Ditulis Oleh :
NIP : 198108232005501001
2020
BAB I
Dalam bab ini kita akan membahas tentang konsep dasar etika, perbedaan etika dan
etiket, serta perbuatan-perbuatan Perawat Gigi yang bertentangan dengan etika. Makna
penting bahasan ini dikarenakan Perawat Gigi adalah sebuah profesi yang telah diatur
sedemikian rupa dengan berbagai peraturan dan juga terwadahi oleh sebuah organisasi profesi
sehingga bahasan ini sangatlah penting agar seorang Perawat Gigi mampu menjalankan
profesinya dalam batasan-batasan etika dan norma-norma yang berlaku serta membentuk
karakter dan pemahaman yang lebih baik tentang nilai-nilai sebuah perilaku dan tindakan
sehingga dengan pemahaman etika yang baik akan membawa nama baik juga pribadi dan
profesi Perawat Gigi. Marilah sekarang kita tinjau masalah etika ini sehingga akan menjadi
jelas pengertiannya.
1. Pengertian Etika
Secara etimologis etika diambil dari bahasa Yunani yaitu “Ethos” yang kurang
lebihnya mempunyai arti adat istiadat atau kebiasaan. Dibawah ini Pengertian Etika dari
1. Menurut Magnis Suseno (1990) etika adalah ilmu yang mengkaji tentang nilai.
2. Menurut Sudikno dalam Alexandra Indriyanti Dewi (2008) etika adalah sebagai usaha
a. Etika dalam arti nilai atau moral yang menjadi pegangan bagi seseorang atau
kelompok untuk mengatur tingkah laku yang didalam hal ini bisa disamakan
b. Etika diartikan sebagai kumpulan asas atau nilai moral yang juga lebih dikenal
c. Etika yang mempunyai arti sebagai ilmu tentang baik dan buruk. Didalam hal ini
etika baru menjadi ilmu apabila kemungkinan-kemungkinan etis yang begitu saja
diterima dalam suatu masyarakat menjadi bahan refleksi bagi suatu penelitian
Kata etika sudah tidak asing lagi bagi kita semua namun kadang kita menyamakan
istilah etika dan etiket, menurut Bertens perbedaan antara etika dan etiket sebagai berikut :
1. Etika
a. Etika menyangkut masalah apakah suatu perbuatan boleh dilakukan atau tidak.
c. Etika bersifat absolut artinya prinsip etika tidak dapat ditawar berlakunya.
2. Etiket
c. Etiket bersifat relatif, artinya prinsip etiket tergantung oleh tempat, karena adat
Perawat Gigi harus optimal dalam menjalankan profesinya, yang dimaksud secara
optimal dalam menjalankan Profesi Perawat Gigi adalah sesuai dengan pelayanan asuhan
kesehatan gigi dan mulut mutakhir, etika umum, etika kesehatan gigi, hukum dan agama.
Kesehatan gigi dan mulut yang menyangkut pengetahuan dan keterampilan yang telah
diajarkan dan dimiliki harus dipelihara dan dipupuk sesuai dengan kemampuan Perawat Gigi
Etika Umum dan Etika Kesehatan Gigi harus diamalkan dalam menjalankan profesi
secara ikhlas, jujur dan rasa cinta terhadap sesama manusia serta penampilan tingkah laku,
tutur kata dan berbagai sifat lain yang terpuji seimbang dengan martabat jabatan Profesi
Perawat Gigi.
Masyarakat menilai seorang perawat gigi tidak hanya berdasarkan kemampuan dalam
memberikan pelayanan asuhan kesehatan gigi dan mulut kepada masyarakat tetapi juga
berdasarkan cara dan sikap hidupnya dalam masyarakat. Betapa terampilnya ia dalam
memberikan pelayanan asuhan kesehatan gigi kepada masyarakat, ia tidak akan terpandang
dalam masyarakat apabila ia tidak menjunjung tinggi norma-norma hidup yang luhur, baik dalam
kehidupan pribadi maupun dalam menjalankan profesinya. Oleh karena itu penting sekali bagi
Perawat Gigi Indonesia untuk menjaga agar tingkah laku, tutur kata serta sikap hidupnya selalu
seimbang dengan martabat jabatan Perawat Gigi sebagai salah satu tenaga kesehatan gigi.
a. Perbuatan yang bersifat memuji diri, yang menyangkut dengan kemampuan dalam
c. Melakukan tindakan dalam pelayanan asuhan kesehatan gigi dan mulut yang tidak sesuai
dengan indikasinya.
d. Menerima imbalan selain daripada yang layak sesuai dengan jasanya kecuali dengan
f. Melakukan atau mencoba melakukan tindakan yang bersifat asusila sewaktu menjalankan
profesinya.
Dalam rangka pelaksanaan pelayanan kesehatan menyeluruh setiap Perawat Gigi harus dapat
bekerja sama yang baik, harmonis dan saling menghargai dengan tenaga kesehatan lainnya
misalnya Bidan, Perawat Umum, Penyuluh Kesehatan Masyarakat (PKM), Terapi Wicara,
Salah satu ciri tenaga Perawat Gigi sebagai tenaga kesehatan gigi yang memberikan
memelihara kesehatan gigi dan mulut terutama kaitannya dengan kesehatan umum.Hal ini dapat
dilakukan baik di tempat kerjanya maupun di lingkungan tempat tinggalnya. Adalah menjadi
kewajiban bagi Perawat Gigi untuk berupaya meningkatkan kesehatan gigi masyarakat sesuai
dengan program pemerintah. Hal ini bukan berarti terbatasnya memberikan kesehatan gigi dan
mulut kepada masyarakat tetapi luas dari itu ia harus bersedia untuk mengamalkan ilmunya bagi
peningkatan.
Ringkasan :
Etika dalam arti nilai atau moral yang menjadi pegangan bagi seseorang atau
kelompok untuk mengatur tingkah laku yang didalam hal ini bisa disamakan
dengan adat istiadat ataupun kebiasaan.
Kata etika sudah tidak asing lagi bagi kita semua namun kadang kita
menyamakan istilah etika dan etiket, pada kedua kata tersebut mempunyai
makna yang berbeda. Diantara perbedaannya, etika menyangkut masalah apakah
suatu perbuatan boleh dilakukan atau tidak sedangkan etiket menyangkut cara
suatu perbuatan yang harus dilakukan manusia.
Masyarakat menilai seorang perawat gigi tidak hanya berdasarkan kemampuan
dalam memberikan pelayanan asuhan kesehatan gigi dan mulut kepada
masyarakat tetapi juga berdasarkan cara dan sikap hidupnya dalam masyarakat.
Betapa terampilnya ia dalam memberikan pelayanan asuhan kesehatan gigi
kepada masyarakat, ia tidak akan terpandang dalam masyarakat apabila ia tidak
menjunjung tinggi norma-norma hidup yang luhur, baik dalam kehidupan
pribadi maupun dalam menjalankan profesinya sehingga semua perbuatan dan
tindakan yang bertentangan dengan etika harus ditinggalan.
Pertanyaan :
3. Mengapa tindakan-tindakan dan perbuatan yang bertentangan dengan etika tidak boleh
Bacaan Lanjutan :
Alexandra Indriyanti Dewi, 2008, Etika dan Hukum Kesehatan, Pustaka Book
Publisher, Yogyakarta
Tujuan Pembelajaran :
1. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang perkembangan
keperawatan
2. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang pengertian Perawat
Gigi
3. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang keprofesionalan
Perawat Gigi
4. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang sejarah Perawat
Gigi
5. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang macam-macam
tenaga kesehatan lain di bidang kesehatan gigi
1. Perkembangan Keperawatan
pada dasarnya manusia diciptakan telah memiliki naluri untuk merawat diri sendiri sebagai
mana tercermin dari seorang ibu. Kemudian dilanjutkan pada zaman purba yang memiliki
keyakinan akan mistis yang dapat mempengaruhi kehidupan manusia, kepercayaan ini
dinamakan animisme.
kearah spritual di mana seseorang yang sakit dapat disebabkan karena dosa-dosa yang telah
dilaksanakan sehingga mendapatkan kutukan dari Tuhan. Pusat perawatan adalah rumah –
rumah ibadah, sehingga pada saat itu pimpinan agama dapat disebut sebagai tabib. Pada
zaman masehi, keperawatan dimulai pada perkembangan agama Nasrani, dimana pada saat itu
mengunjungi orang-orang sakit sedangkan yang laki-laki berfungsi untuk mengubur yang
mati.
menyadari pentingnya suatu sekolah untuk mendidik para perawat. Setelah perang kedua
kesehatan, pertumbuhan penduduk yang relatif tinggi sehingga menimbulkan pola tingkah
laku individu , ada perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran dengan diawali
pasien, upaya pada pelayanan kesehatan juga terdapat kebijakan negara tentang peraturan
sekolah perawat.
Pada tahun 1948 perawat diakui sebagai profesi sehingga pada sat itu pula terjadi
perhatian dalam pemberian penghargaan pada perawat atas tanggungjawabnya dalam tugas.
Periode tahun 1950 perawat mulai menunjukan perkembangan khususnya penataan pada
sistem pendidikan, terbukti dengan adanya pendidikan setingkat master dan doktoril di
bahwa perawatan adalah suatu proses, yang dimuali dari pengkajian, diagnosis keperawatan,
masa penjajahan. Perawat pada mulanya disebut sebagai verpleger dengan dibantu oleh zieken
oppaser sebagai penjaga orang sakit, perawat tersebut pertama kali bekerja di rumah sakit
Binnen Hospital yang terletak di Jakarta pada tahun 1799 yang ditugaskan untuk memelihara
kesehatan staf dan tentara belanda, sehingga akhirnya pada masa penjajahan Belanda
terbentuklah dinas kesehatan tentara dan dinas kesehatan masyarakat. Pada masa tersebut juga
didirikan beberapa rumah sakit seperti rumah sakit stadsverband yang sekarang dikenal
dengan nama Rumah Sakit Cipto Mangun Kusumo. Setelah kemerdekaan pada tahun 1952
untuk memenuhi kebutuhan tenaga kesehatan maka didirikan sekolah perawat, kemudian pada
tahun 1962 dibuka pendidikan keperawatan setara dengan diploma. Pada tahun 1985 untuk
pertama kalinya pendidikan keperawatn setingkat sarjana ada di Indonesia. Setelah lokakarya
pada tahun 1983, p[roses menjadika perawat sebagai tenag profesional sudah mulai dirasakan
Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1035 Tahun 1998 tentang
Perawat Gigi dinyatakan: Perawat Gigi adalah setiap orang yang telah mengikuti dan
menyelesaikan pendidikan Perawat Gigi yang telah diakui oleh Pemerintah dan lulus ujian
sesuai dengan persyaratan yang berlaku. Perawat Gigi merupakan salah satu jenis tenaga
kesehatan dalam kelompok keperawatan yang dalam menjalankan tugas profesinya harus
mutu dan kerja sama dengan profesi terkait. Berdasarkan SK Menteri Kesehatan tersebut di
atas, maka Perawat Gigi merupakan suatu profesi di dalam bidang kesehatan yang berarti
2. Terdidik dan terlatih di dalam menghadapi masalah dan melakukan tindakan yang berkaitan
4. Standar Profesi sebagai batasan aktivitas dan kode etik sebagai batasan moral.
Perawat Gigi ( Dental Nurse ). Keputusan tersebut berlaku mulai 1 Agustus 1951, maka
Pada tahun 1953 Sekolah Perawat Gigi Jakarta meluluskan Perawat Gigi yang
pertama. Namun pada tahun 1957 Sekolah Perawat Gigi diubah menjadi Sekolah Pengatur
Rawat Gigi ( SPRG ). Walaupun Perawat Gigi di dalam SK Menteri Kesehatan RI Nomor
1035 Tahun 1998 termasuk kelompok Keperawatan bukan berarti Perawat Gigi adalah
Perawat. Sama halnya berdasarkan PP Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan,
Bidan juga termasuk kelompok Keperawatan akan tetapi Bidan sendiri menyatakan dirinya
bukan Perawat.
Keperawatan bukan hanya berarti nursing. Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi
ke-2 yang diterbitkan oleh Balai Pustaka Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Tahun
1994, kata “RAWAT” diartikan pelihara, urus, atau jaga. “Perawatan” adalah proses
Berdasarkan pengertian tersebut di atas, maka Keperawatan dapat diartikan sesuatu yang
dinyatakan bahwa Keperawatan adalah suatu bentuk professional yang merupakan bagian
integral dari pelayanan kesehatan yang didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan berbentuk
pelayanan biopsiko social cultural yang komperehensif serta ditujukan kepada inidividu,
Dalam hal ini PPGI lebih cenderung mengartikan Keperawatan dalam konteks
kesehatan gigi dan mulut adalah dalam bentuk upaya pemeliharaan (care) kesehatan gigi dan
mulut. Antara Perawat Gigi dan Perawat terdapat perbedaan pendekatan walaupun kedua jenis
tenaga tersebut memandang manusia sebagai satu kesatuan yang mengandung unsur – unsur
Perawat Gigi melakukan asuhan kesehatan gigi dan mulut dalam upaya pendekatan,
1. Pelayanan kesehatan gigi dan mulut mencakup pelayanan medis gigi (care) oleh Dokter
Gigi, pelayanan asuhan kesehatan gigi dan mulut (care) oleh Perawat Gigi dan pelayanan
2. Pelayanan asuhan kesehatan gigi dan mulut dilakukan secara komperehensif kepada
individu, keluarga dan masyarakat yang mempunyai ruang lingkup berfokuskan kepada
3. Dalam melaksanakan tugasnya seorang Perawat Gigi dapat memberikan konseling terhadap
hak-hak klien dan memberikan jaminan terhadap kualitas pelayanan kesehatan gigi dan
4. Untuk menghasilkan tenaga Perawat Gigi yang profesional melalui pendidikan jenjang
5. Perawat Gigi merupakan tenaga kesehatan professional yang termasuk dalam kategori
tenaga Keperawatan
7. Perawat Gigi adalah mitra kerja Dokter Gigi yang menunjang program Pemerintah dalam
pada tahun 1957 berubah menjadi Sekolah Pengatur Rawat Gigi yang ditingkatkan jenjang
pendidikan tinggi melalui Akademi Kesehatan Gigi dan kini Jurusan Kesehatan Gigi.
10. Perawat Gigi mempunyai organisasi profesi sebagai wadah berhimpun dan memperjuangkan
11. Dalam melaksanakan tugasnya seorang Perawat Gigi berkolaborasi dengan tenaga kesehatan
lainnya ( Dokter Gigi, Dokter Umum, Perawat Umum, Bidan dan sebagainya ) dan bekerja
Perkembangan Perawat Gigi saat ini yang tertuang dalam Kepmenkes Nomor
Perawat gigi harus ditempuh melalui jenjang pendidikan seperti jenjang SPRG ke AKG
(Jurusan Kesehatan Gigi) ke DIV Perawat Gigi Pendidik/ DIV Keperawatan Gigi.
1. Pendidikan Formal
Pendidikan formal ini meliputi DIV Perawat Gigi Pendidik dan DIV Keperawatan Gigi
dan S2 Promosi Kesehatan Gigi atau Manajemen Kesehatan Gigi dan Mulut.
Selain Perawat Gigi ada dua profesi lain yang bergerak dibidang kesehatan gigi dan mulut
yaitu :
Dokter dan dokter gigi adalah dokter, dokter spesialis, dokter gigi, dan dokter gigi spesialis
lulusan pendidikan kedokteran atau kedokteran gigi baik di dalam maupun di luar negeri
yang diakui oleh Pemerintah Republik Indonesia sesuai dengan peraturan perundang-
undangan.
menegakkan diagnosa.
Praktik kedokteran gigi bukanlah suatu pekerjaan yang boleh dilakukan oleh siapa
saja, melainkan hanya boleh dilakukan oleh kelompok profesional kedokteran gigi yang
memiliki kompetensi yang memenuhi standar tertentu, diberi kewenangan oleh institusi
yang berwenang di bidang itu dan bekerja sesuai dengan etik, standar dan profesionalisme
terjadi suatu kontrak (mengacu kepada doktrin social-contract), yang memberi hak kepada
kompeten dan yang melaksanakan praktek profesinya sesuai dengan etik dan standar.
Profesi Teknisi Gigi, teknisi gigi adalah profesi khusus individu yang mengabdikan diri
dalam bidang pembuatan gigi tiruan, alat orthodontie dan maxillo facial, memiliki
pengetahuan dan keterampilan sesuai dengan kompetensi yang diperoleh melalui jenjang
pendidikan formal dan berguna untuk kesejahteraan manusia sesuai dengan kode etik serta
Profesi teknisi gigi adalah suatu pekerjaan di bidang keteknisian gigi yang
diperoleh melalui pendidikan yang berjenjang, melalui kode etik yang bersifat melayani
masyarakat.
komponen-komponen teknisi gigi secara tepat berdasarkan prosedur yang telah ditetapkan.
BAB III
Tujuan Pembelajaran :
1. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang hak dan kewajiban
Perawat Gigi
2. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang kewajiban-
kewajiban Perawat Gigi
a. Kewajiban Perawat Gigi terhadap masyarakat
b. Kewajiban Perawat Gigi terhadap teman sejawat
c. Kewajiban Perawat Gigi terhadap diri sendiri
Sebelum kita bahas tentang kewajiban Perawat Gigi, sekarang kita tinjau dulu tentang hak dan
kewajiban Perawat.
profesi;
pendidikannya;
d. Diperlakukan adil dan jujur oleh rumah sakit, klien/pasien, dan atau keluarganya;
bidang keperawata;
f. Mendapatkan informasi yang lengkap dari klien/pasien yang tidak puas terhadap
pelayanannya;
g. Mendapatkan jaminan perlindungan terhadap resiko kerja yang terkait dengan tugasnya;
sakit;
i. Diperhatikan privasinya dan berhak menuntut apabila nama baiknya dicemarkan oleh
j. Menolak pihak lain yang memberikan anjuran/perintah untuk melakukan tindakan yang
2. Kewajiban Perawat
a. Mematuhi semua peraturan rumah sakit sesuai dengan hubungan anatara pegawai
kewenangannya;
g. Memberikan kesempatan pada klien/pasien agar senan tiasa dapat berhubungan denga
menerus;
m. Merahasiakan segala sesuatu yang diketahui tentang klien/pasien, bahkan juga setelah
Memberikan pelayanan asuhan kesehatan gigi dan mulut yang sebaik mungkin
hendaknya tidak diartikan sebagai keharusan bagi Perawat Gigi untuk mempunyai
peralatan alat-alat peraga atau bahan-bahan yang mahal. Dengan bahan-bahan yang
tersedia sederhana diharapkan Perawat Gigi dapat memberikan pelayanan kesehatan gigi
dan mulut kepada masyarakat. Perawat Gigi wajib memperhatikan dan mendapat
persetujuan apa yang akan dilakukan terhadap kliennya. Dengan demikian tidak mendapat
kesan klien yang tidak tahu atau tanpa persetujuan apa yang telah dilakukan terhadap
dirinya. Selain itu Perawat Gigi juga harus memperhatikan hak klien antara lain hak untuk
bertanya tentang tindakan yang akan dilakukan, menolak rencana tindakan yang akan
dilakukan meskipun Perawat Gigi telah menjelaskan indikasi perawatan yang sesuai
dengan keadaan penderitanya. Seorang Perawat Gigi Indonesia harus sadar bahwa
karenanya Perawat Gigi wajib merujuk penderita tersebut kepada tenaga yang lebih ahli
dan dengan harapan penderita akan mendapat perawatan yang lebih baik. Beberapa jabatan
kepentingan perorangan.
Dalam keadaan darurat seorang Perawat Gigi wajib memberikan pertolongan kepada
siapapun yang membutuhkan dan apapun yang dideritanya. Pertolongan yang diberikan tentu
sangat terbatas, namun tetap harus mengerjakan segala sesuatu dalam upaya menyelamatkan
seseorang. Pertolongan harus diberikan apabila tidak ada orang lain yang mampu memberikan.
Dalam memberikan pelayanan kepada pasien, Perawat Gigi harus bersikap ramah tamah, berbuat
Etika menghendaki agar setiap Perawat Gigi memelihara hubungan baik dengan teman
sejawatnya dalam kelompok profesinya.Kerjasama yang baik hendaknya dipelihara baik dalam
kehidupan pribadi maupun dalam menjalankan profesi. Pengalaman atau pengetahuan yang
Mengingat perkembangan profesi sangat pesat saat ini, Perawat Gigi Indonesia hendaknya selalu
membuka diri segala informasi dan komunikasi dengan teman sejawat sehingga pengembangan
profesi Perawat Gigi dapat secara menyeluruh, kelompok dan individu serta aktif mengikuti
Perawat Gigi Indonesia harus dapat menjaga kerahasiaan teman sejawat yang tidak boleh
diketahui oleh umum selain diperlukan untuk keterangan hukum.Apabila terjadi kesalahpahaman
antara teman sejawat perlu dicarikan jalan penyelesaian yang bijaksana, dan hendaknya antara
Perawat Gigi mempunyai kewajiban terhadap dirinya yaitu meningkatkan martabat dirinya,
berarti bahwa Perawat Gigi wajib bekerja secara teliti dan hendaknya selalu berusaha mawas diri
untuk meningkatkan citra Perawat Gigi di mata masyarakat, berfikir kritis dan dapat menganalisa
segala situasi yang terjadi serta bersikap kreatif, mempunyai inisiatif dan berlaku cermat.
Setiap Perawat Gigi Indonesia wajib mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi,
terutama di bidang pelayanan asuhan kesehatan gigi dan mulut dengan jalan membaca buku
Setiap Perawat Gigi Indonesia harus menjadi panutan di dalam penampilan, baik cara berpakaian
rapi, rambut tersisir rapi, kumis/jenggot teratur rapi, kuku dipotong pendek dan gigi geligi
terawat. Perawat Gigi Indonesia harus berperilaku sopan terhadap siapapun, penuh dedikasi
terhadap tugas yang diemban dan bertanggung jawab pada segala perbuatan yang dilakukan.
Mengingat bahwa Perawat Gigi adalah tenaga kesehatan yang memberikan pelayanan asuhan
kesehatan gigi dan mulut kepada masyarakat maka sewajarnya seorang Perawat Gigi memelihara
kesehatannya dengan menjalani hidup sehat supaya dapat bekerja dengan baik.
BAB IV
Tujuan Pembelajaran :
1. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang kemampuan inti
dalam standar kompetensi Perawat Gigi
2. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang kemampuan inti
dalam standar kompetensi Perawat Gigi
Standar Profesi Perawat Gigi digunakan sebagai pedoman dalam menjalankan profesi secara
1). Memberikan pelayanan asuhan kesehatan gigi sesuai dengan tujuan, fungsi, dan
Kompetensi adalah seperangkat tindakan cerdas, penuh tanggung jawab yang dimiliki seseorang
sebagai syarat untuk dianggap mampu oleh masyarakat dalam melaksanakan tugas-tugas di
kompetensi adalah spesifikasi dari pengetahuan dan keterampilan serta penerapan dari
pengetahuan dan keterampilan tersebut dalam suatu pekerjaan atau lintas industri, sesuai dengan
akuntansi yang diharapkan secara teliti dan efisien dengan menggunakan komputer
persediaan obat.
mulut.
1) Kemampuan menunjukkan komunikasi dan hubungan antar manusia yang efektif dan
berembuk dengan pasien dan tim kesehatan gigi baik secara perorangan dan dalam tim
atau pertemuan.
gigi dan mulut termasuk saran pre/post operation (chair side talk ).
3) Kemampuan menilai kebersihan mulut dan memotivasi pasien untuk berperilaku yang
maupun informal.
kelompok.
cara aman.
b. Kemampuan memelihara dan merawat berbagai macam peralatan dan mampu mengasah
berbagai instrument secara benar dan menerapkan secara efisien cara-cara pengasahan.
G. Dalam Bidang Peningkatan kesehatan dan pencegahan penyakit gigi dan mulut
b. Kemampuan melakukan pemeriksaan OHIS (Oral Hygiene Index Simplified) dan PITN
(Periodontal Index of Treatment Needs), DMF-T (Decay, Mising, Filing- Teet), PTI
masyarakat.
d. Kemampuan untuk mengenali lesi dini dari kanker mulut dan manifestasi HIV/AIDS di
mulut.
kabupaten /kota dan lintas sektor dengan program lain yang berorientasi pada
gigi.
b. Kecakapan melaksanakan skaling supra gingival, polis secara benar, efektif, dan aman.
d. Kemampuan melakukan fissure sealant, fluoride gel, varnish dan topical application.
a. Pencabutan Gigi
infiltrasi anaesthesi.
b. Konservasi Gigi
2) Kemampuan melakukan preparasi kavitas dan penumpatan (gigi sulung dan gigi
periodontitis.
5) Bila gigi gangraen dengan periapikal absces maka dilakukan trepanasi dengan cara
membuka kavum pulpa dengan bor, ditutup kapas jangan diberi tumpatan sementara.
J. Dalam Bidang Rujukan
rujukan.
dipublikasikan.
a. Kemampuan membantu operator dalam perawatan rutin pada klinik gigi (sebagai chair
side assistant).
b. Kemampuan membantu prosedur restorasi gigi dan prosedur bedah mulut dan
periodontal.
c. Kemampuan menyiapkan dan menerapkan penggunaan bahan-bahan pada pengobatan
gigi pasien.
d. Kemampuan membantu dokter gigi atau dokter gigi spesialis dalam pengobatan pasien.
a. Kemampuan melepas jahitan, periodontal packes, ligatures, arch wire fixation pin dan
arch wires.
Kemampuan tambahan ini dilaksanakan oleh Perawat Gigi yang akan bekerja dengan tugas
a. Kemampuan mencabut gigi, drainase abscess dan perawatan infeksi dalam mulut.
c. Kemampuan merawat komplikasi pasca operasi seperti dry socket dan pendarahan.
anastesi lokal yang tepat dan secara efektif dan aman (baik blok maupun lokal).
perawatan.
b. Kemampuan melakukan preparasi kavitas dan penumpatan gigi ( gigi sulung dan gigi
tetap pada semua kelas kavitas kecuali kelas IV menggunakan almagam, silikat, dsb)
Tujuan Pembelajaran :
1. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang konsep pelayanan
kesehatan
2. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang pengertian
pelayanan asuhan kesehatan gigi dan mulut
3. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang tujuan pelayanan
asuhan kesehatan gigi dan mulut
4. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang ruang lingkup
pelayanan asuhan kesehatan gigi dan mulut
1. Pelayanan Kesehatan
mencapai derajat kesehatan baik individu maupun masyarakat secara optimal. Dalam
pelaksanaan pelayanan kesehatan ini terdapat hubungan antara pasien, tenaga kesehatan dan
sarana kesehatan. Hubungan yang timbul antara pasien, tenaga kesehatan, dan sarana
kesehatan diatur dalam kaidah-kaidah tentang kesehatan baik hukum maupun non hukum
(antara lain: moral termasuk etika, kesopanan, kesusilaan, ketertiban). Hubungan hukum yang
terjadi adalah hubungan antar subyek-subyek hukum yang diatur dalam kaidah-kaidah hukum
dan memenuhi hubungan yang mengatur tentang hak dan kewajiban para pihak.
Pengertian pelayanan kesehatan menurut Lavey dan Loomba adalah setiap upaya
baik yang diselenggarakan sendiri atau bersama-sama dalam suatu organisasi untuk
Pelayanan kesehatan dapat juga dikatakan sebagai upaya pelayanan kesehatan yang
melembaga berdasarkan fungsi sosial di bidang pelayanan kesehatan bagi individu dan
keluarga. Fungsi sosial disini berarti lebih mengutamakan pada unsur kemanusiaan dan tidak
dapat berupa Upaya Kesehatan Perorangan (UKP) primer yaitu mendayagunakan ilmu
pengetahuan dan teknologi kesehatan dasar yang ditujukan kepada perorangan. Penyelenggara
UKP primer adalah pemerintah, masyarakat dan swasta yang diwujudkan melalui berbagai
bentuk pelayanan profesional dan dapat dilaksanakan di rumah, tempat kerja maupun fasilitas
kesehatan perorangan primer baik Puskesmas dan jaringannya serta fasilitas kesehatan lainnya
(medical service) dan pelayanan kesehatan masyarakat (public health service). Kedua jenis
pelayanan ini mempunyai karakteristik yang berbeda tentunya. Pelayanan kedokteran lebih
potensi masyarakat dengan sasaran utamanya adalah masyarakat secara keseluruhan. Upaya
kesehatan yang ditujukan lebih pada penekanan upaya-upaya promosi (promotif) dan
berkelanjutan, berjenjang, profesional dan bermutu serta tidak bertentangan dengan kaidah
utama dari subsistem upaya kesehatan yang tertuang dalam Sistem Kesehatan Nasional
(SKN). Didalam SKN terdapat enam subsistem pelayanan kesehatan yang terdiri dari
subsistem upaya kesehatan, pembiayaan kesehatan, sumber daya manusia kesehatan, sediaan
farmasi, alat kesehatan dan makanan minuman, manajemen dan informasi kesehatan,
permberdayaan masyarakat.
Ada dua kelompok yang berperan dalam pelayanan kesehatan medis atau pelayanan
kedokteran yaitu Health Receivers dan Health Providers. Health Receivers adalah penerima
pelayanan kesehatan yaitu orang yang sakit atau mereka yang ingin
pelayanan kesehatan yang meliputi para tenaga kesehatan seperti dokter, perawat, apoteker,
laboran, dan lain-lain. Kedua kelompok tersebut tentunya memerlukan kepastian dan
Pelayanan kesehatan masyarakat yang dilakukan oleh Perawat Gigi adalah pelayanan
asuhan kesehatan gigi dan mulut, yaitu merupakan pelayanan profesional yang diberikan oleh
perawat gigi kepada perorangan dan masyarakat. Perawat gigi adalah setiap orang yang telah
lulus pendidikan perawat gigi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pelayanan kesehatan gigi kepada masyarakat yang dilakukan oleh Perawat Gigi
diatur melalui standar pelayanan asuhan kesehatan gigi dan mulut. Standar pelayanan adalah
pedoman yang harus di ikuti oleh perawat gigi dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan
gigi dan mulut. Sedangkan asuhan kesehatan gigi dan mulut adalah pelayanan kesehatan gigi
dan mulut yang terencana ditujukan kepada kelompok tertentu yang dapat diikuti dalam kurun
waktu tertentu diselenggarakan secara berkesinambungan untuk mencapai kesehatan gigi dan
Pelayanan kesehatan (health care services) merupakan salah satu upaya yang dapat
dilakukan untuk meningkatkan derajat kesehatan baik perseorangan, maupun kelompok atau
masyarakat secara keseluruhan. Menurut Alexandria I. Dewi, bahwa yang dimaksud dengan
pelayanan kesehatan ialah setiap upaya baik yang diselenggarakan sendiri atau bersama-sama
dalam suatu organisasi untuk meningkatkan dan memelihara kesehatan, mencegah penyakit,
Pelayanan kesehatan itu sebenarnya tidak hanya meliputi kegiatan atau aktivitas
profesional di bidang pelayanan kuratif dan preventif untuk kepentingan perorangan, tetapi
nondiskriminatif, dalam hal ini pemerintah sangat bertanggung jawab atas pelayanan
Pelayanan kesehatan terutama pencegahan karies gigi yang dilakukan selama ini
harus ditingkatkan dan juga di evaluasi. Upaya yang sudah berhasil dilakukan di luar negeri,
sebaiknya dapat dipelajari dan diikuti serta disesuaikan dengan keadaan di Indonesia. Upaya
yang sudah mendapat rekomendasi dari WHO (World Health Organization) sangat penting
diperhatikan. Keberhasilan upaya kesehatan gigi dapat dilihat dari naiknya jumlah (%)
populasi yang bebas karies, turunnya indeks kerusakan gigi (DMF-T / Decay Mising Filing -
Pengertian standar pelayanan asuhan kesehatan gigi dan mulut yang tertuang dalam
gigi dalam menjalankan tugas pelayanan asuhan kesehatan gigi dan mulut agar tercapai
Standar pelayanan asuhan kesehatan gigi dan mulut ini merupakan petunjuk kerja
secara profesional bagi pelaksana dilapangan khususnya perawat gigi. Dengan adanya standar
pelayanan asuhan kesehatan gigi dan mulut diharapkan dapat memberikan perlindungan
kepada individu / masyarakat sebagai penerima pelayanan. Demikian pula bagi perawat gigi
untuk dapat bekerja secara profesional dalam pelaksanaan upaya pelayanan asuhan kesehatan
Tujuan pelayanan asuhan kesehatan gigi yang tertuang dalam Kepmenkes Nomor
284/Menkes/SK/IV/2006 tentang standar pelayanan asuhan kesehatan gigi dan mulut adalah
meningkatkan profesionalisme perawat gigi dalam pelayanan kesehatan gigi dan mulut serta
Sedang tujuan pelayanan asuhan kesehatan gigi dan mulut menurut Depkes R.I
(1995) meliputi :
Meningkatkan mutu, cakupan, efisiensi pelayanan kesehatan gigi dan mulut dalam
rangka tercapainya kemampuan pelihara diri di bidang kesehatan gigi dan mulut, serta
hidup sehat dibidang kesehatan gigi dan mulut yang mencakup : Mampu
dalam bidang kesehatan gigi dan mulut serta mampu mengambil tindakan yang
meliputi :
(3). Standar pemeriksaan DMF-T / def-t (Decay Mising filing – Teet / Decay Eruption
Filing – Teet).
(1). Standar penyusunan rencana kerja penyuluhan kesehatan gigi dan mulut.
(5). Standar pencabutan gigi permanen akar tunggal dengan infiltrasi anastesi.
g). Standar pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut pasien rawat inap.
h). Standar peralatan dan bahan asuhan kesehatan gigi dan mulut.
BAB VI
Tujuan Pembelajaran :
1. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang dasar hukum ijin
dan registrasi Perawat Gigi
2. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang Surat Ijin Kerja
(SIK) Perawat Gigi
3. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang Surat Ijin Perawat
Gigi (SIPG)
Kerja Perawat Gigi pasal 3 menjelaskan bahwa Perawat gigi yang baru lulus mengajukan
lambatnya 1 (satu) bulan setelah menerima ijazah pendidikan perawat gigi. Surat Izin Perawat
Gigi selanjutnya disebut SIPG adalah bukti tertulis pemberian kewenangan untuk
asuhan kesehatan gigi dan mulut pada sarana pelayanan kesehatan pemerintah maupun
swasta, Perawat Gigi hanya dapat menjalankan pekerjaan sebagai perawat gigi maksimal pada
2 (dua) sarana pelayanan kesehatan dalam satu wilayah Kabupaten/Kota, Perawat gigi yang
menjalankan pekerjaan sebagai perawat gigi pada sarana pelayanan kesehatan harus memiliki
Perbedaan yang signifikan terlihat dalam Permenkes Nomor 161 Tahun 2010 tentang
Registrasi Tenaga Kesehatan dan Permenkes Nomor 28 Tahun 2011 tentang klinik. Di dalam
Permenkes Nomor 28 Tahun 2011, syarat bagi Tenaga Kesehatan adalah memiliki Surat
Tanda Registrasi (STR) dan Surat Ijin Kerja (SIK). sementara dalam Permenkes 161 Tahun
2010, ditegaskan bahwa lisensi yang berlaku bagi Tenaga Kesehatan berupa Surat Tanda
Registrasi (STR) dan Sertifikat Kompetensi bila telah dibentuk MTKI dan MTKP yang
tersebut.
Dalam Permenkes ini juga ditegaskan bahwa peraturan yang terdahulu yang mengatur
registrasi perawat gigi yaitu Kepmenkes Nomor 1392/Menkes/SK/XII/2001 akan dicabut bila
MTKI dan MTKP tersebut telah terbentuk. Artinya, ketidak sinkronan antara peraturan yang
satu dan lainnya menunjukkan adanya ketidakpastian hukum dalam pengaturan pelaksanaan
SIK ini. Bila ada permasalahan mengenai SIK ini, tentunya penuntasan masalahnya harus
menganut asas lex specialis derogat legi generalis. Namun bila pada saatnya Kepmenkes
Nomor 1392/Menkes/SK/XII/2001 telah dicabut, maka SIK yang tertuang dalam Permenkes
Penerbitan Sertifikat Kompetensi ini agak menyimpang dari peraturan yang ada di atasnya
pengakuan terhadap kompetensi untuk melakukan pekerjaan tertentu setelah uji kompetensi
seperti yang tertuang dalam Pasal 61 ayat 3 bahwa Sertifikat kompetensi diberikan oleh
penyelenggara pendidikan dan lembaga pelatihan kepada peserta didik dan warga masyarakat
sebagai pengakuan terhadap kompetensi untuk melakukan pekerjaan tertentu setelah lulus uji
kompetensi yang diselenggarakan oleh satuan pendidikan yang terakreditasi atau lembaga
sertifikasi.
Bila ditinjau dari Pasal tersebut di atas, terlihat ada perbedaan dalam penyelenggaraan
sertifikasi dengan sistem sertifikasi dalam Permenkes Nomor 161 Tahun 2010. Menurut UU
atau lembaga sertifikasi. Sedangkan Sertifikat Kompetensi yang dimaksud dalam Permenkes
Nomor 161 Tahun 2010 diterbitkan oleh MTKP, walaupun tempat penyelenggaraan uji
MTKP bukanlah merupakan satuan pendidikan yang terakreditasi ataupun lembaga sertifikasi.
MTKP hanya merupakan unit fungsional dari Badan Pengembangan dan Pemberdayaan
Sumber Daya Manusia Kesehatan Kementerian Kesehatan dibawah Koordinasi MTKI (Pasal
Penyelenggaraan dan pengendalian mutu pelayanan pendidikan dapat juga dilakukan oleh
Bila mengacu dari Pasal tersebut di atas, maka organisasi profesi perawat gigi yaitu
Persatuan Perawat Gigi Indonesia (PPGI) lebih berhak untuk menyelenggarakan uji
kompetensi ini. Penyelenggaraan uji kompetensi ini akan lebih pasti orientasi maupun
pelaksanaan hukumnya bila diselenggarakan bersama antara PPGI dan institut pendidikan
perawat gigi yang terakreditasi. Keberadaan MTKI dan MTKP dapat sebagai fasilitator
ataupun auditor penyelenggaraan uji kompetensi tersebut. Bila mengamati dan menganalisa
aturan hukum mengenai lisensi tenaga kesehatan ini, maka Sertifikat Kompetensi bukan
merupakan produk yang pasti hukumnya dalam pelaksanaan maupun orientasinya karena
memiliki Surat Ijin Perawat Gigi (SIPG) dan Surat Ijin Kerja (SIK) seperti yang tertuang
(1) Surat Izin Perawat Gigi selanjutnya disebut SIPG adalah bukti tertulis pemberian
(2) Surat Izin Kerja selanjutnya disebut SIK adalah bukti tertulis yang diberikan kepada
perawat gigi untuk melakukan pelayanan asuhan kesehatan gigi dan mulut di sarana
kesehatan.
SIPG berlaku selama 5 tahun dan merupakan dasar untuk memperoleh SIK. Penerbitan
SIPG dilakukan oleh Dinas Kesehatan Propinsi sedangkan SIK diterbitkan oleh Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota. SIK berlaku sepanjang SIPG belum habis masa berlakunya dan
Majelis Tenaga Kesehatan Indonesia (MTKI) dan Majelis Tenaga Kesehatan Provinsi (MTKP),
ada perubahan dalam sistem registrasi tenaga kesehatan, khususnya perawat gigi. Surat Ijin
Perawat Gigi berubah bentuk menjadi Surat Tanda Registrasi (STR) yang diterbitkan dan
dicabut oleh MTKI. MTKI adalah lembaga yang berfungsi untuk menjamin mutu tenaga
yang melaksanakan Uji Kompetensi di setiap daerah dalam rangka proses registrasi. MTKP
inilah yang akan menerbitkan Sertifikat Kompetensi bagi tenaga kesehatan yang telah lulus Uji
Kompetensi. Setiap tenaga kesehatan wajib mengikuti uji kompetensi untuk mendapatkan
Sertifikat Kompetensi yang masa berlakunya selama lima tahun seperti yang tertulis dalam
Pasal 10 :
Tenaga Kesehatan yang telah lulus Uji Kompetensi diberi Sertifikat Kompetensi,
Sertifikat Kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan oleh Ketua
MTKP, Sertifikat Kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berlaku selama 5
(lima) tahun dan dapat dilakukan Uji Kompetensi kembali setelah habis masa berlakunya,
seluruh Indonesia setelah lulus uji kompetensi. Dalam Pasal sembilan diatur bahwa Uji
atau tempat lain yang ditunjuk. Materi Uji Kompetensi yang diberikan disusun oleh
MTKI sesuai dengan standar kompetensi yang telah ditetapkan berdasarkan standar
Surat Tanda Registrasi (STR) yaitu bukti tertulis yang diberikan pemerintah kepada
tenaga kesehatan yang diregistrasi setelah memiliki Sertifikat Kompetensi. STR ini
diterbitkan oleh MTKI dan masa berlakunya adalah selama 5 tahun dan dapat diregistrasi
ulang setiap 5 tahun sekali dengan memenuhi persyaratan yang berlaku sebagaimana
memiliki STR
Namun dalam Pasal 30 Permenkes tersebut juga ditegaskan bahwa selama belum
terbentuknya MTKI dan MTKP, maka SIPG dan SIK merupakan lisensi perawat gigi,
yang tetap diakui keabsahannya. Dalam Kaidah peraturan perizinan yang mutlak harus
dimiliki oleh perawat gigi ini melekat asas kepastian hukum yang berarti setiap tindakan
administrasi perawat gigi ini berdasarkan hukum yang berlaku. Hal ini merupakan
Tujuan Pembelajaran :
1. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang kemandirian
Perawat Gigi dalam rangka mengaktualisasikan profesinya
2. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang tugas limpah tugas
Perawat Gigi
diri dalam menjalankan profesinya. Dalam bahasan ini kemandiriian yang dimaksudkan untuk
mengaktualisasikan sebuah profesi berupa praktik mandiri tenaga kesehatan untuk melayani
oleh pemerintah, praktik mandiri merupakan sarana pelayanan swasta yang pelaksanaannya
dilakukan secara mandiri atau tanpa bantuan dari pihak lain. Mengenai praktik mandiri
perawat telah diatur dalam Permenkes Nomor HK.02.02/Menkes/148/2010 tentang izin dan
Praktik mandiri seorang Perawat Gigi sampai saat ini belum ada yang mengaturnya, jalan lain
untuk mengaktualisasikan profesi yaitu dengan mendirikan Balai Pengobatan yang telah diatur dalam
Bidang Medik. Pada Permenkes ini dijelaskan bahwa tenaga paramedis diperbolehkan untuk
memimpin balai pengobatan namun harus dibawah pengawasan dan pembinaaan dokter/dokter gigi
yang mempunyai izin praktik seperti yang tercantum dalam Pasal 10 ayat 1 bahwa Balai Pengobatan
diselenggarakan oleh yayasan atau perorangan dengan persyaratan dipimpin minimal oleh seorang
paramedis perawatan yang berpengalaman dibawah pengawasan, bimbingan, dan pembinaan seorang
Jadi kesimpulannya apabila peraturan tentang praktik mandiri belum ada, jangan sekali-kali
seorang Perawat Gigi melakukan praktik mandiri ilegal karena akan merugikan diri pribadi Perawat Gigi.
Alangkah baiknya apabila untuk mengaktualisasikan diri seorang Perawat Gigi dengan cara dan jalan
yang legal yaitu dengan membuat balai pengobatan yang sudah jelas peraturannya.
kesehatan maka diperlukan adanya tugas limpah dari Dokter Gigi. Tugas limpah yang
dijalankan oleh seorang Perawat Gigi tidak boleh dilakukan secara lisan oleh Dokter Gigi
karena didalam peraturan yang mengaturnya yaitu pada Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
1392 Tahun 2001 Tentang Registrasi dan Ijin Kerja Perawat Gigi, pasal 12 ayat 1 berbunyi
“Perawat Gigi dalam Menjalankan Pekerjaan sebagai Perawat Gigi harus sesuai dengan
pelayanan asuhan kesehatan gigi dan mulut, serta melaksanakan tindakan medik terbatas
dalam bidang kedokteran gigi sesuai permintaan tertulis dari Dokter Gigi.
Apabila tugas limpah yang diberikan hanya dalam bentuk lisan maka hal ini akan
sangat membahayakan posisi Perawat Gigi apabila pada saat melakukan tindakan diluar
kompetensinya dan terjadi tuntutan hukum, sedangkan pihak Dokter Gigi mengelak telah
memberikan tugas limpah maka akan sangat merugikan pihak Perawat Gigi jadi sudah
seharusnya dan menjadi kewajiban apabila seorang Perawat Gigi melakukan tugas limpah dari
Tujuan Pembelajaran :
1. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang tanggung jawab
hukum tenaga kesehatan
2. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang tanggung jawab
hukum Perawat Gigi
a. Berdasarkan undang-undang kesehatan
b. Berdasarkan peraturan tenaga kesehatan
c. Berdasarkan standar profesi Perawat Gigi
d. Berdasarkan standar pelayanan asuhan kesehatan gigi dan mulut
Dalam pengertian hukum, tanggung jawab berarti “keterikatan”. Tiap manusia, mulai
dari saat dilahirkan sampai saat meninggal mempunyai hak dan kewajiban yang disebut
sebagai subyek hukum. Demikian juga tenaga kesehatan, dalam menjalankan suatu tindakan,
harus bertanggung jawab sebagai subyek hukum pengemban hak dan kewajiban.
Tindakan atau perbuatan tenaga kesehatan sebagai subyek hukum dalam pergaulan
masyarakat, dapat dibedakan antara tindakannya sehari-hari yang tidak berkaitan dengan
profesi, dan tindakan yang berkaitan dengan pelaksanaan profesi. Begitu pula dalam tanggung
jawab hukum seorang tenaga kesehatan, dapat tidak berkaitan dengan profesi, dan dapat pula
Perbuatan tenaga kesehatan yang tidak berkaitan dengan pelaksanaan profesi dengan
kata lain Perawat Gigi sebagai warga negara yang dapat menimbulkan tanggung jawab hukum
antara lain : menikah, melakukan perjanjian jual beli, membuat wasiat, mencuri, menipu,
menganiaya dan lain sebagainya. Perbuatan tenaga kesehatan yang tidak berkaitan dengan
pelaksanaan profesinya ini, pada umumnya juga bisa dilakukan oleh setiap orang yang bukan
tenaga kesehatan.
pengemban profesi. Kesadaran hukum yang dimiliki tenaga kesehatan harus berperan dalam
diri tenaga kesehatan tersebut untuk bisa mengendalikan dirinya sehingga tidak melakukan
kesalahan profesi, agar terhindar dari sanksi yang diberikan oleh hukum.
Sumber daya di bidang kesehatan adalah segala bentuk dana, tenaga, perbekalan
kesehatan, sediaan farmasi dan alat kesehatan serta fasilitas pelayanan kesehatan dan
Dalam Pasal 190 Ayat 1 dan Ayat 2 dijelaskan bahwa pimpinan fasilitas
pelayanan kesehatan dan/atau tenaga kesehatan yang melakukan praktik atau pekerjaan
pada fasilitas pelayanan kesehatan yang dengan sengaja tidak memberikan pertolongan
pertama terhadap pasien yang dalam keadaan gawat darurat sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 32 ayat (2) atau Pasal 85 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua)
tahun dan denda paling banyak Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
tenaga kesehatan tersebut dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun
2). Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 Tentang Tenaga Kesehatan
tugasnya harus selalu dibina dan diawasi. Pembinaan dilakukan untuk mempertahankan
kegiatannya agar tenaga kesehatan tersebut dapat melaksanakan tugasnya sesuai dengan
kesehatan dalam melaksanakan tugas profesinya. Lebih lanjut pada Pasal 33 Ayat 1 dan
tindakan disiplin terhadap tenaga kesehatan yang tidak melaksanakan tugas sesuai dengan
standar profesi tenaga kesehatan yang bersangkutan. Tindakan disiplin sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) dapat berupa: teguran dan pencabutan ijin untuk melakukan
upaya kesehatan.
berikut :
berkewajiban untuk:
Perawat Gigi
unjuk kerja perawat gigi dalam melakukan tugas pelayanannya serta kode etik yang
merupakan landasan dalam bekerja secara profesional. Artinya, seorang perawat gigi
tidak hanya dituntut untuk memiliki kemampuan yang optimal tetapi juga memiliki cara
dan sikap hidup yang terpuji baik dalam hubungannya dengan pasien, masyarakat, rekan
Kewajiban perawat gigi berdasarkan kode etik profesi perawat gigi dibagi atas
1) Kewajiban umum
Bekerja sesuai dengan standar profesi merupakan suatu syarat yang mutlak
untuk mendapatkan perlindungan hukum. Standar profesi merupakan suatu kaidah yang
mutlak dilaksanakan oleh perawat gigi karena didalamnya terkandung cara untuk
melakukan kebenaran yang merupakan suatu nilai dari asas keadilan. Disamping itu,
standar profesi memberikan kepastian hukum bagi perawat gigi dalam melakukan
perbuatan hukumnya dengan benar dan kemanfaatan bagi perawat gigi yaitu berupa
adanya asas keadilan, kepastian hukum dan kemanfaatan. Kaidah kualifikasi dan kaidah
kewenangan memberikan kepastian hukum bagi perawat gigi sebagai suatu profesi tenaga
kaidah standar profesi, disamping adanya asas kepastian hukum juga tercermin adanya
asas keadilan karena ada kebenaran yang ingin ditegakkan dalam peraturan/kaidah hukum
tersebut. Disamping itu, asas kemanfaatan juga tercermin dalam standar profesi ini dalam
bentuk adanya imbalan perlindungan hukum dan pelaksanaan yang praktis bagi perawat
gigi dalam menjalankan pekerjaannya. Selain itu standar profesi ini dapat dipakai sebagai
kontrol bagi pelaksanaan pelayanan yang bermutu dan sebagai sarana pembuktian bagi
(a). Dalam menjalankan profesinya, setiap Perawat Gigi Indonesia wajib memberikan
pelayanan yang sebaik mungkin kepada individu dan masyarakat tanpa membedakan
(b). Dalam hal ketidakmampuan dan di luar kewenangan Perawat Gigi Indonesia
berkewajiban merujuk kasus yang ditemukan kepada tenaga kesehatan yang lebih
ahli.
(c). Setiap Perawat Gigi Indonesia wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahui
tentang kliennya.
(d). Setiap Perawat Gigi Indonesia wajib memberikan pertolongan darurat dalam batas-
batas kemampuan sebagai suatu tugas, perikemanusiaan kecuali pada waktu itu ada
(f). Setiap Perawat Gigi Indonesia wajib memberikan pelayanan kepada pasien dengan
(g). Setiap Perawat Gigi Indonesia wajib berupaya meningkatkan kesehatan gigi dan
Pelayanan asuhan kesehatan gigi dan mulut adalah merupakan pelayanan profesional
yang diberikan oleh perawat gigi kepada perorangan dan masyarakat, dalam rangka
meningkatkan mutu pelayanan kekesehatan gigi dan mulut diperlukan adanya suatu Standar
Standar asuhan kesehatan gigi dan mulut oleh perawat gigi meliputi:
a. Standar Administrasi.
c. Standar Pemeriksaan DMF-T/def-t (Decay Mising Filing – Teet / Decay Eruption Filing –
Teet).
3. Standar Promotif :
4. Standar Preventif :
5. Standar Kuratif :
f. Standar Rujukan.
7. Standar Pemeliharaan Kesehatan Gigi dan Mulut Pasien Umum Rawat Inap.
Kesehatan
(1). Setiap tenaga kesehatan yang akan menjalankan keprofesiannya wajib memiliki STR
(2). Untuk memperoleh STR, tenaga kesehatan harus mengajukan permohonan, dengan
melampirkan persyaratan :
d. Surat keterangan sehat dari dokter yang mempunyai Surat Ijin Praktek (SIP)
(3). Sertifikat Kompetensi yang dimaksud pada pasal 2 diperoleh melalui uji kompetensi
dibedakan atas pertanggungjawaban atas dasar kesalahan (liability based on fault) dan
pertanggungjawaban tanpa kesalahan (liability without fault) yang dikenal dengan tanggung
jawab risiko (risk liability) atau tanggung jawab mutlak (strict liability).
melakukan perbuatan melanggar hukum dan kesalahan. Jadi dalam hal ini, risiko yang terjadi
bukan merupakan pertanggungjawaban akibat kesalahan dari pelaku tindakan namun risiko
yang memang harus terjadi akibat tindakan yang dilakukan, misalnya resiko perdarahan
setelah pencabutan gigi. Sedangkan pertanggungjawaban atas dasar kesalahan bertumpu pada
dua kriteria yaitu karena melanggar hukum si pelaku dipersalahkan dan karena mengabaikan
Perbuatan melanggar hukum secara perdata tertuang dalam Pasal 1365 KUHPerdata
yaitu tiap perbuatan melanggar hukum yang memberi kepada seorang lain, mewajibkan orang
Berdasarkan pasal tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa seorang perawat gigi
(1) Melakukan wanprestasi yaitu bila perawat gigi tidak melakukan kewajibannya, atau tidak
memenuhi prestasi sama sekali, atau terlambat memenuhi prestasi atau memenuhi
prestasi secara tidak baik. Pertanggungjawaban hukumnya tertuang dalam Pasal 1239
KUHPerdata yaitu tiap perikatan untuk berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu,
wajib diselesaikan dengan memberikan penggantian biaya, kerugian dan bunga, bila
(2) Melakukan perbuatan melawan hukum yaitu bila memenuhi syarat adanya perbuatan
hubungan sebagai akibat antara perbuatan melanggar hukum tersebut dengan kerugian
(3) Melakukan kelalaian yaitu perbuatan yang terjadi akibat kurang hati-hati, kurang
seperti tertuang dalam Pasal 1366 KUHPerdata yaitu setiap orang bertanggung jawab,
bukan hanya atas kerugian yang disebabkan perbuatan-perbuatan, melainkan juga atas
(1) Melalaikan pekerjaan sebagai penanggungjawab berarti tidak melakukan secara benar
tidak hanya bertanggung jawab atas kerugian yang disebabkan perbuatannya sendiri,
melainkan juga atas kerugian yang disebabkan perbuatan orang-orang yang menjadi
Tanggung jawab pidana disini timbul bila pertama-tama dapat dibuktikan adanya
mendasar antara tindak pidana biasa dan tindak pidana medis. Pada tindak pidana biasa yang
terutama diperhatikan adalah akibatnya, sedangkan pada tindak pidana medis adalah
penyebabnya. Walaupun berakibat fatal, tetapi tidak ada unsur kelalaian atau kesalahan
Pasal-pasal dalam hukum pidana yang relevan dalam pelayanan asuhan kesehatan
(1) Kesalahan yang dapat menimbulkan luka berat, tertuang dalam Pasal 360 KUHP ayat 1 :
luka-luka berat, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana
(2) Kesalahan yang dapat menimbulkan kematian, tertuang dalam Pasal 359 KUHP :
Barang siapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan orang lain mati, diancam
dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana kurungan paling lama satu
tahun
(3) Kesalahan karena melanggar rahasia kedokteran, tertuang dalam Pasal 322 KUHP:
Barang siapa dengan sengaja membuka rahasia yang wajib disimpannya karena jabatan
atau pencariannya, baik yang sekarang maupun yang dahulu, diancam dengan pidana
penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak sembilan ribu
rupiah
BAB IX
Tujuan Pembelajaran :
1. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang malpraktik
a. Pengertian malpraktik
b. Perbedaan malpraktik dan kelalaian
2. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang kelalaian dan
kesalahan tenaga kesehatan
3. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang kecelakaan medis
1. Malpraktik
a. Pengertian Malpraktik
Pidana. Namun memang kasus semacam ini jarang terjadi. Di dalam kepustakaan dan
Malpraktik adalah kelalaian dari seorang dokter atau perawat untuk menerapkan tingkat
terhadap seorang pasien yang lazimnya diterapkan dalam mengobati dan merawat orang sakit
"Malpractice is the neglect of a physician or nurse to apply that degree of skill and learning on
treating ang nursing a patient which is customary applied in treating and caring for the sick or
Malpraktik adalah salah cara mengobati suatu penyakit atau luka, karena disebabkan sikap-
intent".
Malpraktik adalah sikap-tindak profesional yang salah dari seorang yang berprofesi, seperti
tindakan salah yang sengaja atau praktik yang bersifat tidak etis.
"Malpractice may be the result or ignorance, neglect, or lack of skill or fidelity in the
ada perbedaannya. Para pakar yang disebutkan oleh Guwandi (2004) yang menyamakan
antara negligencedengan malpractice tersebut adalah :
negligence.
Guwandi (2004) tidak sependapat dengan pendapat para pakar pada umumnya. Menurut
yang termasuk dalam kategori kesengajaan dan melanggar undang-undang. Malpraktik yang
dilakukan dengan sengaja merupakan bentuk malpraktik murni yang termasuk didalam criminal
malpractice.
Untuk memperjelas perbedaan antara malpraktik dan kelalaian, dapat diperjelas dengan contoh
a. Malpraktik yang dilakukan dengan sengaja (merupakan istilah malpraktik dalam arti sempit)
atau dapat disebut sebagai criminal malpractice adalah perbuatan / tindakan dokter yang secara
2. Melakukan euthanasia
3. Memberikan surat keterangan palsu atau isinya tidak sesuai dengan keadaan sebenarnya
b. Kelalaian merupakan bentuk perbuatan yang dilakukan dengan tidak sengaja, misalnya :
pasien.
2. Dokter lupa memberikan informasi kepada pasien yang akan dilakukan tindakan operasi,
Selain contoh tersebut diatas, Guwandi (2004) juga mengemukakanperbedaan antara malpraktik
dan kelalaian dapat dilihat dari motif atau tujuan dilakukannya perbuatan tersebut, yaitu ;
a. Pada malpraktik (dalam arti sempit) - tindakan yang dilakukan secara sadar, dengan tujuan
yang sudah mengarah kepada akibat yang ditimbulkan atau petindak tidak peduli kepada akibat
b. Pada kelalaian - petindak tidak menduga terhadap timbulnya akibat dari tindakannya. Akibat
yang terjadi adalah diluar kehendak dari petindak dan tidak ada motif dari petindak untuk
Tuntutan terhadap tenaga kesehatan pada umumnya dilakukan oleh pasien yang merasa
tidak puas terhadap pengobatan atau pelayanan medis yang dilakukan oleh tenaga kesehatan
yang merawatnya. Ketidakpuasan tersebut terjadi karena hasil yang dicapai dalam upaya
pengobatan tidak sesuai dengan harapan pasien dan keluarganya. Hasil upaya pengobatan yang
hubungan antara pasien dan tenaga kesehatan, penyebab dari ketidakpuasan tersebut pada
umumnya karena kurangnya komunikasi antara kesehatan dengan pasiennya, terutama terkait
1. Isi informasi (tentang penyakit yang diderita pasien) dan alternatif yang bisa dipilih pasien
2. Saat memberikan informasi seyogyanya sebelum terapi mulai dilakukan, terutama dalam hal
tindakan medis yang beresiko tinggi dengan kemungkinan adanya perluasan dalam terapi atau
tindakan medik.
3. Cara menyampaikan informasi tidak memuaskan pasien, karena pasien merasa bahwa dirinya
tidak mendapatkan informasi yang jujur, lengkap dan benar yang ingin didapatkannya secara
4. Pasien merasa tidak diberi kesempatan untuk menentukan pilihan atau alternatif pengobatan
yang telah dilakukan terhadap dirinya, sehingga hak pasien untuk menentukan dirinya sendiri
menurut hukum yang berhak memberikan informasi adalah dokter yang menangani pasien
tersebut.
Menurut Fuady (2005) untuk dapat diajukannya gugatan atas dasar ketiadaan informed
1. Adanya kewajiban dokter / tenaga kesehatan untuk mendapatkan persetujuan (consent) dari
pasien.
"kelalaian" sebagai terjemahan dari 'negligence", yang dalam arti umum bukanlah merupakan
suatu pelanggaran hukum maupun kejahatan. Seseorang dapat dikatan lalai kalau orang tersebut
bersikap acuh tak acuh atau tidak peduli, dan tidak memperhatikan kepentingan orang lain
sebagaimana kepatutan yang berlaku dalam pergaulan dimasyarakat. Selama akibat dari
kelalaian ini tidak membawa kerugian atau mencederai orang lain, maka tidak ada akibat hukum
yang dibebankan kepada orang tersebut, karena hukum tidak mencampuri hal-hal yang dianggap
sepele (de minimus not curat lex, the law does not concern itself with trifles).
Kelalaian yang terkena sanksi sebagai akibat hukum yang harus dipertanggungjawabkan
oleh pelaku, bila kelalaian ini sudah menyebabkan terjadinya kerugian baik kerugian harta benda
dengan kerugian.
a. "Kealpaan perbuatan" ialah perbuatannya sendiri sudah merupakan suatu peristiwa pidana,
sehingga untuk dipidananya pelaku tidak perlu melihat akibat yang timbul dari perbuatan
b. "Kealpaan akibat" ialah akibat yang timbul merupakan suatu peristiwa pidana bila akibat dari
kealpaan tersebut merupakan akibat yang dilarang oleh hukum pidana, misalnya terjadinya
cacat atau kematian sebagai akibat yang timbul dari suatu perbuatan (lihat pasal 359, 360, dan
361 KUHP)
Nasution (2005) mengemukakan pendapat Picard (1984) tentang 3 katergori yang dapat dipakai
sebagai pedoman untuk mengetahui apakah dokter telah berbuat dalam suasana dan keadaan
1. Pendidikan, pengalaman, dan kualifikasi-kualifikasi lain yang berlaku untuk tenaga kesehatan
3. Suasana, peralatan, fasilitas, dan sumber-sumber lain yang tersedia bagi tenaga kesehatan.
1. Kurangnya pengetahuan
2. Kurangnya pengalaman
3. kurangnya pengertian
Dari semua pendapat diatas, ada 2 pakar hukum yang memberikan kesimpulan sebagai berikut :
Guwandi (2005) menyatakan bahwa untuk menyebutkan bahwa seorang tenaga kesehatan telah
d. Kekurangan ilmu pengetahuan atau tertinggal ilmu didalam profesinya yang sudah berlaku
a. Pelaku berbuat lain dari apa yang seharusnya diperbuat menurut hukum tertulis maupun tidak
tertulis, sehingga ia sebenarnya telah melakukan suatu perbuatan (termasuk tidak berbuat)
b. Pelaku telah berlaku kurang hati-hati, ceroboh, dan kurang berpikir panjang.
c. Perbuatan pelaku itu dapat dicela, oleh karenanya pelaku harus bertanggungjawab atas akibat
perbuatan tersebut.
3. Kecelakaan Medis
Selain istilah "Kelalaian Medis" masih ada pula pengertian "Kecelakaan Medis" yang
Medis tidak dapat dipersalahkan, asalkan kecelakaan ini merupakan kecelakaan murni, dimana
tidak ada unsur kelalaiannya. Hal ini disebabkan karena didalam Hukum Medis yang terpenting
bukanlah akibatnya, tetapi cara bagaimana sampai terjadinya akibat itu, bagaimana tindakan itu
dilakukan. Inilah yang paling penting untuk diketahui. Untuk itu dipakailah tolok ukur, yaitu Etik
melihat dahulu akibat yang ditimbulkan, baru motif dari tindakan tersebut.
Untuk itu kita mengambil salah satu kamus, yaitu : The Oxford Illustrated Dictionary
(1975) yang antara lain merumuskan "Kecelakaan" sebagai : Suatu peristiwa yang tak terduga,
tindakan yang tidak disengaja. Sinonim yang bisa disebutkan adalah : "accident, misfortune, bad
Namun tentunya tidaklah semua "tindakan yang tidak disengaja" termasuk kategori
kecelakaan, karena tindakan kelalaianpun dilakukan tidak dengan sengaja. Suatu ciri yang
sesuatu yang dapat dimengerti dan dimaafkan, tidak dipersalahkan, sehingga tidak dihukum.
Lain halnya dengan Kelalaian Medis (medical negligence) yang bisa tergolong delik pidana.
Kecelakaan adalah lawan dari kesalahan (schuld) dan kelalaian (negligence). Tegasnya :
Secara umum dalam arti kelalaian tidak termasuk kecelakaan (accident) yang dapat terjadi
walaupun tindakannya sudah dilakukan dengan baik, secara hati-hati dan berdasarkan standar
profesi. Dengan demikian maka kecelakaan mengandung unsur yang tidak dapat dipersalahkan
(verwijtbaarheid), tidak dapat dicegah (vermijdbaarheid) dan terjadinya tidak dapat diduga
sebelumnya (voorzienbaarheid: Jonkers). Sebaliknya jika suatu peristiwa naas terjadi karena ada
unsur kelalaiannya, maka hal itu termasuk suatu kesalahan (schuld) dalam arti umum.
DAFTAR PUSTAKA
A. Azizi Alimun Hidayat, 2004, Pengantar Konsep Dasar Keperawatan, , Salemba Medika,
Jakarta
Alexandra Indriyanti Dewi, 2008, Etika dan Hukum Kesehatan, Pustaka Book
Publisher, Yogyakarta
Anny Isfandyarie,2006, Tanggung Jawab Hukum dan Sanksi bagi Dokter, Buku ke I, Prestasi
Budi Sampurna, 2007, Perlindungan Hukum dan Kepastian Hukum Bagi Dokter Gigi dan
Masyarakat, www.freewebs.com
CST. Kansil, 1991, Pengantar Hukum Kesehatan Indonesia, Rineka Cipta, Jakarta
Departemen Kesehatan R.I, 1995, Tata Cara Kerja Pelayanan Asuhan Kesehatan Gigi Dan Mulut
Di Puskesmas, Jakarta
J Guwandi, 2007, Hukum Medik (Medical Law), Balai Penerbit FKUI, Jakarta.
Rio Christiawan, 2003, Aspek Hukum Kesehatan dalam Upaya Medis Transplantasi Organ
Ronny Junaidy Kasalang, 2010, Hukum Kesehatan : Dalam Perspektif Pelayanan Kesehatan
Sciortino Rosalia,2008, Perawat Puskesmas Di Antara Pengobatan Dan Perawatan, Gadjah Mada
Sri Praptianingsih, 2006, Kedudukan Hukum perawat dalam Upaya pelayanan kesehatan di
Titik Triwulan Tutik & Shita Febriana,2010, Perlindungan Hukum Bagi Pasien, Prestasi Pustaka
Publisher, Jakarta
Veronica Komalawati, 1999, Peranan Informed Consent dalam Transaksi Terapeutik, Bandung :
Peraturan Perundang-Undangan :
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 378 Tahun 2007 Tentang Standar Profesi Perawat Gigi
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 284 Tahun 2006 Tentang Standar Pelayanan Asuhan
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1392 Tahun 2001 Tentang Registrasi dan Ijin Perawat gigi
Peraturan menteri Kesehatan Nomor 920 Tahun 1986 Tentang Upaya Pelayanan Kesehatan
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 161 Tahun 2010 Tentang Registrasi Tenaga Kesehatan