Anda di halaman 1dari 4

Penyebaran penyakit Campak dan Rubella

Penyebaran masalah kesehatan dibedakan menjadi 3 bagian:


1. Ciri-ciri manusia (Man)
A. Kelompok Usia
Campak dan rubella paling sering terjadi pada kelompok balita, anak sekolah/
remaja (usia <15 tahun, Dewasa muda (usia <40 tahun), dan ibu hamil. 1,2 Komplikasi
campak sering terjadi pada anak usia < 5 tahun dan penderita dewasa usia >20 tahun.
Dampak infeksi rubela pada wanita hamil, terutama pada kehamilan trimester pertama,
dapat mengakibatkan abortus, lahir mati atau bayi lahir dengan CRS.3
Gejala penyakit campak adalah sebagai berikut:
•Panas badan biasanya > 38°C selama 3 hari atau lebih, disertai salah satu atau lebih
gejala batuk, pilek, mata merah atau mata berair;
•Bercak kemerahan/rash/ruam yang dimulai dari belakang telinga berbentuk
makulopapular selama 3 hari atau lebih, beberapa hari kemudian (4-7 hari) akan
menyebar ke seluruh tubuh;
•Tanda khas (patognomonis) ditemukan Koplik’s spot atau bercak putih keabuan
dengan dasar merah di pipi bagian dalam (mucosa bucal)
•Bercak kemerahan makulopapular setelah 7 – 30 hari akan berubah menjadi
kehitaman (hiperpigmentasi) dan disertai kulit bersisik. Untuk kasus yang telah
menunjukkan hiperpigmentasi maka perlu dilakukan anamnesis dengan teliti, dan
apabila pada masa akut (permulaan sakit) terdapat gejala-gejala yang telah
disebutkan sebelumnya maka kasus tersebut merupakan kasus suspek campak
Gejala penyakit rubela ditandai dengan demam ringan (37,2°C) dan bercak
merah/rash/ruam makulopapuler disertai pembesaran kelenjar getah bening (limfe) di
belakang telinga, leher belakang dan sub occipital. 28 Rubela pada anak sering hanya
menimbulkan gejala demam ringan atau bahkan tanpa gejala sehingga sering tidak
terlaporkan. Sedangkan rubela pada wanita dewasa sering menimbulkan arthritis atau
arthralgia.3
B. Kebiasaan Hidup
Pola makan yang tidak sehat dan kebiasaan tidak mencuci tangan sebelum
makan atau sesudah dari toilet bisa menimbulkan resiko terkena virus campak dan
rubella pada anak-anak dan dewasa muda. Selain itu, kebiasaan tidak menutup mulut
saat bersin atau batuk, dikarenakan Virus campak dan rubella dapat ditularkan melalui
droplet yang keluar dari hidung, mulut, atau tenggorokan orang yang terinfeksi virus
pada saat batuk, bicara, bersin, atau melalui sekresi hidung.3,4
C. Komplikasi

Komplikasi sering terjadi pada anak usia 20 tahun. Kasus campak pada
penderita malnutrisi dan defisiensi vitamin A serta immune defisiency (HIV) dapat
menyebabkan komplikasi campak yang lebih berat atau fatal. Komplikasi yang sering
terjadi yaitu: diare, bronchopneumonia, pneumonia, malnutrisi, otitis media,
kebutaan, encephalitis, subacute sclerosing panencephalitis (SSPE) dan ulkus mukosa
mulut. Kematian penderita campak umumnya disebabkan karena komplikasinya
seperti bronchopneumonia, diare berat dan gizi buruk serta penanganan yang
terlambat.

Dampak Infeksi Rubela Dampak infeksi rubela pada wanita hamil, terutama
pada kehamilan trimester pertama, dapat mengakibatkan abortus, lahir mati atau bayi
lahir dengan CRS. Congenital Rubella Syndrome (CRS) adalah suatu kumpulan
gejala penyakit terdiri dari katarak (kekeruhan lensa mata), penyakit jantung bawaan,
gangguan pendengaran, dan keterlambatan perkembangan, termasuk keterlambatan
bicara dan disabilitas intelektual. Sindrom rubella kongenital disebabkan infeksi virus
rubella pada janin selama masa kehamilan akibat ibu tidak mempunyai kekebalan
terhadap virus rubella. Seorang anak dapat menunjukkan satu atau lebih gejala CRS
dengan gejala tersering adalah gangguan pendengaran. Jika infeksi virus rubella
terjadi pada kehamilan, khususnya trimester pertama sering menyebabkan Congenital
Rubella Syndrome. CRS mengakibatkan terjadinya abortus, bayi lahir mati, prematur
dan cacat apabila bayi tetap hidup.3
D. Kesadaran Berobat
Cakupan imunisasi yang rendah salah satunya disebabkan rendahnya
tingkat pendidikan para orang tua sehingga kurang nya pengetahuan terhadap
penyakit campak dan rubella yang berpengaruh terhadap perilaku mereka,
termasuk perilaku mengimunisasi anak. Alasan sebagian masyarakat menolak
anaknya diimunisasi karena khawatir pemberian imu-nisasi dapat menimbulkan
efek samping.selain itu juga didukung dengan lingkungan yang Sebagian tidak
menerima program imunisasi.1,5
E. Sosial Ekonomi
Orang dengan sosial ekonomi yang rendah kemungkinan untuk berperilaku
kurang sehat yang dapat meningkatkan risiko terkena suatu penyakit. Menurut (Som,
S., 2010) sosial ekonomi memiliki pengaruh yang signifikan karena orang dengan
sosial ekonomi yang baik memiliki kemungkinan menerima imunisasi penuh 1,8 kali
lebih besar dibandingkan dengan orang dengan sosial ekonomi buruk.4
2. Tempat (Place)
Kondisi rumah yang ditempati oleh banyak penghuni atau kepadatan rumah tinggi
lebih memudahkan terjadinya penularan virus campak dibandingkan rumah dengan
kepadatan penghuni yang rendah. Luas ventilasi yang kurang menyebabkan suplai
udara segar yang masuk ke dalam rumah tidak tercukupi sehingga pengeluaran udara
kotor ke luar rumah juga tidak maksimal yang menyebabkan kualitas udara dalam
rumah menjadi buruk
Kepadatan penduduk dapat menjadi persemaian subur bagi virus karena
pemukiman yang padat dapat mempermudah penularan penyakit yang menular
seperti campak dan rubella yang penularannya melalui percikan ludah atau berupa
cairan saat bersin. Secara teori, semakin padat penduduk di suatu wilayah maka
penularan penyakit infeksi dari satu orang ke orang lainnya juga semakin mudah. Hal
ini dikarenakan sebuah wilayah kota yang padat penduduk dapat dijadikan proses
perkembangbiakan virus. Virus akan berkembang biak dengan leluasa, berpindah dari
satu orang ke orang lain yang tidak memiliki kekebalan tubuh.
Tingginya tingkat kepadatan penduduk disebabkan karena adanya migrasi
penduduk dari daerah pedesaan ke daerah perkotaan. Penduduk dan lingkungannya
memiliki hubungan yang saling berinteraksi secara terus-menerus sehingga
memungkinkan untuk timbulnya suatu penyakit.4

3. Waktu (Time)
Sejak tahun 2010 hingga 2015 diperkirakan terdapat 23.164 kasus campak dan
30.463 kasus rubella di Indonesia dan pada tahun 2015-2016 dilaporkan terdapat 226
kasus CRS. Sejak tahun 2015-2017 terjadi peningkatan kasus campak dan rubella.
Pada tahun 2018 terjadi penurunan kasus. 3,4
Referensi:
1. Arianto, Mostang, et al. "Beberapa Faktor Risiko Kejadian Campak pada
Balita di Kabupaten Sarolangun." Jurnal Epidemiologi Kesehatan Komunitas, vol. 3,
no. 1, 20 Feb. 2018, pp. 41-47, doi:10.14710/jekk.v3i1.3127.
2. Pratiwi, D., Rumini, R., & Hajar, S.H. (2021). Faktor yang Memengaruhi
Keikutsertaan Ibu yang Memiliki Anak Umur >9 Bulan-5 Tahun untuk Imunisasi MR
(Measles Rubella) di Lingkungan 1 Kelurahan Bingai Kabupaten Langkat. Jurnal
Bidan Komunitas.
3. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Surveilans Campak –
Rubella. 2020.
4. Handayani S, Ni Made, et al. “Pemetaan Cakupan Imunisasi MR dan Kasus
Campak Rubella di Provinsi Bali Tahun 2019.” Arc. Com. Health, Vol. 8 No. 1: 109 -
123, April 2021, ISSN: 2527-3620
5. Ardhiansyah, Ferry, et al. "Faktor Risiko Campak Anak Sekolah Dasar pada
Kejadian Luar Biasa di Kabupaten Pesawaran, Provinsi Lampung." Jurnal
Epidemiologi Kesehatan Komunitas, vol. 4, no. 2, 31 Aug. 2019, pp. 64-72,
doi:10.14710/jekk.v0i0.4798.

Anda mungkin juga menyukai