Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PRAKTIKUM

FT. KARDIOVASKULAR PULMONAL


CEREBROVASCULAR ACCIDENT (CVA)
INTENSIVE CARE UNIT (ICU)

OLEH :
DILLA IKA VIRLY ERLITA
201810490311081

PROGRAM STUDI FISIOTERAPI


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2020
Cerebrovascular Accident (CVA)
A. Kasus
Nn a (65 tahun) di masuk di rs 5 hari yg lalu, jatuh di kamar mandi jam
12 siang, langsung dibawa ke igd rs, malamnya diberi tindakan operasi di cranial
dengan kasus Cerebrovascular Accident (CVA) . Kmudian langsung masuk
ICU bedah. Hari ini, ft melakukan visite dan menemukan pasien terpasang
ventilator, pasien mampu memberi respon. Rr 20/menit, hr 78/menit, spo2 90%.

B. Definisi Cerebrovascular Accident (CVA)


Stroke atau cerebro vascular accident (cva) merupakan gangguan sistem
saraf pusat yang paling sering ditemukan dan merupakan penyebab utama
ganguan aktivitas fungsional pada orang dewasa. Masalah-masalah yang
ditimbulkan oleh stroke bagi kehidupan manusia pun sangat kompleks. Adanya
gangguan-ganguan fungsi vital otak seperti gangguan koordinasi, gangguan
keseimbangan, gangguan kontrol tubuh, gangguan sensasi, dan gangguan refleks
gerak akan menurun kemampuan aktivitas individu sehari-hari (irfan, 2012)
dalam (Smith 2016).
“stroke adalah gangguan fungsional otak yang terjadi secara mendadak
dengan tanda klinis fokal atau global yang berlangsung lebih dari 24 jam
(kecuali ada tindakan dari pembedahan atau kematian) tanpa tanda – tanda
penyebab non vaskuler, termasuk didalamnya tanda – tanda perdarahan
subarakhnoid, perdarahan intraserebral, iskemik atau infark serebri” (mutiarasari
2019).
Menurut world health organization (who) stroke didefinisikan suatu
gangguan fungsional otak yang terjadi secara mendadak dengan tanda dan gejala
klinik baik fokal maupun global yang berlangsung lebih dari 24 jam, atau dapat
menimbulkan kematian, disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak.
Sebagian besar kasus dijumpai pada orang-orang yang berusia di atas 40 tahun.
Makin tua umur, resiko terkena stroke semakin besar (aliah dkk., 2007) dalam
(imran et al. 2020).

C. Etiologi Cerebrovascular Accident (CVA)


Banyak sekali faktor penyebab pada kasus stroke non haemoragik, salah
satunya adalah hipertensi dan merokok. Hipertensi adalah faktor risiko utama
lainnya dalam pembentukan aterosklerosis. Selain itu merokok merupakan
faktor risiko yang telah jelas diketahui pada pria dan mungkin pula berperan
pada peningkatan insidensi dan keparahan aterosklerosis pada perempuan.
Aterosklerosis ditandai lesi intima yang disebut atheroma (atau ateromatosa atau
plak aterosklerotik) (kumar et al., 2015) dalam (Smith 2016).

D. Patofisiologi Cerebrovascular Accident (CVA)


Berdasarkan patofisiologinya stroke terdiri dari stroke non hemoragik dan
stroke hemoragik. Stroke non hemoragik adalah tipe stroke yang paling sering
terjadi, hampir 80% dari semua stroke. Disebabkan oleh gumpalan atau
sumbatan lain pada arteri yang mengalir ke otak. Pada pasien terdapat
kelemahan anggota gerak, dan parese nervus vii dan xii yang mengarah pada
stroke non hemoragik.sehingga diperlukan penaganan segera untuk menghindari
komplikasi lebih lanjut (lloyd-jones et al, 2009) dalam (Imran et al. 2020).
Serangan untuk tipe stroke apa pun akan menimbulkan defisit neurologis
yang bersifat akut. Tanda dan gejala stroke (Mutiarasari 2019) :
1. Hemidefisit motorik
2. Hemidefisit sensorik
3. Penurunan kesadaran
4. Kelumpuhan nervus vii (fasialis) dan nervus xii (hipoglosus) yang
bersifat sentral
5. Afasia dan demensia
6. Hemianopsia
7. Defisit batang otak

E. Pravalensi Cerebrovascular Accident (CVA)


Stroke sebesar 10% dari seluruh kematian di dunia merupakan penyebab
kematian nomor 3 setelah penyakit jantung koroner (13%) dan kanker (12%) di
negara – negara maju. Prevalensi stroke bervariasi di berbagai belahan dunia.
Prevalensi stroke di amerika serikat adalah sekitar 7 juta (3,0%), sedangkan di
cina prevalensi stroke berkisar antara 1,8% (pedesaan) dan 9,4% (perkotaan). Di
seluruh dunia, cina merupakan negara dengan tingkat kematian cukup tinggi
akibat stroke (19,9% dari seluruh kematian di cina), bersama dengan afrika dan
amerika utara. Insiden stroke di seluruh dunia sebesar 15 juta orang setiap
tahunnya, sepertiganya meninggal dan sepertiganya mengalami kecacatan
permanen. Sekitar 795.000 pasien stroke baru atau berulang terjadi setiap
tahunnya. Sekitar 610.000 adalah serangan pertama dan 185.000 adalah
serangan berulang. Angka kematian akibat stroke ini mencapai 1 per 18
kematian di amerika serikat. Kurun waktu 5 tahun, lebi dari setengah pasien
stroke berusia > 45 tahun akan meninggal [2,4-5] (Mutiarasari 2019).
Data world health organization (who) menunjukkan bahwa kematian
sebesar 7,9 % dari seluruh jumlah kematian di indonesia disebabkan oleh stroke.
[4] berdasarkan data riset kesehatan dasar (rikesda, 2013) bahwa prevalensi
stroke di indonesia berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan sebesar 7 per 1000
penduduk dan yang terdiagnosis tenaga kesehatan atau gejala sebesar 12,1 per
1000 penduduk. Prevalensi stroke berdasarkan terdiagnosis tenaga kesehatan
dan gejala tertinggi terdapat di sulawesi selatan (17,9 ‰), di yogyakarta (16,9
‰), sulawesi tengah (16,6‰), diikuti jawa timur sebesar 16 ‰ (riskesdas,
2013). Prevalensi stroke di sulawesi tengah sebesar 16,6‰ lebih tinggi
dibandingkan prevalensi stroke di indonesia 12,1‰. Prevalensi stroke yang
tinggi di sulawesi tengah pada penduduk berusia diatas 75 tahun (84,6‰) dan
jenis kelamin laki-laki (17,3‰) (Mutiarasari 2019).

F. Diagnosis fisioterapi
Pain weakness, atrofi et causa cerebrovascular accident.

G. Problematika fisioterapi
- Impairment : adanya spastisitas pada jari-jari kanan,
kelemahan pada anggota gerak atas dam bawah sisi kanan, adanya
penurunan keseimbangan dan koordinasi gerak.
- Functional limitation : keterbatasan ketika memakai baju, celana dan
sepatu serta kesulitan mengangkat barang dengan tangan kanan.
- Disability : pasien mengalami keterbatasan dalam melakukan
hobbinya.
(Smith 2016).
H. Penatalaksanaan fisioterapi
Dalam upaya memperbaiki fungsi motoris perlu pemahaman tentang
pemulihan sebenarnya dan pemulihan kompensasi. Pemulihan sebenarnya terjadi
lewat reorganisasi mekanisme neural (perbaikan neurologis) yang mana
berlangsung singkat antara 3 – 4 minggu setelah lesi, dan pemulihan kompensasi
berlangsung lewat mekanisme plastisitas otak. Fisioterapis harus tahu kapan
mengembangkan pemulihan sebenarnya atau kompensasi; pemulihan sebenarnya
memungkinkan gerakan fungsional yang efektif dan efisien walaupun akan
terjadi kelambatan kemajuan gerak fungsional dalam (Imran et al. 2020).
Perbaikan fungsi motoris perlu intervensi dini pada masa-masa awal
(golden period) dari onset stroke, terutama pada stadium akut sampai stadium
pemulihan. Salah satu tehnologi intervensi untuk memperbaiki fungsi motoris
adalah dengan menggunakan new bobath concept. Metode bobath pada awalnya
memiliki konsep perlakuan yang didasarkan atas inhibisi aktivitas abnormal
refleks (inhibition of abnormal reflex activity) dan pembelajaran kembali gerak
normal (the relearning of normal movement), melalui penanganan manual dan
fasilitasi (imran et al. 2020).
Penatalaksanaan fisioterapi yang bisa dilakukan pada kasus CVA
seperti :
1. Positioning
Untuk meningkatkan pola nafas dan melancarkan
peredaran darah.
Frekuensi : 3 kali / minggu
Intensitas : Conditional
Time : Toleransi Pasien
Terapi Latihan: Supine lying – lying back, prone lying – lying on
front, side lying, sitting, standing
2. Passive Exercise
Untuk memaksimalkan kekuatan otot dan ROM.
Frekuensi : 1 kali / hari
Intensitas : 5-10 x repetisi / 60 Detik
Time : Toleransi Pasien
Terapi Latihan: Supine lying – lying back, prone lying – lying on
front, side lying, sitting, standing.
Intensive Care Unit (ICU)

A. Definisi Intensive Care Unit (ICU)


Intensive care unit (ICU) adalah suatu bagian dari rumah sakit yang
mandiri (instalasi di bawah direktur pelayanan), dengan staf yang khusus dan
perlengkapan yang khusus yang ditujukan untuk observasi, perawatan dan terapi
pasien-pasien yang menderita penyakit, cedera atau penyulit-penyulit yang
mengancam nyawa atau potensial mengancam nyawa dengan prognosis dubia
(kepmenkes-no-1778-tahun-2010-tentang-pedoman-pelayanan-ICU-di-rumah-
sakit_unlocked.pdf n.d.). ICU menyediakan kemampuan dan sarana, prasarana
serta peralatan khusus untuk menunjang fungsi-fungsi vital dengan
menggunakan keterampilan staf medik, perawat dan staf lain yang
berpengalaman dalam pengelolaan keadaan-keadaan tersebut (kepmenkes-no-
1778-tahun-2010-tentang-pedoman-pelayanan-ICU-di-rumah-
sakit_unlocked.pdf n.d.).
Ruang Perawatan Intensif (;ICU=Intensive Care Unit) adalah bagian dari
bangunan rumah sakit dengan kategori pelayanan kritis, selain instalasi bedah
dan instalasi gawat darurat. Ruang Perawatan Intensif merupakan instalasi
pelayanan khusus di rumah sakit yang menyediakan pelayanan yang
komprehensif dan berkesinambungan selama 24 jam. Dalam rangka
mewujudkan Ruang Perawatan Intensif yang memenuhi standar pelayanan dan
persyaratan mutu, keamanan dan keselamatan perlu didukung oleh bangunan
dan prasarana (utilitas) yang memenuhi persyaratan teknis (RI 2012).

B. Jenis-jenis Intensive Care Unit (ICU)


Menurut fungsinya ICU dibagi menjadi 2 jenis yaitu :
1. ICU Khusus
Dimana pasien dirawat dengan payah dan akut dari satu jenis penyakit.
Contohnya seperti :
a. Unit Perawatan Intensif (ICU)
b. Unit Perawatan Intensif Neonatal (NICU)
c. Unit Perawatan Intensif Anak (PICU)
d. Unit Perawatan Intensif Koroner (CCU)
e. Unit Perawatan Intensif Pasca-anestesi (PACU)
f. High Dependecy Unit (HDU)
g. Unit Perawatan Intensif Bedah (SICU)
2. ICU Umum
Dimana pasien dirawat di ruang ICU menurut umur seperti dewasa dan
anak-anak.

C. Ruang lingkup Intensive Care Unit (ICU)


Ruang lingkup pelayanan yang diberikan di ICU adalah sebagai berikut
(kemenkes, 2012):
1. Diagnosis dan penatalaksanaan spesifik penyakit-penyakit akut yang
mengancam nyawa dan dapat menimbulkan kematian dalam beberapa
amenit sampaia beberapa hari.
2. Memberi bantuan dan mengambil alih fungsi vital tubuh sekaligus
melakukan pelaksanaan spesifik problema dasar.
3. Pemantauan fungsi vital tubuh dan penatalaksanaan terhadap komplikasi
yang ditimbulkan oleh penyakit atau iatrogenik.
4. Memberikan bantuan psikologis pada pasien yang kehidupannya sangat
tergantung pada alat mesin dan orang lain.

D. Syarat ruangan Intensive Care Unit (ICU)


(kepmenkes-no-1778-tahun-2010-tentang-pedoman-pelayanan-icu-di-rumah-
sakit_unlocked.pdf n.d.)

E. Peralatan wajib Intensive Care Unit (ICU)


Peralatan ICU di RS kelas C terdiri dari :
1. Ventilator sederhana
2. 1 set alat resusitasi; alat/sistem pemberian oksigen (nasal canule; simple
face mask; nonrebreathing face mask)
3. 1 set laringoskop dengan berbagai ukuran bilahnya
4. Berbagai ukuran pipa endotrakeal dan konektor
5. Berbagai ukuran orofaring, pipa nasofaring, sungkup laring dan alat
bantu jalan nafas lainnya
6. Berbagai ukuran introduser untuk pipa endotrakeal dan bougies; syringe
untuk mengembangkan balon endotrakeal dan klem
7. Forsep magill
8. Beberapa ukuran plester/pita perekat medik
9. Gunting
10. Suction yang setara dengan ruang perawatan intensif
11. Tournique untuk pemasangan akses vena
12. Peralatan infus intravena dengan berbagai ukuran kanul intravena dan
berbagai macam cairan infus yang sesuai
13. Pompa infus dan pompa syringe
14. Alat pemantauan untuk tekanan darah non-invasive, elektrokardiografi
reader, oksimeter nadi, kapnografi, temperatur
15. Alat kateterisasi vena sentral dan manometernya, defebrilator monovasik
16. Tempat tidur khusus ICU
17. Bedside monitor
18. Peralatan drainase thoraks, peralatan portable untuk transportasi
19. Lampu tindakan
20. Unit/alat foto rontgen mobile.
Peralatan ICU di RS kelas B terdiri dari :
1. Ventilator sederhana
2. 1 set alat resusitasi; alat/sistem pemberian oksigen (nasal canule; simple
face mask; nonrebreathing face mask)
3. 1 set laringoskop dengan berbagai ukuran bilahnya
4. Berbagai ukuran pipa endotrakeal dan konektor
5. Berbagai ukuran orofaring, pipa nasofaring, sungkup laring dan alat
bantu jalan nafas lainnya
6. Berbagai ukuran introduser untuk pipa endotrakeal dan bougies; syringe
untuk mengembangkan balon endotrakeal dan klem
7. Forsep magill
8. Beberapa ukuran plester/pita perekat medik
9. Gunting
10. Suction yang setara dengan ruang perawatan intensif
11. Tournique untuk pemasangan akses vena
12. Peralatan infus intravena dengan berbagai ukuran kanul intravena dan
berbagai macam cairan infus yang sesuai
13. Pompa infus dan pompa syringe
14. Alat pemantauan untuk tekanan darah non-invasive, elektrokardiografi
reader, oksimeter nadi, kapnografi, temperatur
15. Alat kateterisasi vena sentral dan manometernya, defebrilator monovasik
16. Tempat tidur khusus ICU
17. Bedside monitor
18. Peralatan drainase thoraks, peralatan portable untuk transportasi
19. Lampu tindakan
20. Unit/alat foto rontgen mobile.
21. Elektrokardiograf monitor
22. Defibrilator bivasik; sterilisator
23. Anastesi apparatus
24. Oxygen tent
25. Sphigmomanometer; central gas
26. Central suction
27. Suction thorax
28. Mobile x-ray unit
29. Heart rate monitor
30. Respiration monitor, blood pressure monitor
31. Temperatur monitor
32. Haemodialisis unit
33. Blood gas analyzer
34. Electrolite analyzer

F. Indikasi masuk Intensive Care Unit (ICU)


1. Pasien prioritas 1
Pasien yang termasuk dalam prioritas ini adalah pasien sakit
kritis, tidak stabil yang memerlukan terapi intensif dan tertitrasi, seperti:
dukungan / bantuan ventilasi, alat penunjang fungsi organ / system yang
lain, infus obat - obat vasoaktif / inotropic, obat anti aritmia, serta
pengobatan lain – lainnya secara kontinyu dan tertitrasi. Pasien yang
termasuk prioritas 1 adalah pasien pasca bedah kardiotorasik, sepsis
berat, gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit yang
mengancam jiwa (Vanessa 2010).
Institusi setempat dapat juga membuat kriteria spesifik yang lain
seperti derajat hipoksemia, hipotensi di bawah tekanan darah tertentu.
Terapi pada kriteria pasien prioritas 1 demikian, umumnya tidak
mempunyai batas (Vanessa 2010).
2. Pasien prioritas 2
Kriteria pasien ini memerlukan pelayanan canggih di ICU, sebab
sangat beresiko bila tidak mendapatkan terapi intensif segera, misalnya
pemantauan intensif menggunakan pulmonary arterial catheter. Pasien
yang tergolong dalam prioritas 2 adalah pasien yang menderita penyakit
dasar jantung – paru, gagal ginjal akut dan berat, dan pasien yang telah
mengalami pembedahan mayor (Vanessa 2010).
Pasien yang termasuk prioritas 2, terapinya tidak mempunyai
batas, karena kondisi mediknya senantiasa berubah (Vanessa 2010).
3. Pasien prioritas 3
Pasien yang termasuk kriteria ini adalah pasien sakit kritis, yang
tidak stabil status kesehatan sebelumnya, yang disebabkan oleh penyakit
yang mendasarinya, atau penyakit akutnya, secara sendirian atau
kombinasi. Kemungkinan sembuh dan atau manfaat terapi di ICU pada
kriteria ini sangat kecil, sebagai contoh adalah pasien dengan keganasan
metastatic disertai penyulit infeksi, pericardial tamponade, sumbatan
jalan napas, dan pasien penyakit jantung dan penyakit paru terminal
disertai komplikasi penyakit akut berat (Vanessa 2010).
Pengelolaan pada pasien kriteria ini hanya untuk mengatasi
kegawatan akutnya saja, dan usaha terapi mungkin tidak sampai
melakukan intubasi atau resusitasi jantung paru (Vanessa 2010).
4. Pasien prioritas 4
Pasien dalam prioritas ini bukan merupakan indikasi masuk ICU.
Pasien yang termasuk kriteria ini adalah pasien dengan keadaan yang
“terlalu baik” ataupun “terlalu buruk” untuk masuk ICU (Vanessa 2010).

G. Indikasi keluar Intensive Care Unit (ICU)


1. Pasien prioritas 1
Pasien dipindahkan apabila pasien tersebut tidak membutuhkan lagi
perawatan intensif, atau jika terapi mengalami kegagalan, prognosa
jangka pendek buruk, sedikit kemungkinan bila perawatan intensif
diteruskan, sebagai contoh : pasien dengan tiga taua lebih gagal system
organ yang tidak berespon terhadapt pengelolaan agresif (Vanessa 2010).
2. Pasien prioritas 2
Pasien dipindahkan apabila hasil pemantauan intensif menunjukkan
bahwa perawatan intensif tidak dibutuhkan dan pemantauan intensif
selanjutnya tidak diperlukan lagi (Vanessa 2010).
3. Pasien prioritas 3
Pasien prioritas 3 dikeluarkan dari ICU bila kebutuhan untuk terapi
intensif telah tidak ada lagi, tetapi mereka mungkin dikeluarkan lebih
dini bila kemungkinan kesembuhannya atau manfaat dari terapi intensif
kontinyu diketahui kemungkinan untuk pulih kembali sangat kecil,
keuntungan dari terapi intensif selanjutnya sangat sedikit. Pasien yang
tergolong dalam prioritas ini adalah pasien dengan penyakit lanjut
(penyakit paru kronis, penyakit jantung atau hepar terminal, karsinoma
yang telah menyebar luas dan lain - lainnya) yang tidak berespon
terhadap terapi ICU untuk penyakit akut lainnya (Vanessa 2010).

H. Struktural Intensive Care Unit (ICU)

No. Jenis Strata/Klasifikasi Pelayanan


Primer Sekunder Tersier
Tenaga
1. Kepala - Dokter intensivis
- Dokter Dokter intensivis
ICU - Dokter
spesialisAneste
spesialisanestesi
ologi (jikabelum
siologi
ada
- Dokter spesialis
dokterintensivis)
lainyang terlatih
ICU (jikabelum
ada
dokterspesialisa
nestesiologi)
2. Tim - Dokter - Dokter
- Dokter
Medis spesialis(yang spesialis(yan
spesialissebagai
dapat g
konsultan(yang
memberikanpela dapatmember
dapat
yanan ikanpelayana
dihubungisetiap
setiapdiperlukan) n
diperlukan)
- Dokter jaga 24 setiapdiperlu
- dokter jaga 24
jam dengan kan)
jamdengan
kemampuanALS - Dokter jaga
kemampuanres
/ACLS, 24jam
usitasi jantung
danFCCS dengankema
paru yang
mpuan
bersertifikatban
ALS/ACLS,
tuan hidup
danFCCS
dasardan
bantuan
hiduplanjut
3. Perawat Perawat terlatih Minimal 50% Minimal 75%
yang bersertifikat darijumlah darijumlah
bantuanhidup dasar seluruhperawat di seluruhperawat di
danbantuan hidup ICUmerupakan ICUmerupakanpe
lanjut perawatterlatih rawat terlatihdan
danbersertifikat ICU bersertifikat
ICU
4. Tenaga Tenaga Tenaga administrasi Tenaga
Non administrasi di ICU harus administrasi di
kesehata di ICU harus mempunyai ICU harus
n mempunyai kemampuan mempunyai
kemampuan mengoperasikan kemampuan
Mengoperasikan komputer yang Mengoperasikan
komputer yang berhubungan dengan komputer yang
berhubungan dengan masalah administrasi. berhubungan
masalah Tenaga pekarya. dengan masalah
administrasi. Tenaga kebersihan. administrasi.
Tenaga pekarya. Tenaga
Tenaga kebersihan. laboratorium.
Tenaga
kefarmasian.
Tenaga pekarya.
Tenaga
kebersihan.
Tenaga rekam
medik.
Tenaga untuk
kepentingan
ilmiah.
Sumber : (kepmenkes-no-1778-tahun-2010-tentang-pedoman-pelayanan-icu-di-
rumah-sakit_unlocked.pdf n.d.)
Kesimpulan
Stroke atau cerebro vascular accident (cva) merupakan gangguan sistem
saraf pusat yang paling sering ditemukan dan merupakan penyebab utama
ganguan aktivitas fungsional pada orang dewasa. Masalah-masalah yang
ditimbulkan oleh stroke bagi kehidupan manusia pun sangat kompleks. Adanya
gangguan-ganguan fungsi vital otak seperti gangguan koordinasi, gangguan
keseimbangan, gangguan kontrol tubuh, gangguan sensasi, dan gangguan refleks
gerak akan menurun kemampuan aktivitas individu sehari-hari (irfan, 2012)
dalam (Smith 2016).
Banyak sekali faktor penyebab pada kasus stroke non haemoragik, salah
satunya adalah hipertensi dan merokok. Hipertensi adalah faktor risiko utama
lainnya dalam pembentukan aterosklerosis. Selain itu merokok merupakan
faktor risiko yang telah jelas diketahui pada pria dan mungkin pula berperan
pada peningkatan insidensi dan keparahan aterosklerosis pada perempuan.
Aterosklerosis ditandai lesi intima yang disebut atheroma (atau ateromatosa atau
plak aterosklerotik) (kumar et al., 2015) dalam (Smith 2016).
Dalam upaya memperbaiki fungsi motoris perlu pemahaman tentang
pemulihan sebenarnya dan pemulihan kompensasi. Pemulihan sebenarnya terjadi
lewat reorganisasi mekanisme neural (perbaikan neurologis) yang mana
berlangsung singkat antara 3 – 4 minggu setelah lesi, dan pemulihan kompensasi
berlangsung lewat mekanisme plastisitas otak. Fisioterapis harus tahu kapan
mengembangkan pemulihan sebenarnya atau kompensasi; pemulihan sebenarnya
memungkinkan gerakan fungsional yang efektif dan efisien walaupun akan
terjadi kelambatan kemajuan gerak fungsional dalam (Imran et al. 2020).
Intensive care unit (ICU) adalah suatu bagian dari rumah sakit yang
mandiri (instalasi di bawah direktur pelayanan), dengan staf yang khusus dan
perlengkapan yang khusus yang ditujukan untuk observasi, perawatan dan terapi
pasien-pasien yang menderita penyakit, cedera atau penyulit-penyulit yang
mengancam nyawa atau potensial mengancam nyawa dengan prognosis dubia
(kepmenkes-no-1778-tahun-2010-tentang-pedoman-pelayanan-ICU-di-rumah-
sakit_unlocked.pdf n.d.). ICU menyediakan kemampuan dan sarana, prasarana
serta peralatan khusus untuk menunjang fungsi-fungsi vital dengan
menggunakan keterampilan staf medik, perawat dan staf lain yang
berpengalaman dalam pengelolaan keadaan-keadaan tersebut (kepmenkes-no-
1778-tahun-2010-tentang-pedoman-pelayanan-ICU-di-rumah-
sakit_unlocked.pdf n.d.).

Saran
Penanganan yang tepat dalam setiap kasus sangat diperlukan guna
menunjang keberhasilan setiap penyembuhan dan pencapaian tujuan yang
maksimal. Pelayanan ruang yang ada di setiap rumah sakit harus digunakan
sebagaimana mestinya sesuai kebutuhan dan penunjangan pasien. Seperti halnya
ruang ICU yang ada di rumah sakit harus digunakan untuk pasien dengan
kriteria tertentu. Mengingat fasilitas yang lengkap dan secara personal maka
dibutuhkanlah biaya yang cukup mahal untuk ruangan ini. Maka dari itu
penempatan pasien dengan fasilitas yang benar-benar dibutuhkan harus sesuai
dengan kriteria dan SOP yang ada.
DAFTAR PUSTAKA

Imran et al. 2020. “Efektifitas New Bobath Concept Terhadap Peningkatan Fungsional
Pasien Stroke Iskemik Dengan Outcome Stroke Diukur Menggunakan Fungsional
Independent Measurement ( Fim ) Dan Glasgow Outcome Scale ( GOS ) Di
RSUDZA 2018.” Journal of Medical Science 1(1): 14–20.

“Kepmenkes-No-1778-Tahun-2010-Tentang-Pedoman-Pelayanan-Icu-Di-Rumah-
Sakit_unlocked.Pdf.”

Mutiarasari, Diah. 2019. “Ischemic Stroke: Symptoms, Risk Factors, and Prevention.”
Medika Tadulako, Jurnal Ilmiah Kedokteran 1(2): 36–44.

RI, Kementrian Kesehatan. 2012. “Pedoman Teknis Bangunan Rumah Sakit Ruang
Perawatan Intensif.” : 2–36. https://scholar.google.com/scholar?
safe=strict&client=ms-android-xiaomi-rev1&sxsrf=ACYBGNTCYexo3p6oWRA-
CdM5H92uEqMFzg:1569253761721&um=1&ie=UTF-
8&lr&q=related:295iiH4ci7pN8M:scholar.google.com/#d=gs_qabs&u=%23p
%3DSTicjWeQyFoJ.

Smith, Thomas Alexander. 2016. “No Title 血清及尿液特定蛋白检测在糖尿病肾病


早期诊断中的意义.” (August).

Vanessa, Sefanya. 2010. “Vanesa_Sefannya_22010111120013_Bab2 Icu.” : 1–19.

Anda mungkin juga menyukai