Anda di halaman 1dari 20

Laporan Pendahuluan

A. Definsi
AIDS adalah singkatan dari Acquaried Immuno Defficiency Syndrome yaitu kumpulan
gejala penyakit yang disebabkan karena menurunnya system kekebalantubuh manusia. AIDS
disebabkan oleh virus yang bernama HIV (Immunedefficiency virus) yaitu virus yang
menyerang system kekebalan tubuh manusia. Seseorang yang terserang/terinfeksi HIV
dengan mudah dapat terserang penyakit lain Karena tubuh nya tidak lagi dapat melawan
serangan penyakit itu dan akhirnya akan meninggal.

B. Perkembangan AIDS
1. Perkembangan AIDS di Dunia
AIDS telah menyebar cukup cepat dalam dua decade ini terlihat dari perkiraan WHO
dibawah ini :

Tahun 1981 :+/-1000 kasus AIDS dan HIV + di 20 negara

Tahun 1992 : +/-11-12 juta kasus AIDS dan HIV+

-6% di Asia Tenggara

-60% di Afrika

-10% di Amerika Utara

-6% di Eropa

Tahun 2000 :+/- 60 juta kasus AIDS dan HIV+

-41% di Asia Tenggara

-36% di Afrika

-8% di Amerika

2. Perkembangan AIDS di Indonesia


a) Jumlah kumulatif AIDS/HIV+ menurut jenis kelamin (sampai dengan akhir
Maret 1995)

JENIS KELAMIN AIDS HIV (+) JUMLAH


Laki-laki 64 147 211

1
Perempuan 6 64 70
Tidak diketahui 0 7 7
Jumlah 79 218 288

b) Jumlah kumulatif kasus AIDS menurut factor resiko(sampai dengan akhir


Maret 1995)

FAKTOR RESIKO AIDS HIV (+) JUMLAH


Homo/biseksual 40 32 72
heteroseksual 14 163 167
I.D.U 1 2 3
Transfuse darah 2 0 2
Hemophilia 1 1 2
Tidak diketahui 12 30 42
Jumlah 70 218 288

C. Etiologi
AIDS disebabkan oleh suatu virus yang dinamakan HIV (Human Immunodeficiency
Virus) yaitu virus yang menyerang kekebalan tubuh manusia. AIDS merupakan fase terakhir
dari perjalanan panjang infeksi HIV. Hingga kini mekanisme kerja HIV di dalam tubuh
manusia terus diteliti. Namun secara umum diketahui bahwa HIV menyerang sel-sel
darahkekebalan tubuh, yang tugasnya adalah menangkal infeksi, yaitu sel darah putih
bernama limfosit yang disebut “sel T-4,” “Sel T-penolong” (T-helper) atau “sel CD-4”. HIV
tergolong dalam kelompok retrovirus, karena kemampuaanya mengcopy cetak biru materi
genetik mereka di dalam materi genetik sel-sel manusia yang ditumpangi. Dengan proses ini
HIV dapat mematikan sel-sel T-4.
Pada tahap tertentu setelah infeksi HIV berlangsung beberapa tahun jumlah HIV sudah
sedemikian banyaknya sementara jumlah sel T-4 menjadi amat sedikit. Semakin rendah
jumlah sel T-4, semakin rusak fungsi system kekebalan tubuh. Berarti penyakit-penyakit
yang tadinya tidak menyebabkan kelainan yang serius pada orang yang mempunyai system
kekebalan yang sehat, seperti: cacingan,jamuran dan herpes,akan berkembang dengan parah.
Hal ini disebut “penurunan system kekebalan tubuh” (immune deficiency). Orang tersebut
akan mulai menampakkan gejala-gejala AIDS dan kondisinya akan terus memburuk hingga
ajal mencemputnya.

D. Manifestasi Klinis

Gejala AIDS yang awal cukup umum, karena itu AIDS seringkali dikacaukan dengan
penyakit lain, terutama tuberkulosa (TBC). AIDS dan TBC kedua-duanya mempunyai gejala

2
penurunan berat badan, demam kronis, batuk, dan pembengkakan kelenjar getah bening.
Apalagi banyak penderita AIDS juga akan sakit dengan TBC. Penyakit syaraf, terutama
depresi juga bisa dikacaukan dengan gejala-gejala penyakit yan terkait dengan AIDS.

Dengan alasan-alasan diatas WHO (World Health Organization) bekerja sama dengan
CDC ( Central Desease Control) Amerika Serikat mencoba membuat klasifikasi gejala AIDS
untuk dipakai dalam diagnose AIDS. Gejala-gejala minor yang mungkin akan timbul adalah:

1. Batuk kronis selama lebih atau satu bulan.


2. Bercak-bercak gatal di beberapa bagian tubuh.
3. Munculnya herpes zoster berulang.
4. Infeksi pada mulut dan tenggorokan yang disebabkan oleh jamur Candida Albicans.
5. Herpes simpleks kronis, berkembang dan bertambah banyak.
6. Pembengkakan kelenjar getah bening yang menetap diseluruh tubuh (persistent
generalized lymphadenophaty/PGL).

Pada saat system kekebalan tubuh semakin menurun mungkin pula akan timbul
gejala-gejala mayor seperti:

1. Penurunan berat badan lebih dari 10% dalam 3 bulan.


2. Demam berkepanjangan lebih dari satu bulan.
3. Diare kronis lebih dari satu bulan baik berulang atau terus menerus.

E. Patofisiologi
Sel T dan makrofag serta sel dendritik / langerhans ( sel imun ) adalah sel-sel yang terinfeksi
Human Immunodeficiency Virus ( HIV ) dan terkonsentrasi dikelenjar limfe, limpa dan
sumsum tulang. Human Immunodeficiency Virus ( HIV ) menginfeksi sel lewat pengikatan
dengan protein perifer CD 4, dengan bagian virus yang bersesuaian yaitu antigen grup 120.
Pada saat sel T4 terinfeksi dan ikut dalam respon imun, maka Human Immunodeficiency
Virus ( HIV ) menginfeksi sel lain dengan meningkatkan reproduksi dan banyaknya kematian
sel T4 yang juga dipengaruhi respon imun sel killer penjamu, dalam usaha mengeliminasi
virus dan sel yang terinfeksi.
Virus HIV dengan suatu enzim, reverse transkriptase, yang akan melakukan pemograman
ulang materi genetik dari sel T4 yang terinfeksi untuk membuat double-stranded DNA. DNA
ini akan disatukan kedalam nukleus sel T4 sebagai sebuah provirus dan kemudian terjadi
infeksi yang permanen. Enzim inilah yang membuat sel T4 helper tidak dapat mengenali
virus HIV sebagai antigen. Sehingga keberadaan virus HIV didalam tubuh tidak dihancurkan
oleh sel T4 helper. Kebalikannya, virus HIV yang menghancurkan sel T4 helper. Fungsi dari
sel T4 helper adalah mengenali antigen yang asing, mengaktifkan limfosit B yang
memproduksi antibodi, menstimulasi limfosit T sitotoksit, memproduksi limfokin, dan
mempertahankan tubuh terhadap infeksi parasit. Kalau fungsi sel T4 helper terganggu,

3
mikroorganisme yang biasanya tidak menimbulkan penyakit akan memiliki kesempatan
untuk menginvasi dan menyebabkan penyakit yang serius.

Dengan menurunya jumlah sel T4, maka system imun seluler makin lemah secara progresif.
Diikuti berkurangnya fungsi sel B dan makrofag dan menurunnya fungsi sel T penolong.
Seseorang yang terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV ) dapat tetap tidak
memperlihatkan gejala (asimptomatik) selama bertahun-tahun. Selama waktu ini, jumlah sel
T4 dapat berkurang dari sekitar 1000 sel perml darah sebelum infeksi mencapai sekitar 200-
300 per ml darah, 2-3 tahun setelah infeksi.

Sewaktu sel T4 mencapai kadar ini, gejala-gejala infeksi ( herpes zoster dan jamur
oportunistik ) muncul, Jumlah T4 kemudian menurun akibat timbulnya penyakit baru akan
menyebabkan virus berproliferasi. Akhirnya terjadi infeksi yang parah. Seorang didiagnosis
mengidap AIDS apabila jumlah sel T4 jatuh dibawah 200 sel per ml darah, atau apabila
terjadi infeksi opurtunistik, kanker atau dimensia AIDS.

F. Penularan

Ada tiga kondisi yang diperlukan untuk terjadi penularan HIV pada seorang yang
belum berinteraksi, yaitu:

1. HIV harus masuk langsung kealiran darah. Perlu diingat bahwa HIV sangat rapuh dan
cepat mati diluar tubuh manusia. Virus ini juga sensitive sekali terhadap panas dan tidak
kuat hidup pada suhu diatas 600 C.
2. Untuk tertular seharusnya ada konsentrasi HIV cukup tinggi. Dibawah konsentrasi
tertentu tubuh manusia dapat mengeluarkan HIV yang masuk sehingga infeksi tidak akan
terjadi. Walaupaun HIV dapat ditemukan pada cairan tubuh seperti keringat, ludah, air
mata. Tetapi konsentrasi HIV pada cairan-cairan tersebut tidak cukup tinggi untuk dapat
menularkan HIV.
3. Cairan yang terbukti dapat menularkan HIV hanyalah darah, cairan sperma dan cairan
vagina. Penularan akan terjadi jika salah satu dari ketiga cairan yang telah tercemar oleh
HIV masuk kedalam aliran darah seorang.

Penularan dapat terjadi pada pasangan heteroseks maupun homoseks. Baik dari laki-
laki ke perempuan, perempuan ke laki-laki maupun laki-laki ke laki-laki,
penularan kepada seorang laki-laki dapat terjadi karna pada bagian penis
seseorang laki-laki dalam hubungan seksual panetratif (dimasukkan), kemungkinan
akan terjadi luka-luka kecil/lecet yang mungkin saja tidak kelihatan sepintas
oleh mata.seorang akan tertular bila cairan yang telah mengandung HIV (cairan
vagina,sperma atau darah) masuk keluka tersebut atau kemungkinan yang lain adalah

4
melalui membran mukosa yang terdapat pada saluran kencing pada penis. Pada wanita
dapat ketularan karena cairan yang mengandung HIV dapat masuk melalui bagian
dalam vagina yang dilapisi membrana mukosa (selaput lendir) yang berhubungan erat
dengan pembuluh darah.

Penularan melalui anal/dubur dapat terjadi karena cairan yang mengandung HIV
dapat masuk kedalam pembuluh darah yang banyak terdapat didaerah anus/dubur yang
mungkin pecah ketika terjadi panetrasi.

 Transfusi darah yang tercemar HIV.


 Menggunakan jarum suntik,tindik,tato atau alat lain yang dapat menimbulkan
luka yang telah tercemar HIV secara bersama-sama dan tidak disterilkan.
 Dari ibu hamil yang terinfeksi HIV pada anak yang dikandungnya.

AIDS Tidak Menular Lewat:

 Bersentuhan,bersenggolan,bersalaman,berpelukan,berciuman dengan penderita


AIDS
 Menggunakan bersama peralatan makan (sendok,gelas,dll)dengan penderita AIDS
 Gigitan nyamuk
 Terkena keringat,airmata,ludah penderita AIDS
 Berenang bersama penderita AIDS
G. Pencegahan Penularan

Untuk mencegah resiko penularan HIV maka dapat melakukan cara-cara berikut, antara lain:

1. Bagi yang belum aktif melakukan kegiatan seksual:


Tidak melakukan hubungan seks sama sekali
2. Bagi yang sudah melakukan kegiatan seksual:
a) Hubungan seks mitra tunggal
b) Mengurangi mitra seks
c) Menggunakan kondom
d) Segera mengobati PMS (kalau ada)
3. Hanya melakukan tranfusi darah yang bebas HIV
4. Mensterilkan alat-alat yang dapat menularkan (jarum suntik, tindik, pisau cukur, tatto,
dll)
5. Ibu yang ber-HIV perlu mempertimbangkan lagi untuk hamil.

Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan terhadap perkembangan HIV+/AIDS di Indonesia:

5
1. Industri seks yang luas
2. Pravelensi penyakit kelamin yang tinggi
3. Tingkat pemakaian kondom yang rendah
4. Urbanisasi/migrasi penduduk yang tinggi
5. Peningkatan hubungan seks premarital dan ekstra marital yang cukup tinggi
6. Lalu lintas dari luar negeri yang bebas
7. Praktek injeksi dan sterilisasi yang kurang memenuhi persyaratan.

H. Penatalaksanaan
Belum ada penyembuhan untuk AIDS, jadi perlu dilakukan pencegahan Human
Immunodeficiency Virus (HIV) untuk mencegah terpajannya Human Immunodeficiency
Virus (HIV), bisa dilakukan dengan :
1. Melakukan abstinensi seks / melakukan hubungan kelamin dengan pasangan yang tidak
terinfeksi.
2. Memeriksa adanya virus paling lambat 6 bulan setelah hubungan seks terakhir yang tidak
terlindungi.
3. Menggunakan pelindung jika berhubungan dengan orang yang tidak jelas status Human
Immunodeficiency Virus (HIV) nya.
4. Tidak bertukar jarum suntik,jarum tato, dan sebagainya.
5. Mencegah infeksi kejanin / bayi baru lahir.

Apabila terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV), maka terapinya yaitu :

1. Pengendalian Infeksi Opurtunistik


Bertujuan menghilangkan, mengendalikan, dan pemulihan infeksi opurtunistik,
nasokomial, atau sepsis. Tindakan pengendalian infeksi yang aman untuk mencegah
kontaminasi bakteri dan komplikasi penyebab sepsis harus dipertahankan bagi pasien
dilingkungan perawatan kritis.
2. Terapi AZT (Azidotimidin)
Disetujui FDA (1987) untuk penggunaan obat antiviral AZT yang efektif terhadap AIDS,
obat ini menghambat replikasi antiviral Human Immunodeficiency Virus (HIV) dengan
menghambat enzim pembalik traskriptase. AZT tersedia untuk pasien AIDS yang jumlah
sel T4 nya <>3 . Sekarang, AZT tersedia untuk pasien dengan Human Immunodeficiency
Virus (HIV) positif asimptomatik dan sel T4 > 500 mm3
3. Terapi Antiviral Baru
Beberapa antiviral baru yang meningkatkan aktivitas system imun dengan menghambat
replikasi virus / memutuskan rantai reproduksi virus pada prosesnya. Obat-obat ini adalah
:
a. Didanosine
b. Ribavirin
c. Diedoxycytidine

6
d. Recombinant CD 4 dapat larut
4. Vaksin dan Rekonstruksi Virus
Upaya rekonstruksi imun dan vaksin dengan agen tersebut seperti interferon, maka
perawat unit khusus perawatan kritis dapat menggunakan keahlian dibidang proses
keperawatan dan penelitian untuk menunjang pemahaman dan keberhasilan terapi AIDS.
5. Pendidikan untuk menghindari alcohol dan obat terlarang, makan-makanan sehat, hindari
stress, gizi yang kurang, alcohol dan obat-obatan yang mengganggu fungsi imun.
6. Menghindari infeksi lain, karena infeksi itu dapat mengaktifkan sel T dan mempercepat
reflikasi Human Immunodeficiency Virus (HIV).

I. Pemeriksaan Diagnostik
Tes atau pemeriksaan laboratorium kini digunakan untuk mendiagnosis HIV dan memantau
perkembangan penyakit serta resposnya terhadap terapi pada orang yang terinfeksi HIV.
1. Tes antibody HIV
Ada tiga buah tes untuk memastikan adanya antibody terhadap HIV dan membantu
mendiagnosis infeksi HIV. Tes enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA)
mengidentifikasi antibody yang secara fisik ditujukan kepada virus HIV. Tes ELISA
tidak menegakkan diagnosis penyakit AIDS tetapi lebih menunjukkan bahwa seseorang
pernah terkena atau terinfeksi oleh virus HIV. Orang yang darahnya mengandung
antibody untuk HIV disebut sebagai orang yang seropositif. Pemriksaan Western blot
assay merupakan tes lainnya yang dapat mengenali antibody HIV dan digunakan untuk
memastikan seropositivitas seperti yang teridentifiksi lewat prosedur ELISA. Indirect
immunofluorescence assay (IFA) kini sedang digunakan oleh sebagian dokter sebagai
pengganti pemerikaan Western blot untuk memastikan seropositivitas. Tes lainnya, yaitu
radioimmunoprecipitation assay (RIPA), lebih mendeteksi protein HIV ketimbang
antibody.
2. Pelacakan HIV
Penentuan langsung keberadaan dan aktivtas virus HIV digunakan untuk melacak
perjalanan penyakit tersebut di samping menilai responsnya terhadap terapinya. Protein
inti virus disebut sebagai p24. Pemeriksaan p24 antigen capture assay sangat spesifik
untuk HIV-1.

7
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian keperawatan
1. Aktivitas/Istirahat

Gejala :

a) Mudah lelah, berkurangnya toleransi terhadap aktivitas biasanya, progresi


kelelahan/malaise.
b) Perubahan pola tidur.

Tanda :

a) Kelemahan otot, penurunan massa otot.


b) Respon fisiologis terhadap aktivitas seperti seperti perubahan terhadap TD,
frekuensi jantung dan pernapasan.

2. Sirkulasi

Gejala:

Proses penyembuhan luka yang lambat (bila anemia), perdarahan lama pada
cedera (jarang terjadi).

Tanda :

a) Takikardia, perubahan TD postural.


b) Menurunnya volume nadi perifer.
c) Pucat atau sianosis; perpanjangan pengisian kapiler.

3. Integritas Ego

Gejala :

8
a) Factor stress yang berhubungan dengan kehilangan, mis., dukungan keluarga,
hubungan dengan orang lain, penghasilan, gaya hidup tertentu, dan distress
spiritual.
b) Mengkuatirkan penampilan : alopesia, lesi cacat, dan penurunan berat badan.
c) Mengingkari diagnose, merasa tidak berdaya, putus asa, tidak berguna, rasa
bersalah, kehilangan control diri, dan depresi.

Tanda :

a) Mengingkari, cemas, depresi, takut, menarik diri.


b) Perilaku marah, postur tubuh mengelak, menangis dan kontak mata yang
kurang.
c) Gagal menempati janji atau banyak janji untuk periksa dan gejala yang sama.

4. Eliminasi

Gejala :

a) Diare yang intermiten, terus-menerus, sering dengan atau tanpa disertai kram
abdominal.
b) Nyeri panggul, rasa terbakar saat miksi.

Tanda :

a) Feses encer dengan atau tanpa disertai mucus atau darah.


b) Diare pekat dan sering.
c) Nyeri tekan abdominal.
d) Lesi atau abses rektal, perianal.
e) Perubahan dalam jumlah, warna dan karateristik urine.

5. Makanan/Cairan

Gejala :

a) Tidak nafsu makan, perubahan dalam kemampuan mengenali makan,


mual/muntah.
b) Disfagia, nyeri retrosternal saat menelan.
c) Penurunan BB yang cepat dan progresif.

Tanda :

9
a) Dapat menunjukkan adanya bising usus yang hiperaktif.
b) Penurunan BB : perawakan kurus, penurunan lemak subkuta/massa otot.
c) Turgor kulit buruk.
d) Lesi pada rongga mulut, adanya selaput putih dan perubahan warna.
e) Kesehatan gusi/gigi buruk, adanya gigi yang tanggal.
f) Edema (umum, dependen).

6. Hygiene

Gejala :

Tidak dapat menyelesaikan AKS.

Tanda :

a) Memperlihatkan penampilan yang tidak rapi.


b) Kekurangan dalam banyak atau semua perawatan diri, aktivitas perawatan
diri.

7. Neurosensosi

Gejala :

a) Pusing/pening, sakit kepala.


b) Perubahan status mental, kehilangan ketajaman atau kemampuan diri untuk
mengatasi masalah, tidak mampu mengingat atau konsentrasi menurun.
c) Kerusakan sensasi atau indra posisi dan getaran.
d) Kelemahan otot, tremor, dan perubahan ketajaman penglihatan.
e) Kebas, kesemutan pada ekstremitas (kaki tampak menunjukkan perubahan
paling awal).

Tanda :

a) Perubahan status mental dengan rentang antara kacau mental samapi


dimensia, lupa, konsentrasi buruk, tingkat kesadaran menurun, apatis,
retardasi psikomotor/respon melambat.
b) Ide paranoid, ansietas yang berkembang bebas, harapan yang tidak realistis.
c) Timbul refleks tidak normal, menurunnya kekuatan otot, dan gaya berjalan
ataksia.

10
d) Tremor pada motoric kasar/halus, menurunnya motoric fokalis; hemiparesis,
kejang.
e) Hemoragi retina dan eksudat (renitis CMV).

8. Nyeri/Kenyamanan

Gejala :

a) Nyeri umum atau local, sakit, rasa terbakar pada kaki.


b) Sakit kepala (keterlibatan SSP).
c) Nyeri dada pleuritis.

Tanda :

a) Pembengkakan pada sendi, nyeri pada kelenjar, dan nyeri tekan.


b) Penurunan rentang gerak, perubahan gaya berjalan atau pincang.
c) Gerak otot melindungi bagian bagian yang sakit.

9. Pernapasan

Gejala :

a) ISK sering, menetap.


b) Napas pendek yang progresif.
c) Batuk (sedang sampai parah), produktif/nonprodiktif sputum (tanda awal dari
adanya PCP mungkin batuk spasmodic saat napas dalam).
d) Bendungan atau sesak pada dada.

Tanda :

a) Takipnea, distress pernapasan.


b) Perubahan pada bunyi napas/ bunyi napas adventisius.
c) Sputum : Kuning (pada pneumonia yang menghasilkan sputum).

10. Keamanan

Gejala :

a) Riwayat jatuh, terbakar, pingsan, luka yang lambat proses penyambuhannya.


b) Riwayat menjalani tranfusi darah yang sering atau berulang ( mis.,
hemophilia, operasi vaskuler mayor, insiden traumatis).
c) Riwayat penyakit defisiensi imun, yakni tahap lanjut.
d) Riwayat /berulangnya infeksi dengan PHS.

11
e) Demam berulang; suhu rendah, peningkatan suhu intermiten/memuncak;
keringat malam.

Tanda :

a) Perubahan integritas kulit: terpotong, ruam., eczema, eksatem, psoriasis,


perubahan warna, perubahan warna/ukuran mola; mudah terjadi memar yang
tidak dapat dijelaskan sebabnya.
b) Rectum, luka-luka perianal atau abses.
c) Timbulnya nodul-nodul, pelebaran kelenjar limfe pada dua area tubuh atau
lebih (mis., leher, ketiak, paha).
d) Menurunnya kekuatan umum, tekanan otot, perubahan pada gaya berjalan.

11. Seksualitas

Gejala :

a) Riwayat perilaku beresiko tinggi yakni mengadakan hubungan seksual dengan


pasangan yang positif HIV, pasangan seksual multiple, aktivitas seksual yang
tidak terlindung, dan seks anal.
b) Menurunnya libido, terlalu sakit untuk melakukan hubungan seks.
c) Penggunaan kondom yang tidak konsisten.
d) Mengguanakan pil pencegah kehamilan (meningkatkan kerentanan terhadap
virus pada wanitayang diperkirakan dapat terpajan karena peningkatan
kekeringan/friabilitas vagina).

Tanda :

a) Kehamilan atau resiko terhadap hamil.


b) Genitalia: Manifestasi kulit (mis., herpes, kutil); rabas.

12. Interaksi Sosial

Gejala :

a) Masalah yang ditimbulkan oleh diagnosis, mis., kehilangan kerabat/orang


terdekat, teman, pendukung. Rasa takut untuk mengungkapkannya pada orang
lain, takut akan penolakan/kehilangan pendapatan.
b) Isolasi, kesepian, teman dekat atau pasangan seksual yang meninggal karena
AIDS.
c) Mempertanyakan kemampuan untuk tetap mandiri, tidak mampu membuat
rencana.

Tanda :

12
a) Perubahan pada interaksi keluarga/orang terdekat.
b) Aktivitas yang tak terorganisasi, perubahan penyusunan tujuan.

13. Penyuluhan/Pembelajaran

Gejala :

a) Kegagalan untuk mengikuti perawatan, melanjutkan perilaku beresiko tinggi


(mis., seksual atau penggunaan obat-obat IV).
b) Penggunaan/penyalahgunaan obat-obatan IV, saat ini merokok,
penyalahgunaan alcohol.

B. Diagnose Keperawatan
1. Diagnose HIV
a. Kerusakan , penyesuaian
b. Resiko tinggi terhadap perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
c. Kurang pengetahuan mengenai penyakit, prognosis, dan kebutuhan pengobatan

2. Diagnose AIDS
a. Resiko tinggi terhadap infeksi
b. perubahan membran mukosa oral
c. Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan
d. Resiko tinggi terhadap pola nafas tidak efektif
e. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
f. Nyeri akut/kronis
g. Resiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit
h. Resiko tinggi terhadap perubahan faktor pembekuan
i. Kelelahan
j. Perubahan proses piker
k. Ansietas
l. Isolasi sosial
m. Ketidakberdayaan
n. Kurang pengetahuan

C. Intervensi Keperawatan
1. Intervensi HIV
a. Dx 1 : Kerusakan penyesuaian
Kriteria hasil :
1) Menyatakan memahami proses penyakit

13
2) Mendemonstrasikan peningkatan rasa percaya dan partisipasi dalam
menggambarkan rencana tindakan
3) Melakukan perubahan gaya hidup yang akan memungkinkan adanya adaptasi
terhadap situasi kehidupan yang sekarang

Intervensi :

Intervensi Rasional
Mandiri Mandiri
1. Evaluasi kemampuan pasien untuk 1. Memberikan data dasar untuk
memahami kejadian dan situasi, dan mengemvbangkan rencana tindakan
menilai situasi secara realistis. 2. Penting untuk menyampaikan rasa
percaya dalam tentang pada rasa
2. dorong untuk mengungkapkan perasaan, takut/percaya pasien secara umum.
reaksi penolakan, syok dan rasa takut. Perkiraan masa depan berfokus pada
aspek-aspek negatif yang mungkin
3. Lawan pikiran – pikiran yang tidak terjadi.
wajar dan susun ke dalam pernyataan 3. Virus tersebut mungkin membunuh anda
pernyatan yang positif, mis., “anda tahu atau mungkin tidak demikian. Ini tidak
mengapa virus itu akan membunuh saya, cukup pandai untuk menentukan kapan
saya patut mati karena perbuatan saya.” anda akan meninggal
4. Hentikan pikiran tidak wajar dan lawan
4. Tentukan sumber – sumber atau ide ide pasien yang tidak menghargai diri
program - program yang ada sendiri
5. Perilaku adiktif, kemampuan obat-obat
5. Kaji sistem sosial serta adanya IV untuk mendapat “hasil” yang bersih,
dukungan, persepsi tentang kehilang, mitos mitos seksual, persepsi-persepsi
dan stesor tentangpenggunaan kondom dapat di
berikan.
6. Dorong pasien untuk berpartisipasi
6. Pas ngan, teman dan keluarga akan
dalam kelompok pendukung
memiliki respons –respons individual,
tergantung dari pnerima gayahidup orang
7. Dorong pasien untuk berpartisipasi
tersebut, pengetahuan tentang penularan
dalam kelompok pendukung
HIV, dan kepercayaan terhadap mitos
7. Dukungan jangka panjang pentinguntuk
8. Dorong pasien untuk berpartisipasi
menghadapi sesuatu dan koping secara
dalam kelompok pendukung
efektif dan realistis
9. Beri tahu pasien mengenai interaksi 8. Perilaku sosial mungkin di gunakan
antara obat-obatan, HIV dan emosional untuk mengekspresikan perawatan serta
merasa berhubungan dan kurang merasa
10. Dorong penggunaan kontinu dan kespian

14
pembaruan penggunaan strategi koping 9. Kelelahan dan depresi dapat menjadi
efektif yang di kenal efek samping dari obat-obatan sama
dengan infeksi itu sendiri. Pengetahuan
11. Gali dan praktikan penggunaan strategi yang di berikan dalam waktu singkat
bkoping baru dan berbeda dapat membantu dalam pemilihan
berdasarkan informasi/kerja sama dan
12. Bantu pasien menggunakan kata rasa meningkatkan harapan.
humor untuk mengatasi rasa stigma dari 10. Pasien di dukung dan di beri dorongan
penyakit untuk perilaku masa lalu yang efektif.
Penggunaan positif akan meningkatkan
13. Kuatkan struktur kehidupan sehari-hari. rasa percaya diri
Masukkan latihan sebagai latihan rutin. 11. Menggunakan strategi baru mungkin
tidak menyenangkan namun dapat
14. Bantu pasien untuk menentukan batas- melatih perkembangan rasa percaya diri
batas periilaku untuk pengungkapan 12. Humor menutupi rasa kerahasiaan
individu, dapat menempatkan pada HIV
15. Bantu pasien untuk mengubah rasa
13. Rutinitas membantu seseorang untuk
marahke aktivitas-aktivitas yang sehat
tetap berkonsentrasi. Latihan akan
meningkatkan rasa sehat
16. Informasikan pasien mengenai kemajuan
14. Kebutuhan akan cinta, kenyamanan dan
medis atau pengobatan terbaru
rasa persahabatan yang telah di penuhi
melalui ekspresi seksual perlu di penuhi
Kolaborasi melalui cara – cara lain yang
1. Rujuk pada praktisi perawat/spesiali memberikan penurunanresiko terhadap
sklinis, psikolog, pekerja sosisl tentang penularan HIV
pengetahua HIV 15. Peningkatan rasa marah dapat di gunakan
untuk menyempurnakan hal – hal lain
dan meningkatkan rasa percaya diri
16. Meningkatkan harapan dan membantu
pasien untuk membuat keputusan
Kolaborasi
1. Mungkin di perlukan bantuan tambahan
untuk menyelesaikan situasi yang rumit.

2. Intervensi AIDS
a. Dx 1 : Resiko tinggi terhadap infeksi
Kriteria hasil :
1) Mengidentifikasi/ikut serta dalam perilaku yang mengurangi resiko infeksi
2) Mencapai masa penyembuhan luka

15
3) Tidak demam dan bebas dari pengeluaran atau sekresi urulen dan tanda-tanda
lain dari kondisi inininfek

Intervensi :

Intervensi Rasional
Mandiri Mandiri
1. Cuci tangan sebelum dan sesudah seluruh 1. Mengurangi resiko kontaminasi silam
kontak perawatan dilakukan 2. Mengurangi patogen pada sistem imun
2. Berikan lingkungan yang brsih dan dan mengurangi kemungkinan pasien
berventilasi baik. Periksa pengunjung mengalami infeksi nasokomial
atau staf terhadap tanda infeksi dan 3. Meningkatkan kerja sama dengan cara
pertahankan kewaspadaan sesuai indikasi hidup dan berusaha mengurangi rasa
3. Diskusikan tingkat dan rasional isolasi terisolasi
pencegahan dan mempertahankan 4. Memberikan informasi data dasar, awitan
kesehatan pribadi. atau peningkatan suhu secara berulang-
4. Pantau ttv termasuk suhu ulang dari demam yang terjadi untuk
5. Kaji frekuensi atau kedalaman menunjukkan bahwa tubuh bereaksi pada
pernafasan, perhatikan batuk spasmodik proses infeksi yang baru dimana obat tidak
kering pada inspirasi dalam, perubahan lagi dapat secara efektif mengontrol
karakteristik sputum, dan adannya ronchi. infeksi yang tidak dapat terbuka
Lakukan isolasi pernafasan bila etiologi 5. Kongesti atau distres pernafasan dapat
batuk produktif tidak diketahui mengindikasikan prkembangan pcb,
6. Keluhan sakit kepala , kaku leher, penyakit yang paling umum terjadi
perubahan penglihatan. Catat perubahan 6. Ketidaknormalan neorologis umum dan
mental dan tingkah laku. mungkin dihubungkan dengan hiv ataupun
7. Periksa kulit atau membran mukosa oral infeksi sekunder
terhadap bercak-bercak outih atau lesi 7. Oral, ks, herpes, cmv dan kriptokokus
8. Bersihkan kuku setiap hari. adalah penyakit yang umum terjadi dan
9. Pantau keluhan nyeri uluh hati, dispagia, memberi efek pada membran kulit
sakit retrosternal pada waktu menelan, 8. Mengurangi resikon transmisi bakteri
peningkatan kejang abdominal, diare patogen melalui kulit
hebat 9. Esofagitis mungkin terjadi sekunder akibat
10. Periksa adanya luka atau lokasi alat kandidiasi oral ataupun herpes.
infasiv, perhatikan tanda-tanda inflamasi Kriptosporidiosis adalah infeksi parasit
atau infeksi lokal yang menyebabkan diare encer

16
11. Gunakan sarung tangan selama kontak 10. Identifikasi atau perawatan awal ,dan
berlangsung dengan sekresi atau ekskresi infeksi sekunder dapat mencegah
atau kemampuan terdapat kerusakan pada terjadinnya sepsis
kulit tangan perawat. Gunakan masker 11. Penggunaan masker dan sarung tangan
dan kacamata pelindung untuk dilakukan oleh osha (1992) untuk kontak
melindungi hidung, mulut dan mata langsung dengan cairan tubuh
selama prosedur 12. Mencegah inapulasi tak disengaja dari
12. Awasi pembuangan jarum suntik dan pemberi perawatan
mata pisau secara ketat dengan 13. Menghindari kontaminasi silam dan
menggunakan wadah tersendiri mewaspadakan personel atau departemen
13. Beri label pada tabung darah, wadah dengan layak untuk lebihan prosedur
cairan tubuh, pembalut atau linen yang matrnial berbahaya khusus
kotor dan dibungkus dengan layak untuk 14. Mengontrol mikroorganisme pada
pembuangan setiap protokol isolasi permukaan keras
14. Bersihkan percikan cairan tubuh atau Kolaborasi
darah dengan larutan pemutih (1/10) 1. Dilakukan untuk mengidentifikasi
penyebab demam, diagnosa infeksi,
Kolaborasi organisme, atau untuk menentukan
1. Periksa kultur atau sensitifitas lesi darah metode perawatan yang sesuai
urine dan sputum 2. Menghambat proses infeksi
2. Berikan antibiotik, anti jamur, anti
mikroba

b. Dx 2 : Perubahan membran mukosa oral


Kriteria hasil :
a. Menunjukkan membran mukosa lembab, berwarna merah jambu,basah dan
bebas dari inflamasi/ulsrasi
b. Menunjukkan tekhnik memperbaiki/mempertahankan keutuhan mukosa oral

Intervensi :

Intervensi Rasional
Mandiri Mandiri
1. Kaji membran mukosa/catat seluruh lesi 1. Edema, lesi, membran mukosa oral dan
oral.perhatikan keluhan tenggorokan kering menyebabkan rasa
nyeri,bengkak,sulit mengunyah/menelan sakit dan sulit menelan/mengunyah
2. Berikan perawatan oral setip hari dan 2. Mengurangi rasa tidak nyaman,
setelah makan, gunakan sikat gigi mengurangi rasa sehat dan mencegah
halus,pasta gigi non-abrasif, obat pencuci pembentukan asam yang dikaitkan dengan
mulut non-alkohol dan pelembab bibir partikel makanan yang tertinggal
3. Cuci lesi mukosa oral dengan 3. Mengurangi penyebaran lesi dan krustasi
17
menggunakan hidrogen peroksida/salin dari kandidiasis dan meningkatkan
atau larutan soda kue kenyamanan
4. Anjurkan permen karet/permen tidak 4. Merangsang salipa untuk menetralkan
mengandung gula asam dan melindungi membran mukosa
5. Rencanakan diit untuk menghindari 5. Makanan yang pedas akan membuka lesi
garam, pedas, gesekan, dan yang telah di sembuhkan. Lesi yang
makanan/minuman asam. terbuka akan nyeri dan diperburuk dengan
6. Dorong pemasukan oral sedikitnya 2500 garam, pedas, makanan/minuman asam
ml perhari 6. Mempertahankan fibrasi, mencegah
7. Doromng pasien untuk tidak merokok pengeringan rongga mulut
7. Rokok akan mengeringkan dan
Kolaborasi mengiritasi membran mukosa
1. Dapatkan spesimen kultur lesi
2. Berikan obat-obatan sesuai petunjuk Kolaborasi
3. Rujuk untuk konsultasi gigi jika 1. Menunjukkan agen penyebab dan
diperlukan mengidentifikasi terapi yang sesuai
2. Obat khusus pilihan tergantung pada
organisme infeksi
3. Mungkin membutuhkan terapi tambahan
untuk mencegah kehilangan gigi

18
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan
AIDS adalah singkatan dari Acquaried Immuno Defficiency Syndrome yaitu kumpulan
gejala penyakit yang disebabkan karena menurunnya system kekebalantubuh manusia.
AIDS disebabkan oleh virus yang bernama HIV (Immunedefficiency virus) yaitu virus
yang menyerang system kekebalan tubuh manusia. Seseorang yang terserang/terinfeksi
HIV dengan mudah dapat terserang penyakit lain Karena tubuh nya tidak lagi dapat
melawan serangan penyakit itu dan akhirnya akan meninggal.

B. Saran
Perawat harus mengetahui dan menguasai konsep materi dan konsep asuhan keperawatan
pada pasien HIV/AIDS agar dapat memberikan asuhan keperawatan yang tepat dan
maksimal pada pasien.

19
DAFTAR PUSTAKA

AIDS & Kesehatan Reproduksi, Buku Penanganan Peer Educator Sahaja Lentera PKBI DIY

Brunner & Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal-Bedah. Edisi 8. Jakarta : EGC

Dongoes, Marilyn E. 2002. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakarta : EGC

20

Anda mungkin juga menyukai