• Multipath
• Bias Troposfer
Lapisan
Troposfer
r’
r
r r
orbit yang orbit yang
dilaporkan dilaporkan
b
dp db Penentuan
P Penentuan Q P
Posisi Absolut Posisi Relatif
10
(2 m)
1
(0.2 m)
0.1
10 100 1000
𝑏
𝑑𝑏 = . 𝑑𝜌 Jarak pengamat ke satelit (r) = 20.000 km Versi Slide: HZAbidin (2023)
𝜌
11
• Efek dari ionosfer yang terbesar adalah pada kecepatan sinyal, dimana akan
mempengaruhi jarak ukuran.
Bias Ionosfer (3) • Besarnya efek ionosfer (orde pertama) dapat dihitung
dengan rumus berikut :
40.28
Satelit GPS 𝑑𝑖𝑜𝑛 = 2 STEC
𝑓
• Untuk menentukan besarnya bias ionosfer pada jarak ukuran, besaran di atas harus dikalikan dengan
faktor skala yang tergantung pada elevasi satelit (ionospheric mapping function).
• Pada frekuensi sinyal GPS, bias ionosfer pada jarak ukuran bisa lebih dari 150 m sampai kurang dari 5 m.
1000 km
Lapisan
IONOSFIR
60 km
Re
z' = sin-1 sin( z) z
+
Re hm hm
Pengamat
Ilustrasi karakteristik
Daerah bias ionosfer sesuai region
Lintang
Menengah Besarnya
bias Ionosfir TROPIK
LINTANG
Daerah Tropik MENENGAH
Bias ionosfer
besar tapi stabil
AURORAL
• Secara empirik didapatkan bahwa harga TEC yang terbesar biasanya terjadi setelah tengah
hari (umumnya sekitar jam 14.00 siang waktu setempat).
• Pada malam hari besarnya nilai TEC secara umum relatif lebih kecil dibandingkan nilainya
pada siang hari.
• Untuk penentuan posisi secara absolut menggunakan receiver GPS satu-frekuensi,
sebaiknya atur jadwal pengamatan GPS sesuai dengan fakta empirik tersebut.
𝑓2 2
𝑖 .𝑃𝑖 − 𝑓𝑗 .𝑃𝑗 𝑓2 .𝐿
𝑖 𝑖 − 𝑓 2 .𝐿
𝑗 𝑗
Untuk kasus GPS:
𝑃𝑖𝑓 = 𝐿𝑖𝑓 = 𝑓2 2 (i,j) = (1,2), (1,5),
𝑓2 2
𝑖 − 𝑓𝑗 𝑖 − 𝑓𝑗 atau (2,5)
Pseudorange Phase
• Memerlukan data dua-frekuensi (Li dan Lj). • KBI tidak akan mengubah besarnya
• Bebas dari efek bias ionosfer orde-1. kesalahan dan bias yang besarnya tidak
tergantung pada frekuensi (kesalahan orbit,
• Level noise meningkat dengan faktor : bias troposfir, kesalahan jam receiver dan
L1 dan L2 : ≈ 3.0 jam satelit);
L1 dan L5 : ≈ 2.6
• Tapi KBI akan mengubah besarnya
L2 dan L5 : ≈ 16.6
kesalahan dan bias yang besarnya
• Kombinasi ini akan membuat ambiguitas tergantung pada frekuensi (bias ionosfir,
fase bukan bilangan bulat lagi. noise, multipath).
dimana:
t = waktu lokal di Titik Ionosfer
tUT = waktu pengamatan dalam UT
ϕmIP = jarak busur antara Kutub Geomagnetik
dengan Titik Ionosfer
(ϕP, λP) = Kutub Geomagnetik
(ϕIP, λIP) = Titik Ionosfer
Model Hopfield
Bias Troposfir : dtrop = ddry + dwet
Komponen kering Komponen basah
ddry = mfd. ddryz dwet = mfw. dwetz
ddryz = (10-6/5). Ndry,o . hd dwetz = (10-6/5). Nwet,o . hw
Ndry,o = (77.64) . (p/T) N wet,o = - (12.96)(e/T) + (3.718 .105)(e/T2)
hd = 40136 + 148.72(T-273.16) hw = 11000 m
mfd = 1 / ( sin (E2 + 6.25)0.5 ) mfw = 1/( sin (E2 + 2.25)0.5 )
mfd dan mfw = mapping function untuk komponen kering dan basah.
hd dan hw = ketinggian lapisan kering dan basah.
Ndry,o dan Nwet,o = refraktivitas kering dan basah di permukaan bumi.
Model
dtrop
Saastamoinen
Model koreksi troposfer Saastamoinen Modified dtrop
dapat diformulasikan sebagai berikut Model
(Hoffmann-Wellenhof et al., 2008):
p = tekanan atmosfir
Nilai faktor koreksi dR pada model Sastamoinen (mbar)
Sudut Ketinggian stasion di atas permukaan laut (km) e = tekanan parsial dari
Zenith 0 0.5 1.0 1.5 2.0 3.0 4.0 5.0 uap air (mbar)
60o 00’ 0.003 0.003 0.002 0.002 0.002 0.002 0.001 0.001 Tinggi (km) B(mbar) T = temperatur (oK)
66o 00’ 0.006 0.006 0.005 0.005 0.004 0.003 0.003 0.002 z = sudut zenith ke arah
70o 00’ 0.012 0.011 0.010 0.009 0.008 0.006 0.005 0.004 satelit (o)
73o 00’ 0.020 0.018 0.017 0.015 0.013 0.011 0.009 0.007
75o 00’ 0.031 0.028 0.025 0.023 0.021 0.017 0.014 0.011
76o 00’ 0.039 0.035 0.032 0.029 0.026 0.021 0.017 0.014
77o 00’ 0.050 0.045 0.041 0.037 0.033 0.027 0.022 0.018
78o 00’ 0.065 0.059 0.054 0.049 0.044 0.036 0.030 0.024
78o 30’ 0.075 0.068 0.062 0.056 0.051 0.042 0.034 0.028
79o 00’ 0.087 0.079 0.072 0.065 0.059 0.049 0.040 0.033
79o 30’ 0.102 0.093 0.085 0.077 0.070 0.058 0.047 0.039 Versi Slide: HZAbidin (2023)
79o 45’ 0.111 0.101 0.092 0.083 0.076 0.063 0.052 0.043
80o 00’ 0.121 0.110 0.100 0.091 0.083 0.068 0.056 0.047
30
Multipath (1)
Satelit GPS
Efek multipath = resultan (L + P) - L
reflektor antena
P = Sinyal Pantulan
4
• Multipath adalah fenomena dimana sinyal dari satelit tiba di antena GPS melalui dua
atau lebih lintasan yang berbeda, yaitu sinyal yang langsung dan sinyal yang hasil
pantulan (bisa satu atau lebih).
• Perbedaan jarak tempuh menyebabkan sinyal-sinyal tersebut berinterferensi ketika
tiba di antenna → kesalahan hasil pengamatan.
Versi Slide: HZAbidin (2023)
31
Multipath (2)
Satelit GPS
Multipath akan mempengaruhi
• waktu tempuh
Pemantulan • amplitudo
• fase
Antena • laju fase, dan
GPS • polarisasi
Difraksi
dari sinyal yang diterima.
Ref: (Braasch, 2017)
• Sinyal GPS yang dipantulkan cenderung lebih lemah dan lebih menyebar daripada sinyal langsung.
• Polarisasi sinyal juga menjadi terbalik ketika dipantulkan. Sinyal pantulan menjadi terpolarisasi
melingkar kiri (LHCP), sedangkan sinyal langsung dari satelit GPS terpolarisasi melingkar kanan (RHCP).
• Meskipun sebagian besar sinyal pantulan dalam kasus multipath berpolarisasi LHCP, tapi mungkin saja
polarisasinya menjadi RHCP (sama dengan sinyal langsung) seandainya sinyal tersebut mengalami
beberapa kali pantulan sebelum sampai ke antenna.
Receiver GPS ✓ Nilai integer Ambiguitas Awal (N) berbeda-beda untuk setiap satelit.
✓ Untuk setiap satelit, selama pengamatan sinyal tidak terputus maka nilai N nya
akan tetap sama untuk setiap waktu pengamatan → berubah kalau terjadi cycle slip.
Versi Slide: HZAbidin (2023)
39
Resolusi Ambiguitas
• Ambiguitas fase pada umumnya ditentukan pada
N ? pengamatan double-difference
• Penentuan nilai bilangan bulat dari ambiguitas fase
(resolusi ambiguitas) bukanlah suatu tugas yang
mudah untuk diselesaikan, terutama kalau dilakukan
sambil bergerak (on-the-fly ambiguity resolution).
• Dikenal beberapa metode resolusi ambiguitas.
• Ada 3 aspek yang harus diperhitungkan secara baik
dalam proses resolusi ambiguitas, yaitu:
waktu
• Cycle slip dapat disebabkan
oleh beberapa hal seperti :
waktu
• Pengkoreksian cycle slips bisa dilakukan sebagai suatu proses tersendiri sebelum
proses estimasi posisi, ataupun secara terpadu dengan proses pengestimasian posisi. 𝛿 2 𝜙1 𝛿 2 𝜙2 𝛿 2 𝜙3
𝛿 2 𝜙𝑖 = 𝜙𝑖+1 − 𝜙𝑖 ,
• Dalam metode pengkoreksian yang bersifat terpadu dengan proses estimasi posisi,
𝛿 3 𝜙1 𝛿 3 𝜙2 𝛿 3 𝜙𝑖 = 𝛿 2 𝜙𝑖+1 − 𝛿 2 𝜙𝑖 ,
terjadinya cycle slips dapat dikarakterisir dengan penambahan parameter ambiguitas
fase yang berbeda dengan parameter sebelum terjadinya cycle slips. 𝛿 4 𝜙1 𝛿 4 𝜙𝑖 = 𝛿 3 𝜙𝑖+1 − 𝛿 3 𝜙𝑖 ,
• Keberhasilan proses pengkoreksian cycle slips sangat tergantung pada level dimana i = 1,2,3, …
kesalahan dan bias dari data ukuran, geometri satelit, dan kecanggihan dari
algoritma yang digunakan. METODE PENGKOREKSIAN Versi Slide: HZAbidin (2023)
44
dimana toc adalah waktu referensi data jam yang juga diberikan dalam sub-frame 1, dan
Dtr adalah komponen koreksi untuk efek relativitas yang dapat dihitung dengan formula:
Dtr = 2 R.V/c2
dimana R dan V adalah masing-masing vektor posisi dan vektor kecepatan satelit pada
waktu yang bersangkutan.
• Dari segi stabilitas dan ketelitian, jam quartz yang digunakan di receiver memang
lebih rendah dibandingkan dengan jam atom yang digunakan oleh satelit.
• Oleh sebab itu dapat diperkirakan bahwa komponen kesalahan pada ukuran jarak
ke satelit yang disebakan oleh kesalahan jam receiver akan lebih besar daripada
yang disebabkan oleh kesalahan jam satelit.
• Stabilitas dari sistem waktu yang diperoleh akan tergantung pada kualitas osilator kristal
quartz yang digunakan, berapa sering osilator tersebut disinkronkan ke sistem waktu GPS,
serta jenis kode (P atau C/A) yang digunakan dalam proses sinkronisasi tersebut.
Pergerakan
PergerakanPusat
PusatFase
FaseAntena
Antena (1)
• Pusat fase antena adalah pusat (sumber) yang sebenarnya dari radiasi, dan dalam
konteks GPS merupakan titik referensi yang sebenarnya digunakan dalam
pengukuran sinyal secara elektronis.
• Pusat fase antenna yang ideal akan mempunyai Pusat fase sesaat
Variasi pusat fase
muka fase gelombang berbentuk bola serta
pusat fase yang tetap.
• Tapi dalam realitanya, karena sumber radiasi
yang ideal tersebut sulit untuk direalisasikan,
maka pusat fase antena GPS umumnya akan
Pusat fase menengah
berubah-ubah tergantung pada elevasi dan
azimuth satelit serta intensitas dari sinyal, Pusat referensi antena
dan lokasinya akan berbeda untuk Beda pusat fase
aplikasi penentuan posisi yang menuntut ketelitian Ref: Maqsood et al. (2017)
• Pola radiasi dari ‘kedua’ antena ini selanjutnya akan berinteraksi (coupling), dan resultan dari
pola fase antena yang dihasilkan akan berbeda dengan pola fase antena GPS yang seharusnya.
• Akibatnya fenomena imaging ini akan mendistorsi pola fase antena yang seharusnya.