Anda di halaman 1dari 50

SKRIPSI

“PENGARUH ARUS PENGELASAN TERHADAP KEKUATAN TARIK

PADA PLAT STRIP ST 37 LAS SMAW DENGAN ELEKTRODA E6013.”

OLEH :

ARI WALI

NIM : 2014 – 69 - 013

PROGRAM STUDI TEKNIK PERKAPALAN

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS PATTIMURA

AMBON

iii
ABSTRAK

PENGARUH ARUS PENGELASAN TERHADAP KEKUATAN TARIK

PADA PLAT STRIP KARBON PADUAN RENDAH ST-37 LAS SMAW

DENGAN ELEKTRODA E6013

Oleh:

Nama : Ari Wali

NIM : 2014- 69 – 013

Pembimbing 1 : Ir. O. Metekohy, Msi

Pembimbing 2 : S. T. A. Lekatompessy, ST. MT.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh arus pengelasan


terhadap sifat mekanis (pengujian tarik) dari baja karbon paduan rendah ST-37.
Penelitihan ini menggunakan jenis baja karbon paduan rendah ST-37 berupa besi
strip dengan kandungan karbon maksimal 0,118%. Benda uji dengan cara
memotong plat strip baja tersebut dan dibuat kampuh V untuk pengelasan. Dan
dibuat spesimen uji tarik yang bertolak pada standar ASTM E8 dan disesuaikan
dengan kapasitas mesin uji tarik yang digunakan. Proses pengelasan dilakukan
menggunakan mesin las SMAW DC (arus searah) polaritas terbalik (DC+)
dengan elektroda E6013 diameter 2,6 mm, alur pengelasan adalah zig-zag, posisi
elektroda dengan sudut 800 terhadap benda kerja ke arah jalan elektroda.
Perlakuan terhadap benda uji dengan variasi arus pengelasan 80, 90, 100, dan 120

iii
Amper akan semakin besar pula nilai kekuatan tarik pada baja karbon paduan
rendah tersebut.

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pengembangan teknologi di bidang konstruksi yang semakin maju

tidak dapat dipisahkan dari pengelasan karena mempunyai peranan penting

dalam rekayasa dan reparasi logam. Pembangunan konstruksi dengan logam

pada masa sekarang ini banyak melibatkan unsur pengelasan khususnya

bidang rancang bangun karena sambungan las merupakan salah satu

pembuatan sambungan yang secara teknis memerlukan ketrampilan yang

tinggi bagi pengelasnya agar diperoleh sambungan dengan kualitas baik.

Lingkup penggunaan teknik pengelasan dalam konstruksi sangat luas meliputi

perkapalan, jembatan, rangka baja, bejana tekan, sarana transportasi, rel, pipa

saluran dan lain sebagainya.

Faktor yang mempengaruhi las adalah prosedur pengelasan yaitu suatu

perencanaan untuk pelaksanaan penelitian yang meliputi cara pembuatan

konstruksi las yang sesuai rencana dan spesifikasi dengan menentukan semua

hal yang diperlukan dalam pelaksanaan tersebut. Faktor produksi pengelasan

adalah jadwal pembuatan, proses pembuatan, alat dan bahan yang diperlukan,

urutan pelaksanaan, persiapan pengelasan (meliputi: pemilihan mesin las,

penunjukan juru las, pemilihan elektroda, penggunaan jenis kampuh,

(Wiryosumarto, 2000)).

iii
Pengelasan berdasarkan klasifikasi cara kerja dapat dibagi dalam tiga

kelompok yaitu pengelasan cair, pengelasan tekan dan pematrian. Pengelasan

cair adalah suatu cara pengelasan dimana benda yang akan disambung

dipanaskan sampai mencair dengan sumber energi panas. Cara pengelasan

yang paling banyak digunakan adalah pengelasan cair dengan busur (las busur

listrik) dan gas. Jenis dari las busur listrik ada 4 yaitu las busur dengan

elektroda terbungkus, las busur gas (TIG, MIG, las busur CO 2), las busur

tanpa gas, las busur rendam. Jenis dari las busur elektroda terbungkus salah

satunya adalah las SMAW (Shielding Metal Arc Welding).

Mesin las SMAW menurut arusnya dibedakan menjadi tiga macam

yaitu mesin las arus searah atau Direct Current (DC), mesin las arus bolak-

balik atau Alternating Current (AC) dan mesin las arus ganda yang

merupakan mesin las yang dapat digunakan untuk pengelasan dengan arus

searah (DC) dan pengelasan dengan arus bolak-balik (AC). Mesin Las arus

DC dapat digunakan dengan dua cara yaitu polaritas lurus dan polaritas

terbalik. Mesin las DC polaritas lurus (DC-) digunakan bila titik cair bahan

induk tinggi dan kapasitas besar, untuk pemegang elektrodanya dihubungkan

dengan kutub negatif dan logam induk dihubungkan dengan kutub positif,

sedangkan untuk mesin las DC polaritas terbalik (DC+) digunakan bila titik

cair bahan induk rendah dan kapasitas kecil, untuk pemegang elektrodanya

dihubungkan dengan kutub positif dan logam induk dihubungkan dengan

kutub negatif.

iii
Pilihan ketika menggunakan DC polaritas negatif atau positif adalah

terutama ditentukan elektroda yang digunakan. Beberapa elektroda SMAW

didisain untuk digunakan hanya DC- atau DC+. Elektroda lain dapat

menggunakan keduanya DC- dan DC+. Elektroda E7018 dapat digunakan

pada DC polaritas terbalik (DC+). Pengelasan ini menggunakan elektroda

E7018 dengan diameter 3,2 mm, maka arus yang digunakan berkisar antara

115-165 Ampere. Dengan interval arus tersebut, pengelasan yang dihasilkan

akan berbeda-beda (Soetardjo, 1997).

Tidak semua logam memiliki sifat mampu las yang baik. Bahan yang

mempunyai sifat mampu las yang baik diantaranya adalah baja paduan rendah.

Baja ini dapat dilas dengan las busur elektroda terbungkus, las busur rendam

dan las MIG (las logam gas mulia). Baja paduan rendah biasa digunakan untuk

pelat-pelat tipis dan konstruksi umum (Wiryosumarto, 2000).

Penyetelan kuat arus pengelasan akan mempengaruhi hasil las. Bila

arus yang diguanakan terlalu rendah akan menyebabkan sukarnya penyalaan

busur listrik. Busur listrik yang terjadi menjadi tidak stabil. Panas yang terjadi

tidak cukup untuk melelehkan elektroda dan bahan dasar sehingga hasilnya

merupakan rigi-rigi las yang kecil dan tidak rata serta penembusan kurang

dalam. Sebaliknya bila arus terlalu tinggi maka elektroda akan mencair terlalu

cepat dan akan menghasilkan permukaan las yang lebih lebar dan penembusan

yang dalam sehingga menghasilkan kekuatan tarik yang rendah dan

menambah kerapuhan dari hasil pengelasan (Arifin, 1997).

iii
Kekuatan hasil lasan dipengaruhi oleh tegangan busur, besar arus,

kecepatan pengelasan, besarnya penembusan dan polaritas listrik. Penentuan

besarnya arus dalam penyambungan logam menggunakan las busur

mempengaruhi efisiensi pekerjaan dan bahan las. Penentuan besar arus dalam

pengelasan ini mengambil 100 A, 130 A dan 160 A. Pengambilan 100 A

dimaksudkan sebagai pembanding dengan interval arus di atas.

Berdasarkan latar belakang diatas maka penelitian ini mengambil judul :

Pengaruh Arus Pengelasan Terhadap Kekuatan Tarik Pada Plat Strip ST 37

Las SMAW Dengan Elektroda E6013”.

1.2. Permasalahan

Berdasarkan alasan tersebut di atas, maka permasalahan yang timbul

adalah: Apakah ada Pengaruh pengelasan terhadap kekuatan tarik Pada Plat Strip

ST 37 las SMAW dengan elektroda E6013?

1.3. Pembatasan Masalah

Penelitian ini menggunaka bahan baja paduan rendah berupa pelat strip

dengan ketebalan 8 mm yang diberi perlakuan pengelasan dengan variasi arus 80

Ampere, 90 Ampere, 100 Ampere dan 120 Ampere dengan menggunakan las

SMAW DC polaritas terbalik dengan Elektroda E6013 diameter 2,5 mm, jenis

kampuh yang digunakan adalah kampuh V terbuka dan spesimen diuji tarik.

1.4. Tujuan Penelitian

Berdasarkan pemasalahan yang dikemukakan, maka tujuan dari penelitian

ini adalah:

iii
Untuk mengetahui Pengaruh pengelasan terhadap kekuatan tarik Pada Plat

Strip ST 37 las SMAW dengan elektroda E6013.

1.5. Manfaat Penelitian

Sebagai peran nyata dalam pengembangan teknologi khususnya

pengelasan, maka penulis dapat mengambil manfaat dari penelitian ini,

diantaranya:

a. Sebagai literatur pada penelitian yang sejenisnya dalam rangka

pengembangan teknologi khusunya bidang pengelasan.

b. Sebagai informasi dan pengrtahuan bagi juru las untuk meningkatkan

kualitas hasil pengelasan.

c. Sebagai informasi penting guna meningkatkan pengetahuan bagi

penelitian dalam bidang pengeujian bahan, pengelasan dan bahan teknik.

iii
BAB II

KAJIAN TEORI

2.1. Pengertian Las

Defenisi pengelasan menurut Deutsche Industrie Norman (DIN) adalah

ikatan metalurgi pada sambungan logam atau logam paduan yang dilaksanakan

dalam keadan lumer atau cair. Dengan kata lain, las merupakan sambungan

setempat dari beberapa batang logam dengan menggunakan energy panas.

Pengelasan adalah suatau proses penyambungan benda padat dengan jalan

mencairkannya (Widharto, 2008). Mengelas menurut Alip 1989 (Santoso, 2006)

adalah suatau aktifitas menyambungan dua bagian benda atau lebih dengan cara

memanaskan atau menekan atau gabungkan dari keduanya sedemikan rupa

sehingga menyatuh seperti benda utuh. Penyambungan bisa dengan atau tanpa

bahan tambah (filler metal) yang sama atau berbeda titik cair maupun strukturnya.

Pengelasan dapat diartikan dengan proses penyambungan dua buah logam

sampai titik rekristalisasi logam, dengan atau tanpa menggunakan bahan tambah

dan menggunakan energi panas sebagai pencaira bahan yang dilas. Pengelasan

juga dapat diartikan sebagai ikatan tetap dari benda atau logam yang dipanaskan.

Mengelas bukan hanya memanaskan dua bagian benda sampai mencair dan

membiarkan membeku kembali, tetapi membuat lasan yang utuh dengan cara

memberikan bahan tambah atau elektroda pada waktu dipanaskan sehingga

mempunyai kekuatan seperti yang dikehendaki. Kekuatan sambungan las

iii
dipengaruhi beberapa faktor antara lain: prosedur pengelasan, bahan, elektroda

dan jenis kampuh yang digunakan (Santoso 2006).

Pengelasan berdasarkan klasifikasi cara kerja dapat dibagi dalam tiga

kelompok yaitu pengelasan cair, pengelasan tekan dan pematrian. Pengelasan cair

adalah suatau cara pengelasan dimana benda yang akan disambungkan dipanaskan

sampai cair dengan sumber energi panas. Cara pengelasan yang paling banyak

digunakan adalah pengelasan cair dengan busur (las busur listrik) dan gas. Jenis

dari las busur listrikada 4 yaitu las busur dengan elektroda terbungkus, las busur

gas (TIG, MIG, las busur CO2), las busur tanpa gas, las busur rendam, jenis dari

las busur elektroda terbungkus adalah salah satunya adalah las SMAW (Shielding

Metal Arc Welding).

Mesin las SMAW menurut arusnya dibedakan menjadi tiga macam yaitu

mesin las arus searah atau Direct Current (DC), mesin las arus bolak balik atau

Alternating Current (AC) dan mesin las arus ganda yang merupakan mesin las

yang dapat digunakan untuk pengelasan dengan arus searah (DC) dan pengelasan

dengan arus bolak balik (AC). Mesin las arus DC dapat digunakan dengan dua

cara yaitu polaritas lurus dan polaritas terbalik. Mesin las DC polaritas lurus

(DC-) digunakan bila titik cair bahan induk tinggi dan kapasitas besar, untuk

pemegang elektrodanya dihubungkan dengan kutub negatif dan logam induk

dihubungkan dengan kutub positif, sedangkan untuk mesin las DC polaritas

terbalik (DC+) digunakan bila titik cair bahan induk rendah dan kapasitas kecil,

untuk pemegang elektrodanya dihubungan dengan kutub positif dan logam induk

dihubugkan dengan kutub negatif.

iii
2.2. Las SMAW (Shielded Metal Are Welding)

Salah satu jenis pengelasan dengan busur listrik yang populer dewasa ini

adalah pengelasan dengan las busur listrik pelindung metal yang umum disebut

las listrik biasa. Las busur listrik pelindung logam disebut dalam istilah bahasa

inggrisnya ialah Shielded Metal Arc Welding (SMAW) atau standard inggris

menyebutnya manual Metal Arc Welding (MMAW). Sumber energi pengelasan

dengan SMAW ialah dengan menggunakan arus listrik AC atau DC dari

pembangkit listrik.

Las busur listrik adalah proses penyambungan logam dengan pemanfaatan

tenaga listrik sebagai sumber panasnya. Menurut (Arifin dalam Suparman, 2006)

las busur listrik merupakan salah satu jenis las listrik dimana sumber pemanasan

atau pelumeran bahan yang disambung atau dilas berasal dari busur nyala listrik.

Logam induk dalam pengelasan ini mengalami pencairan akibat

pemanasan dari busur listrik yang timbul antara unjung elektroda dan permukaan

benda kerja. Busur listrik dibangkitkan dari suatu mesin las. Elektroda yang

digunakan berupa kawat yang dibungkus pelindung berupa fluks. Elektroda ini

selama pengelasan akan mengalami pencairan bersama dengan logam induk dan

membeku menjadi bagian kampuh las (Santoso, 2006).

Proses pemindahan logam Elektroda terjadi pada saat ujung elektroda

mencair dan membentuk butir-butir yang terbawa arus busur listrik yang terjadi.

Bila digunakan arus listrik besar maka butiran logam cair yang terbawa menjadi

halus dan sebaliknya bila arus kecil maka butirannya menjadi besar.

iii
Pola pemindahan logam cair sangat mempengaruhi sifat mampu las dari

logam. Logam mempunyai sifat mampu las yang tinggi bila pemindahan terjadi

dengan butiran yang halus. Pola pemindahan cairan dipengaruhi oleh besar

kecilnya arus dan komposisi dari bahan fluks yang digunakan. Bahan fluks yang

digunakan untuk membungkus elektroda selama pengelasan mencair dan

membentuk terak yang menutupi logam cair yang terkumpul di tempat sambungan

bekerja sebagai penghalang oksidasi.

Gambar 2.1. Las SMAW (Wiryosumarto, 2000)

2.3. Elektroda

Pengelasan dengan menggunakan las busur listrik memerlukan kawat las

(elektroda) yang terdiri dari satu inti terbuat dari logam yang dilapisi lapisan dari

campuran kimia. Fungsi dari elektroda sebagai pembangkit dan sebagai bahan

tambah. Elektroda terdiri dari dua bagian yaitu bagian yang berselaput (fluks) dan

tidak berselaput yang merupakan pangkal untuk menjepitkan tang las. Fungsi dari

fluks adalah untuk melindungi logam cair dari lingkungan udara, menghasilkan

gas pelindung, dan menstabilkan busur.

iii
Gamabar 2.2. Elektroda las (bintaro dalam Suparman, 2006)

Elektroda adalah bagian ujung (yang berhubungan dengan benda kerja)

rangkaian penghantar arus listrik sebagai sumber panas. E6013 adalah suatu jenis

elektroda yang mempunyai spesifikasi tertentu. Dalam penelitian ini yang

dimaksud dengan E6013 adalah E : Elektroda las listrik

60 : Tegangan tarik minimum dari hasil pengelasan ( 60.000 Psi )

1 : posisi pengelasan ( angka 1 berarti dapat dipakai dalam semua

posisi pengelasan )

0 : Menunjukan jenis selaput serbuk besi hidrogen rendah dan

interval arus las yang cocok untuk pengelasan.

2.4. Besar Arus Listrik

Besarnya arus pengelasan yang diperlukan tergantung pada diameter

elektroda, tebal bahan yang dilas, jenis elektroda yang digunakan, geometri

sambungan, diameter inti elektroda, posisi pengelasan. Daerah las mempunyai

kapasitas panas tinggi maka diperlukan arus yang tinggi.

Arus las merupakan parameter las yang langsung mempengaruhi

penembusan dan kecepatan pencairan logam induk. Makin tinggi arus las makin

iii
besar penembusan dan kecepatan pencairannya. Besar arus pada pengelasan

mempengaruhi hasil las bila arus terlalu rendah maka perpindahan cairan dari

ujung elektroda yang digunakan sangat sulit dan busur listrik yang terjadi tidak

stabil. Panas yang terjadi tidak cukup untuk melelehkan logam dasar, sehingga

menghasilkan bentuk rigi-rigi las yang kecil dan tidak rata serta penembus kurang

dalam. Jika arus terlalu besar, maka akan menghasilkan manik melebar, butiran

percikan kecil, menetrasi dalam serta penguatan matrik lagi tinggi.

2.5. Baja (Steel)

Baja adalah merupakan suatu campuran dari besi (Fe) dan karbon (C),

dimana unsur karbon (C) menjadi dasar. Disamping unsur Fe dan C, baja juga

mengandung unsur campuran lain seperti sulfur (S), fosfor (P), silikon (Si), dan

mangan (Mn) yang jumlahnya dibatasi.

Baja karbon adalah baja yang mengandung karbon antara 0,1 % - 1,7 %.

Berdasarkan tingkatan banyaknya kadar karbon, baja digolongkan menjadi tiga

tingkatan :

a. Baja karbon rendah

Yaitu baja yang mengandung karbon kurang dari 0,30%. Baja karbon

rendah dalam perdagangan dibuang dalam bentuk pelat, profil, batangan

untuk keperluan tempa, pekerjaan mesin, dan lain-lain.

b. Baja karbon sedang

Baja ini mengandung karbon antara 0,30% - 0,60%. Di dalam

perdagangan biasanya dipakai sebagi alat-alat perkakas, baut, poros

engkol, roda gigi, ragum, pegas dan lain-lain.

iii
c. Baja karbon tinggi

Baja karbon tinggi ialah baja yang mengandung karbon antara 0,6% -

1,5%. Baja ini biasa di gunakan untuk keperluan alat-alat kontruksi yang

berhubungan dengan panas yang tinggi dalam penggunaannya akan

menerima atau mengalami panas, misalnya landasan, palu, gergaji, pahat,

kikir, bor, bantalan peluru, dan sebagainya.

2.6. Baja Paduan Rendah

Baja paduan rendah adalah baja paduan yang mempunyai kadar karbon

sama dengan baja lunak, tetapi ditambah dengan sedikit unsur-unsur paduan.

Penambahan unsur ini dapat meningkat kekuatan baja tanpa mengurangi

keuletannya. Baja paduan banyak digunakan untuk kapal, jembatan, roda kertas

api, ketel uap, tangki-tangki dan dalam permesinan.

Baja paduan rendah dibagi menurut sifatnya yaitu baja tahan suhu rendah,

baja kuat dan baja tahan panas.

a. Baja tahan suhu rendah, Baja ini mempunyai kekuatan tumbuk yang tinggi

dan suhu transisi yang renda, karena itu dapat digunakan dalam kontruksi

untuk suhu yang lebih rendah dari suhu biasa.

b. Baja kuat, baja ini dibagi menjadi dua kelompok yaitu kekuatan tinggi dan

kelompok ketangguhan tinggi. Kelompok kekuatan tinggi mempunyai sifat

mampu las yang baik kerena kadar karbonya rendah. Kelompok ini sering

digunakan dalam konstruksi las, kelompok yang kedua mempunyai

ketangguhan dan sifat mekanik yang sangat baik. Kekuatan tarik untuk

baja kuat berkisar antara 50 sampai 100 kg / mm2.

iii
c. Baja tahan panas adalah baja paduan yang tahan terhadap panas, asam dan

mulur, baja tahan panas yang terkenal adalah baja paduan jenis Cr-Mo

yang tahan pada suhu 6000c

Pengelasan yang banyak digunakan untuk baja paduan rendah adalah las

busur elektroda terbungkus, las busur rendam dan las MIG (las logam gas mulia).

Perubahan struktur daerah las selama pengelasan, karena adanya pemanasan dan

pendingin yang menyebabkan daerah HAZ menjadi keras, kekerasan yang

tertinggi terdapat pada daerah HAZ.

2.7. Heat Input

Pencairan logam induk dan logam pengisi memerlukan energi yang

cukup. Energi yang dihasilkan dalam operasi pengelasan dihasilkan dari

bermacam-macam sumber tergantung pada proses pengelasannya. Pada

pengelasan busur listrik, sumber energi berasal dari listrik yang diubah

menjadi energi panas. Energi panas ini sebenarnya hasil kolaborasi dari arus

las, tegangan las dan kecepatan pengelasan. Parameter ketiga yaitu kecepatan

pengelasan ikut mempengaruhi energi pengelasan karena proses

pemanasannya tidak diam akan tetapi bergerak dengan kecepatan tertentu.

Kualitas hasil pengelasan dipengaruhi oleh energi panas yang berarti

dipengaruhi tiga parameter yaitu arus las, tegangan las dan kecepatan

pengelasan. Hubungan antara ketiga parameter itu menghasilkan energi

pengelasan yang sering disebut heat input. Persamaan dari heat input hasil

dari penggabungan ketiga parameter dapat dituliskan sebagai berikut:

iii
Tegangan pengelasan (E) x Arus pengelasan (I)
HI(HeatInput)= ……(2.1)

Kecepatan pengelasan (v)

Dari persamaan itu dapat dijelaskan beberapa pengertian antara lain,

jika kita menginginkan masukan panas yang tinggi maka parameter yang

dapat diukur yaitu arus las dapat diperbesar atau kecepatan las diperlambat.

Besar kecilnya arus las dapat diukur langsung pada mesin las. Tegangan las

umumnya tidak dapat diatur secara langsung pada mesin las, tetapi

pengaruhnya terhadap masukan panas tetap ada.

Untuk memperoleh masukan panas yang sebenarnya dari suatu proses

pengelasan, persamaan satu dikalikan dengan efisiensi proses pengelasan (η)

sehingga persamaannya menjadi:

Tegangan pengelasan (E) x Arus pengelasan (I)


HI(HeatInput)=η x ……

(2.2)

Kecepatan pengelasan (v)

2.8. Kampuh V

Untuk sambungan pengelasan dalam penelitian ini digunakan sambungan

kampuh V terbuka dengan sudut 70000 dan jarak akan 1 mm, seperti terlihat pada

gambar

iii
Gambar 2.3. kampuh V terbuka

2.9. Pengujian Tarik

Tujuan utama proses pengujian tarik adalah untuk mengetahui kekuatan

tarik bahan uji, yaitu bahan yang akan digunakan sebagai bahan konstruksi, agar

siap menerima pembebanan dalam bentuk tarikan. Akibat yang ditimbulkan oleh

penarikan gaya terhadap bahan adalah perubahan bentuk “Deformasi” bahan

tersebut. Kemungkinan ini akan diketahui melalui proses pengujian tarik. Proses

terjadinya deformasi pada bahan uji ini adalah proses pergeseran butiran kristal

logam yang mengakibatkan melemahnya gaya elektromagnetik setiap atom logam

sehingga terlepasnya ikatan tersebut oleh penarikan gaya maksimum ( Koswara

dan Sudjana, 1999).

Pengujian tarik dilakukan untuk mengetahui sifat-sifat mekanis suatu

logam dan paduannya, penguji ini paling sering dilakukan karena merupakan

dasar pengujian-pengujian dan studi mengenai kekuatan bahan. Hasil yang

diperoleh dari proses pengujian tarik adalah kurva tegangan regangan, parameter

kekuatan dan keliatan material pengujian dalam perpanjangan, kontraksi atau

reduksi penampang patah.

iii
Pada pengujian tarik beban diberikan secara kontinu dan pelan-pelan

bertambah besar sampai terjadinya tegangan ultimate (tegangan tertinggi yang

bekerja pada luas penampang), bersama dengan itu dilakukan pengamatan

mengenai perpanjangan yang dialami benda uji. Kemudian dapat dihasilkan kurva

tegangan dan regangan.

Tegangan dapat diperoleh dengan membagi beban dengan luas penampang

mula benda uji. Tegangan tarik yang diperoleh dapat dinyatakan dengan

persamaan sebagai berikut:

Fu
σ u= ............................................................................................... (2.3)
Ao

Dimana :

σ u = Tegangan nominal atau kekuatan tarik (kg / mm2)

Fu = Beban maksimal

Ao = Luas penampang mula dari penampang batang (mm2)

Regangan (persentase pertambahan panjang) yang diperoleh dengan

membagi perpanjangan ukur atau selisih perpanjangan (kosong) dengan panjang

ukur mula-mula benda uji. Yang mana dapat dinyatakan dengan persamaan

sebagai berikut :

ΔL L −L0
ε= x 100= 1 x 100 % ................................................................(2.4)
L0 L0

iii
Dimana :

ε = Regangan (%)

L1= Panjang Akhir (mm)

L0= Panjang mula-mula (mm)

Pembebanan tarik dilakukan terus menerus dengan menambahkan beban

sehingga akan mengakibatkan perubahan bentuk pada benda uji berupa

pertambahan panjang dan pengecilan luas permukaan dan akan mengakibatkan

kepatahan pada beban, persentase pengecilan luas penampang yang terjadi dapat

dinyatakan dengan rumus sebagai berikut :

ΔA Ao −A 1
q= x 100= x 100 % ...............................................................(2.5)
A0 A0

Dimana :

q = Reduksi penampang (%)

Ao = Luas penampang mula (mm2)

A1 = Luas penampang akhir (mm2)

2.10. Kerangka Berfikir

Pengelasan merupakan salah satu proses penyambungan logam. Pada

proses pengelasan banyak faktor yang mempengaruhi kualitas dari hasil

pengelasan diantaranya: mesin las yang digunakan, bahan yang digunakan,

iii
prosedur pengelasan, cara pengelasan, arus pengelasan dan juru las. Kualitas

dari hasil pengelasan dapat diketahui dengan cara memberikan gaya atau

beban pada hasil lasan tersebut. Gaya atau beban yang diberikan dapat berupa

pengujian tarik dan ketangguhan pada bahan tersebut.

Las SMAW adalah suatu proses pengelasan busur listrik yang mana

penggabungan atau perpaduan logam yang dihasilkan oleh panas dari busur

listrik yang dikeluarkan diantara ujung elektroda terbungkus dan permukaan

logam dasar yang dilas dengan menggunakan arus listrik sebagai sumber

tenaga. Jenis arus listrik yang digunakan ada 2 yaitu arus searah (DC) dan arus

bolak-balik (AC). Pengelasan dengan arus searah pemasangan kabel pada

mesin las ada 2 macam yaitu polaritas lurus (DC-) dan polaritas terbalik

(DC+). Pada polaritas terbalik (DC+) panas yang diberikan mesin las ⅓ untuk

memanaskan benda dan ⅔ untuk memanaskan elektroda.

Logam induk dalam pengelasan ini mengalami pencairan akibat

pemanasan dari busur listrik yang timbul antara ujung elektroda dan

permukaan benda kerja. Busur listrik dibangkitkan dari suatu mesin las.

Elektroda yang digunakan berupa kawat yang dibungkus pelindung berupa

fluks. Elektroda ini selama pengelasan akan mengalami pencairan bersama

dengan logam induk dan membeku bersama menjadi bagian kampuh las.

Proses pemindahan logam elektroda terjadi pada saat ujung elektroda

mencair dan membentuk butir-butir yang terbawa arus busur listrik yang

terjadi. Bila digunakan arus listrik besar maka butiran logam cair yang

iii
terbawa menjadi halus dan sebaliknya bila arus kecil maka butirannya menjadi

besar.

Pengelasan dengan menggunakan las SMAW DC polaritas terbalik

besarnya arus bermacam-macam sesuai dengan jenis elektroda. Penyetelan

arus pengelasan akan berpengaruh pada panas yang ditimbulkan dalam

pencairan logam dan penetrasi logam cairan tersebut.

Arus yang tinggi akan mengakibatkan panas yang tinggi, penembusan

atau penetrasi yang dalam dan kecepatan pencairan logam yang tinggi. Arus

yang kecil menghasilkan panas yang rendah dan tidak cukup untuk

melelehkan elektroda dan bahan logam. Penembusan, panas dan kecepatan

pencairan logam akan berpengaruh pada kualitas hasil pengelasan.

iii
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Tipe Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode Eksperimen, yaitu suatu cara untuk

mencari hubungan sebab akibat antara dua faktor yang berpengaruh. Eksperimen

dilaksanakan dilaboratorium dengan kondisi dan peralatan yang diselesaikan guna

memperoleh data tentang “

Spesifikasi alat dan bahan yang digunakan dalam eksperimen ini adalah

sebagai berikut :

1. Bahan yang digunakan baja paduan rendah berupa pelat strip dengan

ketebalan plat 5 mm dan lebar 20 mm. Elektroda yang digunakan

adalah jenis E6013 dengan diameter 2,5 mm.

2. Posisi pengelasan dengan menggunakan posisi bawah tangan atau

mendatar, dengan posisi elektroda dengan sudut 80 0 terhadap benda

kerja ke arah jalan Elektroda.

3. Variasi arus pengelasan yang digunakan adalah 80 Ampere, 90

Ampere, dan 100 Ampere dan 120 Ampere.

4. Kampuh yang digunakan jenis kampuh V terbuka dengan sudut 700.

5. Bentuk specimen uji berdasarkan standard ASTM E8 untuk uji tarik.

iii
3.2. Waktu Dan Tempat Penelitian

a. Waktu

Penelitian ini dilaksanakan selama 6 bulan sejak Juni sampai dengan

Oktober 2021

b. Tempat

Penelitian dilakukan di beberapa tempat yaitu :

1. Proses pemotongan dan pengelasan dilakukan di laboratorium

pengelasan Universitas patimura.

2. Pembuatan spesimen uji tarik pengelasan dilakukan di laboratorium

pengelasan Universitas patimura.

3. Pengujian tarik dilakukan di laboratorium Metelurgy Polikteknik

Ambon

3.3. Populasi Dan Sampel

Populasi merupakan keseluruhan subjek penelitian, Populasi dalam

penelitian ini adalah semua hasil pengelasan material baja strip karbon rendah las

SMAW dengan elektroda E6013.

Sampel adalah sebagian data atau wakil dari populasi yang akan diteliti,

sampel dalam penelitian ini adalah hasil pengelasan pelat strip karbon rendah dari

las SMAW dengan elektroda E6013 pada arus pengelasan: 80 Ampere, 90 Ampere

dan 100 Ampere dan 120 Ampere. Jumlah sampel dalam penelitian ini untuk

pengujian tarik adalah untuk masing-masing kelompok spesimen adalah 3 buah.

iii
3.4. Variabel

a. Uji Tarik

Y =f ( x 1 , x 2 , x 3 ,… … x n )

Dimana :

Y = Pengujian Uji Tarik (Kg/mm2)

X1 = Kuat Arus 70 (Ampere)

X2 = Kuat Arus 80 (Ampere)

X3 = Kuat Arus 90 (Ampere)

3.5. Teknik Pengambilan Data

Teknik pengambilan data dengan melakukan uji laboratorium serta teknik

kepustakaan yaitu mencari literatur yang berhubungan dengan penelitian.

3.6. Pelaksanaan Penelitian

1. Persiapan bahan

Bahan yang diperlukan dalam penelitian ini adalah baja karbon rendah

(besi strip) dengan tebal 5 mm serta elektroda jenis E6013 dengan

diameter 2,5 mm

2. Persiapan peralatan

Alat-alat yang digunakan yaitu:

a. Gergaji dan kelengkapannya

b. Mesin gerinda

iii
c. Peralatan pengelasan

d. Mesin las SMAW DC

e. Penggaris

f. Amplas

g. Kikir

h. Mesin uji tarik atau mesin uji universal

i. Mesin Uji Kekerasan

j. Pengukur waktu

k. Pengukur sudut

3. Spesifikasi mesin yang digunakan adalah sebagai berikut :

 Mesin Las

- Mesin las SMAW type : Weld Boy E25

- AC/DC

- Input power voltage : 220 Volt

- Range of output curent : 30 Ampere-250 Ampere

 Mesin uji Tarik

- Type : Universal Test Machine

- Manufactured by Internasional Equipment

- Year :2009

- SR. No : 366

- Phase : 1

- Dengan spesifikasi ragum uji tarik :

 Epoch (Instruments & Controls (P) Ltd) Bangalor

iii
 Model : LSU13

 SL. No : 12208

 Range : 1000 Kg

4. Pemotongan Bahan dan Pembuatan Kampuh V terbuka

Pemotongan bahan dilakukan secara manual dengan menggunakan

gergaji, dengan panjang 200 mm lebar 20 mm sebanyak 12 potong-

pemotongan dengan ukuran tersebut berdasarkan pertimbangan pengelasan

dan untuk mendapatkan 12 spesimen uji tarik untuk tiap

penyambungan/pengelasan (ukuran specimen uji berdasarkan standard ASTM

E8)

Gambar 3.1. pengelasan bahan dan posisi pemotongan specimen uji.

Pembuatan kampuh V terbuka dilakukan secara manual dengan

menggunakan mesin gerinda, dengan sudut kampuh 700.

5. Proses Pengelasan

Pengelasan dilakukan oleh juru las :

Nama : Stevi Pelupessy, ST

iii
Kualifikasi : klasifikasi 3 badan standar klasifikasi indonesia.

Langkah-langkah proses pengelasan adalah sebagai berikut :

a. Mempersiapkan mesin las SMAW DC (arus searah) polaritas

terbalik (DC+).

b. Mempersiapkan benda kerja yang akan dilas

c. Posisi pengelasan menggunkan penggunaan posisi pengelasan

mendatar atau bawah tangan, dengan alur pengelasan zig-zag.

d. Kampuh yang digunakan adalah jenis kampuh V terbuka.

e. Mempersiapkan elektroda, dalam penelitian ini digunakan

elektroda tipe E6013 dengan diameter elektroda 2,5 mm.

f. Menyetel Ampere meter yang digunkan untuk mengukur arus pada

posisi jarum nol, kemudian salah satu penjebitkan pada kabel yang

digunakan untuk mejepit elektroda. Mesin las dihidupkan

kemudian elektroda digoreskan sampai menyala, Ampere meter

diatur pada angka 80 Ampere. Selanjutnya mulai dilakukan

pengelasan untuk specimen dengan kelompok arus pengelasan 80

Ampere.

g. Menyetel Ampere meter yang digunakan untuk mengukur arus

pada posisi jarum nol, kemudian salah satu penjepitnya dijebitkan

pada kabel yang digunakan untuk menjepit elektroda. Mesin las

dihidupkan kemudian elektroda digoreskan sampai menyala.

Ampere meter di atur pada angka 90 Ampere.

iii
h. Menyetel Ampere meter yang digunakan untuk mengukur arus

pada posisi jarum nol, kemudian salah satu penjepitnya pada kabel

yang digunakan untuk penjepit elektroda. Mesin las dihidupkan

kemudian elektroda digoreskan sampai menyala. Ampere meter

diatur pada angka 100 Ampere.

i. Menyetel Ampere meter yang digunakan untuk mengukur arus

pada posisi jarum nol, kemudian salah satu penjepitnya pada kabel

yang digunakan untuk penjepit elektroda. Mesin las dihidupkan

kemudian elektroda digoreskan sampai menyala. Ampere meter

diatur pada angka 120 Ampere.

j. Waktu rata-rata pengelasan tiap potongan bahan adalah 2 menit.

iii
1. Ukuran dan profil spesimen disesuaikan seperti bentuk spesimen uji Tarik

dengan menggunakan standart ASTM E8 :

(Satuan : mm)

Name Code Standar Spesimen Subzise Spesimen

Pelate type, Wide Sheet Type, Wide Wide

G- Gauge Length 200 50,0 25,0

W- Width 40 12,5 6,25

T-Thickness Min. 5 Max. 16 Max. 6,25

R- Radius of fillet, min 25 Min. 13 6

L- Over all Length 450 200 100

A– Length Of Grip 225 60 32

Section

B- Length Of Grip 75 50 32

Section

C- Width Of Grip Section 50 20 10

Tabel 3.1. Standart ASTM E8

iii
Gambar 1.1. Bentuk spesimen uji tarik

Dimensi Pelat yang saya uji ;

Gauge Length (G) : 50 mm

Length of reduced section (A) : 191 mm

Width (W) : 12,5 mm

Thickness (T) :8 mm

Radius of Fillet (R) : 13 Derajat

Overall Length (L) : 200 mm

Width of Grip Section (C) : 20 mm

Length of Grip Section (B) : 50 mm

2. Peraturan Uji Tarik ASTM E8

Uji tarik adalah uji teknologi mekanis yang paling penting dan paling

sering digunakan di seluruh dunia, yang menentukan nilai kakteristik kekuatan

iii
dan regangan untuk aplikasi logam yang sangat penting dalam desain dan

konstruksi komponen, komoditas, kapal, mesin, kendaraan, dan bangunan.

Metode yang digunakan untuk menentukan nilai karakteristik untuk yield poin,

atau offset yield, tensile strength dan regangan saat putus disebut dengan Uji tarik

uni-aksial. Tensile strength pada metals atau bahan logam, terutama didasarkan

pada DIN EN ISO 6892-1 dan ASTM E8. Kedua standar tersebut menentukan

bentuk spesimen dan pengujiannya. Tujuan dari standar ini adalah untuk

menentukan dan menetapkan metode pengujian sedemikian rupa, sehingga

meskipun sistem pegujian yang berbeda digunakan, nilai karakteristik yang akan

ditentukan tetap dapat direproduksi dan benar.

Karakteristik penting dari pengujian tarik pada logam meliputi :

Yield poin, lebih akurat titik hasil atas dan bawah (ReH dan ReL)

Offset yield, umumnya ditentukan sebagai titik luluh pengganti pada

perpanjangan 0,2%

Perpanjangan titik hasil; ekstensi extensometer titik luluh lebih akurat,

karena hanya dapat ditentukan dengan menggunakan ekstensometer (Ae)

Tensile strength (Rm)

Perpanjangan seragam (Ag)

Regangan saat putus (A), di mana spesifikasi normative yang berkaitan

dengan panjang pengukur sangat penting

iii
Gambar 1.1 Tanpa Menggunakan Yield Point

Gambar 1.2 Dengan Menggunakan Yield Point

Keterangan :

Rp : offset yield (mengeimbangi hasil)

Reh : upper yield strength (kekuatan hasil atas)

Rel : lower yield strength (kekuatan hasil bawah)

Rm : (Ultimate) tensile strength (kekuatan tarik)

iii
A : percentage elongation after fracture (persentasi

perpanjangan setelah patah)

Hasil offset Rp adalah tegangan tarik dalam uji tarik uniaksial, di mana

perpanjangan plastis sesuai dengan persentase panjang pengukuran ekstensometer

0.2%. Hasil offset 0,2% adalah tegangan saat spesimen mengalami plastis, atau

dengan kata lain tidak dapat diubah , perpanjangan 0,2% (relative terhadap

panjang awal spesimen).

3. Pengujian Tarik

Prosedur dan pembacaan hasil pada pengujian tarik adalah

sebagai berikut. Benda uji dijepit pada ragum uji tarik, setelah

sebelumnya diketahui penampangnya, panjang awalnya dan

ketebalanny.

Langkah pengujian sebagai berikut :

1. Menyiapkan kertas milimeter block dan letakkan kertas tersebut pada

plotter.

2. Benda uji mulai mendapat beban tarik dengan menggunakan

tenaga hidrolik diawali 0 kg hingga benda putus pada beban

maksimum yang dapat ditahan benda tersebut.

3. Benda uji yang sudah putus lalu diukur berapa besar penampang

dan panjang benda uji setelah putus.

4. Gaya atau beban yang maksimum ditandai dengan putusnya

benda uji terdapat pada layar digital dan dicatat sebagai data.

5. Hasil diagram terdapat pada kertas milimeter block yang ada

iii
pada meja plotter.

6. Hal terakhir yaitu menghitung kekuatan tarik, kekuatan luluh,

perpanjangan, reduksi penampang dari data yang telah didapat

dengan menggunakan persamaan yang ada..

2 5 5 5

Gambar 1.4. Mesin uji tarik hydrolic servo pulser

Keterangan gambar :
1. Batang hidrolik 3. Ragum atas 5. Pembacaan
skala
2. Dudukan ragum 4. Ragum bawah 6. Meja plotter

3.7. Teknik Analisis data

Setelah dilakukan pengelasan, pembuatan ukuran specimen dilakukan

pengujian tarik dengan menggunakan universal Machine Test yang diperoleh

data (Terlampir).

Setelah data diperoleh selanjutnya adalah hasil pengujian dimasukan kedalam

persamaan-perasamaan yang ada sehingga diperoleh data yang bersifat

kuantitatif, yaitu data berupa angka-angka. Teknik analisa data pengaruh arus

iii
pengelasan terhadap kekuatan tarik Pada Plat Strip ST 37 las SMAW dengan

elektroda E6013 dan rata-rata antara data-data dari variasi arus pengelasan.

3.8. Diagram Alur Penelitian

Mulai

Studi Literatur

Persiapan Material Plat Strip ST 37

Arus 80, 90, 100, 120 Ampere

Uji Tarik

Analisa Data

Kesimpulan

STOP

iii
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Uji Tarik Material

Pengujian tarik dilakukan untuk mengetahui sifat-sifat mekanis dari

material baja karon panduan rendah ST-37 sebagai material uji tarik dalam

penelitian ini. Hasil pengajuan tarik pada umumya adalah parameter kekuatan

tarik (Ultimate Strenght). Kelihatan/keuletan bahan yang ditunjukkan dengan

presentase perpanjangan dan presentase kontraksi atau reduksi penampang

(reduction of area).

Data pengujian tarik dapat diperoleh dalam lima kelompok pengujian yaitu

spesimen raw material, spesimen dilas dengan aus 80 Ampere, spesimen di las

dengan arus 90 Ampere, spesimen dilas dengan arus 100 Ampere, spesimen dilas

dengan arus 120 Ampere. Hasil pengujian ini ditunjukkan dalam bentuk tabel

berikut :

Tabel 4.1 kekuatan tarik tanpa perlakuan

No Material A37 Ukuran Suhu Kuat Tarik

L b h sebelum

(mm) (mm) (mm) o


C (Mpa)

1 RAW 191 50 20 29 316,832

MATERIAL

iii
Berdasarkan tabel diatas, kekuatan tarik pada baja panduan rendah ST 37

menujukan nilai tertinggi pada spesimen raw material sebesar 316,83 mpa, nili

tersebut diperoleh melalui hasil uji tarik dengan menggunakan perabgkat lunak

Tes Tand yang tercatat pada sofwer Not dengan waktu pengelasan di perkirahka

kurang lebih 30 menit per pesimen

Gambar 0.1. Spesimen Uji Tarik Tanpa Perlakuan

Tabel 4.2 Kekuatan Tarik pada spesimen dengan arus 80 Ampere

No Material A37 Ukuran Suhu Kuat Tarik

L b h sebelum

(mm) (mm) (mm) o


C (Mpa)

1 A1 191 50 20 29 200,448

2 A2 191 50 20 29 190,624

3 A3 191 50 20 29 221,296

Rata-Rata 204,1226667

iii
Dari tabel diatas, ditemukan bahwa setelah memperoleh perlakuan dengan

arus sebesar 80 Ampere spesimen A1 menunjukan kekuatan tarik sebesar 200,448

Mpa sedangkan spesimen A2 menunjukn Kuat tarik sebesar 190,624 Mpa dan

spesimen A3 mennjukan kuat tarik sebesar 221,296 Mpa sehingga nilai – nilai

rata-rata per spesimen setelah mendapatkan perlakuan berupah arus sebesar 80

Ampere yakni menunjukan kuat tarik 204, 122 Mpa.

Grafik 4.1. Kekuatan tarik 80 Ampere

Berdasarkan grafik diatas, dapat disimpulkan bahwa kekuatan tarik

tertinggi terdapat pada spesimen A3 yakni sebesar 221,296 Mpa diikuti dengan

spesimen A1 sebesar 200,448 Mpa sedangkan kekuatan tarik terendah terdapat

pada spesimen A2 Sebesar 190.624 Mpa. Dari ketiga spesimen tersebut

menunjukan rata-rata kekuatan tarik sebesar 204,122 Mpa.

iii
Gambar 0.2. Spesimen Uji Tarik

Tabel 4.3 Kekuatan Tarik pada 90 Ampere

No Material A37 Ukuran Suhu Kuat Tarik

L b h sebelum

(mm) (mm) (mm) o


C (Mpa)

1 B1 191 50 20 29 217,712

2 B2 191 50 20 29 219,92

3 B3 191 50 20 29 239,76

Rata-Rata 225,7973333

Berdasarkan tabel diatas, ditemukan bahwa setelah memperoleh perlakuan

dengan arus sebesar 90 Ampere spesimen B1 menunjukan kekuatan tarik sebesar

217,712 Mpa sedangkan spesimen B2 menunjukn Kuat tarik sebesar 219,92 Mpa

dan spesimen B3 mennjukan kuat tarik sebesar 23976 Mpa sehingga nilai – nilai

rata-rata per spesimen setelah mendapatkan perlakuan berupah arus sebesar 90

Ampere yakni menunjukan kuat tarik 225, 797 Mpa.

iii
Grafik 4.2. Kekuatan tarik 90 Ampere

Dapat dilihat dari grafik diatas, bahwa kekuatan tarik tertinggi terdapat

pada spesimen B3 yakni sebesar 239,76 Mpa diikuti dengan spesimen B2 sebesar

219,92 Mpa sedangkan kekuatan tarik terendah terdapat pada spesimen B1

Sebesar 217,712 Mpa. Dari ketiga spesimen tersebut menunjukan rata-rata

kekuatan tarik sebesar 225,797 Mpa.

Gambar 0.3. Spesimen Uji Tarik

Tabel 4.4 Kekuatan Tarik pada 100 Ampere

iii
No Material A37 Ukuran Suhu Kuat Tarik

L b h sebelum

(mm) (mm) (mm) o


C (Mpa)

1 C1 191 50 20 29 162,176

2 C2 191 50 20 29 214,56

3 C3 191 50 20 29 215,968

Rata-Rata 197,568

Dapat dilihat dari tabel di atas, ditemukan bahwa setelah memperoleh

perlakuan dengan arus sebesar 100 Ampere spesimen C3 menunjukan kekuatan

tarik sebesar 215,968 Mpa sedangkan spesimen C2 menunjukn Kuat tarik sebesar

214,56 Mpa dan spesimen C1 mennjukan kuat tarik sebesar 162,176 Mpa

sehingga nilai – nilai rata-rata per spesimen setelah mendapatkan perlakuan

berupah arus sebesar 100 Ampere yakni menunjukan kuat tarik 197,568 Mpa.

Grafik 4.3. Kekuatan tarik 100 Ampere

iii
Berdasarkan grafik di atas, dapat disimpulkan bahwa kekuatan tarik

tertinggi terdapat pada spesimen C3 yakni sebesar 215,968 Mpa diikuti dengan

spesimen C2 sebesar 214,56 Mpa sedangkan kekuatan tarik terendah terdapat

pada spesimen C1 Sebesar 162,176 Mpa. Dari ketiga spesimen tersebut

menunjukan rata-rata kekuatan tarik sebesar 197,568 Mpa.

Gambar 0.3. Spesimen Uji Tarik

Tabel 4.5 Kekuatan Tarik pada 120 Ampere

No Material A37 Ukuran Suhu Kuat Tarik

L b h

iii
sebelum

(mm) (mm) (mm) o


C (Mpa)

1 D1 191 50 20 29 196,416

2 D2 191 50 20 29 252,496

3 D3 191 50 20 29 275, 344

Rata-Rata 149,6373333

Berdasarkan pada tabel di atas, terlihat bahwa setelah memperoleh

perlakuan dengan arus sebesar 120 Ampere spesimen D3 menunjukan kekuatan

tarik sebesar 275, 344 Mpa sedangkan spesimen D2 menunjukn Kuat tarik sebesar

252,496Mpa dan spesimen D1 mennjukan kuat tarik sebesar 196,416 Mpa

sehingga nilai – nilai rata-rata per spesimen setelah mendapatkan perlakuan

berupah arus sebesar 120 Ampere yakni menunjukan kuat tarik 149,637 Mpa.

Grafik 4.4. Kekuatan tarik 90 Ampere

iii
Pada grafik di atas, dapat disimpulkan bahwa kekuatan tarik tertinggi

terdapat pada spesimen D3 yakni sebesar 275,344 Mpa diikuti dengan spesimen

D2 sebesar 252,496 Mpa sedangkan kekuatan tarik terendah terdapat pada

spesimen D1 Sebesar 196,416 Mpa. Dari ketiga spesimen tersebut menunjukan

rata-rata kekuatan tarik sebesar 197,568 Mpa.

Gambar 0.3. Spesimen Uji Tarik

Grafik 4.5. Perbandingan Kuat Tarik Ampere

iii
Hasil Uji tarik dengan perangkat lunak Tenstand dengan validasi ke ISO

6892-1/TENSTAND per setiap spesimen. Hasil pengujian yang ditentukan

dengan perangkat lunak untuk ISO 6892-1 menujukan bahwa dengan memberikan

perlakuan arus 80 Ampere, tiap spesimen mempunyai kuat tarik rata-rata sebesar

204,122 Mpa. Lalu ketika diberikan arus sebesar 90 Ampere tiap spesimen

menunjukan kuat tarik rata-rata sebesar 225,797 Mpa kemudian pada pemberian

arus sebesar 100 Ampere, tiap spesimen menujukan kekuatan tarik rata-rata

sebesar 197,568 Mpa. Sedangkan ketika diberi arus 120 Ampere tiap spesimen

menujukan kuat tarik rata-rata sebesar 149,637 Mpa. Dalam penelitian ini unutk

kekuatan tarik tertinggi pada arus 90 Ampere.

4.2. Pembahasan

Proses uji tarik dilakukan terhadap hasil pengelasan pada tiap spesimen

dengan membandingkan spesimen sebelum diberikan perlakuan tertentu dengan

spesimen setelah diberikan arus sebesar 80, 90, 100 dan 120 Ampere. Dari proses

uji tarik tersebut diperoleh nilai kekuatan tarik berbeda – beda antara kuat arus

iii
yang digunakan. Ketika spesimen tidak mempeoleh perlakuan tertentu dan

spesimen yang telah diberikan arus tertentu dan di uji nilai kekuatan tariknya,

masing – masing spesimen menunjukan nilai kekuatan tarik rata-rata yang

berbeda.

Pada tabel 4.1 memperlihatkan hasil nilai kekuatan tarik rata-rata pada

spesimen tanpa perlakuan tertentu menunjukan sebesar 316, 832 Mpa. Kemudian,

pada tabel 4.2 ketika spesimen diberikan arus sebesar 80 Ampere menjukan nilai

kekuatan tarik rata-rata sebesar 204, 122 Mpa. Selanjutnya dapat dilihat pada tabel

4.3, ketika spesimen diberikan arus sebesar 90 Ampere menujukan kekuatan tarik

rata-rata 225,797 Mpa. Sedangkan, pada tabel 4.4 pada pemberian arus sebesar

100 Ampere, setiap spesimen menujukan kekuatan tarik rata-rata sebesar 197,568

Ampere. Lalu, pada tabel 4.5, tiap spesimen yang diberikn arus sebesar 120

Ampere menunjukkan kekuatan tarik rata-rata sebesar 149,637 Mpa. Dari

keseluruhan tes uji tarik pada tiap spesimen dapat disimpulkan bahwa nilai

kekuatan tarik pada spesimen tanpa perlakuan apapun lebih tinggi dibandingkan

besaran arus tertentu.dari pengujian yang dilakukan terlihat bahwa kekuatan tarik

pada arus 90 Ampere lebih tinggi dari pada ketika diberikn arus sebesar 80, 100

dan 120 Ampere. Namun ketika tanpa perlakuan apapun spesimen menunjukan

kekuatan tarik yang jauh lebih tinggi.

iii
BAB V

PENUTUP

5.1. KESIMPULAN

Hasil penelitian dan pembahasan dalam penelitian ini dapat disimpulkan

sebagai berikut :

Berdasarkan hasil pengujian material di atas dengan material baja karbon

paduan rendah A37 dimana pada specimen objek penelitian dilakukan uji tarik

dengan lima perlakuan yang berbeda yaitu, tanpa perlakuan apapun, pemberian

arus sebesar 80, 90, 100 dan 120 Mpa.maka dapat disimpulkan bahwa kekuatan

iii
tarik dengan nilai rata-rata untuk spesimen tanpa perlakuan sebesar 316,832 Mpa.

Ketika diberikan arus 80 Ampere, maka nilai kekuatan tarik rata-rata sebesar

204,122 Mpa. Kemudian pada arus 90 Ampere tiap spesimen menujukan kekuatan

tarik rata-rata sebesar 225,797 Mpa. Lalu, pada arus sebesar 100 Ampere

menunjukan kekutan nilai rata-rata sebesar 197,568 Mpa. Sedangkan ketika

diberikan perlakuan arus sebesar 120 Ampere nilai kekuatan tarik rata-rata sebesar

149,637 Mpa. Grafik hasil uji tarik dengan perangkat lunak Tenstand sesuai

dengan peraturan grafik ASTM E8.

Dari pengujian yang dilakukan terlihat bahwa spesimen tanpa perlakuan

apapun, lebih tinggi kekuatan tariknya daripada ketika diberikan besaran arus

tertentu. Hal ini menunjukkan adanya “Pengaruh Arus Pengelasan Terhadap

Kekuatan Tarik Pada Plat Strip ST 37 Las SMAW Dengan Elektroda E6013”.

5.2. SARAN

Saran yang dapat diberikan sehubungan dengan penelitian ini adalah

penelitian menyarankan kepada kalangan akademis, dan praktisi bahwa :

1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan menambah variasi arus

pengelasan sehingga dapat hasil yang lebih optimal. Dan perlu dilakukan

penelitian lebih lanjut dengan menambah variasi pengujian yaitu pengujian

tarik.

2. Perlu pengadaan atau penambahan kapasitas untuk mesin uji universal yang

lebih besar.

iii
3. Untuk proses pengelasan harus dilakukan oleh pewelder yang profesional

dan bersertifikasi. Serta pelaksanaan pengelasan hrus sesuia dengan

prosedur atau kekentuan-ketentuan yang sudah ada.

iii

Anda mungkin juga menyukai