Anda di halaman 1dari 21

Gaya Hidup Minimalis

(Keseimbangan antara Agama dan Sains dalam Mencapai


Keharmonisan Hidup Manusia dan Alam)
1
Futikhatus Sa’diyah
1
Universitas Syarif Hidayatullah Jakarta
Kota Tangerang Selatan, Banten, Indonesia
email: futikhatus.sadiyah22@mhs.uinjkt.ac.id

Abstrak:
Hubungan manusia dan alam, secara tidak langsung kini mengalami
sebuah dilema didalam hubungan atau interaksinya, sehingga perlu adanya
re-interpretasi agar tercipta sebuah keseimbangan dalam interaksinya.
Secara historis, ketidakstabilan hubungan tersebut, terpacu sebagai akibat
dari dampak perkembangan sains dan teknologi yang telah membawa
perubahan pada kehidupan manusia, baik cara berfikir, bersikap, gaya
hidup maupun tingkah laku. Menurut Sonny Keraf, sains yang berimplikasi
negatif terhadap lingkungan yaitu sains dengan paradigma
antroposentrisme. Antroposentrisme adalah teori etika lingkungan yang
memandang manusia sebagai pusat dari sistem alam semesta, sehingga
mendorong berbuat eksploitatif, destruktif, rakus dan tamak terhadap alam.
kesadaran yang mulai terbangun kembali untuk merubah pola hidup ini
salah satunya ialah dengan melakukan upaya gaya hidup minimalis. Hasil
penelitian ini menunjukan bahwa antara sains dan agama sama-sama
dibawa untuk kebutuhan tertentu, yaitu untuk mencapai nilai kebaikan.
Dengan adanya pengamalan tren pola hidup minimalis sebagai ilmu dan
anjuran-anjuran agama sebagai upaya untuk mendorong penganutnya
melakukan kegiatan tidak berlebih-lebihan dalam menggunakan segala
sesuatu maka keduanya sama-sama memiliki nilai nilai kebaikan yang
hendak dituju yakni menjaga lingkungan hidup agar tetap seimbang dan
selaras, sehingga tercipta keharmonisan hidup antara manusia dan alam
sekitarnya.

Kata Kunci: hidup minimalis, agama dan sains, keharmonisan, manusia, alam
Pendahuluan

Istilah lingkungan alam memiliki banyak arti dan makna. Namun


demikian, disepakati oleh ilmuan bahwa lingkungan alam terdiri dari unsur-
unsur biotik dan abiotik yang terdapat di dalam alam semesta (universum)
ini.1 Unsur-unsur yang dimaksud antara lain ialah sinar matahari, tanah,
udara, air, flora (tumbuhan), manusia, fauna (hewan), iklim, suhu, dan
sebagainya. Tampak bahwa manusia hanya salah satu unsur di dalam
konstelasi lingkungan alam ini. Deskripsi tersebut memunculkan sebuah
korelasi mendasar antara berbagai elemen di dalam lingkungan alam ini. Ada
semacam rantai hubungan erat satu sama lain. Misalnya, matahari
memberikan sinar yang berguna untuk proses fotosintesis tumbuhan yang
akhirnya menghasilkan daun dan buah yang bisa dikonsumsi oleh manusia
dan hewan demi kelangsungan hidup. Siklus ini terus berlangsung sepanjang
waktu untuk memastikan eksistensi kehidupan tetap ada. Jika salah satu
unsur alam rusak/langka, dipastikan bagian lain juga dari alam ikut rusak,
hancur bahkan punah-binasa.

Hubungan manusia dan alam, secara tidak langsung kini mengalami


sebuah dilema didalam hubungan atau interaksinya, sehingga perlu adanya
re-interpretasi agar tercipta sebuah keseimbangan dalam interaksinya. Secara
historis, ketidakstabilan hubungan tersebut, terpacu sebagai akibat dari
dampak paradigma revolusi industri dan paradigma pembangunan yang
selalu mengalami perubahan dan perkembangan. Salah satunya adalah
perkembangan sains dan teknologi yang telah membawa perubahan pada
kehidupan manusia, baik cara berfikir, bersikap, gaya hidup maupun tingkah
laku. Dari banyak bidang penemuan dan pengembangannya, menjadikan

1
Erwarti, “Upaya Pelestarian Lingkungan Hidup Melalui Pendidikan Islam”,
(Surakarta: Pustaka Pelajar, 2013), hal. 61.
manusia lebih mampu memahami, menguasai, dan mengolah alam untuk
kepentingan dan kesejahteraan hidupnya.

Menurut Ali Anwar, sains secara sederhana dapat didefinisikan sebagai


himpunan pengetahuan manusia yang dikumpulkan melalui suatu proses
pengkajian secara empirik dan dapat diterima oleh rasio.2 Sedangkan
teknologi adalah penerapan sains untuk mengendalikan alam dalam proses
produktif ekonomis sehingga menghasilkan sesuatu yang bermanfaat bagi
manusia.3 Dari definisi tersebut, menunjukkan bahwa adanya sains dan
teknologi menghasilkan berbagai macam hal yang menguntungkan manusia
seperti penghematan waktu, tenaga, memperdekat jarak, kemuudahan
transportasi maupun cara-cara mendapatkan kenyamanan lainnya. Akan
tetapi, tidak bisa dipungkiri bahwa dengan sains dan teknologi pun juga
menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan. Seperti penggundulan
hutan, berdirinya industri-industri yang tidak ramah lingkungan hingga
pembuangan limbah-limbah sisa produksi yang dapat menyebabkan
kerusakan lingkungan bahkan kerusakan pada ekosistem tertentu.

Melihat kondidi lingkungan yang demikian, menimbulkan banyak


asumsi dari berbagai kalangan. Menurut Seyyed Hussen Nasr, akar dari
krisis lingkungan yang disebabkan sains dan teknologi adalah kesalahan
dalam mengkonsepsikan manusia.4 Hal yang senada juga dikemukakan oleh
Indriyani Ma’rifah, bahwa akar masalah ini terletak pada penafsiran sekuler
yang merata mengenai status manusia di bumi.5 Menurut Sonny Keraf, sains

2
Ali Anwar Yusuf, Islam dan Sains Modern: Sentuhan Islam Terhadap Berbagai
Disiplin Ilmu, (Bandung: Pustaka Setia, 2006), hal.279.
3
Ali Anwar Yusuf, Islam dan Sains Modern: Sentuhan Islam ….. , hal.279.
4
Moh. Anas, “Kritik Hossein Nasr Atas Problem Sains Dan Modernitas”, dalam
Kalam: Jurnal Studi Agama dan Pemikiran Islam, (Volume 6, Nomor 1, Juni 2012), hal.34-
43.
5
Indriyani Ma‟rifah, Islam Dan Sains Modern: Meneropong Signifikansi Agama
Dan Etika Bagi Sains (Geneva: Globethics.net, 2013), hal.39.
yang berimplikasi negatif terhadap lingkungan yaitu sains dengan paradigma
antroposentrisme. Antroposentrisme adalah teori etika lingkungan yang
memandang manusia sebagai pusat dari sistem alam semesta.6 Hanya
manusia yang mempunyai nilai dan mendapat perhatian, sementara alam
hanya akan mendapat nilai dan perhatian sejauh menunjang kepentingan
manusia. Artinya bahwa alam hanya dilihat sebagai obyek bagi pemenuhan
kebutuhan manusia saja. Sifat lain yang juga melekat pada paradigma
antroposentrisme adalah egoisme, yakni paradigma yang memandang
kepentingan manusia adalah yang paling utama, sementara kepentingan
makhluk hidup lainnya dinomorduakan dan disesuaikan dengan kebutuhan
manusi. Akhirnya paradigma antroposentrisme ini mendorong manusia untuk
berbuat eksploitatif, destruktif, rakus dan tamak terhadap alam.7

Menyadari pentingnya lingkungan alam bagi manusia dan makhluk


hidup lain, muncullah sebuah kesadaran spiritual di kedalaman nurani dan
bening budi manusia untuk peduli pada lingkungan alam yang sering
terabaikan. Fungsi kekhalifahan yang harus diperankan oleh manusia
terhadap lingkungan alam semestinya harus dipahami sebagai hubungan
kebersamaan dalam ketundukan kepada Allah SWT. Namun, yang terjadi
saat ini potensi manusia sebagai khalifah seakan kehilangan arah akan rasa
tanggung jawabnya untuk selalu menjaga dan memelihara lingkungan secara
berkelanjutan. Padahal, menurut Seyyed Hossein Nasr, agama memiliki
peran penting dalam membantu mengatasi permasalahan lingkungan. Bagi
Nasr, alam adalah simbol Tuhan. Pemahaman terhadap simbol ini akan
mengantarkan pada eksistensi dan keramahan Tuhan dan Merusak alam
sama dengan “merusak”Tuhan.8 kesadaran yang mulai terbangun kembali

6
A. Sonny Keraf, Etika Lingkungan Hidup, (Jakarta: Kompas, 2010), hal. 47.
7
A. Sonny Keraf, Etika Lingkungan Hidup, ….., hal. 47.
8
Seyyed Hossein Nasr, Religion and the Order of Natur (New York: Oxford
University Press, 1996), hal.3.
untuk merubah pola hidup ini salah satunya ialah dengan melakukan upaya
gaya hidup minimalis. Lalu bagaimana gaya hidup minimalis bisa menjadi
sebuah solusi terhadap upaya keharmonisan hidup manusia dan alam. Oleh
karena itu dalam artikel ini penulis akan membahas tentang bagaimana
hubungan antara sains dan agama dalam mencapai keharmonisan hidup
manusia dan alam? Serta apa itu gaya hidup minimalis dan bagaimana gaya
hidup minimalis dikatakan sebagai bentuk pengamalan untuk menjaga
keharmonisan hidup maanusia dan alam?

Metode Penelitian
Penelitian ini berdasarkan pada suatu peneltian literer atau literature
review atau studi kepustakaan. Penelitian kepustakaan (library research)
yaitu penelitian yang dilakukan dengan menggunakan suatu literature
kepustakaan baik itu berupa catatan ataupun hasil penelitian dari penelitian
terdahulu.9 Dimana artikel ini mengambil beberapa sumber dari penelitian
para ahli yang dituangkan dalam bentuk tulisan atau dokumen, skripsi dan
jurnal yang sudah diterbitkan dan terpercaya sumbernya, laporan dan tulisan
resmi yang diterbitkan oleh pemerintah, serta sumber atau berita online lain
yang terjaga kebenaran informasinya.
Dalam tahap pembuatan artikel penulis memulai dari pengumpulan
data seperti diatas, lalu dianalisis secara mendalam dan menemukan titik
temu antara eskatologi dengan gaya hidup minimalis. Pemilihan metode
menggunakan studi literatur dikarenakan penulis ingin meneliti mengenai
tema yang diangkat tanpa terjun langsung kelapangan, namun tetap bisa
mendapatkan data yang diinginkan dan dituju dalam penelitian. Data yang
diperoleh dan didapatkan akan di analisa secara mendalam oleh penulis

9
M. Iqbal Hasan, Pokok-pokok Materi Metodologi Penelitian dan Aplikasi, (Jakarta:
Ghalia Indonesia, 2002). hal. 11.
hingga pada akhirnya diharapkan penulis bisa memperoleh kesimpulan serta
jawaban dari rumusan masalah dalam sebuah penelitian.

Hubungan antara agama dan sains


Hubungan antara sains dan agama adalah kompleks tetapi penting.
Tautan antara keduanya dalam sejarah telah mengalami bentrokan yang sulit.
Peristiwa yang saling menghakimi juga terjadi terus menerus. Hingga saat
ini, upaya integrasi sains dan agama telah dilakukan oleh berbagai agama dan
berkembang di berbagai negara, termasuk Indonesia. Kini semakin diakui
bahwa semangat ilmu pengetahuan juga terus dibarengi dengan semangat
agama dalam membebaskan manusia.
Sains dalam bahasa Inggris tehnological know-how berasal dari bahasa
latin yaitu “scienta” yang berarti (1) pengetahuan (knowledge); (2)
pengetahuan, pengertian, pemahaman yang lurus dan mendalam. Menurut
James Conan, sains dianggap sebagai ide dan skema perhitungan yang
terhubung satu sama lain, dan yang berkembang sebagai coba-coba dan
persepsi, dan berguna untuk persepsi tambahan dan coba-coba.10 Hal ini
menunjukkan bahwa komponen epistemologis dalam menyampaikan ilmu
pengetahuan sangatlah signifikan. Sains adalah informasi yang terorganisir
secara efisien. Bagi Kuntowijoyo sains itu bukan kebenaran akan tetapi
sebuah kemajuan, seperti fisika, teknologi, sains kedokteran20. Sains
mengungkapkan fakta tentang alam dan dunia fisik, termasuk didalamnya
kimia dan lain sebagainya.11
Agama adalah strategi untuk memuja Tuhan Yang Maha Esa dan metode
bagaimana manusia berhubungan dengan masalah-masalah sosial. Selain itu,

10
Alfred Alfred, “Hubungan Sains dan Agama Perspektif Kuntowijoyo,” Jurnal Al-
Aqidah 10, no. 2 (2018), hal 65–82.
11
Islah Gusmian, “Mengurai Benang Kusut Hubungan Sains Dan Agama,” Jurnal
Tribakti 20, no. 1 (2009), hal 1–20.
agama juga disebut keyakinan yang mengandung makna “hubungan” antara
manusia dengan Tuhan sebagai pembuatnya, baik hubungan antara manusia
dengan manusia maupun manusia dengan alam.12 Mudhofir dalam bukunya
mengatakan bahwa agama adalah “istilah mencakup keseluruhan untuk
menerima kepentingan individu tertentu yang tersebar di seluruh dunia”.13
Seyyed Hossein Nasr14 mendeskripsikan kejayaan umat Islam dalam
bidang sains di masa silam melalui karya ilmuwan muslim, seperti Abu Nasr
al-Farabi (w 950 M), Abu Alī al-Husain Ibn Sīnā (w 1037 M), Alī al-Hasan
Ibn al-Hasan Ibn Haytham (w 1039 M), dan lain-lain, seolah-olah ia ingin
merefleksikan bahwa umat Islam hari ini harus mengulang sejarah kejayaan
silam melalui kemandirian sains. Alternatif lain selain kemandirian sains
adalah upaya melakukan integrasi keilmuan. Hal ini sangat memungkinkan,
mengingat perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dapat dijadikan
pendekatan dalam mengeksplorasi ayat-ayat kauniyah yang jumlahnya
mencapai 750-1000. Jumlah ini cukup banyak bila dibandingkan dengan
ayat-ayat hukum yang hanya mencapai 250 ayat.15 Wacana integrasi agama
dan sains sudah menunjukkan gejala pergeseran yang signifikan, dari wilayah
paradigma menuju tatanan aplikatif.
Ziauddin Sardar berangkat dari kegelisahannya tentang keterbelakangan
negara-negara muslim yang pernah ia kunjungi dalam tahun 1970-1980.16
Satu sisi negara muslim tertinggal dalam hal ilmu pengetahuan dan teknologi,

12
Wira Hadikusuma, “Mendialogkan Sains Dan Agama Dalam Upaya Resolusi
Konflik,” Jurnal Ilmiah Syi’ar 17, No. 1 (2017), hal 71–82.
13
Ahmad Munir Saifulloh, “Telaah Korelasi Sains dan Agama dalam Paradigma Islam,”
Jurnal Tarbiyatuna 10, No. 2 (2017): 137–157.
14
seyyed Hossein Nasr, Science and Civilization in Islam (New York: New American
Library,1970).
15
Faizin, “Integrasi Agama Dan Sains Dalam Tafsir Ilmi Kementerian Agama Ri”,
Jurnal Ushuluddin Vol. 25 No.1, Januari-Juni 2017, hal 20
16
Ehsan Masood dalam pengantar buku Ziauddin Sardar dan Ehsan Masood, How Do
You Know: Reading Ziauddin Sardar on Islam, Science and Cultural Relations (London:
Pluto Press, 2006), hal 1.
di sisi lain keberadaan pengetahuan Barat dianggap tidak mampu memenuhi
kebutuhan materi, kultural, dan spiritual masyarakat muslim. Untuk
persoalan kedua Sardar menawarkan epistemologi Islam yang berangkat dari
prinsip-prinsip tauhid, di mana tauhid menjadi poros bagi semua cabang ilmu
pengetahuan, termasuk sains.17
Dari paparan diatas menunjukan bahwa, secara epistemologis, sains dan
agama adalah jenis pengetahuan yang dimiliki orang di antara berbagai jenis
pengetahuan: common sense, mitos, sistem kepercayaan, dan karya. Dari satu
sudut pandang, nilai kebenaran yang tegas berubah menjadi pasti dan
langsung dan abadi mengingat fakta bahwa itu berasal dari sesuatu yang pasti
dan tidak pernah mati, yaitu sang pencipta atau tuhan. Pada akhirnya, sains
dan agama dibawa untuk kebutuhan tertentu, khususnya untuk menjawab
berbagai kesulitan yang umumnya dihadapi orang dalam realitas mereka.
Oleh karena itu, strategi yang digunakan dalam mengkoordinir dan
mengasosiasikan sains dan agama tidak berarti menjadikan salah satu dari
keduanya dengan menghilangkan ciri khasnya, atau bahkan orang-orang
tertentu mengatakan harus dipertahankan selamanya. Kaitan antara keduanya
adalah mencari realitas dengan memanfaatkan teknik logika, sedangkan
agama adalah hal yang berusaha memperjelas realitas dari wahyu yang dalam
hal ini adalah Al-Qur'an dan Hadist.

Gaya Hidup Minimalis


Gaya hidup termasuk konsep yang modern dan lebih mudah terukur
dibandingkan dengan kepribadian. Menurut Kotler dan Keller, gaya hidup
adalah pola hidup seseorang di dunia yang diekspresikan dalam aktifitas,
minat dan opininya. Gaya hidup menunjukan keseluruhan diri seseorang
dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Gaya hidup juga menggambarkan

17
Faizin, “Integrasi Agama Dan Sains Dalam Tafsir Ilmi, …., hal 20
seluruh pola seseorang dalam beraksi dan berinteraksi di dunia.18 Ada
beberapa dari mereka lebih mementingkan tren yang sedang berkembang
disekitarnya tanpa tahu tren itu baik atau buruk, bahkan tidak jarang dari
mereka berlomba-lomba untuk memenuhi gairah hidup konsumtifnya.
Di antara macam-macam gaya hidup adalah gaya hidup mandiri, gaya
hidup modern, gaya hidup sehat, dan gaya hidup hemat atau disebut juga
gaya hidup minimalis. Berdasarkan macam-macam gaya hidup tersebut,
dapat didefinisikan bahwa gaya hidup mandiri adalah kemampuan seseorang
untuk hidup tanpa bergantung mutlak kepada orang lain. Untuk itu,
diperlukan kemampuan dalam mengenali kelebihan dan kekurangan diri, dan
berstrategi dengan kelebihan dan kekurangan untuk mencapai tujuan.
Sedangkan gaya hidup modern yaitu istilah yang sering kali digunakan untuk
menggambarkan gaya hidup yang sarat dengan teknologi dan kecanggihan.
Teknologi sangat berperan untuk mengefisienkan segala sesuatu yang
dilakukan manusia baik masa kini maupun masa depan, dengan satu tujuan
yaitu mencapai efisiensi dan produktivitas maksimum. Zaman sekarang yang
serba modern dan praktis, menuntut manusia untuk tidak ketinggalan dalam
segala hal. Gaya hidup sehat merupakan pilihan sederhana yang tepat untuk
diterapkan. Hidup dengan pola makan, fikiran, kebiasaan, dan lingkungan
yang sehat akan mengantarkan pada hasil yang baik dan positif dalam segala
hal yang dilakukan. Sementara gaya hidup hemat atau minimalis ialah hidup
sesuai dengan kemampuan dalam kata lain tidak boros.19
Gaya hidup minimalis yang populer sekarang diketahui berasal dari
pemahaman Zen dengan filosofi “Less is more” yang menentang adanya

18
Kotler dan Keller, “Manajemen Pemasaran”, (Jakarta: Erlangga, 2012), hal. 192
19
Dwi Kresdianto, “Hubungan Gaya Hidup Hedonis Dengan Perilaku Konsumtif
Fashion Pakaian pada mahasiswa di Fakultas Psikologi UIN Maliki Malang”, Skripsi,
(Fakultas Psikologi UIN Maulana Malik Ibrahim, Malang, 2014), hal 16.
perilaku konsumtif.20 Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)
minimalis adalah berkenaan dengan penggunaan unsur-unsur yang sederhana
dan terbatas untuk mendapatkan efek atau kesan yang terbaik.21 Menurut
Kamus Bahasa Inggris Terjemahan Indonesia, arti kata minimalis adalah
minimal. Arti lainnya dari minimal adalah paling rendah.22 Sedangkan
pendapat dari Joshua Becker, minimalis adalah tentang bagaimana
memperoleh kebahagiaan sekaligus menghilangkan sesuatu yang membuat
tidak bahagia, seperti hidup sederhana dan praktis.23 Dimana kita hidup
mementingkan kualitas bukan kuantitas, sehingga tidak banyak yang kita
butuhkan dalam hal material. Itu artinya bahwa minimalis bukan hanya
sebatas produk saja, namun juga mencangkup media sosial, internet, fashion
dan penggunaan gadget.
Seperti yang sudah dijelaskan di atas, gaya hidup minimalis hanya
terfokus pada hal yang penting-penting saja, sehingga menghindarkan orang
dari segala hal yang berlebihan dan sesuatu yang tidak penting, serta hidup
sekedar mencukupi dan tidak berlebih-lebihan dalam hal duniawi. Gaya
hidup minimalis juga menitik beratkan pada pemahaman manusia dalam
mengutamakan apa yang dibutuhkan, sehingga seseorang yang menerapkan
gaya hidup minimalis bisa memanfaatkan sarana dan prasarana yang ada
seefisien mungkin. Sehingga dari penjelasan diatas gaya hidup sering
dimiripkan dengan hidup sederhana namun bersahaja, yaitu tidak berlebih-
lebihan ataupun mengandung unsur kemewahan. Hal ini dibuktikan oleh
penelitian dini eka putri dalam jurnalnya yang berjudul “Representasi

20
Ekawati Rahayu Ningsih, “Perilaku Konsumen: Pengembangan Konsep dan
Praktek Dalam Pemasaran”, (Kudus: Nora Media Enterprise, 2010), hal. 64- 66.
21
Depdikbud, “Kamus Besar Bahasa Indonesia” (Jakarta: CV Media Pustaka, 1996).
22
A. Bazar Harahap, “Kamus Profesional Inggris-IndonesiaI-ndonesia-Inggris”
(Jakarta: Erlangga, 1991).
23
Rahmadila Putri dan Abdul Wasik, “Gaya Hidup Minimalis Sebagai Pengamalan
Ilmu Eskatologi Dalam Mengingat Hari Akhir dan Akhirat”. Abrahamic Religions: Jurnal
Studi Agama-Agama Vol. 2, No. 2 September 2022, hal 158-169
Budaya Konsumendi Komunitas Minimalis Lyfe With Less (LWL)”, dimana
anggota dari LWL ini sebelum iya menjalani gaya hidup minimalis, ia pernah
mencoba bunuh diri diakibatkan pasangannya yang matre, ia juga sering
terobsesi dengan barang bandred, tidak peduli dengan lingkungan, boros
dalam berbelanja. Namun setelah ia bergabung dalam komunitas LWL yang
menjalani hidup minimalis ini, dan ia pun menerapkan gaya hidup minimalis
ini, ia menjadi lebih fokus kepada kesehatan mental dan fisiknya, berusaha
membangun hubungan yang sehat, meningkatnya kespiritualan, lebih rajin
menabung dan berinvestasi, dan peduli terhadap lingkungan dengan memilah
dan membuang sampah pada tempatnya. 24 Sehingga bisa terlihat dari
penelitian itu adanya perubahan sikap dan atmosfer si subjek dari yang
“sebelum bergaya hidup minimalis” ke “sesudah menerapkan gaya hidup
minimalis”, yaitu dimana kebanyakan dari sikap sebelumnya dari si subjek,
berdampak pada timbulnya tingkat stress yang tinggi, tapi setelah ia
menanamkan konsep minimalis dalam kehidupannya, ia menjadi lebih
bersikap positif dengan penuh rasa bersyukur dan peduli terhadap hal kecil
dan lingkungannya.

Hidup Minimalis Sebagai Implementasi Dari Menjaga Keharmonisan


Hidup Manusia Dan Alam
Lingkungan merupakan bagian dari integritas kehidupan manusia.
Dengan begitu, manusia memiliki kewajiban untuk menjaga, menghargai,
dan tidak merusaknya. Karena lingkungan memiliki nilai terhadap dirinya
sendiri. Secara sederhana disebutkan bahwa lingkungan hidup adalah suatu
sistem kehidupan dimana terdapat campur tangaan manusia terhadap tatanan

24
Dini Eka Putri, “Representasi Budaya Konsumendi Komunitas Minimalis Lyfe
With Less (LWL)”, Jurnal Ilmiah Dinamika Sosial, Volume 5 Nomor 2 2021, hal 270-276
ekosistem.25 Kemudia pengertian ini lebih diperincikan lagi dalam UU RI
No23 Tahun 1997 tentang pengelolaan lingkungan hidup pada Bab 1 pasal 1
yang berbunyi bahwa “lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan
semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan
perilakunya yang mempengaruhi kelangsungan peri kehidupan dan
kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain”.26 Dari pengertian yang
telah dipaparkan diatas menunjukan bahwa manusia di bumi ini tidak hidup
sendirian akan tetapi berkaitan erat secara bersama dengan makhluk lain
seperti tumbuh-tumbuhan, hewan dan mikroorganisme lainnya.
Jika dikaji melalui pendekatan agama juga memiliki hal yang sama
bahwa antara manusia dan alam semesta sangat memiliki keterkaitan yang
erat. Hal ini termaktub dalam kitab suci Al-Qur’an surah Al- Hijr ayat 21-22
sebagai berikut:

ِ ‫﴾ َواَْر َس ْلنَا‬١٢﴿‫َواِ ْن ِّم ْن َشي ٍء اِاَّل ِعْن َد ََن َخَ ۤزا ِٕىنُو َوَما نُنَ ِّزلُو اِاَّل بَِق َد ٍر ام ْعلُ ْوٍم‬
‫الرٰي َح‬
ّ ُۚ ْ
ِ ِ ۤ ِ ۤ ِ ِ
﴾١١﴿‫ي‬ َ ْ ‫لََواق َح فَاَنْ َزلْنَا م َن ال اس َماء َماءً فَاَ ْس َقْي ٰن ُك ُم ْوهُ َوَمآ اَنْتُ ْم لَو ِٰب ِزن‬
Artinya: “21. Dan tidak ada sesuatu pun, melainkan pada sisi Kamilah
khazanahnya; Kami tidak menurunkannya melainkan dengan ukuran
tertentu. 22. Dan Kami telah meniupkan angin untuk mengawinkan dan
Kami turunkan hujan dari langit, lalu Kami beri minum kamu dengan (air)
itu, dan bukanlah kamu yang menyimpannya.”

Menurut Ar-Razi dalam tafsirnya menjelaskan Ayat 21 Surah al-Hijr ini


bahwa segala sesuatu yang ada di jagat raya ini, di langit dan di bumi, adalah
ciptaan Allah yang diciptakan untuk tujuan tertentu, bukan tercipta secara
sia-sia. Semua tercakup dalam khazanah atau simpanan perbendaharaan
25
Moh.Soerjani. Dkk, “Lingkungan: Sumber Daya Alam dan Kependudukan Dalam
Pembangunan”, (Jakarta: UI Press, 1987), hal 3.
26
BAPEDAL, “Undang-Undang RI No.23 Th 1997 Tentang Pengelolaan
Lingkungan Hidup”, (Jakarta: Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup/BAPEDAL ,
1997), hal 3
Allah. Ciptaan Allah ini telah ditetapkan sesuai dengan kehendak dan
kebijaksanaan-Nya secara terukur.27 Dalam ayat ini dicontohkan dengan
Hujan misalnya, Allah turunkan kadar curah hujan dengan ukuran yang tepat.
Kemudia pada ayat 22 diterangkan bahwa di antara nikmat yang ada pada
khazanah Allah adalah air, angin, pembuahan dan lain-lain. Allah
menghembuskan angin di permukaan bumi dan menciptakan pembuahan
bagi tumbuh-tumbuhan dengan menyirami serbuk sari yang dibawa angin
yang sampai pada putik bunga lainnya sehingga terjadilah pembuahan pada
bunga itu. Angin juga membawa awan dari satu tempat ke tempat lain
sehingga terjadi hujan pada berbagai permukaan bumi untuk memenuhi
kebutuhan manusia, hewan, dan tumbuh-tumbuhan, serta agar air itu dapat
dimanfaatkan dalam beberapa waktu lamanya.28 Jadi, dari pemaparan
penafsiran ayat-ayat diatas menunjukkan bahwa semua ciptaan Allah yang
beraneka ragam ini selalu berinteraksi secara harmonis. Semua terjadi secara
terukur dan dalam keadaan seimbang. Semuanya menunjukkan keteraturan
dan kesempurnaan ciptaan Allah tanpa ada cacat sedikitpun. Oleh karena itu,
Al-Qur'an seringkali memerintahkan manusia untuk merenungi dan
mengambil pelajaran dari keharmonisan dan keseimbangan jagat raya
bersama ekosistem yang Allah ciptakan.
Sampai saat ini, bumi telah berusia jutaan ribu tahun lamanya, maka dari
itu pastilah bumi melakukan perubahan secara berkala, baik perubahan alami
maupun yang dilakukan oleh manusia. Perubahan demi perubahan yang
dilakukan oleh manusia ini mulai berdampak buruk pada lingkungan karena
tidak adanya kontrol pemanfaatan secara tepat. Dari sudut pandang dikotomis
menyatakan bahwa alam sebagai bagian terpisah dari manusia, dan paham

27
Fakhruddin Ar-Razi, “Tafsir Fakhrurrazi al - Musytahar bi at-Tafsir al-Kabir
wa Mafatih al-Ghaib, Vol. 6”, (Beirut: Dar al-Fikr, 1993), hal 297
28
Tim Penyusun Tafsir Ilmi, “Penciptaan Bumi Dalam Perspektif Al-Qur’an Dan
Sains”, (Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an, 2010), hal 10
antroposentris menganggap manusia merupakan pusat dari sistem alam, dapat
menyebabkan perilaku eksploitatif bagi manusia dan tidak bertanggung
jawab terhadap lingkungan.29 Berbagai bencana muncul silih berganti akibat
kerusakan ekologi yang dilakukan manusia dengan mengeksploitasi
lingkungan tanpa mempertimbangkan kelestarian dan keseimbangannya.
Manusia sebagai khalifah di bumi yang diberi amanah untuk mengkonservasi
lingkungan, justru menjadi aktor utama dan menduduki posisi sentral pada
kerusakan lingkungan. Dengan ambisius keserakahannya, manusia
mengeksploitasi alam secara habis-habisan tanpa menjadikannya sebagai
objek nilai ekonomi dan kebutuhan hidup pragmatis. Selain itu, pengaruh
paham materialisme dan kapitalisme serta pemanfaatan IT (informasi
teknologi) yang tidak tepat guna dan tidak ramah lingkungan juga ikut andil
terhadap rusaknya lingkungan yang semakin masif.30
Di dalam al-Qur’an, semua kerusakan lingkungan hidup baik dari faktor
internal maupun eksternal tidak lain merupakan akibat dari ulah dan
keserakahan manusia dengan cara mengeksploitasi alam lingkungan secara
habis-habisan. Oleh karena itu, sejak awal Allah telah merekam akan adanya
akibat ulah manusia tersebut, sebagaimana tercantum dalam Q.S. al-Rum
ayat 41:

‫ض الا ِذ ْي‬ ِ ِ ِ ‫ظَهر الْ َفساد ِِف الْب ِر والْبح ِر ِِبا َكسبت اَي ِدى الن‬
َ ‫ااس ليُذيْ َق ُه ْم بَ ْع‬ ْ ْ َ َ َ ْ َ َ َّ ُ َ ََ
﴾١٢﴿ ‫َع ِملُ ْوا لَ َعلا ُه ْم يَ ْرِجعُ ْو َن‬

Artinya: “Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan


karena perbuatan tangan manusia; Allah menghendaki agar mereka

29
Wisnu Arya Wardhana, Dampak Pencemaran Lingkungan, (Yogyakarta: Andi
Offset, 1995), hal. 16.
30
Muhammad Harfin Zuhdi, Rekonstruksi Fiqh al-Bi>ah Berbasis Maslahah: Solusi
Islam Terhadap Krisis Lingkungan, sdalam Jurnal Istinbath, Vol 14, No. 1, (Juli 2015), hal.
43.
merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali
(ke jalan yang benar).”

Pada ayat ini, kata fasa>d digunakan untuk menunjuk pada hal-hal yang
menyangkut kerusakan. Kata fasa>d menurut al-As}faha>ni> adalah keluarnya
sesuatu dari keseimbangan baik sedikit atau banyak. Kata ini bisa merujuk
pada hal-hal yang menyangkut jasmani dan rohani serta hal-hal lain yang bisa
dikaitkan dengan kata tersebut. Antonim dari kata fasa>d adalah al-s}ala>h} yang
berarti berguna atau manfaat.31 Sementara Quraish Shihab menjelaskannya
dengan arti sesuatu yang bisa mengarah pada pembunuhan, perampokan, dan
gangguan keamanan.32 Ibn Katsi>r dalam kitab tafsirnya, menjelaskan ayat ini
sebagai petunjuk tentang berkurangnya hasil tanam-tanaman dan buah-
buahan. Hal ini dikarenakan banyak perbuatan maksiat yang dikerjakan oleh
para penghuninya, yakni manusia. Ibn Katsi>r menambahkan pendapat Abu>
al- ‘A<liyah, bahwa barang siapa yang berbuat durhaka kepada Allah di bumi,
berarti dia telah berbuat kerusakan di bumi, karena terpeliharanya kelestarian
bumi dan langit adalah dengan ketaatan.33
Berbeda dengan Ibn Katsi>r, al-Mara>ghi> memberi pendapat bahwa
munculnya berbagai kerusakan di dunia ini sebagai akibat dari peperangan
dan penyerbuan yang dilakukan pada setiap pasukan-pasukan, pesawat-
pesawat terbang, kapal-kapal perang dan kapal-kapal selam. Ungkapan ini
tidak lain karena akibat dari apa yang dilakukan oleh manusia itu sendiri
yang berupa kedzaliman yang merusak, sehingga terjadi kepincangan dan

31
Abu> al-Qa>sim al-Ra>ghib al-As}faha>ni>, al-Mufrada>t fi> Ghari>b al-Qur’a>n, (Beirut: Da>r
al-Ma’rifah, t.th), hal. 379.
32
M. Quraish Shihab, Tafsi>r al-Mis}ba>h: Pesan, Kesan dan Keselarasan al-Qur’an, Juz
XI, (Jakarta: Lentera Hati, 2001), hal. 76.
33
Al-Imam Abul Fida Isma’il Ibnu Katsir ad-Dimasyqi, “Terjemah Tafsir Ibnu Katsir
juz 4”, (Bandung: Sinar Baru al-Gensindo, 2002), hal 287.
ketidakseimbangan dalam sistem kerja alam.34 Dengan berdasar pada ayat
dan beberapa penafsiran di atas penulis menyimpulkan bahwa kerusakan fisik
alam (ekologi) dan sistem (ekosistem) terjadi akibat ulah manusia sendiri
yang tidak memperhatikan konservasi lingkunga baik secara langsung seperti
penebangan pohon dan perburuan ilegal, atau membuang sampah
sembarangan, maupun secara tidak langsung seperti seperti perilaku nonn-
fisik seperti kemusyrikan, kedzaliman, berlkebih-lebihan (israf), kefasikan
atau segala bentuk kemaksiatan atau perbuatan negatif lainnya yang
dilakukan oleh manusia. Sehingga hal ini menimbulkan terjadinya krisis
lingkungan35.
segelintir orang mulai sadar akan bahayanya dampak yang ditimbulkan
dari adanya krisis lingkungan ini, sehingga untuk mengatasi akibat yang
ditimbulkan mereka lebih memilih untuk hidup sederhana dan tidak berlebih
lebihan, sehingga mereka bisa menjalani hidup dengan penuh ketenangan.
Hidup sederhana yang dimaksud pada zaman sekarang ini lebih dikenal
dengan istilah sebutan hidup minimalis. Minimalisme adalah salah satu
bentuk spesifik dalam Voluntary Simplicity, yaitu istilah umum dari berbagai
bentuk gaya hidup non-materialistis yang menolak konsumsi secara

34
Ah}mad Must}afa> al-Mara>ghi>, Tafsi>r al-Mara>ghi>, Juz 21, (Mesir: Maktabah, 1946),
hal. 55.
35
Krisis lingkungan berakar dari dua kata yaitu “krisis” dan “lingkungan”. Krisis
dalam kamus besar bahasa Indonesia memiliki beberapa arti, diantaranya: keadaan yang
berbahaya, keadaan yang genting dan keadaan suram.
https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/krisis. (diakses pada Senin, 26 Desember 2022, pukul
12.15 WIB). Selanjutnya dalam penelitian ini yang dimaksud dengan lingkungan adalah
lingkungan hidup. Dari dua pengertian diatas krisis lingkungan dapat dartikan sebagai suatu
keadaan berbahaya bagi kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk
hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi alam itu sendiri. Istilah lain
yang mendekati istilah diatas adalah kerusakan lingkungan. Dalam undang-undang,
kerusakan lingkungan diberi pengertian perubahan langsung dan atau tidak langsung
terhadap sifat fisik, kimia, dan atau hayati lingkungan hidup yang melampaui kriteria baku
kerusakan lingkungan hidup. https://www.bphn.go.id/data/documents/97uu023.pdf (diakses
pada Senin, 26 Desember 2022, pukul 12.18 WIB).
berlebihan.36 Menurut Fields Millburn & Nicodemus, minimalisme adalah
alat yang dapat membantu anda menemukan kebebasan. Artinya bebas dari
rasa takut, kekhawatiran, kewalahan, bebas dari rasa bersalah, bebas dari
depresi, bebas dari perangkap budaya konsumen yang dibangun oleh
masyarakat, itu semua merupakan kebebasan yang nyata.37 Sedangkan
menurut Wright minimalisme adalah tentang mengatur ulang prioritas anda,
sehingga anda dapat menyingkirkan barang-barang yang tidak perlu, serta
menyingkirkan ide-ide, hubungan, dan kegiatan yang tidak memberikan nilai
dalam kehidupan.38 Menurut Vannini & Taggart, minimalisme mengacu pada
penyederhanaan dari komplikasi pada kehidupan sehari-hari yang yang
bersifat tidak perlu dan tidak penting.39 Dengan demikian, dari beberapa
pengertian diatas semuanya menunjukan bahwa minimalisme secara sukarela
memilih untuk mengkonsumsi secukupnya, mendaur ulang dan melakukan
daur ulang, atau memilih bentuk kehidupan yang sederhana Kita hidup
dengan mementingkan kualitas daripada kuantitas, kita juga dituntut untuk
mengonsumsi barang ataupun produk secara lebih sedikit dari pada
sebelumnya, namun memanfaatkan sebanyak-banyaknya dari barang atau
produk itu. Selanjutnya, dalam menjalani gaya hidup minimalis seseorang
harus menahan nafsu dan gengsi, serta harus mampu membedakan mana
keinginan dan mana kebutuhan, sehingga dalam menjalani hidup, seorang
minimalis menjadi seorang yang tidak boros dan konsumtif terhadap sesuatu.

36
Kala, Galcanova, & Pelikan, Narratives and practices of voluntary simplicity in the
Czech post-socialist context, Journal Czech Sociological Review, No 53, 2017, hal 833–
855.
37
Fields Millburn & Nicodemus, “Minimalism – live a meaningful life” Diakses pada
27 Desember 2022, dari https://www.theminimalists.com/lml/
38
Wright, C, “Minimalism Explained”, Diakses Pada Tanggal 25 Desember 2020
Dari Http://Exilelifestyle.Com/Minimalismexplained/
39
Anikki Reynara, “Retorika Visual Tentang Gaya Hidup Minimalis pada Akun Media
Sosial Instagram Konsultan Keuangan @Jouska_Id”, Skripsi, (Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Universitas Brawijaya Malang 2020), hal 29
Didalam ajaran agama Islam sendiri gaya hidup minimalis dipandang
sebagai gaya hidup yang tidak berlebihan, mensyukuri rezeki yang sudah
ditetapkan dan diberikan Allah kepada kita, serta tidak menghambur-
hamburkan rezeki yang ada atau tidak hidup dengan boros.40 Namun, bukan
berarti islam melarang untuk membelanjakan sesuatu yang kita miliki, hanya
saja membatasi sesuai dengan kebutuhan dan keperluan yang secukupnya.
Seperti yang termaktub dalam QS al-An’am ayat 141:

‫ع ُمُْتَلِ ًفا اُ ُكلُو‬


َ ‫اخ َل َوالازْر‬
ٍ ٍ ٍ
ْ ‫ي اَنْ َشاَ َج ٰنّت ام ْع ُرْو ٰشت او َغْي َر َم ْع ُرْو ٰشت اوالن‬ ْٓ ‫َوُى َو الا ِذ‬
‫الراما َن ُمتَ َش ِاِبًا او َغْي َر ُمتَ َشابٍِو ُكلُ ْوا ِم ْن ََثَِره اِ َذآ اََْثََر َواٰتُ ْوا َح اقو يَ ْوَم‬ ُّ ‫َوالازيْتُ ْو َن َو‬
﴾٢١٢﴿ ‫ي‬ ِ ُّ ُُِ ‫ص ِاده َوََّل تُ ْس ِرفُ ْوا اِناو ََّل‬
َ ْ ‫ ُّ الْ ُم ْس ِرف‬ َ ‫َح‬
Artinya: “Dan Dialah yang menjadikan tanaman-tanaman yang
merambat dan yang tidak merambat, pohon kurma, tanaman yang beraneka
ragam rasanya, zaitun dan delima yang serupa (bentuk dan warnanya) dan
tidak serupa (rasanya). Makanlah buahnya apabila ia berbuah dan
berikanlah haknya (zakatnya) pada waktu memetik hasilnya, tapi janganlah
berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang
berlebihan”
Ayat diatas memerintahkan untuk memakan apapun yang sudah Allah
karunniakan untuk manusia, namun pada akhir ayat tersebut juga terdapat
larangan untuk tidak berlebihan dalam memakannya. Bukan hanya sekedar
makan yang minum saja yang tidak diperbolehkan untuk berlebih-lebihan,
namun dalam konteks ayat ini dimaksudkan pada segala keduniawian yang
bersifat material namun bersifat fana ini kita juga tak boleh berlebih-lebihan
dan bermewah-mewahan. Karena jika kita melakukan sesuatu secara
berlebihan maka akan memuncukan dampak yang negatif yang tidak hanya
untuk individu saja tetapi untuk lingkungan disekitar kita, sehingga tidak
terjadi keseimbangan antara individu dengan yang lainnya karena dampak

40
Rahmadila Putri dan Abdul Wasik, “Gaya Hidup Minimalis, …., hal 158-169
yang diberikan amatlah besar. Oleh sebab itu, gaya hidup minimalis tidak
hanya merupakan tren yang sangat positif yang digemari generasi muda dan
milennial saja, akan tetapi dari sedikit demi sedikit orang yang menjalankan
tren gaya hidup minimalis ini secara tidak langsung akan mampu
mengembalikan dunia dari permasalahan krisis lingkungan yang sedang
terjadi sehingga menciptakan keselarasan dan keharmonisan hidup antara
manusia sebagai penggerak dan alam sebagai yang digerakkan.

Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan diatas penulis menarik sebuah kesimpulan


mengenai gaya hhidup minimalis sebagai implementasi dari keseimbangan
antara sains dan agama dalam mencapai keharmonisan hidup manusia dan
alam bahwasannya antara sains dan agama sama-sama dibawa untuk
kebutuhan tertentu, khususnya untuk menjawab berbagai kesulitan yang
umumnya dihadapi orang dalam realitas mereka dan bermuara pada satu
tujuan yaitu untuk mencapai nilai-nilai kebaikan. Dengan adanya
pengamalan tren pola hidup minimalis sebagai ilmu dan anjuran-anjuran
agama sebagai upaya untuk mendorong penganutnya melakukan kegiatan
tidak berlebih-lebihan dalam menggunakan segala sesuatu maka keduanya
sama-sama memiliki nilai nilai kebaikan yang hendak dituju yakni menjaga
lingkungan hidup agar tetap seimbang dan selaras, sehingga tercipta
keharmonisan hidup antara manusia dan alam sekitarnya.
Referensi
ad-Dimasyqi, Al-Imam Abul Fida Isma’il Ibnu Katsir. 2002. “Terjemah
Tafsir Ibnu Katsir juz 4”. Bandung: Sinar Baru al-Gensindo

al-As}faha>ni>, Abu> al-Qa>sim al-Ra>ghib.t,th. ‚al-Mufrada>t fi> Ghari>b al-


Qur’a>n‛. Beirut: Da>r al-Ma’rifah

Anas, Moh. 2012. “Kritik Hossein Nasr Atas Problem Sains Dan Modernitas
dalam Kalam”. Jurnal Studi Agama dan Pemikiran Islam. Vol 6. No 1

Depdikbud. 1996. “Kamus Besar Bahasa Indonesia”. Jakarta: CV Media


Pustaka

Erwarti. 2013. “Upaya Pelestarian Lingkungan Hidup Melalui Pendidikan


Islam”. Surakarta: Pustaka Pelajar

Faizin. 2017. “Integrasi Agama Dan Sains Dalam Tafsir Ilmi Kementerian
Agama Ri”. Jurnal Ushuluddin Vol. 25 No.1

Hadikusuma, Wira. 2017. “Mendialogkan Sains Dan Agama Dalam Upaya


Resolusi Konflik”. Jurnal Ilmiah Syi’ar 17. No. 1.

Harahap, A.Bazar. 1991. “Kamus Profesional Inggris-IndonesiaI-ndonesia-


Inggris”. Jakarta: Erlangga.

Hasan, M. Iqbal. 2002. “Pokok-pokok Materi Metodologi Penelitian dan


Aplikasi”. Jakarta: Ghalia Indonesia

Keller. Kotler. 2012. “Manajemen Pemasaran”. Jakarta: Erlangga.

Keraf, A. Sonny. 2010. “Etika Lingkungan Hidup”, Jakarta: Kompas

Kresdianto, Dwi. 2014. “Hubungan Gaya Hidup Hedonis Dengan Perilaku


Konsumtif Fashion Pakaian pada mahasiswa di Fakultas Psikologi UIN
Maliki Malang”. Skripsi. Fakultas Psikologi UIN Maulana Malik
Ibrahim, Malang,

Ma’rifah, Indriyani. 2013. “Islam Dan Sains Modern: Meneropong


Signifikansi Agama Dan Etika Bagi Sains”. Geneva: Globethics.net
Nasr, seyyed Hossein. 1970. “Science and Civilization in Islam”. New York:
New American Library

Nasr, Seyyed Hossein. 1996. “Religion and the Order of Natur”. New York:
Oxford University Press.

Ningsih, Ekawati Rahayu. 2010 “Perilaku Konsumen: Pengembangan


Konsep dan Praktek Dalam Pemasaran”. Kudus: Nora Media
Enterpris

Saifulloh, Ahmad Munir. 2017. “Telaah Korelasi Sains dan Agama dalam
Paradigma Islam”. Jurnal Tarbiyatuna 10. No. 2

Shihab, M. Quraish. 2001. ‚Tafsi>r al-Mis}ba>h: Pesan, Kesan dan Keselarasan


al-Qur’an. Juz 6”. Jakarta: Lentera Hati.

Wasik, Abdul. Rahmadila Putri. 2022. “Gaya Hidup Minimalis Sebagai


Pengamalan Ilmu Eskatologi Dalam Mengingat Hari Akhir dan
Akhirat”. Abrahamic Religions: Jurnal Studi Agama-Agama Vol. 2,
No. 2

Yusuf, Ali Anwar. 2006. “Islam dan Sains Modern: Sentuhan Islam
Terhadap Berbagai Disiplin Ilmu”. Bandung: Pustaka Setia

Anda mungkin juga menyukai