I. TEORI ETIKA
Etika adalah cabang dari filsafat yang menyelidiki penilaian normative tentang apakah
perilaku ini benar atau apa yang seharusnya dilakukan, dimana etika berkaitan dengan prinsip-
prinsip yang memandu perilaku manusia. Etika mengajarkan tentang norma-norma dan nilai-
nilai yang berkaitan dengan salah dan benar, baik dan buruk, seperti yang harus kita lakukan
dan tindakan apa yang harus kita hindari. Dilema etika muncul ketika norma-norma dan nilai-
nilai mengalami konflik dan terdapat tindakan alternatif yang dapat dilakukan. Dilema etika
tidak mempunyai standar objektif, oleh karena itu, digunakan kode etik yang bersifat
subjektif.
A. Egoisme
Rachels (2004) memperkenalkan dua konsep yang berhubungan dengan
egoisme.Pertama, egoisme psikologis, adalah suatu teori yang menjelaskan bahwa semua
tindakan manusia dimotivasi oleh kepentingan berkutat diri (self servis). Menurut teori
ini, tidak ada tindakan yang sesungguhnya bersifat altruisme, yaitu suatu tindakan yang
peduli pada orang lain atau mengutamakan kepentingan orang lain dengan mengorbankan
kepentingan dirinya. Kedua, egoisme etis, adalah tindakan yang dilandasi oleh
kepentingan diri sendiri (self-interest).Tindakan berkutat diri ditandai dengan ciri
mengabaikan atau merugikan kepentingan orang lain, sedangkan tindakan mementingkan
diri sendiri tidak selalu merugikan kepentingan orang lain. Inti dari paham egoisme etis
adalah apabila ada tindakan yang menguntungkan orang lain, maka keuntungan bagi
orang lain ini bukanlah alasan yang membuat tindakan itu benar. Yang membuat tindakan
itu benar adalah kenyataan bahwa tindakan itu menguntungkan diri sendiri.
B. Utilitarianisme
Teleologi memiliki sejarah panjang di antara filsafat empiris Inggris. John Locke
(1632-1704), Jeremy Bentham (1748-1832), James Mill (1773-1836), dan anaknya John
Stuart Mill (1806-1873) semua melihat etika dari perspektif teleology. Teleology
memiliki artikulasi yang jelas dalam utilitarianisme, yang paling nyata adakah dalam
tulisan-tulisan Bentham dan J.S Mill. Dalam utilitariasm, mill menulis ”kredo yang
diterima seperti landasan moral, utilitas, atau prinsip kebahagiaan terbesar , menyatakan
bahwa tindakan merupakan hal yang benar sesuai proporsinya jika cenderung untuk
meningkatkan kebahagiaan, salah jika tindakan tersebut cenderung menghasilkan
kebalikan dari kebahagiaan. Kebahagiaan diharapkan mendatangkan kesenangan dan
ketiadaan rasa sakit; ketidakbahagiaan akan menimbulkan rasa sakit dan kesengsaraan”.
Utilitarianisme mendefinisikan kebaikan dan kejahatan dalam hal konsekuensi
non-etika dari kesenangan dan rasa sakit. Tindakan yang benar secara etika adalah salah
satu yang akan menghasilkan jumlah kesenangan terbesar atau jumlah rasa sakit terkecil.
Jika menggunakan utilitarianisme, pembuat keputusan harus mengambil perspektif yang
luas tentang siapa pun, dalam masyarakat, yang mungkin akan terpengaruh oleh
keputusan itu. Kegagalan dalam pengambilan keputusan akan sangat mahal bagi
perusahaan. Aspek kunci utilitarianisme adalah, pertama, etikalitas dinilai berdasarkan
konsekuensi non-etika.Keputusan etis harus berorientasi pada peningkatan kebahagiaan
dan/atau mengurangi rasa sakit, di mana kebahagiaan dan rasa sakit dapat bersifat fisik
atau psikologis.Kebahagiaan dan rasa sakit berhubungan dengan seluruh masyarakat dan
bukan hanya untuk kebahagiaan atau rasa sakit pribadi pembuat keputusan.Akhirnya,
para pengambil keputusan etis harus tidak memihak dan tidak member beban ekstra
terhadap perasaan pribadi ketika menghitung keseluruhan kemungkinan bersih
konsekuensi dari sebuah perusahaan.
Undang-undang dan Peraturan Utilitarianisme.
Utilitarianisme telah berkembang di sepanjang dua jalur utama, yaitu undang-
undang utilitarianisme dan peraturan utilitarianisme. Jalur pertama, kadang-kadang
disebut sebagai “konsekuensialisme”, menganggap sebuah tindakan baik atau benar
secara etika jika tindakan tersebut mungkin menghasilkan keseimbangan kebaikan
yang lebih besar atas kejahatan. Suatu tindakan dianggap buruk atau salah secara etika
jika tindakan tersebut mungkin menghasilkan hal yang sebaliknya. Peraturan
utilitarianisme, di sisi lain, mengatakan bahwa kita harus mengikuti aturan yang
mungkin akan menghasilkan keseimbangan kebaikan yang lebih besar atas kejahatan
dan menghindari aturan yang mungkin akan menghasilkan sebaliknya. Peraturan
utilitarianisme mengakui bahwa pengambilan keputusan oleh manusia sering dipandu
oleh aturan-aturan. Jadi, prinsip penuntun untuk aturan utilitarianisme adalah:
mengikuti atauran yang cenderung menghasilkan jumlah terbesar kesenangan terhadap
rasa sakit untuk sejumlah besar orang yang mungkin akan terpengaruh oleh tindakan.
Mengatakan kebenaran biasanya menghasilkan kesenangan terbesar bagi kebanyakan
orang hampir disepanjang waktu.
Sasaran dan Tujuan Akhir
Prinsip ini mempromosikan jumlah terbesar kebahagiaan untuk sejumlah besar
orang-tidak berarti bahwa akhirnya membenarkan sarana.Hal yang terakhir adalah
teori politik bukan merupakan prinsip etika.Hal yang lebih penting, tujuan
menghalalkan cara sering menyiratkan bahwa hanya ada satu cara untuk mencapai
tujuan akhir atau bahwa jika ada berbagai cara untuk mencapai akhir, maka semua
sarana yang ada setara secara etika.
Kelemahan dalam Utilitarianisme
Utilitarianisme mengandaikan bahwa hal-hal seperti kebahagiaan, utilitas,
kesenangan, sakit dan penderitaan bisa diukur. Masalah lain menyangkut distribusi
dan intensitas dari kebahagiaan. Prinsip utilitarian adalah untuk menghasilkan
sebanyak mungkin kebahagiaan dan untuk mendistribusikan kebahagiaan itu kepada
sebanyak mungkin orang.Masalah pengukuran lainnya adalah tentang ruang
lingkup.Hak minoritas dapat dilanggar di bawah utilitarianisme, dan mengabaikan
motivasi serta berfokus hanya pada konsekuensi.
C. Etika Deontologi
Deontologi berasal dari kata Yunani deon, yang artinya tugas atau
kewajiban.Deontologi mengevaluasi etikalitas perilaku berdasarkan motivasi pembuat
keputusan, dan menurut deontology tindakan dapat dibenarkan secara etika meskipun
tidak menghasilkan keuntungan bersih atas kebaikan terhadap kejahatan bagi para
pengambil keputusan atau bagi masyarakat secara keseluruhan. Immanuel Kant (1724-
1804) memberikan artikulasi dalam teori ini melalui risalahnya groundwork of the
Metaphycis of Moral.Kant mengembangkan dua hukum untuk menilai etikalitas,
yaitu Imperatif Kategoris Idan Imperatif Praktis.
Kelemahan dalam Deontologi
Masalah mendasar adalah bahwa impreratif kategoris tidak memberikan panduan
yang jelas untuk menentukan mana yang benar dan yang mana yang salah jika dua
atau lebih hokum moral mengalami konflik dan hanya satu yang dapat
diikuti.Imperatif kategoris menetapkan standar yang sangat tinggi. Bagi banyak orang,
itu adalah etika yang sulit untuk diikuti.
Sebuah keputusan atau tindakan dianggap etis atau “benar” jika sesuai dengan standar
tertentu.Para filsuf mengemukakan, bahwa untuk memastikan keputusan etis tidak cukup
jika hanya berdasarkan pada satu standar saja.Berikut adalah dasar pertimbangan
kerangka kerja pengambilan keputusan etis (EDM) menilai etikalitas keputusan atau
tindakan yang dibuat :
a) Konsekuensi atau kekayaan yang dibuat dalam hal keuntungan bersih atau biaya;
b) Hak dan kewajiban yang terkena dampak;
c) Kesetaraan yang dilibatkan;
d) Motivasi atau kebijakan yang diharapkan (harapan untuk karakter, kebajikan)
Deontologi
Suatu pendekatan deontologis mengangkat isu – isu yang berkaitan dengan tugas, hak, serta
pertimbangan keadilan dengan menggunakan standar moral, prinsip, dan aturan – aturan sebagai
panduan untuk membuat keputusan etis yang terbaik.
Deontologi berfokus pada kewajiban atau tugas memotivasi keputusan atau tindakan,
bukan pada konsekuensi dari tindakan.Dalam etika deontologi, kebenaran bergantung pada rasa
hormat yang ditunjukkan dalam tugas, serta hak dan kewajiban yang dicerminkan oleh tugas –
tugas tersebut. Akibatnya:
Etika Kebajikan
Etika kebajikan berfokus pada karakter atau integritas moral para pelaku dan melihat pada moral
masyarakat, seperti masyarakat profesional, untuk membantu mengidentifikasi isu – isu etis dan
panduan tindakan etis.
Dalam etika kebajikan, berkaitan dengan aspek yang memotivasi karakter moral yang
ditunjukkan oleh para pengambil keputusan. Tanggung jawab dalam etika kebajikan memiliki
dua dimensi: actus reus (tindakan yang salah) dan mens rea (pikiran yang salah). Menurut
AACSB :
Etika kebajikan berfokus pada karakter atau integritas moral para pelaku dan melihat pada moral
masyarakat, seperti masyarakat profesional, untuk membantu mengidentifikasi isu – isu etis dan
panduan tindakan etis.
Analisis Dampak Pemangku Kepentingan – Perangkat Komprehensif untuk Menilai
Keputusan dan Tindakan Sejak John Stuart Mill mengembangkan konsep utilitarianisme pada
tahun 1861, suatu pendekatan yang diterima untuk penilaian keputusan dan tindakan yang
dihasilkan telah dipakai untuk mengevaluasi hasil akhir atau konsekuensi dari tindakan. Dampak
dari tindakan diukur dalam bentuk keuntungan atau kerugian yang timbul, karena laba telah
menjadi ukuran tingkat kebaikan yang ingin dimaksimalkan oleh pemegang saham.
Nilai pertama berasal dari konsekuensialisme, nilai kedua, ketiga, dan keempat dari deontologi
dan etika kebajikan.
Sifat kebajikan Keputusan yang diusulkan harus menunjukkan seperti yang diharapkan
dan pembuat keputusan
Keempat dasar kepentingan ini harus terpenuhi untuk memenuhi kriteria sebuah keputusan yang
etis.