Diagnosa Keperawatan Sdki
Diagnosa Keperawatan Sdki
a.) Gangguan integritas kulit/jaringan/ b/d kurang terpapar informasi tentang upaya
mempertahankan/melindungi integritas jaringan d/d kerusakan jaringan atau lapisan kulit
b.) Ketidakstabilan Kadar Glukosa Darah b/d gangguan toleransi glukosa darah d/d
gangguan metabolik bawaan (mis. Gangguan penyimpanan lisosomal, galaktosemia,
gangguan penyimpanan glikogen)
c.) Risiko infeksi / b/d ketidakadekuatan pertahanan tubuh primer d/d kerusakan integritas
kulit
d.) Nyeri kronis b/d penekanan saraf d/d tidak mampu menuntaskan aktivitas
INTERVENSI SIKI
Dx: Gangguan integritas kulit/jaringan/ b/d kurang terpapar informasi tentang upaya
mempertahankan/melindungi integritas jaringan d/d kerusakan jaringan atau lapisan kulit
Observasi:
identifikasi penyebab gangguan integritas kulit (mis. Sirkulasi, perubahan status nutrisi,
penurunan kelembaban, suhu lingkungan ekstrem, penurunan mobilitas)
Terapeutik:
- ubah posisi tiap 2 jam jika tirah terbaring
- gunakan produk berbahan petroleum atau minyak pada kulit kering
- gunakan produk berbahan ringan/alami dan hipoalergik pada kulit sensitive
- hindari produk berbahan dasar alcohol pada kulit
Edukasi:
- anjurkan minum air yang cukup
- anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
- anjurkan menghindari terpapar dari suhu ekstrem
- anjurkan mandi dan menggunakan sabun secukupnya
SLKI: Integritas Kulit dan Jaringan
INTERVENSI SIKI
Dx: Ketidakstabilan Kadar Glukosa Darah b/d gangguan toleransi glukosa darah d/d
gangguan metabolik bawaan (mis. Gangguan penyimpanan lisosomal, galaktosemia,
gangguan penyimpanan glikogen)
Observasi:
- Identifikasi kemungkinan penyebab hiperglikemia
- Identifikasi situasi yang menyebabkan kebutuhan insulin meningkat
- Monitor kadar glukosa darah
- Monitor tanda dan gejala hiperglikemia
- Monitor intake dan output cairan
Terapeutik:
- Berikan asupan cairan oral
- Konsultasi dengan medis jika tanda dan gejala hiperglikemia tetap ada atau memburuk
- Fasilitasi ambulasi jika ada hipotensi ortostatik
Edukasi:
- anjurkan menghindari olahraga saat kadarglukosa darah lebih dari 250 mg/dl
- anjurkan monitor kadarglukosa darah secara mandiri
- anjurkan kepatuhan terhadap diet dan olahraga
- ajarkan indikasi dan pentingnya pengujian keton urine, jika perlu
- ajarkan pengelolaan diabetes
SLKI: Kestabilan Kadar Glukosa Darah
INTERVENSI SIKI
Dx: Risiko infeksi / b/d ketidakadekuatan pertahanan tubuh primer d/d kerusakan integritas
kulit
Edukasi :
- anjurkan posisi duduk jika mampu
- ajarkan diet yang diprogramkan
Tanda-tanda klasik dari diabetes yang tidak diobati adalah hilangnya berat badan,
polyuria (sering berkemih), polydipsia (sering haus), dan polyphagia (sering lapar). Gejala-
gejalanya dapat berkembang sangat cepat (beberapa minggu atau bulan saja) pada diabetes
type 1, sementara pada diabetes type 2 biasanya berkembang jauh lebih lambat dan mungkin
tanpa gejala sama sekali atau tidak jelas.
Kedaruratan diabetes
Penderita (biasanya diabetes type 1) dapat juga mengalami diabetic ketoacidosis, sebuah
masalah metabolisme yang dicirikan dengan mual, muntah, dan nyeri abdomen, bau aseton pada
pernapasan, bernapas dalam yang dikenal sebagai Kussmaul breathing, dan pada kasus yang
berat berkurangnya tingkat kesadaran.[9]
Jarang, tetapi berat juga adalah kemungkinan adanya Nonketotic hyperosmolar coma, yang lebih
umum terjadi pada diabetes type 2 dan hal ini terutama disebabkan adanya dehidrasi
Komplikasi
Diabetic retinopathy, adalah penyakit mata yang terutama disebakan oleh diabetes, merusak
retina di kedua belah mata, menyebabkan masalah penglihatan hingga kebutaan
Ulcers pada kaki adalah komplikasi umum pada diabetes dan dapat mengakibatkan amputasi.
Ulcer ini adalah komplikasi lanjut dari gangrene kering dan/atau basah.
Semua bentuk diabetes meningkatkan risiko komplikasi dalam jangka panjang. Hal ini
berkembang setelah 10-20 tahun, tetapi bisa saja gejala pertama muncul pada mereka yang
belum terdiagnosis selama waktu tersebut.
Komplikasi utama jangka panjang adalah rusaknya pembuluh darah. Penderita diabetes dua kali
lebih berisiko untuk mendapat penyakit kardiovaskular dan sekitar 75 persen kematian akibat
diabetes disebabkan oleh penyakit jantung korner. Penyakit pembuluh besar lainnya adalah
stroke, dan penyakit pembuluh darah tepi (peripheral vascular disease).
Komplikasi pembuluh darah mikro akibat diabetes termasuk kerusakan pada mata, ginjal, dan
saraf. Kerusakan pada mata dikenal sebagai diabetic retinopathy, yang disebabkan oleh
kerusakan pembuluh darah pada retina, dan dapat mengakibatkan kehilangan penglihatan secara
berangsur dan akhirnya buta. Kerusakan pada ginjal dikenal sebagai diabetic nephropathy, dapat
menimbulkan parut, kehilangan protein, dan kadang-kadang mengalami ginjal kronis, yang
kadang-kadang memerlukan dialisa atau transplantasi ginjal. Kerusakan pada saraf dikenal
sebagai diabetic neuropathy, yang biasanya merupakan komplikasi utama dari diabetes.
Gejala-gejalnya dapat meliputi numbness, tingling, nyeri, dan sensasi nyeri lainnya, yang bisa
menyebabkan kerusakan pada kulit. Diabetic foot (seperti diabetic foot ulcers) mungkin timbul,
dan sulit untuk ditangani, kadang-kadang memerlukan amputasi. Sebagai tambahan, proximal
diabetic neuropathy menyebabkan nyeri pada muscle wasting dan menjadi lemah.
Terdapat hubungan antara berkurangnya kognitif dengan diabetes. Dibandingkan mereka yang
tanpa diabetes, penderita diabetes mengalami penurunan fungsi kognitif 1,2 hingga 1.6 kali lebih
besar.
Komplikasi
Komplikasi jangka lama termasuk penyakit kardiovaskular (risiko ganda), kegagalan kronis
ginjal (penyebab utama dialisis), kerusakan retina yang dapat menyebabkan kebutaan, serta
kerusakan saraf dan pembuluh darah yang dapat menyebabkan impotensi dan gangren dengan
risiko amputasi. Komplikasi yang lebih serius lebih umum terjadi, bila kontrol kadar gula darah
buruk. Komplikasi berarti beberapa organ dan fungsi tubuh terganggu sekaligus. Menurut
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) Kemkes RI, penderita diabetes
dapat mengalami komplikasi sebagai berikut: 50.9 persen mengalami penurunan fungsi seksual,
30.6 persen refleks tubuhnya terganggu, 29.3 persen retinanya terganggu (retinopati diabetik),
16.3 persen mengalami katarak awal (lebih cepat terjadi dari umur seharusnya). 50 persen
penderita diabetes akan meninggal, karena penyakit kardiovaskuler
Klasifikasi
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengklasifikasikan bentuk diabetes melitus berdasarkan
perawatan dan simtoma:
1. Diabetes tipe 1, yang meliputi simtoma ketoasidosis hingga rusaknya sel beta di dalam
pankreas yang disebabkan atau menyebabkan autoimunitas, dan bersifat idiopatik.
Diabetes melitus dengan patogenesis jelas, seperti fibrosis sistik atau defisiensi
mitokondria, tidak termasuk pada penggolongan ini.
2. Diabetes tipe 2, yang diakibatkan oleh defisiensi sekresi insulin, seringkali disertai
dengan sindrom resistansi insulin
3. Diabetes Tipe Spesifik lain yang meliputi defek genetik fungsi sel beta pankreas, defek
genetik kerja insulin, penyakit eksokrin pankreas, endokrinopati, pengaruh obat atau zat
kimia, infeksi, sebab imunologi yang jarang, dan sindrom genetik lain yang berhubungan
dengan diabetes mellitus .
4. Diabetes gestasional, yang meliputi gestational impaired glucose tolerance, GIGT dan
gestational diabetes mellitus, GDM.
Diabetes melitus tipe 1, diabetes anak-anak (bahasa Inggris: childhood-onset diabetes, juvenile
diabetes, insulin-dependent diabetes mellitus, IDDM) adalah diabetes yang terjadi karena
berkurangnya rasio insulin dalam sirkulasi darah akibat hilangnya sel beta penghasil insulin pada
pulau-pulau Langerhans pankreas. IDDM dapat diderita oleh anak-anak maupun orang dewasa.
Sampai saat ini IDDM tidak dapat dicegah dan tidak dapat disembuhkan, bahkan dengan diet
maupun olahraga. Kebanyakan penderita diabetes tipe 1 memiliki kesehatan dan berat badan
yang baik saat penyakit ini mulai dideritanya. Selain itu, sensitivitas maupun respons tubuh
terhadap insulin umumnya normal pada penderita diabetes tipe ini, terutama pada tahap awal.
Penyebab terbanyak dari kehilangan sel beta pada diabetes tipe 1 adalah kesalahan reaksi
autoimunitas yang menghancurkan sel beta pankreas. Reaksi autoimunitas tersebut dapat dipicu
oleh adanya infeksi pada tubuh.
Saat ini, diabetes tipe 1 hanya dapat diobati dengan menggunakan insulin, dengan pengawasan
yang teliti terhadap tingkat glukosa darah melalui alat monitor pengujian darah. Pengobatan
dasar diabetes tipe 1, bahkan untuk tahap paling awal sekalipun, adalah penggantian insulin.
Tanpa insulin, ketosis dan diabetic ketoacidosis bisa menyebabkan koma bahkan bisa
mengakibatkan kematian. Penekanan juga diberikan pada penyesuaian gaya hidup (diet dan
olahraga.[14] Terlepas dari pemberian injeksi pada umumnya, juga dimungkinkan pemberian
insulin melalui pump, yang memungkinkan untuk pemberian masukan insulin 24 jam sehari pada
tingkat dosis yang telah ditentukan, juga dimungkinkan pemberian dosis (a bolus) dari insulin
yang dibutuhkan pada saat makan. Serta dimungkinkan juga untuk pemberian masukan insulin
melalui "inhaled powder".
Perawatan diabetes tipe 1 harus berlanjut terus. Perawatan tidak akan memengaruhi aktivitas-
aktivitas normal apabila kesadaran yang cukup, perawatan yang tepat, dan kedisiplinan dalam
pemeriksaan dan pengobatan dijalankan. Tingkat Glukosa rata-rata untuk pasien diabetes tipe 1
harus sedekat mungkin ke angka normal (80–120 mg/dl, 4-6 mmol/l).[butuh rujukan] Beberapa dokter
menyarankan sampai ke 140–150 mg/dl (7-7.5 mmol/l) untuk mereka yang bermasalah dengan
angka yang lebih rendah, seperti "frequent hypoglycemic events".[butuh rujukan] Angka di atas
200 mg/dl (10 mmol/l) seringkali diikuti dengan rasa tidak nyaman dan buang air kecil yang
terlalu sering sehingga menyebabkan dehidrasi.[butuh rujukan] Angka di atas 300 mg/dl (15 mmol/l)
biasanya membutuhkan perawatan secepatnya dan dapat mengarah ke ketoasidosis.[butuh rujukan]
Tingkat glukosa darah yang rendah, yang disebut hipoglisemia, dapat menyebabkan kehilangan
kesadaran. Pada orang yang sudah sepuh, biasanya gula darah sewaktunya dijaga di bawah
200 mg/dl saja dan tidak lebih rendah, karena dikhawatirkan dapat terjadinya 'hipo' atau gula
darah di bawah 100 mg/dl, karena misalnya telat makan, makan lebih sedikit dari biasanya atau
terlalu senang dengan aktivitas berlebih dari biasanya.
Saat ini mulai banyak dilakukan pemberian insulin kepada penderita diabetes type 2 yang secara
terus menerus gula darah sewaktunya selalu di atas 200 mg/dl, walaupun telah diberikan
berbagai kombinasi obat oral. Insulin yang diberikan adalah yang bersifat 'long acting' atau 24
jam sekali dan tetap minum obat oral dengan dosis yang lebih rendah tiap kali makan besar.
Diabetes melitus tipe 2
Diabetes melitus tipe 2 (bahasa Inggris: adult-onset diabetes, obesity-related diabetes, non-
insulin-dependent diabetes mellitus, NIDDM) merupakan tipe diabetes melitus yang terjadi
bukan disebabkan oleh rasio insulin di dalam sirkulasi darah, melainkan merupakan kelainan
metabolisme yang disebabkan oleh mutasi pada banyak gen, termasuk yang mengekspresikan
disfungsi sel β, gangguan sekresi hormon insulin, resistansi sel terhadap insulin yang disebabkan
oleh disfungsi GLUT10dengan kofaktor hormon resistin yang menyebabkan sel jaringan,
terutama pada hati menjadi kurang peka terhadap insulin serta RBP4 yang menekan penyerapan
glukosa oleh otot lurik namun meningkatkan sekresi gula darah oleh hati. Mutasi gen tersebut
sering terjadi pada kromosom 19 yang merupakan kromosom terpadat yang ditemukan pada
manusia.
Pada NIDDM ditemukan ekspresi SGLT1 yang tinggi, rasio RBP4 dan hormon resistin yang
tinggi, peningkatan laju metabolisme glikogenolisis dan glukoneogenesis pada hati, penurunan
laju reaksi oksidasi dan peningkatan laju reaksi esterifikasi pada hati.
NIDDM juga dapat disebabkan oleh dislipidemia, lipodistrofi, dan sindrom resistansi insulin.
Pada tahap awal kelainan yang muncul adalah berkurangnya sensitifitas terhadap insulin, yang
ditandai dengan meningkatnya kadar insulin di dalam darah.[butuh rujukan] Hiperglisemia dapat diatasi
dengan obat anti diabetes yang dapat meningkatkan sensitifitas terhadap insulin atau mengurangi
produksi glukosa dari hepar, namun semakin parah penyakit, sekresi insulin pun semakin
berkurang, dan terapi dengan insulin kadang dibutuhkan.[butuh rujukan] Ada beberapa teori yang
menyebutkan penyebab pasti dan mekanisme terjadinya resistensi ini, namun obesitas sentral
diketahui sebagai faktor predisposisi terjadinya resistensi terhadap insulin, dalam kaitan dengan
pengeluaran dari adipokines itu merusak toleransi glukosa.[butuh rujukan] Obesitas ditemukan di kira-
kira 90% dari pasien dunia dikembangkan diagnosis dengan jenis 2 kencing manis.[butuh rujukan]
Faktor lain meliputi mengeram dan sejarah keluarga, walaupun di dekade yang terakhir telah
terus meningkat mulai untuk memengaruhi anak remaja dan anak-anak.[butuh rujukan]
Diabetes tipe 2 dapat terjadi tanpa ada gejala sebelum hasil diagnosis. Diabetes tipe 2 biasanya,
awalnya, diobati dengan cara perubahan aktivitas fisik (olahraga), diet (umumnya pengurangan
asupan karbohidrat), dan lewat pengurangan berat badan. Ini dapat memugar kembali kepekaan
hormon insulin, bahkan ketika kerugian berat/beban adalah rendah hati,, sebagai contoh, di
sekitar 5 kg (10 sampai 15 lb), paling terutama ketika itu ada di deposito abdominal yang gemuk.
Langkah yang berikutnya, jika perlu,, perawatan dengan lisan antidiabetic drugs.
[Sebagai/Ketika/Sebab] produksi hormon insulin adalah pengobatan pada awalnya tak terhalang,
lisan (sering yang digunakan di kombinasi) kaleng tetap digunakan untuk meningkatkan
produksi hormon insulin (e.g., sulfonylureas) dan mengatur pelepasan/release yang tidak sesuai
tentang glukosa oleh hati (dan menipis pembalasan hormon insulin sampai taraf tertentu (e.g.,
metformin), dan pada hakikatnya menipis pembalasan hormon insulin (e.g., thiazolidinediones).
Jika ini gagal, ilmu pengobatan hormon insulin akan jadilah diperlukan untuk memelihara
normal atau dekat tingkatan glukosa yang normal. Suatu cara hidup yang tertib tentang cek
glukosa darah direkomendasikan dalam banyak kasus, paling terutama sekali dan perlu ketika
mengambil kebanyakan pengobatan.
Sebuah zat penghambat dipeptidyl peptidase 4 yang disebut sitagliptin, baru-baru ini
diperkenankan untuk digunakan sebagai pengobatan diabetes melitus tipe 2. Seperti zat
penghambat dipeptidyl peptidase 4 yang lain, sitagliptin akan membuka peluang bagi
perkembangan sel tumor maupun kanker.
Sebuah fenotipe sangat khas ditunjukkan oleh NIDDM pada manusia adalah defisiensi
metabolisme oksidatif di dalam mitokondria pada otot lurik. Sebaliknya, hormon tri-iodotironina
menginduksi biogenesis di dalam mitokondria dan meningkatkan sintesis ATP sintase pada
kompleks V, meningkatkan aktivitas sitokrom c oksidase pada kompleks IV, menurunkan spesi
oksigen reaktif, menurunkan stres oksidatif, sedang hormon melatonin akan meningkatkan
produksi ATP di dalam mitokondria serta meningkatkan aktivitas respiratory chain, terutama
pada kompleks I, III dan IV. Bersama dengan insulin, ketiga hormon ini membentuk siklus yang
mengatur fosforilasi oksidatif mitokondria di dalam otot lurik. Di sisi lain, metalotionein yang
menghambat aktivitas GSK-3beta akan mengurangi risiko defisiensi otot jantung pada penderita
diabetes.
Simtoma yang terjadi pada NIDDM dapat berkurang dengan dramatis, diikuti dengan
pengurangan berat tubuh, setelah dilakukan bedah bypass usus. Hal ini diketahui sebagai akibat
dari peningkatan sekresi hormon inkretin, namun para ahli belum dapat menentukan apakah
metode ini dapat memberikan kesembuhan bagi NIDDM dengan perubahan homeostasis
glukosa.
Pada terapi tradisional, flavonoid yang mengandung senyawa hesperidin dan naringin, diketahui
menyebabkan:
Hesperidin merupakan senyawa organik yang banyak ditemukan pada buah jenis jeruk, sedang
naringin banyak ditemukan pada buah jenis anggur.
Diabetes melitus tipe 2 dapat dicegah atau diperlambat munculnya dengan mengembangkan Pola
Hidup Sehat:
Pola makan sehat dengan memperbanyak konsumsi sayur dan buah
Olahraga 3 kali dalam seminggu, masing-masing setidaknya 20 menit
Jaga berat badan ideal
Menghindari rokok
Mengurangi asupan alkohol
Pria dengan berat badan normal risikonya 70 persen lebih rendah daripada yang obes, sedangkan
wanita dengan berat badan normal risikonya 78 persen lebih rendah daripada yang obes.
Lakukanlah selalu Tes Gula Darah, karena seseorang yang terdiagnosis mulai Prediabetes, tetapi
segera melakukan Perubahan Gaya Hidupnya, maka ia akan terhindar dari Diabetes melitus tipe
2 atau setidaknya memperlambat munculnya Dibetes melitus tipe 2.
Diabetes melitus pada kehamilan terjadi di sekitar 2–5% dari semua kehamilan. GDM bersifat
temporer dan dapat meningkat maupun menghilang setelah melahirkan. GDM dapat
disembuhkan, namun memerlukan pengawasan medis yang cermat selama masa kehamilan.
Meskipun GDM bersifat sementara, bila tidak ditangani dengan baik dapat membahayakan
kesehatan janin maupun sang ibu. Risiko yang dapat dialami oleh bayi meliputi makrosomia
(berat bayi yang tinggi/diatas normal), penyakit jantung bawaan dan kelainan sistem saraf pusat,
dan cacat otot rangka. Peningkatan hormon insulin janin dapat menghambat produksi surfaktan
janin dan mengakibatkan sindrom gangguan pernapasan. Hyperbilirubinemia dapat terjadi akibat
kerusakan sel darah merah. Pada kasus yang parah, kematian sebelum kelahiran dapat terjadi,
paling umum terjadi sebagai akibat dari perfusi plasenta yang buruk karena kerusakan vaskular.
Induksi kehamilan dapat diindikasikan dengan menurunnya fungsi plasenta. Operasi sesar dapat
akan dilakukan bila ada tanda bahwa janin dalam bahaya atau peningkatan risiko luka yang
berhubungan dengan makrosomia, seperti distosia bahu.
Pengendalian penyakit diabetes
Ada 4 pilar Pengendalian penyakit diabetes:
Edukasi, pasien harus tahu bahwa penyakit diabetes tidak dapat disembuhkan, tetapi bisa
dikendalikan dan pengendalian harus dilakukan seumur hidup
Makanan, jika input/masukan buruk, maka output/hasil akan buruk, demikian pula bila
makan melebihi diet yang ditentukan, maka kadar gula darah akan meningkat
Olahraga, diperlukan untuk membakar kadar gula berlebih yang ada dalam darah [40]
Obat, hanya jika diperlukan, tetapi bila kadar gula darah telah turun dengan meminum
obat, bukan berarti telah sembuh, tetapi harus konsultasi dengan dokter apakah tetap
meminum obat dengan kadar yang tetap atau meminum obat yang sama dengan kadar
yang diturunkan atau minum obat yang lain
Dalam berdiet pasien harus tahu tentang indeks glikemik, yaitu naiknya kadar gula darah setelah
makan makanan tertentu seberat 100 gram dibandingkan dengan minum 100 gram glukosa di
mana kenaikan gula darah akibat minum glukosa tersebut dinilai 100 dan makanan tersebut di
bawah 100, semakin jauh dari 100 dan mendekati nol semakin baik, artinya makanan tersebut
memiliki indeks glikemik rendah dan dicerna (sangat) lambat dan kenaikan kadar gula darahnya
tidak cepat. Tetapi yang terbaik adalah mengetahui muatan glikemik, yakni berapa banyak porsi
hidrat arang (zat tepung) yang terkandung di sejumlah makanan tersebut dikalikan dengan indeks
glikemiknya dan kemudian dibagi 100. Jadi kalau makan makanan dengan indeks glikemik
rendah, tetapi dalam porsi yang besar, maka muatan glikemiknya menjadi tinggi dan tentu tidak
baik bagi penderita diabetes.
Pasien yang cukup terkendali dengan pengaturan makan saja tidak mengalami kesulitan kalau
berpuasa. Pasien yang cukup terkendali dengan obat dosis tunggal juga tidak mengalami
kesulitan untuk berpuasa. Obat diberikan pada saat berbuka puasa. Untuk yang terkendali dengan
obat hipoglikemik oral (OHO) dosis tinggi, obat diberikan dengan dosis sebelum berbuka lebih
besar daripada dosis sahur. Untuk yang memakai insulin, dipakai insulin jangka menengah yang
diberikan saat berbuka saja. Sedangkan pasien yang harus menggunakan insulin (DMTI) dosis
ganda, dianjurkan untuk tidak berpuasa dalam bulan Ramadhan.
Gejala seseorang menderita diabetes diantaranya sering buang air kecil terutama pada malam
hari, sering merasa haus dan lapar, dan mudah lelah. Selain itu, adanya luka yang sulit sembuh
juga dapat menandakan seseorang terkena diabetes.
Perlu Anda ketahui jika penyembuhan luka pada penderita diabetes lebih lama dibandingkan
penyembuhan luka orang yang bukan penderita diabetes. Pada penderita diabetes yang
mempunyai kadar gula tinggi dapat menghambat sirkulasi darah ke kulit yang berguna untuk
mengobati luka.
Terdapat alasan yang menjadi penyebab mengapa luka pada penderita diabetes lebih susah
disembuhkan yaitu karena lemahnya imunitas tubuh, penyempitan pembuluh darah arteri, dan
tingginya kadar gula di dalam tubuh.
Penting untuk dipahami jika gula yang tinggi di dalam darah sendiri juga dapat menjadi sumber
makanan bagi bakteri yang ada di dalam luka tersebut, serta membuat aliran darah menjadi
sedikit terhambat.
Sehingga dengan demikian proses penyembuhan luka diabetes menjadi lama. Selain itu, akibat
cara mengobati luka penderita diabetes yang salah juga bisa menjadi penyebab dari lamanya
proses penyembuhan luka tersebut.
Nah, salah satu cara mengobati luka diabetes yang tepat adalah dengan cara menurunkan kadar
gula darah pada penderita diabetes, dan melakukan 6 langkah pengobatan luka diabetes berikut
ini.
1. Bersihkan luka dengan air mengalir, lalu keringkan, dan oleskan salep antibiotik.
2. Kurangi tekanan pada luka diabetes.
3. Kebersihan luka juga perlu dijaga supaya kuman-kuman tersebut bisa diminimalisir
perkembanganya melalui perawatan luka berkala.
4. Hindari bagian yang luka agar tidak terkena paparan langsung dengan lingkungan sekitar dengan
cara menutupi luka dengan perban.
5. Bersihkan luka secara teratur.
6. Hubungi dokter jika tidak sembuh atau membaik dalam 48 jam.
Sesudah lukanya sembuh, untuk mengobati bekas luka yang membandel Anda bisa
menggunakan beberapa salep atau krim yang mempunyai kandungan vitamin E.
Selain itu, Anda juga juga bisa menanyakan langsung dengan dokter spesialis kulit untuk
melakukan terapi khusus mengobati bekas luka. Tetapi, sebelum itu kamu perlu mendiskusikan
dengan dengan dokter spesialis kulit.