Anda di halaman 1dari 15

ANALISIS YURIDIS KEDUDUKAN ANAK ANGKAT

DITINJAU DARI HUKUM ADAT MANDAILING DI


KECAMATAN PANYABUNGAN UTARA

JURNAL

Oleh

WAHDAH NORA HARAHAP


157011064/ M.Kn

PROGRAM STUDI MAGISTER KENOTARIATAN


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2018
WAHDAH NORA HARAHAP |2

ANALISIS YURIDIS KEDUDUKAN ANAK ANGKAT DITINJAU DARI


HUKUM ADAT MANDAILING DI KECAMATAN PANYABUNGAN
UTARA

WAHDAH NORA HARAHAP

ABSTRACT

Adoption is a legal act which transfers a child from their parents’ authority,
legal guardian, or other people who are liable for their caring, education and raising
the child in to an adopted family. It is no longer a strange thing in today’s Indonesian
society because adopting child has been frequently done in Indonesia.The results of
the research demonstrate that the factors that encourage child adoption in
Mandailing community in Panyabungan Utara Subdistrict is to pass on and maintain
a lineage of the family who does not have any biological child, to maintain marital
bond so that a divorce can be prevented. However, the motivation of child adoption
has been developed today; it is now done to provide the adopted child prosperity.

Keywords: Adopted Child, Position, Customary Law of Mandailing

I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Mempunyai anak merupakan tujuan dari adanya perkawinan untuk
menyambung keturunan serta kelestarian harta kekayaan. Mempunyai anak adalah
kebanggaan dalam keluarga. Namun, demikian tujuan tersebut terkadang tidak dapat
tercapai sesuai dengan harapan. Beberapa pasangan hidup, tidaklah sedikit dari
mereka mengalami kesulitan dalam memperoleh keturunan. Sedang keinginan untuk
mempunyai anak nampaknya begitu besar. Sehingga kemudian di antara pasangan
suami istri ada yang mengangkat anak.1
Pengangkatan anak sebenarnya bukanlah merupakan suatu hal aneh bagi
masyarakat Indonesia karena tujuan dan akibat hukum pengangkatan anak ini sangat

1
Rahma Amir, Kedudukan Anak Angkat Dalam Hak Waris Pada Masyarakat Islam Di Kota
Palopo (Relevansinya Pada Pengadilan Agama Palopo), IAIN Palopo, 2016, h. 176.
WAHDAH NORA HARAHAP |3

penting dalam kehidupan masyarakat baik sebagai suatu cara untuk meneruskan
keturunan, maupun sebagai perwujudan dari perasaan kasihan. Pengangkatan anak
akan menimbulkan akibat hukum baik terhadap anak yang diangkat maupun bagi
orang yang mengangkat.
Hukum yang mengatur pengangkatan anak tersebut dalam kitab undang-
undang hukum perdata, kita tidak menemukan ketentuan yang mengatur masalah
adopsi atau pengangkatan anak, yang ada hanya ketentuan tentang pengakuan anak
diluar kawain, oleh karena itu untuk memenuhi kebutuhan hukum mengenai
pengangkatan anak dapat berpedoman kepada :
1. Hukum Tertulis
a. Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 1979 Tentang Pengangkatan
Anak bahwa pengangkatan anak menurut pengamatan Mahkamah Agung
permohonan pengesahan pengangkatan anak yang diajukan kepada
Pengadilan Negeri yang kemudian diputus tampak kian hari kian bertambah.
Keadaan tersebut merupakan gambaran bahwa kebutuhan akan pengangkatan
anak dalam masyarakat makin bertambah dan dirasakan bahwa untuk
memperoleh jaminan kepastian hukum itu hanya didapat setelah memperoleh
suatu keputusan pengadilan.
b. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak pada
Pasal 12 ayat (3) Pengangkatan anak dilakukan untuk kepentingan
kesejahteraan anak yang dilakukan di luar adat dan kebiasaan, dilaksanakan
berdasarkan Peraturan Perundang-undangan.
c. Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 6 Tahun 1983 tentang
Penyempurnaan Surat Edaran Nomor 2 Tahun 1979 menyatakan bahwa
pengangkatan anak warga negara Indonesi oleh oranga Asing hanya dapat
dilakukan dengan suatu penetapan pengadilan negeri.
d. Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 1989 tentang Pengangkatan
Anak yakni mengatur mengenai syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh orang
tua angkat dalam melakukan pengangkatan anak.
WAHDAH NORA HARAHAP |4

e. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Pelindungan Anak. Pada


Pasal 39 menyebutkan bahwa pengangkatan anak hanya dapat dilakukan
untuk kepentingan yang terbaik bagi anak dan dilakukan berdasarkan adat
kebiasaan setempat dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
f. Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun 2005 tentang Pengangkatan
Anak.Mahkamah Agung memandang perlu untuk mengingatkan para Hakim
pengadilan Negeri di seluruh Indonesia agar memperhatikan dengan sungguh-
sungguh 1. Ketentuan dalam Pasal 39 Undang-Undang No. 23 Tahun 2002
Tentang Pengangkatan Anak dan Surat Edaran Mahkamah AgungNomor
Tahun 1983 tentang Penyempurnaan Surat Edaran Nomor Tahun 1979 yang
memberi petunjuk mengenai persyaratan, bentuk permohonan pengangkatan
anak.
g. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik
Indonesia. Bahwa anak yang lahir melalui perkawinan yang sah dan anak
yang diakui atau diangkat secara sah dan belum berusia 18 (delapan belas)
tahun atau belum kawin memperoleh Kewarganegaraan Republik Indonesia
berdasarkan Undang-Undang ini dengan mendaftarkan diri kepada Menteri
melalui Pejabat atau Perwakilan Republik Indonesia paling lambat 4 (empat)
tahun setelah Undang-Undang ini diundangkan.
h. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama dan telah
diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 bahwa penetapan asal
usul anak dan penetapan pengangkatan anak berdasarkan hukum Islam.
i. Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan
Pengangkatan Anak. Bahwa pengangkatan anak adalah suatu perbuatan
hukum yang mengalihkan seorang anak dari lingkungan kekuasaan orang tua,
wali yang sah, atau orang lain yang bertanggung jawab atas perawatan,
pendidikan dan membesarkan anak tersebut ke dalam lingkungan keluarga
orang tua angkat.
WAHDAH NORA HARAHAP |5

j. Peraturan Menteri Sosial Republik Indonesia No. 110/HUK/2009 tentang


Persyaratan Pengangkatan Anak. Mengatur mengenai persyaratan dalam
melakukan pengangkatan anak.2
2. Hukum tidak tertulis:
 Hukum adat, bahwa menurut adat pengangkatan anak adalah pengambilan
anak orang lain untuk dijadikan anak oleh orang lain sebagai anaknya.3Suatu
tindakan yang diambil dengan syarat dilaksanakan dengan upacara adat besar
yang disaksikan oleh tua- tua adat dan ada yang hanya diresmikan terbatas
dalam keluarga dekat atau tetangga saja, dan ada pula yang hanya cukup
dengan adanya pengakuan dari orang tua angkat dan nampak dalam kenyataan
pergaulan rumah tangga sehari- hari.4
Menurut hukum adat Mandailing yang menganut sistem patrilineal,
pengangkatan anak salah satu alasan untuk meneruskan keturunan apabila dalam
suatu perkawinan tidak memperoleh keturunan, dan anak yang diangkat harus
diangkat menurut upacara adat sesuai dengan adat Mandailing agar anak yang
diangkat tersebut sah menjadi anak orang tua yang mengangkatnya.
Dalam tradisi masyarakat adat, pengangkatan anak harus dilakukan melalui
suatu prosesi adat. Namun diberbagai daerah prosesi upacara adat dalam
pengangkatan anak berbeda-beda, ada pengangkatan anak yang dilaksanakan dengan
upacara adat besar yang disaksikan oleh tua-tua adat atau pengetua adat dan ada yang
hanya diresmikan terbatas dalam keluarga dekat atau tetangga saja, dan ada pula yang
hanya cukup dengan adanya pengakuan dari orang tua angkat dan nampak dalam
kenyataan pergaulan rumah tangga sehari-hari.5

2
Hotmariani Simbolon, Pengangkatan Anak dan Akibat Hukumnya Terhadap Harta Benda
Perkawinan Orang Tua Angkat (Kajian Pada Masyarakat Batak Toba di Medan), Tesis Program
Pasca Sarjana USU, Medan, 2001, h. 1.
3
B.Bastian Tafal,1983, Pengangkatan Anak Menurut Hukum Adat Serta Akibat Akibat
Dikemudian Hari, Cv. Rajawali, Jakarta,h. 45
4
Hilman,Hadikusuma,2003, Hukum Waris Adat, Pt. Citra Aditya Bakti,Bandung, h. 80
5
Hilman Hadikusuma, Hukum Waris Adat, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2015, h. 80.
WAHDAH NORA HARAHAP |6

Struktur adat Mandailing dikenal dengan apa yang disebut Dalihan Natolu
atau tiga kelompok masyarakat yang merupakan tumpuan yang terdiri dari Kahanggi,
Anak Boru dan Mora. Ketiga unsur (kelompok) ini mempunyai fungsi dan kedudukan
yang berbeda-beda satu sama lain.Perkawinan yang terjadi pada masyarakat
Mandailing tujuannya adalah untuk mendapatkan keturunan, guna agar dapat
meneruskan marga, namun tidak tidak dapat disangkal adapula keluarga tertentu yang
pada kenyataannya tidak dapat mempunyai keturunan. Oleh karena itu umumnya
mereka melakukan pengangkatan anak sebagai kelangsungan keluarga sebagai
penerus keturunan. Sebagaimana keseluruhan masyarakat Mandailing menganut
agama islam, bahwa didalam agama islam sendiri tidak ada larangan mengenai
pengangkatan anak. Oleh karena itu pada masyarakat Mandailing saat ini telah
banyak melakukan pengangkatan anak. Berdasarkan uraian di atas, maka dilakukan
penelitian dengan judul: “Analisis Yuridis Kedudukan Anak Angkat Ditinjau Dari
Hukum Adat Mandailing Di Kecamatan Panyabungan Utara”
Rumusan masalah penelitian ini adalah :
1. Apakah faktor-faktor yang melatarbelakangi terjadinya pengangkatan anak pada
masyarakat Mandailing di Kecamatan Panyabungan Utara?
2. Bagaimana syarat-syarat dan proses pengangkatan anak pada masyarakat
Mandailing dikecamatan Panyabungan Utara?
3. Bagaimana akibat hukum pengangkatan anak terhadap hak dan kewajiban di
keluarga angkat pada masyarakat Madailing dikecamatan Panyabungan Utara?

Sesuai dengan perumusan masalah tersebut diatas, maka tujuan penelitian ini
ialah:
1. Untuk mengetahui menganalisis faktor-faktor yang melatarbelakangi terjadinya
pengangkatan anak pada masyarakat Mandailing di Kecamatan Panyabungan
Utara.
2. Untuk mengetahui dan menganalisis syarat-syarat dan proses pengangkatan anak
pada masyarakat Mandailing dikecamatan Panyabungan Utara.
WAHDAH NORA HARAHAP |7

3. Untuk mengetahui dan menganalisis akibat hukum pengangkatan anak terhadap


hak dan kewajiban di keluarga angkat pada masyarakat Madailing dikecamatan
Panyabungan Utara.
II. Metode Penelitian
Penelitian ini bersifat deskriftif. Jenis penelitian yang akan digunakan dalam
penelitian iniadalah jenis penelitian yuridis empiris. Sumber data dalam penelitian ini
meliputi:
a. Data Primer, data yang diperoleh langsung dari sumbernya yaitu wawancara.
b. Data Sekunder, data yang diperoleh dari dokumen-dokumen resmi, buku-buku
yang berhubungan dengan objek penelitian dalam bentuk laporan, skripsi, tesis,
disertasi dan Peraturan Perundang-undangan. Data sekunder tersebut dapat dibagi
menjadi:
1) Bahan hukum primer, yang berupa norma/peraturan dasar dan Peraturan
Perundang-undangan yang berhubungan dengan hukum pengangkatan anak.6
2) Bahan hukum sekunder, yaitu bahan-bahan hukum yang berupa buku, maupun
penjelasan terhadap bahan hukum primer berupa buku, hasil-hasil penelitian
dan karya ilmiah dari kalangan hukum yang berhubungan dengan
perlindungan hukum anak angkat.7
3) Bahan hukum tersier, yaitu bahan yang memberi petunjuk dan penjelasan
terhadap bahan hukum primer dan bahan sekunder seperti kamus umum,
kamus hukum, ensiklopedia, artikel, data elektronik dari internet dan lain-
lain.8
Teknik dan pengumpulan data yang dilakukan adalah dengan penelitian
kepustakaan (library research) dan penelitian ke lapangan (field research).Data yang
diperoleh dari hasil penelitian baik berdasarkan studi pustaka maupun lapangan
6
Dyah Ochtorina Susanti dan A’aan Efendi, Penelitian Hukum (Legal Research), Sinar
Grafika, Jakarta, 2014, h. 53.
7
Dyah Ochtorina Susanti dan A’aan Efendi,Penelitian Hukum (Legal Research), Sinar
Grafika, Jakarta, 2014, h. 87.
8
Amiruddin dan H. Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, PT. Raja Grafindo
Persada, Jakarta, 2014, h. 32.
WAHDAH NORA HARAHAP |8

kemudian disusun secara berurutan dan sistematis dan selanjutnya dianalisis dengan
menggunakan metode kualitatif yaitu untuk memperoleh gambaran tentang pokok
permasalahan dengan menggunakan metode berpikir deduktif, yaitu cara berpikir
yang dimulai dari yang bersifat umum kemudian menarik kesimpulan pada hal-hal
yang khusus.
III. Hasil Penelitian
Faktor pengangkatan anak pada masyarakat adat di Kecamatan
Panyambungan Utara

Antara lain karena tidak mempunyai anak, sehingga melakukan pengangkatan


anak guna untuk melanjutkan garis keturunan. Pengangkatan anak juga dapat sebagai
pemancing bagi yang tidak mempunyai anak untuk dapat mempunyai anak kandung.
Motif ini erat hubungannya dengan kepercayaan yang ada pada sementara
masyarakat.9 Anak angkat diangkat dianggap sebagai pemancing agar memiliki anak
kandung banyak dipercayai oleh masyarakat pada umumnya tidak hanya masyarakat
adat Mandailing.
Pengangkatan anak dipercaya untuk menyembuhkan anak kandung yang
sering penyakitan atau selalu meninggal maka untuk menyelamatkan si anak
diberikanlah anak tersebut kepada keluarga atau orang lain yang belum atau tidak
mempunyai anak dengan harapan anak yang bersangkutan akan selalu sehat dan
panjang usia.10Berdasarkan hal tersebut dapat diketahui bahwa selain faktor
pemancing dan memberikan berkat juga pengangkat anak terdapat juga faktor
kepercayaan dimana pengangkatan anak dapat memberikan kesembuhan dari
penyakit anak yang diangkat.
Pengangkatan anak dipercaya untuk menyembuhkan anak kandung yang
sering penyakitan atau selalu meninggal maka untuk menyelamatkan si anak

9
Hasil wawancara dengan Ibu Siti Aisah (orang tua angkat) di Desa Mompang Julu, tanggal
24 Nopember 2017.
10
Hasil wawancara dengan Rudi Silaban (Orang Tua angkat) di Desa Hutadame, tanggal 10
Nopember 2017.
WAHDAH NORA HARAHAP |9

diberikanlah anak tersebut kepada keluarga atau orang lain yang belum atau tidak
mempunyai anak dengan harapan anak yang bersangkutan akan selalu sehat dan
panjang usia.11Berdasarkan hal tersebut dapat diketahui bahwa selain faktor
pemancing dan memberikan berkat juga pengangkat anak terdapat juga faktor
kepercayaan dimana pengangkatan anak dapat memberikan kesembuhan dari
penyakit anak yang diangkat.
Belas kasihan juga dibutuhkan terhadap anak yang tidak mempunyai orang tua
(yatim piatu). Berdasarkan kemanusiaan seharusnya adopsi terhadap anak yatim piatu
merupakan suatu kewajiban moral bagi orang memiliki kemampuan lebih untuk
menafkahi anak yatim piatu.12Berdasarkan hal tersebut dapat dipahami bahwa dalam
pandangan masyarakat adat bahwa pengangkatan anak merupakan kegiatan yang
bertujuan untuk kemanusiaan.
Syarat untuk dapat melaksanakan pengangkatan anak dalam masyarakat adat
berbeda-beda, tetua adat menyebutkan disebabkan banyaknya pembagian suku itu
sendiri. Di dalam penelitian ini khususnya pada masyarakat Mandailing mengikuti
adat istiadat dari daerah Sipirok, pasalnya pada zaman nenek moyang Mandailing
tersebut berasal dari Sipirok, dari awal mula nenek moyang Mandailing tersebutlah
adanya adat istiadat yang diturunkan kepada masyarakat setempat. Masyarakat
Mandailing mayoritas menganut agama islam, ada juga sebagian yang beragama
kristen, sehingga dalam pelaksanaan pengangkatan anak berbeda pula sesuai agama
yang dianut.
Pengangkatan anak yang dilakukan oleh masyarakat adat Mandailing di desa
Mompang Julu yang mayoritas menganut agama Islam, maka pengangkatan anak
dilakukan dengan upacara yang memicu pada aturan adat disertai dengan mengisi
acara pengajian dengan tujuan agar dalam pengangkatan anak tersebut di ridhai oleh
Allah SWT dengan maksud yang bermanfaat bagi kehidupan keluarganya serta
11
Hasil wawancara dengan Rudi Silaban (Orang Tua angkat) di Desa Hutadame, tanggal 10
Nopember 2017.
12
Hasil wawancara dengan Emil Sulaiman Nasution (Pengetua Adat) Mandailing, tanggal 24
Juli 2017.
WAHDAH NORA HARAHAP |10

terciptanya keluarga yang menjunjung tinggi martabat dalam kehidupan keluarganya.


Misalnya mengirimkan doa kepada arwah atau saudara yang meninggal dengan
membaca surat yasin serta doa bersama yang di pimpin oleh ustad di hadirkan oleh
tuan rumah yang melakukan acara adat seperti perkawinan bahkan pengangkatan
anak tersebut.
Adapula syarat pengangkatan anak di desa Mompang Julu, yang harus
dilakukan adalah keluarga yang mengangkat anak dan keluarga kandung anak yang
diangkat tersebut melakukan marpokat (kesepakatan) tentang niat masing-masing.
Nara sumber Nuriyah mengatakan13 menyatakan marpokat tersebut bertujuan agar
kedua pihak sama-sama menjaga kepercayaan satu dan lainnya, agar pihak yang
mengangkat anak merawat anak angkat tersebut sebagaimana merawat anak
kandungnya sendiri. Serta tidak membeda-bedakan status serta kedudukan walaupun
bukan anak kandungnya. Begitu juga dengan pihak yang memberikan anaknya
mereka harus ikhlas serta mempercayai dengan orang tua yang mengangkat
anaknya.14 Selain itu dalam keluarga terdekat pihak masing-masing menjadi saksi
dalam kesepakatan ini dan bertanggung jawab jika adanya permasalahan dikemudian
hari. Dalam hal ini kekeluargaan dalam masyarakat adat Mandailing masih sangat
kental dan terlihat dikebiasaan setempat.
Apabila dalam kesepakatan ini ada syarat-syarat yang diajukan oleh orang tua
kandung, misalnya orang tua kandung mengajukan syarat bahwa apabila sudah
dilakukan pengangkatan terhadap anaknya maka anak tersebut boleh berkunjung ke
rumah orang tua kandung, maka dalam hal ini antara orang tua kandung dengan calon
orang tua angkat harus menemukan kesepakatan terlebih dahulu sehingga apabila
telah terjadi kesepakatan barulah Kepala Desa membuat surat pernyataan yang telah
ditanda tangani oleh kedua belah pihak. Selanjutnya pengangkatan anak harus di
rajahon artinya harus ada upacara adat yang telah ditentukan yang dihadiri oleh
kelurga terdekat orang yang di tua kan atau Pengetua Adat dikampung orang tua yang

13
Hasil wawancara dengan Ibu Nuriyah (Orang Tua Angkat), pada tanggal 24 Juni 2017.
14
Ibid
WAHDAH NORA HARAHAP |11

mengangkat anak tersebut. Dan biasanya dilakukan pembelian marga yang sama
dengan orang tua yang mengangkatnya.
Kedudukan anak angkat menurut hukum adat adalah tetap sebagai anak yang
sah dengan tidak memutuskan hubungan darah dengan orang tua kandungnya sesuai
Pasal 4 Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2007. Di dalam keluarga masyarakat
Mandailing peran laki-laki lebih dominan daripada anak perempuan sebab adat
Mandailing menganut sistem kekerabatan patrilineal, anak laki-laki merupakan
penerus keturunan ataupun marga dalam silsilah keluarga. Anak laki-laki sangat
berarti kehadirannya dalam suatu keluarga.
Orang Tua Asal yang menyerahkan anak kandungnya untuk diangkat oleh
orang lain, maka putuslah hubungan antaraorang tua asal dengan anaknya, jadi juga
putuslah hubungan hukum antara kerabat orang tua asal dengan anak tersebut dan
hapuslah segala hak dan kewajiban yang di sedianya ada atau akan ada karena
perhubungan itu.
Orang tua asal kemudian tidak lagi mempunyai kekuasaan orang tua terhadap
anak tersebut, selanjutnya ia kehilangan hubungan waris- mewariskan dengan anak
tersebut, serta kehilangan hak dan kewajiban lain yang sedianya ada dari
perhubungan orang tua asal dengan anak kandungnya. 15Anak yang sudah diadopsi
orang lain mengakibatkan hubungan dengan orang tua kandungnya menjadi putus.
Seorang anak telah diangkat oleh orang tua angkatnya, maka akan timbul
akibat hukum dari perbuatan pengangkatan (adopsi) tersebut. Contoh pada hukum di
Indonesia, bila seorang anak telah diangkat oleh keluarga angkatnya, maka anak
tersebut akan mendapatkan hak dan kewajiban yang sama seperti anak kandung.
Masyarakat Panyabungan Utara pada dasarnya mengangkat anak dengan
alasan untuk meneruskan keturunan (marga) dan mempererat tali persaudaraan
dimana anak tersebut dipelihara, dibesarkan seperti anak kandung dan memberikan
pendidikan yang sama baik kepada anak angkat dan anak kandung tanpa membeda-

15
Rusli Padika,2014,Hukum Pengangkatan Anak, Sinar Grafika,Jakarta, h.54
WAHDAH NORA HARAHAP |12

bedakan antara anak angkat dan anak kandung. 16 Dengan demikian anak angkat telah
diberikan haknya sebagai anak dimana mereka di sekolahkan dan di biayai
kehidupanya serta di didik seperti anaknya sendiri. Maka anak angkat memiliki
kewajiban terhadap orang tua angkat seperti orang tua kandungnya.
Sehubungan dengan adanya hak dan kewajiban dari anak angkat, dalam
penjelasan diatas, kedudukan anak angkat terhadap orang tua angkat mempunyai
kedudukan sebagai anak sendiri atau kandung. Anak angkat berhak atas hak mewaris
dan keperdataan.

16
Hasil Wawancara Dengan Bapak Abdul Rasad (Kepala Desa Torbanuaraja), tanggal 08
Nopember 2017.
WAHDAH NORA HARAHAP |13

IV. Kesimpulan Dan Saran


Kesimpulan
1. Faktor terjadinya pengangkatan anak di Kecamatan Panyabungan Utara antara lain
karena tidak mempunyai keturunan, sehingga melakukan pengangkatan anak guna
untuk melanjutkan dan mempertahankan garis keturunan, sebagai pemancing bagi
yang tidak mempunyai anak untuk bisa mempunyai anak kandung, Karena si anak
sering penyakitan, maka untuk menyelamatkan si anak diberikanlah anak tersebut
kepada keluarga atau orang lain yang belum atau tidak mempunyai anak dengan
harapan agar si anak yang bersangkutan akan selalu sehat dan panjang umur, serta
karena belas kasihan terhadap anak tersebut disebabkan orangtua si anak tidak
mampu ataupun karna anak tersebut merupakan anak yatim piatu, sehingga
dilakukan penggangkatan anak guna memberikan kehidupan yang layak bagi anak
tersebut.
2. Syarat pengangkatan anak di Kecamatan Panyabungan Utara terhadap masyarakat
adat Mandailing yang mayoritas menganut agama Islam, pengangkatan anak
dilakukan dengan upacara yang memicu pada aturan adat dan disertai dengan
mengisi acara pengajian dengan tujuan agar dalam pengangkatan anak tersebut di
ridhai oleh Allah SWT. Adapun yang harus dilakukan adalah keluarga yang
mengangkat anak dan keluarga kandung anak yang diangkat tersebut melakukan
marpokat (kesepakatan), setelah terjadi kesepakatan selanjutnya pengangkatan
anak harus di rajahon dan biasanya dilakukan pembelian marga yang sama dengan
orang tua yang mengangkatnya.
3. Akibat hukum pengangkatan anak terhadap hak dan kewajiban di keluarga angkat
bahwa dalam Masyarakat Mandailing di Kecamatan Panyambungan Utara bahwa
anak yang di angkat melalui proses pengangkatan anak menurut adat Mandailing,
maka anak tersebutakan mendapatkan hak mewarisi warisan orangtua angkatnya
dan memiliki kewajiban yang sama seperti anak kandung, yakni menghormati
orang tua angkatnya. Orang Tua angkat memiliki kewajiban untuk membiayai
kehidupan anak angkat serta mendidiknya seperti anaknya sendiri. Serta anak
WAHDAH NORA HARAHAP |14

angkat juga berhak mewarisi harta orang tua angkatnya namun mengenai jumlah
bagian anak angkat sesuai dengan kesepakatan keluarga yang melakukan
pengangkatan anak.
Saran
1. Terhadap faktor-faktor yang melatarbelakangi pengangkatan anak pada
masyarakat adat Mandailing di Kecamatan Panyambungan Utara, maka sebaiknya
pengangkatan anak tersebut apabila sudah dilakukan melalui adat sebaiknya
didaftarkan kembali ke Pengadilan agar anak angkat memiliki jaminan kepastian
hukum.
2. Mengingat pengangkatan anak yang dilakukan secara adat dikalangan masyarakat
Mandailing di Kecamatan Panyabungan Utara adalah sah menurut hukum adat
namun perlu dipertegas jugamelalui penetapan pengadilan tentang pengangkatan
anak yang dilakukan secara adat tersebut. Hal ini dimaksudkan untuk
mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan dikemudian hari.
3. Mengingat anak angkat yang diangkat melalui proses pengangkatan anak menurut
hukum adat Mandailing dipersamakan dengan anak kandung sama-sama
mendapatkan hak waris yang sama, maka kedudukan anak angkat tersebut perlu
dipertegas melalui penetapan pengadilan, agar anak angkat yang diangkat melalui
adat memiliki jaminan kepastian hukum yang kuat.
WAHDAH NORA HARAHAP |15

V. Daftar Pustaka

Amir,Rahma, Kedudukan Anak Angkat Dalam Hak Waris Pada Masyarakat Islam Di
Kota Palopo (Relevansinya Pada Pengadilan Agama Palopo), IAIN Palopo,
2016.

Amiruddin dan H. Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, PT. Raja
Grafindo Persada, Jakarta, 2014.

Hadikusuma,Hilman, Hukum Waris Adat, Pt. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2003.
Rusli Padika, Hukum Pengangkatan Anak, Sinar Grafika,Jakarta, 2014.

Simbolon, Hotmariani, Pengangkatan Anak dan Akibat Hukumnya Terhadap Harta


Benda Perkawinan Orang Tua Angkat (Kajian Pada Masyarakat Batak Toba
di Medan), Tesis Program Pasca Sarjana USU, Medan, 2001.

Susanti, Dyah Ochtorina dan A’aan Efendi, Penelitian Hukum (Legal Research),
Sinar Grafika, Jakarta, 2014.

Tafal,B.Bastian , Pengangkatan Anak Menurut Hukum Adat Serta Akibat


AkibatDikemudian Hari, Cv. Rajawali, Jakarta,1983.

Anda mungkin juga menyukai