Anda di halaman 1dari 52

Bahan Ajar

Etika Profesi dan Hukum Kesehatan

Ditulis Oleh :

Prasko, S.Si.T, M.H

NIP : 198108232005501001

POLITEKNIK KEMENTERIAN KESEHATAN SEMARANG

JURUSAN KESEHATAN GIGI

2020
BAB I

Konsep Dasar Etika


Tujuan Pembelajaran :
1. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang pengertian etika
2. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang perbedaan etika dan etiket
3. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang perbuatan Perawat Gigi yang
bertentangan dengan etika

Dalam bab ini kita akan membahas tentang konsep dasar etika, perbedaan etika dan

etiket, serta perbuatan-perbuatan Perawat Gigi yang bertentangan dengan etika. Makna

penting bahasan ini dikarenakan Perawat Gigi adalah sebuah profesi yang telah diatur

sedemikian rupa dengan berbagai peraturan dan juga terwadahi oleh sebuah organisasi profesi

sehingga bahasan ini sangatlah penting agar seorang Perawat Gigi mampu menjalankan

profesinya dalam batasan-batasan etika dan norma-norma yang berlaku serta membentuk

karakter dan pemahaman yang lebih baik tentang nilai-nilai sebuah perilaku dan tindakan

sehingga dengan pemahaman etika yang baik akan membawa nama baik juga pribadi dan

profesi Perawat Gigi. Marilah sekarang kita tinjau masalah etika ini sehingga akan menjadi

jelas pengertiannya.

1. Pengertian Etika

Secara etimologis etika diambil dari bahasa Yunani yaitu “Ethos” yang kurang

lebihnya mempunyai arti adat istiadat atau kebiasaan. Dibawah ini Pengertian Etika dari

pendapat berbagai pakar adalah sebagai berikut :

1. Menurut Magnis Suseno (1990) etika adalah ilmu yang mengkaji tentang nilai.

2. Menurut Sudikno dalam Alexandra Indriyanti Dewi (2008) etika adalah sebagai usaha

manusia untuk mencari norma baik dan buruk.

3. Menurut Bertens (2002) mendefinisikan etika sebagai berikut :

a. Etika dalam arti nilai atau moral yang menjadi pegangan bagi seseorang atau

kelompok untuk mengatur tingkah laku yang didalam hal ini bisa disamakan

dengan adat istiadat ataupun kebiasaan.

b. Etika diartikan sebagai kumpulan asas atau nilai moral yang juga lebih dikenal

dengan kode etik.

c. Etika yang mempunyai arti sebagai ilmu tentang baik dan buruk. Didalam hal ini

etika baru menjadi ilmu apabila kemungkinan-kemungkinan etis yang begitu saja
diterima dalam suatu masyarakat menjadi bahan refleksi bagi suatu penelitian

sistematis dan metodis.

2. Etika dan Etiket

Kata etika sudah tidak asing lagi bagi kita semua namun kadang kita menyamakan

istilah etika dan etiket, menurut Bertens perbedaan antara etika dan etiket sebagai berikut :

1. Etika

a. Etika menyangkut masalah apakah suatu perbuatan boleh dilakukan atau tidak.

b. Etika tidak tergantung pada hadir tidaknya orang lain.

c. Etika bersifat absolut artinya prinsip etika tidak dapat ditawar berlakunya.

d. Etika tidak hanya memandang segi lahiriah tetapi juga batiniahnya.

2. Etiket

a. Etiket menyangkut cara suatu perbuatan yang harus dilakukan manusia.

b. Etiket hanya berlaku dalam pergaulan hidup.

c. Etiket bersifat relatif, artinya prinsip etiket tergantung oleh tempat, karena adat

di satu tempat bisa berbeda ditempat yang lain.

d. Etiket hanya memandang manusia dari segi lahiriahnya saja.

3. Perbuatan Perawat Yang Bertentangan Dengan Etika

Perawat Gigi harus optimal dalam menjalankan profesinya, yang dimaksud secara

optimal dalam menjalankan Profesi Perawat Gigi adalah sesuai dengan pelayanan asuhan

kesehatan gigi dan mulut mutakhir, etika umum, etika kesehatan gigi, hukum dan agama.

Kesehatan gigi dan mulut yang menyangkut pengetahuan dan keterampilan yang telah

diajarkan dan dimiliki harus dipelihara dan dipupuk sesuai dengan kemampuan Perawat Gigi

yang telah ditetapkan.

Etika Umum dan Etika Kesehatan Gigi harus diamalkan dalam menjalankan profesi

secara ikhlas, jujur dan rasa cinta terhadap sesama manusia serta penampilan tingkah laku,

tutur kata dan berbagai sifat lain yang terpuji seimbang dengan martabat jabatan Profesi

Perawat Gigi.
Masyarakat menilai seorang perawat gigi tidak hanya berdasarkan kemampuan dalam

memberikan pelayanan asuhan kesehatan gigi dan mulut kepada masyarakat tetapi juga

berdasarkan cara dan sikap hidupnya dalam masyarakat. Betapa terampilnya ia dalam

memberikan pelayanan asuhan kesehatan gigi kepada masyarakat, ia tidak akan terpandang

dalam masyarakat apabila ia tidak menjunjung tinggi norma-norma hidup yang luhur, baik dalam

kehidupan pribadi maupun dalam menjalankan profesinya. Oleh karena itu penting sekali bagi

Perawat Gigi Indonesia untuk menjaga agar tingkah laku, tutur kata serta sikap hidupnya selalu

seimbang dengan martabat jabatan Perawat Gigi sebagai salah satu tenaga kesehatan gigi.

Perbuatan yang bertentangan dengan Etika antara lain :

a. Perbuatan yang bersifat memuji diri, yang menyangkut dengan kemampuan dalam

memberikan pelayanan asuhan kepada masyarakat.

b. Melakukan pelayanan kesehatan gigi kepada masyarakat di luar kewenangannya.

c. Melakukan tindakan dalam pelayanan asuhan kesehatan gigi dan mulut yang tidak sesuai

dengan indikasinya.

d. Menerima imbalan selain daripada yang layak sesuai dengan jasanya kecuali dengan

keikhlasan, sepengetahuan dan kehendak pasien.

e. Menggunakan gelar / sebutan yang tidak resmi atau diakui.

f. Melakukan atau mencoba melakukan tindakan yang bersifat asusila sewaktu menjalankan

profesinya.

Dalam rangka pelaksanaan pelayanan kesehatan menyeluruh setiap Perawat Gigi harus dapat

bekerja sama yang baik, harmonis dan saling menghargai dengan tenaga kesehatan lainnya

misalnya Bidan, Perawat Umum, Penyuluh Kesehatan Masyarakat (PKM), Terapi Wicara,

Tenaga Gizi dan sebagainya.

Salah satu ciri tenaga Perawat Gigi sebagai tenaga kesehatan gigi yang memberikan

kewenangannya harus mampu memberikan pendidikan kepada masyarakat mengenai pentingnya

memelihara kesehatan gigi dan mulut terutama kaitannya dengan kesehatan umum.Hal ini dapat

dilakukan baik di tempat kerjanya maupun di lingkungan tempat tinggalnya. Adalah menjadi

kewajiban bagi Perawat Gigi untuk berupaya meningkatkan kesehatan gigi masyarakat sesuai

dengan program pemerintah. Hal ini bukan berarti terbatasnya memberikan kesehatan gigi dan

mulut kepada masyarakat tetapi luas dari itu ia harus bersedia untuk mengamalkan ilmunya bagi

peningkatan.
Ringkasan :
Etika dalam arti nilai atau moral yang menjadi pegangan bagi seseorang atau
kelompok untuk mengatur tingkah laku yang didalam hal ini bisa disamakan
dengan adat istiadat ataupun kebiasaan.
Kata etika sudah tidak asing lagi bagi kita semua namun kadang kita
menyamakan istilah etika dan etiket, pada kedua kata tersebut mempunyai
makna yang berbeda. Diantara perbedaannya, etika menyangkut masalah apakah
suatu perbuatan boleh dilakukan atau tidak sedangkan etiket menyangkut cara
suatu perbuatan yang harus dilakukan manusia.
Masyarakat menilai seorang perawat gigi tidak hanya berdasarkan kemampuan
dalam memberikan pelayanan asuhan kesehatan gigi dan mulut kepada
masyarakat tetapi juga berdasarkan cara dan sikap hidupnya dalam masyarakat.
Betapa terampilnya ia dalam memberikan pelayanan asuhan kesehatan gigi
kepada masyarakat, ia tidak akan terpandang dalam masyarakat apabila ia tidak
menjunjung tinggi norma-norma hidup yang luhur, baik dalam kehidupan
pribadi maupun dalam menjalankan profesinya sehingga semua perbuatan dan
tindakan yang bertentangan dengan etika harus ditinggalan.
Pertanyaan :

1. Jelaskan arti penting etika profesi bagi Perawat Gigi.

2. Bagaimanakah contoh konkrit etika dan etiket.

3. Mengapa tindakan-tindakan dan perbuatan yang bertentangan dengan etika tidak boleh

dilakukan oleh seorang Perawat Gigi.

Bacaan Lanjutan :

Alexandra Indriyanti Dewi, 2008, Etika dan Hukum Kesehatan, Pustaka Book

Publisher, Yogyakarta

Bertens, K, 2002, Etika, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Magnis Suseno, 1990, Etika Dasar, Kanisius, Yogyakarta


BAB II

Keperawatan dan Profesi Perawat Gigi

Tujuan Pembelajaran :
1. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang perkembangan
keperawatan
2. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang pengertian Perawat
Gigi
3. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang keprofesionalan
Perawat Gigi
4. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang sejarah Perawat
Gigi
5. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang macam-macam
tenaga kesehatan lain di bidang kesehatan gigi

1. Perkembangan Keperawatan

Perkembangan keperawatan di dunia diawali sejak manusia itu diciptakan , dimana

pada dasarnya manusia diciptakan telah memiliki naluri untuk merawat diri sendiri sebagai

mana tercermin dari seorang ibu. Kemudian dilanjutkan pada zaman purba yang memiliki

keyakinan akan mistis yang dapat mempengaruhi kehidupan manusia, kepercayaan ini

dinamakan animisme.

Selanjutnya pada zaman keagamaan , perkembangan keperawatan mulai bergeser

kearah spritual di mana seseorang yang sakit dapat disebabkan karena dosa-dosa yang telah

dilaksanakan sehingga mendapatkan kutukan dari Tuhan. Pusat perawatan adalah rumah –

rumah ibadah, sehingga pada saat itu pimpinan agama dapat disebut sebagai tabib. Pada

zaman masehi, keperawatan dimulai pada perkembangan agama Nasrani, dimana pada saat itu

banyak membentuk diakones (deaconesses), suatu organisasi wanita yang bertujuan

mengunjungi orang-orang sakit sedangkan yang laki-laki berfungsi untuk mengubur yang

mati.

Zaman sebelum perang kedua, tokoh keperawatan Florence Nightingale (1820-1910)

menyadari pentingnya suatu sekolah untuk mendidik para perawat. Setelah perang kedua

selesai, perkembangan keperawatan diawali dengan kesadaran masyarakat akan pentingnya

kesehatan, pertumbuhan penduduk yang relatif tinggi sehingga menimbulkan pola tingkah

laku individu , ada perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran dengan diawali

adanya penemuan-penemuan obat atau cara-cara untuk memberikan penyembuhan pada

pasien, upaya pada pelayanan kesehatan juga terdapat kebijakan negara tentang peraturan

sekolah perawat.
Pada tahun 1948 perawat diakui sebagai profesi sehingga pada sat itu pula terjadi

perhatian dalam pemberian penghargaan pada perawat atas tanggungjawabnya dalam tugas.

Periode tahun 1950 perawat mulai menunjukan perkembangan khususnya penataan pada

sistem pendidikan, terbukti dengan adanya pendidikan setingkat master dan doktoril di

Amerika. Kemudian proses keperawatan muali dikembangkan dengan memberikan pengertian

bahwa perawatan adalah suatu proses, yang dimuali dari pengkajian, diagnosis keperawatan,

perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.

Perkembangan keperawatan di Indonesia sangat dipengaruhi oleh kolonialismen pada

masa penjajahan. Perawat pada mulanya disebut sebagai verpleger dengan dibantu oleh zieken

oppaser sebagai penjaga orang sakit, perawat tersebut pertama kali bekerja di rumah sakit

Binnen Hospital yang terletak di Jakarta pada tahun 1799 yang ditugaskan untuk memelihara

kesehatan staf dan tentara belanda, sehingga akhirnya pada masa penjajahan Belanda

terbentuklah dinas kesehatan tentara dan dinas kesehatan masyarakat. Pada masa tersebut juga

didirikan beberapa rumah sakit seperti rumah sakit stadsverband yang sekarang dikenal

dengan nama Rumah Sakit Cipto Mangun Kusumo. Setelah kemerdekaan pada tahun 1952

untuk memenuhi kebutuhan tenaga kesehatan maka didirikan sekolah perawat, kemudian pada

tahun 1962 dibuka pendidikan keperawatan setara dengan diploma. Pada tahun 1985 untuk

pertama kalinya pendidikan keperawatn setingkat sarjana ada di Indonesia. Setelah lokakarya

pada tahun 1983, p[roses menjadika perawat sebagai tenag profesional sudah mulai dirasakan

dengan adanya proses pengakuan dari profesi lainnya.

2. Pengertian Perawat Gigi

Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1035 Tahun 1998 tentang

Perawat Gigi dinyatakan: Perawat Gigi adalah setiap orang yang telah mengikuti dan

menyelesaikan pendidikan Perawat Gigi yang telah diakui oleh Pemerintah dan lulus ujian

sesuai dengan persyaratan yang berlaku. Perawat Gigi merupakan salah satu jenis tenaga

kesehatan dalam kelompok keperawatan yang dalam menjalankan tugas profesinya harus

berdasarkan Standar Profesi.

Perawat Gigi dalam menjalankan tugas profesinya diarahkan untuk meningkatkan

mutu dan kerja sama dengan profesi terkait. Berdasarkan SK Menteri Kesehatan tersebut di

atas, maka Perawat Gigi merupakan suatu profesi di dalam bidang kesehatan yang berarti

bahwa Perawat Gigi adalah Tenaga Kesehatan Profesional.


3. Keprofesionalan Perawat Gigi

Keprofesionalan Perawat Gigi ditandai dengan :

1. Kemampuan yang didukung oleh pengetahuan teoritis tentang keperawatan gigi.

2. Terdidik dan terlatih di dalam menghadapi masalah dan melakukan tindakan yang berkaitan

dengan keperawatan gigi.

3. Kewenangan yang dimiliki dalam melakukan tugas profesinya.

4. Standar Profesi sebagai batasan aktivitas dan kode etik sebagai batasan moral.

5. Misi pelayanan untuk kepentingan orang banyak.

4. Sejarah Perawat Gigi

Untuk meningkatkan pelayanan kesehatan gigi dan mulut pada masyarakat

Indonesia, Menteri Kesehatan Republik Indonesia mengeluarkan Surat Keputusan Menteri

tertanggal 30 Desember 1950 Nomor: 27998 / Kab memutuskan mendirikan Pendidikan

Perawat Gigi ( Dental Nurse ). Keputusan tersebut berlaku mulai 1 Agustus 1951, maka

berdirilah Sekolah Perawat Gigi di Jakarta.

Pada tahun 1953 Sekolah Perawat Gigi Jakarta meluluskan Perawat Gigi yang

pertama. Namun pada tahun 1957 Sekolah Perawat Gigi diubah menjadi Sekolah Pengatur

Rawat Gigi ( SPRG ). Walaupun Perawat Gigi di dalam SK Menteri Kesehatan RI Nomor

1035 Tahun 1998 termasuk kelompok Keperawatan bukan berarti Perawat Gigi adalah

Perawat. Sama halnya berdasarkan PP Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan,

Bidan juga termasuk kelompok Keperawatan akan tetapi Bidan sendiri menyatakan dirinya

bukan Perawat.

Alasan mengapa Perawat Gigi bukan Perawat adalah Pemahaman tentang

Keperawatan bukan hanya berarti nursing. Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi

ke-2 yang diterbitkan oleh Balai Pustaka Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Tahun

1994, kata “RAWAT” diartikan pelihara, urus, atau jaga. “Perawatan” adalah proses

perbuatan, cara merawat, pemeliharaan, penyelenggaraan, pembelaan (orang sakit).

Berdasarkan pengertian tersebut di atas, maka Keperawatan dapat diartikan sesuatu yang

berkaitan dengan proses perbuatan, cara merawat, pemeliharaan, penyelenggaraan dan

pembelaan khususnya bagi orang sakit.

Definisi Keperawatan berdasarkan hasil lokakarya Keperawatan Tahun 1983,

dinyatakan bahwa Keperawatan adalah suatu bentuk professional yang merupakan bagian
integral dari pelayanan kesehatan yang didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan berbentuk

pelayanan biopsiko social cultural yang komperehensif serta ditujukan kepada inidividu,

keluarga dan masyarakat baik sehat maupun sakit.

Dalam hal ini PPGI lebih cenderung mengartikan Keperawatan dalam konteks

kesehatan gigi dan mulut adalah dalam bentuk upaya pemeliharaan (care) kesehatan gigi dan

mulut. Antara Perawat Gigi dan Perawat terdapat perbedaan pendekatan walaupun kedua jenis

tenaga tersebut memandang manusia sebagai satu kesatuan yang mengandung unsur – unsur

biologi, psikologis, sosial dan kultural (biopsiko social kultural).

Perawat Gigi melakukan asuhan kesehatan gigi dan mulut dalam upaya pendekatan,

pemeliharaan melalui tindakan-tindakan promotif – preventif, sedangkan Perawat (Nurse)

melakukan pendekatan berdasarkan pendekatan pemenuhan kebutuhan dasar manusia agar

mampu mengatasi masalahnya.

Hingga dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Pelayanan kesehatan gigi dan mulut mencakup pelayanan medis gigi (care) oleh Dokter

Gigi, pelayanan asuhan kesehatan gigi dan mulut (care) oleh Perawat Gigi dan pelayanan

asuhan supporting oleh Tehnisi Gigi.

2. Pelayanan asuhan kesehatan gigi dan mulut dilakukan secara komperehensif kepada

individu, keluarga dan masyarakat yang mempunyai ruang lingkup berfokuskan kepada

aspek promotif, preventif, dan kuratif dasar.

3. Dalam melaksanakan tugasnya seorang Perawat Gigi dapat memberikan konseling terhadap

hak-hak klien dan memberikan jaminan terhadap kualitas pelayanan kesehatan gigi dan

mulut yang diberikan secara profesional.

4. Untuk menghasilkan tenaga Perawat Gigi yang profesional melalui pendidikan jenjang

lanjut, pendidikan tinggi yaitu jenjang Diploma III.

5. Perawat Gigi merupakan tenaga kesehatan professional yang termasuk dalam kategori

tenaga Keperawatan

6. Tugas Perawat Gigi bersifat mandiri secara professional.

7. Perawat Gigi adalah mitra kerja Dokter Gigi yang menunjang program Pemerintah dalam

pelayanan asuhan kesehatan gigi dan mulut.

8. Perawat Gigi melaksanakan program Pemerintah ( Departemen Kesehatan ) dalam

pelayanan asuhan kesehatan gigi dan mulut masyarakat.


9. Pendidikan Perawat Gigi telah dimulai sejak tahun 1951 melalui Sekolah Perawat Gigi dan

pada tahun 1957 berubah menjadi Sekolah Pengatur Rawat Gigi yang ditingkatkan jenjang

pendidikan tinggi melalui Akademi Kesehatan Gigi dan kini Jurusan Kesehatan Gigi.

10. Perawat Gigi mempunyai organisasi profesi sebagai wadah berhimpun dan memperjuangkan

aspirasinya adalah Persatuan Perawat Gigi Indonesia.

11. Dalam melaksanakan tugasnya seorang Perawat Gigi berkolaborasi dengan tenaga kesehatan

lainnya ( Dokter Gigi, Dokter Umum, Perawat Umum, Bidan dan sebagainya ) dan bekerja

sesuai Standar Profesi yang berlaku.

Perkembangan Perawat Gigi saat ini yang tertuang dalam Kepmenkes Nomor

378/Menkes/SK/III/2007 Tentang Standar Profesi Perawat Gigi adalah sebagai berikut :

Perawat gigi harus ditempuh melalui jenjang pendidikan seperti jenjang SPRG ke AKG

(Jurusan Kesehatan Gigi) ke DIV Perawat Gigi Pendidik/ DIV Keperawatan Gigi.

Kualifikasi Pendidikan Berkelanjutan

1. Pendidikan Formal

Pendidikan formal ini meliputi DIV Perawat Gigi Pendidik dan DIV Keperawatan Gigi

dan S2 Promosi Kesehatan Gigi atau Manajemen Kesehatan Gigi dan Mulut.

2. Pendidikan Dibidang Lain

Pendidikan ini meliputi S1 Kesehatan Masyarakat, S1 Pendidikan, S1 Administrasi /

Manajemen , S1 Komputer , dan S1 Bahasa Asing.

5. Tenaga Kesehatan Dalam Bidang Kesehatan Gigi

Selain Perawat Gigi ada dua profesi lain yang bergerak dibidang kesehatan gigi dan mulut

yaitu :

1). Dokter Gigi

Menurut Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran,

Dokter dan dokter gigi adalah dokter, dokter spesialis, dokter gigi, dan dokter gigi spesialis

lulusan pendidikan kedokteran atau kedokteran gigi baik di dalam maupun di luar negeri

yang diakui oleh Pemerintah Republik Indonesia sesuai dengan peraturan perundang-

undangan.

Praktek kedokteran gigi umum meliputi tindakan 

preventif, promotif, kuratif dan rehabilitatif terhadap kondisi gigi dan mulut individu


ataupun masyarakat. Tindakan perawatan yang dapat dilakukan oleh seorang dokter

gigi umum antara lain penambalan gigi berlubang, pembersihan karang gigi, pencabutan

gigi, pembuatan gigi tiruan. Seorang dokter gigi seringkali menggunakan sinar-x dalam

menegakkan diagnosa.

Praktik kedokteran gigi bukanlah suatu pekerjaan yang boleh dilakukan oleh siapa

saja, melainkan hanya boleh dilakukan oleh kelompok profesional kedokteran gigi yang

memiliki kompetensi yang memenuhi standar tertentu, diberi kewenangan oleh institusi

yang berwenang di bidang itu dan bekerja sesuai dengan etik, standar dan profesionalisme

yang ditetapkan oleh organisasi profesinya.

Secara teoritis-konseptual, antara masyarakat profesi dengan masyarakat umum

terjadi suatu kontrak (mengacu kepada doktrin social-contract), yang memberi hak kepada

masyarakat profesi untuk melakukan self-regulating (otonomi profesi) dengan kewajiban

memberikan jaminan bahwa profesional yang berpraktek hanyalah profesional yang

kompeten dan yang melaksanakan praktek profesinya sesuai dengan etik dan standar.

2). Teknisi Gigi

Berdasarkan Kepmenkes Nomor 372/Menkes/SK/III/2007 Tentang Standar

Profesi Teknisi Gigi, teknisi gigi adalah profesi khusus individu yang mengabdikan diri

dalam bidang pembuatan gigi tiruan, alat orthodontie dan maxillo facial, memiliki

pengetahuan dan keterampilan sesuai dengan kompetensi yang diperoleh melalui jenjang

pendidikan formal dan berguna untuk kesejahteraan manusia sesuai dengan kode etik serta

bermitra dengan Dokter gigi dan Dokter gigi spesialis.

Profesi teknisi gigi adalah suatu pekerjaan di bidang keteknisian gigi yang

dilaksanakan berdasarkan suatu keilmuan (Body of knowledge), memiliki kompetensi yang

diperoleh melalui pendidikan yang berjenjang, melalui kode etik yang bersifat melayani

masyarakat.

Teknisi Gigi mempunyai kewajiban menentukan komponen teknisi gigi yang

mempengaruhi kesehatan manusia. Dan melaksanakan praktek teknisi gigi dengan

komponen-komponen teknisi gigi secara tepat berdasarkan prosedur yang telah ditetapkan.
BAB III

Kewajiban Perawat Gigi

Tujuan Pembelajaran :
1. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang hak dan kewajiban
Perawat Gigi
2. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang kewajiban-
kewajiban Perawat Gigi
a. Kewajiban Perawat Gigi terhadap masyarakat
b. Kewajiban Perawat Gigi terhadap teman sejawat
c. Kewajiban Perawat Gigi terhadap diri sendiri

Sebelum kita bahas tentang kewajiban Perawat Gigi, sekarang kita tinjau dulu tentang hak dan

kewajiban Perawat.

1. Hak dan Kewajiban Perawat

a. Memperoleh perlindungan hukum yang melaksanakan tugas sesuai dengan standar

profesi;

b. Mengembangkan diri melalui kemampuan spesialisasi sesui latar belakang

pendidikannya;

c. Menolak keinginan klien/pasien yang bertentangan dengan peraturan perundangan,

standar profesi, dan kode etik profesi;

d. Diperlakukan adil dan jujur oleh rumah sakit, klien/pasien, dan atau keluarganya;

e. Meningkatkan pengetahuan berdasarkan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi

bidang keperawata;

f. Mendapatkan informasi yang lengkap dari klien/pasien yang tidak puas terhadap

pelayanannya;

g. Mendapatkan jaminan perlindungan terhadap resiko kerja yang terkait dengan tugasnya;

h. Diikutsertakan dalam penyusunan/penetapan kebijakan pelayanan kesehatan di rumah

sakit;

i. Diperhatikan privasinya dan berhak menuntut apabila nama baiknya dicemarkan oleh

klien/pasien atau keluarganya serta tenaga kesehatan lain;

j. Menolak pihak lain yang memberikan anjuran/perintah untuk melakukan tindakan yang

bertentangan dengan peraturan perundangan, standar profesi, dan lode etik;

k. Mendapatkan penghargaan/imbalan yang layak dari jasa profesinya sesuai dengan

peraturan/ketentuan yang berlaku di rumah sakit;


l. Memperoleh kesempatan mengembangkan karier sesuai dengan profesinya.

2. Kewajiban Perawat

a. Mematuhi semua peraturan rumah sakit sesuai dengan hubungan anatara pegawai

dengan rumah sakit;

b. Mengadakan perjanjian tertulis dengan rumah sakit;

c. Memenuhi hal-hal yang dispakati/perjanjian yang telah dibuatnya;

d. Memberikan pelayanan/asuhan keperawatan sesuai dengan standar profesi dan batas

kewenangannya;

e. Menghormati hak klien/pasien;

f. Merujuk pasien/klien kepada perawat/tenaga kesehatan lain yang mempunyai

keahlian/kemampuan yang lebih baik;

g. Memberikan kesempatan pada klien/pasien agar senan tiasa dapat berhubungan denga

keluarganya, menjalankan ibadah sesuai dengan agamanya sepanjang tidak bertentangan

denganketentuan pelayanan kesehatan;

h. Memberikan informasi yang akurat tentang tindakan keperawatan kepada klien/pasien

atau keluarganya sesuai dengan batas kewenangannya;

i. Membuat dokumentasi asuhan keperawatan secara akurat dan berkesinambungan;

j. Meningkatkan mutu pelayanan keperawatan sesuai dengan standar profesi keperawatan;

k. Mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi keperawatan secara terus-

menerus;

l. Melakukan pertolongan darurat sesuai dengan batas kewenangannya;

m. Merahasiakan segala sesuatu yang diketahui tentang klien/pasien, bahkan juga setelah

klien/pasien meninggal, kecuali jika diminta oleh pihak yang berwenang.

2. Kewajiban Perawat Gigi

a. Kewajiban Terhadap Masyarakat

Memberikan pelayanan asuhan kesehatan gigi dan mulut yang sebaik mungkin

hendaknya tidak diartikan sebagai keharusan bagi Perawat Gigi untuk mempunyai

peralatan alat-alat peraga atau bahan-bahan yang mahal. Dengan bahan-bahan yang

tersedia sederhana diharapkan Perawat Gigi dapat memberikan pelayanan kesehatan gigi

dan mulut kepada masyarakat. Perawat Gigi wajib memperhatikan dan mendapat

persetujuan apa yang akan dilakukan terhadap kliennya. Dengan demikian tidak mendapat
kesan klien yang tidak tahu atau tanpa persetujuan apa yang telah dilakukan terhadap

dirinya. Selain itu Perawat Gigi juga harus memperhatikan hak klien antara lain hak untuk

bertanya tentang tindakan yang akan dilakukan, menolak rencana tindakan yang akan

dilakukan meskipun Perawat Gigi telah menjelaskan indikasi perawatan yang sesuai

dengan keadaan penderitanya. Seorang Perawat Gigi Indonesia harus sadar bahwa

pengetahuan,kemampuan,kewenangan dalam menangani suatu kasus terbatas. Oleh

karenanya Perawat Gigi wajib merujuk penderita tersebut kepada tenaga yang lebih ahli

dan dengan harapan penderita akan mendapat perawatan yang lebih baik. Beberapa jabatan

tertentu mewajibkan pemangkunya untuk merahasiakan segala hal yang bersangkutan

dengan pekrjaan mereka. Kewajiban tersebut berdasarkan kepentingan umum maupun

kepentingan perorangan.

Dalam keadaan darurat seorang Perawat Gigi wajib memberikan pertolongan kepada

siapapun yang membutuhkan dan apapun yang dideritanya. Pertolongan yang diberikan tentu

dalam batas-batas tindakan keterampilan, keahlian dan pengetahuan yang dimilikinya.Walaupun

sangat terbatas, namun tetap harus mengerjakan segala sesuatu dalam upaya menyelamatkan

seseorang. Pertolongan harus diberikan apabila tidak ada orang lain yang mampu memberikan.

Dalam memberikan pelayanan kepada pasien, Perawat Gigi harus bersikap ramah tamah, berbuat

dengan ikhlas sehingga pasien merasa senang, nyaman dan aman.

b. Kewajiban Terhadap Teman Sejawat

Etika menghendaki agar setiap Perawat Gigi memelihara hubungan baik dengan teman

sejawatnya dalam kelompok profesinya.Kerjasama yang baik hendaknya dipelihara baik dalam

kehidupan pribadi maupun dalam menjalankan profesi. Pengalaman atau pengetahuan yang

diperoleh hendaknya dijadikan milik bersama.

Mengingat perkembangan profesi sangat pesat saat ini, Perawat Gigi Indonesia hendaknya selalu

membuka diri segala informasi dan komunikasi dengan teman sejawat sehingga pengembangan

profesi Perawat Gigi dapat secara menyeluruh, kelompok dan individu serta aktif mengikuti

pertemuan yang diselenggarakan oleh PPGI.

Perawat Gigi Indonesia harus dapat menjaga kerahasiaan teman sejawat yang tidak boleh

diketahui oleh umum selain diperlukan untuk keterangan hukum.Apabila terjadi kesalahpahaman

antara teman sejawat perlu dicarikan jalan penyelesaian yang bijaksana, dan hendaknya antara

teman sejawat ada keterbukaan dan saling pengertian.


c. Kewajiban Terhadap Diri Sendiri

Perawat Gigi mempunyai kewajiban terhadap dirinya yaitu meningkatkan martabat dirinya,

berarti bahwa Perawat Gigi wajib bekerja secara teliti dan hendaknya selalu berusaha mawas diri

untuk meningkatkan citra Perawat Gigi di mata masyarakat, berfikir kritis dan dapat menganalisa

segala situasi yang terjadi serta bersikap kreatif, mempunyai inisiatif dan berlaku cermat.

Setiap Perawat Gigi Indonesia wajib mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi,

terutama di bidang pelayanan asuhan kesehatan gigi dan mulut dengan jalan membaca buku

majalah ilmiah diskusi dan sebagainya.

Setiap Perawat Gigi Indonesia harus menjadi panutan di dalam penampilan, baik cara berpakaian

rapi, rambut tersisir rapi, kumis/jenggot teratur rapi, kuku dipotong pendek dan gigi geligi

terawat. Perawat Gigi Indonesia harus berperilaku sopan terhadap siapapun, penuh dedikasi

terhadap tugas yang diemban dan bertanggung jawab pada segala perbuatan yang dilakukan.

Mengingat bahwa Perawat Gigi adalah tenaga kesehatan yang memberikan pelayanan asuhan

kesehatan gigi dan mulut kepada masyarakat maka sewajarnya seorang Perawat Gigi memelihara

kesehatannya dengan menjalani hidup sehat supaya dapat bekerja dengan baik.
BAB IV

Standar Kompetensi Perawat Gigi

Tujuan Pembelajaran :
1. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang kemampuan inti
dalam standar kompetensi Perawat Gigi
2. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang kemampuan inti
dalam standar kompetensi Perawat Gigi

Standar Profesi Perawat Gigi digunakan sebagai pedoman dalam menjalankan profesi secara

baik dengan tujuan :

1). Memberikan pelayanan asuhan kesehatan gigi sesuai dengan tujuan, fungsi, dan

wewenang yang dimilikinya.

2). Memberikan perlindungan kepada Perawat Gigi dari tuntutan hukum.

3). Memberikan perlindungan kepada masyarakat dari malpraktek Perawat Gigi.

Kompetensi adalah seperangkat tindakan cerdas, penuh tanggung jawab yang dimiliki seseorang

sebagai syarat untuk dianggap mampu oleh masyarakat dalam melaksanakan tugas-tugas di

bidang pekerjaan tertentu. Sedangkan Australian National Training Authority mendefinisikan

kompetensi adalah spesifikasi dari pengetahuan dan keterampilan serta penerapan dari

pengetahuan dan keterampilan tersebut dalam suatu pekerjaan atau lintas industri, sesuai dengan

standar kinerja yang disyaratkan.

1. Kemampuan Inti Perawat Gigi

A. Dalam Bidang Manajemen

a. Kemampuan Bidang Administrasi dan Manajemen Meliputi :

1) Kemampuan menunjukkan kepemimpinan dalam permasalahan keperawatan gigi.

2) Kemampuan merencanakan pengelolaan rencana kerja harian, bulanan dan tahunan

serta pencatatan kegiatan dan keluarannya.

3) Kemampuan melaksanakan pekerjaan perkantoran, administrasi dan tugas-tugas

akuntansi yang diharapkan secara teliti dan efisien dengan menggunakan komputer

atau peralatan lainnya.

4) Kemampuan membuat dokumen secara teliti dan memelihara kerahasiaannya.

5) Kemampuan mengontrol persediaan peralatan dan bahan-bahan dan mencatat

persediaan obat.

6) Kemampuan memelihara kebersihan dan pengaturan klinik.


7) Tanggung jawab dan tanggung gugat dalam pelayanan asuhan kesehatan gigi dan

mulut.

8) Kemampuan mengelola pelayanan asuhan kesehatan gigi dan mulut.

B. Dalam Bidang Komunikasi

1) Kemampuan menunjukkan komunikasi dan hubungan antar manusia yang efektif dan

berembuk dengan pasien dan tim kesehatan gigi baik secara perorangan dan dalam tim

atau pertemuan.

2) Kemampuan melaksanakan komunikasi yang efektif dan proses pendidikan kesehatan

gigi dan mulut termasuk saran pre/post operation (chair side talk ).

3) Kemampuan menilai kebersihan mulut dan memotivasi pasien untuk berperilaku yang

menunjang kesehatan gigi dan mulut.

4) Kemampuan berkomunikasi dengan menggunakan saluran-saluran komunikasi formal

maupun informal.

5) Kemampuan berkomunikasi dalam taraf internasional.

6) Kemampuan melakukan informasi concern dengan pasien.

7) Kemampuan melakukan komunikasi terapeutik dengan pasien.

D. Dalam Bidang Kerjasama Tim

1) Kemampuan mengembangkan proses kepemimpinannya yang diperlukan untuk

menciptakan kerjasama yang baik dalam tim.

2) Kemampuan berkerjasama dalam tim kesehatan lainnya dalam membuat keputusan

baik individu maupun tim.

3) Kemampuan menjalin dan memelihara hubungan kerjasama dengan para sejawat

anggota tim kesehatan lain.

4) Kemampuan mendorong peran anggota tim pemeliharaan kesehatan dalam

memberikan pelayanan kesehatan.

E. Dalam Bidang Pengawasan Penularan Penyakit (Cross Infection Control)

a. Kemampuan berbuat untuk setiap saat mempertinggi keamanan perorangan dan

kelompok.

b. Kemampuan menerapkan secara berhati-hati dan efektif penggunaan peralatan sterilisasi

(autoclave, dry heat,dan sebagainya)

c. Kemampuan menggunakan secara tepat zat desinfektan dan dekontaminasi.


d. Kemampuan membersihkan, mensterilkan dan memelihara fasilitas dan instrumen

kesehatan gigi yang steril.

e. Kemampuan menunjukkan dan menerapkan sterilisasi secara aman dan prosedur,

pengawasan penularan penyakit dalam klinik dalam perawatan rutin pasien.

f. Kemampuan untuk melindungi diri terhadap penularan penyakit.

g. Kemampuan membuang sampah termasuk benda-benda tajam dan berbahaya dengan

cara aman.

F. Dalam Bidang Pemeliharaan dan Penggunaan Peralatan

a. Kemampuan mengawasi persediaan peralatan dan inventaris.

b. Kemampuan memelihara dan merawat berbagai macam peralatan dan mampu mengasah

berbagai instrument secara benar dan menerapkan secara efisien cara-cara pengasahan.

c. Kemampuan mempersiapkan dan menggunakan alat-alat kedokteran elektrik, alat

berputar (hand piece, contra angle) secara hati-hati dan efektif.

G. Dalam Bidang Peningkatan kesehatan dan pencegahan penyakit gigi dan mulut

a. Kemampuan melakukan studi tentang penilaian kebutuhan pelayanan kesehatan gigi

masyarakat dan menyiapkan catatan serta menyusun rencana kerja strategis.

b. Kemampuan melakukan pemeriksaan OHIS (Oral Hygiene Index Simplified) dan PITN

(Periodontal Index of Treatment Needs), DMF-T (Decay, Mising, Filing- Teet), PTI

(Performace Treatment Index).

c. Kemampuan mengidentifikasi resiko kelompok masyarakat beresiko dan menyusun

strategi untuk menghadapinya, bekerjasama dengan kebutuhan khusus kelompok

masyarakat.

d. Kemampuan untuk mengenali lesi dini dari kanker mulut dan manifestasi HIV/AIDS di

mulut.

e. Kemampuan bekerja melalui kerjasama dengan komisikomisi pembangunan di

kabupaten /kota dan lintas sektor dengan program lain yang berorientasi pada

masyarakat untuk meningkatkan kesehatan dan kesehatan gigi dan pembangunan

masyarakat dengan menggunakan pendekatan PHC (Primary Health Care).

H. Dalam Bidang Perlindungan Khusus

a. Kemampuan mencatat pemeriksaan, mengidentifikasi dan rencana asuhan keperawatan

gigi.
b. Kecakapan melaksanakan skaling supra gingival, polis secara benar, efektif, dan aman.

c. Kemampuan melakukan scalling.

d. Kemampuan melakukan fissure sealant, fluoride gel, varnish dan topical application.

I. Dalam Bidang Tindakan Asuhan Keperawatan di Klinik

a. Pencabutan Gigi

1) Melakukan riwayat, pemeriksaan, identifikasi dan perencanaan untuk pasien dengan

berbagai kondisi kesehatan gigi dan mulut.

2) Kemampuan untuk melaksanakan pencabutan gigi sulung dengan topikal anaesthesi

dan infiltrasi anaesthesi.

3) Kemampuan untuk melaksanakan pencabutan gigi tetap akar tunggal dengan

infiltrasi anaesthesi.

4) Kemampuan melakukan perawatan pasca pencabutan dan komplikasi.

b. Konservasi Gigi

1) Kemampuan mengidentifikasi karies gigi dan menyeleksi kasus-kasus untuk

dilakukan perawatan konservasi sesuai dengan kemampuannya / kewenangannya.

2) Kemampuan melakukan preparasi kavitas dan penumpatan (gigi sulung dan gigi

tetap pada satu/dua permukaan menggunakan amalgam, silikat,dan sebagainya).

3) Kemampuan melakukan preparasi kavitas dengan excavator dan penumpatan dengan

ART (Atraumatic Restorative Treatment).

4) Kemampuan membersihkan dan memoles gigi dan tumpatan.

5) Kemampuan menggunakan rubber dam.

c. Pertolongan pertama (first aid/relief pain)

1) Kemampuan mengelola dan membantu tindakan darurat medik dan dental.

2) Kemampuan melakukan pertolongan pertama untuk mengurangi rasa sakit pada

penyakit gigi akut.

3) Kemampuan mengidentifikasi dan mengelola keadaan darurat yang terjadi selama

dan sesudah pengobatan gigi.

4) Kemampuan memberikan pertolongan pertama pada trauma maxillo-facial, absces,

periodontitis.

5) Bila gigi gangraen dengan periapikal absces maka dilakukan trepanasi dengan cara

membuka kavum pulpa dengan bor, ditutup kapas jangan diberi tumpatan sementara.
J. Dalam Bidang Rujukan

Perawat Gigi Wajib :

a. Mengenal pengetahuan dasar / bidang kemampuan sendiri.

b. Kemampuan mengenal kasus-kasus yang menjadi kewenangannya dan melaksanakan

rujukan.

c. Kemampuan mengenal berbagai penyakit mulut dan manifestasi beberapa penyakit

infeksi yang harus dirujuk.

K. Dalam Bidang Penelitian

Perawat Gigi Harus Mampu :

a. Kemampuan melakukan penelitian untuk meningkatkan dan memberikan masukan

dalam pengembangan keperawatan gigi dan meningkatkan standar dan kegiatan-

kegiatan gigi promotif dan preventif.

b. Kemampuan menyusun instrumen untuk pengumpulan data kuantitatif dan kualitatif.

c. Kemampuan mengumpulkan data mengenai kesehatan dan status kesehatan gigi

perorangan dan masyarakat.

d. Kemampuan memproses, menganalisa data dan menginterpretasikannya secara tepat.

e. Kemampuan bekerjasama dalam menyiapkan penulisan hasil penelitian untuk

dipublikasikan.

L. Dalam Bidang Hukum dan Perundang – Undangan

Perawat Gigi wajib Memiliki :

a. Kemampuan menunjukkan berperilaku sesuai dengan peraturan dan undang-undang

yang berkaitan dengan praktik keperawatan gigi.

b. Kemampuan melakukan praktik sesuai dengan kode etik profesi.

M. Dalam Bidang Asisten Dokter Gigi

Perawat Gigi harus mempunyai :

a. Kemampuan membantu operator dalam perawatan rutin pada klinik gigi (sebagai chair

side assistant).

b. Kemampuan membantu prosedur restorasi gigi dan prosedur bedah mulut dan

periodontal.
c. Kemampuan menyiapkan dan menerapkan penggunaan bahan-bahan pada pengobatan

gigi pasien.

d. Kemampuan membantu dokter gigi atau dokter gigi spesialis dalam pengobatan pasien.

e. Kemampuan manipulasi bahan cetakan dan mengecor cetakan untuk studi.

f. Kemampuan menyiapkan dan melakukan topical treatment/solution yang ditetapkan

oleh dokter gigi atau dokter gigi spesialis.

g. Kemampuan melakukan irigasi mulut.

N. Dalam Bidang Asisten Dokter Gigi Spesialis

Perawat Gigi Harus Memiliki :

a. Kemampuan melepas jahitan, periodontal packes, ligatures, arch wire fixation pin dan

arch wires.

b. Kemampuan memilih bands dan pengetahuan tentang perawatan penyimpanan dan

pemeliharaan removable dental appliance dan orthodontic bands.

c. Mampu membantu dokter gigi dalam melaksanakan operasi kecil.

2. Kemampuan Tambahan bagi Perawat Gigi

Kemampuan tambahan ini dilaksanakan oleh Perawat Gigi yang akan bekerja dengan tugas

limpah dari Dokter Gigi:

1. Dalam Bidang Pencabutan Gigi

a. Kemampuan mencabut gigi, drainase abscess dan perawatan infeksi dalam mulut.

b. Kemampuan melaksanakan pencatatan riwayat hidup, pemeriksaan, mengidentifikasi

dan merencanakan perawatan pasien.

c. Kemampuan merawat komplikasi pasca operasi seperti dry socket dan pendarahan.

d. Kemampuan memberikan gambaran tentang sifat anastesi lokal dan memberikan

anastesi lokal yang tepat dan secara efektif dan aman (baik blok maupun lokal).

e. Kecakapan dalam pencabutan gigi-gigi tetap dan gigi-gigi sulung.

f. Kemampuan menggunakan berbagai prosedur pencabutan gigi dalam perawatan sesuai

dengan tingkat kompetensinya.

g. Kemampuan untuk memberikan petunjuk pasien pasca operasi dan komplikasi.

2. Dalam Bidang Konservasi Gigi

a. Kemampuan mengidentifikasi karies gigi dan menyeleksi kasus-kasus untuk dilakukan

perawatan.
b. Kemampuan melakukan preparasi kavitas dan penumpatan gigi ( gigi sulung dan gigi

tetap pada semua kelas kavitas kecuali kelas IV menggunakan almagam, silikat, dsb)

menggunakan high speed atau low speed.

c. Kemampuan untuk memahami dan menggunakan bahan tumpatan.

d. Kemampuan untuk membersihkan dan memoles gigi tumpatan.

e. Terampil menggunakan rubber dam.


BAB V

Standar Pelayanan Asuhan Kesehatan Gigi dan Mulut Perawat Gigi

Tujuan Pembelajaran :
1. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang konsep pelayanan
kesehatan
2. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang pengertian
pelayanan asuhan kesehatan gigi dan mulut
3. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang tujuan pelayanan
asuhan kesehatan gigi dan mulut
4. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang ruang lingkup
pelayanan asuhan kesehatan gigi dan mulut

1. Pelayanan Kesehatan

Pelayanan kesehatan merupakan pelaksanaan pemeliharaan kesehatan dalam rangka

mencapai derajat kesehatan baik individu maupun masyarakat secara optimal. Dalam

pelaksanaan pelayanan kesehatan ini terdapat hubungan antara pasien, tenaga kesehatan dan

sarana kesehatan. Hubungan yang timbul antara pasien, tenaga kesehatan, dan sarana

kesehatan diatur dalam kaidah-kaidah tentang kesehatan baik hukum maupun non hukum

(antara lain: moral termasuk etika, kesopanan, kesusilaan, ketertiban). Hubungan hukum yang

terjadi adalah hubungan antar subyek-subyek hukum yang diatur dalam kaidah-kaidah hukum

dan memenuhi hubungan yang mengatur tentang hak dan kewajiban para pihak.

Pengertian pelayanan kesehatan menurut Lavey dan Loomba adalah setiap upaya

baik yang diselenggarakan sendiri atau bersama-sama dalam suatu organisasi untuk

meningkatkan dan memelihara kesehatan, mencegah penyakit, mengobati penyakit dan

memulihkan kesehatan yang ditujukan terhadap perseorangan, kelompok dan masyarakat.

Pelayanan kesehatan dapat juga dikatakan sebagai upaya pelayanan kesehatan yang

melembaga berdasarkan fungsi sosial di bidang pelayanan kesehatan bagi individu dan

keluarga. Fungsi sosial disini berarti lebih mengutamakan pada unsur kemanusiaan dan tidak

mengambil keuntungan secara komersial.

Dalam Sistem Kesehatan Nasional kita, penyelenggaraan pelayanan kesehatan dasar

dapat berupa Upaya Kesehatan Perorangan (UKP) primer yaitu mendayagunakan ilmu

pengetahuan dan teknologi kesehatan dasar yang ditujukan kepada perorangan. Penyelenggara

UKP primer adalah pemerintah, masyarakat dan swasta yang diwujudkan melalui berbagai

bentuk pelayanan profesional dan dapat dilaksanakan di rumah, tempat kerja maupun fasilitas
kesehatan perorangan primer baik Puskesmas dan jaringannya serta fasilitas kesehatan lainnya

milik pemerintah, masyarakat maupun swasta.

Secara umum pelayanan kesehatan dapat dibedakan atas pelayanan kedokteran

(medical service) dan pelayanan kesehatan masyarakat (public health service). Kedua jenis

pelayanan ini mempunyai karakteristik yang berbeda tentunya. Pelayanan kedokteran lebih

ditujukan pada upaya-upaya pengobatan (kuratif) penyakit dan pemulihan (rehabilitatif)

kesehatan dengan sasaran utamanya adalah perorangan/individu yang datang untuk

mendapatkan pelayanan kesehatan tersebut. Pelayanan kesehatan masyarakat umumnya

diselenggarakan secara bersama-sama dalam suatu organisasi bahkan harus mengikutsertakan

potensi masyarakat dengan sasaran utamanya adalah masyarakat secara keseluruhan. Upaya

kesehatan yang ditujukan lebih pada penekanan upaya-upaya promosi (promotif) dan

pencegahan (preventif). Upaya-upaya kesehatan tersebut harus bersifat menyeluruh, terpadu,

berkelanjutan, berjenjang, profesional dan bermutu serta tidak bertentangan dengan kaidah

ilmiah, norma sosial budaya, moral dan etika profesi.

Upaya pelayanan kesehatan perorangan maupun masyarakat merupakan dua unsur

utama dari subsistem upaya kesehatan yang tertuang dalam Sistem Kesehatan Nasional

(SKN). Didalam SKN terdapat enam subsistem pelayanan kesehatan yang terdiri dari

subsistem upaya kesehatan, pembiayaan kesehatan, sumber daya manusia kesehatan, sediaan

farmasi, alat kesehatan dan makanan minuman, manajemen dan informasi kesehatan,

permberdayaan masyarakat.

Ada dua kelompok yang berperan dalam pelayanan kesehatan medis atau pelayanan

kedokteran yaitu Health Receivers dan Health Providers. Health Receivers adalah penerima

pelayanan kesehatan yaitu orang yang sakit atau mereka yang ingin

memelihara/meningkatkan kesehatannya, sedangkan Health Providers adalah pemberi

pelayanan kesehatan yang meliputi para tenaga kesehatan seperti dokter, perawat, apoteker,

laboran, dan lain-lain. Kedua kelompok tersebut tentunya memerlukan kepastian dan

perlindungan hukum didalam menjalankan fungsinya sebagai subyek hukum.

Pelayanan kesehatan masyarakat yang dilakukan oleh Perawat Gigi adalah pelayanan

asuhan kesehatan gigi dan mulut, yaitu merupakan pelayanan profesional yang diberikan oleh

perawat gigi kepada perorangan dan masyarakat. Perawat gigi adalah setiap orang yang telah

lulus pendidikan perawat gigi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pelayanan kesehatan gigi kepada masyarakat yang dilakukan oleh Perawat Gigi

diatur melalui standar pelayanan asuhan kesehatan gigi dan mulut. Standar pelayanan adalah

pedoman yang harus di ikuti oleh perawat gigi dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan

gigi dan mulut. Sedangkan asuhan kesehatan gigi dan mulut adalah pelayanan kesehatan gigi

dan mulut yang terencana ditujukan kepada kelompok tertentu yang dapat diikuti dalam kurun

waktu tertentu diselenggarakan secara berkesinambungan untuk mencapai kesehatan gigi dan

mulut yang optimal.

Pelayanan kesehatan (health care services) merupakan salah satu upaya yang dapat

dilakukan untuk meningkatkan derajat kesehatan baik perseorangan, maupun kelompok atau

masyarakat secara keseluruhan. Menurut Alexandria I. Dewi, bahwa yang dimaksud dengan

pelayanan kesehatan ialah setiap upaya baik yang diselenggarakan sendiri atau bersama-sama

dalam suatu organisasi untuk meningkatkan dan memelihara kesehatan, mencegah penyakit,

mengobati penyakit dan memulihkan kesehatan yang ditujukan terhadap perseorangan,

kelompok atau masyarakat.

Pelayanan kesehatan itu sebenarnya tidak hanya meliputi kegiatan atau aktivitas

profesional di bidang pelayanan kuratif dan preventif untuk kepentingan perorangan, tetapi

juga meliputi misalnya lembaga pelayanannya, sistem kepengurusannya, pembiayaannya,

pengelolaannya, tindakan pencegahan umum dan penerangan. Penyelenggaraan pelayanan

kesehatan dilaksanakan secara bertanggungjawab, aman, bermutu serta merata dan

nondiskriminatif, dalam hal ini pemerintah sangat bertanggung jawab atas pelayanan

kesehatan, serta menjamin standar mutu pelayanan kesehatan.

Pelayanan kesehatan terutama pencegahan karies gigi yang dilakukan selama ini

harus ditingkatkan dan juga di evaluasi. Upaya yang sudah berhasil dilakukan di luar negeri,

sebaiknya dapat dipelajari dan diikuti serta disesuaikan dengan keadaan di Indonesia. Upaya

yang sudah mendapat rekomendasi dari WHO (World Health Organization) sangat penting

diperhatikan. Keberhasilan upaya kesehatan gigi dapat dilihat dari naiknya jumlah (%)

populasi yang bebas karies, turunnya indeks kerusakan gigi (DMF-T / Decay Mising Filing -

Teet) dan naiknya komponen gigi yang ditambal.

a. Pengertian Standar Pelayanan Asuhan Kesehatan Gigi dan Mulut

Pengertian standar pelayanan asuhan kesehatan gigi dan mulut yang tertuang dalam

Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 284/Menkes/SK/IV/2006 Tentang Standar Pelayanan


Asuhan Kesehatan Gigi dan Mulut adalah suatu pedoman yang harus digunakan oleh perawat

gigi dalam menjalankan tugas pelayanan asuhan kesehatan gigi dan mulut agar tercapai

pelayanan yang bermutu.

Standar pelayanan asuhan kesehatan gigi dan mulut ini merupakan petunjuk kerja

secara profesional bagi pelaksana dilapangan khususnya perawat gigi. Dengan adanya standar

pelayanan asuhan kesehatan gigi dan mulut diharapkan dapat memberikan perlindungan

kepada individu / masyarakat sebagai penerima pelayanan. Demikian pula bagi perawat gigi

untuk dapat bekerja secara profesional dalam pelaksanaan upaya pelayanan asuhan kesehatan

gigi dan mulut kepada masyarakat.

b. Tujuan Pelayanan Asuhan Kesehatan Gigi dan Mulut

Tujuan pelayanan asuhan kesehatan gigi yang tertuang dalam Kepmenkes Nomor

284/Menkes/SK/IV/2006 tentang standar pelayanan asuhan kesehatan gigi dan mulut adalah

meningkatkan profesionalisme perawat gigi dalam pelayanan kesehatan gigi dan mulut serta

meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan gigi dan mulut.

Sedang tujuan pelayanan asuhan kesehatan gigi dan mulut menurut Depkes R.I

(1995) meliputi :

a). Tujuan Umum :

Meningkatkan mutu, cakupan, efisiensi pelayanan kesehatan gigi dan mulut dalam

rangka tercapainya kemampuan pelihara diri di bidang kesehatan gigi dan mulut, serta

status kesehatan gigi dan mulut yang optimal.

b). Tujuan Khusus :

(1). Meningkatnya pengetahuan, sikap dan kemampuan masyarakat untuk berperilaku

hidup sehat dibidang kesehatan gigi dan mulut yang mencakup : Mampu

memelihara kesehatan gigi dan mulut, mampu melaksanakan upaya untuk

mencegah terjadinya penyakit gigi dan mulut, mengetahui kelainan-kelainan

dalam bidang kesehatan gigi dan mulut serta mampu mengambil tindakan yang

tepat untuk mengatasinya, dan mampu menggunakan sarana pelayanan kesehatan

gigi yang tersedia secara wajar.

(2). Meningkatkan angka mempertahankan gigi.


c. Ruang lingkup standar pelayanan asuhan kesehatan gigi dan mulut oleh perawat gigi

meliputi :

a). Standar administrasi dan tata laksana:

(1). Standar Administrasi.

(2). Standar tata laksana pelayanan kesehatan gigi dan mulut.

b). Standar pengumpulan data kesehatan gigi :

(1). Standar penjaringan data kesehatan gigi dan mulut.

(2). Standar pemeriksaan OHI-S (Oral Hygiene Index – Simplified).

(3). Standar pemeriksaan DMF-T / def-t (Decay Mising filing – Teet / Decay Eruption

Filing – Teet).

(4). Standar pemeriksaan CPITN (Comunity Periodontal Index Treatment Needs).

c). Standar promotif :

(1). Standar penyusunan rencana kerja penyuluhan kesehatan gigi dan mulut.

(2). Standar penyuluhan kesehatan gigi dan mulut.

(3). Standar pelatihan kader

d). Standar preventif :

(1). Standar sikat gigi masal.

(2). Standar kumur-kumur dengan larutan fluor.

(3). Standar pembersihan karang gigi.

(4). Standar pengolesan fluor.

(5). Standar penumpatan pit dan fissure sealant.

e). Standar kuratif :

(1). Standar pencabutan gigi sulung goyang derajat 2 atau lebih.

(2). Standar atraumatic restorative treatment (ART).

(3). Standar penumpatan gigi 1 – 2 bidang dengan bahan amalgam.

(4). Standar penumpatan gigi 1 – 2 bidang dengan bahan sewarna gigi.

(5). Standar pencabutan gigi permanen akar tunggal dengan infiltrasi anastesi.

(6). Standar rujukan.

(7). Standar pencatatan dan laporan.

f). Standar hygiene kesehatan gigi :

(1). Standar hygiene petugas kesehatan gigi dan mulut.


(2). Standar sterilisasi dan pemeliharaan alat-alat kesehatan gigi.

(3). Standar lingkungan kerja.

g). Standar pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut pasien rawat inap.

h). Standar peralatan dan bahan asuhan kesehatan gigi dan mulut.
BAB VI

Ijin dan Registrasi Perawat Gigi

Tujuan Pembelajaran :
1. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang dasar hukum ijin
dan registrasi Perawat Gigi
2. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang Surat Ijin Kerja
(SIK) Perawat Gigi
3. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang Surat Ijin Perawat
Gigi (SIPG)

1. Dasar Hukum Ijin dan Registrasi Perawat Gigi

Dalam Kepmenkes Nomor 1392/Menkes/SK/XII/2001 Tentang Registrasi dan Ijin

Kerja Perawat Gigi pasal 3 menjelaskan bahwa Perawat gigi yang baru lulus mengajukan

permohonan dan mengirimkan kelengkapan registrasi kepada Kepala Dinas Kesehatan

Propinsi di mana penyelenggara pendidikan berada guna memperoleh SIPG, selambat-

lambatnya 1 (satu) bulan setelah menerima ijazah pendidikan perawat gigi. Surat Izin Perawat

Gigi selanjutnya disebut SIPG adalah bukti tertulis pemberian kewenangan untuk

menjalankan pekerjaan keperawatan gigi di seluruh wilayah Indonesia.

Dalam pasal 7 menjelaskan bahwa Perawat Gigi dapat melaksanakan pelayanan

asuhan kesehatan gigi dan mulut pada sarana pelayanan kesehatan pemerintah maupun

swasta, Perawat Gigi hanya dapat menjalankan pekerjaan sebagai perawat gigi maksimal pada

2 (dua) sarana pelayanan kesehatan dalam satu wilayah Kabupaten/Kota, Perawat gigi yang

menjalankan pekerjaan sebagai perawat gigi pada sarana pelayanan kesehatan harus memiliki

Surat Izin Kerja (SIK).

Perbedaan yang signifikan terlihat dalam Permenkes Nomor 161 Tahun 2010 tentang

Registrasi Tenaga Kesehatan dan Permenkes Nomor 28 Tahun 2011 tentang klinik. Di dalam

Permenkes Nomor 28 Tahun 2011, syarat bagi Tenaga Kesehatan adalah memiliki Surat

Tanda Registrasi (STR) dan Surat Ijin Kerja (SIK). sementara dalam Permenkes 161 Tahun

2010, ditegaskan bahwa lisensi yang berlaku bagi Tenaga Kesehatan berupa Surat Tanda

Registrasi (STR) dan Sertifikat Kompetensi bila telah dibentuk MTKI dan MTKP yang

pelaksanaan pembentukannya 6 bulan sampai 1 tahun setelah ditetapkannya peraturan

tersebut.

Dalam Permenkes ini juga ditegaskan bahwa peraturan yang terdahulu yang mengatur

registrasi perawat gigi yaitu Kepmenkes Nomor 1392/Menkes/SK/XII/2001 akan dicabut bila
MTKI dan MTKP tersebut telah terbentuk. Artinya, ketidak sinkronan antara peraturan yang

satu dan lainnya menunjukkan adanya ketidakpastian hukum dalam pengaturan pelaksanaan

SIK ini. Bila ada permasalahan mengenai SIK ini, tentunya penuntasan masalahnya harus

menganut asas lex specialis derogat legi generalis. Namun bila pada saatnya Kepmenkes

Nomor 1392/Menkes/SK/XII/2001 telah dicabut, maka SIK yang tertuang dalam Permenkes

Nomor 28 Tahun 2011 menjadi kehilangan orientasi hukumnya.

Permasalahan lainnya mengenai lisensi tenaga kesehatan juga terlihat dalam

penerbitan Sertifikat Kompetensi oleh Majelis Tenaga Kesehatan Provinsi (MTKP).

Penerbitan Sertifikat Kompetensi ini agak menyimpang dari peraturan yang ada di atasnya

yaitu Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Berdasarkan Undang-Undang Sisdiknas tersebut, Sertifikat Kompetensi merupakan

pengakuan terhadap kompetensi untuk melakukan pekerjaan tertentu setelah uji kompetensi

seperti yang tertuang dalam Pasal 61 ayat 3 bahwa Sertifikat kompetensi diberikan oleh

penyelenggara pendidikan dan lembaga pelatihan kepada peserta didik dan warga masyarakat

sebagai pengakuan terhadap kompetensi untuk melakukan pekerjaan tertentu setelah lulus uji

kompetensi yang diselenggarakan oleh satuan pendidikan yang terakreditasi atau lembaga

sertifikasi.

Bila ditinjau dari Pasal tersebut di atas, terlihat ada perbedaan dalam penyelenggaraan

sertifikasi dengan sistem sertifikasi dalam Permenkes Nomor 161 Tahun 2010. Menurut UU

Sisdiknas penyelenggara Sertifikat kompetensi adalah satuan pendidikan yang terakreditasi

atau lembaga sertifikasi. Sedangkan Sertifikat Kompetensi yang dimaksud dalam Permenkes

Nomor 161 Tahun 2010 diterbitkan oleh MTKP, walaupun tempat penyelenggaraan uji

kompetensi tersebut dilakukan di institusi pendidikan yang terakreditasi. Pada kenyataannya

MTKP bukanlah merupakan satuan pendidikan yang terakreditasi ataupun lembaga sertifikasi.

MTKP hanya merupakan unit fungsional dari Badan Pengembangan dan Pemberdayaan

Sumber Daya Manusia Kesehatan Kementerian Kesehatan dibawah Koordinasi MTKI (Pasal

21 Permenkes Nomor 161 Tahun 2010).

Undang-Undang Sisdiknas juga mengatur peran serta masyarakat dalam pendidikan.

Penyelenggaraan dan pengendalian mutu pelayanan pendidikan dapat juga dilakukan oleh

partisipasi masyarakat seperti yang diatur dalam Pasal 54 UU Sisdiknas :


(1) Peran serta masyarakat dalam pendidikan meliputi peran serta perseorangan, kelompok,

keluarga, organisasi profesi, pengusaha, dan organisasi kemasyarakatan dalam

penyelenggaraan dan pengendalian mutu pelayanan pendidikan.

Bila mengacu dari Pasal tersebut di atas, maka organisasi profesi perawat gigi yaitu

Persatuan Perawat Gigi Indonesia (PPGI) lebih berhak untuk menyelenggarakan uji

kompetensi ini. Penyelenggaraan uji kompetensi ini akan lebih pasti orientasi maupun

pelaksanaan hukumnya bila diselenggarakan bersama antara PPGI dan institut pendidikan

perawat gigi yang terakreditasi. Keberadaan MTKI dan MTKP dapat sebagai fasilitator

ataupun auditor penyelenggaraan uji kompetensi tersebut. Bila mengamati dan menganalisa

aturan hukum mengenai lisensi tenaga kesehatan ini, maka Sertifikat Kompetensi bukan

merupakan produk yang pasti hukumnya dalam pelaksanaan maupun orientasinya karena

masih dapat dimultitafsirkan.

2. Surat Ijin Kerja dan Surat Ijin Perawat Gigi

Kewenangan perawat gigi dalam menjalankan tugas pelayanannya di Indonesia harus

memiliki Surat Ijin Perawat Gigi (SIPG) dan Surat Ijin Kerja (SIK) seperti yang tertuang

dalam Pasal 1 Kepmenkes Nomor 1392/Menkes/SK/XII/2001 tentang Registrasi dan Ijin

Kerja Perawat Gigi :

(1) Surat Izin Perawat Gigi selanjutnya disebut SIPG adalah bukti tertulis pemberian

kewenangan untuk menjalankan pekerjaan keperawatan gigi di seluruh wilayah Indonesia.

(2) Surat Izin Kerja selanjutnya disebut SIK adalah bukti tertulis yang diberikan kepada

perawat gigi untuk melakukan pelayanan asuhan kesehatan gigi dan mulut di sarana

kesehatan.

SIPG berlaku selama 5 tahun dan merupakan dasar untuk memperoleh SIK. Penerbitan

SIPG dilakukan oleh Dinas Kesehatan Propinsi sedangkan SIK diterbitkan oleh Dinas

Kesehatan Kabupaten/Kota. SIK berlaku sepanjang SIPG belum habis masa berlakunya dan

hanya berlaku pada satu sarana pelayanan kesehatan saja.

Peraturan terbaru mengenai kewenangan tenaga kesehatan tertuang dalam Permenkes

Nomor 161/Menkes/Per/I/2010 tentang Registrasi Tenaga Kesehatan, setelah terbentuknya

Majelis Tenaga Kesehatan Indonesia (MTKI) dan Majelis Tenaga Kesehatan Provinsi (MTKP),

ada perubahan dalam sistem registrasi tenaga kesehatan, khususnya perawat gigi. Surat Ijin
Perawat Gigi berubah bentuk menjadi Surat Tanda Registrasi (STR) yang diterbitkan dan

dicabut oleh MTKI. MTKI adalah lembaga yang berfungsi untuk menjamin mutu tenaga

kesehatan dalam memberikan pelayanan kesehatan. Sedangkan MTKP merupakan lembaga

yang melaksanakan Uji Kompetensi di setiap daerah dalam rangka proses registrasi. MTKP

inilah yang akan menerbitkan Sertifikat Kompetensi bagi tenaga kesehatan yang telah lulus Uji

Kompetensi. Setiap tenaga kesehatan wajib mengikuti uji kompetensi untuk mendapatkan

Sertifikat Kompetensi yang masa berlakunya selama lima tahun seperti yang tertulis dalam

Pasal 10 :

Tenaga Kesehatan yang telah lulus Uji Kompetensi diberi Sertifikat Kompetensi,

Sertifikat Kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan oleh Ketua

MTKP, Sertifikat Kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berlaku selama 5

(lima) tahun dan dapat dilakukan Uji Kompetensi kembali setelah habis masa berlakunya,

Berdasarkan Sertifikat Kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Tenaga

kesehatan harus segera mengajukan permohonan memperoleh STR

Sertifikat Kompetensi adalah surat tanda pengakuan terhadap kompetensi seorang

tenaga kesehatan untuk dapat menjalankan praktik dan/atau pekerjaan profesinya di

seluruh Indonesia setelah lulus uji kompetensi. Dalam Pasal sembilan diatur bahwa Uji

Kompetensi dapat dilakukan di institusi tenaga pendidikan kesehatan yang terakreditasi

atau tempat lain yang ditunjuk. Materi Uji Kompetensi yang diberikan disusun oleh

MTKI sesuai dengan standar kompetensi yang telah ditetapkan berdasarkan standar

profesi sedangkan Sertifikat Kompetensi yang merupakan tanda kelulusan Uji

Kompetensi nantinya akan diterbitkan oleh MTKP.

Berdasarkan Sertifikat Kompetensi inilah tenaga kesehatan akan memperoleh

Surat Tanda Registrasi (STR) yaitu bukti tertulis yang diberikan pemerintah kepada

tenaga kesehatan yang diregistrasi setelah memiliki Sertifikat Kompetensi. STR ini

diterbitkan oleh MTKI dan masa berlakunya adalah selama 5 tahun dan dapat diregistrasi

ulang setiap 5 tahun sekali dengan memenuhi persyaratan yang berlaku sebagaimana

yang tertuang dalam Pasal 2 :

Setiap Tenaga Kesehatan yang akan menjalankan pekerjaan keprofesiannya wajib

memiliki STR
Namun dalam Pasal 30 Permenkes tersebut juga ditegaskan bahwa selama belum

terbentuknya MTKI dan MTKP, maka SIPG dan SIK merupakan lisensi perawat gigi,

yang tetap diakui keabsahannya. Dalam Kaidah peraturan perizinan yang mutlak harus

dimiliki oleh perawat gigi ini melekat asas kepastian hukum yang berarti setiap tindakan

administrasi perawat gigi ini berdasarkan hukum yang berlaku. Hal ini merupakan

perlindungan hukum yang preventif bagi perawat gigi.


BAB VII

Kemandirian dan Tugas Limpah Perawat Gigi

Tujuan Pembelajaran :
1. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang kemandirian
Perawat Gigi dalam rangka mengaktualisasikan profesinya
2. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang tugas limpah tugas
Perawat Gigi

1. Kemandirian Perawat Gigi

Kemandirian seorang tenaga kesehatan tercermin dalam tindakan mengaktualisasikan

diri dalam menjalankan profesinya. Dalam bahasan ini kemandiriian yang dimaksudkan untuk

mengaktualisasikan sebuah profesi berupa praktik mandiri tenaga kesehatan untuk melayani

kepentingan masyarakat di luar upaya penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang dilakukan

oleh pemerintah, praktik mandiri merupakan sarana pelayanan swasta yang pelaksanaannya

dilakukan secara mandiri atau tanpa bantuan dari pihak lain. Mengenai praktik mandiri

perawat telah diatur dalam Permenkes Nomor HK.02.02/Menkes/148/2010 tentang izin dan

penyelenggaraan praktik perawat. Perawat gigi yang merupakan rumpun keperawatan

tentunya harus mengacu pada peraturan tersebut.

Praktik mandiri seorang Perawat Gigi sampai saat ini belum ada yang mengaturnya, jalan lain

untuk mengaktualisasikan profesi yaitu dengan mendirikan Balai Pengobatan yang telah diatur dalam

Permenkes Nomor 920/MENKES/PER/XII/1986 tentang Upaya Pelayananan Kesehatan Swasta di

Bidang Medik. Pada Permenkes ini dijelaskan bahwa tenaga paramedis diperbolehkan untuk

memimpin balai pengobatan namun harus dibawah pengawasan dan pembinaaan dokter/dokter gigi

yang mempunyai izin praktik seperti yang tercantum dalam Pasal 10 ayat 1 bahwa Balai Pengobatan

diselenggarakan oleh yayasan atau perorangan dengan persyaratan dipimpin minimal oleh seorang

paramedis perawatan yang berpengalaman dibawah pengawasan, bimbingan, dan pembinaan seorang

dokter yang mempunyai Surat Ijin Praktek (SIP) sebagai penanggungjawab.

Jadi kesimpulannya apabila peraturan tentang praktik mandiri belum ada, jangan sekali-kali

seorang Perawat Gigi melakukan praktik mandiri ilegal karena akan merugikan diri pribadi Perawat Gigi.

Alangkah baiknya apabila untuk mengaktualisasikan diri seorang Perawat Gigi dengan cara dan jalan

yang legal yaitu dengan membuat balai pengobatan yang sudah jelas peraturannya.

2. Tugas Limpah Perawat Gigi

Apabila seorang Perawat Gigi melakukan tindakan bukan kompetensi di pelayanan

kesehatan maka diperlukan adanya tugas limpah dari Dokter Gigi. Tugas limpah yang
dijalankan oleh seorang Perawat Gigi tidak boleh dilakukan secara lisan oleh Dokter Gigi

karena didalam peraturan yang mengaturnya yaitu pada Keputusan Menteri Kesehatan Nomor

1392 Tahun 2001 Tentang Registrasi dan Ijin Kerja Perawat Gigi, pasal 12 ayat 1 berbunyi

“Perawat Gigi dalam Menjalankan Pekerjaan sebagai Perawat Gigi harus sesuai dengan

pelayanan asuhan kesehatan gigi dan mulut, serta melaksanakan tindakan medik terbatas

dalam bidang kedokteran gigi sesuai permintaan tertulis dari Dokter Gigi.

Apabila tugas limpah yang diberikan hanya dalam bentuk lisan maka hal ini akan

sangat membahayakan posisi Perawat Gigi apabila pada saat melakukan tindakan diluar

kompetensinya dan terjadi tuntutan hukum, sedangkan pihak Dokter Gigi mengelak telah

memberikan tugas limpah maka akan sangat merugikan pihak Perawat Gigi jadi sudah

seharusnya dan menjadi kewajiban apabila seorang Perawat Gigi melakukan tugas limpah dari

Dokter Gigi harus dengan tugas limpah secara tertulis.


BAB VIII

Tanggung Jawab Hukum

Tujuan Pembelajaran :
1. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang tanggung jawab
hukum tenaga kesehatan
2. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang tanggung jawab
hukum Perawat Gigi
a. Berdasarkan undang-undang kesehatan
b. Berdasarkan peraturan tenaga kesehatan
c. Berdasarkan standar profesi Perawat Gigi
d. Berdasarkan standar pelayanan asuhan kesehatan gigi dan mulut

1. Tanggung Jawab Hukum Tenaga Kesehatan

Dalam pengertian hukum, tanggung jawab berarti “keterikatan”. Tiap manusia, mulai

dari saat dilahirkan sampai saat meninggal mempunyai hak dan kewajiban yang disebut

sebagai subyek hukum. Demikian juga tenaga kesehatan, dalam menjalankan suatu tindakan,

harus bertanggung jawab sebagai subyek hukum pengemban hak dan kewajiban.

Tindakan atau perbuatan tenaga kesehatan sebagai subyek hukum dalam pergaulan

masyarakat, dapat dibedakan antara tindakannya sehari-hari yang tidak berkaitan dengan

profesi, dan tindakan yang berkaitan dengan pelaksanaan profesi. Begitu pula dalam tanggung

jawab hukum seorang tenaga kesehatan, dapat tidak berkaitan dengan profesi, dan dapat pula

merupakan tanggung jawab hukum yang berkaitan dengan pelaksanaan profesinya.

Perbuatan tenaga kesehatan yang tidak berkaitan dengan pelaksanaan profesi dengan

kata lain Perawat Gigi sebagai warga negara yang dapat menimbulkan tanggung jawab hukum

antara lain : menikah, melakukan perjanjian jual beli, membuat wasiat, mencuri, menipu,

menganiaya dan lain sebagainya. Perbuatan tenaga kesehatan yang tidak berkaitan dengan

pelaksanaan profesinya ini, pada umumnya juga bisa dilakukan oleh setiap orang yang bukan

tenaga kesehatan.

Dalam menjalankan kewajiban hukumnya, diperlukan adanya ketaatan dan

kesungguhan dari tenaga kesehatan tersebut dalam melaksanakan kewajiban sebagai

pengemban profesi. Kesadaran hukum yang dimiliki tenaga kesehatan harus berperan dalam
diri tenaga kesehatan tersebut untuk bisa mengendalikan dirinya sehingga tidak melakukan

kesalahan profesi, agar terhindar dari sanksi yang diberikan oleh hukum.

2. Tanggung Jawab Hukum Perawat Gigi :

1). Menurut Undang-Undang Kesehatan No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan

Sumber daya di bidang kesehatan adalah segala bentuk dana, tenaga, perbekalan

kesehatan, sediaan farmasi dan alat kesehatan serta fasilitas pelayanan kesehatan dan

teknologi yang dimanfaatkan untuk menyelenggarakan upaya kesehatan yang dilakukan

oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat.

Dalam Pasal 190 Ayat 1 dan Ayat 2 dijelaskan bahwa pimpinan fasilitas

pelayanan kesehatan dan/atau tenaga kesehatan yang melakukan praktik atau pekerjaan

pada fasilitas pelayanan kesehatan yang dengan sengaja tidak memberikan pertolongan

pertama terhadap pasien yang dalam keadaan gawat darurat sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 32 ayat (2) atau Pasal 85 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua)

tahun dan denda paling banyak Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).

Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan

terjadinya kecacatan atau kematian, pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan dan/atau

tenaga kesehatan tersebut dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun

dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

2). Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 Tentang Tenaga Kesehatan

Tenaga kesehatan sebagai pendukung upaya kesehatan dalam menjalankan

tugasnya harus selalu dibina dan diawasi. Pembinaan dilakukan untuk mempertahankan

dan meningkatkan kemampuannya, sehingga selalu tanggap terhadap permasalahan

kesehatan yang menjadi tanggung jawabnya. Sedangkan pengawasan dilakukan terhadap

kegiatannya agar tenaga kesehatan tersebut dapat melaksanakan tugasnya sesuai dengan

kebijaksanaan peraturan perundang-undangan dan sistem yang telah ditetapkan. Setiap

penyimpangan pelaksanaan tugas oleh tenaga kesehatan mengakibatkan konsekuensi

dalam bentuk sanksi

Pada Pasal 32 dijelaskan bahwa Menteri melakukan pengawasan terhadap tenaga

kesehatan dalam melaksanakan tugas profesinya. Lebih lanjut pada Pasal 33 Ayat 1 dan

Ayat 2 menjelaskan bahwa Dalam rangka pengawasan, Menteri dapat mengambil

tindakan disiplin terhadap tenaga kesehatan yang tidak melaksanakan tugas sesuai dengan
standar profesi tenaga kesehatan yang bersangkutan. Tindakan disiplin sebagaimana

dimaksud dalam ayat (1) dapat berupa: teguran dan pencabutan ijin untuk melakukan

upaya kesehatan.

Kewajiban Tenaga Kesehatan yang tertuang dalam pasal 22 adalah sebagai

berikut :

Bagi tenaga kesehatan jenis tertentu dalam melaksanakan tugas profesinya

berkewajiban untuk:

a. Menghormati hak pasien

b. Menjaga kerahasiaan identitas dan data kesehatan pribadi pasien

c. Memberikan informasi yang berkaitan dengan kondisi dan tindakan

yang akan dilakukan

d. Meminta persetujuan terhadap tindakan yang akan dilakukan

e. Membuat dan memelihara rekam medis

3). Menurut Kepmenkes Nomor 378/Menkes/K/III/2007 Tentang Standar Profesi

Perawat Gigi

Standar profesi perawat gigi mengikat perawat gigi dalam memberikan

pelayanan kesehatan kepada pasien. Didalamnya terkandung standar kompetensi dan

unjuk kerja perawat gigi dalam melakukan tugas pelayanannya serta kode etik yang

merupakan landasan dalam bekerja secara profesional. Artinya, seorang perawat gigi

tidak hanya dituntut untuk memiliki kemampuan yang optimal tetapi juga memiliki cara

dan sikap hidup yang terpuji baik dalam hubungannya dengan pasien, masyarakat, rekan

sejawat maupun profesinya.

Kewajiban perawat gigi berdasarkan kode etik profesi perawat gigi dibagi atas

empat kategori, yaitu :

1) Kewajiban umum

2) Kewajiban terhadap masyarakat

3) Kewajiban terhadap teman sejawat

4) Kewajiban terhadap diri sendiri

Bekerja sesuai dengan standar profesi merupakan suatu syarat yang mutlak

untuk mendapatkan perlindungan hukum. Standar profesi merupakan suatu kaidah yang

mutlak dilaksanakan oleh perawat gigi karena didalamnya terkandung cara untuk
melakukan kebenaran yang merupakan suatu nilai dari asas keadilan. Disamping itu,

standar profesi memberikan kepastian hukum bagi perawat gigi dalam melakukan

perbuatan hukumnya dengan benar dan kemanfaatan bagi perawat gigi yaitu berupa

imbalan perlindungan hukum.

Berdasarkan kaidah-kaidah ketentuan perawat gigi tersebut di atas, tercermin

adanya asas keadilan, kepastian hukum dan kemanfaatan. Kaidah kualifikasi dan kaidah

kewenangan memberikan kepastian hukum bagi perawat gigi sebagai suatu profesi tenaga

kesehatan yang diakui eksistensinya dalam memberikan pelayanan kesehatan. Di dalam

kaidah standar profesi, disamping adanya asas kepastian hukum juga tercermin adanya

asas keadilan karena ada kebenaran yang ingin ditegakkan dalam peraturan/kaidah hukum

tersebut. Disamping itu, asas kemanfaatan juga tercermin dalam standar profesi ini dalam

bentuk adanya imbalan perlindungan hukum dan pelaksanaan yang praktis bagi perawat

gigi dalam menjalankan pekerjaannya. Selain itu standar profesi ini dapat dipakai sebagai

kontrol bagi pelaksanaan pelayanan yang bermutu dan sebagai sarana pembuktian bagi

hakim disidang peradilan.

Tanggung jawab hukum Perawat Gigi meliputi :

(a). Dalam menjalankan profesinya, setiap Perawat Gigi Indonesia wajib memberikan

pelayanan yang sebaik mungkin kepada individu dan masyarakat tanpa membedakan

budaya, etnik, kepercayaan, dan status ekonominya.

(b). Dalam hal ketidakmampuan dan di luar kewenangan Perawat Gigi Indonesia

berkewajiban merujuk kasus yang ditemukan kepada tenaga kesehatan yang lebih

ahli.

(c). Setiap Perawat Gigi Indonesia wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahui

tentang kliennya.

(d). Setiap Perawat Gigi Indonesia wajib memberikan pertolongan darurat dalam batas-

batas kemampuan sebagai suatu tugas, perikemanusiaan kecuali pada waktu itu ada

orang lain yang lebih mampu memberikan pertolongan.

(f). Setiap Perawat Gigi Indonesia wajib memberikan pelayanan kepada pasien dengan

bersikap ramah, ikhlas sehingga pasien merasa tenang dan aman.

(g). Setiap Perawat Gigi Indonesia wajib berupaya meningkatkan kesehatan gigi dan

mulut masyarakat dalam bidang promotif, preventif, dan kuratif sederhana.


4). Menurut Kepmenkes Nomor 284/Kepmen/SK/IV/2006 Tentang Standar Pelayanan

Kesehatan Gigi dan Mulut

Pelayanan asuhan kesehatan gigi dan mulut adalah merupakan pelayanan profesional

yang diberikan oleh perawat gigi kepada perorangan dan masyarakat, dalam rangka

meningkatkan mutu pelayanan kekesehatan gigi dan mulut diperlukan adanya suatu Standar

Pelayanan Asuhan Kesehatan Gigi dan Mulut.

Dalam Keputusan Menteri Kesehatan ini seorang Perawat Gigi berkewajiban

memenuhi standar tindakan sebagai berikut :

Standar asuhan kesehatan gigi dan mulut oleh perawat gigi meliputi:

1. Standar Administrasi dan Tata Laksana :

a. Standar Administrasi.

b. Standar Tata Laksana Pelayanan Asuhan Kesehatan Gigi dan Mulut.

2. Standar Pengumpulan Data Kesehatan Gigi :

a. Standar Penjaringan Data Kesehatan Gigi dan Mulut.

b. Standar Pemeriksaan OHIS (Oral Hygiene IndexSimplified).

c. Standar Pemeriksaan DMF-T/def-t (Decay Mising Filing – Teet / Decay Eruption Filing –

Teet).

d. Standar Pemeriksaan CPITN (Comunity Periodontal Index Treatment Needs).

3. Standar Promotif :

a. Standar Penyusunan Rencana Kerja Penyuluhan Kesehatan Gigi dan Mulut.

b. Standar Penyuluhan Kesehatan Gigi dan Mulut.

c. Standar Pelatihan Kader.

4. Standar Preventif :

a. Standar Sikat Gigi Massal.

b. Standar Kumur-kumur Dengan Larutan Fluor.

c. Standar Pembersihan Karang Gigi.

d. Standar Pengolesan fluor.

e. Standar Penumpatan Pit dan Fissure Sealent

5. Standar Kuratif :

a. Standar Pencabutan Gigi Sulung Goyang Derajat 2 atau Lebih

b. Standar Atraumatic Restorative Treatment (ART).


c. Standar Penumpatan Gigi 1 - 2 Bidang Dengan Bahan Amalgam.

d. Standar Penumpatan Gigi 1 - 2 Bidang Dengan Bahan Sewarna Gigi.

e. Standar Pencabutan Gigi Permanen Akar Tunggal Dengan Infiltrasi Anestesi.

f. Standar Rujukan.

g. Standar Pencatatan dan Pelaporan.

6. Standar Hygiene Kesehatan Gigi :

a. Standar Higiene Petugas Kesehatan Gigi dan Mulut.

b. Standar Sterilisasi dan Pemeliharaan alat-alat Kesehatan Gigi.

c. Standar Lingkungan Kerja.

7. Standar Pemeliharaan Kesehatan Gigi dan Mulut Pasien Umum Rawat Inap.

8. Standar Peralatan dan Bahan Asuhan Kesehatan Gigi dan Mulut.

8). Menurut Permenkes Nomor 161/Menkes/Per/XII/2010 Tentang Registrasi Tenaga

Kesehatan

Dalam Pasal 2 dijelaskan bahwa :

(1). Setiap tenaga kesehatan yang akan menjalankan keprofesiannya wajib memiliki STR

(Surat Tanda registrasi)

(2). Untuk memperoleh STR, tenaga kesehatan harus mengajukan permohonan, dengan

melampirkan persyaratan :

a. Fotokopi ijasah pendidikan di bidang kesehatan yang dilegalisir

b. Fotocopi transkrip akademik yang dilegalisir

c. Fotocopi sertifikat Kompetensi yang di legalisir

d. Surat keterangan sehat dari dokter yang mempunyai Surat Ijin Praktek (SIP)

e. Pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan etika profesi

f. Pas photo berwarna 4x6 2 lembar

(3). Sertifikat Kompetensi yang dimaksud pada pasal 2 diperoleh melalui uji kompetensi

(4). Surat Tanda Registrasi (STR) berlaku selama 5 Tahun

9). Tanggung Jawab Perdata Perawat Gigi

Dalam melakukan pelayanan kesehatan, tenaga kesehatan sebagai subyek hukum

mempunyai tanggungjawab hukum. Berdasarkan hukum perdata, tanggungjawab hukum ini

dibedakan atas pertanggungjawaban atas dasar kesalahan (liability based on fault) dan
pertanggungjawaban tanpa kesalahan (liability without fault) yang dikenal dengan tanggung

jawab risiko (risk liability) atau tanggung jawab mutlak (strict liability).

Pertanggungjawaban risiko merupakan pertanggungjawaban akibat kerugian tanpa

melakukan perbuatan melanggar hukum dan kesalahan. Jadi dalam hal ini, risiko yang terjadi

bukan merupakan pertanggungjawaban akibat kesalahan dari pelaku tindakan namun risiko

yang memang harus terjadi akibat tindakan yang dilakukan, misalnya resiko perdarahan

setelah pencabutan gigi. Sedangkan pertanggungjawaban atas dasar kesalahan bertumpu pada

dua kriteria yaitu karena melanggar hukum si pelaku dipersalahkan dan karena mengabaikan

perbuatan melanggar hukum tersebut.

Perbuatan melanggar hukum secara perdata tertuang dalam Pasal 1365 KUHPerdata

yaitu tiap perbuatan melanggar hukum yang memberi kepada seorang lain, mewajibkan orang

yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut

Berdasarkan pasal tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa seorang perawat gigi

dianggap bertanggung jawab dalam bidang hukum perdata bila :

(1) Melakukan wanprestasi yaitu bila perawat gigi tidak melakukan kewajibannya, atau tidak

memenuhi prestasi sama sekali, atau terlambat memenuhi prestasi atau memenuhi

prestasi secara tidak baik. Pertanggungjawaban hukumnya tertuang dalam Pasal 1239

KUHPerdata yaitu tiap perikatan untuk berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu,

wajib diselesaikan dengan memberikan penggantian biaya, kerugian dan bunga, bila

debitur tidak memenuhi kewajibannya.

(2) Melakukan perbuatan melawan hukum yaitu bila memenuhi syarat adanya perbuatan

yang melanggar hukum, menimbulkan kerugian, adanya kesalahan serta adanya

hubungan sebagai akibat antara perbuatan melanggar hukum tersebut dengan kerugian

yang diderita pasien

(3) Melakukan kelalaian yaitu perbuatan yang terjadi akibat kurang hati-hati, kurang

waspada ataupun ceroboh dalam melakukan tindakan sehingga mengakibatkan kerugian

seperti tertuang dalam Pasal 1366 KUHPerdata yaitu setiap orang bertanggung jawab,

bukan hanya atas kerugian yang disebabkan perbuatan-perbuatan, melainkan juga atas

kerugian yang disebabkan kelalaian atau kesembronoannya.

(1) Melalaikan pekerjaan sebagai penanggungjawab berarti tidak melakukan secara benar

tugasnya dalam menaggungjawabi suatu pekerjaan atau yang berada di dalam


pengawasannya seperti yang tertuang dalam Pasal 1367 KUHPerdata yaitu seseorang

tidak hanya bertanggung jawab atas kerugian yang disebabkan perbuatannya sendiri,

melainkan juga atas kerugian yang disebabkan perbuatan orang-orang yang menjadi

tanggungannya, atau disebabkan barang-barang yang berada di bawah pengawasannya.

10). Tanggung Jawab Pidana Perawat Gigi

Tanggung jawab pidana disini timbul bila pertama-tama dapat dibuktikan adanya

kesalahan profesional dalam proses perawatan maupun pengobatan. Ada perbedaan

mendasar antara tindak pidana biasa dan tindak pidana medis. Pada tindak pidana biasa yang

terutama diperhatikan adalah akibatnya, sedangkan pada tindak pidana medis adalah

penyebabnya. Walaupun berakibat fatal, tetapi tidak ada unsur kelalaian atau kesalahan

maka tenaga kesehatan tidak dapat dipersalahkan.

Pasal-pasal dalam hukum pidana yang relevan dalam pelayanan asuhan kesehatan

gigi dan mulut oleh seorang perawat gigi adalah mengenai :

(1) Kesalahan yang dapat menimbulkan luka berat, tertuang dalam Pasal 360 KUHP ayat 1 :

Barang siapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan orang lain mendapat

luka-luka berat, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana

kurungan paling lama satu tahun

(2) Kesalahan yang dapat menimbulkan kematian, tertuang dalam Pasal 359 KUHP :

Barang siapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan orang lain mati, diancam

dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana kurungan paling lama satu

tahun

(3) Kesalahan karena melanggar rahasia kedokteran, tertuang dalam Pasal 322 KUHP:

Barang siapa dengan sengaja membuka rahasia yang wajib disimpannya karena jabatan

atau pencariannya, baik yang sekarang maupun yang dahulu, diancam dengan pidana

penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak sembilan ribu

rupiah
BAB IX

Malpraktik Tenaga Kesehatan

Tujuan Pembelajaran :
1. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang malpraktik
a. Pengertian malpraktik
b. Perbedaan malpraktik dan kelalaian
2. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang kelalaian dan
kesalahan tenaga kesehatan
3. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang kecelakaan medis

1. Malpraktik

a. Pengertian Malpraktik

Malpraktik medis ada juga beberapa kasus yang sampai berbentuk "Criminal

Malpractice" karena terdapat unsur kesengajaan sehingga memenuhi unsur-unsur Hukum

Pidana. Namun memang kasus semacam ini jarang terjadi. Di dalam kepustakaan dan

yurisprudensi hanya ditemukan beberapa buah saja.

Definisi Malpraktik : Di dalam kasus Valentin v. Society se Bienfaisance de Los

Angelos, California, 1956 dirumuskan :

Malpraktik adalah kelalaian dari seorang dokter atau perawat untuk menerapkan tingkat

keterampilan dan pengetahuannya di dalam memberikan pelayanan pengobatan dan perawatan

terhadap seorang pasien yang lazimnya diterapkan dalam mengobati dan merawat orang sakit

atau terluka di lingkungan wilayah yang sama.

"Malpractice is the neglect of a physician or nurse to apply that degree of skill and learning on

treating ang nursing a patient which is customary applied in treating and caring for the sick or

wounded similarly in the same community".

Stedman`s Medical Dictionary :

 Malpraktik adalah salah cara mengobati suatu penyakit atau luka, karena disebabkan sikap-

tindak yang acuh, sembarangan atau berdasarkan motivasi kriminal.

"Malpractice is mistreatment of a disease or injury through ignorance, carelessness of criminal

intent".

Coughlin`s Dictionary of Law :

Malpraktik adalah sikap-tindak profesional yang salah dari seorang yang berprofesi, seperti

dokter, ahli hukum, akuntan, dokter gigi, dokter hewan.


Malpraktik bisa diakibatkan karena sikap-tindak yang bersifat tak peduli, kelalaian. Atau

kekurangan keterampilan atau kehati-hatian di dalam pelaksanaan kewajiban professionalnya,

tindakan salah yang sengaja atau praktik yang bersifat tidak etis.

"Professional misconduct on the part of a professional person, such as a physician, engineer,

lawyer, accountant, dentist, veterinarian.

"Malpractice may be the result or ignorance, neglect, or lack of skill or fidelity in the

performance of professional duties, intentional wrongdoing, or unethical practice".

b. Perbedaan Malpraktik dan Kelalaian (Malpractice v. Negligence)

Beberapa penulis mengatakan bahwa antara negligence denganmalpractice hampir tidak

ada perbedaannya. Para pakar yang disebutkan oleh Guwandi (2004) yang menyamakan

antara negligencedengan malpractice tersebut adalah :

1. Creighton mengemukakan bahwa malpractice merupakan sinonim dari professional

negligence.

2. Mason-Mc Call Smith menyebutkan bahwa "Malpractice is a term which is increasingly

widely used as a synonim for "medical negligence".

Demikian juga didalam beberapa literatur, seringkali istilah malpracticedan negligence ini sering

digunakan secara bergantian.

Guwandi (2004) tidak sependapat dengan pendapat para pakar pada umumnya. Menurut

Guwandi malpractice mempunyai arti lebih luas daripada negligence (kelalaian), karena

dalam malpractice selain tindakan yang termasuk dalam kelalaian juga ada tindakan-tindakan

yang termasuk dalam kategori kesengajaan dan melanggar undang-undang. Malpraktik yang

dilakukan dengan sengaja merupakan bentuk malpraktik murni yang termasuk didalam criminal

malpractice.

Untuk memperjelas perbedaan antara malpraktik dan kelalaian, dapat diperjelas dengan contoh

kasus sebagai berikut :

a. Malpraktik yang dilakukan dengan sengaja (merupakan istilah malpraktik dalam arti sempit)

atau dapat disebut sebagai criminal malpractice adalah perbuatan / tindakan dokter yang secara

jelas-jelas melanggar undang-undang, antara lain :

1. Melakukan pengguguran kandungan

2. Melakukan euthanasia
3. Memberikan surat keterangan palsu atau isinya tidak sesuai dengan keadaan sebenarnya

b. Kelalaian merupakan bentuk perbuatan yang dilakukan dengan tidak sengaja, misalnya :

1. Karena tertukarnya rekam medis, dokter keliru melakukan tindakan pembedahan kepada

pasien.

2. Dokter lupa memberikan informasi kepada pasien yang akan dilakukan tindakan operasi,

sehingga operasi dilakukan tanpa disertaiinformed consent.

Selain contoh tersebut diatas, Guwandi (2004) juga mengemukakanperbedaan antara malpraktik

dan kelalaian dapat dilihat dari motif atau tujuan dilakukannya perbuatan tersebut, yaitu ;

a. Pada malpraktik (dalam arti sempit) - tindakan yang dilakukan secara sadar, dengan tujuan

yang sudah mengarah kepada akibat yang ditimbulkan atau petindak tidak peduli kepada akibat

dari tindakannya yang telah diketahuinya melanggar undang-undang.

b. Pada kelalaian - petindak tidak menduga terhadap timbulnya akibat dari tindakannya. Akibat

yang terjadi adalah diluar kehendak dari petindak dan tidak ada motif dari petindak untuk

menimbulkan akibat tersebut.

2. Kelalaian dan Kesalahan Tenaga Kesehatan

Tuntutan terhadap tenaga kesehatan pada umumnya dilakukan oleh pasien yang merasa

tidak puas terhadap pengobatan atau pelayanan medis yang dilakukan oleh tenaga kesehatan

yang merawatnya. Ketidakpuasan tersebut terjadi karena hasil yang dicapai dalam upaya

pengobatan tidak sesuai dengan harapan pasien dan keluarganya. Hasil upaya pengobatan yang

mengecewakan pasien, seringkali dianggap sebagai kelalaian atau kesalahan tenaga

kesehatan dalam melaksanakan profesinya.Hariyani (2005) mengemukakan bahwa dalam kaitan

hubungan antara pasien dan tenaga kesehatan, penyebab dari ketidakpuasan tersebut pada

umumnya karena kurangnya komunikasi antara kesehatan dengan pasiennya, terutama terkait

masalah "informed consent".

Beberapa unsur dari persetujuan tindakan medik yang sering dikemukakan pasien

sebagai alasan penyebab sengketa medik ini adalah :

1. Isi informasi (tentang penyakit yang diderita pasien) dan alternatif yang bisa dipilih pasien

tidak disampaikan secara jelas dan lengkap.

2. Saat memberikan informasi seyogyanya sebelum terapi mulai dilakukan, terutama dalam hal

tindakan medis yang beresiko tinggi dengan kemungkinan adanya perluasan dalam terapi atau

tindakan medik.
3. Cara menyampaikan informasi tidak memuaskan pasien, karena pasien merasa bahwa dirinya

tidak mendapatkan informasi yang jujur, lengkap dan benar yang ingin didapatkannya secara

lisan dari dokter yang merawatnya.

4. Pasien merasa tidak diberi kesempatan untuk menentukan pilihan atau alternatif pengobatan

yang telah dilakukan terhadap dirinya, sehingga hak pasien untuk menentukan dirinya sendiri

(self determination) diabaikan.

5. Kadang-kadang pasien hanya mendapatkan informasi dari perawat (paramedis), padahal

menurut hukum yang berhak memberikan informasi adalah dokter yang menangani pasien

tersebut.

Menurut Fuady (2005) untuk dapat diajukannya gugatan atas dasar ketiadaan informed

consent harus dipenuhi beberapa unsur yuridis sebagai berikut :

1. Adanya kewajiban dokter / tenaga kesehatan untuk mendapatkan persetujuan (consent) dari

pasien.

2. Kewajiban tersebut tidak dilaksanakan tanpa justifikasi yuridis.

3. Adanya kerugian dipihak pasien.

4. Adanya hubungan sebab akibat antara ketiadaan informed consent dan kerugian tersebut.

Dalam buku hukum medik (medical law), Guwandi (2004) menyatakan bahwa

"kelalaian" sebagai terjemahan dari 'negligence", yang dalam arti umum bukanlah merupakan

suatu pelanggaran hukum maupun kejahatan. Seseorang dapat dikatan lalai kalau orang tersebut

bersikap acuh tak acuh atau tidak peduli, dan tidak memperhatikan kepentingan orang lain

sebagaimana kepatutan yang berlaku dalam pergaulan dimasyarakat. Selama akibat dari

kelalaian ini tidak membawa kerugian atau mencederai orang lain, maka tidak ada akibat hukum

yang dibebankan kepada orang tersebut, karena hukum tidak mencampuri hal-hal yang dianggap

sepele (de minimus not curat lex, the law does not concern itself with trifles).

Kelalaian yang terkena sanksi sebagai akibat hukum yang harus dipertanggungjawabkan

oleh pelaku, bila kelalaian ini sudah menyebabkan terjadinya kerugian baik kerugian harta benda

maupun hilangnya nyawa atau cacat pada anggota tubuh seseorang.

Untuk menentukan adanya kelalaian tenaga kesehatan, Hariyani (2005)menyebutkan 4

unsur yang disingkat dengan "4D" yaitu sebagai berikut :

a. Adanya duty (kewajiban) yang harus dilaksanakan.

b. Adanya derelection of that duty (penyimpangan kewajiban)


c. Terjadinya damaged (kerusakan / kerugian)

d. Terbuktinya direct causal relationship (berkaitan langsung) antara pelanggaran kewajiban

dengan kerugian.

Bila kesalahan atau kelalaian tersebut dihubungkan dengan hukum pidana,

maka Jonkers (Guwandi, 2004) mengemukakan 4 unsur sebagai berikut :

a. Perbuatan tersebut bertentangan dengan hukum (wederrechtelijkheid)

b. Akibat dari perbuatan bisa dibayangkan (voorzeinbaarheid)

c. Akibat perbuatan sebenarnya bisa dihindari (vermijdbaarheid)

d. Perbuatan tersebut dapat dipersalahkan kepadanya (verwijtbaarheid), karena sebenarnya

pelaku sudah dapat membayangkan dan dapat menghindarinya.

Menurut hukum pidana (Nasution, 2005), kelalaian terbagi menjadi 2 :

a. "Kealpaan perbuatan" ialah perbuatannya sendiri sudah merupakan suatu peristiwa pidana,

sehingga untuk dipidananya pelaku tidak perlu melihat akibat yang timbul dari perbuatan

tersebut (lihat pasal 205 KUHP)

b. "Kealpaan akibat" ialah akibat yang timbul merupakan suatu peristiwa pidana bila akibat dari

kealpaan tersebut merupakan akibat yang dilarang oleh hukum pidana, misalnya terjadinya

cacat atau kematian sebagai akibat yang timbul dari suatu perbuatan (lihat pasal 359, 360, dan

361 KUHP)

Nasution (2005) mengemukakan pendapat Picard (1984) tentang 3 katergori yang dapat dipakai

sebagai pedoman untuk mengetahui apakah dokter telah berbuat dalam suasana dan keadaan

yang sama sebagai berikut :

1. Pendidikan, pengalaman, dan kualifikasi-kualifikasi lain yang berlaku untuk tenaga kesehatan

2. Tingkat resiko dalam prosedur penyembuhan / perawatan

3. Suasana, peralatan, fasilitas, dan sumber-sumber lain yang tersedia bagi tenaga kesehatan.

C. Berkhouwer dan L.D. Vorstman (Nasution, 2005)mengemukakan 3 faktor yang menjadi

penyebab kesalahan dokter dalam melakukan profesi, yaitu :

1. Kurangnya pengetahuan

2. Kurangnya pengalaman

3. kurangnya pengertian

Dari semua pendapat diatas, ada 2 pakar hukum yang memberikan kesimpulan sebagai berikut :
Guwandi (2005) menyatakan bahwa untuk menyebutkan bahwa seorang tenaga kesehatan telah

melakukan kelalaian, maka harus dapat dibuktikan hal-hal sebagai berikut :

a. Bertentangan dengan etika, moral dan disiplin

b. Bertentangan dengan hukum

c. Bertentangan dengan standar profesi

d. Kekurangan ilmu pengetahuan atau tertinggal ilmu didalam profesinya yang sudah berlaku

umum dikalangan tersebut.

e. Menelantarkan (negligence, abandonment), kelalaian, kurang hati-hati, acuh, kurang peduli

terhadap keselamatan pasien, kesalahan menyolok dan sebagainya.

Nasution (2005) menyimpulkan untuk menentukan adanya kealpaan harus terpenuhi adanya 3

unsur sebagai berikut :

a. Pelaku berbuat lain dari apa yang seharusnya diperbuat menurut hukum tertulis maupun tidak

tertulis, sehingga ia sebenarnya telah melakukan suatu perbuatan (termasuk tidak berbuat)

yang melawan hukum.

b. Pelaku telah berlaku kurang hati-hati, ceroboh, dan kurang berpikir panjang.

c. Perbuatan pelaku itu dapat dicela, oleh karenanya pelaku harus bertanggungjawab atas akibat

perbuatan tersebut.

3. Kecelakaan Medis

Selain istilah "Kelalaian Medis" masih ada pula pengertian "Kecelakaan Medis" yang

perlu dibedakan. Baik kelalaian medismaupun kecelakaan medis, kedua-duanya menimbulkan

akibat kerugian kepada pasien.

Bedanya : Kelalaian Medis dapat dipersalahkan, sedangkan padaKecelakaan

Medis tidak dapat dipersalahkan, asalkan kecelakaan ini merupakan kecelakaan murni, dimana

tidak ada unsur kelalaiannya. Hal ini disebabkan karena didalam Hukum Medis yang terpenting

bukanlah akibatnya, tetapi cara bagaimana sampai terjadinya akibat itu, bagaimana tindakan itu

dilakukan. Inilah yang paling penting untuk diketahui. Untuk itu dipakailah tolok ukur, yaitu Etik

Kedokteran danStandar Profesi Medis. Sebagaimana diketahui Hukum Pidana pertama-tama

melihat dahulu akibat yang ditimbulkan, baru motif dari tindakan tersebut.

Untuk itu kita mengambil salah satu kamus, yaitu : The Oxford Illustrated Dictionary

(1975) yang antara lain merumuskan "Kecelakaan" sebagai : Suatu peristiwa yang tak terduga,
tindakan yang tidak disengaja. Sinonim yang bisa disebutkan adalah : "accident, misfortune, bad

fortune, mischance, ill luck".

Namun tentunya tidaklah semua "tindakan yang tidak disengaja" termasuk kategori

kecelakaan, karena tindakan kelalaianpun dilakukan tidak dengan sengaja. Suatu ciri yang

berbeda adalah bahwa "Kecelakaan Medis" (medical mishap, misadventure, accident) adalah

sesuatu yang dapat dimengerti dan dimaafkan, tidak dipersalahkan, sehingga tidak dihukum.

Lain halnya dengan Kelalaian Medis (medical negligence) yang bisa tergolong delik pidana. 

Kecelakaan adalah lawan dari kesalahan (schuld) dan kelalaian (negligence). Tegasnya :

Secara umum dalam arti kelalaian tidak termasuk kecelakaan (accident) yang dapat terjadi

walaupun tindakannya sudah dilakukan dengan baik, secara hati-hati dan berdasarkan standar

profesi. Dengan demikian maka kecelakaan mengandung unsur yang tidak dapat dipersalahkan

(verwijtbaarheid), tidak dapat dicegah (vermijdbaarheid) dan terjadinya tidak dapat diduga

sebelumnya (voorzienbaarheid: Jonkers). Sebaliknya jika suatu peristiwa naas terjadi karena ada

unsur kelalaiannya, maka hal itu termasuk suatu kesalahan (schuld) dalam arti umum.
DAFTAR PUSTAKA

A. Azizi Alimun Hidayat, 2004, Pengantar Konsep Dasar Keperawatan, , Salemba Medika,

Jakarta

Alexandra Indriyanti Dewi, 2008, Etika dan Hukum Kesehatan, Pustaka Book

Publisher, Yogyakarta

Anny Isfandyarie,2006, Tanggung Jawab Hukum dan Sanksi bagi Dokter, Buku ke I, Prestasi

Pustaka Publisher, Jakarta

Anonim, 2010, Kedokteran Gigi, id.wikipedia.org

Bertens, K, 2002, Etika, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

PPGI, 2008, Sejarah Keperawatan Gigi, ppgi.worpress.com

Budi Sampurna, 2007, Perlindungan Hukum dan Kepastian Hukum Bagi Dokter Gigi dan

Masyarakat, www.freewebs.com

CST. Kansil, 1991, Pengantar Hukum Kesehatan Indonesia, Rineka Cipta, Jakarta

Departemen Kesehatan R.I, 1995, Tata Cara Kerja Pelayanan Asuhan Kesehatan Gigi Dan Mulut

Di Puskesmas, Jakarta

J Guwandi, 2007, Hukum Medik (Medical Law), Balai Penerbit FKUI, Jakarta. 

Ismu Suharsono Suwelo,1997, Penanggulangan Pelayanan Kesehatan Gigi Anak dalam

Menunjang Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia Indonesia di Masa Mendatang,

Journal PDGI, Journal of the Indonesian Dental Association, Jakarta

Rio Christiawan, 2003, Aspek Hukum Kesehatan dalam Upaya Medis Transplantasi Organ

Tubuh, Yogyakarta : Universitas Atma Jaya

Magnis Suseno, 1990, Etika Dasar, Kanisius, Yogyakarta

Ronny Junaidy Kasalang, 2010, Hukum Kesehatan : Dalam Perspektif Pelayanan Kesehatan

Masyarakat Modern, www.legalitas.org

Sciortino Rosalia,2008, Perawat Puskesmas Di Antara Pengobatan Dan Perawatan, Gadjah Mada

University Press , Yogyakarta

Sri Praptianingsih, 2006, Kedudukan Hukum perawat dalam Upaya pelayanan kesehatan di

rumah Sakit, Raja Grafindo Persada, Jakarta

Titik Triwulan Tutik & Shita Febriana,2010, Perlindungan Hukum Bagi Pasien, Prestasi Pustaka

Publisher, Jakarta
Veronica Komalawati, 1999, Peranan Informed Consent dalam Transaksi Terapeutik, Bandung :

PT Citra Aditya Bakti

Wila Chandrawila Supriadi, 2001, Hukum Kedokteran, Bandung: Mandar Maju

Peraturan Perundang-Undangan :

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata)

Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan, Tambahan Lembaran Negara

Republik Indonesia Nomor 50635063

Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 Tentang Tenaga Kesehatan

Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 378 Tahun 2007 Tentang Standar Profesi Perawat Gigi

Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 284 Tahun 2006 Tentang Standar Pelayanan Asuhan

Kesehatan Gigi dan Mulut

Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1392 Tahun 2001 Tentang Registrasi dan Ijin Perawat gigi

Peraturan menteri Kesehatan Nomor 920 Tahun 1986 Tentang Upaya Pelayanan Kesehatan

Swasta di Bidang Medik

Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 161 Tahun 2010 Tentang Registrasi Tenaga Kesehatan

Anda mungkin juga menyukai