A. Latar Belakang Kasus korupsi ini bermula Ketika mantan Menteri kelautan dan perikanan Edhy Prabowo mengeluarkan surat keputusan yang ter tuang dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 12 Tahun 2020. Pusaran Ekspor Benih Lobster Regulasi ini mengatur pengelolaan hasil perikanan seperti lobster (Panulirus spp.), kepiting (Scylla spp.), dan rajunfan (Portunus spp.) sehingga kegiatan ekspor pun dapat dilegalkan kembali. Melalui peraturan Menteri ini Edhy Prabowo memanfaatkan jabatan nya sebagai Menteri kelautan dan perikanan untuk memperkaya diri sendiri dan kelompoknya. Dengan cara memonopoli ekspor lobster. Untuk mengekspor benih lobster, para eksportir harus menggunakan satu perusahaan tertentu yang ditetapkan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) sebagai penyedia layanan kargo (freight forwarder). Meski pun kebijakan kementerian kelautan dan perikanan tersebut tidak secara spesifik menyebutkan penyedia kargo tunggal dalam regulasi. Namun, dalam berbagai pertemuan, oknum kementerian kelautan dan perikanan selalu mengarahkan penggunaan perusahaan yang ia tunjuk sebagai freight forwarder. Imbasnya, bagi eksportir yang tidak menggunakan perusahaan tersebut, Surat Keterangan Waktu Pengeluaran (SKWP) tidak akan ditSurat Keterangan Waktu Pengeluaran tkan oleh Kementerian Kelautan dan perikanan. Padahal, Surat Keterangan Waktu Pengeluaran merupakan persyaratan utama bagi eksportir agar bisa mengekspor benih lobster. Tak ada pilihan lain, agar Surat Keterangan Waktu Pengeluaran bisa diterbitkan, terpaksa eksportir memakai jasa perusahaan freight forwarder yang telah diarahkan tersebut. Selain menyalah gunakan wewenang berkaitan dengan keluarnya Surat Keterangan Waktu Pengeluaran (SKWP), keuntungan dari perusahaan yang ditunjuk sebagai freight forwarder ini mengalir kepada Edhy Prabowo dan beberapa orang lain nya yang saat ini telah ditetapkan sebagai tersangka. Adapun hal yang memberatkan dalam pengambilan keputusan hakim dalam kasus ini, perbuatan terdakwa Edhy tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan Korupsi Kolusi dan Nepotisme di Indonesia dan terdakwa Edhy selaku penyelenggara negara, yaitu sebagai menteri kelautan dan perikanan tidak memberikan teladan yang baik untuk masyarakat Indonesia. Selain itu adapun hal yang meringankan dalam pengambilan putusan hakim dalam kasus ini, terdakwa Edhy bersikap sopan dalam menjalani persidangan, beliau belum pernah dihukum atau dipidana, dan sebagian aset Edhy telah disita. Jaksa juga menuntut Majelis Hakim menjatuhkan pidana tambahan terhadap berupa pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik selama 4 tahun dimulai Ketika Edhy selesai menjalani pidana pokok nya. B. Faktor-faktor penyebab 1. Faktor Internal a. Sifat tamak/rakus Faktor ini menjadi salah satu factor yang mendasari kasus korupsi ini, karena sikap tamak dan rakus mendorong pelaku korupsi dengan segala cara dan upaya agar dapat menambah harta benda. b. Moral yang kurang kuat Kurang nya moral yang kuat juga menjadi penyebab pelaku tergoda dan melakukan Kerjasama dengan perusahaan freight forwarder tertentu sehingga dapat melancarkan aksi monopoli pasar ekspor benih lobster. Dari sini lah kedua belah pihak mendapat keuntungan dari penyalah gunaan wewenang Menteri KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN. 2. Fakto Eksternal Aspek sikap masyarakat terhadap korupsi Masyarakat yang terlibat kurang menyadari bahwa dengan adanya kasus korupsi benih lobster ini dapat merugikan negara dan masyarakat Indonesia. Diantaranya resiko hilang nya lobster di Kawasan lautan negara Indonesia akibat kegiatan ekspor yang besar-besaran dan hilang nya nilai ekonomi lobster untuk masyarakat local. C. Dampak 1. Ekonomi Dampak Ekonomi yang timbul dari terungkapnya kasus korupsi ini adalah menurunnya pemasukan atau income dari para nelayan local dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari. Budidaya lobster juga menjadi tidak maksimal akibat maraknya eksport benih lobster yang sangat massive sehingga berpotensi merugikan negara dimasa depan. 2. Sosial dan Kemiskinan Akibat dari eksport benih lobster yang naik mengakibatkan sulit nya nelayan lobster dalam mencari nafkahyang berimbas terjadinya penurunan kualitas hidup nelayan lobster yang berujung dapat meningkatkan kemiskinan di kelompok nelayan. 3. Politik dan Demokrasi Dampak dari kasus korupsi benih lobster ini menyebabkan tercabutnya hak untuk dipilih untuk menduduki jabatan public selama 4 tahun dimulai Ketika Edhy selesai menjalani pidana pokok nya. 4. Kerusakan Lingkungan Akibat pada lingkungan adalah terganggunya rantai makanan dari lobster yang dapat mengancam kepunahan dari salah satu species dari rantai makanan lobster. D. Kesimpulan Korupsi berkaitan dengan kekuasaan karena dengan kekuasaan itu penguasa dapat menyalahgunakan kekuasaannya untuk kepentingan pribadi, keluarga dan kroninya. Korupsi selalu bermuladan berkembang di sector public dengan bukti-bukti yang nyata bahwa dengan kekuasaan itulah pejabat public dapat menekan atau memeras para pencari keadilan atau mereka yang memerlukan jasa pelayanan dari pemerintah. Korupsi di Indonesia sudah tergolong kejahatan yang merusak, tidak saja keuangan Negara dan potensi ekonomi Negara, tetapi juga telah meluluhlantakkan pilar-pilar sosial budaya, moral, politik dan tatanan hokum dan keamanan nasional. E. Cara Mencegah Terjadinya Korupsi Di Indonesia Upaya pemberantasan kejahatan korupsi melalui penegakan hukum yang berkeadilan saat ini tampak masih memerlukan perjuangan berat. Karena kejahatan korupsi merupakain kejahatan luar biasa (extra ordinary crime) yang berbeda dari kejahatan pidana biasa, maka upaya yang harus dilakukan memerlukan sistem yang terpadu dan luar biasa pula. Sebagai kejahatan luar biasa (extra ordinary crime) pemberantasan korupsi, memerlukan kemaun politik luar biasa sehingga Presiden sebagai kepala Negara menjadi figur penting dalam menggerakan dan mengordinasikan peran Polisi, Jaksa, Pengadilan, dan KPK menjadi kekuatan dahsyat, sehingga praktek KKN, seperti penyogokan, penggelembungan harga, gratifikasi, dan penyalah gunaan kewenangan lainnya dilakukan oknum aparat PNS atau pejabat negara, baik di tingkat pusat maupun daerah dapat dipersempit ruang geraknya melalui cara-cara penegakan luar biasa dan terpadu. 1. Peran Serta Pemerintah Dalam Memberantas Korupsi: Partisipasi dan dukungan dari masyarakat sangat dibutuhkan dalam mengawali upaya-upaya pemerintah melalui KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) dan aparat hukum lain. KPK yang ditetapkan melalui Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi untuk mengatasi, menanggulangi, dan memberan-tas korupsi, merupakan komisi independen yang diharapkan mampu menjadi “martir” bagi para pelaku tindak KKN. Adapun agenda KPK adalah sebagai berikut : a. Membangun kultur yang mendukung pemberantasan korupsi. b. Mendorong pemerintah melakukan reformasi public sector dengan mewujudkan good governance. c. Membangun kepercayaan masyarakat. d. Mewujudkan keberhasilan penindakan terhadap pelaku korupsi besar. e. Memacu aparat hukum lain untuk memberantas korupsi. 2. Peran serta mayarakat dalam upaya pemberantasan korupsi di indonesia: Bentuk – bentuk peran serta mayarakat dalam pemberantasan tindak pidana korupsi menurut UU No. 31 tahun 1999 antara lain adalah SBB : a. Hak Mencari, memperoleh, dan memberikan informasi adanya dugaan tindak pidana korupsi b. Hak untuk memperoleh layanan dalam mencari, memperoleh, dan memberikan informasi adanya dugaan telah tindak pidana korupsi kepada penegak hukum c. Hak menyampaikan saran dan pendapat secara bertanggung jawab kpada penegak hukum yang menangani perkara tindak pidana korupsi d. Hak memperoleh jawaban atas pertanyaan tentang laporan yg di berikan kepada penegak hukum waktu paling lama 30 hari e. Hak untuk memperoleh perlindungan hukum f. Penghargaan pemerintah kepada mayarakat 3. Upaya yang dapat ditempuh dalam pemberantasan korupsi: Ada beberapa upaya yang dapat ditempuh dalam memberantas tindak korupsi di Indone-sia, antara lain sebagai berikut : a. Upaya Pencegahan (Preventif) 1) Menanamkan semangat nasional yang positif dengan mengutamakan pengabdian pada bangsa dan negara melalui pendidikan formal, informal dan agama. 2) Melakukan penerimaan pegawai berdasarkan prinsip keterampilan teknis. 3) Para pejabat dihimbau untuk mematuhi pola hidup sederhana dan memiliki tang-gung jawab yang tinggi. 4) Para pegawai selalu diusahakan kesejahteraan yang memadai dan ada jaminan masa tua. 5) Menciptakan aparatur pemerintahan yang jujur dan disiplin kerja yang tinggi. 6) Sistem keuangan dikelola oleh para pejabat yang memiliki tanggung jawab etis tinggi dan dibarengi sistem kontrol yang efisien. 7) Melakukan pencatatan ulang terhadap kekayaan pejabat yang mencolok. 8) Berusaha melakukan reorganisasi dan rasionalisasi organisasi pemerintahan mela-lui penyederhanaan jumlah departemen beserta jawatan di bawahnya.
b. Upaya Penindakan (Kuratif)
1) Upaya penindakan, yaitu dilakukan kepada mereka yang terbukti melanggar dengan dibe-rikan peringatan, dilakukan pemecatan tidak terhormat dan dihukum pidana. c. Upaya Edukasi Masyarakat/Mahasiswa: 1) Memiliki tanggung jawab guna melakukan partisipasi politik dan kontrol sosial terkait dengan kepentingan publik. 2) Tidak bersikap apatis dan acuh tak acuh. 3) Melakukan kontrol sosial pada setiap kebijakan mulai dari pemerintahan desa hingga ke tingkat pusat/nasional. 4) Membuka wawasan seluas-luasnya pemahaman tentang penyelenggaraan peme-rintahan negara dan aspek-aspek hukumnya. 5) Mampu memposisikan diri sebagai subjek pembangunan dan berperan aktif dalam setiap pengambilan keputusan untuk kepentingan masyarakat luas d. Upaya-upaya yang harus dilakukan dalam pemberantasan korupsi di Indonesia 1) Dengan memperhatikan faktor-faktor yang menjadi penyebab korupsi dan hambatan-hambatan yang dihadapi dalam pemberantasannya, dapatlah dikemukakan beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk menangkalnya, yakni : 2) Menegakkan hukum secara adil dan konsisten sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan norma-norma lainnya yang berlaku. 3) Menciptakan kondisi birokrasi yang ramping struktur dan kaya fungsi. Penambahan/rekruitmen pegawai sesuai dengan kualifikasi tingkat kebutuhan, baik dari segi kuantitas maupun kualitas. 4) Optimalisasi fungsi pengawasan atau kontrol, sehingga komponen-komponen tersebut betul-betul melaksanakan pengawasan secara programatis dan sistematis. 5) Mendayagunakan segenap suprastruktur politik maupun infrastruktur politik dan pada saat yang sama membenahi birokrasi sehingga lubang-lubang yang dapat dimasuki tindakan-tindakan korup dapat ditutup. 6) Adanya penjabaran rumusan perundang-undangan yang jelas, sehingga tidak menyebabkan kekaburan atau perbedaan persepsi diantara para penegak hukum dalam menangani kasus korupsi. 7) Semua elemen (aparatur negara, masyarakat, akademisi, wartawan) harus memiliki idealisme, keberanian untuk mengungkap penyimpangan- penyimpangan secara objektif, jujur, kritis terhadap tatanan yang ada disertai dengan keyakinan penuh terhadap prinsip-prinsip keadilan. 8) Melakukan pembinaan mental dan moral manusia melalui khotbah-khotbah, ceramah atau penyuluhan di bidang keagamaan, etika dan hukum. Karena bagaimanapun juga baiknya suatu sistem, jika memang individu-individu di dalamnya tidak dijiwai oleh nilai-nilai kejujuran dan harkat kemanusiaan, niscaya sistem tersebut akan dapat disalahgunakan, diselewengkan atau dikorup.