K. Dwi Susilo sebagai sosiolog yang
membaktikan dharmanya pada institusi Universitas Muhammadiyah Malang, juga
memiliki kegundahan yang sama kemudian menawarkan pandangan bagaimana
sosiologi meneropong lingkungan.
Jauh beratus-ratus tahun yang lalu, sebelum disadari betapa pentingnya alam ini
dijaga dan dilestarikan keseimbangan ekosistemnya, pemahaman bahwa manusia
sebagai orientasi pemenuhan kebutuhan, mendominasi dalam tiap aktivitas pikir dan
tindakan. Orientasi ini berubah sejak masa revolusi industri, yang mana himpitan antara
kurangnya bahan baku, semakin banyaknya jumlah manusia yang perlu dipikirkan
pemenuhan kebutuhan dasarnya, serta kerusakan lingkungan yang tidak terkendali
membuat kemunculan alam sebagai pusat orientasi yang perlu diperhatikan kemudian
menjadi masif tumbuh berkembang. Dua pemahaman di atas lalu dikenal dengan
sebutan antroposentrisme dan biosentrisme. Lalu kemudian muncul pemahaman yang
menengahi perseteruan keduanya dengan sebutan ekosentrisme, yang mana mana
menjelaskan bahwa alam dan manusia sama-sama penting, tetapi alam dalam skala yang
dapat ditolerir dapat saja dikelola demi kelangsungan hidup manusia.
Dalam kajian hukum ilmu alam yang selama ini sering kali dilupakan oleh ilmu
sosial adalah hubungan simbiosis, baik simbiosis yang bersifat mutual maupun yg
merugikan salah satu pihak yang sering dikaji dalam ilmu sosial hanya sebatas sebagai
hubungan antara manusia dengan manuasia lainya padahal manusia tidak dapat
memenuhi kehidupanya secara mandiri, tidak dapat dipungkiri bahwa alam juga
menyedikan penghidupan bagi manuasia dan ekosistem yang terbentuk di alam dapat
merubah struktur dan kondisi pada masyarkata, Ada pula pandangan lain yang
merupakan pengembangan dari gerakan feminisme, memandang alam sebagaimana
halnya perempuan, yang dikenal sebagai ekofeminisme. Inti pemahaman ini adalah
bagaimana memperlakukan alam selembut dan sesopan melayani perempuan untuk
dapat memperoleh kebaikan demi pemenuhan kebutuhan hidup manusia. Ilmuwan
seringkali menghindari fokus perhatiannya terhadap aktivitas politik lingkungan,
padahal usaha ke arah politik memegang kendali yang besar dalam membuat sukses
perjuangan lingkungan. Gerakan lingkungan yang kerap dilakukan oleh para penggiat
lingkungan biasanya selalu saja gagal, hal ini terjadi karena diskursus lingkungan yang
dibawakannya hanya berhenti pada aras lokal dan dengan cara yang tidak berkelanjutan.
Cara yang ampuh sebenarnya adalah dengan melakukan aksi mewujudkan perhatian
terhadap lingkungan dengan membentuk poros lingkungan yang bermuatan politik
seperti yang dipraktekan pada parlemen-parlemen Eropa (partai Hijau dalam kasus di
Jerman).
ada akhir pembahasannya, penulis buku ini menyematkan beberapa pemikiran
kritis guna menjaga keberlangsungan lingkungan sosial dan alam, antara lain berupa
menjaga dan melembagakan kembali kearifan tradisional yang lama membumi di tiap
daerah, karena dengannya secara kultural, alam lebih diperlakukan sebagai sesuatu yang
sakral dan imbasnya kemudian menjauhkan alam dari upaya eksploitasi yang melewati
ambang batas resistensinya terhadap perubahan-perubahan yang tidak dapat ditoleransi
oleh masyarakat manusia. Selain itu pula mewaspadai modernisasi yang nantinya akan
memunculkan kondisi masyarakat yang beresiko, karena paska revolusi industri dengan
kondisi sumberdaya alam yang telah tergerus tanpa kendali yang berarti, masa depan
kehidupan manusia terancam dengan seriusnya. Pemikiran kritis terakhir yang
disampaikan oleh penulis buku ini adalah mengkampanyekan masyarakat yang
berkelanjutan, dalam artian masyarakat yang senantiasa memikirkan keberlanjutan
kehidupan pada masa yang akan datang dalam setiap tindakan membangunnya.
Kajaian
telaah
kritis
mampu
mengibtegrasikan
anata
konsepsimampu
menjembatani anatara dialektika sosial science dengan kajian exacta yang di analisis
secara komperhensif, seperti keberhasilanya dalam memecah kegelapan dialektika dari
teori-teori dalam kajian ilmu sosial selama ini., telaah kritis bukan bertujuan bagaimana
berparadigma dengan melihat dunia namun lebih jauh beberapa bagaimana dialektika
dapat merubah dunia. Buku ini ditulis dengan penyusunan yang mutakhir, karena
menampilkan runutan perjalanan penyusunan teori baik dari aspek kesejarahan maupun
dari sisi substansi teori yang dikemukakan. Konsep yang disajikan pula diperkaya
dengan ilustrasi kasus-kasus yang pernah ada, dan lebih relevannya lagi kasus yang
diangkat berada di Indonesia, sehingga memudahkan pembaca dalam membuat
visualisasi kognitif akan kondisi lingkungan di Indonesia.