Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

PENYAKIT TIDAK MENULAR (STROKE)

D
I
S
U
S
U
N
OLEH :

WULAN RIZKI FAUJIYAH


19211119/PSIKM 2 B

DOSEN PEMBIMBING :
RENI APRINAWATY SIRAIT, SKM., M.Kes.

INSTITUT KESEHATAN MEDISTRA LUBUK PAKAM


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
PRODI KESEHATAN MEDISTRA LUBUK PAKAM
T.P. 2021/2022
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang masalah


Stroke merupakan penyakit pembuluh darah yang paling sering diderita
masyarakat. Di Amerika Serikat penyakit stroke merupakan salah satu
penyebab utama kematian ke tiga setelah penyakit jantung dan kanker
karena setiap tahunnya ada 500.000 orang terserang penyakit stroke.
Tercatat ada 400.000 orang terkena stroke iskemik (non hemoragik) dan
100.000 orang terserang stroke hemoragik (termasuk perdarahan
intraserebral dan subaarakhnoid) dengan 175.000 di antaranya mengalami
kematian (Gofir, 2007).

Di Indonesia, diperkirakan setiap tahun terjadi 500.000 penduduk Indonesia


menderita serangan stroke, sekitar 2,5 % atau 125.000 orang meninggal, dan
sisanya cacat ringan maupun berat. Secara umum, dapat dikatakan angka
kejadian stroke adalah 200/100.000 penduduk. Dalam satu tahun, di antara
100.000 penduduk, 200 orang penduduk Indonesia akan menderita stroke.
Kejadian stroke iskemik (non hemoragik) sekitar 80% dari seluruh total kasus
stroke, sedangkan kejadian stroke hemoragik hanya sekitar 20% dari seluruh
total kasus stroke (Yayasan Stroke Indonesia, 2012).

Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Nasional tahun 2013, menunjukkan


prevalensi stroke di Indonesia adalah sebesar 12,1% (berdasarkan
diagnosis tenaga kesehatan dan gejala). Prevalensi stroke berdasarkan
diagnosis tenaga kesehatan tertinggi terdapat di Sulawesi Utara (10,8%),
DI Yogyakarta (10,3%), Bangka Belitung dan DKI Jakarta masing-masing
(9,7%). Prevalensi stroke diagnosis tenaga kesehatan dan gejala tertinggi
terdapat di Sulawesi Selatan (17,9%), DI Yogyakarta (16,9%), Sulawesi
Tengah (16,6%), dan pada Jawa Timur sebesar (16,0%) (Kemenkes RI,
2013). Prevalensi stroke hemoragik di Jawa Tengah tahun 2012 adalah
0,07 lebih tinggi dari tahun 2011 (0,03%). Prevalensi tertinggi tahun 2012
adalah Kabupaten Kudus sebesar 1,84%. Sedangkan prevalensi stroke non
hemoragik pada tahun 2012 sebesar 0,07 lebih rendah dibanding tahun
2011 (0,09%). Prevalensi tertinggi adalah kota Salatiga sebesar 1,16%
(Dinkes, 2013).

Stroke menduduki urutan ketiga terbesar penyebab kematian setelah


penyakit jantung dan kanker, dengan laju mortalitas 18 % sampai 37 %
untuk stroke pertama dan 62 % untuk sroke berulang. Diperkirakan 25 %
orang yang sembuh dari stroke yang pertama akan mendapatkan stroke
berulang dalam kurun waktu 5 tahun. Hasil penelitian epidemiologis
menunjukkan bahwa terjadinya resiko kematian pada 5 tahun pasca stroke
adalah 45% -61 % dan terjadinya stroke berulang 25% - 37 % (Yulianto,
2011). Stroke berulang dapat terjadi dikarenakan tidak ada
penatalaksanaan yang baik untuk menanggulangi faktor-faktor resiko
stroke pada pasien yang pernah mengamali serangan stroke pertama. Oleh
sebab itu harus dilakukan pencegahan stroke secara dini pada pasien stroke
maupun pasien pasca stroke.

Pencegahan stroke dapat dilakukan dengan meminimalisir faktor risiko


yang ada. Kejadian stroke berulang memiliki faktor risiko yang hampir
sama dengan faktor risiko stroke primer. Faktor risiko stroke terdiri atas
faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi dan faktor risiko yang dapat
dimodifikasi (Irdelia, 2014). Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi
antara lain yaitu usia, jenis kelamin, dan ras. Sedangkan faktor risiko yang
dapat di modifikasi antara lain yaitu hipertensi, penyakit jantung, diabetus
mellitus, dyslipidemia, kecanduan alkohol, kebiasaan merokok, kepatuhan
kontrol, aktivitas olahraga, tidak menjalankan perilaku hidup sehat, dan
mengomsumsi makanan yang mengandung banyak garam (Pinzon, 2010;
Siswanto, 2005; Sustrani, 2006). Yusuf (2013), dalam penelitiannya
menyatakan bahwa ada hubungan antara kejadian stroke berulang dengan
kebiasaan merokok (56,5%), kebiasaan minum alcohol (56,0%), tidak patuh
diit (56,2%), tidak teratur berolahraga (52,5%), dan pasien yang tidak teratur
kontrol dokter (56,5%). Kejadian stroke berulang dikarenakan faktor risiko
utama adalah hipertensi (92,7%), dislipidemia (34,2%) dan sekitar 28,5 %
penderita stroke di Indonesia meninggal dunia (Adib, 2009).

Stroke yang berulang seringkali lebih berat dibanding stroke yang terjadi
sebelumnya karena bagian otak yang terganggu akibat serangan terdahulu
belum pulih sempurna. Ketika terjadi serangan lagi, maka gangguan yang
sudah dialami jadi semakin bertambah parah. Risiko kematian, kecacatan
dan tingginya biaya perawatan akan terus meningkat setiap kali terjadi
stroke berulang.

Gejala lain yang mencolok pada penderita stroke adalah kelemahan atau
kelumpuhan salah satu sisi tubuh. Penderita stroke akan mengalami
kesulitan saat berjalan karena gangguan pada kekuatan otot, keseimbangan
dan koordinasi gerak, sehingga kesulitan dalam melakukan aktivitas
sehari-hari. Latihan gerak mempercepat penyembuhan pasien stroke,
karena akan mempengaruhi sensasi gerak di otak (Irdawati, 2012).

Berdasarkan penelitian oleh Mawarti dan Farid (2012), mengenai pengaruh


latihan ROM (Range Of Motion) pasif terhadap peningkatan kekuatan otot
pada pasien stroke pada tahun 2013, terbukti adanya pengaruh yang signifikan
dari latihan Range Of Motion pasif terhadap peningkatan kekuatan otot pada
pasien stroke. Selain latihan rentang gerak sendi pasif, latihan rentang gerak
sendi aktif juga dapat berpengaruh dalam meningkatkan rentang gerak sendi
pada pasien stroke. Latihan pada ekstermitas yang sakit dilatih secara pasif
dan diberikan rentang gerak penuh empat atau lima kali sehari, untuk
mempertahankan mobilisasi sendi, mengembalikan kontrol motorik,
mencegah terjadinya kontraktur pada
ekstermitas yang mengalami paralisis, mencegah bertambah buruknya
system neuromuskular dan meningkatkan sirkulasi (Smeltzer, Bare, Hinkle
& Cheever, 2010).

Berdasarkan uraian masalah tersebut, peneliti tertarik untuk mengetahui


hubungan dari latihan rentang gerak sendi aktif terhadap kejadian serangan
stroke berulang pada pasien stroke di RSUD Kota Semarang.

B. Rumusan masalah
Kejadian stroke berulang dapat dicegah dengan meminimalisir faktor resiko
stroke yang dapat dimodifikasi salah satunya dengan pasien harus rajin
melakukan aktivitas gerak ringan salah satunya dengan cara latihan rentang
gerak sendi aktif. Latihan rentang gerak sendi aktif dapat diterapkan untuk
pasien yang memiliki kelemahan pada anggota gerak setelah keluar dari
rumah sakit. Latihan rentang gerak sendi aktif dapat diaplikasikan kepada
pasien stroke yang dapat menggerakkan anggota geraknya secara mandiri.
Latihan rentang gerak sendi aktif sebaiknya dilakukan selama beberapa kali
dalam sehari untuk mencegah terjadinya komplikasi lain.

C. Tujuan penelitian
1. Tujuan umum
Mengetahui apakah latihan rentang gerak sendi aktif berhubungan
dengan kejadian serangan stroke berulang pada pasien stroke di RSUD
Kota Semarang.
2. Tujuan khusus
a. Mendiskripsikan karakteristik pasien stroke di RSUD Kota
Semarang
b. Mendiskripsikan latihan rentang gerak sendi aktif pada pasien
stroke di RSUD Kota Semarang
c. Mendiskripsikan kejadian stroke berulang pada pasien stroke di
RSUD Kota Semarang
d. Menganalisis hubungan latihan rentang gerak sendi aktif dengan
kejadian stroke berulang pada pasien stroke di RSUD Kota
Semarang

D. Manfaat penelitian
1. Bagi rumah sakit
Sebagai bahan masukan bagi tenaga kesehatan supaya memiliki
pemahaman tentang pentingnya aktivitas ringan seperti latihan rentang
gerak sendi aktif untuk meminimalisir terjadinya stroke berulang.
2. Bagi institusi pendidikan
Sebagai bahan masukan dalam rangka pengembangan ilmu dan
sebagai bahan refrensi yang berguna bagi pendidikan dosen dan
mahasiswa khususnya dalam kajian masalah penelitan yang serupa
tentang pengaruh latihan rentang gerak sendi aktif dengan kejadian
serangan stroke berulang pada pasien post stroke.
3. Bagi masyarakat
Menambah pengetahuan masyarakat tentang pentingnya aktivitas
ringan seperti latihan rentang gerak sendi aktif untuk mencegah
terjadinya stroke berulang pada pasien post stroke.
4. Bagi peneliti
Menambah pengetahuan peneliti serta merupakan pengalaman tentang
pengaruh latihan rentang gerak sendi aktif terhadap kejadian serangan
stroke berulang pada pasien post stroke.
5. Bagi pasien
Menambah pengetahuan pasien tentang salah satu jenis aktivitas ringan
yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya stroke berulang.
BAB II
PEMBAHASAN

1. Pengertian Stroke
Stroke adalah penyakit gangguan fungsional otak berupa kelumpuhan saraf yang
diakibatkan oleh gangguan aliran darah pada salah satu bagian otak. Gangguan saraf maupun
kelumpuhan yang terjadi tergantung pada bagian otak mana yang terkena. Penyakit ini dapat
sembuh sempurna, sembuh dengan cacat atau kematian (Irianto, 2014). Menurut World Health
Organization, stroke disebabkan oleh gangguan suplai darah ke otak, biasanya karena pecahnya
pembuluh darah atau penyumbatan oleh gumpalan darah. Hal ini memotong pasokan oksigen dan
nutrisi, menyebabkan kerusakan pada jaringan otak. Gejala yang paling umum dari stroke adalah
kelemahan mendadak atau mati rasa pada wajah, lengan atau kaki, paling sering pada satu sisi
tubuh. Gejala lain termasuk kebingungan, kesulitan berbicara atau memahami pembicaraan,
kesulitan melihat dengan satu atau kedua mata, kesulitan berjalan, pusing, kehilangan
keseimbangan atau koordinasi, sakit kepala parah tanpa diketahui penyebabnya, pingsan atau
tidak sadarkan diri (WHO, 2014).
Stroke juga disebut serangan otak. Stroke terjadi ketika sebagian dari otak rusak karena
kurangnya suplai darah ke bagian otak. Karena kurangnya oksigen dan nutrisi yang dibawa oleh
darah, sel-sel otak (yang 10 disebut "neuron") mati dan koneksi antara neuron (disebut "sinapsis"
atau persimpangan) hilang. Bagian dari otak akan kehilangan fungsinya dan mulai mati.
Akibatnya, bagian tubuh yang dikendalikan oleh sebagian dari otak tidak berfungsi secara
normal. Semakin besar area yang rusak, semakin besar pula defisiensi yang dimiliki penderita
(DeSilva, 2014).

2. Klasifikasi Stroke
Menurut Widyo (2014) berdasarkan penyebabnya, stroke terbagi menjadi dua yaitu stroke
iskemik dan stroke hemoragik. Stroke non hemoragik atau stroke iskemik adalah stroke yang
terjadi karena sumbatan pembuluh darah otak. Dapat berupa iskemik atau emboli dan trombosis
serebral. Menurut perjalanan penyakitnya, stroke iskemik dibedakan menjadi :
A. Transient Ischemic Attack (TIA)
Gangguan neurologis lokal yang terjadi selama beberapa menit sampai jam saja. Gejala yang
mucul akan hilang dengan spontan dan sempurna dalam waktu kurang dari 24 jam.

B. Reversible Ischmic Neurologic Defisit (RIND)


Terjadi lebih lama dari pada TIA, gejala hilang lebih dari 24 jam tetapi tidak lebih dari 1
minggu.

C. Stroke In Evolution (SIE)


Perkembangan stroke perlahan-lahan sampai alur munculnya gejala makin lama semakin
buruk, proses progresif beberapa jam sampai beberapa hari.

D. Complete Stroke
Gangguan neurologis yang timbul sudah menetap atau permanen. Sesuai dengan namanya,
stroke komplit dapat diawali oleh serangan TIA berulang

Pada stroke iskemik, aliran adarah ke otak terhenti karena tumpukan kolesterol pada
dinding pembuluh darah atau bekuan darah yang telah menyumbat suatu pembuluh darah ke
otak. Stroke hemoragik terjadi karena pecahnya pembuluh darah otak dan dapat dibedakan
menjadi dua yaitu :
a. Pendarahan Intraserebral
Pecahnya pembuluh darah terutama karena hipertensi mengakibatkan darah masuk ke
dalam jaringan otak dan menimbulkan edema otak. Peningkatan tekanan intra kranial
yang terjadi secara cepat dapat mengakibatkan kematian mendadak karena herniasi otak.
b. Pendarahan Subraknoid
Pendarahan ini berasal dari pecahnya aenurismaberry. Aenurisma yang pecah berasal dari
pembuluh darah sirkulasi Willisi dan cabangcabangnya yang berada diluar parenkim otak.
Pecahnya arteri dan keluarnya darah ke ruang subraknoid menyebabkan tekanan intra
kranial meningkta mendadak, meregangnya struktur peka nyeri dan vasospasme
pembuluh darah serebral yang berakibat disfungsi otak global (sakit kepala, penurunan
kesadaran), maupun fokal (hemiparese, afasia dan lainnya).

3. Gejala Stroke
Gejala stroke dapat dibedakan atas gejala/tanda akibat lesi dan gejala/tanda yang
diakibatkan oleh komplikasinya. Gejala akibat lesi bisa sangat jelas dan mudah untuk didiagnosis
akan tetapi dapat sedemikian tidak jelas sehingga diperlukan kecermatan tinggi untuk
mengenalinya. Pasien dapat datang dalam keadaan sadar dengan keluhan lemah separuh badan
pada saat bangun tidur atau sedang bekerja akan tetapi tidak jarang pasien datang dalam keadaan
koma sehingga memerlukan penyingkiran diagnosis banding sebelum mengarah ke stroke.
Secara umum gejala tergantung pada besar dan letak lesi di otak yang menyebabkan gejala dan
tanda organ yang dipersarafi oleh bagian tersebut. Jenis patologi (hemoragik atau nonhemoragik)
secara umum tidak menyebabkan perbedaan dari tampilan gejala, kecuali bahwa pada jenis
hemoragik sering kali ditandai dengan nyeri kepala hebat terutama terjadi saat bekerja
(Simangunsong, 2011).
Gejala dan tanda stroke sangat bervariasi, tergantung otak mana yang terkena. Namun,
secara umum dapat dikemukakan tanda dan gejala yang sering dijumpai, antara lain :
a. Timbul rasa kesemutan pada seisi bada, mati rasa, terasa seperti terbakar atau terkena
cabai.
b. Lemas, atau bahkan kelumpuhan pada seisi badan, sebelah kanan atau kiri saja
c. Mulut, lidah mencong bilah diluruskan. Mudah diamati jika sedang berkumur, tidak
sempurna atau air muncrat dari mulut.
d. Gangguan menelan, atau bila minum sering tersedak.
e. Gangguan bicara berupa pelo atau aksentuasi kata-kata sulit dimengerti (afasia)
bahkan bicara tidak lancar atau hanya sepatah-patah.
f. Tidak mampu membaca dan menulis. Kadang-kadang diawali dengan perubahan
tulisan dimana tulisan menjadi jelek.
g. Berjalan menjadi sulit, langkahnya kecil-kecil.
h. Kurang mampu memahami pembicaraan orang lain.
i. Kemampuan intelektual menurun drastis, bahkan tidak mampu berhitung dan menjadi
pelupa.
j. Fungsi indera terganggu sehingga bisa terjadi gangguan penglihatan berupa sebagian
lapangan pandangan tidak terlihat atau gelap dan pendengaran berkurang.
k. Gangguan pada suasana emosi, menjadi lebih mudah menangis atau tertawa.
l. Kelopak mata sulit dibuka atau dalam keadaan terkatup.
m. Gerakan badan tidak terkoordinasi sehingga jika berjalan sempoyongan atau
kehilangan koordinasi pada seisi badan.
n. Gangguan kesadaran seperti pingsan bahkan sampai koma. (Anies, 2006)
4. Dampak Stroke
Stroke merupakan penyakit yang menyerang sistem saraf pusat, namun efek yang
dihasilkan dapat berpengaruh pada seluruh tubuh. Menurut National Institute of Neurological
Disorders and Stroke (NINDS, 2003) dalam (Yani, 2010) efek yang mungkin terjadi dapat
berupa:
1. Paralisis
Biasanya terjadi unilateral (hemiplegia) dan paralisis terjadi kontralateral dari lesi
di hemisfer otak. Paralisis dapat menyebabkan kesulitan dalam aktivitas sehari-hari
seperti berjalan, berpakaian, makan, atau menggunakan kamar mandi. Beberapa
pasien stroke juga mengalami kesulitan saat menelan (disfagia).
2. Defisit
Fungsi Kognitif Stroke dapat menimbulkan permasalahan dalam proses berfikir,
pemusatan perhatian, proses pembelajaran, pembuatan keputusan, maupun daya ingat.
Defisit fungsi kognitif yang parah menimbulkan keadaan yang disebut apraksia dan
agnosia.
3. Defisit bahasa
Pasien stroke sering mengalami kesulitan dalam memahami (afasia) atau
menyusun perkataan (disartria). Hal ini disebabkan kerusakan regio temporal kiri atau
lobus parietal otak.
4. Defisit Emosional
Pasien stroke dapat mengalami kesulitan dalam mengontrol emosi mereka.
Depresi sering terjadi pada pasien stroke. Depresi post stroke dapat menghalangi
pemulihan dan rehabilitasi stroke bahkan dapat mengarah pada percobaan bunuh diri.
5. Rasa Sakit
Rasa sakit, sensasi aneh, dan rasa kebas pada pasien stroke mungkin disebabkan
banyak faktor meliputi kerusakan region sensorik otak, sendi yang kaku, atau tungkai
yang lumpuh. Tipe sakit yang tidak biasa pada stroke disebut central stroke pain atau
central pain syndrome (CPS). CPS disebabkan oleh kerusakan pada area di thalamus.
Rasa sakit tersebut merupakan campuran dari rasa panas, dingin, terbakar, perih, mati
rasa, dan rasa tertusuk. Rasa sakit tersebut terasa lebih parah di ekstremitas dan
semakin parah dengan perubahan gerak dan temperatur terutama dingin.

5. Faktor Risiko
Stroke Menurut World Health Organization tahun 2006 dalam (Yani, 2010) faktor risiko stroke
diklasifikasikan menjadi dua, yaitu:
a. Faktor Risiko Mayor
Faktor risiko yang dapat dimodifikasi, antara lain :
a) Peningkatan tekanan darah (Hipertensi)
b) Status merokok
c) Aktivitas fisik yang kurang
d) Diet (konsumsi sayuran dan buah-buahan yang kurang)
e) Konsumi alkohol
f) Kelebihan berat badan
g) Diabetes

Faktor lingkungan, antara lain :


a) Perokok pasif
b) Akses terhadap pelayanan kesehatan
Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi, antara lain :
a) Umur (peningkatan risiko stroke pada usia lanjut)
b) Jenis kelamin (peningkatan risiko stroke pada jenis kelamin lakilaki)
c) Genetik

b. Faktor Risiko Minor


Pada negara berkembang, diabetes mellitus, fibrilasi atrium dan beberapa penyakit jantung
lainnya merupakan faktor risiko stroke iskemik yang bisa domodifikasi. Hiperkolesterolemia juga
merupakan faktor risiko kejadian stroke.
BAB III
KESIMPULAN

Stroke merupakan penyakit pembuluh darah yang paling sering diderita masyarakat. Di
Amerika Serikat penyakit stroke merupakan salah satu penyebab utama kematian ke tiga setelah
penyakit jantung dan kanker karena setiap tahunnya ada 500.000 orang terserang penyakit stroke.
Tercatat ada 400.000 orang terkena stroke iskemik (non hemoragik) dan 100.000 orang terserang
stroke hemoragik (termasuk perdarahan intraserebral dan subaarakhnoid) dengan 175.000 di
antaranya mengalami kematian (Gofir, 2007).
Stroke adalah penyakit gangguan fungsional otak berupa kelumpuhan saraf yang diakibatkan
oleh gangguan aliran darah pada salah satu bagian otak. Gangguan saraf maupun kelumpuhan yang
terjadi tergantung pada bagian otak mana yang terkena. Penyakit ini dapat sembuh sempurna, sembuh
dengan cacat atau kematian (Irianto, 2014). Menurut World Health Organization, stroke disebabkan oleh
gangguan suplai darah ke otak, biasanya karena pecahnya pembuluh darah atau penyumbatan oleh
gumpalan darah. Hal ini memotong pasokan oksigen dan nutrisi, menyebabkan kerusakan pada jaringan
otak. Gejala yang paling umum dari stroke adalah kelemahan mendadak atau mati rasa pada wajah,
lengan atau kaki, paling sering pada satu sisi tubuh. Gejala lain termasuk kebingungan, kesulitan
berbicara atau memahami pembicaraan, kesulitan melihat dengan satu atau kedua mata, kesulitan
berjalan, pusing, kehilangan keseimbangan atau koordinasi, sakit kepala parah tanpa diketahui
penyebabnya, pingsan atau tidak sadarkan diri (WHO, 2014).

Anda mungkin juga menyukai