Anda di halaman 1dari 9

51

PEMBAHASA

Proses Pengadaan Bahan Tanaman

Pengadaan Bahan Tanaman Secara Konvensional. Teknik pengadaan


bahan tanaman secara konvensional di PPKS melalui penyerbukan bantuan
(assisted pollination) oleh manusia. Tetua terpilih adalah tetua terbaik yang telah
melalui tahapan seleksi sesuai dengan kriteria pemilihan oleh Kelompok Peneliti
Pemuliaan Tanaman PPKS (Divisi BRD/ Pemuliaan).
Secara garis besar proses pengadaan bahan tanaman konvensional di PPKS
dilakukan oleh beberapa divisi yang saling terkait, yaitu Divisi BRD/ Pemuliaan,
Divisi Pohon Induk, Divisi Produksi, Divisi Pemasaran dan Divisi QC/ QA
(Quality Conrol/ Quality Assurance) (Lampiran 4). Divisi BRD/ Pemuliaan
mempunyai kewenangan dalam menentukan pohon induk yang akan digunakan,
Divisi Pohon Induk meliputi proses penyiapan penyerbukan hingga panen, Divisi
Produksi meliputi persiapan benih hingga pengecambahan, Divisi Pemasaran/
Logistik meliputi pembibitan hingga penyaluran bahan tanaman ke konsumen.
Sedangkan Divisi QC/ QA bertugas untuk menjaga dan mengawasi pengelolaan
bahan tanaman sejak penyiapan penyerbukan oleh Divisi Pohon Induk hingga
pemasaran atau penyaluran kepada konsumen oleh Divisi Pemasaran agar mutu
bahan tanaman yang dihasilkan terjamin dan berkualitas.
Waktu yang dibutuhkan untuk proses pengadaan bahan tanaman secara
konvensional antara lain dari penyiapan penyerbukan hingga panen yaitu sekitar
enam bulan, persiapan benih satu bulan, pemanasan benih dua bulan,
perkecambahan satu bulan, pembibitan awal tiga bulan dan pembibitan lanjutan
sembilan bulan. Adapun jangka waktu yang dibutuhkan untuk menghasilkan
bahan tanam dari pohon hingga menjadi bibit sekitar 22 bulan atau 1.8 tahun.
Bahan tanaman yang dihasilkan dari pengadaan secara konvensional berupa
kecambah dan bibit.
Pengadaan Bahan Tanaman Secara Kultur Jaringan. Kultur in vitro
atau kultur jaringan adalah suatu metode untuk mengisolasi bagian dari tanaman
seperti protoplasma, sel, sekelompok sel, jaringan dan organ, serta
menumbuhkannya dalam kondisi aseptik, sehingga bagian-bagian tersebut dapat
52

memperbanyak diri dan beregenerasi menjadi tanaman lengkap kembali yang


disebut planlet. Kultur jaringan merupakan salah satu cara perbanyakan tanaman
secara vegetatif. Metode kultur jaringan dikembangkan untuk membantu
memperbanyak tanaman, khususnya untuk tanaman yang sulit dikembangbiakkan
secara generatif (Gunawan, 1988).
Divisi Kultur Jaringan PPKS menggunakan individu terbaik sebagai bahan
perbanyakan, yang sebelumnya telah ditentukan oleh Kelompok Penelitian
Pemuliaan Tanaman (Divisi BRD/ Pemuliaan) sesuai dengan kriteria yang telah
ditentukan. PPKS menggunakan ortet (daun muda) sebagai eksplan dalam
perbanyakan. Menurut Ginting dan Fatmawati (2003) pada kelapa sawit eksplan
dapat berasal dari daun muda, ujung akar dan bunga (inflorescence). Sumber
eksplan ini masing-masing mempunyai keunggulan dan kelemahan. Eksplan dari
daun muda mempunyai keunggulan yaitu dapat diperoleh dalam jumlah banyak
(2000 s/d 3000 eksplan per ortet), eksplan relatif steril karena masih terbungkus
oleh pelepah daun. Kelemahan eksplan dari daun muda adalah merusak ortet dan
pemulihannya membutuhkan waktu lama yaitu: 1.5 - 2 tahun. Eksplan dari bunga
keunggulannya tidak terlalu merusak ortet, permukaannya steril karena masih
terbungkus pelepah bunga. Kelemahan eksplan dari bunga jumlah eksplan yang
diperoleh sedikit (200 s/d 300 eksplan per tandan) dan induksi kalus
membutuhkan waktu lama (1 tahun). Eksplan ujung akar keunggulannya tidak
merusak ortet. Kelemahan eksplan dari ujung akar kontaminasi mencapai
90 - 95% dan ada kemungkinan keliru dengan ortet yang terpilih karena akar
tanaman simpang siur di dalam tanah.
Pengadaan bahan tanaman secara kultur jaringan di PPKS terbagi kedalam
dua rangkaian yang terkait yaitu laboratoriun dan lapangan (Lampiran 5). Adapun
fasilitas yang mendukung kegiatan di Laboratorium Kultur Jaringan PPKS
Marihat meliputi : washery room 1 dan 2, media preparation, sterilization room,
transfer room, lighted culture room, dark culture room, meeting room, kasa
house. Pemantauan setiap kegiatan dilakukan oleh petugas pendataan (recording
data).
Pengadaan bahan tanam kultur jaringan dimulai dengan penanaman
eksplan didalam ruangan hingga terbentuk kalus dibutuhkan waktu sekitar 4 - 24
53

bulan, penumbuhan dan perbanyakan kalus berlangsung selama 2 - 12 bulan,


induksi embriogenesis dan perbanyakan embrio berlangsung selama 2 - 12 bulan,
induksi dan perbanyakan pupus atau plantula berlangsung selama 2 - 12 bulan dan
induksi perakaran menjadi planlet utuh sekitar dua bulan. Seluruh fase tersebut
dilakukan pergantian media setiap dua bulan sekali, sedangkan jangka waktu yang
dibutuhkan dilapangan meliputi aklimatisasi hingga ramet selama 2 - 3 bulan, pre
nursery selama 3-4 bulan dan main nursery selama sembilan bulan. Adapun
jangka waktu yang dibutuhkan dalam proses pengadaan bahan tanam secara kultur
jaringan dari ortet hingga pembibitan (main nursery) yaitu sekitar 27 - 79 bulan
atau 2.3 – 6.5 tahun. Bahan tanaman yang dihasilkan berupa planlet dan bibit.
Namun untuk saat ini yang dipasarkan hanya dalam bentuk bibit.

Tenaga Kerja

Jumlah tenaga kerja di PPKS dalam pengadaan bahan tanam secara


konvensional (Lampiran 6) cukup besar jika dibandingkan dengan pengadaan
bahan tanam secara kultur jaringan (Lampiran 7) sekitar 42.7% dari jumlah tenaga
kerja pada perbanyakan secara konvensional, yaitu berturut-turut 103 orang dan
44 orang. Pada perbanyakan secara konvensional, untuk Kebun Marihat, dengan
jumlah pohon ibu 2075 dan pohon bapak 141, dibutuhkan polinator sekitar 50
orang. Dalam sehari seorang polinator mampu melakukan inspeksi/ pengawasan
10 - 15 pohon. Sedangkan pada perbanyakan secara kultur jaringan dengan bahan
tanaman sebanyak 2000 eksplan dari satu ortet atau sekitar 500 plakon,
membutuhkan sekitar 12 orang tenaga kerja dalam sehari.
Kebutuhan sumber daya manusia terbesar dalam pengadaan bahan
tanaman secara konvensional yaitu pada polinator, mandor dan kerani berurut-
turut yaitu 50 orang, 14 orang dan 13 orang atau sekitar 48.5%, 13.5%, dan 12.6%
dari total jumlah SDM perbanyakan konvensional. Hal tersebut disesuaikan
dengan kebutuhan dari setiap kebun yang cukup luas. Setiap polinator memiliki
hancak tetap 60 - 80 pohon untuk pohon bapak, dan 50-100 pohon untuk pohon
induk.
Pada perbanyakan kultur jaringan kebutuhan SDM tidak terlalu besar, hal
ini dikarenakan kegiatan hanya dilakukan pada lingkup ruangan. Dalam kegiatan
54

transfer bahan tanam seorang pekerja mampu memperbanyak hingga 200 tabung
reaksi atau 40 botol per hari, sedangkan seorang pekerja mampu melakukan
pengamatan hingga ratusan botol planlet per hari. Pengamatan yang dilakukan
yaitu jumlah eksplan yang terkontaminasi. Kebutuhan SDM terbesar pada
perbanyakan secara kultur jaringan hanya pada washery/ sterilisasi yaitu 7 orang.

Produksi dan Harga Bahan Tanam

Kapasitas Produksi. Produksi Kecambah PPKS dari tahun 2004 hingga


2009 berfluktuatif (Gambar 27). Hal tersebut disesuaikan dengan permintaan dan
kemampuan Divisi Pohon Induk dalam menghasilkan benih. Pada tahun 2009
produksi kecambah Divisi Pohon Induk PPKS mencapai 39 220 325 butir
(Lampiran 8). Pada tahun 2010, dari 7032 pohon induk, ditargetkan rencana
produksi sekitar 54 000 000 butir (asumsi 40 000 tandan, sekitar 6 tandan/ pohon,
1350 benih/ tandan) atau meningkat sekitar 9.4% dari produksi kecambahh tahun
2009.

50 46
40 39
Produksi Kecambah (Juta)

39
40 35
26
30

20

10

0
2004 2005 2006 2007 2008 2009
Tahun

Gambar 27. Produksi Kecambah PPKS dari Tahun 2004-2009

Divisi Kultur Jaringan PPKS hingga saat ini telah menghasilkan sekitar
740 klon (Marihat klon). Dari wawancara penulis, pada pengadaan bahan tanam
secara kultur jaringan, jika diasumsikan pada setiap fase kegagalan akibat
kontaminasi 10%, dari satu pohon (ortet) bisa dihasilkan hingga 80 000 planlet.
Jika pada tahap aklimatisasi diharapkan persen daya hidup 70% maka produksi
yang bisa diperoleh yaitu sekitar 56 000 bibit untuk tahap pre nursery. Namun,
55

Tidak semua ortet yang dikultur menghasilkan planlet. Hal ini disebabkan respon
jaringan terhadap media pada tahap kultur berbeda (Ginting et al., 1994).
Laboratorium Kultur Jaringan PPKS Marihat memiliki lima buah lighted culture
room (ruang cahaya) dengan kapasitas penyimpanan lebih dari 3 000 000 kultur
dengan dua ruangan yang saat ini masih dalam tahap renovasi.
Kapasitas produksi dari perbanyakan kultur jaringan dari satu pohon
(ortet) mampu menghasilkan hingga 80 000 planlet dalam waktu satu tahun.
Sedangkan pada perbanyakan konvensional jika diasumsikan dalam satu tahun
mampu menghasilkan sekitar 6 tandan/ pohon, dengan rata-rata menghasilkan
1350 buah/ tandan, maka dalam setahun satu pohon hanya mampu menghasilkan
sekitar 8100 butir atau hanya 10.1% dari perbanyakan secara kultur jaringan.
Harga Bahan Tanaman. PPKS saat ini masih menjadi produsen tertinggi
dalam produksi kecambah kelapa sawit. Hal ini dapat dilihat dari rencana dan
potensi produksi PPKS untuk tahun 2010 yang mencapai 50 000 000 butir
kecambah (Gambar 28). Disamping kualitas kecambah yang baik, harga
kecambah PPKS yang cenderung murah membuat PPKS banyak diminati oleh
konsumen (Lampiran 9). Harga kecambah berkisar Rp. 6000 - Rp. 7000. Harga
kecambah disesuaikan dengan jenis varietas. Bahan tanaman hasil perbanyakan
konvensional yang telah menjadi bibit dijual dengan harga Rp. 15 000 pada saat
pre nursery.

90
80
70 35
60 32
50
40 20
20 10
30 15 18
50
20 40
25 30 30
10 20 20
0
PPKS PT. Socfin PT. London PT. Dami PT. Tunggal PT. Bina PT. Bakti
Indonesia Sumatera Mas Yunus Sawit Tani
Sejahtera Estate Makmur Nusantara

Potensi Produksi Rencana Produksi

Gambar 28. Rencana dan Potensi Produksi Kecambah Kelapa Sawit


Dalam Negeri Tahun 2010 (Deptan, 2010a)
56

Bahan tanaman hasil kultur jaringan di PPKS dijual dengan harga


Rp 40 000 untuk bibit umur 3-8 bulan dan Rp. 50 000 untuk bibit siap tanam.
Bahan tanaman yang berasal dari kultur jaringan cukup mahal jika dibandingkan
dengan harga kecambah maupun bibit hasil perbanyakan konvensional. Hal
tersebut disesuaikan dengan kualitas bahan tanaman maupun biaya produksi yang
saat ini masih relatif tinggi untuk perbanyakan kultur jaringan.

Keunggulan Perbanyakan Bahan Tanaman

Bahan tanaman kelapa sawit merupakan investasi bagi perusahaan dan


para pengusaha perkebunan. Umumnya perusahaan dan pengusaha perkebunan
tidak ingin mengambil resiko kerugian yang tinggi dalam memilih bahan
tanaman. Salah satu cara agar mengurangi resiko kerugian adalah dengan memilih
bahan tanaman yang baik. Menurut Lubis (1993) bahan tanaman (benih) yang
baik adalah bahan tanaman yang menghasilkan tanaman bermutu, berproduksi
tinggi dan memiliki sifat skunder yang baik atau unggul serta telah dilepas
pemerintah secara resmi.
Lubis (1993) menambahkan bahwa varietas bahan tanaman (benih) kelapa
sawit yang baik/ unggul adalah : berasal dari hasil pemuliaan serta telah diuji pada
berbagai kondisi, tersedia sebagai bahan tanaman dalam jumlah yang dibutuhkan,
umur genjah, memiliki produksi dan kualitas yang tinggi, respon terhadap
perlakuan yang diberikan, memiliki umur ekonomis cukup panjang (25-30 tahun),
tahan terhadap hama dan penyakit dan toleran terhadap lingkungan (ekologi).
Benih yang baik dihasilkan oleh Pusat Sumber Benih kelapa sawit yang resmi
telah ditunjuk pemerintah.
Saat ini pengadaan bahan tanaman yang banyak digunakan oleh Sumber
Penghasil Benih adalah melalui pengadaan bahan tanaman secara konvensional,
termasuk PPKS. Walaupun hasil bahan tanaman banyak diminati karena harga
yang relatif murah, terjangkau dan memiliki kualitas yang baik, namun
perbanyakan secara konvensional tidak semudah seperti tanaman lain dan
memiliki hambatan di masa depan, terutama mengenai keterbatasan lahan yang
semakin sempit. Pengadaan bahan tanaman secara konvensional membutuhkan
57

lahan yang luas dan SDM yang besar untuk produksi. Selain itu, pengadaan bahan
tanaman secara konvensional sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan
rentan terhadap hama penyakit.
PPKS saat ini telah memiliki program dan rencana untuk memenuhi
kebutuhan bahan tanam di masa depan. Salah satu program tersebut adalah
dengan perbanyakan secara kultur jaringan. Adapun keuntungan pemanfaatan
kultur jaringan yaitu : pengadaan bibit tidak tergantung musim, bibit dapat
diproduksi dalam jumlah banyak dengan waktu yang relatif cepat, bibit yang
dihasilkan seragam, bibit yang dihasilkan bebas penyakit, biaya pengangkutan
bibit relatif lebih murah dan mudah, dalam proses pembibitan bebas dari
gangguan hama, penyakit dan deraan lingkungan lainnya.
Menurut Pahan (2008) penggunaan teknik kultur jaringan menjanjikan
harapan yang sangat besar. Dengan cara ini, akan dihasilkan tanaman kelapa sawit
yang mampu berproduksi 30% lebih banyak dari tanaman biasa. Kultur jaringan
akan mempercepat proses seleksi tanaman perkebunan yang berumur panjang.
Dengan teknik pemuliaan tanaman konvensional, PT. Socfindo menghasilkan
kecambah legitim dari 3 siklus RRS (8 tahun per siklus) untuk meningkatkan
potensi hasil 15-20% per siklus. Beberapa ahli memperkirakan kultur jaringan
dapat mempercepat pembiakan dan proses seleksi tanaman kelapa sawit sampai
30 kali lebih cepat. Bahan tanam asal kultur jaringan berpotensi meningkatkan
produksi Minyak Kelapa Sawit (MKS) dari 2-5 ton/ ha/ tahun menjadi sampai 10-
12 ton/ ha/ tahun.
Pengadaan bahan tanaman dengan kultur jaringan di PPKS masih banyak
mengalami kendala, antara lain masalah perakaran planlet. Umumnya tipe
perakaran yang paling banyak ditemui adalah tipe B dan C. Ini akan
mempengaruhi keberhasilan planlet pada saat aklimatisasi. Menurut Yusnita
(2003) tahap aklimatisasi merupakan tahap kritis karena kondisi iklim mikro di
rumah kaca, rumah plastik, rumah bibit, dan lapangan sangat jauh berbeda dengan
kondisi iklim mikro di dalam botol. Kondisi di luar botol berkelembaban nisbi
jauh lebih rendah, tidak aseptik, dan tingkat intensitas cahanya lebih tinggi
daripada kondisi di dalam botol. Planlet atau tunas mikro lebih bersifat
58

heterotrofik karena sudah terbiasa tumbuh dalam kondisi berkelembaban sangat


tinggi, aseptik, serta suplai hara mineral dan sumber energi berkecukupan.
Keunggulan bibit Marihat klon dengan bibit yang berasal dari benih
adalah tanaman dari Marihat klon lebih seragam pertumbuhannya dan memiliki
potensi produksi yang lebih tinggi, berkisar 25 – 39 % dibanding tanaman dari
bibit pada umumnya. Pahan (2008) menyatakan bahwa walaupun teknik kultur
jaringan menjanjikan banyak harapan, penerapan teknik kultur jaringan untuk
perkebunan skala besar perlu berhati-hati. Perbanyakan dengan kultur jaringan
memberikan keragaman genetik yang kecil (bahkan bisa dikatakan seragam).
Keadaan ini dapat menimbulkan kerawanan genetik (genetic vulnerability) yang
sangat berbahaya terhadap serangan hama dan pennyakit (epidemi). Untuk
mengurangi keadaan ini penanaman ramet sebaiknya diambil dari beberapa jenis
klon berbeda.
Teknik kultur jaringan ternyata juga tidak memberikan jaminan bahwa
ortet yang dihasilkan akan selalu sesuai dengan tetuanya (true to type). Hal ini
terutama bila proses embriogenesis, yaitu proses pemberntukan embrioid (embrio
vegetatif), harus melalui fase kalus. Fenomena timbulnya keragaman ini disebut
keragaman somaklonal (somaclonal variation). Selain masalah keragaman
somaklonal, penerapan teknik kultur jaringan pada beberapa varietas unggul
kelapa sawit juga masih menghadapi masalah penuaan sel sehingga diferensiasi
sel dan proses embriogenesis mengalami kegagalan (Pahan, 2008). Yusnita (2003)
menambahkan bahwa teknik kultur jaringan juga mempunyai beberapa kelemahan
yaitu, dibutuhkan biaya awal yang relatif tinggi untuk laboratorium dan bahan
kimia, dibutuhkan keahlian khusus untuk melaksanakannya, dan tanaman yang
dihasilkan berukuran kecil, aseptik, dan terbiasa hidup ditempat berkelembaban
tinggi sehingga memerlukan aklimatisasi ke lingkungan eksternal.

Pengujian Perbandingan Bobot Tandan dan Jumlah Biji per Tandan antara
Anak Daun ormal dengan Anak Daun Menggulung pada
Tanaman Kelapa Sawit

Hasil analisis statistik mengenai evaluasi rata-rata jumlah biji per tandan
dan rata-rata bobot tandan per tanaman antara anak daun normal dan anak daun
menggulung tidak berbeda nyata (Tabel 6). Menurut Pahan (2008) ada tiga faktor
59

yang berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman sepanjang


hidupnya, yaitu (1) innate, faktor yang terkait dengan genetik tanaman. Faktor ini
bersifat mutlak dan sudah ada sejak mulai terbentuknya embrio, (2) induce, faktor
yang mengimbas (mempengaruhi) ekspresi sifat genetik sebagai manifestasi
faktor lingkungan yang terkait dengan keadaan buatan manusia (artifisial), (3)
enforce, faktor lingkungan (alam) yang bisa bersifat merangsang dan/atau
menghambat pertumbuhan dan produksi tanaman.
Menurunnya produksi diduga akibat beberapa hal, antara lain: faktor
genetis (inbreeding depression), sanitasi yang kurang baik, bunga terganggu oleh
hama atau penyakit dan penyerbukan yang kurang sempurna (tidak merata).
Menurut Lubis (1989) pada penyerbukan bantuan (assisted pollination) umumnya
hanya bakal buah yang letaknya dilapisan luar dari tandan bunga yang mendapat
tepung sari. Apabila tandan seperti itu sudah matang dan kemudian dipanen akan
kelihatan dengan jelas banyak bakal buah yang busuk. Salah satu penyebabnya
ialah karena ketiadaan tepung sari sebagai akibat ketidaksempurnaan penyebaran
sehingga putik bunga tidak dapat berkembang menjadi buah normal. Rata-rata
bobot tandan dan rata-rata jumlah biji per tandan antara anak daun normal dan
anak daun menggulung disajikan pada Lampiran 10.

Tabel 6. Hasil Uji-t Jumlah Biji per Tandan dan Bobot Tandan antara Anak Daun
Normal dan Anak Daun Menggulung

Rataan
No Peubah (n) Jumlah biji per Bobot tandan
tandan (Butir) tn (kg) tn
1 Anak Daun Normal 27 972 22.40
2 Anak Daun Menggulung 27 1001 23.32
Sumber : data panen dari Divisi Produksi 2008-2009
Keterangan : tn berarti tidak berbeda nyata pada taraf 5%
n adalah jumlah contoh

Anda mungkin juga menyukai