Anda di halaman 1dari 3

BONUS GIRO DAN TABUNGAN WADI’AH

&
LEASING (PEMBIAYAAN) SYARIAH
Oleh : Nida Dhiya Arkani

Bonus Giro dan Tabungan Wadi’ah

Perbedaan giro dan tabungan


 Giro adalah simpanan yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan
menggunakan cek, bilyet giro, sarana perintah pembayaran lainnya atau dengan
pemindahbukuan.
 Tabungan adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan menurut
syarat tertentu yang disepakati, tetapi tidak dapat ditarik cek, bilyet giro dan alat
lainnya yang sejenis.
Praktik wadi’ah
 Nasabah dan bank melakukan transakis wadi’ah, nasabah melakukan setoran awal
di bank
 Nasabah menyetor tabungannya di bank
 Bank menggunakan giro/tabungan nasabah untuk disalurkan kepada pihak ketiga
sebagai pembiayaan
 Pihak ketiga menyerahkan pendapatan pembiayaan ke bank
 Bank memberikan bonus kepada nasabah.
Giro wadi’ah perspektif fiqh
Penamaan Rekening tabungan sebagai wadi’ah istilah dari bank syariah yang
digunakan secara urf. hakikatnya itu adalah qardh, karena ia berbeda dengan
ketentuan hukum wadi’ah yang sudah disusun oleh para ahli fiqih. Di antara
perbedaan itu adalah:
 Muda’ tidak boleh memanfaatkan barang wadiah, sementara bank mengelola
uang tabungan
 Jika wadiah rusak tanpa ta’ddi atau tafrith maka muda’ tidak menanggung
kerugian. Berbeda dengan bank jika ada bencana yang merusak semua asetnya
walaupun tanpa kesengajaan maka ia menanggung kerugian nasabah
 Kepemilikan uang berpindah kepada bank, berbeda dengan wadi’ah yang
kepemilikannya tetap pada pemiliknya.
 Menurut keputusan Lembaga fiqih Islam No 86 dan Nadwah Al-barakah XXIII,
transaksi giro adalah qardh karena bank menggunakan dana giro tersebut atas izin
pemiliknya baik langsung maupun tidak langsung
 Menurut fiqih, jika titipan digunakan pihak penerima, dan pemilik mengizinkan
maka ia adalah ‘ariyah madhmunah (yang dijamin).
 As-Shalihi dalam al-iqna’ mengatakan,
‫ صارت عارية مضمونة‬،‫فإن إذن له المالك في التصرف ففعل‬

“Jika pemilik (wadi’ah) mengizinkan barangnya digunakan, maka ia menjadi ariyah yang
dijamin (pengembaliannya)
 Sementara itu, ‘ariyah jika dalam bentuk barang yang habis dikonsumsi seperti
uang, maka statusnya menjadi qardh.
 As-Sarkhasi mengatakan, 

‫عارية الدراهم والدنانير والفلوس قرض ألن اإلعارة إذن في االنتفاع وال يتأتى االنتفاع بالنقود إال باستهالك‬
‫ مأذونا في االستعمال‬m‫عينها فيصير‬

 “Pinjaman yang berbentuk dirham dan dinar dan fulus adalah qardh, karena
pinjaman berarti memberi izin untuk menggunakan, dan itu tidak akan terwujud
pada uang, malainkan dengan mengkonsumsinya,  maka penerima uang tersebut
diizikan untuk menggunakannya”.

Bonus giro dan tabungan dalam fatwa

 Fatwa DSN No 01/DSN-MUI/IV/2000 Tentang Giro dan Fatwa DSN No


02/DSN-MUI/IV/2000 Tentang Tabungan, bahwa bonus pada giro dan tabungan
wadi’ah dibolehkan, karena tidak dipersyaratkan dan bersifat sukarela dari pihak
bank.
 Lembaga Fikih Islam dan Nadwah al-baraka mencatat, jika hadiah yang diberikan
bank kepada pemilik dana (giro dan tabungan) disyaratkan dalam pembukaan
rekening atau bank mengumumkannnya pada saat pembukaan rekening atau bank
telah terbiasa memberikan hadiah tersebut, maka hadia itu sama dengan bunga
pinjaman  yang haramkan 
 Pinjaman dengan tambahan sukarela dan tanpa syarat telah dipraktekkan sendiri
oleh Rasulullah SAW.

Leasing (Pembiayaan) Syariah

Perbedaan mendasar antar leasing syari’ah dan konvensional, adalah baHwa yang
pertama penjual dan kedua kreditor. Leasing konvensional sebagai kreditor memberikan
pinjaman kepada konsumen (debitur), lalu dengan pinjaman itu konsumen membeli
kendaraan, kemudian membayar cicilannya kepada leasing. Praktik tersebut tidak
diperkenankan dalam Islam, karena total cicilan melebihi nilai pokok pinjaman, praktik
ini disebut riba qardh. Dalam hadits dikatakan,
‫كل قرض جر منفعة فهو ربا‬
“Setiap pinjaman yang mengandung manfaat/kelebihan maka ia adalah riba”
Dalam Leasing Syariah, trasaksi yang digunakan adalah jual beli, perusahaan leasing
sebagai penjual dan konsumen sebagai pembeli, sehingga margin yang didapatkan
penjual adalah halal dan bukan bunga. Akad murabahah yang digunakan dalam leasing
Syariah umumnya berbentuk murabahah lil amir bisy-syira (murabahah kepada pemesan
pembelian)

1. Tahap satu: perusahaan membeli barang sesuai pesanan konsumen kepada supplier
dengan spefisikasi tertentu, pesanan ini mengikat, jika dibatalkan oleh konsumen dan
berakibat kerugian, maka konsumen mengganti sesuai kerugian riil sebagaiman
tertuang dalam fatwa DSN MUI No 85 tentang Janji (wa’ad) dalam tranaskai
keuangan dan bisnis dan fatwa DSN MUI no 43 tentang Ta’widh (ganti rugi).
Perusahaan leasing sebagai penjual harus sudah memiliki barang yang akan dijualnya
kepada konsumen dengan membelinya dari supplier baik tunai maupun tidak tunai,
walaupun hanya ijab Kabul pembelian barang, seperti tertuang dalam fatwa DSN no 04
tentang murabahah. Jika transaksi yang terjadi adalah purchase order oleh perusahaan,
maka isi PO tersebut harus ijab Kabul jual beli sesuai syarat dan rukun yang berlaku.

2. Tahap dua: perusahaan menjual barang yang dipesan kepada konsumen dengan
harga lebih tinggi sesuai kesepakatan dengan merinci harga beli+biaya
perolehan+keuntungan. Setelah itu barang diserahkan secara tunai dan pembayaran
dilakukan secara angsuran.
Poin-poin di atas harus dicantumkan dalam akad sebagaimana tertuang dalam Fatwa
DSN MUI No 04 Tahun 2000 Tentang Murabahah dan Fatwa DSN MUI No 111 Tahun
2017 Tentang Jual Beli Murabahah, Standar AAOIFI no 8 dan keputusan Lembaga Fiqih
OKI tentang bay’ taqsith

Model transaksi murabahah yang biasa dipraktikkan masyarakat adalah dalam bentuk
bay’ taqsith/ajal (jual beli cicilan/tidak tunai)

Anda mungkin juga menyukai