Anda di halaman 1dari 10

Contoh Kasus Pidana Ekonomi di bidang Distribusi :

Kasus Suap Ekspor Benih Lobster

Pemilik perusahaan pengirim ekspor benih benur lobster (BBL) Siswadhi Pranoto Loe divonis 4
tahun penjara. Majelis hakim juga memvonis denda Siswadhi sejumlah Rp 300 juta subsider 4
bulan kurungan. "Menghukum terdakwa dua, Siswadhi Pranotoe Loe selama 4 tahun penjara dan
denda Rp 300 juta dengan ketentuan apabila tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan
selama 4 bulan," sebut ketua majelis hakim Albertus Usada dalam sidang virtual yang
ditayangkan di akun YouTube Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kamis (15/7/2021).

Dalam persidangan tersebut majelis hakim juga memutuskan untuk menerima permintaan
Siswadhi sebagai justice collaborator dalam perkara ini. Majelis hakim beralasan, permohonan
tersebut telah sesuai dengan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 4 Tahun 2011
tentang Perlakuan Bagi Pelapor Tindak Pidana, Whistle Blower, dan Saksi Pelaku Bekerjasama
di dalam Tindak Pidana tertentu.

Hakim Albertus juga menjelaskan bahwa berdasarkan fakta hukum di persidangan, Siswadhi
bukan pelaku utama karena pemilihan PT ACK sebagai perusahaan pengirim ekspor BBL dan
kepengurusan pembagian saham dengan Edhy Prabowo dan Amiril Mukminin tidak dilakukan
atas inisiatifnya.

"Sehingga hal tersebut telah membuktikan bahwa Siswadhi sebagai pelaku tetapi bukan pelaku
utama karena kehendak untuk mencari jasa pengiriman kargo tidak datang dari Siswadhi tapi
dari inisiatif Amiril Mukminin," ungkap hakim Albertus.

Majelis hakim juga beralasan bahwa peran Siswadhi dibutuhkan untuk membongkar pihak lain
yang terlibat sebagai eksportir BBL dan membongkar dugaan adanya praktik monopoli.
"Keterangan terdakwa dua (Siswadhi) sangat dibutuhkan untuk membuka keterlibatan pihak lain
dalam perkara tindak pidana lain terkait ekspor BBL yanf jasa kargonya melalui PT ACK, serta
dugaan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat tersebut," imbuhnya.

1
Kronologi Kejadian :

Sebelum Susi Pudjiastuti menjabat sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan, kebijakan benih
ekspor ini sudah ada sejak lama. Namun, beliau memiliki pandangan lain mengenai kebijakan
ini. Susi Pudjiastuti menganggap bahwa kebijakan ini akan merugikan para nelayan karena benih
ekspor dijual sangat murah. Selain itu, dari kebijakan ekspor benih lobster ini biasanya para
eksportir lah yang paling diuntungkan, sementara nelayan hanya mendapatkan keuntungan yang
sedikit. Oleh karena itu, Menteri KKP ini mencabut peraturan tentang diperbolehkannya ekspor
benih lobster. Peraturan tersebut tertuang pada Peraturan Menteri KKP Nomor 56 Tahun 2016
tentang Penangkapan Lobster yang melarang perdagangan benih lobster dan lobster berukuran
kurang dari 200 gram ke luar negeri. Dengan adanya peraturan ini, maka tidak ada lagi
perusahaan swasta yang mengekspor benih lobster. Kebijakan ini ternyata banyak didukung oleh
berbagai pihak. Alasan lain mengapa kebijakan ekspor benih lobster harus dilarang adalah
adanya kemungkinan terjadinya kepunahan, sehingga nantinya Indonesia tidak akan menjadi
negara produsen lobster lagi. Hal tersebut dapat dibuktikan ketika kebijakan mengenai
pelarangan ekspor benih lobster yang dicabut di era pemerintahan Edhy Prabowo. Ketika
kebijakan tersebut dicabut mengakibatkan negara-negara pengimpor lobster dari Indonesia
seperti Hong Kong, Taiwan, dan Vietnam menjadi produsen lobster. Tentunya hal ini akan
merugikan negara kita mengingat berbagai negara di Eropa dan Amerika mengimpor lobster
yang sudah besar dari Indonesia.

Ketika Susi Pudjiastuti sudah tidak menjabat sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan Republik
Indonesia, Menteri KKP Edhy Prabowo mencabut larangan ekspor benih lobster tersebut melalui
Peraturan Menteri KKP Nomor 12 tahun 2020. Larangan tersebut terjadi karena Edhy Prabowo
beranggapan bahwa para nelayan dan pembudidaya kehilangan pendapatannya karena tidak
adanya ekspor. Selama 4 bulan larangan ekspor dicabut dari Bulan Juli hingga Bulan Oktober
2020, terdapat jutaan benih lobster yang telah diekspor. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai
(DJBC) Kementerian Keuangan mencatat, total nilai ekspor benih lobster Indonesia mencapai
US$ 74,28 juta atau Rp 1,04 triliun (kurs Rp 14.000/US$). Nilai ini berasal dari ekspor sebanyak
42 juta ekor benih. Dari tiga wilayah negara tujuan ekspor, ekspor benih lobster tertinggi
ditujukan kepada negara Vietnam yang tercatat sebanyak 42.186.588 ekor. Sedangkan ke
Hongkong sebanyak 84.226 ekor dan ke Taiwan hanya sebanyak 20.185 ekor benih. Tentunya

2
hal ini bisa menjadi keuntungan bagi para nelayan dan menjadi petaka bagi negara. Menjadi
keuntungan karena adanya pemasukan bagi para nelayan dan menjadi petaka karena Indonesia
memberikan akses untuk negara lain sebagai pengekspor lobster yang sudah besar. Pencabutan
kebijakan ini sangat ditentang oleh Susi Pudjiastuti. Walaupun ditentang, Edhy Prabowo
beranggapan bahwa kebijakan ini menghasilkan keuntungan. Jika kita teliti lebih dalam, memang
betul ekspor ini mempunyai keuntungan. Namun sangat disayangkan karena Indonesia bisa saja
menjadi raja lobster di dunia apabila jutaan benih yang diekspor dibudidaya lalu baru diekspor.
Harga benih ekspor per satuannya hanya sekitar 20 ribu hingga 50 ribu. Apabila benih tersebut
dibudidaya hingga sudah siap untuk dikonsumsi, maka harga lobster tersebut bisa mencapai
angka 2 juta rupiah per ekor. Tentunya hal ini sangat merugikan Bangsa Indonesia. Terlebih lagi,
dalam kebijakan ekspor ini adanya kasus suap yang melibatkan para menteri beserta jajarannya.
Kejadian ini membuat seluruh rakyat Indonesia marah, apalagi dengan sulitnya perekonomian
disaat pandemi seperti ini.

Analisis dan Pembahasan :

Korelasi Kasus dengan Etika

Dalam Teori Etika Administrasi terdapat 3 cabang yaitu Etika Normatif, Etika Deskriptif dan
Metaetika membahas mengenai sebuah kejadian atau perbuatan dipandang sebagai sesuatu yang
perlu diuji nilai etikanya dalam sebuah sistem administrasi. Etika Normatif adalah penilaian
mengenai benar salahnya sebuah tindakan yang dikeluarkan dalam lingkup administrasi.
Kebijakan seperti Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan yang memberi kesempatan tentang
ekspor benur sudah dikeluarkan dan menurut Edhy Prabowo hal ini adalah langkah yang baik
bagi perekonomian negara serta hubungan luar negeri Indonesia dengan negara lain. Namun,
dalam persoalan korupsi tidak ada pembelaan mengenai benar dan salahnya suatu tindakan,
dapat dilihat bahwa dalam kenyataannya hasil dari korupsi yang didapat oleh tersangka benar-
benar hanya digunakan untuk kepentingan pribadi (Contractarianism) dan tidak ada yang dapat
mendukung itu menjadi sesuatu yang dapat dibela. Kemudian diperkuat dengan adanya hukum
yang mengatur mengenai korupsi dan pengalaman negara dalam menghadapi permasalahan

3
korupsi yang menjadi permasalahan besar negara ini. Menurut teori etika deskriptif yang
berfokus mengenai penggambaran empiris atau sistem moral seseorang, tindakan yang dilakukan
oleh Menteri Kelautan dan Perikanan dapat digolongkan sebagai tindakan yang menyalahi nilai
moral karena tindakan korupsi itu sendiri merupakan tindakan yang tidak bermoral serta tidak
sesuai dengan kontrak sosial yang dianut oleh masyarakat.

Dalam kajian teologis, tindakan korupsi yang dilakukan oleh Menteri Edhy Prabowo cenderung
berlandaskan Egoisme dan Hedonisme. Egoisme berarti tindakan yang dilakukan adalah
tindakan terbaik yang memaksimalkan kebaikan bagi diri sendiri, yang dalam hal ini adalah
kepuasan untuk memiliki kekayaan atau kepentingan pribadi lain. Serta dekat dengan kajian
Hedonisme yang mengarah pada cara memaksimalkan kepuasan yang dalam hal ini korupsi
dapat dipandang menjadi sebuah cara untuk mendapatkan kepuasan atau menambah kepuasan.
Serta cenderung menjauhi Utilitarianisme yang berarti sebuah tindakan yang dilakukan
memberikan kebaikan bagi mayoritas atau sebanyak-banyaknya pihak.

Ketidaksesuaian dengan Etika Ekonomi:

Jika dilihat dari sudut pandang etika, dapat dikatakan bahwa terdapat ketidaksesuaian antara
kebijakan ekspor benih lobster dan kasus suap yang terjadi dengan etika ekonomi yang ada.
Etika ekonomi merupakan suatu perilaku yang memiliki norma - norma dalam ekonomi baik
secara pribadi, institusi, dan juga dalam pengambilan keputusan di bidang ekonomi, agar dapat
terwujud ekonomi yang jujur. Dengan adanya etika ekonomi nantinya akan tercipta persaingan
yang sehat serta dapat mendorong terbentuknya kerjasama untuk membangun perekonomian
yang lebih maju. Berdasarkan prinsip etika ekonomi, kebijakan ekspor benih lobster dan kasus
suap yang dilakukan Edhy Prabowo dapat dikatakan tidak sesuai dengan beberapa prinsip -
prinsip yang ada. Pertama, perilaku Edhy Prabowo yang menerima suap dari pihak perusahaan
eksportir untuk melegalkan ekspor benih lobster di Indonesia jelas telah menyimpang dari
prinsip kejujuran. Fakta penyimpangannya juga didukung dengan pernyataan Edhy mengenai
alasan ditetapkannya kebijakan ekspor benih lobster ini, yaitu demi kesejahteraan nelayan.
Sedangkan, pada kenyataannya ada unsur lain dibalik ditetapkannya kebijakan ekspor benih
lobster ini, yaitu untuk memenuhi kepentingan segelintir pihak dan bukan sepenuhnya untuk
kesejahteraan nelayan. Kedua, dalam prinsip otonomi, seharusnya kebijakan yang ditetapkan

4
adalah kebijakan yang terbaik bagi berbagai pihak atau masyarakat, bukan hanya segelintir pihak
saja, selain itu yang menetapkan seharusnya sudah benar - benar paham atas dampak yang akan
terjadi atas kebijakan yang ditetapkan. Sedangkan, tindakan Edhy Prabowo dalam hal ini
dipengaruhi oleh kepentingan beberapa pihak yang pada akhirnya diketahui telah memberi suap.
Maka dapat dikatakan dalam menetapkan kebijakan ekspor benih lobster ini, Edhy telah
menyimpang dari prinsip otonomi, karena beliau telah menggunakan kekuasaan dan
kebebasannya dalam mengambil keputusan dengan tidak bijak, dan tidak didasari kepentingan
masyarakat secara umum. Ketiga, adalah prinsip saling menguntungkan, dalam menetapkan
suatu keputusan di bidang ekonomi, sudah seharusnya dapat mendorong pertumbuhan
perekonomian dan kesejahteraan masyarakatnya. Namun, dengan ditetapkannya kebijakan
ekspor benih lobster ini hanya akan merugikan industri lobster Indonesia dan para nelayan. Pada
kenyataannya, jika benih lobster dibudidayakan terlebih dahulu lalu diekspor dalam ukuran yang
lebih besar, maka lobster tersebut akan memiliki nilai ekonomi yang lebih tinggi jika
dibandingkan dengan nilai ekonomi benih lobster. Jika benih lobster secara terus menerus
diekspor tanpa adanya budidaya, maka lama kelamaan industri lobster di Indonesia akan
terganggu dan bisa saja lenyap.

Ketidaksesuaian dengan Etika Lingkungan :

Ternyata, kasus ini juga tidak hanya menyinggung etika ekonomi, namun juga etika lingkungan.
Etika lingkungan adalah nilai keseimbangan yang ada dalam kehidupan manusia dengan
interdependensi dan interaksinya atas lingkungan hidup yaitu aspek biotik, abiotik, dan kultur
(Marfai, 2013). Selain itu, etika lingkungan dapat menjadi pedoman tingkah laku untuk
mempertahankan fungsi dan kelestarian lingkungan (Syamsuri, 1996). Adanya etika lingkungan
mampu membatasi tingkah laku dan upaya untuk mengendalikan kegiatan manusia agar tetap
dalam batasnya. Tetapi, kebijakan ekspor benih lobster yang diperbolehkan Edhy Prabowo
banyak melanggar prinsip etika lingkungan. Pertama, kebijakan ini tidak menghormati alam,
dapat dilihat dari perbuatannya yang mampu menyebabkan keburukan terhadap lingkungan yaitu
mengekspor benih lobster dalam jumlah besar sehingga nantinya menyebabkan kepunahan dari
spesies lobster. Kedua, tidak mengimplementasikan prinsip kasih sayang dan kepedulian
terhadap alam karena kebijakan ini didasarkan untuk kepentingan pihak tertentu saja. Ketiga,

5
bertolak belakang dengan prinsip “No Harm”, kebijakan ini bisa merusak keseimbangan
ekosistem di laut sebab dalam proses pengambilan benih lobster nelayan bisa saja merusak
terumbu karang yang pastinya akan merusak seluruh lingkungan. Terakhir, adalah sikap
tanggung jawab. Adanya ekspor secara besar-besaran tidak memperdulikan sikap kehati-hatian
dalam bertindak karena cara mengambil benih lobsternya menggunakan destructive fishing.

Ketidaksesuaian dengan Etika Anti Korupsi

Beberapa waktu lalu, Komisi Pemberantasan Korupsi menetapkan Edhy Prabowo selaku Menteri
Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia sebagai tersangka penerima hadiah terkait perizinan
ekspor benih lobster. Sebagian uang yang beliau peroleh bahkan digunakan untuk belanja barang
mewah bersama istrinya di Honolulu, Amerika Serikat sejumlah Rp750.000.000 (tujuh ratus lima
puluh juta rupiah). Tentunya yang dilakukan Edhy Prabowo adalah tindakan kriminal yang tidak
hanya merugikan negara, tetapi juga merusak demokrasi. Berdasarkan teori deontologi oleh
Kant, aturan moral wajib ditaati tanpa pengecualian. Dari pernyataan tersebut, Kant telah
merumuskan prosedur untuk memutuskan apakah suatu tindakan secara moral diizinkan atau
tidak. Jika seseorang mempertimbangkan untuk melakukan tindakan, maka mereka harus
bertanya aturan mana yang seharusnya diikuti bila harus melakukan tindakan itu. Seseorang juga
harus bertanya apakah mereka bisa menerima aturan tersebut untuk diikuti oleh setiap orang
sepanjang waktu. Jika jawabannya adalah ya, maka aturan itu boleh diikuti dan tindakan tersebut
boleh dilakukan. Di sini terjadi ketidaksinambungan dengan tindakan beliau dan etika anti
korupsi. Dari sisi normatif, Edhy Prabowo sudah merasionalisasikan tindakan korupsi dan
melazimkan hal tersebut jika dilakukan oleh orang lain. Hal ini sangatlah berbahaya dan perlu
dilakukan rehabilitasi dan pelatihan untuk beliau dan semua orang yang bekerja di perusahaan
swasta maupun negara untuk mencegah terjadinya korupsi di masa depan.

6
Sanksi Hukum yang Berlaku :

Dalam kasus ini perbuatan Edhy dan Suharjito, lima tersangka lain dalam kasus ini yaitu staf
khusus Menteri Kelautan dan Perikanan, Safri dan Andreau Pribadi Misata; staf istri Edhy, Ainul
Faqih; pengurus PT ACK Siswadi; serta seorang pihak swasta bernama Amiril Mukminin. dinilai
melanggar :

Pasal 12 huruf a UU Tipikor jo

“pegawai negeri atau penyelenggaran negara yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui
atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar
melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan
kewajibannya”

Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo

“Dapat dipidana sebagai pelaku tindak pidana :

(1) mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan, dan yang turut serta melakukan
perbuatan ;

(2) mereka yang dengan memberi atau menjanjikan sesuatu, dengan menyalahgunakan
kekuasaan atau martabat, dengan kekerasan, ancaman atau penyesatan, atau dengan memberi
kesempatan, sarana atau keterangan, sengaja menganjurkan orang lain supaya melakukan
perbuatan.”

Pasal 65 ayat (1) KUHP

“Dalam hal perbarengan beberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai perbuatan yang
berdiri sendiri sehingga merupakan beberapa kejahatan, yang diancam dengan pidana pokok
yang sejenis, maka dijatuhkan hanya satu pidana.”

7
Kesimpulan :
Kebijakan yang diambil pemerintah pusat dalam usaha pemanfaatan sumber daya alam
khususnya pengelolaan Lobster, Kepiting, dan Rajungan yang dalam kasus ini menjadi bagian
penting kewenangan Menteri Kelautan dan Perikanan mengalami perubahan besar serta
rangkaian peristiwa yang membuntuti dibelakangnya. Adanya perubahan kebijakan diatur dalam
PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 12 TAHUN 2020 tentang pengelolaan Lobster, (Panulirus spp.), Kepiting (Scylla spp.),
Dan Rajungan (Portunus spp.) Di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Peraturan ini
menjadi sebuah pertanyaan karena Peraturan Menteri ini berisi adanya pembukaan izin ekspor
untuk benih lobster, kepiting dan rajungan yang pada masa pemerintahan sebelumnya justru
Menteri Kelautan dan Perikanan mengeluarkan peraturan tentang adanya pelarangan ekspor
benih lobster dan beberapa sumber daya kelautan lain.

Diperbolehkannya kebijakan ekspor benih lobster sama saja memperbolehkan negara untuk
merusak ekosistem laut, tidak melestarikan alam, dan mempercepat kepunahan dari lobster. Hal
ini sangatlah bertentangan dengan etika lingkungan yang ada. Dalam teori lingkungan, kebijakan
ini dapat dilihat sebagai upaya memaksimalkan pemanfaatan alam bagi kepentingan manusia
saja (Antroposentrisme). Kasus korupsi yang dilakukan oleh Menteri Kelautan dan Perikanan
Edhy Prabowo secara keseluruhan menyalahi etika dan moral yang menjadi dasar pedoman
perilaku masyarakat di Indonesia. Dari segi Etika Administrasi, korupsi menyalahi kesepakatan
dan melanggar nilai etika moral serta hukum karena korupsi sendiri adalah salah satu dari
pelanggaran dari administrasi khususnya dalam hukum negara.

Saran :

Dengan adanya peristiwa ini tentunya diharapkan menjadi pelajaran bagi setiap elemen dan
kalangan untuk menjaga segala hal yang akan dilakukan agar sesuai dengan etika, norma, moral
dan hukum yang berlaku. Dari segi pemerintahan sudah menjadi kewajiban untuk menjaga dan
memaksimalkan segala kemampuan agar segala kebijakan yang dikeluarkan memang benar-

8
benar untuk kepentingan negara dan masa depan bangsa, serta menjaga dari hal-hal buruk yang
akan merusak cita-cita negara itu sendiri. Dilihat dari kasus ini, banyak sekali permasalahan yang
ada, seperti acuhnya pemerintah terhadap alam Indonesia, dan masalah korupsi yang sudah
menjadi permasalahan dan musuh negara. Kasus korupsi yang dialami oleh pejabat setingkat
menteri ini menjadi gambaran bahwa sistem pengawasan dan pemberantasan korupsi di
Indonesia masih belum maksimal. Perlu usaha ekstra dan serius pemerintah agar permasalahan
korupsi di negara ini dapat terselesaikan.

Bagi masyarakat sudah menjadi kewajiban untuk turut serta dalam proses pengawasan negara
ini. Karena sudah sebuah kewajiban warga negara untuk senantiasa membangun bangsa dan
mengawasi para pejabat agar segala kebijakan sesuai dengan apa yang diinginkan oleh
masyarakat. Rakyat Indonesia memiliki hak untuk turut serta dalam pengawasan dan perumusan
sebuah kebijakan. Dalam Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 Pasal 96 dijelaskan bahwa
masyarakat memiliki kewajiban untuk turut serta dalam perumusan kebijakan yang akan
diwakilkan oleh lembaga negara.

9
Sumber Pustaka :

Afriyadi. (2020, July 1). Larangan Ekspor Benih Lobster Dicabut, Apa Dampaknya? Diakses tanggal 1 Oktober,
2021, from Finance Detik. https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-5075815/larangan-ekspor-benih-
lobster-dicabut-apa-dampaknya

Hashim Djojohadikusumo: Kebijakan Susi Larang Ekspor Benih Lobster Keliru. (2020, December 4). Diakses
tanggal 1 Oktober, 2021, from Nasional.Kontan. https://nasional.kontan.co.id/news/hashim-djojohadikusumo-
kebijakan-susi-larang-ekspor-benih-lobster-keliru

Kronologi Kasus Edhy Prabowo: Awalnya SK, Berakhir di KPK. (2020, November 26). CNN Indonesia. Diakses
tanggal 1 Oktober, 2021, from https://www.cnnindonesia.com/nasional/20201126012548-12-574574/kronologi-
kasus-edhy-prabowo-awalnya-sk-berakhir-di-kpk

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12/PERMEN-


KP/2020. (2020). Kkp.Go.Id. https://kkp.go.id/an-component/media/upload-gambar-
pendukung/djprl/PERATURAN/1220%20Permen%20KP%20Nomor%2012-PERMEN%20KP-2020%20ttg
%20Pengelolaan%20Lobster%2C%20Kepiting%2C%20dan%20Rajungan%20-%20Otentifikasi--NEW3.pdf

Putri. (2019, December 19). Soal Benih Lobster, Ahli Paparkan Dampak dan Peraturan Penangkapannya. Diakses
tanggal 1 Oktober, 2021, from Sains.Kompas. https://sains.kompas.com/read/2019/12/19/121144423/soal-benih-
lobster-ahli-paparkan-dampak-dan-peraturan-penangkapannya?page=all

Ristyantoro. (2019). Etika Antikorupsi : Menjadi Profesional Berintegritas (1st ed., Vol. 1) [E-book]. Direktorat
Pendidikan dan Pelayanan Masyarakat KPK. https://aclc.kpk.go.id/wp-content/uploads/2020/09/Etika-Antikorupsi-
Menjadi-Profesional-Berintegritas.pdf

Triyuningsih. (2017). Buku Ajar Etika Administrasi Publik (Vol. 2) [E-book]. Program Studi Doktor Administrasi
Publik FISIP-UNDIP. http://eprints.undip.ac.id/58337/1/buku_ajar_etika_2017.pdf#:~:text=Biasanya%20etika
%20dipandang%20sebagai%20refleksi%20atas%20baik%20dan,keputusan%20untuk%20mengarahkan
%20kebijakan%20publik%20dalam%20rangka%20

4 Bulan, Edhy Prabowo Loloskan Ekspor Benih Lobster Rp 1 T. (2020, November 26). Diakses tanggal 1 Oktober,
2021, from CNBC Indonesia https://www.cnbcindonesia.com/news/20201126200217-4-205013/4-bulan-edhy-
prabowo-loloskan-ekspor-benih-lobster-rp-1-t

10

Anda mungkin juga menyukai