Anda di halaman 1dari 14

KONSEP ADOPSI ANAK PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HUKUM

POSITIF (Studi Kasus di Kecamatan Abung Tengah, Kabupaten Lampung


Utara Tahun 2022)

Oleh:

Anjas Riyantoni
Email : riyantonianjas@gmail.com
(Program StudiAhwal Al-Syakhsyiyyah,, IAIM Nu Metro Lampung)

ABSTRAK
Secara naluri insani, setiap pasangan suami isteri berkeinginan untuk
mempunyai anak, demi menyambung keturunan dan mewarisinya serta
menjadi pelengkap kebahagian dalam rumah tangga. Pasangan suami istri
pada umumnya sangat mendambakan akan kehadiran seorang anak yang akan
menjadi pewaris keturunan, tempat curahan kasih sayang dan perekat tali
perkawinan. Namun kenyataannya, masih banyak perkawinan yang tidak
memiliki keturunan. Bagi pasangan yang tidak memiliki anak kandung,
dimungkinkan untuk melakukan pengangkatan anak. Pengangkatan anak,
sering juga diistilahkan dengan adopsi. Tujuan penelitian ini adalah (1) untuk
Untuk mengetahui konsep adopsi anak perspektif hukum Islam (2) Untuk
mengetahui apakah konsep adopsi anak yang dilakukan di Kecamatan Abung
Tengan, Kabupaten Lampung Utara sudah sesuai dengan hukum Islam dan
hukum positif. Jenis penelitian ini adalah Penelitian lapangan (field research)
dengan meneliti objek secara langsung lokasi yang akan diteliti agar
mendapatakan hasil yang maksimal. Teknik pengumpulan data dikakukan
dengan tig acara yaitu observasi, wawancara dan dokumentasi. Hasil dari
penelitian ini adalah (1) Konsep pengangkatan anak dalam Islam dan dalam
hukum positif adalah pekerjaanyang sangat mulia, merupakan bagian dari
amal baik yang yang dapat mendekatkan diri pelakunya kepada Allah SWT.
Tujuan mengangkat anak menurut Hukum Islam bertujuan untuk kepentingan
yang terbaik bagi anak. (2) Konsep pelaksanaan adopsi yang terjadi pada
masyarakat Kinciran tidak sesuai dengan hukum Islam maupun hukum positif
Indonesia. Yang mana dalam mengadopsi anak masyarakat Kinciran
menjadikan anak angkat sebagi anak kandung nya dan berakibat pada
kewarisan dan perwalian anak angkat tersebut, dan juga dalam mengadopsi
anak masyarakat Kinciran tidak dilakukan permohonan kepengadilan
sehingga tidak ada penetapan dari pengadilan.
Kata Kunci : Adopsi Anak, Hukum Islam, Hukum Positif
ABSTRACT

Human instinct, every married couple wants to have children, in order to continue
their offspring and inherit them and become a complement to happiness in the
household. Married couples in general really yearn for the presence of a child
who will be the heir to the offspring, a place for affection and a glue for marriage.
But in reality, there are still many marriages that do not have children. For
couples who do not have biological children, it is possible to adopt children.
Adoption of children, often also termed adoption. The objectives of this study are
(1) to determine the concept of child adoption from the perspective of Islamic law
(2) to determine whether the concept of child adoption carried out in Abung
Tengan District, North Lampung Regency is in accordance with Islamic law and
positive law. This type of research is field research by examining the object
directly at the location to be studied in order to get maximum results. The data
collection technique was carried out with three events, namely observation,
interviews and documentation. The results of this study are (1) The concept of
adoption in Islam and in positive law is a very noble job, which is part of good
deeds that can bring the perpetrator closer to Allah SWT. The purpose of
adopting a child according to Islamic law is for the best interests of the child. (2)
The concept of implementing the adoption that occurred in the Kinciran
community is not in accordance with Islamic law or positive Indonesian law.
Which in adopting the children of the Kinciran community makes the adopted
child their biological child and results in the inheritance and guardianship of the
adopted child, and also in adopting the child of the Kinciran community there is
no court application so that there is no decision from the court.

Keywords: Child Adoption, Islamic Law, Positive Law

PENDAHULUAN

Secara naluri insani, setiap pasangan suami isteri berkeinginan untuk

mempunyai anak, demi menyambung keturunan dan mewarisinya serta menjadi

pelengkap kebahagian dalam rumah tangga.1 Pasangan suami istri pada umumnya

sangat mendambakan akan kehadiran seorang anak yang akan menjadi pewaris

1
Muhammad Rais, Kedudukan Anak Angkat Dalam Perspektif Hukum Islam, Hukum Adat
Dan Hukum Perdata (Analisis Komparatif), Jurnal Hukum Diktum, Volume 14, Nomor 2,
Desember 2016. hlm.183.
keturunan, tempat curahan kasih sayang dan perekat tali perkawinan. 2

Perkawinan, sebagaimana dinyatakan dalam Al-Qur’an, merupakan bukti dari

kemaha bijaksanaan Allah SWT, dalam mahluk-Nya. Firman Allah :

‫ق ٱل َّز ۡو َج ۡي ِن ٱل َّذ َك َر َوٱُأۡلنثَ ٰى‬


َ َ‫َوَأنَّهۥُ خَ ل‬

Artinya : Dan bahwasanya dialah yang menciptakan berpasang-pasangan

pria dan wanita.(QS Al_Najm : 45).3

Perspektif Islam, Perkawinan merupakan sunnatullah atas penciptaan

manusia yang berpasang-pasangan. Dan ia menjadi sebuah pertemuan antara dua

individu dan dua kepribadian yang berbeda. Setiap keluarga pasti sangat

mengharapkan kehadiran seorang anak sebagai penerus keturunan dan penerus

harta kekayaan orang tua. Keinginan untuk mempunyai anak merupakan suatu

keingainan yang manusiawi dan alami. Namun kadang kala keinginan alami

tersebut terganjal oleh takdir dari Allah SWT. Sebagai seorang manusia hanya

bisa berusaha dengan berbagai cara untuk mencapai keinginan yang manusiawi

tersebut, namun Allah lah pemberi takdir. Apapun cara yang dilakukan bila Allah

SWT tidak menghendaki maka tidak akan tercapai.

Bagi pasangan yang tidak memiliki anak kandung, dimungkinkan untuk

melakukan pengangkatan anak. Pengangkatan anak, sering juga diistilahkan

2
Imam Fauzi, Status Kewarisan Anak Angkat Pasal 209 Khi Menurut Hukum Islam, Jurnal
Al Wasith: Jurnal Studi Hukum Islam || Vol. 1 No. 2 (2016), hlm. 81.
3
Al- Hadi, Al- Qur’an Terjemah Edisi Doa, Depok: Al-Hudd Kelompok Gema Insani,
2012. hlm.528.
dengan adopsi.4 Bagi keluarga yang tidak mempunyai anak, mereka akan berusaha

untuk memperoleh anak meskipun anak tersebut bukan hasil dari perkawinannya.

Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan cara mengangkat anak

orang lain (adopsi) Maksudnya memelihara dan memperlakukannya seperti anak

kandung sendiri.

Berdasarkan observasi yang lakukan pada masyarakat Kecamatan Abung

Tengah pada tanggal 05 Oktober 2021 ternyata masyarakat melakukan

pengangkatan anak tanpa melalui proses hukum melalui pengadilan, maka

menjadi masalah di kemudian hari karena anak angkat tersebut tidak mempunyai

kepastian hukum baik bagi anak angkat maupun orang tuanya. Ada aspek tentang

pengangkatan anak ataupun yang seringkali disebut adopsi yang kurang dipahami

dan tidak sesuai menurut hukum Islam yang telah ditentukan dari Zaman

Rosulluloh, maka permasalahan tersebut perlu diluruskan karena dapat berakibat

negatif.5

Kemudian peneliti melakukan observasi yang kedua pada tanggal 06

Oktober 2021 di Kecamatan Abung Tengah menemukan bahwa beberapa keluarga

yang melakukan adopsi, yang mana beberapa keluarga tersebut menasabkan anak

angkat dengan bapak angkatnya dan juga sudah masuk ke dalam daftar kartu

keluarga serta dalam mengangkat anak tidak diajukan ke pengadilan. Dan

selanjutnya salah satu diantara keluarga tersebut ada yang menyatakan akan

memberikan seluruh hartanya kepada anak angkat tersebut.6


4
Atin Meriati Isnaini, Perlindungan Hukum Terhadap Anak Angkat, Jurnal Ilmu Hukum
Tambun Bungai Vol. 2 No. 1, Maret 2017, hlm. 61.
5
Obsevasi pada tanggal 05 Oktober 2021.
6
Obsevasi pada tanggal 06 Oktober 2021.
Dengan hal ini menasabkan anak angkat tentu akan mempunyai dampak

atau akibat hukum di dalamnya, bisa terjadi saling mewarisi diantaranya dan juga

bisa terjadi perwalian ataupun tidak ada batas kemahraman. Secara hukum Islam

tidak dikenal perpindahan nasab dari ayah kandungnya ke ayah angkatnya. Oleh

karena itu, pada prinsipnya hukum Islam mengakui dan membenarkan

pengangkatan anak dengan ketentuan tidak boleh membawa perubahan hukum di

bidang nasab, wali mewali dan aris mewaris.7.

Terdapat beberapa penelitian terdahulu yang membahas tentang adopsi

anak di antaranya yaitu pertama penelitian dari Sukardi dengan judul “Adopsi

Anak Dalam Hukum Islam”.8 Kedua dari Imam Fauzi dengan judul Status

Kewarisan Anak Angkat Pasal 209 KHI Menurut Hukum Islam.9 Ketiga dari

Abidin Abidin dengan judul Rekonseptualisasi Akibat Hukum Pengangkatan

Anak Menurut Kajian Kompilasi Hukum Islam. 10 keempat dari Misnan,

Problematika Anak Angkat Dalam Perspektif Hukum Islam.11

Persamaan penelitian terdahulu dengan penelitian saat ini yaitu sama-

sama membahas tentang Adobsi anak, sedangkan perbedaan penelitian

terdahulu dengan penelitian saan ini yaitu terletak pada fokus masalah yang

diteliti. Penelitian terdahulu menfokuskan peneliti pada Problematika Anak

7
Abidin, Rekonseptualisasi Akibat Hukum Pengangkatan Anak Menurut Kajian Kompilasi
Hukum Islam, hlm. 13.
8
Sukardi, Adopsi Anak Dalam Hukum Islam, Jurnal Studi Gender Dan Anak, Vol. 5, No. 2
(2018), hlm. 173.
9
Imam Fauzi, Status Kewarisan Anak Angkat Pasal 209 Menurut Hukum Islam, Jurnal Al
Wasith: Jurnal Studi Hukum Islam, vol. 1 no. 2 (2016), hlm. 81.
10
Abidin, Rekonseptualisasi Akibat Hukum Pengangkatan Anak Menurut Kajian Kompilasi
Hukum Islam, Jurnal USM Law Review Vol 1 No 1 Tahun 2018, hlm.12.
11
Misnan, Problematika Anak Angkat Dalam Perspektif Hukum Islam, TAQNIN : Jurnal
Syariah dan Hukum Vol. 2, No. 2, Juli-Desember 2020, hlm. 21.
Angkat Dalam Perspektif Hukum Islam, sedangkan penelitian saat ini

menfokuskan pada bagaimana konsep adopsi anak yang benar persepektif

hukum Islam dan hukum positif di Indonesia. Berdasarkan pemaparan diatas

peniliti tertarik untuk meneliti lebih lanjut terkait “Konsep Anak Adopsi

Perspektif Hukum Islam dan hukum positif (Studi Kasus Di Kecamatan Abung

Tengan, Kabupaten Lampung Utara).”

Dari latar belakang masalah diatas terdapat pertanyaan penelitian untuk

dikaji dan dibahas dalam wujud karya ilmiah, yaitu:

1. Bagaimana konsep adopsi anak di Kecamatan Abung Tengan, Kabupaten

Lampung Utara dalam perspektif hukum Islam dan hukum positif?

2. Apakah konsep adopsi anak yang dilakukan di Kecamatan Abung

Tengah, Kabupaten Lampung Utara sudah sesuai dengan hukum Islam

dan hukum positif?

METODE PENELITIAN

Jenis penelitian ini ditinjau dari segi tempat penelitian merupakan penelitian

lapangan. Penelitian lapangan yaitu suatu penelitian yang dilakukan di lapangan

atau di lokasi penelitian, suatu tempat yang dipilih sebagai lokasi untuk

menyelidiki gejala objektif yang terjadi di lokasi tersebut, yang dilakukan juga

untuk menyusun laporan tersebut.12 Penelitian lapangan (field research) dengan

meneliti objek secara langsung lokasi yang akan diteliti agar mendapatakan hasil

yang maksimal yang bertempat di Kecamatan Abung Tengan, Kabupaten

Lampung Utara.Pengumpulan data dilakukan langsung dengan cara mengajukan


12
Abdurrahmat Fatoni, Metodologi PenelitianTeknik Penyusunan Skripsi, (Jakarta: Rineka
Cipta, 2006), hlm. 96.
pertanyaan oleh pewawancara kepada responden dan jawaban-jawaban responden

dicatat.

Sumber data dibagi menjadi dua yaitu sumber data primer dan sumber data

primer. Sumber data primer dalam penelitian ini adalah observasi dan wawancara

dengan Tokoh Agama, Tokoh Masyarakat, phak yang melakukan adosi anak di

Kecamatan Abung Tengan, Kabupaten Lampung Utara. Adapun data sekunder

dalam karya ilmiah ini berupa, Jurnal, buku-buku yang berkaitan dengan

permasalahan tersebut . Teknik pengumpulan data dilakukan dengan tig acara

yaitu observasi, wawancara dan dokumentasi.

Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data

yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan dokumentasi. Setelah

data terkumpul maka peneliti mengolah data dan menganalisis secara kualitatif

untuk mendapatkan kesimpulan yang benar menggunakan metode analisis

kualitatif dengan menggunakan deskriptif analisis.13

HASIL PENELITIAN

Adopsi atau pengangkatan anak adalah perbuatan atau tindakan yang tidak

dilakukan oleh semua masyarakat, hanya beberapa orang saja yang melakukukan

adopsi dan tentunya memiliki alasan mengapa sampai melakukan adopsi. Faktor

utama yang menjadi penyebab atau alasan dalam mengangkat anak adalah karena
13
W. Gulo, Metodelogi Penelitian, (Jakarta: PT Grasindo, 2005), hlm. 239.
sudah lama menikah tidak kunjung juga memperoleh anak dan ada yang memang

sudah divonis tidak subur dan tidak bisa mempunyai anak. Menurut Bapak

Solihin, adopsi atau disebut juga pengangkatan anak adalah mengambil atau

mengasuh anak orang lain untuk diasuh ataudibesarkan oleh orang tua angkat

dengan tidak menghilangkan identitas anak tersebut dari orang tua kandungnya.

Maksudnya yaitu nasab anak angkat tersebut tetap pada bapak kandungnya bukan

bapak angkatnya.

Mayoritas masyarakat Kinciran notabene beragama Islam, namun masih

terdapat masyarakat yang mengadopsi anak namun tidak mengerti ketentuan

adopsi menurut syariat Islam. Yang mana kebanyakan menjadikannya seolah-olah

seperti anak kandung bahkan menasabkan kepada bapak angkatnya.14 Pemahaman

mengenai kewarisan dan perwalian dalam pernikahan anak angkat didapatkan

hasil sebagai berikut: Pasangan bapak S dan ibu TI mengatakan bahwa untuk

hartanya dalam hal ini kewarisannya maka warisanya akan diberikan kepada anak

angkatnya tersebut.

Tata cara Pengangkatan anak dapat dilakukan secara adat kebiasaan,

dilakukan sesuai dengan tata cara yang berlaku di dalam masyarakat yang

bersangkutan. Yang mana setelah tata cara ini dilakukan menurut peraturan di

Indonesia sesuai dengan Pasal 20 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia

Nomor 54 Tahun 2007 maka dapat diajukan permohonan ke pengadilan untuk

memperoleh penetapan pengadilan.

14
Wawancara dengan Bapak Solihin (tokoh Agama) Desa Kinciran, Kecamatan Abung
Tengah, pada tanggal 10 Febuari 2022.
PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil wawancara yang telah dilakukan peneliti terhadap

beberapa informan di desa Kinciran, dapat diketahui bahwa masyarakat yang

melakukan adopsi menganggap bahwa anak angkat atau anak adopsi adalah anak

orang lain yang diangkat dijadikan sebagai anak sendiri, yang mana menganggap

perindahan nasab yaitu menasabkan kepada orang tua angkat. Dalam hal ini

diperkuat dengan dokumen mengenai anak angkat tersebut yang mana anak

angkat tersebut masuk ke dalam kartu keluarga (KK) sebabagai anak kandung,

dan juga dalam akta kelahiran tertera nama orang tua kandungnya adalah dari

orang tua angkatnya.

Dalam mengadopsi anak masyarakat desa Kinciran melakukannya secara

kekeluargaan dan tidak melakukan permohonan kepengadilan. Begitu pula

dengan kewarisan dan perwalian anak angkat, orang tua angkat dalam

wawancara di atas mengatakan bahwa kelak warisannya akan diberikan

sepenuhnya kepada anak angkatnya tersebut, dan untuk perihal perwaliannya

orang tua angkat mengatakan bahwa bapak angkatnya lah yang akan menjadi

wali nikahnya kelak, dan juga seorang lagi mengatakan bahwa wali nikahnya

kelak adalah wali hakim.

Para ulama fikih sepakat menyatakan bahwa hukum Islam melarang

praktik pengangkatana anak yang memiliki implikasi yuridis seperti

pengangkatan anak yang dikenal oleh hukum barat/hukum sekuler dan praktik

masyarakat jahiliyah; yaitu pengangkatan anak yang menjadikan anak angkat


menjadi anak kandung, anak angkat terputus hubungan hukum dengan orang tua

kandungnya, anak angkat memiliki hak waris sama dengan hak waris anak

kandung, orang tua angkat menjadi wali mutlak terhadap anak angkat. Hukum

Islam hanya mengakui pengangkatan anak dalam pengertian beralihnya

kewajiban untuk memberi nafkah sehari-hari, mendidik, memelihara, dan lain-

lain, dalam konteks beribadah kepada Allah SWT.15

Dari segi perkembangan hukum nasional, rumusan pengertian

pengangkatan anak secara formal dan berlaku bagi seluruh pengangkatan anak di

Indonesia tanpa membedakan golongan penduduk, juga tanpa membedakan

domestic adoption atau inter-country-adoption- dituangkan dalam peraturan

pemerintah nomor 54 tahun 2007 tentang pelaksanaan pengangkatan anak (“PP

Pengangkatan Anak”). Oleh karena itu undang-undang perlindungan anak

mewajibkan kepada orang tua angkat untuk memberitahukan kepada anak

angktanya mengenai asal-usulnya dan orang tua kandungnya, tentu dengan

memperhatikan kesiapan mental dari anak angkat yang bersangkutan, misalnya

setelah anak tersebut dewasa atau pada saat anak tersebut menjelang menikah

jika anak itu perempuan, dengan cara memberikan pengertian baik dari aspek

psikologis dan agama.16

KESIMPULAN

Perkawinan tanpa kehadiran seorang anak akan terasa tidak lengkap, karena

kehadiran anak dalam rumah tangga memiliki banyak makna. Pengangkatan anak

15
Andi Syamsu Alam, M. Fauzan, Hukum Pengangkatan Anak Perspektif Islam, hlm. 43.
16
Andi Syamsu Alam, M. Fauzan, Hukum Pengangkatan perspektif Islam, hlm. 207.
dalam Islam adalah pekerjaan yang sangat mulia, merupakan bagian dari amal

baik yang yang dapat mendekatkan diri pelakunya kepada Allah SWT. Tujuan

mengangkat anak menurut Hukum Islam bertujuan untuk kepentingan yang

terbaik bagi anak. Begitu juga tujuan dalam hukum positif Indonesia, Dengan

berlakunya undang-undang nomor 35 tahun 2014 tentang perubahan atas undang-

undang nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak, undang-undang ini,

dalam ketentuan pasal 39 butir 1, menentukan: pengangkatan anak hanya dapat

dilakukan untuk kepentingan yang terbaik bagi anak dan dilakukan berdasarkan

adat kebiasaan setempat dan ketentuan peraturan perundangundangan.

Namun pelaksanaan adopsi yang terjadi pada masyarakat Kinciran tidak

sesuai dengan hukum Islam maupun hukum positif Indonesia. Yang mana dalam

mengadopsi anak masyarakat Kinciran menjadikan anak angkat sebagi anak

kandung nya dan berakibat pada kewarisan dan perwalian anak angkat tersebut,

dan juga dalam mengadopsi anak masyarakat Kinciran tidak dilakukan

permohonan kepengadilan sehingga tidak ada penetapan dari pengadilan.

DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Rekonseptualisasi Akibat Hukum Pengangkatan Anak Menurut Kajian


Kompilasi Hukum Islam, Jurnal USM Law Review Vol 1 No 1 Tahun 2018.
Amir Syarifuddin. Hukum Perkawinan Islam Di Indonesia: Antara Fiqh
Munakahat Dan Undang-Undang Perkawinan. Jakarta: Kencana, 2009.
Andi Syamsu Alam, M. Fauzan. Hukum Pengangkatan Anak Perspektif Islam.
Jakarta: Kencana, 2008.
Cholid Narbuko dan Abu Achmadi. Metodologi Penelitian. Jakarta: Bumi
Aksara, 2012
Deddy Mulyana. Metodologi Penelitian Kualitatif Paradigma Baru Ilmu
Komunikasi dan Ilmu Sosial Lainnya. Bandung: Remaja Rosdakarya, 2010.
Departemen Agama RI. An Nur Al Quran Terjemah. Bandung: Fokusmedia, 2010.
Djaja S. Meliala. Pengangkatan Anak Adopsi Berdasarkan Adat Kebiasaan
Setempat dan Peraturan Perundangan di Indonesia, Bandung: Nuansa
Aulia, 2016.
Erha Saufan Hadana, Pengangkatan Anak Dalam Perspektif Hukum Islam,
LENTERA: Indonesian Journal of Multidisciplinary Islamic Studies,
Volume 1, Nomor 2, Juli – Desember 2019.
Edi Kusnadi. Metodologi Penelitian. Jakarta: Ramayana Pers, 2008.
Fransiska Ismi Hidayah. “Diskusi Hukum Islam Di Indonesia Tentang Perwalian
Anak Angkat”. dalam Jurnal Studi Hukum Islam. Pati. Vol .1. No.1. januari-
juni 2014.
Habiburrahman. Rekonstruksi Hukum Kewarisan Islam di Indonesia. Jakarta:
Kencana, 2011.
Husein Umar. Metodologi Penelitian Untuk Skripsi Dan Tesis Bisnis. Jakarta:
Rajagrafindo Persada, 2009.
Imam Fauzi, Status Kewarisan Anak Angkat Pasal 209 Menurut Hukum Islam,
Jurnal Al Wasith: Jurnal Studi Hukum Islam, vol. 1 no. 2 (2016)
Jatmiko Winarno. "Akibat Hukum Pengangkatan Anak". journal.unisla.ac.id.
Moh Kasiram. Metode Penelitian Kualitatif-Kuantitatif. Yogyakarta: UIN Maliki
Pres, 2010.
Muderis Zaini. Adopsi Suatu Tinjauan Dari Tiga Sistem Hukum, Jakarta: Sinar
Grafika, 2002.
Misnan, Problematika Anak Angkat Dalam Perspektif Hukum Islam, TAQNIN :
Jurnal Syariah dan Hukum Vol. 2, No. 2, Juli-Desember 2020
Muhammad Heriawan. “Pengangkatan Anak Secara Langsung Dalam Perspektif
Perlindunagn Anak”. Katalogis. Volume 5 Nomor 5. Mei 2017.
Muhammad Rais. “Kedudukan Anak Angkat Dalam Perspektif Hukum Islam.
Hukum Adat. Dan Hukum Perdata Analisis Komparatif”. dalam Jurnal
Hukum Diktum. Kalimantan Barat. Volume 14. Nomor 2. desember 2016.
Muhammad Zainal Arifin. Status Anak Angkat Menurut Hukum Islam dan
Perundnag-Undangan di Indonesia Studi Kasus di Desa Sidodadi
Kecamatan Pekalongan Kabupaten Lampung Timur. Metro: STAIN Jurai
Siwo, 2012
Musthofa Sy. Pengangkatan Anak Kewenangan Pengadilan Agama, Jakarta:
kencana, 2008.
Rusli Pandika, Hukum Pengangkatan Anak (Jakarta: Sinar Grafika, 2012).

Rachmadi Usman. Hukum Kewarisan Islam, Bandung: Mandar Maju, 2009.


R. Soeroso , Perbandingan Hokum Perdata, Cet. Ke- 4 (Jakarta: Sinar Grafika,
2001).
Rusli Pandika. Hukum Pengangkatan Anak. Jakarta: Sinar Grafika, 2012.
Sapiudin Shidiq. Fikih Kontemporer, Jakarta: Kencana, 2016.
Sasmiar. Pengangkatan Anak Ditinaju Dari Hukum Islam Dan Peraturan
Pemerintah No.54 Tahun 2007 Tentang Pengangkatan Anak. Ilmu Hukum.
Jambi: Fakultas Hukum Universitas Jambi.
Sukardi, Adopsi Anak Dalam Hukum Islam, Jurnal Studi Gender Dan Anak, Vol.
5, No. 2 (2018).
Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung:
Alfabeta, 2014.
Suharsimi Arikunto. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: PT.
Rineka Cipta, 2006.
Sumadi Suryabrata. Metodologi Penelitian. Jakarta: Rajawali Pers, 2012.
W.Gulo. Metodologi Penelitian. Jakarta: PT. Grasindo, 2005.
Windi Arista. “Akibat Hukum Pelaksanaan Pengangkatan Anak Yang Berasal
Dari Anak Saudara Kandung Menurut Hukum Adat”. Hukum Uniski. Vol.6
No.1 Edisi Juli-Desember 2017.
Zakia al Farhani. Proses Pengangkatan Anak Adopsi Dalam Perspektif Hukum
Islam. Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah, 2011
Zuhairi. et.al. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Jakarta: RajaGrafindo Persada,
2016.

Anda mungkin juga menyukai