PERILAKU DAN
KONTRIBUSI
PARA SILFUS
AISHA IFTINANDA ADHADI
123200008
01
ETIKA DAN KODE
ETIK
You can enter a subtitle here if
you need it
Encyclopedia of Philosophy mendefinisikan etika dalam tiga cara, yaitu:
1) Pola umum atau “cara hidup”
2) Seperangkat aturan perilaku atau “kodeetik”, dan
3) Pertanyaan tentang cara hidup dan aturan perilaku.
Pada pengertian pertama, kita berbicara tentang etika Buddha atau Kristen; pada
pengertian kedua, kita berbicara tentang etika profesional dan perilaku yang tidak beretika.
Pada pengertian ketiga, etika adalah cabang filsafat yang sering diberi nama khusus metaethics.
Hal yang akan dibahas bukan tentang keyakinan agama yang dijalani dengan cara yang
diyakininya tepat untuk mencapai beragam tujuan kehidupan atau membahas tentang
metaethics yang merupakan teori tentang etika, melainkan akan membahas bagaimana
mempelajari kode moral yang berhubungan dengan perilaku bisnis.
Moralitas dan kode etik didefinisikan dalam Encyclopedia of Philosophy yang
mengandung empat karakteristik:
1) Keyakinan tentang sifat manusia;
2) Keyakinan tentang cita-cita, tentang apa yang baik atau yang diinginkan atau layak untuk
mengejar kepentingan diri sendiri;
3) Aturan yang menjelaskan apa yang harus dilakukan dan apa yang tidak dilakukan, dan
4) Motif yang cenderung membuat kita memilih jalan yang benar atau salah.
Masing-masing dari keempat aspek tersebut akan dibahas menggunakan empat teori
etika utama yang digunakan oleh orang-orang dalam pengambilan keputusan etis pada
lingkungan bisnis: yaitu utilitarianisme, deontologi, kesetaraan dan keadilan kewajaran, serta
etika kebajikan.
02
ETIKA DAN BISNIS
6
Diagram tersebut dibagi menjadi 7 Area, yaitu:
Area 1 merupakan aspek kegiatan usaha yang tidak tercakup oleh hukum atau etika.
Area 2 terdapat hukum yang tidak ada hubungannya dengan etika atau bisnis.
Area 3 merupakan larangan etika yang tidak menyangkut bisnis dan tidak melanggar hukum.
Area 4 merupakan pusat aturan dan peraturan bahwa perusahaan harus mengikuti undang-
undang yang disahkan oleh pemerintah, badan pengatur, asosiasi profesi, dan sejenisnya.
Area 5 merupakan tumpang tindih antara kegiatan bisnis dan norma-norma etika.
Terdapat area yang tumpang tindih antara hukum dan etika yaitu area 6.
Area 7 merupakan persimpangan hukum, etika, dan bisnis, biasanya hanya menjadi masalah
jikahukum mengatakan satu hal, sementara etika mengatakan sebaliknya
05
TEORI-TEORI ETIKA UTAMA YANG BERGUNA
DALAM MENYELESAIKAN DILEMA ETIKA Teleologi:
Utilitarianisme & Konsekuensialisme – Analisis Pengaruh
Teleologi berasal dari kata Yunani, yaitu telos yang berarti tujuan, konsekuensi, hasil, dan
sebagainya. Teori teleologis mempelajari perilaku etis dalam hal hasil atau konsekuensi dari keputusan
etis. Teleologi berhubungan dengan banyak hasil yang berorientasi pada orang-orang bisnis karena
berfokus pada dampak pengambilan keputusan, mengevaluasi keputusan yang baik atau buruk,
diterima atau tidak dapat diterima dalam hal konsekuensi dari keputusan tersebut.
Investor menilai investasi yang baik atau buruk, bermanfaat atau tidak, berdasarkan
pengembalian yang diharapkan. Jika pengembalian yang sebenarnya berada di bawah ekspektasi
investor, maka dianggap sebagai keputusan investasi yang buruk, sedangkan jika pengembalian lebih
besar dari yang diharapkan, itu dianggap sebagai keputusan investasi yang baik atau berharga.
Pengambilan keputusan etis mengikuti pola yang sama. Dengan cara yang sama bahwa kebaikan dan
keburukan investasi dinilai berdasarkan hasil keputusan keuangan, sedangkan kebaikan atau
keburukan etika didasarkan pada suatu konsekuensi dari keputusan etis. Keputusan etis yang benar
atau salah karena mereka menyebabkan hasil positif atau negatif.
Bila menggunakan utilitarianisme, pembuat keputusan harus mengambil perseptif luas tentang
siapa yang ditujukan dalam keputusan tersebut, karena mungkin saja masyarakat akan terpengaruh
oleh keputusan tersebut. Kegagalan untuk melakukannya bisa sangat mahal untuk sebuah
perusahaan. Aspek kunci utilitarianisme yaitu:
a) Etika dinilai berdasarkan konsekuensi nonetis.
b) Keputusan etis harus berorientasi pada peningkatan kebahagiaan dan/atau mengurangi rasa
sakit, di mana kebahagiaan dan rasa sakit dapat berupa fisik atau psikologis.
c) Kebahagiaan dan rasa sakit berhubungan dengan semua masyarakat dan bukan hanya untuk
kebahagiaan pribadi atau rasa sakit dari pengambil keputusan.
d) Pembuat keputusan etis harus memihak dan tidak memberikan bobot ekstra untuk perasaan
pribadi ketika menghitung keseluruhan konsekuensi yang mungkin terjadi akibat keputusan
yang dibuat.
Etika Deontologi-Motivasi untuk Perilaku
Filsuf Inggris, David Hume (1771-1776) berpendapat bahwa kebutuhan akan keadilan
terjadi karena dua alasan, yaitu orang tidak selalu bermanfaat dan terdapat sumber daya yang
langka. Ini adalah makna keadilan untuk memberikan atau mengalokasikan manfaat dan beban
berdasarkan alasan rasional. Hume percaya bahwa masyarakat terbentuk melalui kepentingan
pribadi. Oleh karena kita tidak mandiri, kita perlu bekerja sama dengan orang lain untuk
kelangsungan hidup dan kesejahteraan bersama (yaitu untuk mendapatkan dukungan para
pemangku kepentingan). Namun demikian mengingat adanya keterbatasan sumber daya dan fakta
bahwa beberapa (orang) bisa mendapatkan keuntungan dengan merugikan orang lain, perlu ada
mekanisme untuk pembagian manfaat dan beban masyarakat dengan adil. Ada juga dua aspek
keadilan yatu keadilan procedural (proses untuk menentukan alokasi) dan keadilan distributif
(alokasi yang sebenarnya).
Etika Kebajikan – Meneliti Kebajikan yang
Diharapkan
Aristoteles (384-322 SM) dalam The Nicomachean Ethics menyatakan bahwa tujuan hidup adalah
kebahagian yang didalamnya terdapat kegiatan jiwa (activity of soul). Kita dapat mewujudkan
tujuan kita untuk memperoleh kebahagiaan dengan menjalani kehidupan yang didasarkan pada
suatu alasan. Kebajikan adalah karakter dari jiwa yang ditunjukkan dalam suatu tindakan
sukarela, dimana tindakan tersebut didasarkan pada musyawarah. Namun, Aristoteles juga merasa
bahwa terdapat kebutuhan adanya pendidikan etika sehingga orang akan tahu tindakan apa yang
baik dilakukan. Aristoteles mengemukakan bahwa kita dapat memahami dan mengidentifikasi
kabajikan dengan mendasarkan karakteristik manusia pada tiga hal, dua hal diantaranya adalah
menjadi jahat dan baik. Menurutnya kebajikan adalah golden mean, yaitu celah diantara posisi
ekstrem yang akan bervariasi tergantung dari keadaan.
Etika Kebajikan – Meneliti Kebajikan yang
Diharapkan
Etika moralitas lebih berfokus pada karakter moral dari pembuat keputusan daripada pada
konsekuensi tindakan (utilitarianisme) atau motivasi dari pembuat keputusan (deontologi). Hal ini
mengadopsi pendekatan yang lebih menyeluruh untuk memahami etika perilaku manusia. Dalam
hal ini mengakui bahwa terdapat banyak aspek dari kepribadian kita. Terdapat berbagai segi
keperibadian kita dan perilaku yang kita lakukan masuk akal dan konsisten. Meskipun kita semua
melakukan kebajikan dalam hal yang sama, namun intensitas kebajikan yang dilakukan dapat
berbeda, meskipun dalam situasi yang sama. Dalam lingkungan bisnis, etika kebajikan
mengabaikan gagasan bahwa eksekutif memiliki dua sudut pandang, satu sudut pandang yang
mewakili nilai-nilai pribadi dan yang lainnya mewakili nilai-nilai perusahaan, dan eksekutif
hanya dapat menggunakan satu pandangan pada satu waktu.
Thank You