Anda di halaman 1dari 12

”Pokok Pemikiran Organisme Kehidupan dan Lingkungan Di dalam Dunia Filsafat”

Disusun Oleh : Naldi Candra


Nim : 20168007
Program Studi : Ilmu Lingkungan (S-2)

Ditulis untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Filsafat Lingkungan


Program Pascasarjana Ilmu Lingkungan
Universitas Negeri Padang
2020
BAB I
PEDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Berbicara tentang Lingkungan hidup tidak hanya sebatas membahas


Lingkungan, tidak hanya sekedar point-point keanegaramannya saja. Banyak aspek
yang akan dibahas Ketika berbicara Lingkunga Hidup. Saat ini banyak isu-isu yang
sudah mendunia tentang lingkungan hidup yang kian hari kian rusak oleh tangan-
tangan manusia itu sendiri. Banyak aspek atau faktor yang menyebabkan
Lingkungan hidup rusak oleh aktivitas dan atau kegiatan Manusia.

Kebutuhan manusia terhadap sumberdaya alam semakin meningkat seiring


bertambahnya populasi manusia itu sendiri. Pembangunan yang tidak berlandaskan
pada prinsip berkelanjutan ternyata menimbulkan berbagai masalah yang serius
yang harus dihadapi. Kelangkaan air bersih karena penurunan permukaan air tanah
dan pencemaran sungai oleh limbah industri dan rumah tangga, Banjir dan longsor
karena deforestasi hutan serta pemanasan global karena peningkatan efek rumah
kaca. Semua permasalahan lingkungan di atas sangat erat kaitannya dengan prilaku
kehidupan manusia.

Berfikir kritis tentang tinggah laku yang terdapat pada diri manusia dalam
hubungannya dengan lingkungan hidup alam disekitarnya. Lingkungan disekitar
tidak akan pernah meminta untuk dijaga jika manusia tidak memulainya dengan
kesadaran diri dari setiap pribadi, walau hanya perbuatan kecil sekalipun. Dalam
konteks ini Fritjor Capra melihat ada sebuah krisis yang biasa disebut krisis
persepsi. Pada kondisi ini Sebagian besar Lembaga-lembaga sosial, masih
mendukung konsep-konsep yang berasal dari pandangan dunia yang seharusnya
sudah kadaluarsa. Sebuah konsepsi realitas yang sudah tidak memadai dalam
menangani dunia jika melihat penduduk yang besar dan saling terkait secara global.

Didukung dengan gagalnya para penguasa dalam memahami serta melihat


persoalan-persoalan yang berbeda dan saling berhubungan satu sama lain serta
tidak memperhatikan pembangunan yang berkelanjutan. injauan Filsafat Ilmu akan
memasalahkan apa yang disebut ilmu pengetahuan yang biasanya terbatas pada
ilmu-ilmu empiris. Berdasar seluruh uraian di atas, maka kita bisa memahami
hubungan filsafat dengan ilmu. Ringkasnya dapat dikatakan bahwa filsafat dengan
tiga bidang utamanya –yakni metafisika (khususnya ontologi), epistemologi, dan
aksiologi-akan membawa kepada hakekat buah pemikiran tersebut, dan ini
merupakan landasan holistik pengembangan keilmuanTerlepas dari semua itu,
maka dalam makalah ini penulis ingin menggambarkan “Pokok Pemikiran
Organisme Kehidupan dan Lingkungan Di dalam Dunia Filsafat serta Kaitan
Filsafat dalam mengambil Keputusan”.

B. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah :

1. Bagaimana makna organisme kehidupan dan lingkungan dalam dunia filsafat.


2. Bagaimana kegunaan atau manfaat ilmu (aksiologi) Ilmu dan kaitanya dengan
multisiplin ilmu serta kebijakan dalam mengambil keputusan.

C. Tujuan dan Kegunaan Makalah

1. Tujuan
Adapun tujuan dari makalah ini adalah untuk mendiskripsikan serta
memahami makna organisme kehidupan dan lingkungan dalam dunia filsafat.

2. Kegunaan
Adapun kegunaan makalah ini untuk penulis adalah untuk menjadi
proses pembelajaran dalam mata kuliah Filsafat Lingkungan.
BAB II
ISI

A. Organisme Kehidupan dan Lingkungan Dalam Pandang Filsafat


Secara etimologis filsafat yang berasal dari kata bahasa Yunani
philosophia tidak lain adalah cinta (philo) akan kebenaran atau kearifan
(sophia). Filsafat sesungguhnya adalah pencarian terus menerus akan
kebenaran tentang apa saja. Pencarian yang berlangsung dalam sebuah proses
panjang bertanya dan menemukan jawaban dan mempersoalkan kembali
jawaban itu secara terus-menerussampai menemukan jawaban yang untuk
sementara dapat diterima sebagai memuaskan rasa ingin tahu dan rasa heran
tadi, dan karena itu dianggap benar. Dalam proses panjang itu, setiap orang bisa
mempunyai jawaban yang berbeda atas pertanyaan yang sama, dapat pula
menyanggah jawaban orang atau mempertanyakan jawaban orang lain.
Filsafat dapat juga dipahami sebagai berpikir tentang berpikir (thinking
about thinking). Sebuah proses olah pikir yang mempertanyakan terus-menerus
seluruh pemikiran yang muncul dalam benak manusia. Proses ini dapat
berlangsung seorang diri atau bersama orang lain. Saya dapat saja duduk
merenung mempertanyakan apa saja dengan mengajukan pertanyaan dan
menjawab sendiri pertanyaan saya dan kembali mempertanyakan jawaban saya
secara terus-menerus tanpa henti. lni sebuah proses monolog, sebuah proses
refleksi, olah pikir tentang apa saja yang sedang saya pikirkan. Tetapi, dapat
pula berlangsung dalam proses dialogis intersubjektif yang melibatkan orang
lain.

Lingkungan adalah sebuah ekosistem, alam semesta. Tetapi lingkungan


itu sekaligus punya kaitan yang tak dapat dipisahkan dengan kehidupan yang
ada di da1amnya. Bahkan, lingkungan atau ekosistem itu sendiri mengandung
dan berarti kehidupan itu sendiri atau paling kurang yang memungkinkan
kehidupan dapat berlangsung di dalamnya. Dengan demikian lingkungan hidup
berkaitan dengan kehidupan, dengan hidup (life), karena menunjang kehidupan
dan seka1igus adalah kehidupan.
Secara etimologis pula oikos dipahami dalam padanan yang lebih utuh
dengan lagos menjadi oikos dan logos, ecolagy, ekologi. Logos berarti ilmu
atau kajian. Karena itu, lingkungan hidup dapat pula dipahami sebagai sebuah
ilmu, yaicu ilmu tencang ekosistem dengan segala hubungan saling pengaruh di
antara ekosistem dan isinya serta keseluruhan dinamika dan perkembangan
yang berlangsung di dalarnnya. Sebagaimana dikatakan Denis Owen, "Ekologi
berurusan dengan hubungan di antara tumbuhan dan hewan dan lingkungan di
mana mereka hidup." Singkatya ekologi adalah sebuah kajian tencang
organisme atau makhluk hidup pada umumnya - manusia, hewan, tumbuhan
dan makhluk-makhluk hidup lainnya termasuk virus -serta hubungan acau
inceraksi di antara makhluk hidup tersebut satu sama lain dan dengan
ekosiscem seluruhnya dalam sebuah proses kait-mengait. Ada hubungan saling
memengaruhi satu sama lain di antara berbagai kehidupan dan dengan
ekosistemnya untuk memungkinkannya tumbuh, berkembang dan hidup
menjadi dirinya sebagaimana adanya.
Dalam proses saling berinteraksi itu, setiap organisme berubah dan
menyesuaikan diri serta memengaruhi perubahan organisme lainnya termasuk
ekosistemnya. Dalam ha! ini, organisme adalah bagian dari ekosistem, tetapi
sebagai bagian, setiap organisme - selain dipengaruhi -juga memengaruhi
perkembangan ekosistemnya. Semuanya ini dipengaruhi pula oleh rangkaian
faktor seperti iklim, intensitas cahaya, beragam entitas anorganik dan abiotis
seperti canah, air, udara11 (yang sesungguhnya pada dirinya sendiri
mengandung kehidupan acau paling tidak menjadi sumber kehidupan dan
menunjang kehidupan).
Satu hal prinsip yang mendasari semua gagasan di atas adalah adanya
interaksi, keterkaitan, saling pengaruh, jaringan yang kompleks di antara
organisme dan ekosistem yang mendukungnya. Sebuah prinsip dasar yang
kemudian digunakan oleh Capra dalam judul bukunya sebagai The web of Life
dan The Hidden Connection. Yang sekaligus dengan itu mau menunjukkan
bahwa ekologi adalah cabang dari biologi (ilmu tentang kehidupan) dan
interaksi di antara berbagai kehidupan serta ekosistemnya. Karena pemahaman
dasar seperti itu, ekologi juga dimengerti sebagai cabang dari biologi (ilmu
tentang kehidupan) yang mengkaji hubungan di antara berbagai kehidupan. Di
dalamnya dikaji interaksi di antara berbagai organisme, sistem kehidupan
tempat organisme hidup dan lingkungan fisiknya. Karena itu pula ada tiga
aspek utama dari kajian ekologi yaitu organisme, interaksi dan komunitas
ekologis merupakan satu pemahaman yang terkait satu sama lain. Tekanan
utama diletakkan pada jaringan yang terajut erat di antara berbagai organisme
kehidupan yang dengan demikian membentuk semacam komunitas yang pada
gilirannya turut membentuk dan memungkinkan komunitas itu bisa hidup dan
berkembang secara individual maupun secara bersama.
Filsafat lingkungan hidup adalah sebuah pencarian, sebuah pertanyaan
terus-menerus tentang lingkungan hidup, baik tentang makna dan hakikatnya
maupun tentang segala ha! yang berkaitan dan menyangkut lingkungan hidup
itu. Di satu pihak itu berarti, filsafat lingkungan hidup adalah ekologi, ilmu
tentang lingkungan hidup. Ilmu yang mengkaji dan memungkinkan kita
memahami secara benar tentang alarn semesta, ekosistem, tempat kehidupan ini
berlangsung dan segala interaksi yang berlangsung di dalamnya.
Tetapi, di pihak lain, filsafat lingkungan hidup bukan sekadar sebuah
kajian ilmiah begitu saja. Dia bukan sekadar sebuah ekologi, ilmu tentang
lingkungan hidup. Sebagai sebuah filsafat, filsafat lingkungan hidup mencakup
dua sisi sekaligus yang terkait erat satu sama lain, yang dirumuskan Arne
Naesss sebagai ecosophy. Eco dari oikos sebagaimana telah kita artikan di atas.
Sedangkan shophy juga dari kata Yunani sebagaimana telah kita artikan di atas
dalam kaitannya dengan filsafat. Jadi, dengan ecosphy mau dikatakan bahwa
filsafat lingkungan hidup tidak lain adalah kearifan tentang lingkungan hidup,
tentang ekosistem seluruhnya. Pada satu sisi ada makna kajian dalam wujud
pertanyaan dan pencarian terusmenerus tetapi di pihak lain ada makna
kebenaran atau kearifan tentang ekosistem seluruhnya. Kearifan yang
bersumber dari kebenaran tadi pada gilirannya berfungsi menuntun pola
perilaku secara tertentu sejalan dengan kebenaran tadi dalam menjaga clan
merawat alam semesta, tempat tinggal makhluk hidup seluruhnya.
Dengan pemahaman seperti itu, maka pertama-tama filsafat lingkungan
hidup tidak lain adalah sebuah proses pertanyaan dan pergumulan terusmenerus
tentang apa itu alam semesta, apa itu lingkungan hidup itu sendiri.
Konsekuensinya, tidak bisa dielakkan bahwa pertanyaan dan pergumulan
tentang filsafat lingkungan hidup mau tidak mau membawa kita kepada
pergumulan yang telah lama berlangsung dalarn bidang kajian yang disebut
sebagai limu pengetahuan dan kritik terhadap ilmu pengetahuan atau yang
disebut sebagai filsafat limu.

B. Keterkaitan Ilmu dengan Filsafat

Kegiatan keilmuan dan pengembangan keilmuan memerlukan dua


pertimbangan. Objektifitas yang tertuju kepada kebenaran merupakan landasan
tetap yang menjadi pola dasarnya. Nilai-nilai hidup kemanusiaan merupakan
pertimbangan pada tahap pra-ilmu dan pasca ilmu. Nilai-nilai kemanusiaan
merupakan dasar, latar belakang dan tujuan dari kegiatan keilmuan.
Ilmu adalah kumpulan pengetahuan namun tidak dapat dibalik bahwa
kumpulan pengetahuan itu adalah ilmu. Kumpulan pengetahuan itu untuk dapat
isebut ilmu harus memenuhi syarat-syarat tertentu. Syarat-syarat tersebut
adalah objek material dan objek formal setiap bidang ilmu baik itu khusus
maupun ilmu filsafat harus memiliki dua macam objek tersebut. Objek material
adalah suatu hal yang dijadikan sasaran pemikiran (gegenstand); suatu hal yang
dipelajari atau sesuatu yang diselidiki. Sedang objek formal adalah cara
memandang, cara meninjau yang dilakukan oleh seorang peneliti terhadap
objek materialnya serta prinsip-prinsip yang digunakan. Objek formal suatu
ilmu tidak hanya memberi keutuhan suatu ilmu tetapi pada saat yang sama
membedakannya dari bidang-bidang yang lain. Satu objek material dapat
ditinjau dari berbagai sudut pandangan sehingga menimbulkan ilmu yang
berbeda-beda.
Interaksi antara ilmu dan filsafat mengandung arti bahwa filsafat dewasa
ini tidak dapat berkembang dengan baik apabila terpisah dari ilmu, karenanya
Ilmu tidak dapat tumbuh dengan baik tanpa kritik dari filsafat. Michael
Whiterman menyatakan bahwa ilmu kealaman persoalannya dianggap bersifat
ilmiah adalah karena terlibat dengan persoalan-persoalan filsafati, sehingga
untuk memisahkan satu dari yang lainnya adalah tidak mungkin. Sebaliknya
banyak persoalan filsafati sekarang memerlukan landasan pengetahuan ilmiah
supaya argumentasinya tidak salah.
Tugas dari filsafat adalah untuk memberikan pandangan keseluruhan,
kehidupan dan pandangan tentang alam dan untuk mengintegrasikan
pengetahuan ilmiah dengan pengetahuan (disiplin-disiplin) yang lainnya agar
dapat pemahaman yang menyeluruh dan konsisten. Atau dengan kata lain
filsafat berusaha membawa hasil penyelidikan manusia-keagamaan, sejarah dan
keilmuan kepada suatu pandangan yang terpadu, sehingga dapat memberi
pandangan dan pengetahuan bagi kehidupan manusia. Menurut pandangan ini
filsafat mencari kebenaran tentang segala sesuatu dan kebenaran itu harus
dinyatakan dalam bentuk yang paling umum. Filsafat adalah meta-ilmu,
refleksinya mendorong kita untuk menengok kembali ide-ide dan interpretasi
kita baik dari ilmu maupun dari bidang-bidang yang lain.
Filsafat ilmu diperlukan untuk (1) membantu membedakan ilmu dengan
saintisme (yang memutlakkan berlakunya ilmu dan tidak menerima cara
pengenalan lain selain cara pengenalan yang dijalankan ilmu), (2) memberi
jawab atas pertanyaan”makna” dan ”nilai”, dalam hal mana ilmu membatasi
diri pada penjelasan mekanisme saja, (3) merefleksi, menguji, mengkritik
asumsi dan metode keilmuan, sebab ada kecenderungan penerapan metode
ilmiah tanpa memerhatikan struktur ilmu itu sendiri, serta (4) dari hubungan
historisnya dengan ilmu, filsafat menginspirasikan masalah-masalah yang akan
dikaji oleh ilmu.
Tinjauan Filsafat Ilmu akan memasalahkan apa yang disebut ilmu
pengetahuan yang biasanya terbatas pada ilmu-ilmu empiris. Berdasar seluruh
uraian di atas, maka kita bisa memahami hubungan filsafat dengan ilmu.
Ringkasnya dapat dikatakan bahwa filsafat dengan tiga bidang utamanya –
yakni metafisika (khususnya ontologi), epistemologi, dan aksiologi-akan
membawa kepada hakekat buah pemikiran tersebut, dan ini merupakan
landasan holistik pengembangan keilmuan.
C. Penerapan Filsafat dalam pengembangan Ilmu

Bidang garapan Filsafat Ilmu terutama diarahkan pada komponen-komponen


yang menjadi tiang penyangga bagi eksistensi ilmu, yaitu ontologi,
epistemologi, dan aksiologi. Tahap fungsional pengetahuan sesungguhnya
memasuki proses aspel aksiologi filsafat ilmu, yaitu yang membahas amal
ilmiah serta profesionalisme terkait dengan kaidah moral. Sementara itu, ketika
kita membicarakan tahap-tahap perkembangan pengetahuan dalam satu nafas
tercakup pula telaahan filsafat yang menyangkut pertanyaan mengenai hakikat
ilmu.
Pertama, dari segi ontologis, yaitu tentang apa dan sampai di mana yang
hendak dicapai ilmu. Ini berarti sejak awal kita sudah ada pegangan dan gejala
sosial. Dalam hal ini menyangkut yang mempunyai eksistensi dalam dimensi
ruang dan waktu, dan terjangkau oleh pengalaman inderawi. Dengan demikian,
meliputi fenomena yang dapat diobservasi, dapat diukur, sehingga datanya
dapat diolah, diinterpretasi, diverifikasi, dan ditarik kesimpulan. Dengan lain
perkataan, tidak menggarap hal-hal yang gaib seperti soal surga atau neraka
yang menjadi garapan ilmu keagamaan.
Kedua adalah dari segi epistimologi, yaitu meliputi aspek normatif
mencapai kesahihan perolehan pengetahuan secara ilmiah, di samping aspek
prosedural, metode dan teknik memperoleh data empiris. Kesemuanya itu lazim
disebut metode ilmiah, meliputi langkah langkah pokok dan urutannya,
termasuk proses logika berpikir yang berlangsung di dalamnya dan sarana
berpikir ilmiah yang digunakannya. Ketiga ialah dari segi aksiologi, yang
sebagaimana telah disinggung di atas terkait dengan kaidah moral
pengembangan penggunaan ilmu yang diperoleh.
Ontologiilmu meliputi apa hakikat ilmu itu, apa hakikat kebenaran dan
kenyataan yang inheren dengan pengetahuan ilmiah, yang tidak terlepas dari
persepsi filsafat tentang apa dan bagaimana (yang) “Ada” itu (being Sein, het
zijn). Paham monisme yang terpecah menjadi idealisme atau spiritualisme,
Paham dua-lisme, pluralisme dengan berbagai nuansanya, merupakan paham
ontologik yang pada akhimya menentukan pendapat bahkan keyakinan kita
masing-masing mengenai apa dan bagaimana (yang) ada sebagaimana
manifestasi kebenaran yang kita cari. Epistemologi ilmu meliputi sumber,
sarana, dan tatacara mengunakan sarana tersebut untuk mencapai pengetahuan
(ilmiah). Perbedaan mengenal pilihan landasan ontologik akan dengan
sendirinya mengakibatkan perbedaan dalam menentukan sarana yang akan kita
pilih. Akal (Verstand), akal budi (Vernunft) pengalaman, atau komunikasi
antara akal dan pengalaman, intuisi, merupakan sarana yang dimaksud dalam
epistemologik, sehingga dikenal adanya model-model epistemologikseperti:
rasionalisme, empirisme, kritisismeatau rasionalisme kritis, positivisme,
enomenologidengan berbagai variasinya. Ditunjukkan pula bagaimana
kelebihan dan kelemahan sesuatu model epistemologik beserta tolok ukurnya
bagi pengetahuan (ilmiah) itu seperti teori koherensi, korespondesi, pragmatis,
dan teori intersubjektif.
Aksiologillmu meliputi nilal-nilal (values) yang bersifat normatif dalam
pemberian makna terhadap kebenaran atau kenyataan sebagaimana kita jumpai
dalam kehidupan kita yang menjelajahi berbagai kawasan, seperti kawasan
sosial, kawasan simbolik atau pun fisik-material. Lebih dari itu nilai-nilai juga
ditunjukkan oleh aksiologi ini sebagai suatu conditio sine qua nonyang wajib
dipatuhi dalam kegiatan kita, baik dalam melakukan penelitian maupun di
dalam menerapkan ilmu.Dalam perkembangannya Filsafat llmu juga
mengarahkan pandangannya pada Strategi Pengembangan ilmu, yang
menyangkut etikdan heuristik. Bahkan sampal pada dimensi kebudayaan untuk
menangkap tidak saja kegunaan atau kemanfaatan ilmu, tetapi juga arti
maknanya bagi kehidupan.
BAB III
KESIMPULAN

Filsafat lingkungan hidup adalah sebuah pencarian, sebuah pertanyaan terus-


menerus tentang lingkungan hidup, baik tentang makna dan hakikatnya maupun
tentang segala ha! yang berkaitan dan menyangkut lingkungan hidup itu. Di satu
pihak itu berarti, filsafat lingkungan hidup adalah ekologi, ilmu tentang lingkungan
hidup. Ilmu yang mengkaji dan memungkinkan kita memahami secara benar
tentang alarn semesta, ekosistem, tempat kehidupan ini berlangsung dan segala
interaksi yang berlangsung di dalamnya.

Tetapi, di pihak lain, filsafat lingkungan hidup bukan sekadar sebuah kajian
ilmiah begitu saja. Dia bukan sekadar sebuah ekologi, ilmu tentang lingkungan
hidup. Sebagai sebuah filsafat, filsafat lingkungan hidup mencakup dua sisi
sekaligus yang terkait erat satu sama lain, yang dirumuskan Arne Naesss sebagai
ecosophy. Eco dari oikos sebagaimana telah kita artikan di atas. Sedangkan shophy
juga dari kata Yunani sebagaimana telah kita artikan di atas dalam kaitannya
dengan filsafat. Jadi, dengan ecosphy mau dikatakan bahwa filsafat lingkungan
hidup tidak lain adalah kearifan tentang lingkungan hidup, tentang ekosistem
seluruhnya.

Filsafat ilmu diperlukan untuk (1) membantu membedakan ilmu dengan


saintisme (yang memutlakkan berlakunya ilmu dan tidak menerima cara
pengenalan lain selain cara pengenalan yang dijalankan ilmu), (2) memberi jawab
atas pertanyaan”makna” dan ”nilai”, dalam hal mana ilmu membatasi diri pada
penjelasan mekanisme saja, (3) merefleksi, menguji, mengkritik asumsi dan metode
keilmuan, sebab ada kecenderungan penerapan metode ilmiah tanpa memerhatikan
struktur ilmu itu sendiri, serta (4) dari hubungan historisnya dengan ilmu, filsafat
menginspirasikan masalah-masalah yang akan dikaji oleh ilmu.
DAFTAR PUSTAKA

Capra, Fritjof, The Turning Point. Science, Society and Rising Culture. London:
Flamengo, 1983.

Capra, Fritjof, The Wfrb of Life. A New Understanding of Living Systems (London:
Flamingo, 1997).

Capra, Fricjof, The Hidden ConnectioN (London: Flamingo, 2003).

Keraf, A Sonny, "Bioregionalisme: Menyarunya Ekonomi dengan Ekologi;' dalam


JurnaL Etika Sosial, Rtspons, Vol. 17, No. l,Juli2012, him. 11-51.

Keraf, A. Sonny, "Risalah tentang Kehidupan: Sebuah 'telaah Filsafat Lingkungan


Hidup," dalam Jurnal Lingkungan Indonesia (Jakarta: Perwaku, 2013), Vol. l, No. l,
him. 3-11..

Keraf, A. Sonny, "Filsafat Ilmu Lingkungan Hidup; Alam Sebagai Suatu Sistem
Kehidupan (Kanisius: Yogyakarta, 2014),

Kattsoff, Louis, Pengantar Filsafat, terj. Yogyakarta: Tiara Wacana, 1986

Leahy, Louis, Agama dalam Konteks Zaman ini. Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 1997

Leahy, Louis, Horizon Manusia: Dari Pengetahuan ke Kebijaksanaan. Yogyakarta:


Penerbit Kanisius, 2002

Leksono, K. , Berakhirnya Manusia dalam Kebangkrutan Ilmu-ilmu. Yogyakarta: Basis


No. 01-02, Th. 51

Marzuki, D., Budaya Ilmiah dan Filsafat Ilmu. Jakarta: Grasindo, 2000

Mudhofir, Ali , Pengenalan Filsafat: Filsafat Ilmu. Yogyakarta: Penerbit Liberty, 2007

Smith, Titus, Nolan, Living Issues in Philosophy, (terj), H.M. Rasjidi, Persoalan-
persoalan Filsafat. Jakarta: PT. Bulan Bintang, 1979

Anda mungkin juga menyukai