Anda di halaman 1dari 3

STUDI KASUS EKONOMI PUBLIK

Kelompok 4 Kelompok 5
No Nama NIM Reviewer 1
1. Ayu Lestari 1900839 (UPI) Nama Mhs : Silmi Febriyanti
2. Dhiya Luthfi Basyasyah 1905973 (UPI) NIM : 17101619076
3. Dwi Octavianti Santoso 1701619109 (UNJ)
4. Gracia Natalia Nainggolan 1901555 (UPI)
5. Mila Lestari 1701619073 (UNJ)

Judul Kasus Judul yang dibuat kelompok 4 cukup menarik, namun agak
Kegagalan Pasar dan Pemerintah di Balik Ekspor Benih Lobster di Indonesia sedikit rancu pada bagian pemerintah yang mungkin dapat
diganti dengan “Kegagalan Pasar akan Kebijakan Pemerintah
di Balik Ekspor Benih Lobster di Indonesia”

Uraian Kasus Pada uraian tersebut menjelaskan bahwa Indonesia


Indonesia merupakan negara yang dikenal sebagai negara maritim dengan luas merupakan negara dengan produsen lobster terbesar kedua di
wilayah 2/3 bagiannya adalah perairan. Indonesia sendiri dikenal oleh dunia sebagai dunia setelah Vietnam. Lobster memiliki nilai ekonomi yang
negara produsen lobster terbesar kedua di dunia dengan total produksi sebesar tinggi yang dapat digunakan untuk hewan hias dan konsumsi
31,59% setelah Vietnam yang memiliki total produksi 62,5%. Lobster merupakan manusia. Lobster merupakan sebuah sumber devisa negara itu
salah satu hewan air yang mempunyai nilai ekonomi lumayan tinggi karena bisa sendiri. pengelolaan dan pendistribusian lobster menuai
dijadikan sebagai hewan hias atau hewan konsumsi untuk manusia. Tentu hal ini kontra semenjak diberlakukannya Peraturan Menteri
menjadi sesuatu yang sangat besar bagi Indonesia dalam menjadikan lobster sebagai Perikanan dan Kelautan tentang pengelolaan Lobster,
sebuah sumber devisa negara itu sendiri. Namun, dalam kenyataannya pengelolaan Kepiting, dan Rajungan di wilayah NKRI yaitu pemerintah
dan pendistribusian lobster menuai kontra semenjak diberlakukannya Peraturan memberikan izin untuk menangkap serta mengekspor
Menteri Perikanan dan Kelautan Nomor 12 Tahun 2020 tentang pengelolaan langsung untuk komoditas lobster, sedangkan kegiatan ekspor
Lobster (Panulirus spp), Kepiting (Scylla spp), dan Rajungan (Portunus spp) di benih lobster ini pada periode sebelumnya sudah dilarang.
wilayah NKRI yaitu pemerintah memberikan izin untuk menangkap serta
mengekspor langsung untuk komoditas lobster, sedangkan kegiatan ekspor benih Pemerintah memiliki anggapan yang berbeda dengan
lobster ini pada periode sebelumnya sudah dilarang. masyarakat. Pemerintah beranggapan bahwa dengan
Pemerintah beranggapan bahwa dengan kebijakaan ini juga mampu membantu kebijakaan ini juga mampu membantu para nelayan domestik
para nelayan domestik yang kehilangan mata pencaharian akibat kebijakan yang kehilangan mata pencaharian akibat kebijakan
sebelumnya. Selain itu, dengan adanya kebijakan ini dalam legalisasi ekspor benih sebelumnya. Selain itu, dengan adanya kebijakan ini dalam
lobster juga diharapkan dapat memberikan nilai ekonomi pada nelayan dan legalisasi ekspor benih lobster juga diharapkan dapat
pembudidaya, eksportir mendapatkan keuntungan, pendapatan negara naik, memberikan nilai ekonomi pada nelayan dan pembudidaya,
penyelundupan lobster berkurang, dan ribuan nelayan yang menangkap benih eksportir mendapatkan keuntungan, pendapatan negara naik,
lobster akan diuntungkan. Berbeda dengan pemerintah, justru para masyarakat penyelundupan lobster berkurang, dan ribuan nelayan yang
khususnya para nelayan domestik beranggapan bahwa Pemberlakuan Kebijakan menangkap benih lobster akan diuntungkan.
baru ini justru membawa dampak negatif pada keberlanjutan lobster di Indonesia
karena kebijakan ini dinilai lebih menguntungkan para investor daripada para Menurut masyarakat, para masyarakat khususnya para nelayan
nelayan domestik yang dimana harga benih lobster yang menjadi naik sebesar domestik beranggapan bahwa Pemberlakuan Kebijakan baru
140% dan diperkirakan pada tahun keempat pembudidaya tidak lagi mendapatkan ini justru membawa dampak negatif pada keberlanjutan
benih lobster akibat ekspor yang tidak terkendali. lobster di Indonesia karena kebijakan ini dinilai lebih
Jika dikaitkan dengan kegagalan pasar dan kegagalan pemerintah tentu hal ini menguntungkan para investor daripada para nelayan domestik
saling berhubungan satu sama lain, dalam kegagalan pasar jika barang yang yang dimana harga benih lobster yang menjadi naik sebesar
dihasilkan terlalu sedikit dan dalam hal yang sangat ekstrim maka kegagalan pasar 140% dan diperkirakan pada tahun keempat pembudidaya
akan menyebabkan pasar terjadi “failure” sehingga barang/jasa tertentu tidak tidak lagi mendapatkan benih lobster akibat ekspor yang tidak
dihasilkan oleh pasar tersebut. Benih lobster yang saat ini di ekspor besar-besaran terkendali. Maka jika dalam mekanisme pasar terjadi
akan mempengaruhi jumlah lobster yang dihasilkan para pembudidaya karena kegagalan, peran pemerintahlah yang akan dipertanyakan dan
mengalamin penurunan dari ketersediaan benih itu sendiri. Maka jika dalam dipermasalahkan. Dalam mengatasi kegagalan pasar,
mekanisme pasar terjadi kegagalan, peran pemerintahlah yang akan dipertanyakan diperlukan kebijakan publik yang dilakukan oleh pemerintah
dan dipermasalahkan. Dalam mengatasi kegagalan pasar, diperlukan kebijakan atau organisasi publik lainnya yang mampu menangani
publik yang dilakukan oleh pemerintah atau organisasi publik lainnya yang mampu masalah-masalah kegagalan pasar.
menangani masalah-masalah kegagalan pasar. Karena peran pemerintah dalam
pembuatan kebijakan publik (public policy) tidak akan pernah tergantikan dan
tidak akan pernah habis dalam upaya untuk mengatasi kondisi kegagalan pasar
pada perekonomian.

Pertanyaan: Dari ketiga pertanyaan tersebut sudah sesuai dan menjawab


1. Bagaimanakah dampak yang terjadi dari Peraturan Menteri Perikanan pertanyaan atas uraian dari masalah tersebut, namun mungkin
dan Kelautan Nomor 12 Tahun 2020? perlu ditambahkan pertanyaan tentang bagaimana solusi yang
2. Kebijakan manakah yang tepat dari diperbolehkannya atau tidak
dapat dilakukan pemerintah dan masyarakat khususnya para
diperbolehkannya ekspor benih lobster? Jelaskan alasannya!
nelayan dalam menanggapi kebijakan yang sudah terlanjur
dilakukan?.

Jawaban\Solusi Kasus Jawaban yang diberikan oleh kelompok 4 sudah sangat tepat,
1. Pemberlakuan Peraturan Menteri Perikanan dan Kelautan Nomor 12 Tahun namun alangkah lebih baiknya jika ditambahkan pembahasan
2020 pada umumnya memberikan dampak buruk di sejumlah sisi. Alih-alih mengenai monopoli ekspor yaitu, Salah satu temuan penting
membantu para nelayan lobster dalam mendapatkan mata pencahariannya
kembali ternyata berujung pada kerugian akibat adanya disparitas harga. Selain KPPU itu, adalah pintu untuk melaksanakan kegiatan ekspor BL
itu, para ahli sepakat mengatakan bahwa diperbolehkannya ekspor benih lobster hanya dibolehkan dari satu lokasi saja, yakni Bandara
dapat berpengaruh pada keterbatasan pangan Indonesia di masa yang akan Internasional Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten. Kebijakan
datang. Karena Menteri KKP sebelumnya yaitu Susi Pudjiastuti memaparkan tersebut dinilai aneh, karena mayoritas pelaku usaha Lobster
bahwa tidak ada negara selain Indonesia yang memperbolehkan ekspor benih justru berasal dari Nusa Tenggara Barat (NTB) dan sebagian
lobster, seharusnya lobster hanya boleh dijual dengan ketentuan berat minimal
200gram. Namun dengan adanya izin tersebut, dikhawatirkan akan pulau Sumatera.
bermunculan perusahaan-perusahaan baru yang turut mengeksploitasi lobster.
Sehingga ketersediannya akan punah dan memberikan eksternalitas pada Di sisi lain, walau ditunjuk satu pintu saja, namun sebenarnya
habitat laut. Terutama jika eksploitasi dilakukan dengan cara yang tidak ramah Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu, dan Keamanan
lingkungan. Hasil Perikanan (BKIPM) KKP sudah mengeluarkan
2. Kebijakan yang dianggap lebih tepat adalah sebaiknya pemerintah tidak
mengizinkan ekspor benih lobster. Alasannya karena dampak yang dihasilkan rekomendasi lokasi mana saja yang layak untuk menjadi pintu
cukup buruk bagi SDA yang ada di wilayah laut Indonesia. Ekspor benih lobster keluar kegiatan ekspor benih Lobster. Temuan KPPU tersebut
jelas tidak memberikan manfaat bagi Indonesia, terutama jika perizinan ekspor sudah membuktikan bahwa ada kerusakan tata kelola Lobster di
benih lobster tersebut tidak disertai dengan syarat dan pola yang tepat. Adapun level hilir. Dimana ada pihak- pihak yang hendak mencari
solusi yang ditawarkan bagi para nelayan kecil yang kehilangan mata keuntungan dengan sengaja melakukan konsentrasi pengiriman
pencahariannya menangkap benih lobster yaitu pengembangan budidaya sistem benih Lobster ke luar negeri hanya melalui Bandara Soekarno-
silvofishery yang bertujuan untuk mendukung peningkatan produksi perikanan
Hatta saja. Temuan KPPU tersebut, semakin menegaskan
budidaya yang berkelanjutan. Selain itu, para penangkap benih lobster juga
diarahkan untuk mengembangkan budidaya rumput laut dan ikan laut untuk bahwa ada banyak hal yang tidak transparan dan akuntabel
menggantikan kegiatan penangkapan benih lobster yang dilarang. dalam kebijakan ekspor benih Lobster yang berjalan saat ini di
bawah arahan KKP. Semua itu, mengerucut pada proses awal
penyusunan kebijakan ekspor benih Lobster.
Selain itu dampak lainnya ialah,
Nilai ekspor benih lobster meroket tajam semenjak keran dibuka
pada Mei 2020 lalu yaitu pada Juni sebesar 32 kilogram dengan
nilai sekitar Rp1,6 miliar dan meroket tajam menjadi Rp51
miliar (1.389 kilogram) sebulan kemudian.

Lalu pada Agustus 2020, jumlahnya naik menjadi lebih dari


Rp90 miliar (4.216 kilogram) dengan negara pengimpor utama
adalah Taiwan dan Vietnam.

Di sisi lain, penyelundupan benih lobster merugikan negara


hingga Rp900 miliar tahun kemarin, laporan Pusat Pelaporan
Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK).

Anda mungkin juga menyukai