Anda di halaman 1dari 4

KASUS TERKAIT ETIKA PROFESI

(Pendekatan Pengambilan Keputusan Etis)

DOSEN PEMBIMBING

Dr. Muh. Nuryatno, AK, MM

DISUSUN OLEH

Nama: Puteri Cinta Annisa Siregar

NIM: 023001805026

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS TRISAKTI

AKUNTANSI BEASISWA 2018


Kasus
Kebijakan Ekspor Benih Lobster: Apa Saja Etika yang Dilanggar?

Pada dasarnya ketika menjalani kehidupan, berperilaku baik dalam mengambil keputusan,
maupun menentukan hal- hal yang akan dilakukan memang dibutuhkan etika sebagai
pedomannya. Etika dapat dikatakan sebagai kajian ilmiah atau suatu ilmu tentang bagaimana
manusia berperilaku dalam menjalani kehidupan atau bermasyarakat. Dengan adanya etika
maka suatu perilaku dapat dikatakan baik atau buruk, salah atau benar, dan pantas atau tidak
pantas. Sehingga pada akhirnya etika dapat menegaskan kembali prinsip dasar seorang
manusia atau individu agar berperilaku sesuai dengan kondisi serta anggapan masyarakat
umum akan suatu hal yang dianggap baik atau benar. Begitu juga dalam menjalani suatu
profesi, etika dibutuhkan agar seseorang dapat bekerja sesuai dengan pola aturan, atau
pedoman etis yang ada yang biasa disebut dengan kode etik. Namun, pada kenyataannya
masih ada saja pihak-pihak yang berperilaku tidak sesuai dengan teori etika yang ada, salah
satunya dalam kasus penetapan kebijakan ekspor benih lobster yang berujung terungkapnya
kasus korupsi oleh Menteri Kelautan dan Perikanan Indonesia, Edhy Prabowo.

Edhy Prabowo menjabat sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan Indonesia yang
menggantikan menteri sebelumnya Susi Pudjiastuti, sejak 23 Oktober 2019. Pada awal masa
jabatannya ia sudah mengeluarkan wacana pembukaan ekspor benih lobster di Indonesia,
dengan menjadikan kesejahteraan nelayan sebagai alasan dan argumennya. Hingga akhirnya
pada bulan Mei 2020, Edhy Prabowo benar-benar merealisasikan wacana tersebut dalam
Peraturan Menteri KKP Nomor 12/Permen-KP/2020 tentang Pengelolaan Lobster, Kepiting,
dan Rajungan di wilayah Negara Republik Indonesia. Peraturan ini jelas bertentangan dengan
kebijakan Menteri sebelumnya, Susi Pudjiastuti yang melarang keras ekspor benih lobster di
Indonesia karena mempertimbangan keberlanjutan ekosistem dan penguatan industri lobster
dalam negeri sebagai argumen. Susi Pudjiastuti juga beranggapan bahwa penetapan kebijakan
ekspor benih lobster ini terlihat hanya akan menguntungkan beberapa pihak saja, dan
berbagai spekulasi publik lainnya yang akhirnya menimbulkan pro dan kontra atas kebijakan
tersebut.

Kasus ini membuat sebagian besar masyarakat berspekulasi mengenai ketepatan


kebijakan yang dikeluarkan Edhy Prabowo tentang ekspor benih lobster. Ada beberapa
pertimbangan perihal apakah kebijakan ini ditetapkan karena memang dapat meningkatkan
perekonomian serta meningkatkan kesejahteraan nelayan, atau semata mata ditetapkan hanya
untuk memenuhi kepentingan segelintir pihak dengan adanya kasus suap pada Menteri KKP
Edhy Prabowo. Perilaku Edhy Prabowo dapat dianggap tidak sesuai dengan etika, baik dalam
menetapkan kebijakan dan keterlibatannya dalam kasus suap itu sendiri. Menurut teori etika
deskriptif yang berfokus mengenai penggambaran empiris atau sistem moral seseorang,
tindakan yang dilakukan oleh Menteri Kelautan dan Perikanan dapat digolongkan sebagai
tindakan yang menyalahi nilai moral karena tindakan korupsi itu sendiri merupakan tindakan
yang tidak bermoral serta tidak sesuai dengan kontrak sosial yang dianut oleh masyarakat.

Dalam kajian teologis, tindakan korupsi yang dilakukan oleh Menteri Edhy Prabowo
cenderung berlandaskan Egoisme dan Hedonisme. Egoisme berarti tindakan yang dilakukan
adalah tindakan terbaik yang memaksimalkan kebaikan bagi diri sendiri, yang dalam hal ini
adalah kepuasan untuk memiliki kekayaan atau kepentingan pribadi lain. Serta dekat dengan
kajian Hedonisme yang mengarah pada cara memaksimalkan kepuasan yang dalam hal ini
korupsi dapat dipandang menjadi sebuah cara untuk mendapatkan kepuasan atau menambah
kepuasan. Serta cenderung menjauhi Utilitarianisme yang berarti sebuah tindakan yang
dilakukan memberikan kebaikan bagi mayoritas atau sebanyak-banyaknya pihak.
Sumber: Kumparan, 24 Desember 2020

Anda mungkin juga menyukai