Anda di halaman 1dari 72

Modul-5 : Kesalahan Dan Bias GPS

Hasanuddin Z. Abidin ?
Geodesy Research Division
Institute of Technology Bandung
Jl. Ganesha 10, Bandung, Indonesia
E-mail : hzabidin@gd.itb.ac.id

Version : October 2014


4

Lecture Slides of GD. 3211 Satellite Surveying


Geodesy & Geomatics Engineering
Institute of Technology Bandung (ITB)
Kesalahan dan Bias GPS

SATELIT GPS • Kesalahan orbit (ephemeris)


• Kesalahan jam satelit

• Ambiguitas fase ?
• Cycle Slip

• Bias Ionosfir
• Bias Troposfir • Multipath
• Imaging

• Kesalahan jam receiver


4 • Kesalahan antena
PENGAMAT • Derau receiver

Hasanuddin Z. Abidin, 1995


Pengaruh Kesalahan dan Bias GPS

Kesuksesan Resolusi Ambiguitas

Ketelitian Posisi GPS

Ketelitian Data KESALAHAN


dan BIAS
Geometri Satelit

Strategi Pengamatan

Strategi Pengolahan Data

Hasanuddin Z. Abidin, 1995


Efek dari Kesalahan dan Bias
Kesalahan dan bias GPS harus diperhitungkan secara
benar dan baik, karena akan mempengaruhi :

• Ketelitian informasi (posisi, kecepatan,


percepatan, waktu) yang diperoleh.
• Proses penentuan ambiguitas fase dari sinyal GPS

Struktur dan tingkat kecanggihan dari


perangkat lunak pemroses data GPS akan
dipengaruhi oleh mekanisme yang digunakan
dalam menangani kesalahan dan bias.
Hasanuddin Z. Abidin, 1995
Penanganan Kesalahan dan Bias GPS
ADA BEBERAPA CARA YANG DAPAT DIGUNAKAN DALAM
MENGHADAPI KESALAHAN DAN BIAS GPS, YAITU :
 Terapkan mekanisme differencing antar data.
 Estimasi parameter dari kesalahan dan bias
dalam proses hitung perataan.
 Hitung besarnya kesalahan/bias berdasarkan
data ukuran langsung.
 Hitung besarnya kesalahan/bias berdasarkan model.
 Gunakan strategi pengamatan yang tepat.
 Gunakan strategi pengolahan data yang tepat.
 Abaikan.
Hasanuddin Z. Abidin, 1995
Kesalahan Orbit Satelit (1)
posisi satelit
sebenarnya
rad
alt
posisi satelit
yang
dilaporkan

crt Kesalahan orbit adalah


kesalahan dimana posisi
satelit yang dilaporkan
oleh ephemeris satelit
tidak sama dengan posisi
satelit yang sebenarnya
Pusat
Bumi
Hasanuddin Z. Abidin, 1995
Kesalahan Orbit Satelit (2)
posisi satelit
sebenarnya Kesalahan orbit satelit
rad
pada dasarnya
alt
posisi satelit disebabkan oleh
yang ketiga faktor berikut
dilaporkan secara bersama-sama :
crt
• Kekurang-telitian pada proses
perhitungan orbit satelit
• Kesalahan dalam prediksi orbit
untuk periode waktu setelah
uploading.
Pusat • Penerapan Selective Availability
Bumi
Hasanuddin Z. Abidin, 1995
Kesalahan Orbit Satelit (3)
posisi satelit
Efek dari kesalahan orbit
sebenarnya
rad Pada pengamatan jarak (dr) :
alt
posisi satelit dr = r - r’
yang
dilaporkan rad = komponen radial
alt = komponen along-track
crt crt = komponen cross-track
r’
r
Secara tipikal besar dari setiap
komponen kesalahan orbit satelit
GPS (tanpa adanya SA) :

Pusat radial = 2 m,
Bumi along-track = 5 m,
Hasanuddin Z. Abidin, 1995
cross-track = 3 m.
Kesalahan Orbit Satelit (4)
 Kesalahan orbit akan mempengaruhi ketelitian dari koordinat
titik-titik yang ditentukan, baik secara absolut maupun relatif
 Pada penentuan posisi secara relatif, semakin panjang baseline
yang diamati maka efek kesalahan orbit satelit akan semakin besar.

orbit yang orbit yang


dr sebenarnya dr sebenarnya

r r
orbit yang orbit yang
dilaporkan dilaporkan

b
dp Penentuan db Penentuan
P Q P
Posisi Absolut Posisi Relatif

Hasanuddin Z. Abidin, 1995


Kesalahan Orbit Satelit (5)
 Rule of thumb dari efek
kesalahan orbit pada dr = besarnya kesalahan orbit
panjang baseline : db = besarnya efek kesalahan orbit
pada panjang baseline
b b = panjang baseline
db = . dr r = jarak rata-rata pengamat ke satelit
r
(sekitar 20000 km)

 Semakin panjang baseline yang diamati, semakin besar efek dari


kesalahan orbit (ephemeris) satelit.

 Cara mereduksi efek dari kesalahan orbit :

. Terapkan metode differential positioning.


. Perpendek panjang baseline.
. Perpanjang interval waktu pengamatan.
. Tentukan parameter kesalahan orbit dalam proses estimasi.
. Gunakan precise ephemeris atau rapid ephemeris

Hasanuddin Z. Abidin, 1995


Efek Kesalahan Orbit

kesalahan

kesalahan orbit (dr)


(200 m)
baseline (db)
100 dalam cm
(20 m)

10
(2 m)

1
(0.2 m)

0.1

0.01 panjang baseline (b) dalam km

10 100 1000

b
db = . dr Jarak pengamat ke satelit (r) = 20000 km
r
Hasanuddin Z. Abidin, 1995
Tingkat Ketelitian Informasi Orbit GPS

• Almanak
• Broadcast Ephemeris
Jenis Informasi
• Ultra Rapid Ephemeris
Orbit Satelit GPS :
• Rapid Ephemeris
• Precise Ephemeris

Ephemeris Kesalahan Ketersediaan

Almanak beberapa km Real time


Broadcast 2m Real time
Ultra Rapid  10 cm Sehari dua kali
Rapid < 5 cm Harian
Precise < 5 cm Mingguan

http://igscb.jpl.nasa.gov/components/prods.html
Hasanuddin Z. Abidin, 2004
Efek SA pada Kesalahan Orbit

Kesalahan radial orbit (m)


0 SA off

-50
SA on
-100

-150
0 4 8 12 16 20 24 Waktu (jam)

Kesalahan komponen radial orbit dari satelit PRN 21,


dengan SA on (pada hari 177 tahun 1992) dan SA off (pada
hari184 tahun 1992) [Breuer et al., 1993].
Hasanuddin Z. Abidin, 1997
Bias Ionosfir (1)

 Lapisan ionosfir membentang


kira-kira dari ketinggian 50 km Satelit GPS
sampai 1000 km di atas Mempengaruhi
permukaan bumi.
 kecepatan
 Ion-ion bebas (elektron) dalam Ionosfir  arah
lapisan ionosfir mempengaruhi  polarisasi
propagasi sinyal GPS.  kekuatan
Pengamat
 Ionosfir akan mempengaruhi dari sinyal GPS.
kecepatan, arah, polarisasi
dan kekuatan dari sinyal GPS
yang melaluinya.

 Efek dari ionosfir yang terbesar adalah pada kecepatan sinyal,


dimana akan mempengaruhi jarak ukuran.
Hasanuddin Z. Abidin, 1995
Bias Ionosfir (2)

 Ionosfir memperlambat Satelit GPS


pseudorange dan
mempercepat fase dari Mempengaruhi
sinyal GPS.
 kecepatan
Ionosfir  arah
 Besarnya efek ionosfir
 polarisasi
tergantung pada konsentrasi
 kekuatan
elektron sepanjang lintasan
sinyal serta frekuensi dari Pengamat
dari sinyal GPS.
sinyal yang bersangkutan.

 Konsentrasi elektron akan tergantung pada beberapa faktor,


terutama aktivitas matahari dan medan magnetik bumi, dimana
keduanya juga akan tergantung pada lokasi geografis, musim,
dan waktu.

Hasanuddin Z. Abidin, 1995


Bias Ionosfir (3)  Besarnya efek ionosfir (orde pertama)
dapat dihitung dengan rumus berikut :

Satelit GPS 40.28 . STEC


d ion =
f2
dimana f = frekuensi sinyal dan
Ionosfir STEC = Slant Total Electron Content.
 Besarnya kesalahan jarak maksimum (m)
dalam arah vertikal (zenith) akibat
refraksi ionosfir adalah [Wubbena, 1991] :

Efek Efek Efek


Frekuensi Orde-1 Orde-2 Orde-3
Pengamat L1 32.5 0.036 0.002
L2 53.5 0.076 0.007
 Untuk menentukan besarnya bias
ionosfir pada jarak ukuran besaran L1/L2 0 0.026 0.006
diatas harus dikalikan dengan faktor
skala yang tergantung pada elevasi satelit (mapping function).
 Pada frekuensi sinyal GPS, bias ionosfir pada jarak ukuran bisa lebih
dari 150 m sampai kurang dari 5 m.
Hasanuddin Z. Abidin, 1995
STEC dan VTEC
Silinder tegak dengan luas penampang = 1 m2
Jumlah elektron didalamnya dinamakan VTEC
Satelit GPS

 1000 km
Lapisan
IONOSFIR

 60 km

Silinder miring dengan


luas penampang = 1 m2
Receiver Jumlah elektron didalamnya
Permukaan bumi GPS dinamakan STEC

Hasanuddin Z. Abidin, 1996


STEC dan VTEC
VTEC = STEC . cos z’ Satelit GPS

z’

Titik
Ionosfir

z
hm
Pengamat

 Re  Re
z' = -
sin 
1 sin( z)
 Re + hm 

Pusat Bumi
Hasanuddin Z. Abidin, 1996
Variasi Efek Ionosfir

 Efek ionosfir akan mempunyai variasi spasial dan juga temporal.

 Variasi spasial dari efek ionosfir umumnya berfrekuensi rendah


dan terutama terkait dengan regionisasi dari aktivitas ionosfir :

- daerah ekuator,
- daerah lintang menengah, dan
- daerah auroral.

 Variasi temporal dari efek ionosfir bisa :

- berfrekuensi tinggi (scintillation),


- berfrekuensi menegah (variasi harian dan musiman),
- berfrekuensi rendah (variasi 11 tahunan).
Hasanuddin Z. Abidin, 1995
Regionisasi Aktivitas Ionosfir
Daerah Auroral
Bias ionosfir kecil tapi tidak stabil

Daerah
Lintang
Menengah

Daerah Tropik
Bias ionosfir
besar tapi stabil

Daerah Lintang Menengah


Bias ionosfir sedang
dan kestabilan sedang
Daerah Auroral
Hasanuddin Z. Abidin, 1997
Regionisasi Aktivitas Ionosfir
Besarnya
bias Ionosfir
TROPIK

LINTANG MENENGAH

AURORAL

Waktu
Hasanuddin Z. Abidin, 2004
Variasi Harian dari Aktivitas Ionosfir

TEC TEC = Total Electron Content

matahari 14:00 matahari Waktu lokal


terbit terbenam

• Secara empirik didapatkan bahwa harga TEC yang terbesar biasanya


terjadi pada tengah hari (jam 2 siang waktu setempat).
• Pada malam hari harga TEC secara umum relatif lebih kecil
dibandingkan pada siang hari.
• Atur jadwal pengamatan GPS sesuai dengan fakta empirik tersebut.
Hasanuddin Z. Abidin, 1995
Variasi 11-tahunan dari Aktivitas Ionosfir

± 11 tahun
Jumlah sunspot

1991

1986
Tahun

• Aktivitas ionosfir tergantung pada aktivitas matahari.


• Aktivitas matahari bisa dikarakterisir dengan jumlah sunspot yang nampak
pada permukaan matahari. Semakin banyak jumlah sunspot yang ada
semakin tinggi aktivitas matahari, dan sebaliknya.
• Dari siklus 11-tahunan ini, sebagai contoh jumlah sunspot adalah minimum
pada tahun 1986 dan maksimum pada tahun 1991.
• Pertimbangkan fakta di atas dalam merencanakan strategi pengamatan GPS.
Hasanuddin Z. Abidin, 1995
Variasi 11-tahunan dari Aktivitas Ionosfir

250
Smoothed monthly mean sunspot numbers
200
Sunspot number

January 1946 - July 1988


150

100

50

Year 46 48 50 52 54 56 58 60 62 64 66 68 70 72 74 76 78 80 82 84 86 88 90

Hasanuddin Z. Abidin, 1995


http://science.msfc.nasa.gov/ssl/pad/
solar/images/zurich.gif
Ionospheric Scintillation
 Scintillation adalah variasi temporal berfrekuensi tinggi pada amplitudo
dan fase dari sinyal, yang disebabkan adanya ketidak-teraturan
(irregularities) pada lapisan ionosfir.
 Scintillation umumnya terjadi pada daerah sepanjang garis ekuator
geomagnetik bumi, yaitu meliputi wilayah 30 derajat pada kedua sisi dari
garis ekuator tersebut. Scintillation juga umum terjadi di daerah auroral
sekitar kutub.
 Scintillation di daerah ekuator umumnya mempunyai efek yang
maksimum dalam selang waktu kira-kira satu jam setelah matahari
terbenam sampai tengah malam [Klobuchar, 1991]. Oleh sebab itu untuk
pengamatan yang sangat teliti di daerah ekuator, selang waktu di atas
sebaiknya tidak digunakan.
 Efek scintillation kurang berarti dari bulan April sampai Agustus pada
daerah bujur Amerika, Afrika, dan India; tapi maksimum di daerah
Pasifik. Dari bulan September sampai Maret, situasinya terbalik.
 Scintillation dapat meningkatkan jumlah cycle slip, dan juga akan
mempersulit proses penentuan ambiguitas fase dari sinyal.
Hasanuddin Z. Abidin, 1995
Pereduksian Efek Ionosfir
Ada beberapa cara yang dapat diterapkan
Satelit GPS
untuk mereduksi besarnya efek ionosfir :

Gunakan data GPS dari dua-frekuensi, L1 dan L2.


Lakukan differencing hasil pengamatan.
Perpendek panjang baseline.
Lakukan pengamatan pada pagi atau malam hari.
Lapisan Gunakan model prediksi global ionosfir (untuk
Ionosfir data GPS satu frekuensi) seperti model Bent dan
Klobuchar.
Gunakan parameter koreksi yang dikirmkan oleh
sistem Wide Area Differential GPS (WADGPS).

Pengamat Beberapa metode di atas dapat


diterapkan sekaligus secara simultan
Hasanuddin Z. Abidin, 1995
Kombinasi Linear Bebas-Ionosfir

f12 . P1  f 22 . P2 f12 . L1  f 22 . L2
P3  L3 
f12  f 22 f12  f 22

pseudorange fase

 Memerlukan data pada dua-frekuensi (L1 dan L2)


 Bebas dari efek ionosfir orde-pertama
 Efek ionosfir yang tersisa umumnya dalam level beberapa cm,
tapi bisa juga mencapai level 1-2 desimeter.
 Level noise dari kombinasi linear ini meningkat sekitar 3 kali dari
level noise hasil pengamatan one-way.
 Kombinasi linear ini ‘menghancurkan’ sifat bilangan bulat dari ambiguitas fase.
Dengan kata lain ambiguitas fase dari sinyal L3 ini bukanlah bilangan bulat.
 Pengkombinasian ini tidak merubah magnitude dari kesalahan dan bias yang
besarnya tidak tergantung pada frekuensi (seperti kesalahan orbit dan bias
troposfir). Magnitude dari kesalahan dan bias yang besarnya tidak tergantung
pada frekuensi sinyal (seperti multipath, bias ionosfir, dan noise) akan berubah.
Hasanuddin Z. Abidin, 1995
Model Klobuchar
Model ionosfir untuk pengguna GPS satu frekuensi.
Dikarakterisir dengan 8 koeffisien (ai dan b i) yang dapat diperoleh dalam
Navigation Message GPS.
Mengkoreksi sekitar 50% efek bias ionosfir untuk kawasan lintang
menengah.
Formulasinya :

dtion = bias ionosfir dalam


Siang : dtion  DC  A.cos(2 (t  ) / P)
arah vertikal (ns)
Malam : dtion  DC DC = konstanta bias malam hari
= 5 ns
A = Amplitudo
dimana : F = konstanta fase
3 3 = jam 14:00
A =  a n .F n , P =  b n.F n
n= 0 n= 0 t = waktu lokal
P = Periode

Hasanuddin Z. Abidin, 1995


Contoh Parameter Model Klobuchar

a0 = 1.397E-08
a1 = 2.235E-08
a2 = -1.192E-07
a3 = -1.192E-07
b0 = 1.044E+05
b1 = 9.830E+04
b2 = -1.966E+05
b3 = -3.932E+05

Dikumpulkan pada tanggal 18 April 1995, jam 21:36:00.


Diekstrak dari Subframe 4, Halaman 18 dari GPS Data Bit Frames

Hasanuddin Z. Abidin, 1995


Bias Troposfir (1)
 Disebabkan oleh refraksi
pada lapisan atmosfir netral Satelit GPS Mempengaruhi
yang dinamakan troposfir.  kecepatan
 Lapisan troposfir berkisar  arah
dari permukaan bumi dari sinyal GPS
sampai ketinggian 9-16 km,
dan tebalnya bervariasi
dengan tempat dan waktu. Lapisan Troposfir
 Pseudorange dan fase, Pengamat
kedua-duanya
diperlambat oleh troposfir.

 Pada frekuensi sinyal GPS (< 30 GHz), besarnya bias troposfir tidak
tergantung pada frekuensi (non-dispersif).

Jadi besarnya tidak dapat diestimasi dengan pengamatan pada 2 frekuensi.

 Besarnya bias troposfir :


sekitar 2.3 m di arah zenith,
sekitar 20 m pada 10 di atas horison.
Hasanuddin Z. Abidin, 1995
Bias Troposfir (2)

Satelit GPS  Bias troposfir biasanya dipisahkan menjadi


komponen kering (sekitar 90% dari bias total)
dan komponen basah.

 Besarnya komponen kering dapat diestimasi


dengan baik berdasarkan data meteorologi
(temperatur, tekanan, dan kelembaban) di
permukaan bumi; sedangkan besarnya
Lapisan komponen basah tidak.
Ionosfir
 Dengan menggunakan data meteorologi di
permukaan bumi, besarnya komponen kering
dapat diestimasi sampai dengan ketelitian
sekitar 1%. Sedangkan besarnya komponen
Lapisan basah dapat di model sampai ketelitian 3-4 cm
Troposfir [Wells et al., 1986].

Pengamat
Hasanuddin Z. Abidin, 1995
Satelit GPS Pereduksian Efek Troposfir
Ada beberapa cara yang dapat diterapkan
untuk mereduksi besarnya efek troposfir :

• Lakukan differencing hasil pengamatan.


Lapisan • Perpendek panjang baseline.
Ionosfir • Usahakan kedua stasion pengamat berada pada
ketinggian serta kondisi meteorologis yang relatif
sama.
• Gunakan model koreksi standar troposfir seperti
model Hopfield, Sastamoinen, Marini, dll.
• Gunakan model koreksi lokal troposfir.
Lapisan
Troposfir • Gunakan pengamatan Water Vapour Radiometer
(WVR) untuk mengestimasi besarnya komponen
Pengamat basah.
• Estimasi besarnya parameter bias troposfir,
biasanya dalam bentuk zenith scale factor untuk
Beberapa metode di atas setiap lintasan satelit.
dapat diterapkan sekaligus • Gunakan parameter koreksi yang dikirmkan oleh
secara simultan sistem Wide Area Differential GPS (WADGPS).
Hasanuddin Z. Abidin, 1995
Model Hopfield
Bias Troposfir : dtrop = ddry + dwet
KOMPONEN KERING KOMPONEN BASAH

ddry = mfd. ddryz dwet = mfw. dwetz

ddryz = (10-6/5). Ndry,o . hd dwetz = (10-6/5). Nwet,o . hw

Ndry,o = (77.64) . (p/T) N wet,o = - (12.96)(e/T)


+ (3.718 .105)(e/T2)
hd = 40136 + 148.72(T-273.16) hw = 11000 m

mfd = 1 / [ sin (E2 + 6.25)0.5 ] mfw = 1 / [ sin (E2 + 2.25)0.5 ]

p = tekanan atmosfir (mbar), T = temperatur (oK) .


e = tekanan parsial dari uap air (mbar), E = sudut elevasi (derajat) .
mfd dan mfw = mapping function untuk komponen kering dan basah.
hd dan hw = ketinggian lapisan kering dan basah.
Ndry,o dan Nwet,o = refraktivitas kering dan basah di permukaan bumi.

Hasanuddin Z. Abidin, 1997


Model Saastamoinen (1)

dtrop = 0.002277   1255  2 


. p +  + 0.05 .e - tan z 
cosz   T  

Modified Model :

dtrop = 0.002277   1255  2 


. p +  + 0.05 .e - B.tan z  + dR
cosz   T  

1.5
Ketinggian (km) B (mbar)
Nilai B (mbar)
0.0 1.156 1.25
0.5 1.079
1.0 1.006 1
1.5 0.938
0.75
2.0 0.874
2.5 0.813
0.5
3.0 0.757
4.0 0.654 Tinggi (km)
0.25
5.0 0.563
0 1 2 3 4 5
Hasanuddin Z. Abidin, 1997
Model Saastamoinen (2)
Nilai faktor koreksi dR pada model Sastamoinen
Sudut Ketinggian stasion di atas permukaan laut (km)
Zenith 0 0.5 1.0 1.5 2.0 3.0 4.0 5.0
60o 00’ 0.003 0.003 0.002 0.002 0.002 0.002 0.001 0.001
66o 00’ 0.006 0.006 0.005 0.005 0.004 0.003 0.003 0.002
70o 00’ 0.012 0.011 0.010 0.009 0.008 0.006 0.005 0.004
73o 00’ 0.020 0.018 0.017 0.015 0.013 0.011 0.009 0.007
75o 00’ 0.031 0.028 0.025 0.023 0.021 0.017 0.014 0.011
76o 00’ 0.039 0.035 0.032 0.029 0.026 0.021 0.017 0.014
77o 00’ 0.050 0.045 0.041 0.037 0.033 0.027 0.022 0.018
78o 00’ 0.065 0.059 0.054 0.049 0.044 0.036 0.030 0.024
78o 30’ 0.075 0.068 0.062 0.056 0.051 0.042 0.034 0.028
79o 00’ 0.087 0.079 0.072 0.065 0.059 0.049 0.040 0.033
79o 30’ 0.102 0.093 0.085 0.077 0.070 0.058 0.047 0.039
79o 45’ 0.111 0.101 0.092 0.083 0.076 0.063 0.052 0.043
80o 00’ 0.121 0.110 0.100 0.091 0.083 0.068 0.056 0.047

Hasanuddin Z. Abidin, 1997


Input Untuk Model Troposfir

Ref. : Mayer et al., 2000 Hasanuddin Z. Abidin, 2004


INTERMEZZO ……
Multipath (1)
Satelit GPS
Efek multipath = resultan (L + P) - L

reflektor antena
P = Sinyal Pantulan
4

 Multipath adalah fenomena dimana sinyal dari satelit tiba di


antena GPS melalui dua atau lebih lintasan yang berbeda.

 Perbedaan jarak tempuh menyebabkan sinyal-sinyal tersebut


berinterferensi ketika tiba di antena
kesalahan hasil pengamatan.
Hasanuddin Z. Abidin, 1995
Multipath (2)

 Bidang reflektor yang menyebabkan multipath bisa berupa bidang


horisontal, vertikal, maupun miring, seperti jalan, bangunan dan
gedung, permukaan air, dan kendaraan.
 Tidak ada model umum untuk menentukan besarnya efek dari
multipath.
 Besarnya efek dari multipath tergantung pada beberapa faktor seperti
jenis dan posisi reflektor, posisi relatif satelit, jarak reflektor ke
antena, panjang gelombang sinyal, kekuatan sinyal, dll.
 Sinyal dari satelit berelevasi rendah lebih mudah mengalami
multipath.
Efek multipath mempunyai ‘signature’

Residual

yang bersifat sinusoidal.
 Efek multipath pada pseudorange lebih
besar dari pada efeknya pada data fase. Waktu

 Efek multipath pada satelit tidak terlalu


kritikal dan biasanya dapat diabaikan.
Hasanuddin Z. Abidin, 1995
Contoh efek multipath
pada data pseudorange kode-C/A

10
Kesalahan pseudorange (m)

-5

-10
0 100 200 300 400 500
Waktu (detik)
Hasanuddin Z. Abidin, 1997
Contoh efek multipath
pada data fase
Ambiguity variations (narrow-lane cycles)

1.5 1
HAMILTON - UNB, SV#12 - SV#9 HAMILTON - UNB, SV#14 - SV#6
.5
1

0
.5 time average
-.5
0
-1

-.5 raw
time average -1.5
raw
-1 -2
11 11.2 11.4 11.6 11.8 12 11 11.2 11.4 11.6 11.8 12
Local time of the day (hours) Local time of the day (hours)

Hasanuddin Z. Abidin, 1997


Pereduksian Efek Multipath
Ada beberapa cara yang dapat diterapkan untuk
mereduksi besarnya efek multipath :

 Hindari lingkungan pengamatan yang reflektif.


 Gunakan antena GPS yang baik dan tepat.
 Gunakan bidang dasar antena (ground plane) sebagai penghalang
dan pengabsorbsi sinyal pantul.
 Gunakan receiver yang secara internal
(pada pemrosesan data) mempunyai
kemampuan untuk ‘melawan’ multipath.
 Jangan gunakan satelit yang
berelevasi sangat rendah.
 Ratakan data pengamatan
(kadang-kadang berhasil). 4

Hasanuddin Z. Abidin, 1995


Multipath pada Fase
Besarnya efek multipath pada data pengamatan fase (Q) dapat
ditentukan berdasarkan rumus berikut ini :

a = faktor kekuatan sinyal pantul


 sin   0 : tidak ada pantulan
  arctan  
 1 : sinyal pantul sekuat sinyal langsung
   1  cos  f = perbedaan fase (fase shift) dari sinyal
pantul terhadap sinyal langsung.

Besarnya kesalahan maksimum pada data pengamatan fase


akibat multipath (untuk a = 1) adalah :

 maks = 900 = 0.25 panjang gelombang

sekitar 5 cm untuk sinyal L1, dan 6 cm untuk L2

Hasanuddin Z. Abidin, 1995


Multipath pada Fase
 Disebabkan oleh perubahan dalam geometri satelit, efek multipath
pada data pengamatan fase (kalau ada), mempunyai periode tipikal
sekitar 30 menit [Seeber, 1993].

 Pada survai statik, efek multipath pada hasil estimasi posisi dapat
diminimalkan dengan menggunakan data yang periode
pengamatannya lebih besar dari periode multipath. Tapi hal ini sulit
untuk dilakukan pada metode-metode kinematik, rapid-static, stop-
and-go ataupun pseudo-kinematic.

Residual
 Beberapa investigasi menunjukkan
bahwa kesalahan pada komponen tinggi,
yang disebabkan oleh multipath, dapat
Waktu
mencapai besar sekitar 15 cm
[Georgiadou & Kleusberg, 1988, 1990;
Seeber, 1992]. sekitar 30 menit

Hasanuddin Z. Abidin, 1995


Ambiguitas Fase (N)
 Merupakan bilangan bulat (kelipatan panjang gelombang).
N ?
 Setiap satelit mempunyai harga ambiguitas fase yang
berbeda-beda satu sama lainnya.

 Sepanjang receiver mengamati sinyal secara kontinyu


(tidak terjadi cycle slips), maka ambiguitas fase akan
selalu sama harganya untuk setiap epok pengamatan.

 Pada pengamatan one-way dan single-difference, ambiguitas


fase sulit untuk dipisahkan dengan efek kesalahan jam
receiver dan jam satelit, dan oleh sebab itu sifat kebulatan
harganya sulit untuk dieksploitasi.

 Pada pengamatan double-difference, efek kesalahan jam


receiver dan jam satelit tereliminir, dan oleh sebab itu
4 sifat kebulatan harganya dapat dieksploitasi.
Hasanuddin Z. Abidin, 1995
Resolusi Ambiguitas

N ?  Ambiguitas fase pada umumnya ditentukan pada


pengamatan double-difference

 Penentuan harga bilangan bulat dari ambiguitas fase


(resolusi ambiguitas) bukanlah suatu tugas yang
mudah untuk diselesaikan, terutama kalau dilakukan
sambil bergerak (on-the-fly ambiguity resolution).

 Dikenal beberapa metode resolusi ambiguitas.

 Ada 3 aspek yang harus diperhitungkan secara baik :

. eliminasi kesalahan dan bias


. geometri satelit-pengamat
4 . teknik resolusi ambiguitas
Hasanuddin Z. Abidin, 1995
Variasi dari Ambiguitas Fase Sinyal L1
.04 Zero baseline, California, day 324 of 1991
.02 SV#2 - SV#18
0
-.02
-.04 One hour of Trimble Geodesist-P receiver data
2
Algonquin-Ottawa ( 200 km ), day 60 of 1991
1
SV#11 - SV#6
0 l 19 cm )
SV#23 - SV#3
-1
4.5 minutes of Rogue receiver data
-2
5 Algonquin-Yellowknife ( 3000 km ), day 60 of 1991
4
3
2 SV#23 - SV#6
1 4 minutes of Rogue receiver data
0
-1
-2 SV#21 - SV#6
-3
Hasanuddin Z. Abidin, 1995
Cycle Slips (1)
 Cycle slip adalah fenomena fase
dimana receiver GPS karena
sesuatu hal, ‘terputus’
dalam pengamatan cycle slip
sinyal GPS.
waktu

 Cycle slip dapat disebabkan oleh beberapa hal seperti :

. mematikan dan menghidupkan receiver,


. obstruksi dari sinyal GPS yang disebabkan oleh bangunan, pohon,
jembatan, dll.,
. dinamika receiver yang tinggi,
. rendahnya rasio signal-to-noise, yang bisa disebabkan oleh
aktivitas ionosfir yang tinggi, multipath, dll.
. receiver failure.
Hasanuddin Z. Abidin, 1995
Cycle Slips (2)
 Cycle slips akan menyebabkan
ketidak-kontinyuan dalam fase
jumlah gelombang penuh dari
fase gelombang pembawa yang
diamati. cycle slip

 Ambiguitas fase (N) sebelum waktu


dan sesudah cycle slips akan
berbeda nilainya.

 Pendeteksian cycle slip lebih mudah dibandingkan pengkoreksiannya.

 Cycle slip lebih mudah ditangani pada data dua-frekuensi, ketimbang


pada data satu-frekuensi.

 Cycle slip lebih mudah ditangani pada data statik, ketimbang pada data
kinematik.
Hasanuddin Z. Abidin, 1995
Metode Pendeteksian Cycle Slips
METODE-METODE PENDETEKSIAN
variabel uji
CYCLE SLIPS ANTARA LAIN :
cycle slip
polinomial
 Penggunaan polinomial berorde rendah yang
dicocokkan (fitting) ke time series dari variabel
yang di uji. Ini adalah metode yang cukup umum
digunakan. waktu
variabel uji
 Penggunaan model dinamik untuk memprediksi
data ukuran dengan menggunakan Kalman
filtering. Perbandingan antara data ukuran hasil cycle slip
prediksi dengan hasil ukuran sebenarnya,
digunakan sebagai basis pendeteksian
cycle slips.
waktu
 Penggunaan skema differencing data ukuran 2 1 2 2 2 3
antar epok berorde satu, dua, tiga, dan empat. 31 32
Terjadinya cycle slips akan nampak pada harga
differencing berorde tinggi yang relatif besar. 4 1

Hasanuddin Z. Abidin, 1995


Variabel Uji untuk Pendeteksian Cycle Slips

VARIABEL UJI
DATA YANG
DIPERLUKAN
SATU TITIK DUA TITIK

Single-Difference
Fase satu-frekuensi
Fase one-way Double-Difference
(L1 atau L2)
Triple-Difference

Fase dua-frekuensi Kombinasi fase


(L1 dan L2) (Residual Ionosfir)

Fase satu-frekuensi Kombinasi fase


(L1 atau L2) dan pseudorange dan pseudorange

Hasanuddin Z. Abidin, 1995


Pendeteksian dan Pengkoreksian
Cycle Slips secara Kinematik

 Pendeteksian cycle slips pada saat receiver bergerak


(kinematik), lebih sulit dibandingkan pada saat receiver
diam (statik).

 Dalam hal ini metode-metode pendeteksian yang dapat


digunakan :

. metode penentuan ambiguitas fase secara on-the-fly.


. metode Kalman filtering.
. metode integrasi dengan sistem eksternal seperti INS.

 Dalam hal ini pendeteksian biasanya sekaligus dilakukan


dengan pengkoreksian cycle slips yang bersangkutan.

Hasanuddin Z. Abidin, 1995


PENGKOREKSIAN CYCLE SLIPS

 Pengkoreksian cycle slips bisa dilakukan sebagai suatu proses


tersendiri sebelum proses estimasi posisi, ataupun secara terpadu
dengan proses pengestimasian posisi.

 Dalam metode pengkoreksian yang bersifat terpadu dengan


proses estimasi posisi, terjadinya cycle slips dapat dikarakterisir
dengan penambahan parameter ambiguitas fase yang berbeda
dengan parameter sebelum terjadinya cycle slips.

 Keberhasilan proses pengkoreksian cycle slips sangat tergantung


pada level kesalahan dan bias dari data ukuran, geometri satelit,
dan kecanggihan dari algoritma yang digunakan.

Hasanuddin Z. Abidin, 1995


Anti Spoofing (AS), 1
 Untuk menghindari pengelabuan (spoofing) dari pihak musuh,
pihak DoD Amerika Serikat menerapkan kebijaksanaan Anti Spoofing (AS).

 Kebijaksanaan ini diterapkan agar pihak musuh tidak dapat mengelabui


pihak militer AS dengan mengirimkan kode-P yang ‘palsu’ yang bisa
mengakibatkan pengunaan informasi yang salah oleh pihak militer AS,
yang umumnya memang diperlengkapi dengan receiver kode-P.

kode
rahasia
Kode-P Anti Spoofing Kode-Y

tidak bisa
akses
bisa akses
Kode-C/A Pihak Sipil

Hanya sinyal L1
Hasanuddin Z. Abidin, 1995
Anti Spoofing (AS), 2
 Untuk itu kode-P dienkrip kode
rahasia
(encrypted), dengan jalan Kode-P Anti Spoofing Kode-Y
mengkombinasikannya tidak bisa
dengan kode-W yang rahasia, akses
sehingga menjadi kode-Y. bisa akses
Kode-C/A Pihak Sipil

 Receiver sipil secara umum Hanya sinyal L1


tidak dapat mendekrip kode-Y,
sehingga tidak dapat mengakses kode-P. Hanya receiver dari pihak militer USA
dan authorized users saja yang punya kemampuan untuk mendekripkan kode-
Y menjadi kode-P.

 Kebijaksanaan AS ini telah diterapkan pada semua satelit Blok-II, sejak 31


Januari 1994 jam 00:00 UTC.

 Untuk dapat mengakses kode-P, setiap kanal receiver harus diperlengkapi


dengan Auxiliary Output Chip (AOC).
Hasanuddin Z. Abidin, 1995
Selective Availability (SA)
 SA adalah metode yang diaplikasikan oleh DoD Amerika Serikat untuk
memproteksi ketelitian posisi yang relatif tinggi dari GPS hanya untuk
pihak militer Amerika Serikat dan pihak-pihak yang diizinkan.

 SA diimplementasikan dengan menerapkan secara sengaja memanipulasi :

. data ephemeris satelit (proses-e), dan


. frekuensi jam satelit (proses-d),

yang koreksinya hanya diketahui oleh pihak militer A.S. dan pihak-pihak
yang diizinkan saja.

 SA (ketika ada) adalah sumber kesalahan terbesar dalam absolute


positioning dengan GPS.

 Efek dari SA dapat direduksi dengan menerapkan teknik differential


positioning dengan baseline yang relatif tidak terlalu panjang.

 SA diterapkan pada semua satelit Blok-II, sejak 25 Maret 1990,


DAN DI OFF KAN SEJAK 2 MEI 2000
Hasanuddin Z. Abidin, 2004
Efek dari SA (ketika masih ada)

manipulasi
data ephemeris  kesalahan pada hasil
satelit (proses-e) hitungan posisi satelit

SA
manipulasi
frekuensi  kesalahan jarak pseudorange
jam satelit (kode-C/A maupun kode-P)
 kesalahan data fase
(proses-d)

SA DI OFF KAN SEJAK 2 MEI 2000 !!


Hasanuddin Z. Abidin, 2004
Kesalahan Jam Satelit (1)

 Setiap satelit GPS yang beroperasi membawa beberapa buah jam


atom dimana jam-jam atom tersebut digunakan untuk mendefinisikan
sistem waktu satelit.
 Jam-jam atom yang bersangkutan dengan perjalanan waktu akan
mengalami penyimpangan (offset, drift, dan drift-rate) dari
sistem waktu GPS.
 Dalam pesan navigasi GPS, yaitu pada sub-frame 1 diberikan
parameter-parameter untuk mengkoreksi penyimpangan jam satelit
tersebut, yaitu ao , a1 , dan a2 , yang masing-masing merepresentasikan :
- offset waktu,
- offset frekuensi, dan
- frequency drift
dari jam satelit.
Hasanuddin Z. Abidin, 1996
Kesalahan Jam Satelit (2)

Waktu penunjukan jam satelit dalam sistem waktu GPS :

tGPS = tsv - Dtsv

dimana koreksi penyimpangan jam satelit Dtsv dapat dihitung sbb. :

Dtsv = ao + a1.( tsv – toc) + a2.(tsv – toc)2 + Dtr

dimana toc adalah waktu referensi data jam yang juga diberikan dalam
sub-frame 1, dan Dtr adalah komponen koreksi untuk efek relativitas yang
dapat dihitung dengan formula berikut :

Dtr = 2 R.V/c2

dimana R dan V adalah masing-masing vektor posisi dan vektor


kecepatan satelit pada waktu yang bersangkutan.
Hasanuddin Z. Abidin, 1996
Kesalahan Sistem Penerima

SUMBER-SUMBER KESALAHAN UTAMA


DALAM SISTEM PENERIMA SINYAL GPS
(RECEIVER DAN ANTENA) ADALAH :

 Ketidakstabilan Osilator
 Bias Antarkanal (Interchannel Bias)
 Variasi Delai Fase
(Phase Delay Variations)
 Variasi Pusat Fase Antena
 Derau (Noise) Receiver

Hasanuddin Z. Abidin, 1996


Kesalahan Jam Receiver (1)
 Receiver GPS umumnya dilengkapi dengan jam (osilator) kristal quartz,
yang relatif lebih kecil, lebih murah, dan memerlukan daya yang relatif
lebih kecil dibandingkan jam atom yang digunakan di satelit.

 Untuk melayani beberapa aplikasi khusus, beberapa tipe receiver


diperlengkapi dengan I/O port untuk koneksi ke osilator ekstenal
seperti Rubidium, Cesium, dan bahkan Hidrogen Maser.

 Dari segi stabilitas dan ketelitian, jam quartz yang digunakan di


receiver memang lebih rendah dibandingkan dengan jam atom
yang digunakan oleh satelit.

 Oleh sebab itu dapat diperkirakan bahwa komponen kesalahan pada


ukuran jarak ke satelit yang disebakan oleh kesalahan jam receiver
akan lebih besar daripada yang disebabkan oleh kesalahan jam satelit.
Hasanuddin Z. Abidin, 1996
Kesalahan Jam Receiver (2)
 Jam di receiver GPS disinkronisasikan ke sistem waktu GPS dengan
proses pengkorelasian kode yang normal dilakukan oleh receiver GPS.

 Stabilitas dari sistem waktu yang diperoleh akan tergantung pada


kualitas osilator kristal quartz yang digunakan, berapa sering osilator
tersebut disinkronkan ke sistem waktu GPS, serta jenis kode (P atau
C/A) yang digunakan dalam proses sisnkronisasi tersebut.

 Karakteristik beberapa jenis jam (osilator) [Leick, 1995] :

Stabilitas Waktu untuk kehilangan


Tipe Osilator Frekuensi osilasi (Hz)
perhari (df/f) 1 detik (dalam tahun)

Kristal Quartz 5 000 000 (tipikal) 10.E-9 30


Rubidium 6 834 682 613 10.E-12 30 ribu
Cesium 9 192 631 770 10.E-13 300 ribu
Hydrogen Maser 1 420 405 751 10.E-15 30 juta

Hasanuddin Z. Abidin, 1996


Kesalahan Jam Receiver (3)

PADA PRINSIPNYA ADA DUA CARA YANG DAPAT DIGUNAKAN


UNTUK MENANGGULANGI KESALAHAN JAM RECEIVER YAITU :

 dengan mengestimasi parameter-parameter dari


kesalahan jam receiver (offset, drift, dan drift rate)
dalam proses pengestimasian posisi.

 dengan melakukan pengurangan jarak ukuran.


Dalam hal ini yang perlu dikurangi adalah dua jarak
ukuran yang diamati pada saat yang sama oleh
receiver GPS yang bersangkutan ke dua buah satelit
yang berbeda.
Hasanuddin Z. Abidin, 1996
Pergerakan Pusat Fase Antena (1)

 Pusat fase antena adalah pusat (sumber) yang sebenarnya dari radiasi,
dan dalam konteks GPS merupakan titik referensi yang sebenarnya
digunakan dalam pengukuran sinyal secara elektronis.

 Titik sumber radiasi yang ideal akan mempunyai muka fase gelombang
berbentuk bola serta pusat fase yang tetap.

 Tapi dalam realitanya, karena sumber radiasi yang ideal tersebut


sulit untuk direalisasikan pada antena GPS, maka pusat fase antena
GPS umumnya akan berubah-ubah tergantung pada elevasi dan azimuth
satelit serta intensitas dari sinyal, dan lokasinya akan berbeda
untuk sinyal L1 dan L2 [Tranquilla et.al., 1987].

 Karena satelit GPS selalu bergerak, maka pusat fase dari antena pun
akan berubah dari waktu ke waktu.
Hasanuddin Z. Abidin, 1996
Pergerakan Pusat Fase Antena (2)

 Dalam pengukuran jarak dari antena GPS ke satelit, jarak ukuran


diasumsikan mengacu ke pusat geometris dari antena yang lokasinya
tetap dan umumnya telah dispesifikasikan dalam buku petunjuk
(manual) alat yang bersangkutan.

 Akan tetapi sebenarnya secara elektronis pengukuran jarak tersebut


mengacu ke pusat fase antena dan bukan ke pusat geometris antena.

 Adanya perbedaan lokasi antara pusat fase dan pusat geometris


antena tersebut akan menyebabkan terjadinya kesalahan pada
jarak ukuran.

 Karena perbedaan tersebut bersifat variatif terhadap waktu ,


maka besarnya efek kesalahan pada ukuran jarak juga akan
bersifat variatif.
Hasanuddin Z. Abidin, 1996
Pergerakan Pusat Fase Antena (3)

Jarak Ukuran
sebenarnya
Satelit GPS

Pusat
fase
antena
Yang dianggap
Jarak Ukuran

Pusat
geometrik
antena
Kesalahan
ukuran jarak
Antena GPS

Hasanuddin Z. Abidin, 1997


Pergerakan Pusat Fase Antena (4)

 Besarnya perbedaan antara pusat fase dengan fase geometris suatu


antena tidak terlalu mudah untuk dimodelkan, karena akan tergantung
pada jenis dan tipe dari antena, serta bervariasi secara temporal.

 Berdasarkan studi yang dilakukan oleh Tranquilla (1986) terhadap


berbagai jenis antena, ditunjukkan bahwa besarnya perbedaan
tersebut umumnya berkisar antara 1 - 6 cm, tergantung pada jenis
antena dan sudut elevasi dari satelit.

 Melihat nilai dari perbedaan antara pusat fase dan pusat geometris
antena yang berada pada level beberapa cm, maka efek dari adanya
pergerakan pusat fase antena GPS ini perlu diperhitungkan untuk
aplikasi penentuan posisi yang menuntut ketelitian posisi yang
relatif tinggi, seperti halnya untuk studi geodinamika dan
pemantauan deformasi yang teliti.
Hasanuddin Z. Abidin, 1997
Imaging (1)
 Imaging adalah suatu fenomena yang melibatkan suatu benda
konduktif (konduktor) yang berada dekat dengan antena GPS.

 Radiasi dari antena yang sebenarnya akan menimbulkan arus


induksi pada benda konduktif yang reflektif tersebut :
benda tersebut akan membangkitkan pola radiasi tertentu,
ia seolah-olah menjadi antena tersendiri ,
menjadi ‘bayangan’ (image) dari antena yang sebenarnya.

 Pola radiasi dari ‘kedua’ antena ini selanjutnya akan berinteraksi


(coupling), dan resultan dari pola fase antena yang dihasilkan akan
berbeda dengan pola fase antena GPS yang seharusnya.

 Akibatnya fenomena imaging ini akan mendistorsi pola fase antena


yang seharusnya. Hasanuddin Z. Abidin, 1997
Imaging (2)

Pola fase antena


yang termasuk bayangannya ‘Bayangan’ antena
pada benda konduktif
(reflektor)

Pola fase antena


yang seharusnya

Antena GPS

4 Coupling antara
antena dan ‘bayangan’ nya

Hasanuddin Z. Abidin, 1997


Imaging (2)
 Imaging akan merubah titik pusat fase antena :
menyebabkan terjadinya kesalahan pada ukuran jarak.
 Seperti halnya dalam kasus pergerakan titik pusat fase antena,
efek dari imaging ini perlu diperhatikan dalam aplikasi penentuan
posisi yang menuntut ketelitian tinggi (orde ketelitian mm).
 Menurut [Tranquilla, 1986], karena fenomena imaging ini pada
prinsipnya terjadi karena adanya penginduksian arus dari antena
ke suatu konduktor yang berada dekat dengan antena, maka efek
imaging ini akan berkurang dengan semakin jauhnya konduktor
tersebut dari antena GPS.
 Meskipun begitu menurutnya, dalam jarak beberapa puluh panjang
gelombang (untuk GPS l(L1)=19.0 cm dan l(L2)=24.4 cm), efek imaging
ini tidak boleh diabaikan, dan semua ‘bayangan’ (image) antena yang
mungkin terjadi harus diperhitungkan.
Hasanuddin Z. Abidin, 1997
TUGAS GPS - 8

1. Jelaskan metode-metode yang dapat digunakan untuk


meminimalkan efek dari :

(a) kesalahan • Buat penjelasan secara


(b) bias ionosfir, sistematik dan detil.
(c) bias troposfir dan • Waktu Penyelesaian =
(d) kesalahan multipath 1 minggu

2. Jelaskan hubungan antara besarnya kesalahan dan bias,


dengan resolusi ambiguitas fase, serta ketelitian posisi
yang diperoleh.
Hasanuddin Z. Abidin, 2013

Anda mungkin juga menyukai